Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
MAKALAH
Disusun Oleh:
Kelompok 3
JOMBANG
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena Rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan dan dapat menyusun makalah tentang “PERDARAHAN PADA PASCA
PERSALINAN”. Guna memenuhi tugas mata kuliah Maternitas II. Pada kesempatan ini kami
ingin mengucapkan terimakasih kepada semua anggota yang telah membantu dalam
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik untuk membangun yang
ditujukan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua
pihak.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perdarahan Pada Pasca Persalinan
2.2 Etiologi Perdarahan Pada Pasca Persalinan
2.3 Patofisiologi dan Pathway Perdarahan Pada Pasca Persalinan
2.4 Tanda dan Gejala Perdarahan Pada Pasca Persalinan
2.5 Komplikasi Perdarahan Pada Pasca Persalinan
2.6 Pemeriksaan Diagnostik Perdarahan Pada Pasca Persalinan
2.7 Penatalaksanaan..........................................................................................
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan Perdarahan Pada Pasca Persalinan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling
sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian
tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Di Inggris (2000), separuh kematian
ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.
Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering
pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke
rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya
mortalitas tinggi. Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap
100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.
Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi yang
spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta,
dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum.
Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering
perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi.
Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara
lain laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani dan cedera pada serviks uteri.
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian secara langsung pada klien pendarahan post partum.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Pendarahan pasca persalinan (post partum) adalah pendarahan pervaginam 500 ml atau
lebih sesudah anak lahir. Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%)
kematian ibu melahirkan di Indonesia. Pendarahan pasca persalinan dapat disebabkan oleh
atonia uteri, sisa plasenta, retensio plasenta, inversio uteri dan laserasi jalan lahir .
Perdarahan postpartum adalah sebab penting kematian ibu; ¼ dari kematian ibu yang
disebabkan oleh perdarahan (perdarahan postpartum, plasenta previa, solution plaentae,
kehamilan ektopik, abortus dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan postpartum.
Perdarahan postpartum sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia mengurangkan
daya tahan tubuh. Perdarahan postpartum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
Menurut Wiknjisastro H. (1960) post partum merupakan salah satu dari sebab utama
kematian ibu dalam persalinan, maka harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan
komplikasi perdarahan post partum yaitu :
a. Penghentian perdarahan
Post partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik fisik maupun
psikososial terhadap proses melahirkan. Dimulai segera setelah bersalin sampai tubuh
menyesuaikan secara sempurna dan kembali mendekati keadaan sebelum hamil (6 minggu).
Masa post partum dibagi dalam tiga tahap : Immediate post partum dalam 24 jam pertama,
Early post partum period (minggu pertama) dan Late post partum period (minggu kedua sampai
minggu ke enam). Potensial bahaya yang sering terjadi adalah pada immediate dan early post
partum period sedangkan perubahan secara bertahap kebanyakan terjadi pada late post partum
period. Bahaya yang paling sering terjadi itu adalah perdarahan paska persalinan atau HPP
(Haemorrhage Post Partum).
Menurut Willams & Wilkins (1988) perdarahan paska persalinan adalah perdarahan
yang terjadi pada masa post partum yang lebih dari 500 cc segera setelah bayi lahir. Tetapi
menentukan jumlah perdarahan pada saat persalinan sulit karena bercampurnya darah dengan
air ketuban serta rembesan dikain pada alas tidur. POGI, tahun 2000 mendefinisikan
perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa post partum yang
menyebabkan perubahan tanda vital seperti klien mengeluh lemah, limbung, berkeringat
dingin, dalam pemeriksaan fisik hiperpnea, sistolik < 90 mmHg, nadi > 100 x/menit dan kadar
Hb < 8 gr %.
2.2. Etiologi
Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan perdarahan post partum adalah sebagai
berikut :
a. Atonia uteri
c. Retensio plasenta
Keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir. Faktor-
faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta, antara lain :
Ø Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak
efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction
ring.
Ø Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu
sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik;
pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks kontraksi dan
menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
d. Inversio uteri
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya
masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi
diluar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya
waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi
darah. Inversio uteri dapat menyebabkan pendarahan pasca persalinan segera, akan tetapi kasus
inversio uteri ini jarang sekali ditemukan. Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki
kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Inversio
uteri terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar.
Inversio uteri bisa terjadi spontan atau sebagai akibat tindakan. Pada wanita dengan
atonia uteri kenaikan tekanan intraabdominal dengan mendadak karena batuk atau meneran,
dapat menyebabkan masuknya fundus ke dalam kavum uteri yang merupakan permulaan
inversio uteri. Tindakan yang dapat menyebabkan inversio uteri adalah perasat Crede pada
korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang
belum lepas dari dinding uterus.
2.3. Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka.
Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-
sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup,
kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti.
Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh
darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama
penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan
seperti robekan serviks, vagina dan perineum.
Pathway
Etiologi
Kegagalan
Plasenta tidak dapat Fundus uteri terbalik
miometrium u/
terlepas, masih sisa sebagian/seluruhnya
berkontraksi
plasenta dlam rahim masuk kedalam cavum
uteri
ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer b/d
penurunan jumlah
hemogblin dalam darah,
perdarahan pasca
persalinan
c. Syok
d. Bekuan darah pada serviks atau pada posisi terlentang akan menghambat aliran darah
keluar
e. Atonia uteri
h. Plasenta lengkap
i. Pucat
j. Lemah
k. Mengigil
l. Robekan jalan lahir
p. Inversio uteri
q. Perdarahan lanjutan
r. Retensio plasenta
t. Perdarahan segera
z. Inversio uteri
2.5. Komplikasi
a. Syok hemoragie
Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran
akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke seluruh
tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani dengan cepat
dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan selanjutnya
merusak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah di ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka
akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan.
b. Anemia
Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan
hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut menjadi
masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan berdampak
juga pada asupan ASI bayi.
c. Sindrom Sheehan
Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum sampai syok.
Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis kelenjar
hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisi dapat mempengaruhi sistem endokrin.
a. Pemeriksaan Laboratorium
b. Pemeriksaan USG
Hal ini dilakukan bila perlu untuk menentukan adanya sisa jaringan konsepsi
intrauterine.
d. Urinalisis
e. Profil Koagulasi
2.7. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
Ø Obati anemia dalam masa kehamilan.
Ø Pada pasien yang mempunyai riwayat perdarahan sebelumnya, agar dianjurkan untuk
menjalani persalinan di RS.
b. Penanganan
Ø Bila syok dan koma maka kolaborasikan terapi intravena berupa cairan pengganti atau
tranfusi darah.
Ø Hentikan perdarahan.
d. Penatalaksanaan khusus:
Ø Tahap I (perdarahan yang tidak terlalu banyak) : Berikan uterotonika, urut / massage pada
rahim, pasang gurita.
Ø Tahap II (perdarahan lebih banyak) : Lakukan penggantian cairan (transfusi atau infus),
prasat atau manuver (Zangemeister, frits), kompresi bimanual, kompresi aorta, tamponade
uterovaginal, menjepit arteri uterina.
Ø Bila semua tindakan di atas tidak menolong : Ligasi arteria hipogastrika, histerekstomi.
2.8. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun.
b. Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar keringat
dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
e. Pengkajian fisik :
Tanda vital :
Kulit : Dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refill time memanjang
2. Diagnosa Keperawatan
a) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan jumlah haemoglobin dalam darah,
perdarahan pasca persalinan.
b) Resiko syok hipovolemik b/d perdarahan aktif pasca persalinan, berkurangnya jumlah
cairan intravaskuler.
3. Intervensi Keperawatan
a) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan jumlah haemoglobin dalam darah,
perdarahan pasca persalinan.
NIC :
b) Resiko syok hipovolemik b/d perdarahan aktif pasca persalinan, berkurangnya jumlah
cairan intravaskuler.
NIC :
NIC :
NIC :
4. Penatalaksanaan
Anemia dalam kehamilan, harus diobati karena perdarahan dalam batas batas normal
dapat membahayakan penderita yang sudah menderita anemia. Apabila sebelumnya penderita
sudah pernah mengalami perdarahan post partum, persalinan harus berlangsung di rumah sakit.
Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus, dan
solutio plasenta.
Dalam kala III, uterus jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum plasenta lepas dari
dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah perdarahan
pascapersalinan. Sepuluh satuan oksitosin diberikan intramuskular segera setelah anak lahir
untuk mempercepat pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir, hendaknya diberikan 0,2 mg
ergometrin, intramuskular. Kadang-kadang pemberian ergometrin setelah bahu depan bayi
lahir pada presentasi kepala menyebabkan plasenta terlepas segera setelah bayi seluruhnya
lahir; dengan tekanan pada fundus uteri, plasenta dapat dikeluarkan dengan segera tanpa
banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin setelah bahu bayi
lahir adalah terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada persalinan gameli yang
tidak diketahui sebelumnya.
Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir, ada dua hal yang harus segera
dilakukan, yaitu menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat perdarahan.
Tetapi apabila plasenta sudah lahir, perlu ditentukan apakah disini dihadapi perdarahan karena
atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan yang disebabkan oleh atonia
uteri, dengan segera dilakukan massage uterus dan suntikan 0,2 mg ergometrin intravena.
5. Evaluasi
Ø Suhu : 36-37,50 C
d. Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang komplikasi dan
pengobatan yang dilakukan.
6. Penkes
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya Perdarahan Post Partum adalah
memimpin kala II dan kala III persalinan secara legeartis. Apabila persalinan diawasi oleh
dokter spesialis obstetric-ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan
ergometrik secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi perdarahan yang
terjadi.
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Post partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik fisik maupun
psikososial terhadap proses melahirkan. Dimulai segera setelah bersalin sampai tubuh
menyesuaikan secara sempurna dan kembali mendekati keadaan sebelum hamil (6 minggu).
Masa post partum dibagi dalam tiga tahap : Immediate post partum dalam 24 jam pertama,
Early post partum period (minggu pertama) dan Late post partum period (minggu kedua sampai
minggu ke enam). Potensial bahaya yang sering terjadi adalah pada immediate dan early post
partum period sedangkan perubahan secara bertahap kebanyakan terjadi pada late post partum
period. Bahaya yang paling sering terjadi itu adalah perdarahan paska persalinan atau HPP
(Haemorrhage Post Partum).
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart,s (1996), Textbook of Medical Surgical Nursing –2, JB. Lippincot
Company, Philadelpia.
Lowdermilk. Perry. Bobak (1995), Maternity Nuring , Fifth Edition, Mosby Year Book,
Philadelpia.
RSUD Dr. Soetomo (2001), Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil, FK. UNAIR,
Surabaya