Vous êtes sur la page 1sur 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S.

A DENGAN
CVD SH (STROKE HEMORAGIK) DI RUANG
IRINA F NEURO RSUP PROF DR R.D
KANDOU MANADO

OLEH :

MUTHMAINNA LAKIBU

1804028

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
MANADO
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE HEMORAGIK (CVD SH)

A. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkanoleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini
adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer
and Bare, 2002).8I
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi
cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24
jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata
disebabkan oleh gangguan peredarana darah otak non traumatik. (Arif
Mansjoer, 2000)
Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal
maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan
peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau
pecahnya pembuluh darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan
oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke
otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron). Gangguan fungsi otak
ini akan memunculkan gejala stroke (Junaidi, 2011).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya.
B. Etiologi
Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau
pecahnya pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah menggenangi atau
menutupi ruang - ruang jaringan sel otak. Adanya darah yang mengenangi
atau menutupi ruang - ruang jaringan sel otak akan menyebabkan kerusakan
jaringan sel otak dan menyebabkan kerusakan fungsi kontrol otak. Genangan
darah bisa terjadi pada otak sekitar pembuluh darah yang pecah (intracerebral
hemorage) atau dapat juga genangan darah masuk kedalam ruang sekitar otak
(subarachnoid hemorage) bila ini terjadi stroke bisa sangat luas dan fatal
bahkan sampai pada kematian. Stroke hemoragik pada umumnya terjadi pada
lanjut usia, karena penyumbatan terjadi pada dinding pembuluh darah yang
sudah rapuh (aneurisma). Pembuluh darah yang sudah rapuh ini, disebabkan
karena faktor usia (degeneratif), akan tetapi bisa juga disebabkan karena
faktor keturunan (genetik). Keadaan yang sering terjadi adalah kerapuhan
karena mengerasnya dinding pembuluh darah akibat tertimbun plak atau
arteriosklerosis akan lebih parah lagi apabila disertai dengan gejala tekanan
darah tinggi.
Stroke hemoragik dapat terjadi apabila lesi vaskular intraseberum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid
atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat
menyebabkan perdarahan subaraknoid (PSA) adalah aneurisma sakular
(Berry) dan malformasi arteriovena (MAV). Selain lesi vaskular anatomik,
penyebab stroke hemoragik adalah hipertensi, gangguan perdarahan,
pemberian antikoagulan yang terlalu agresif (terutama pada klien berusia
lanjut), dan pemakaian anfetamin dan kokain intranasal karena zat-zat ini
dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau
subaraknoid. (Price & Wilson, 2006; 1119)
Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah :
1. Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan
arteriovenosa.
2. Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh
seperti payudara, kulit, dan tiroid.
3. Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam
dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih
besar.
4. Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).

C. Manifestasi Klinik
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan
dan jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba,
tanpa peringatan, dan sering selama aktivitas.
Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer & Bare (2002), antara lain:
defisit lapang pandang, defisit motorik, defisit sensorik, defisit verbal, defisit
kognitif dan defisit emosional.
1. Defisit Lapang Pandangan
a. Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan
b. K,8IKesulitan menilai jarak
c. Diplopia
2. Defisit Motorik
a. Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama).
b. Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama).
c. Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan kaki.
d. Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara.
e. Disfagia (Kesulitan dalam menelan)
3. Defisit Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
4. Defisit Verbal
a. Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami)
b. Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan)
c. Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif)
5. Defisit Kognitif
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
b. Penurunan lapang perhatian
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
d. Perubahan penilaian
6. Defisit Emosional
a. Kehilangan kontrol diri
b. Labilitas emosional
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres
d. Depresi
e. Menarik diri
f. Rasa takut, bermusuhan dan marah Perasaan isolasi

D. Patofisiologi
Tahapan patofisologi terjadinya stroke adalah kerusakan pembuluh
darah otak, pembuluh darah tidak mampu mengalirkan darah atau pembuluh
darah pecah dan bagian otak yang memperoleh darah dari pembuluh yang
rusak tadi fungsinya menjadi terganggu hingga timbul gejala-gejala stroke.
Tahapan tersebut tidak terjadi dalam waktu singkat.Pada tahap
pertama dimana dinding pembuluh darah yang mengalirkan darah ke otak
mula-mula terkena berupa aterosklerosis pada pembuluh-pembuluh yang
kecil. Penebalan dinding pembuluh darah ini terjadi berangsung-angsur dan
diakibatkan oleh hipertensi, DM, peninggian kadar asam urat atau lemak
dalam darah, perokok berat dll.
Proses penebalan timbul berangsur-angsur dalam waktu beberapa
tahun atau akhirnya suatu saat terjadi sumbatan dimana aliran darah yang
terjadi cukup ditolerir oleh otak. Akhirnya karena sempitnya lumen pembuluh
darah tersebut tidak cukup lagi memberi darah pada pembuluh darah otak ini
menyebabkan kerapuhan dan pembuluh darah menjadi pecah dan timbul
perdarahan. Pada saat dimana pembuluh darah tersebut pecah atau tersumbat
hingga aliran darah tidak cukup lagi memberi darah lalu timbul gejala-gejala
neurologik berupa kelumpuhan, tidak bisa bicara atau pingsan, diplopia
secara mendadak. Sumbatan pembuluh darah otak dapat juga terjadi akibat
adanya bekuan-bekuan darah dari luar otak (jantung atau pembuluh besar
tubuh) atau dari pembuluh darah leher (karotis) yang terlepas dari dinding
pembuluh tersebut dan terbawa ke otak lalu menyumbat. Karena fungsi otak
bermacam-macam, maka gejala stroke juga timbul tergantung pada daerah
mana otak yang terganggu. Penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah
secara mendadak dapat menimbulkan gejala dan tanda-tanda neurologik yang
memiliki sifat, mendadak, tidak ada gejala-gejala dini atau gejala peningkatan
dan timbulnya iskemi atau kerusakan otak,gejala neurologik yang timbul
selalau terjadi pada satu sisi badan, gejala-gejala klinik yang timbul mencapai
maksimum beberapa jam setelah serangan . Umumnya kurang dari 24 jam,
jadi misalnya pagi hari serangan stroke timbul berupa kelemahan pada badan
sebelah kanan kemudian berangsur-angsur menjadi lumpuh sama sekali.
Perdarahan pada stroke hemoragik biasanya terjadi pada intraserebral
dan subarachnoid. Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya
mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Pecahnya
pembuluh darah otak terutama karena hipertensi ini mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan
TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di
daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan
cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding
permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah
disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang
subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya
aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).

PATHWAY

Peningkatan
tekanan sistemik Gangguan perfusi
jaringan serebral
Aneurisma / APM
Vasospasme Arteri
Perdarahan serebral
Arakhnoid/ventrikel Iskemik/infark
otak
Deficit neurologi
Hematoma serebral
Hemisfer Kanan Hemisfer Kiri
Peningkatan
TIK/herniasis Hemiparase/plegi Hemiparase/plegi
serebral kiri kanan
Penurunan Kesadaran
Penekanan saluran
pernafasan Deficit perawatan Hambatan
diri Mobilitas fisik
Bersihan jalan
Risiko gangguan Risiko
nafas tidak efektif
integritas kulit ketidakseimbangan
nutrisi
Area Gocca Kerusakan kontrol
syaraf motorik
Kerusakan fungsi N Kontrol spingter
VII dan N XII ani menhilang
Hambatan
Inkontinensia
komunikasi verbal
urine/retensi urine
Gangguan
Risiko jatuh Intoleransi Eliminasi Urine
E. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
aktivitas
a. Penatalaksanaan Medis
1) Menurunkan kerusakan iskemik serebral.
Tindakan awal difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak
mungkin area iskemik dengan memberikan oksigen, glukosa dan
aliran darah yang adekuat dengan mengontrol atau memperbaiki
disritmia serta tekanan darah.
2) Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 derajat menghindari flexi dan
rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
3) Pengobatan
a) Anti koagulan : Heparin untuk menurunkan kecenderungan
perdarahan pada fase akut.
b) Obat anti trombotik : pemberian ini diharapkan mencegah
peristiwa trombolitik atau embolik.
c) Diuretika : untuk menurunkan edema serebral.
4) Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran
darah otak.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Posisi kepala dan badan 15-30 derajat. Posisi miring apabila
muntah dan boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika
stabil.
2) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat.
3) Tanda-tanda vital usahakan stabil.
4) Bedrest.
5) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
6) Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction yang
berlebih.

F. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium: darah rutin, gula darah, urin rutin, cairan serebrospinal,
AGD, biokimia darah, elektrolit.
b. CT Scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan
juga untuk memperlihatkan adanya edema hematoma, iskemia, dan
adanya infark.
c. Ultrasonografi doppler: mengidentifikasi penyakit arterio vena.
d. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
e. MRI: menunjukkan darah yang mengalami infark, hemoragic.
f. EEG: memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
Sinar X tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi
karotis interna terdapat pada trombosit serebral, klasifikasi parsial
dinding aneurisme pada perdarahan sub arachhnoid.
G. Komplikasi
Komplikasi stroke hemoragik meliputi ( Smeltzer & Bare,2001) :
1. Hipoksia Serebral.
2. Penurunan Darah Serebral.
3. Luasnya Area Cedera.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku,
agama, alamat, pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan
tanggal pengkajian diambil) dan identitas penanggung jawab (nama,
umur, pendidikan, agama, suku, hubungan dengan klien, pekerjaan,
alamat).
b. Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, kelumpuhan separuh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kotrasepsi oral yang lama, penggunan obat-obat anti
koagulasi, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Mengalami penurunan kesadaran, suara bicara, kadnag
mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa
bicara/afasia, TTV meningkat, nadi bervariasi.
a) B1 (Breathing)
Pada infeksi didapatkan klien batuk, peningkatan sputum,
sesak naps, penggunaan alat bantu napas, dan peningkatan
frekuensi napas. Pada klien dengan kesadaran CM, pada
infeksi peningkatan pernapasannya tidak ada kelainan,
palpasi thoraks didapatkan taktil fremitus seimbang,
auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.
Tekanan darah biasanya terdapat peningkatan dan dapat
terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg)
c) B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis,
tergantung pada likasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran arean perfusinya tidak adekuat, dan aliran
darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak
dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya
d) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sememntara karena konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan
mengendalian kandung kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermitten dengan teknik steril. Inkontinensia
urine yang berlanjut menunujukkan kerusakan neurologis
luas.
e) B5 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O 2 kulit akan tampak pucat
dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk.
Selain itu, perlu juga tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonojol karena klien stroke mengalami
masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi
serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas
dan istirahat
2) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Pada klien lanjut usia kesadaran klien stroke biasanya berkisar
pada tingkat latergi, stupor dan koma
3) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal dan hemisfer
4) Pangkajian Saraf Kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central
5) Pengkajian Sistem Motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi
tubuh
6) Pengkajian Reflek
Pada fase akur refleks fisiologis yang lumpuh akan menghilang
setelah beberapa hari reflek fisiologian muncul kembali didahului
refleks patologis
7) Pengkajian Sistem Sensori
Dapat terjadi hemihipertensi.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d gangguan aliran darah
sekunder akibat peningkatan tekanan intra cranial.
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau
oral.
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
d. Defisit perawatan diri b.d hemiparese/ hemiplegic.
e. Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas b.d menurunnya reflek
batuk dan menelan, immobilisasi.
f. Resiko tinggi gangguan intergritas kulit b.d tirah baring lama.
g. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan menelan.
h. Defisiensi pengetahuan b.d informasi yang tidak adekuat.
(NANDA International, 2012-2014)
3. Intervensi/Rencana Tindakan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d aliran darah sekunder
akibat peningkatan tekanan intracranial.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria Hasil :
1) Klien tidak gelisah.
2) Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
3) GCS E : 4, M: 6, V: 5.
4) TTV normal (N: 60-100 x/menit, S: 36-36.7 OC, RR: 16-20
x/menit).
Intervensi:
1) Berikan penjelasan pada keluarga tentang sebab-sebab
peningkatan TIK dan akibatnya.
Rasional : keluarga dapat berpartisipasi dalam proses
penyembuhan.
2) Berikan klien bed rest total.
Rasional : untuk mencegah perdarahan ulang.
3) Observasi dan catat TTV dan kelainan intrakranial tiap 2 jam.
Rasional : mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien
secara dini untuk penetapan tindakan yang tepat.
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30o dengan letak jantung
(beri bantal tipis).
Rasional : mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan
drainase vena dan memperbaiki sirkulasi serebral.
5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mngejan berlebihan.
Rasional : batuk dan mengejan dapat meningkatkan TIK dan
potensial terjadi perdarahan ulang.
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
Rasional : rangsangan aktivitas yang meningkat dapat
meningkatkan TIK.
7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat
neuroprotektor.
Rasional : memperbaiki sel yang masih viable.
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial
atau oral.
Tujuan : setelah diberikan tindakan selama 3x24 jam diharapkan
kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi
Kriteria Hasil :
1) Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi
2) Mampu berbicara yang koheren
3) Mampu menyusun kata-kata
Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti spontan tidak tampak
memahami kata/mengalami kesulitan berbicara atau membuat
pengertian sendiri.
Rasional : membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan
serebral yang terjadi.
2) Bedakan antara afasia dan disatria.
Rasional : intervensi yang dipilih tergantung pada tipe
kerusakannya.
3) Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana.
Rasional : melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan
sensorik (afasia sensorik).
4) Minta pasien untuk mengucapkan suara sederhana.
Rasional : mengidentifikasi adanya disatria sesuai komponen
motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas)
yang dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak
disertai afasia motorik.
5) Berikan metode alternatif seperti menulis di papan tulis.
Rasional : memberikan komunikasi tentang kebutuhan
berdasarakan keadaan defisit yang mendasarnya.
6) Kolaborasi konsultasikan dengan rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional : mempercepat proses penyembuhan.
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
mobilisasi klien mengalami peningkatan atau perbaikan.
Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan posisi optimal.
2) Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang
mengalami hemiparese.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal.
Rasional : mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan.
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam.
Rasional : menurunkan ressiko terjadinya trauma/iskemia
jaringan.
3) Latih rentang gerak/ROM
Rasional : meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontroktur.
4) Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada
tangan.
Rasional : mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
5) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi
Rasional : mempertahankan posisi fungsional.
d. Defisit perawatan diri b.d hemiparase/hemiplegic.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1) Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai
kemampuan.
2) Klien dapat mengidentifikasikan komunitas untuk memberikan
bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi :
1) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan
perawatan diri.
Rasional : membantu dalam mengantisipasi merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara individual.
2) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas sesuai
kemampuan.
Rasional : meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha
terus-menerus.
3) Berikan bantuan perawatan diri sesuai kebutuhan.
Rasional : memenuhi kebutuhan perawatan diri klien dan
menghindari sifat bergantung kepada perawat.
4) Berikan umpan balik positif untuk setiap usaha yang
dilakukannya.
Rasional : meningkatkan kemandirian dan mendorong klien
berusaha secara kontinyu.
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
Rasional : memberikan bantuan yang mantap untuk
mengembangan rencana terapi.

e. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas b.d menurunnya reflek


batuk dan menelan, immobilisasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pola nafas efektif.
Kriteria hasil :
1) Klien tidak sesak nafas.
2) Tidak terdapat suara nafas tambahan.
3) RR dalam rentang normal (16-20 x/menit)
Intervensi :
1) Observasi pola dan frekuensi nafas.
Rasional : mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan pola napas.
2) Auskultasi suara nafas.
Rasional : mengetahui adanya kelainan suara nafas.
3) Ubah posisi tiap 2 jam sekali.
Rasional : perubahan posisi dapat melancarkan saluran nafas.
4) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga sebab
ketidakefektifan pola nafas.
Rasional : klien dan keluarga berpartisipasi dalam mencegah
ketidakefektifan pola nafas.
5) Kolaborasi dalam pemberian terapi oksigen.
Rasional : mempertahankan kepatenan pola nafas.
f. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b.d tirah baring lama.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan klien mampu mempertahankan keutuhan kulit.
Kriteria hasil :
1) Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
Intervensi :
1) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM jika mungkin.
Rasional : meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
2) Ubah posisi tiap 2 jam.
Rasional : menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
3) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah
yang menonjol.
Rasional : menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang
menonjol.
4) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
Rasional : hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
5) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma,
panas terhadap kulit.
Rasional : mempertahankan keutuhan kulit.
g. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan menelan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi gangguan nutrisi.
Kriteria hasil :
1) Turgor kulit baik.
2) Tidak terjadi penurunan berat badan.
3) Tidak muntah.
Intervensi :
1) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan, dan
reflex batuk.
Rasional : untuk menentukan jenis makanan yang akan diberikan
kepada klien.
2) Berikan makan dengan bertahan pada lingkungan yang tenang.
Rasional : klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan
tanpa ada gangguan dari luar.
3) Berikan makanan dalam penyajian masih hangat.
Rasional : menarik minat makan klien.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan makanan melalui
selang.
Rasional : mungkin dibutuhkan bila klien dalam penurunan
kesadaran.
5) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yang tepat.
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
h. Defisiensi pengetahuan b.d informasi tidak adekuat.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kebutuhan pengetahuan klien dan keluarga terpenuhi.
Kriteria hasil :
1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis, dan program pengobatan.
Intervensi :
1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang
proses penyakit yang spesifik.
Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan klien.
2) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang
tepat.
Rasional : memenuhi kebutuhan informasi pasien.
3) Sediakan bagi keluarga tentang informasi kemajuan keadaan
pasien.
Rasional : memenuhi kebutuhan informasi keluarga.
4) Diskusikan dalam pemilihan terapi atau penanganan terhadap
pasien.
Rasional : melibatkan pasien dan keluarga dalam pengambilan
keputusan tindakan.
(Wilkinson & Ahern, 2014)
4. Evaluasi
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d aliran darah sekunder akibat
peningkatan tekanan intracranial.
1) Klien tidak gelisah.
2) Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
3) GCS E : 4, M: 6, V: 5.
4) TTV normal (N: 60-100 x/menit, S: 36-36.7 OC, RR: 16-20
x/menit).
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau
oral.
1) Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi
2) Mampu berbicara yang koheren
3) Mampu menyusun kata-kata
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
1) Mempertahankan posisi optimal.
2) Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang
mengalami hemiparese.
d. Defisit perawatan diri b.d hemiparase/hemiplegic.
1) Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai
kemampuan.
2) Klien dapat mengidentifikasikan komunitas untuk memberikan
bantuan sesuai kebutuhan.
e. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas b.d menurunnya reflek batuk
dan menelan, immobilisasi.
1) Klien tidak sesak nafas.
2) Tidak terdapat suara nafas tambahan.
3) RR dalam rentang normal (16-20 x/menit)
f. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b.d tirah baring lama.
1) Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
g. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan menelan.
1) Turgor kulit baik.
2) Tidak terjadi penurunan berat badan.
3) Tidak muntah.
h. Defisiensi pengetahuan b.d informasi tidak adekuat.
1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis, dan program pengobatan.
(Wilkinson & Ahern, 2014)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn. S.A DENGAN
STROKE HEMORAGIK DI RUANG IRINA F NEURO
RSUP Prof. Dr. R.D KANDOU MANADO

Tanggal pengkajian : 26-03-2019 Tanggal MRS : 19-03-2019


Waktu pengkajian : 07.00 Ruangan : Irina F Neuro

A. IDENTIFIKASI
I. KLIEN
Nama : Tn. S.A
Tempat/tgl Lahir : 06 April 1980 (38 tahun)
Jenis kelamin : laki –laki
Status perkawinan : Belum menikah
Agama : Kristen Protestan
Bahasa : Indonesia/bahasa daerah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat rumah : Tondano

II. PENANGGUNG JAWAB


Nama : Meita Poluakan
Alamat : Tondano
Hubungan dengan klien : Ibu

B. DATA MEDIK
I. Di kirim oleh ; UGD
II. Diagnosa Medik
- Saat masuk : CVD SH
- Saat penggkajian : CVD SH, Hipertensi,Hipokalemi,CKD, Hepatopati
C. KEADAAN UMUM

I. Keadaan Sakit : Klien tampak mengalami penurunan kesadaaran,


klien tampak sesak, kulit tampak kemerahan, terdengar suara nafas
tambahan, penggunaan alat medik teerpasang IVFD, oksigen NRM, OPA,
NGT, dan kateter urine
II.Tanda-tanda vital
a. Kesadaran
- Kualitatif : Somnolens coma

- Kuantitatif :

Skala Coma Glasgow : Respon Motorik 2 jumlah

Respon Bicara 2 7

Respon Membuka Mata 3

b. Tekanan darah : 160/70mmHg


c. Suhu : 38°C
d. Nadi : 109x/menit
e. Pernapasan : 24x / menit

GENOGRAM

Keterangan :
: Laki-laki : garis keturunan
: perempuan : garis pernikahan
:Klien : tinggal satu rumah
: Laki-laki sudah meninggal : perempuan sudah meninggal

Keterangan :
Keluarga pasien mengatakan, ayah pasien punya riwayat penyakit hipertensi,
malaria, dan pernah melakukan pemasangan ring di jantung
D. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN
1. POLA PERSEPSI DAN MANAJEMEN KESEHATAN
Riwayat penyakit yang pernah dialami :

a. Data Subjektif
o Keadaan Sebelum Sakit : Keluarga Klien mengatakan klien tidak
memiliki riwayat kecelakaan, klien tidak pernah dirawat di rumah sakit
sebelumnya. Klien memiliki riwayat Hipertensi.
o Keluarga klien mengatakan klien sering mengontrol tekanan darahnya
diklinik terdekat dan mengetahui kalau tekanan darahnya sering naik.
Klien dilarang untuk mengkonsumsi makanan pemicu tekanan darah naik
oleh dokter tetapi kadang-kadang klien tidak memperdulikan itu.
b. Data Objektif
o Observasi
Kulit kepala : tampak berminyak
Rongga mulut : terdapat sisa sisa sekret

2. POLA NUTRISI METABOLIK


a. Data Subjektif
o Keadaan Sebelum Sakit : Keluarga klien mengatakan klien makan 3x
sehari, dengan menu nasi, ikan, sayur terkadang buah-buahan. Keluarga
Klien mengatakan porsi makan selalu dihabiskan.
o Keadaan Saat Sakit : klien makan 3x sehari dengan menu bubur saring
melalui NGT
b. Data Objektif
o Observasi
- Klien terlihat lemah dan tak bertenaga

Pemeriksaan Fisik

- Keadaan rambut : berminyak


- Hidrasi kulit : lembap
- Hidung : normal
- Rongga mulut : terdapat sisa sekret

3. POLA ELIMINASI
Keadaan sebelum sakit : keluarga klien mengatakan pola eliminasi klien normal
Keadaan Saat Sakit : eliminasi klien di bantu alat medis karena klien mengalami
penurunan kesadaran

4. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN


Keadaan sebelum sakit : keluarga klien mengatakan klien bisa melakukan smua
aktivitas dengan normal

Keadaan Saat Sakit : Keluarga mengatakan klien tidak bisa beraktivitas dikarenakan
kondisi penurunan keadaran yang dialaminya.

Aktivitas harian :

 Makan : bantuan alat dan orang

 Mandi : bantuan orang

 Berpakaian : bantuan orang

 Mobilisasi : banuan orang

 Ambulasi : bantuan orang

 BAK : bantuan alat

 BAB : banttuan alatt

5. POLA ISTIRAHAT DAN TIDUR


Keadaan sebeluum sakit : keluarga mengatakaan pola tidur klien normal

Keadaan setelah ssakit : Keluarga mengatakan klien susah tidur dan jam tidur
tidak teratur.karenaa sakit yang di derita

6. POLA KOGNITIF PERSEPTUAL


Keadaan setelah sakit :
 keluarga klien mengatakan penglihatan klien sudah kabur, pendengaran,
penciuman baik, daya ingat berkurang.
 Keluarga mengatakan penglihatan klien kabur, klien bisa mendengar tetapi tidak
bisa berbicara jelas, penciuman baik, daya ingat berkurang. Saat ini klien hanya
di tempat tidur.
 Klien jika panggil nama ada respon membuka mata. Skala kognitif X3 (mengenal
tempat, waktu dan orang)
7. POLA PERSEPSI DAN KONSEP DIRI
Keadaan setelah sakit :
 Klien terlihat lemah.
 Keluarga klien terlihat cemas dan khawatir.
8. POLA PERAN DAN HUBUNGAN DENGAN SESAMA (KOPING)
Keadaan sebelum sakit : keluarga klien mengatakan klien adalah orang yang aktif
berorganisasi, dan luas pergaulannya
Keadaan setelah sakit :
 Klien mendapat perhatian dari istri, anak serta keluarga dan kerabat yang
selalu datang menjenguk serta teman-temannya
9. POLA REPRODUKSI – SEKSUALITAS
Kkeadaan sebelum sakit :
 Klien adalah seorang yang belum menikah
Keadaan setelah sakit :
 Terlihat klien terbaring lemah di atas tempat tidur.
10. POLA MEKANISME KOPING DAN TOLERANSI TERHADAP SRESS
Keadaan sebelum sakit :
 keluarga menjadi tempat berbagi dan mencari solusi bersama saat mengalami
masalah
Keadaan setelah sakit :
 Terlihat klien terbaring lemah di atas tempat tidur.
11. POLA SISTEM NILAI KEPERCAYAAN
Keadaan sebelum sakit : keluarga mengatakan klien termasuk oraang yang rajin
beribadah di gereja dan ikut kegiatan keagamaan
Keadaan setelah sakit :
 Klien meengalami peenurunan kesadarn dan tidak bisa lagi beribadah
 Keluarga sangat mengharapkan kesembuhan dan mereka pasrah kepada
Tuhan.

HASIL LABORATORIUM KLINIK

HEMATOLOGI NILAI RUJUKAN HASIL


Leukosit 4,0-10 16,0
Eritrosit 4,70-6,10 6,28
Hemoglobin 13,0-6,5 17,2
Hematokrit 39,0-51,0 53,0
Trombosit 150-450 356
MCH 27,0-5,0 27,4
MCHC 30,0-40,0 32,5
MCV 80,0-100,0 84,5
KIMIA KLINIK NILAI RUJUKAN HASIL
SGOT <33 57
SGPT <43 64
Ureum darah 10-40 83
Creatinin darah 0,5-1,5 1,6
Gula darah sewaktu 70-140 117
Chloride darah 98,0-109,0 98,6
Kalium darah 3,50-5,30 2,81
Atrium darah 135-153 145

TERAPI PENGOBATAN
NAMA OBAT DOSIS
Nacl 0,9 % 500cc
Amlodipin 10 mg
Telmirason 80 mg
Paracetamol 500 g
Ranitidine 50 m
Ceftriaxone 2 gr

E. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
Data obyektif :

- Klien mengalami
penurunan kesadaran
GCS : 7
Peningkatan tekanan sistemik gangguan
Kesadaan : somnolen
Aneurisma
- Klien terlihat lemah perfusi
1. pendarahan arakhnoid/
(perubahan respon jaringan
ventrikel otak
motorik) gangguan perfusi jaringan cerebral
- Abnormalitas bicara.
cerebral
- Kelemahan atau paralisis
ekstremitas.
TD : 160/70 mmhg

Data subyektif

- Keluarga klien
mengatakan setiap hari
suhu tubuuh klien selalu
38-40 c
2. Hiperteermi Hiperterrmi
Data obyektif

- Kulit klien tapak


kemerahan

- RR : 24 SB: 38 c
Data subyektf

Keluarga klien mengatakan


klien tidak bisa beraktivitas
karena mengalami
penurrunan kesadaraan Peningkatan TIK Intoleransi
penurunan kesadaran aktivittas
Data obyektif Intoleransi aktivitas
- Terpassang NGT
- Terpasang kateterr urine
GCS : 7
Kesadaan : somnolen

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
2. Hiprtermi berhubungan dengan stroke hemoragik
3. intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kesadaran
G. PERENCANAAN
NO Diagnosa NOC NIC
1. Gangguan perfusi NOC : NIC :
jaringan cerebral
1. Circulation status Peripheral Sensation Management
berhubungan
2. Tissue Prefusion : (Manajemen sensasi perifer)
dengan gangguan
cerebral
aliran darah 1. Monitor adanya daerah tertentu
Kriteria Hasil :
sekunder akibat yang hanya peka terhadap
peningkatan 1. mendemonstrasikan panas/dingin/tajam/tumpul
tekanan status sirkulasi yang 2. Monitor adanya paretese
intracranial. ditandai dengan : 3. Instruksikan keluarga untuk
a. Tekanan systole mengobservasi kulit jika ada lsi
dandiastole dalam atau laserasi
rentang yang 4. Gunakan sarun tangan untuk
diharapkan proteksi
b. Tidak ada 5. Batasi gerakan pada kepala, leher
ortostatikhipertensi dan punggung
c. Tidak ada tanda 6. Monitor kemampuan BAB
tanda peningkatan 7. Kolaborasi pemberian analgetik
tekanan intrakranial 8. Monitor adanya tromboplebitis
(tidak lebih dari 15 9. Diskusikan menganai penyebab
mmHg) perubahan sensasi
2. mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang ditandai dengan:
a. berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
b. menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
c. memproses
informasi
d. membuat keputusan
dengan benar
e. menunjukkan
fungsi sensori
motori cranial yang
utuh : tingkat
kesadaran
mambaik, tidak ada
gerakan gerakan
involunter
2. Hipertermi NOC : Thermoregulation NIC :
Kriteria Hasil : Fever treatment
berhubuungan  Monitor suhu sesering mungkin
1. Suhu tubuh dalam
dengaan stroke rentang normal  Monitor IWL
 Monitor warna dan suhu kulit
2. Nadi dan RR dalam
hemoragik  Monitor tekanan darah, nadi dan RR
rentang normal  Monitor penurunan tingkat kesadaran
3. Tidak ada perubahan  Monitor WBC, Hb, dan Hct
warna kulit dan tidak  Monitor intake dan output
 Berikan anti piretik
ada pusing, merasa  Berikan pengobatan untuk mengatasi
penyebab demam
nyaman  Selimuti pasien
 Lakukan tapid sponge
 Berikan cairan intravena
 Kompres pasien pada lipat paha dan
aksila
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Berikan pengobatan untuk mencegah
terjadinya menggigil
Temperature regulation
 Monitor suhu minimal tiap 2 jam
 Rencanakan monitoring suhu secara
kontinyu
 Monitor TD, nadi, dan RR
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor tanda-tanda hipertermi dan
hipotermi
 Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
 Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
 Ajarkan pada pasien cara mencegah
keletihan akibat panas
 Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
 Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan penanganan
emergency yang diperlukan
 Ajarkan indikasi dari hipotermi dan
penanganan yang diperlukan
 Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
9. Intoleeransi NOC : NIC :
akivitas 1. Energy conservation Energy Management
2. Self Care : ADLs 1. Observasi adanya pembatasan
berhubungan
klien dalam melakukan aktivitas
dengan Kriteria Hasil 2. Dorong anal untuk
1. Berpartisipasi dalam mengungkapkan perasaan
penurunan
aktivitas fisik tanpa terhadap keterbatasan
kesadaran. disertai peningkatan 3. Kaji adanya factor yang
tekanan darah, nadi dan menyebabkan kelelahan
RR 4. Monitor nutrisi dan sumber
2. Mampu melakukan energi tangadekuat
aktivitas sehari hari 5. Monitor pasien akan adanya
(ADLs) secara mandiri kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan
Monitor respon kardivaskuler
terhadap aktivitas
6. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien

Activity Therapy
1. Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan progran
terapi yang tepat.
2. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yangsesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
social
4. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
5. Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
6. Bantu untu mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
7. Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
8. Bantu pasien/ keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi,
social dan spiritual

H. IMPLEMENTASI

No Hari/tanggal Jam Implementtasi


1 Selasa, 15.20 Melakukan washlap sekalian memonitor kemampuan
26 maret BAB
2019
17.00 - Mengatur posisi pasien
- Mengauskultasi suara nafas
- Membatasi gerakan leher, kepala dan punggung
D/S 18.15
Observaasi TTV
TD : 150/80 mmhg
SB : 38 c
RR: 24x/menitt
N : 105x/menit
19.30
- Injeksi antibiotik ceftriaxon
- Memberi makan melalui NGT
- Memonitor respirasi dan status O2
- Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang
penggunaan pralatan O2 dan suction
2 Rabu, 21.30 - mengatur posisi klien
27 Maret - Menguskultasi suara nafas
2019
22.05 - melakukan terapi nebulizer
- injeksi antibiotic ceftriaxon
- Pmberian obatt malam melalui NGT
D/M
07.05 - Auskultasi suara nafas
- Mengatur posisi klien
- Melakukan terapi nebulizer

07.25 - Melakukan washlap sekalian mmemonitor


kemampuan BAB klien
- Memonitor pola tidur dan lamanya istirahat klien
3 Jumat 07.27 - melakiukan terapi nebulizer
29 Maret - injeksi anibiotik cefttriaxon
2019 - memonitor pola tiduurr dn istirahat pasien
07.56
- Mengatur posisi pasien
- Melakukan fisioterrapi dada
D/P 08.35 - Mengggukur respirasi : 46x/menit
08.54
09.00 Melakukan suction
Melakukan washlap
Observasi TTV
TD : 170/90 N : 115 S: 40,,3

I. EVALUASI
HARI/
NO EVALUASI
TANGGAL
S Pasien masih dengan penurunan kesadaran
Keesadaran : somnolen
GCS : 7
TTV :
Selasa,
O TD : 160/70 mmHg N : 109x/menit
1 26 maret
R : 24x/menit S : 38 c
2019
SPO2 : 98
Terdengar suara tambahan (snoring)
A Masalah belum teratasi
P Lanjutkan intervensi
S Pasien masih dengan penurunan kesadaran
Keesadaran : somnolen
GCS : 7
TTV :
Rabu, O TD : 170/110 mmHg N : 103x/menit
2 27 maret R : 24x/menit p S : 39 c
2019 SPO2 : 99
Terdengar suara tambahan (snoring)

A Masalah belum teratasi

P Lanjutkan intervensi
S -
Jumat, Pasien apneu dan meninggal pada pukul
3 29 maret O
10.30
2019 A Masalah tidak teratasi
P Pasien meninggal, intervensi di hentiikan

Vous aimerez peut-être aussi