Vous êtes sur la page 1sur 4

REKSY ANGGARA

8335163733
S1 Akuntansi D

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan


permohonan pembatalan homologasi dari PT Bank ICBC Indonesia terhadap PT Sariwangi
Agricultural Estate Agency, dan PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung. Kini, dua
perusahaan perkebunan teh ini resmi menyandang status pailit.
"Mengabulkan permohonan pembatalan perdamaian atau homologasi dari pemohon (ICBC),
menyatakan perjanjian homologasi batal, menyatakan termohon 1 (Sariwangi), dan termohon 2
(Indorub) pailit dengan segala akibat hukumnya," kata Ketua Majelis Hakim Abdul Kohar saat
membacakan amar putusan, Selasa (16/10/2018) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Dalam pertimbangannya, Hakim Abdul menyatakan bahwa Sariwangi dan Indorub telah terbukti
lalai menjalankan kewajibannya sesuai rencana perdamaian dalam proses Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) terdahulu.
Terlebih sepanjang persidangan, Sariwangi tak pernah datang. Sehingga, tanpa jawaban atas
permohonan, Majelis Hakim menilai permohonan ICBC benar belaka. Selama persidangan,
hanya pihak Indorub yang hadir.
Sudah membayar
Sementara PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung bersikeras tak melakukan
wanprestasi terhadap perjanjian perdamaian dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) terdahulu.
"Pembayaran yang sudah kami lakukan tidak dianggap, maka kami dinyatakan pailit," kata
Kuasa Hukum Indorub Iim Zovito Simanungkalit dari Kantor Hukum Iim Zovito & Rekan.
Iim mengatakan, Indorub sejatinya telah melakukan pembayaran cicilan bunga kepada PT Bank
ICBC Indonesia, sebagai pemohon pembatalan homologasi. "Kita sudah melakukan pembayaran
cicilan bunga nilainya Rp 4,5 miliar sejak Desember 2017. Nilai tersebut bahkan juga telah
termasuk cicilan bunga dari Sariwangi.
Namun ternyata pembayaran tersebut tidak dijadikan pertimbangan oleh Majelis Hakim.
Sariwangi dan Indorub tetap dinyatakan wanprestasi atas perjanjian homologasi, sehingga
dinyatakan pailit.
Dalam pertimbangannya, majelis yang dipimpin Hakim Ketua Abdul Kohar bilang, pembayaran
yang dilakukan Indorub telat dari jangka waktu ditentukan.
"Sampai dengan jatuh waktu pada 20 Maret 2017, termohon tak bisa membuktikan telah
menunaikan kewajibannya kepada pemohon (ICBC), yaitu 416.000 dollar AS dari termohon 1
(Sariwangi), dan 42.000 dollar AS dari termohon 2 (Indorub). Baru pada 20 Desember 2017
hingga Agustus 2018 termohon 2 melakukan pembayaran masing-masing Rp 500 juta," kata
Hakim Ketua Abdul dalam sidang.

Utang piutang
Mengurai sengketa utang-piutang Sariwangi dan Indorub harus dimulai ketika proses PKPU
keduanya berakhir damai pada 9 Oktober 2017. Sariwangi punya tagihan senilai Rp 1,05 triliun,
Sementara Indorub punya tagihan senilai Rp 35,71 miliar.
Mengutip salinan putusan, restrukturisasi utang pokok Sariwangi dan Indorub bari akan dibayar
setelah waktu tenggang (grace period) enam tahun pascahomologasi. Sementara utang bunga
akan langsung dibayar perbulan, selama delapan tahun pascahomologasi.
Perinciannya sebesar 4,75 persen akan dibayarkan pada tahun pertama, dan kedua 5,5 persen
akan dibayar pada tahun ketiga, dan keempat. 6,5 persen akan dibayar pada tahun kelima, dan
keenam. Dan 7,5% akan dibayar pada tahun ketujuh, dan kedelapan.
Kewajiban 416.000 dollar AS yang dimiliki Sariwangi, dan 42.000 dollar AS milik Indorub
kepada ICBC pun sebenarnya hanya utang bunga pada tahun pertama. Pun, tagihan bunga ini
yang harusnya dicicil tiap bulan kemudian ditangguhkan selama setahun pascahomologasi,
sehingga harus dibayarkan pada 9 Oktober 2016.
"Debitor baru mulai melakukan pembayaran pada Desember 2017, dan ini juga tidak jelas untuk
pembayaran apa? Karena selain utang bunga yang ditangguhkan, debitor juga punya kewajiban
atas bunga dari 9 Oktober 2016. dan seterusnya, karena tagihan terus jalan," kata Kuasa Hukum
ICBC Swandy Halim dari Kantor Swandy Halim & Partners.
Makanya, kata Swandy permohonan pembatalan homologasi diajukan ICBC. Pun ia
menambahkan bahwa pembayaran pun hanya dilakukan oleh Indorub, Sariwangi sama sekali tak
pernah membayar.
Padahal, Swandy bilang tagihan PKPU sejatinya tanggung renteng (cross default). Dalam arti,
seluruh tagihan PKPU jadi tanggung jawab bersama Sariwangi dan Indorub. Sehingga, jika
Sariwangi tak mampu melakukan pembayaran, maka Indorub yang harus bertanggung jawab.
"Indorub hanya membayar porsinya saja, sementara dari Sariwangi tidak pernah ada
pembayaran. Padahal ini cross default, dia juga punya kewajiban membayar utang Sariwangi,"
sambung Swandy.
Hingga 24 Oktober 2017, setelah ditambahkan bunga total nilai tagihan yang dipegang ICBC
kepada Sariwangi senilai Rp 288,932 miliar, dan kepada Indorub senilai Rp 33,827 miliar.
Sementara perincian kewajiban senilai Rp 1,05 dari Sariwangi berasal dari 5 kreditur separatis
(dengan jaminan) senilai Rp 719,03 miliar, 59 kreditor konkuren (tanpa jaminan) Rp 334,18
miliar, dan kreditor preferen (prioritas) senilai Rp 1,21 miliar. Sedangkan kewajiban Indorub
senilai Rp 35,71 miliar, perinciannya adalah lima separatis senilai Rp31,50 miliar, 19 konkuren
senilai Rp 3,28 miliar,dan preferen sebesar Rp 922,81 juta.

Sumber: ekonomi.kompas.com (diakses pada 11 April 2019)

Teori yang Berkaitan


Dalam kasus Sariwangi diatas, teori yang berkaitan dengan kasus tersebut adalah Teori Keagenan
(Agency Theory) dan Teori Penatalayanan (Stewardship Theory). Dalam teori keagenan,
disebutkan bahwa pentingnya pemilik perusahaan menyerahkan segala urusan perusahaan
kepada tenaga-tenaga profesional yang lebih memahami dalam menjalankan bisnis. Hal inilah
yang membuat adanya biaya audit untuk mempertanggungjawabkan laporan-laporan terkait
dengan perusahaan. Namun sayangnya laporan tersebut tiidak dilakukan oleh para tenaga ahli
tersebut. Terlebih para pemilik perusahaan enggan untuk melakukan monitoring (pengawasan)
sehingga para manajer berhak untuk melakukan keputusan dengan sendirinya. Begitupun juga
dengan yang terjadi pada Sariwangi dan afiliasinya.
Selain itu, teori lainnya yang berhubungan dengan kasus diatas adalah Teori Penatalayanan.
Dalam teori ini, manusia dianggap sebagai makhluk yang dapat dipercaya, bertanggung jawab
serta memiliki integritas dan kejujuran. Namun sayangnya, hal tersebut tidak terjadi pada
Sariwangi dan Inodrub sebagai afiliasinya. Kerjasama peminjaman pembiayaan pada beberapa
pihak akhirnya tidak dibayar dan melakukan pelanggaran perjanjian dari yang telah disepakati
sejak awal.

Prinsip GCG yang Dilanggar


1. Akuntabilitas

Tidak adanya tanggung jawab untuk membayar pinjaman pada kasus Sariwangi membuat
perusahaan tersebut akhirnya dinyatakan pailit. Hal ini menunjukkan Sariwangi tidak
dapat bertanggungjawab dalam mengelola perusahaan dengan baik.

2. Responsibilitas

Kepatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku ternyata juga tidak dijalankan.


Padahal ketika melakukan perjanjian pembiayaan sejak awal, ada hal yang harus ditaati
oleh Sariwangi terhadap kreditur. Namun pada kenyataannya, hanya Indorub yang
melakukan ciclan bunga beberapa kali, sementara Sariwangi tidak melakukan
pembayaran sama sekali. Hal ini jelas melanggar undang-undang yang berlaku.

Vous aimerez peut-être aussi