Vous êtes sur la page 1sur 18

ASKEP EMFISEMA

ASKEP EMFISEMA

KATA PENGANTAR

Puji sukur kehadirat Allah swt yang telah memberikan kita rahmat,kesehatan,dan kesempatan
sehingga kita dapat menyelesikan makalah tentang “ askep emfisema ”. Selawat serta salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah saw yang telah membawa kita dari zaman yang bodoh menuju zaman
yang berpengetahuan.

Makalah ini akan dikumpulkan sebagai tugas kelompok. Didalam makalah dapat menambah
pengetahuan kita tentang emfisema.

Melalui kesempatan ini tidak lupa pula kita ucapan terimakasih kepada para dosen yang telah
membantu dan membimbing kita dalam memberikan materi.

Kedua kalinya terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua teman-teman kelompok 6


yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini hingga dapat terselesaikan dengan baik.

Dalam makalah ini tentu masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu diharapkan kritik dan saran untuk membuat makalah ini menjadi lebih baik.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Tujuan
1.3. Manfaat

1.4. Rumusan Masalah

BAB II : PEMBAHASAN

2.1. Definisi

2.2. Etiology

2.3. Patofishiologi

2.4. Tanda dan gejala

2.5. Komplikasi

2.6. Pengobatan

2.7. Pemeriksaan Fokus

2.8. Pemeriksaan Penunjang

2.9. Diagnosa keperawatan

2.10. Rencana intervensi (NIC) dan Tujuan (NOC)

BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan dan saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Emfisema tergabung dalam Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang merupakan salah satu
kelompok penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan di Indonesia.
Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM dan PL di lima rumah sakit di
Indonesia ( Jawa Barat, Jawah Tengah, Jawa Timur, Lampung dan Sumatera selatan), pada tahun
2004 menunjukan PPOK termasuk emfisema masuk dalam urutan pertama penyumbang angka
kesakitan yaitu 35%, asma bronkial 33%, kanker paru 30% dan lainnya 2% .

Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001 sebanyak 54,5%
penduduk laki – laki dan 1,2 % perempuan merupakan perokok, sehingga emfisema mempunyai
faktor penyebab dari rokok sebesar 92% 5.

1.2 Tujuan

Tujuan Umum

Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada klien emfisema.

Tujuan Khusus

Mengetahui dan memahami definisi emfisema.

Mengetahui dan memahami etiologi/ faktor pencetus emfisema.

Menyebutkan dan memahami tanda dan gejala emfisema.

Mengetahui dan memahami komplikasi dari hipertensi.

Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang pada emfisema.

Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan emfisema.

Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan hipertensi.

Mengetahui dan memahami phatofisiologi Emfisema.

1.3 Manfaat

Dapat mengetahui dan memahami definisi emfisema.

Dapat mengetahui dan memahami etiologi/ faktor pencetus emfisema.

Dapat mengetahui dan memahami komplikasi dari emfisema .

Dapat mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang pada emfisema.

Dapat mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan emfisema.

Dapat menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan emfisema.

Dapat mengetahui dan memahami phatofisiologi emfisema.


1.4. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain meliputi, phatofisiologi
emfisema, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan,asuhan keperawatan pada pasien emfisema.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi

Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara
abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus
atau perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris
dan destruksi dinding alveolar (The American Thorack society 1962)1.

Emfisema merupakan pengembangan paru yang ditandaidengan pelebaran ruang udara didalam
paru-parudisertai destruksi jaringan (Somantri, 2009).

Ada 3 Tipe dari Emfisema :

1. Emfisema Centriolobular (centriacinar), menyebabkan kerusakan bronkiolus pada region paru


atas. Tipe ini sering terjadi akibat kebiasaan merokok yang lama

2. Emfisema Panlobular (Panacinar), melibatkan seluruh alveolus distal dan bronkiolus terminal
serta paling banyak pada paru bagian bawah. Tipe ini sering tejadi pada pasien dengan defisiensi α1-
antitripsin
3. Emfisema Paraseptal, mengenai saluran napas distal, duktus dan sakus. Dapat mengalami
komplikasi pneumothorax spontan

2.2. Etiologi /penyebab

Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronkitis kronik dan emfisema paru, yaitu rokok,
infeksi, dan polusi. Selain itu, terdapat pulahubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.

1. Rokok

Menurut buku Report of the WHO Expert Committee on Smoking Control , rokok adalah penyebab
utama timbulnya bronkitis kronik dan emfisema paru. Terdapat hubungan erat antara merokok dan
penurunanVEP (volume ekspansi paksa) 1 detik. Dari 34.000 dokter di Inggris,hanya tiga dokter yang
meninggal karena bronkitis kronik dan emfisema paru. Sedang penderita perokok, banyak yang
meninggal karena penyakit di atas. Secara patologis, rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar
mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitelsaluran pernafasan. Juga dapat menyebabkan
bronkokonstriksi akut.Menurut Crofton dan Douglas, merokok menimbulkan pula inhibisiaktivitas sel
rambut getar, makrofag alveolar dan surfaktan.

2. Infeksi

Menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejala-gejalanya pun lebih berat. Infeksi saluran
pernafasan bagian atas pada seorang penderita bronkitis kronik hampir selalu menyebabkan
kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi bronkitis kronik disangka paling sering diawali dengan
infeksi virus, yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.Bakteri yang diisolasi paling
banyak adalah Haemophilus influenza dan Streptococcus pneumonia.

3. Polusi

Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab penyakit di atas, tetapi bila
ditambah merokok, risiko akan lebih tinggi.Zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan bronkitis
adalah zat-zat pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon,aldehid, Ozon.

4. Keturunan

Belum diketahui jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak,kecuali pada penderita dengan
defisiensi alfa-1-anti tripsin yangmerupakan suatu protein. Kerja enzim ini menetralkan enzim
proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan,termasuk jaringan paru,
karena itu kerudakan jaringan lebih jauh dapatdicegah. Defisiensi alfa-1-anti tripsin adalah suatu
kelainan yangditurunkan secara autosom resesif. Yang sering menderita emfisema paru adalah
penderita dengan gen S atau Z.Emfisema paru akan lebih cepat timbul bila penderita tersebut
merokok
5. Kematian pada penderita bronkitis kronik ternyata lebih banyak pada golongan sosial
ekonomi rendah. Mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.

2.3. Pathofisiologi

Faktor - faktor yang tidak diketahui

Predisposisi genetik (defisiensi alfa antitripsin)

Asap tembakau dan

polusi udara

Seumur hidup

Sekat dan jaringan penyokong hilang

Gangguan pembersihan paru-paru

Saluran napas kecil kolaps saat ekspirasi

Obstruksi jalan napas akibat peradangan

PLE asimptomatik pada orang tua

PLE (emfisema panlobular )

Dinding bronkiolus melemah dan alveoli pecah

Hipoventilasi alveolar
Saluran napas kecil kolaps sewaktu ekspirasi

CLE dan PLE

Bronkiolitis kronis

CLE ( Emfisema Sentriolobular )

CLE Bronkitis Kronis

· Emfisema panlobular dan sentriobular, disebabkan oleh 2 faktor utama yaitu asap tembakau
/rokok dan polusi udara dan juga dari faktor genetik.

· Asap tembakau dan polusi udara menyebabkan gangguan pembersihan paru-paru, sehingga
saluran nafas kecil kolaps sewaktu ekspirasi sehigga terjadi CLE

· Asap tembakau dan polusi udara menyebabkan gangguan pembersihan paru-paru sehingga
terjadi peradangan bronkus dan bronkiolus, dan terjadi obstruksi jalan nafas akibat peradangan
kemudian menyebabkan hipoventilasi alveolar sehingga terjadi brokiolitis kronis, bersamaan dengan
itu dindin bronkiolus melemah dan alveoli pecah sehingga saluran nafas kolaps sewaktu ekspirasi
sehingga terjadi CLE.

· Faktor genetik ( defisiensi alfa antitripsin ) menyebabkan sekat antara jaring penyokong hilang,
kemudian saluran nafas kecil kolaps waktu ekspirasi sehingga terjadi PLE ( emfisema fanlobular ).

2.4. Tanda dan Gejala

1. Batuk

2. Sputum putih, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen

3. Sesak sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan

4. Nafas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit

5. dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, membungkuk


6. Bibir tampak kebiruan

7. Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun

8.Batuk menahun

2.5. Komplikasi

1.Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan

2.Daya tahan tubuh kurang sempurna

3.Tingkat kerusakan paru semakin parah

4.Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas

5.Pneumonia

6.Atelaktasis

7.Pneumothoraks

8.Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien.

2.6. Pengobatan

Terapi Farmakologi

Tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih mempunyai

komponen yang reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan:

1. Pemberian Bronkodilator

Golongan Teofilin

Biasanya Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15 mg/L

Golongan Agonis B2

Biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah

tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama.

2. Pemberian Kortikosteroid

Pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid akan berhasil mengurangi

obstruksi saluran nafas.Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian

kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada respon baru dihentikan.
3. Mengurangi Sekresi Mucus

· Minum cukup,supaya tidak dehidrasi dan mucus lebih encer sehingga urine

tetap kuning pucat.

· Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium
klorida.

· Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan

mengencerkan sputum.

· Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin.

2.7. Pemeriksaan Fokus

PENGKAJIAN

a. Aktivitas/Istirahat

Gejala:

- Keletihan, kelelahan, malaise

- Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas

- Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi

- Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan

Tanda:

- Keletihan, gelisah, insomnia

- Kelemahan umum/kehilangan massa otot

b. Sirkulasi

Gejala:

- pembengkakan pada ekstremitas bawah

Tanda:

- Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia, distensi


vena leher

- Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung

- Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada)

- Warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu/sianosis

- Pucat dapat menunjukkan anemia

c. Makanan/Cairan

Gejala:

- Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)

- Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan

- Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema

(bronkitis)

Tanda:

- Turgor kulit buruk, edema dependen

- Berkeringat, penuruna berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan (emfisema)

- Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali (bronkitis)

d. Hygiene

Gejala:

- Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari

Tanda:

- Kebersihan, buruk, bau badan

e. Pernafasan

Gejala:

- Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada

emfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada

tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma)

- “Lapar udara” kronis

- Bentuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama

minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih
dan kuning) dapat banyak sekali (bronkitis kronis)

- Episode batuk hilang timbul biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat terjadi

produktif (emfisema)

- Riwayat pneumonia berulang: terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka

panjang (mis., rokok sigaret) atau debu/asap (mis., abses, debu atau batu bara, serbuk gergaji)

- Faktor keluarga dan keturunan, mis., defisiensi alfa-anti tripsin (emfisema)

- Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus

Tanda:

- Pernafasan: biasanya cepat, dapat lambat, penggunaan otot bantu pernapasan

- Dada: hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, gerakan diafragma minimal

- Bunyi nafas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut atau krekels,

ronki, mengi sepanjang area paru.

- Perkusi: hiperesonan pada area paru

- Warna: pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku.

f. Keamanan

Gejala:

- Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan

- Adanya/berulangnya infeksi

- Kemerahan/berkeringat (asma)

g. Seksualitas

Gejala:

- Penurunan libido

h. Interaksi sosial

Gejala:

- Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, ketidak mampuan membaik/penyakit

lama

Tanda:
- Ketidakmampuan untuk/membuat mempertahankan suara pernafasan

- Keterbatasan mobilitas fisik, kelainan dengan anggota keluarga lalu

i. Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala:

- Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan merokok, penggunaan

alkohol secara teratur, kegagalan untuk membaik.

* Pemeriksaan fisik :

Inspeksi:

- Paru hiperinflasi, ekspansi dada berkurang, kesukaran inspirasi, dada berbentuk barrel

chest, dada anterior menonjol, punggung berbentuk kifosis dorsal.

Palpasi :

- Ruang antar iga melebar, taktik vocal fremitus menurun,

Perkusi :

- Terdengar hipersonor, peningkatan diameter dada anterior posterior.

Auskultasi :

- Suara napas berkurang, ronkhi bisa terdengar apabila ada dahak

2.8.Pemeriksaan Penunjang

· Sinar x dada ( Chest X-Ray )

Dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara


retrosternal, penurunan tanda vaskularisasi/bula(emfisema), peningkatan tanda bronkovaskuler
(bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).

Pemeriksaan radiologis pada emfisema paru telah diselidiki, antara lainoleh Thurlbeck dkk. Dan
ternyata lebih khas dari pada bronkitis kronik.Terdapat 2 bentuk kelainan foto dada pada emfisema
paru, yaitu :

1.Gambaran defisiensi arteri Terjadi overinflasi , pulmonary oligoemia dan bulae.

Menurut Fraser & Pare lebih sering didapat pada emfisema panlobular dan pink puffer .

· Overinflasi

Hampir selalu terlihat diafragma yang rendah dan datar, kadang-kadang malah konkaf. Pada
pemeriksaan sinar tembus,gerakannya berkurang. Udara di ruang retrosternal bertambah(trapped
air ), yaitu jarak antara sternum dan pinggir depan aortaasendens. Juga sternum lebih melengkung,
penambahan kifosis,tulang iga lebih mendatar dan melebar.

· Oligoemia

Penciutan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan ke distal. Mungkin disebabkan
karena darah yang mengalir ke bagian bawah paru yang emfisema sangat berkurang, karena darah
dialirkan ke bagian atas paru.

· Bulai

Sering terdapat pada emfisema paru. b.Corakan paru yang bertambah (increased marking pattern)
Lebih sering terdapat pada kor pulmonal, emfisemasentrolobular, dan blue bloaters .

· Pemeriksaan Fungsi Paru

Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea,menentukan abnormalitas fungsi tersebut aoakah


akibat obstruksi atau retriksi,memperkirakan tingkat disfungsi dan mengevaluasi efek dari terapi,
misalnya bronkodilator.

· TLC ( Total Lung Capacity )

Meningkat pada bronkitis berat dan biasanya pada asma, namun menurun pada emfisema.

· Kapasitas Inspirasi

Menurun pada emfisema.

· Arterial Blood Gasses ( ABGs )

Menunjukkan proses penyakit kronis, sering kali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkat (
bronkitis kronis dan emfisema ), tetapi sering menurun pada asma, Ph normal atau asidosis,
alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi ( emfisema sedang atau asma ).

· Bronkogram

Dapat menunjukkan dilatasi dari bronki saat inspirasi, kolaps bronkial pada tekanan ekspirasi (
emfisema ), pembesaran kelenjar mukus (bronkitis ).

· Sputum Kultur

Untuk menentukan adanya infeksi,mengidentifikasi patogen; pemeriksaan sitologi digunakan untuk


mengetahui penyakit keganasan atau gangguan alergi

· ECG ( Elektrokardiogram )

Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P tinggi (asma berat),atrial disritmia (bronkitis),
peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis,emfisema), aksis vertikal QRS (emfisema)

2.9. Diagnosa keperawatan

1. Bersihan jalan napas tak efektif b.d. Bronkospasme.


2. Kerusakan pertukaran gas b.d. Kurangya suplai oksigen akibat obstruksi jalan napas oleh
bronkospasme

3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Emfisema merupakan pengembangan paru yang ditandaidengan pelebaran ruang udara


didalam paru-paru disertai destruksi jaringan yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain asap
tembakau / rokok dan fakor genetik dengan defisiensi alfa antitripsin. Akibat dua faktor tersebut
perjalanan udara terganggu dan kesulitan ekspirasi sebagai akibat dari destruksi dinding di antara
alveoli , kolaps jalan nafas sebagian, dan kehilangan elastisitas paru.

Emfisema dapat diketahui dengan pemeriksaan sinar X dada, yang dapat menujukkan
hiperinflation paru, mendatarnya diafragma, peningkatan ruang udara restrostinal.

Dalam asuhan keperawatan , aktifitas, pernafasan, sampai pada penyuluhan / pembelajaran.

Saran

Setelah mempelajari apa yang dibahas, diharapkan mampu dan mau menerapkannya dalam
memberikan asuhan keperawatan .

Dan untuk menurunkan tingkat kematian karena emfisema, hindari faktor penyebabnya seperti
merokaok.
Daftar Pustaka

· Herdman,Heather.2010. “ Diagnosa Keperawatan”.Jakarta : EGC.

· Wilkinson,Judith.2007. “ Buku Saku Diagnosis keperawatan Dengan NIC dan NOC”.Jakarta :


Buku Kedokteran,EGC.

· www.Scribd.com/doc/88424656/emfisema-bronkhitis

· Irman,Somantri.2007. “ Auhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem


Pernapasan”.Jakarta : Salemba Medika

2.10. Intervensi (NIC) dan Tujuan (NOC)


1. DX : Bersihan jalan napas tak efektif b.d. Bronkospasme.
Tujuan Intervensi Rasional
setelah diberikan intervensi 3 x 1.Bantu pasien untuk 1. Peninggian kepala tempat
24 jam klien mampu bernapas meninggikan kepala tempat tidur mempermudah fungsi
secara efektif ,dengan KH : tidur, duduk pada sandaran pernapasan dengan
1.Mempertahankan jalan tempat tidur menggunakan gravitasi.
napas paten dengan bunyi
napas bersih 2. Bantu melakukan latihan 2. Memberikan pasien
2. Mampu batuk efektif napas abdomen atau bibir beberapa cara untuk
3. Mengeluarakan sekret tanpa mengatasi dan mengontrol
bantuan dispnea dan menurunkan
jebakan udara.

3. Pantau frekuensi 3. Pernapasan dapat


pernapasan melambat dan frekuensi
ekspirasi memanjang
dibanding inspirasi

4. Kolaborasi dalam 4. Bronkodilator untuk


pemberian obat sesuai merilekskan otot halus dan
indikasi, contoh : menurunkan kongesti lokal,
bronkodilator, xantin, dan menurunkan spasme jalan
kromolin. napas, mengi, dan produksi
mukosa. Xantin diberikan
untuk menurunkan edema
mukosa dan spasme otot
polos dengan peningkatan
langsung siklus AMP
Kromolin, menurunkan
inflamasi jalan napas lokal
dan edema dengan
menghambat efek histamin
dan mediator lain.

5. Mempermudah
5. Kolaborasi dalam
mengeluarkan sekret dan
memberikan humidifikasi
dapat membantu menurunkan
tambahan, mis : nebuliser.
pembentukan mukosa tebal
pada bronkus.

2. DX : Kerusakan pertukaran gas b.d. Kurangya suplai oksigen akibat obstruksi jalan napas oleh
bronkospasme
Tujuan Intervensi Rasional
setelah diberikan intervensi 1. Kaji RR dan otot bantu 1. Berguna dalam evaluasi
3x24 jam klien menunjukkan napas derajat distress pernapasan
perbaikan ventilasi & dan/atau kronisnya proses
oksigenasi jaringan yang penyakit
adekuat, dengan KH :
1. Menunjukkan perbaikan 2. Takikardia, disritmia, dan
ventilasi dan oksigenasi 2. Awasi tanda vital dan HR perubahan TD dapat
2. GDA dalam rentang normal menunjukkan efek hipoksemia
3. Bebas gejala distres napas pada fungsi jantung

3. Awasi GDA dan nadi 3. Pada klien emfisema


oksimetri biasanya PaCO2 meningkat
dan PaO2 menurun, sehingga
hipoksia terjadi dengan derajat
lebih kecil atau lebih besar.
4. Kolaborasi pemberian
oksigen tambahan sesuai 4. Dapat
dengan indikasi hasil GDA memperbaiki/mencegah
dan toleransi pasien memburuknya hipoksia.

3. DX : Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia

Tujuan Intervensi Rasional


Setelah di beri intervensi 1. Berikan perawatan oral 1. Rasa tak enak pada mulut,
selama 2x24 jam kebutuhan secara rutin, buang sekret, bau mulut dan penampilan
nutrisi klien adekuat dengan berikan wadah sekali pakai adalah pencegah utama
KH : dan tisu terhadap nafsu makan
1. BB meningkat /ideal
2. Dukung pasien untuk 2. Memberikan kesempatan
2. Porsi makan yg diberikan makan porsi kecil tapi sering untuk meningkatkan masukan
habis kalori total

3. Hindari makan yang sangat 3. Suhu ekstrem dapat


panas atau sangat dingin mencetuskan/meningkatkan
spasme batuk

4. Timbang berat badan


sesuai indikasi 4. Berguna untuk menentukan
kebutuhan kalori, menyusun
tujuan berat badan, dan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi.

5. Metode makan dan

5. Kolaborasi dengan ahli gizi kebutuhan kalori didasarkan

untuk memberikan makanan pada situasi/kebutuhan individu

yang mudah dicerna tapi untuk memberikan nutrisi

dengan nutrisi yang maksimal dengan upaya

seimbang minimal pasien/penggunaan


energy

6. Mengatasi kekurangan
6. Berikan vitamin/mineral/
keefektifan terapi nutrisi
elektrolit sesuai indikasi

7. Menurunkan dispnea dan


7. Kolaborasi dengan dokter
meningkatkan energi untuk
untuk memberikan oksigen
makan meningkatkan masukan
tambahan selama makan
sesuai indikasi

Vous aimerez peut-être aussi