Vous êtes sur la page 1sur 23

dyelvi

Kamis, 23 April 2015

asuhan keperawatan osteoartritis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penyakit Sendi Degeneratif ( osteoartritis) adalah penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang
berkembang lambat dan penyebabnya belum diketahui (Kalim, IPD,1997).Atau gangguan pada sendi
yang bergerak ( Price & Wilson,1995).

Osteoarthritis yang juga dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoarthritis (sekalipun
terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan
ketidakmampuan (disabilitas)

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan Umum

Agar mahasiswa keperawatan mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem pencernaan akibat sirosis hepatis secara langsung dan komprehensif meliputi aspek bio-psiko-
sosio-spiritual dengan pendekatan proses Keperawatan (pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana
keperawatan, implementasi, evaluasi).

Agar mahsiswa keperawatan bisa menyelesaikan kasus-kasus yang terjadi dalam masalah keperawatan.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk menjelaskan pengertian dari Osteoartritis.


b. Untuk menjelaskan Etiologi dari Osteoartritis.

c. Untuk menjelaskan manifestasi klinisOsteoartritis.

d. Untuk menjelaskan anatomi fisiologi Osteoartritis

e. Untuk menjelaskan klasifikasi dari Osteoartritis.

f. untuk menjelaskan patofisiologi asteoartritis.

f. Untuk menjelaskan asuhan keperawatan gangguan dengan Osteoartritis.

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFENISI

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago
sendi. Fetebrata, panggul, lutut dan pergelangan kaki yang paling sering terkena OA (sudoyo aru, dkk:
2009)

Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoartrosis (sekalipun terdapat
inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan
ketidakmampuan (disabilitas). (Smeltzer , C Suzanne, 2002 hal 1087)

Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan yang menduduki urutan
pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya usia, penyakit ini jarang ditemui pada usia di bawah
46 tahun tetapi lebih sering dijumpai pada usia di atas 60 tahun. Faktor umur dan jenis kelamin
menunjukkan adanya perbedaan frekuensi (Sunarto, 1994, Solomon, 1997).

Arthritis

osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi yang dapat digerakkan,
terutama sendi penumpu badan, dengan gambaran patologis yang karakteristik berupa buruknya tulang
rawan sendi serta terbentuknya tulang-tulang baru pada sub kondrial dan tepi-tepi tulang yang
membentuk sendi, sebagai hasil akhir terjadi perubahan biokimia, metabolisme, fisiologis dan patologis
secara serentak pada jaringan hialin rawan, jaringan subkondrial dan jaringan tulang yang membentuk
persendian. (R. Boedhi Darmojo & Martono Hadi ,1999)

B. ETIOLOGI

Faktor-faktor resiko osteoartritis


1. Umur

2. Jenis kelamin

3. Ras

4. Faktor keturunan

5. Faktor metabolik endokrin

6. Faktor mekanik serta kelainan geometri sendi

7. Trauma dan faktor okupasi

8. Cuaca atau iklim

9. Diet

Kelainan yang dapat ditemukan dalam tulang rawan sendi, tulang, membran sinofial, kapsul sendi, badan
lepas (loos bodies), efusi, nodus heberden dan bouchard. (Khairuddin: 2003)

Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Hasil penelitian menunjukan 87% adalah kasus
OA primer, dan 13% kasus OA sekunder. Menurut klasifikasi rontgentography, 38% adalah jenis awal,
28,5% jenis patellofemoral dan 23,2% jenis medio-patellofemoral. Klasifikasi radiologi itu terkait dengan
manifestasi klinis jika varus dan deformitas valgus lebih parah, penilaian X ray juga akan menjadi lebih
parah (Yongping et al., 2000)

Ada beberapa faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, yaitu:

a. Usia lebih dari 40 tahun

b. Jenis kelamin

c. Suku bangsa

d. Genetik

e. Kegemukan den penyakit metabolik

f. Cedera sendi, pekerjaan, olahraga

g. Kelainan pertumbuhan

h. Kepadatan tulang, dan lain-lain (Mansjoer, 2000).

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri sendi: keluhan utama

2. Hambatan gerakan sendi: gangguan ini biasanya semakin berat dengan pelan-pelan sejalan dengan
bertambahnya rasa nyeri

3. Kaku pagi

4. Prepitasi: rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit

5. Pembesaran sendi (deformitas)

6. Perubahan gaya gejala

7. Tanda-tanda peradangan: tanda-tanda peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa
hangat yang merata dan warna kemerahan)

Gejala utama OA ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama waktu bergerak. Umumnya
timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dengan
istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi, dan
perubahan gaya berjalan. Lebih lanjut lagi terdapat pembesaran sendi dan krepitasi tulang (Mansjoer,
2000).

Tempat prediksi osteoarthritis adalah sendi karpometakarpal I, metatarsofalangeal I, apofiseal tulang


belakang, lutut, paha. Pada falang distal timbul nodus Heberden dan pada sendi interfalangproksimal
timbul nodus Bouchard. Tanda-tanda peradangan pada sendi tersebut tidak menonjol dan timbul
belakangan, mungkin dijumpai karena adanya sinovitis, terdiri dari nyeri tekan, gangguan gerak, rasa
hangat yang merata, dan warna kemerahan (Mansjoer, 2000).

D. ANATOMI FISIOLOGI

Secara anatomi fisiologi, sel tulang terdiri atas osteoblas, osteosit, dan osteoklas yang dalam aktivitasnya
mengatur hemeostasis kalsium yang tidak berdiri sendiri, melainkan saling berinteraksi. Homeostasis
kalsium pada tingkat seluler didahului penyerapan tulang oleh osteoklas yang memerlukan waktu 40
hari, disusul fase istiraahat, dan kemudian disusul fase pembentukkan tulang kembali oleh osteoblas
yang memerlukan waktu 120 hari. Dalam penyerapannya, osteoklas melepaskan transforming growth
factor yang meransang aktivitas awal osteoklas. Dalam keadaan normal, kuantitas dan kualitas
pembentukkan tulang baru osteoblas. Pada osteoporosis, penyerapan tulang lebih banyak dari pada
pembentukkan baru.
E. KLASIFIKASI

Osteoartritis diklasifikasikan menjadi :

a) Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan
osteoartritis. OA Primer tidak diketahui dengan jelas penyebabnya, dapat mengenai satu atau beberapa
sendi. OA jenis ini terutama ditemukan pada pada wanita kulit putih, usia baya, dan umumnya bersifat
poli-articular dengan nyeri akut disertai rasa panas pada bagian distal interfalang, yang selanjutnya
terjadi pembengkakan tulang (nodus heberden).

b) Tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur. OA sekunder dapat disebabkan
oleh penyakit yang menyebabkan kerusakan pada sinovia sehingga menimbulkan osteoartritis sekunder

(Long, C Barbara, 1996 hal 336)

C. PATOFISIOLOGI

Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang, dan progresif lambat,
yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi
disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.

Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan unsur penting
rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim
lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit
sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang
harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal
dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal ini disebabkan oleh
adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang digunakannya
sendi tersebut.

Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya


cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan
menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur
ada ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang
rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi
yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus. ( Soeparman ,1995)

D. WOC
E. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :

A. Terapi non Farmakologi

1) Edukasi

Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat mengetahui serta memahami
tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan
agar persendiaanya tetap terpakai (Soeroso, 2006).

Hasil penelitian yang telah dilakukan Zhang et al., bahwa edukasi memiliki manfaat sebesar 59% untuk
terapi non farmakologi pada pasien OA (Zhang et al., 2007).

2) Terapi fisik atau rehabilitasi


Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini dilakukan untuk melatih pasien
agar persendianya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit (Soeroso,
2006).

Hasil penelitian yang telah dilakukan Zhang et al., bahwa rehabilitasi memiliki manfaat sebesar 67%
untuk terapi non farmakologi pada pasien OA (Zhang et al., 2007).

3) Penurunan berat badan

Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA. Oleh karena itu, berat badan harus
dapat dijaga agar tidak berlebih dan diupayakan untuk melakukan penurunan berat badan apabila berat
badan berlebih (Soeroso, 2006).

B. Terapi Farmakologis

Penanganan terapi farmakologi meliputi penurunan rasa nyeri yang timbul, memeriksa gangguan yang
timbul dan mengidentifikasi manifestasi-manifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi (Felson, 2006).

1) (Non-steroidanti-inflammatory drugs) NSAIDs, Inhibitor Siklooksigenase-2 (COX-2), dan Asetaminofen.

Hasil penelitian yang dilakukan Rahme et al., menunjukan proporsi penggunaan NSAIDs di populasi
geriatrik sebanyak 61% dan penggunaan NSAIDs memiliki efek samping GI sebanyak 29,9% (Rahme et al.,
2002). Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA, penggunaan obat NSAIDs dan Inhibitor COX-2
dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas obat NSAIDs
lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi obat pilihan pertama dalam
penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas dari NSAIDs adalah
dengan cara mengkombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2 (Felson, 2006).

Keterbatasan penggunaan NSAIDs adalah toksisitasnya. Toksisitas NSAIDs yang sering dijumpai efek
sampingnya pada traktus gastrointestinal, terutama jika NSAIDs digunakan bersama obat lain, alkohol,
kebiasaan merokok atau dalam keadaaan stres. Usia juga merupakan faktor resiko untuk mendapatkan
efek samping gastrointestinal akibat NSAIDs. Bagi pasien yang sensitif dapat digunakan preparat NSAIDs
dalam bentuk supositoria, pro drug, enteric coated, slow realease atau non-acidic. Preparat dalam
bentuk ini kurang berpengaruh pada mukosa lambung dibanding dengan preparat biasa. Pada pihak lain
walaupun NSAIDs dalam bantuk ini seringkali dianggap kurang menyebabkan timbulnya iritasi
gastrointestinal akibat kontak langsung dengan gastroduodenal umumnya obat dalam bentuk ini tetap
memiliki efek sistemik terutama dalam menekan sintesis prostaglandin sehingga obat ini juga harus
digunakan secara hati-hati terutama pada pasien yang telah memiliki gangguan mukosa gastroduodenal.
Efek samping lain yang mungkin dijumpai pada pengobatan NSAIDs antara lain adalah reaksi
hipersensitivitas, gangguan fungsi hati dan ginjal serta penekanan hematopoetik (Anonim, 1996).
2) Chondroprotective Agent

Chondroprotective Agent adalah obat–obatan yang dapat menjaga atau merangsang perbaikan dari
kartilago pada pasien OA. Obat–obatan yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam
hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya (Felson, 2006).

a). Tetrasiklin dan derivatnya, contohnya doxycycline, mampu menghambat kerja enzim MMP. Obat ini
baru dipakai pada hewan, belum dipakai pada manusia.

b). Asam hialuronat disebut viscosupplement karena dapat memperbaiki viskositas cairan sinovial. Obat
ini diberikan secara intraartikular. Asam hialuronat berperan penting dalam pembentukan matriks tulang
rawan melalui agregasi dengan proteoglikan.Pada binatang percobaan, obat ini dapat mengurangi
inflamasi pada sinovium, menghambat angiogenesis dan kemotaksis sel-sel inflamasi.

c). Glikosaminoglikan dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan dalam degradasi tulang rawan
dan merangsang sintesis proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan sendi manusia.

d). Kondroitin sulfat, merupakan bagian dari proteoglikan pada tulang rawan sendi. Tulang rawan sendi
terdiri atas 2% sel dan 98% matriks ekstraseluler yang terdiri dari kolagen dan proteoglikan. Matriks ini
membentuk struktur yang utuh sehingga mampu menahan beban tubuh. Pada penyakit sendi
degeneratif seperti OA terjadi kerusakan tulang rawan sendi dan salah satu penyebabnya adalah
hilangnya atau berkurangnya proteoglikan. Efektivitas kondroitin sulfat melalui 3 mekanisme utama,
yaitu anti inflamasi, efek metabolik terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan serta anti degradatif
melalui hambatan enzim proteolitik dan menghambat efek oksigen reaktif.

e). Vitamin C, dapat menghambat aktivitas enzim lisozim. Dalam penelitian ternyata bermanfaat dalam
terapi OA.

C. Terapi Pembedahan

Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi rasa sakit dan juga untuk
melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari–hari.

1. Edukasi pasien

2. Obat nyeri

3. Exercise, menghilangkan kekuatan dan lingkup sendi lebih luas

4. Suplemen sendi: glukosamin dan kondoroitin, masing-masing memiliki fungsi yaitu: kondoroitin
sulfat berguna untuk meragang pertumbuhan tulang rawan dan menghambat kerusakan tulang rawan.
Glukosamin adalah pembentukan proteogelycan, bekerja dengan merangsang pembentukan tulang
rawan, serta menghambat kerusakan tulang rawan
5. Berhenti merokok

6. Penurunan berat badan

7. Konsultasikan ke dokter jika gejala yang ditimbulkan semakin parah

F. KOMPLIKASI

Osteoartritis tidak mempengaruhi organ tubuh atau menyebabkan penyakit, tapi itu bisa menyebabkan
kelainan bentuk yang membatasi kebebasan pergerakan. Kehilangan berat tulang rawan pada sendi lutut
dapat menyebabkan lutut melengkung keluar, embuat penanpilan busur berkaki. Taji tulang di sepanjang
tulang belakang dapat mengiritasi saraf, menyebabkan nyeri, mati rasa, atau kesemutan di beberapa
bagian tubuh.
BAB IV

ASKEP TEORITIS

A. Pengkajian

1. Identitas pasien

Berisikan nama, jenis kelamin, umur, no.MR ,status perkawinan, pekerjaan, pendidikan terakhir,
alamat,dll.

Tekanan darah : biasanya meningkat

Pernafasan : biasanya meningkat

Suhu : biasanya meningkat

Nadi : biasanya meningkat

2. Riwayat kesehatan
a.Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya klien pernah mengalami trauma, biasanya klien pernah mengalami infeksi pada sendi, biasanya
klien pernah mengalami fraktur, biasanya klien pernah melalukan diet.

b.Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya klien mengeluh sering mengalami nyeri sendi, biasanya klien sering mengeluh hambatan dalam
bergerak, biasanya klien sering mengeluh kaku sendi ketika bangun pagi..

c.Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya keluarga pernah menderita penyakit yang sama, yaitu osteoarthritis, biasanya ada anggota
kelurga yang menderita diabetes mellitus.

3. Pemeriksaan fisik

a. Rambut

Biasanya rambut klien terlihat bersih dan rambut berwarna hitam, dan rambut tidak rontok.

b. Wajah

Biasanya kulit wajah baik dan tidak terdapat edema

b. Mata

Biasanya konjungtiva tidak anemis dan sclera tidak ikterik, biasanya respon cahaya baik (+)

c. Hidung

Biasanya bentuk telinga simetris kiri dan kanan , dan biasanya tidak ada pembesaran polip.

d. Telinga

Biasanya bentuk telinga simetris kiri dan kanan, dan fungsi pendengaran baik
e. Mulut

Biasanya mukosa mulut tidak pecah-pecah, dan biasanya lidah bersih.

f. Thoraks

I : biasanya bentuk dada simetris kiri dan kanan

P: biasanya vocal premitus kiri dan kanan

P: biasanya saat perkusi bunyi sonor

A: biasanya tidak terdapat bunyi nafas tambahan

g. Jantung

I: biasanya ictus cordis tidak terlihat

P: biasanya ictus cordis teraba

P: biasanya bunyi jantung pekak

A: biasanya bunyi jantung teratur

h. Abdomen

I: biasanya simetris kiri dan kanan

P: biasanya bising usus normal

P: biasanya tidak terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas

A: biasanya bunyi thimpany

i. Genetalia urinaria

Biasanya tidak terdapat gangguan eliminasi, dan tidak terpasang kateter

j. Ekstremitas

Biasanya klien mengalami nyeri sendi,dan biasanya klien mengalami kekakuan sendi, dan tidak dapat
melakukan kegiatan pergerakan, dan biasanya panjang ekstremitas bawah yang tidak sama panjang.

k. Integument

Biasanya turgor kulit baik

l. Neurologis
Biasanya kesadaran klien baik dan peka terhadap rangsangan, kecuali daerah yang mengalami nyeri sendi
atau kaku sendi.

4. Kebiasaan sehari-hari

1. Nutrisi

a. Sehat: biasanya 3x1 sehari ( porsi makan dihabiskan )

b. Sakit: biasanya porsi 3x1 sehari (porsi makan ¼ dihabiskan )

2. Eliminasi

a. Sehat: biasanya 1x sehari

b. Sakit: biasanya 2x sehari

3. Istirahat

a. Sehat: biasanya 8-9 jam perhari

b. Sakit: biasanya 5-6 jam perhari

4. Aktivitas

a. Sehat: biasanya bisa bergerak bebas dan mandi 2x sehari

b. Sakit: biasanya klien sering mengalami nyeri ada saat beraktivitas dan mandi 1x sehari.

5. Data psikologis

Biasanya klien sering mengalami kecemasan, dan biasanya klien sering emosi tiba-tiba.

B. Diagnosa keperawatan

a) gangguan rasa nyaman( nyeri akut ) berhubungan dengan peradangan sendi

b) hambatan mobilitas fisik

c) gangguan citra tubuh

d) defesiensi pengetahuan
no

Diagnosa keperawatan

NOC

NIC

1.

Nyeri akut berhubungan dengan peradangan sendi

Defenisi : pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan
jaringan yang actual atau potensial atau gambaran dalam hal kerusakan sedemikian rupa ( internasional
asosiation for studi of pain ) : awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan sehingga berat
dengan akhir yang dapatdi antisipasi atau di prediksi dan berlangsung <6 bulan.

Batas karakteristik :

1. Perubahan selera makan

2. Perubahan tekanan darah

3. Perubahan frekwensi jantung

4. Perubahan frekwensi pernafasan

5. Laporan isyarat

6. Diaphoresis

7. Prilaku distraksi

1. pain level

2. pain kontrol

3. konfort level

kriteria hasil:

1. mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen nyeri

3. mampu mengenali nyeri (skala intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

nyatakan rasa aman setelah nyeri berkurang

4. nyatakan rasa aman setelah nyeri berkurang

Pain manajemen

1. lakukan pengkajian nyeri secara komperensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi

2. obserfasi reaksi nonferbal dari ketidak nyamanan

3. gunakan teknik komunikasi terapetik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien

4. kaji kultur yang mempengaruhu respon nyeri

5. evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

6. evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidak efektifan kontrol nyeri masa
lampau

7. bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

8. kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, percahayaan dan
kebeisingan.

9. Kurang faktor presipitasi nyeri

10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, nonfarmakologi dan interpersonal)

11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan interfensi

12. Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi

13. Berikan anakgetik untuk mengurangi nyeri

14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

15. Tingkatkan istirahat

16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

17. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

ANALGESIK ADMINISTRATION
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat

2. Instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, frekuensi.

3. Cek riwayat alergi

4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari Satu

5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri

2.

Hambatan mobilitas fisik

Defenisi : keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan
terarah.

Batasan karakteristik:

1. Penurunan waktu reaksi

2. Kesulitan membolak balik posisi

3. Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan

4. Dispnea setelah beraktivitas

5. Perubahn cara berjalan

6. Gerakan bergetar

7. Keterbatasan kemempuan melakukan keterampilan motorik halus

8. Keterbatasan kemempuan keterampilan motorik kasar

9. Keterbatasan rentang pergerakan sendi

10. Tremor akibat pergerakan

11. Ketidakstabilan postur

12. Pergerakan lambat


13. Pergerakan tidak terkoordinasi

NOC:

Joint movement:active

Mobility level

Self care : ADls

Transfer performance

kriteria hasil :

· Klien meningkat dalam aktivitas fisik

· Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas

· Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah

· Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker)

NIC:

Exercise therapy : ambulation

· Monitoring vital sign sebelum/ sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan.

· Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan

· Bantu klienuntuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera

· Ajarkan pasien tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi

· Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi

· Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan

· Damping dan bantu klien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADls ps

· Berikan alat bantu jika klien memerlukan

· Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan.
3

Gangguan citra tubuh

Defenisi: konfusi dalam gambaran mental tentang diri fisik individu

Batasan karakteristik :

· Perilaku mengenali tubuh individu

· Perilaku menghindari tubuh individu

· Perilaku memantau tubuh individu

· Respon nonverbal terhadap perubahan actual pada tubuh

· Mengungkapkan perasaan yang mencerminkan perubahan pandangan tentang tubuh individu

· Mengungkapkan persepsi yang mencerminkan perubahan individu dalam penampilan

NOC:

Body image

Self esteem

kriteria hasil :

· Body image positif

· Mampu mengidentifikasi kekuatan personal

· Mendiskripsikan secara factual perubahan fungsi tubuh

· Mempertahankan interaksi sosial

NIC:

Body image enhancement

· Kaji secara verbal dan non verbal

· Respon klien terhadap tubuhnya


· Monitor frenkwensi mengkritik dirinya

· Jelaskan tentang pengobatan,perawatan,kemajuan dan prognosis penyakit

· Dorong klien mengungkapkan perasaannya

· Identifikasi arti pengurangan melalui alat bantu

· Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil

Defesiensi pengetahuan

Defenisi :

Ketiadaan atau defesiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan topic tertentu.

Batasan karakteristik :

· Prilaku hiperbola

· Ketidakakurati mengiutui perintah

· Ketidakakurati melakukan tes

· Prilaku tidak tepat

· Pengkapan masalah

NOC:

Knowledge : disease process

Knowledge:health behavior

kriteria hasil :

· Pasien dan keluarga mengatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan program
pengobatan

· Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
· Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim kesehatan
lainnya.

NIC:

Teaching: disease process

· Berikan penilaian teatang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik

· Jelaskan patofisiologi dari penyakt dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan
fisiologi, dengan cara yang tepat.

· Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat

· Gambarkan proses dari penyakit, dengan cara yang tepat

· Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat

· Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat

· Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa
yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakt

· Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

· Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat
atau diindikasikan

· Rujuk asien pada group atau agensi di komunitas local, dengan cara yang tepat

· Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Depkes, RI (1995), Penerapan Proses Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Maskuloskeletal,
Jakarta, Pusdiknakes.

Digiulio, Mary.Keperawatan Medikal Bedah.ed.1.2007.yogyakarta

Nic noc jilid 1. Mediaction: yogyakarta

Price, S.A. R. Wilson CL (1991), Pathophisiology Clinical Concept of Disease Process, Alih Bahasa Adji
Dharma (1995), Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit, Jakarta, EGC.

Smeltzer C. Suzannne, (2002 ), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa Andry Hartono, dkk.,
Jakarta, EGC

dyelvi regina di 23.38

Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda

Lihat versi web

Mengenai Saya

Foto saya

dyelvi regina

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Vous aimerez peut-être aussi