Vous êtes sur la page 1sur 26

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Stennis) merupakan tanaman yang termasuk


dalam famili Basellaceae. Daun binahong telah dilaporkan mempunyai aktivitas biologis
karena adanya senyawa aktif bioaktif. Salah satu senyawa aktifnya adalah asam fenolat
yang befungsi sebagai antioksidan, dan untuk pengobatan seperti antidiabetes, antijamur,
antibakteri, dan antihematoma. Hal ini disebabkan adanya kandungan metabolit skunder
yang terdapat pada daun binahong, yaitu flavonoid, alkaloid, tanin, steroid, triterpenoid,
saponin, dan minyak atsiri. Kandungan kimia yang berhasil diisolasi adalah senyawa
pirogalol, yaitu senyawa dengan 3 gugus hidroksil yang terikat pada benzena, dari ekstrak
metanol daun binahong.

Asam fenolat merupakan salah satu jenis metabolit sekunder yang banyak
ditemukan dalam berbagai jenis tumbuhan. Turunan asam hidroksibenzoat dan asam
hidroksisinamat adalah jenis asam fenolat yang banyak terdapat pada tumbuhan.
Mengingat jenis asam fenolat dalam ekstrak etanol daun binahong belum pernah
dilaporkan dan asam fenolat banyak dimanfaatkan sebagai antioksidan, maka menarik
untuk diselidiki jenis asam fenolat dalam ekstrak etanol daun binahong. Hal ini perlu
dilakukan sebagai upaya untuk penemuan antioksidan yang berasal dari bahan alam dan
bermanfaat bagi manusia.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud senyawa asam fenolat ?

2. Bagaimana cara identifikasi asam fenolat didalam daun binahong?

1
C. TUJUAN

1. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari makalah ini tak lain adalah untuk memenuhi tugas kelompok mata
kuliah Fitokimia 2 berupa melakukan suatu diskusi dan mempresentasikan hasil diskusi
tersebut dengan penugasan akhir yaitu penyerahan makalah dari hasil presentasi tersebut.

2. Tujuan Umum

Tujuan umum dari pembuatan makalah ini, antara lain :

 Agar mahasiwa memahami tentang senyawa asam fenolat

 Agar mahasiswa memahami bahwa tanaman binahong merupakan salah satu


tanaman yang mengandung asam fenolat

 Mengetahui bagaimana cara identifikasi senyawa asam fenolat yang terkandung


dalam daun Binahong (dengan cara KLT)

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tanaman Binahong (Anredera cordifolia)

Binahong atau (Anredera cordifolia (Ten.) Stennis) merupakan tanaman yang


memiliki nama genus Anredera dan tergolong Famili Basellaceae (Walters, 1989 dalam
Rahmawati dkk, 2012). Binahong adalah tanaman obat dari daratan Tiongkok yang
dikenal dengan nama asli dheng san chi, sedangkan di dunia intrnasional binahong
dikenal dengan nama hearthleaf madeiravine (Suseno, 2013).Di Indonesia tanaman ini
dikenal sebagai gendola yang sering digunakan sebagai gapura yang melingkar di atas
jalan taman. Tanaman merambat ini perlu dikembangkan dan diteliti lebih jauh.Terutama
untuk mengungkapkan khasiat dari bahan aktif yang dikandungnya. Berbagai
pengalaman yang ditemui di masyarakat, binahong dapat dimanfaatkan untuk membantu
proses penyembuhan penyakit-penyakit berat (Manoi, 2009 dalam Rahmawati dkk,
2012).

Dengan demikian, tanaman binahong atau di Indonesia dikenal sebagai gendola


adalah tanaman yang tumbuh menjalar yang dapat berfungsi sebagai tanaman hias
sekaligus tanaman obat yang perlu diteliti lebih lanjut untuk mengungkap khasiat yang
dikandungnya.

Gambar 2.1. Tanaman Binahong (Badan POM RI, 2008).

3
II.2 Klasifikasi tanaman binahong (A. cordifolia)

Nama Tanaman : Binahong

Nama Latin : Anredera cordifolia

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Sub kingdom : Tracheobionta (berpembuluh)

Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisio : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Subkelas : Hamamelidae

Ordo : Caryophyllales

Familia : Basellaceae

Genus : Anredera

Species : Anredera cordifolia (Tenore) Steenis

Mus, 2008 (dalam Octavia, 2009)

II.3 Pengertian Senyawa Fenolik

Senyawa fenolik merupakan senyawa yang banyak ditemukan pada tumbuhan.


Fenolik memiliki cincin aromatik satu atau lebih gugus hidroksi (OH ) dan gugus –
gugus lain penyertanya. Senyawa ini diberi nama berdasarkan nama senyawa induknya,
fenol. Senyawa fenol kebanyakkan memiliki gugus hidroksil lebih dari satu sehingga
disebut polifenol .

4
Senyawa fenolik meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan yang
mempunyai ciri sama, yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus
OH. Senyawa fenolik di alam terdapat sangat luas, mempunyai variasi struktur yang
luas, mudah ditemukan di semua tanaman, daun, bunga dan buah. Ribuan senyawa
fenolik alam telah diketahui strukturnya, antara lain flavonoid, fenol monosiklik
sederhana, fenil propanoid, polifenol (lignin, melanin, tannin), dan kuinon fenolik.

Banyak senyawa fenolik alami mengandung sekurang-kurangnya satu gugus


hidroksil dan lebih banyak yang membentuk senyawa eter, ester atau glioksida daripada
senyawa bebasnya. Senyawa ester atau eter fenol tersebut memiliki kelarutan yang lebih
besar dalam air daripada senyawa fenol dan senyawa glioksidanya.

Dalam keadaan murni, senyawa fenol berupa zat padat yang tidak berwarna, tetapi
jika teroksidasi akan berubah menjadi gelap. Kelarutan fenol dalam air akan bertambah,
jika gugus hidroksil makin banyak.

Senyawa fenolik memiliki aktivitas biologik yang beraneka ragam, dan banyak
digunakan dalam reaksi enzimatik oksidasi kopling sebagai substrat donor H. Reaksi
oksidasi kopling, selain membutuhkan suatu oksidator juga memerlukan adanya suatu
senyawa yang dapat mendonorkan H. Senyawa fenolik merupakan contoh ideal dari
senyawa yang mudah mendonorkan atom H.

II.4 Struktur Senyawa Fenolik

Senyawa fenolik mempunyai struktur yang khas, yaitu memiliki satu atau lebih
gugus hidroksil yang terikat pada satu atau lebih cincin aromatik benzena. Ribuan
senyawa fenolik di alam telah diketahui strukturnya, antara lain fenolik sederhana,
fenil propanoid, lignan, asam ferulat, dan etil ferulat.

 Fenolik Sederhana

5
Golongan senyawa-senyawa yang termasuk fenolik sederhana antara lain meliputi
guaiakol, vanilli dan kresol.

Umumnya radikal fenoksi yang terbentuk dari senyawa golongan fenolik sederhana,
mengalami pengkopelan pada posisi orto atau para terhadap gugus hidroksi fenolat.
Posisi ini lebih disukai, karena tidak terlalu sterik sehingga memudahkan radikal lain
untuk berikatan pada posisi tersebut

Namun kombinasi pengkopelan lain juga diamati kemungkinannya, yaitu O-p,


O-o dan O-O.
 Fenil Propanoid
Fenil propanoid merupakan senyawa fenol di alam yang mempunyai cincin
aromatik dengan rantai samping terdiri dari 3 atom karbon. Golongan fenil propanoid
yang paling tersebar luas adalah asam hidroksi sinamat, yaitu suatu senyawa yang
merupakan bangunan dasar lignin . Empat macam asam hidroksi sinamat banyak terdapat
dalam tumbuhan. Keempat senyawa tersebut yaitu asam ferulat, sinapat, kafeat dan p-
kumarat.

6
Radikal fenoksi dari senyawa ini umumnya mengalami pengkopelan diposisi atom
C8, membentuk struktur dengan jembatan 8-8 (8-8 bridges).
 Lignan
Senyawa-senyawa golongan fenil propanoid membentuk suatu senyawa dimer
dengan struktur lignan. Senyawaan lignan memiliki struktur dasar (struktur induk) yang
terdiri dari 2 unit fenil propanoid yang tergabung melalui ikatan 8-8. Ikatan khas ini
digunakan sebagai dasar penamaan lignan.

Penggabungan 2 unit fenil propanoid dapat pula terjadi melalui ikatan selain
membentuk 8-8, yang digolongkan ke dalam neolignan. Sedangkan jika 2 unit fenil
propanoid bergabung melalui atom O, senyawa yang terbentuk tergolong dalam
oxineolignan.

7
Senyawaan lignan memiliki banyak modifikasi pada struktur induknya, yang
antara lain dapat menghasilkan penambahan cincin, penambahan atau penghilangan atom
C, dan sebagainya. Senyawaan ini tersebar luas di dunia tumbuhan, dan banyak
digunakan secara niaga sebagai antioksidan dan sebagai komponen sinergistik dalam
insektisida. Selain itu, lignan merupakan komponen kimia yang aktif dalam tumbuhan
obat tertentu. Salah satu senyawa golongan lignan, yaitu podophyllotoxin, diketahui
dapat menghambat tumor. Dalam pengobatan Cina, lignan banyak dipakai untuk
mengobati penyakit hepatitis dan melindungi organ hati.
 Asam Ferulat
Asam ferulat adalah turunan dari golongan asam hidroksi sinamat, yang memiliki
kelimpahan yang tinggi dalam dinding sel tanaman. Hal ini memungkinkan untuk dapat
memberikan keuntungan yang signifikan di bidang kesehatan, karena senyawa asam
ferulat memiliki aktivitas antikanker dan antioksidan. Selain itu juga dapat menjadi
prekursor dalam pembuatan senyawa aromatik lain yang bermanfaat.

8
Sebagai antioksidan, asam ferulat kemungkinan menetralkan radikal bebas,
seperti spesies oksigen reaktif (ROS). ROS kemungkinan yang menyebabkan DNA rusak
dan mempercepat penuaan.
Dengan studi pada hewan dan studi in vitro, mengarahkan bahwa asam ferulat
kemungkinan memiliki hubungan dengan aktivitas antitumor perlawanan kanker
payudara dan kanker hati. Asam ferulat memiliki kemungkinan sebagai pencegah kanker
yang efektif, yang disebabkan oleh paparan senyawa karsinogenik, seperti benzopirene
dan 4-nitroquinoline 1-oksida. Namun perlu menjadi catatan, bahwa hal itu tidak diuji
coba kontrol random pada manusia, sehingga hasilnya kemungkinan pula tidak dapat
dimanfaatkan untuk manusia.
Jika ditambahkan pada asam askorbat dan vitamin E, asam ferulat kemungkinan
dapat mengurangi stress oksidasi dan pembentukan dimer timidine dalam kulit.
Pada tumbuhan, asam ferulat meningkatkan rigiditas dan kekuatan dinding sel
tanaman, melalui ikatan silang (cross linking) dengan pentosan, arabinoxilan dan
hemiselulosa, sehingga dinding sel tidak mudah dihidrolisis secara enzimatis selama
proses perkecambahan.
Asam ferulat banyak ditemukan dalam padi (terutama beras merah), gandum,
kopi, buah apel, nanas, jeruk dan kacang tanah.
Dalam perindustrian, asam ferulat memiliki kelimpahan dan dapat dimanfaatkan
sebagai prekursor dalam pembuatan vanilli, agen perasa sintesis yang sering digunakan
dalam ekstrak vanilla alami.
Asam ferulat adalah senyawa fenolik yang dapat dihasilkan salah satunya ialah
dengan reaksi kondensasi vanilli dengan asam malonat.
Adapun rumus bangun asam ferulat adalah sebagai:

9
 Etil Ferulat
Etil ferulat tergolong ke dalam turunan senyawa asam hidroksi sinamat,
yang merupakan turunan dari asam ferulat dalam bentuk ester. Senyawa
fenolik ini terdistribusi secara luas pada berbagai jenis tanaman yang dapat
dikonsumsi oleh makhluk hidup. Senyawa tersebut terdapat dalam tanaman,
terutama pada benih padi dan gandum, tetapi dalam jumlah kecil. Oleh karena itu,
senyawa ini biasanya disintesis dari prekursor asam ferulat. Bentuk fisik etil
ferulat berupa kristal berwarna putih dan memiliki aktifitas sebagai
antioksidan yang sangat baik dibandingkan asam bebasnya. Etil ferulat
digunakan sebagai bahan aktif dalam pengobatan terapi untuk antihipertensi.
Adapun rumus bangun etil ferulat adalah sebagai:

.
II. 5. Reaksi Senyawa Fenolik
Senyawa fenolik mempunyai ciri yang khas, yakni bisa membentuk senyawa
kompleks yang berwarna, yang biasanya berwarna biru atau ungu biru apabila
direaksikan dengan besi (III) klorida. Walaupun tidak selektif pereaksi ini cukup berguna
untuk mengetahui adanya gugus hidroksil terutama kalau pemisahan komponen metabolit
sekunder dari contoh yang diteliti tidak mudah.
Selain itu, senyawa fenolik juga dapat mengalami sintesis polimer fenolik bioaktif
dengan proses yang relatif aman terhadap lingkungan (tidak beracun), dapat dilakukan
melalui reaksi kopling oksidatif fenolik secara enzimatis, yaitu dengan bantuan biokatalis
berupa enzim. Keuntungan penggunaan enzim sebagai biokatalis adalah ketersediaan
enzim yang sangat berlimpah di alam, sifatnya yang ramah lingkungan dan menghasilkan
suatu produk yang tidak berbahaya. Sedangkan kekurangan dari penggunaan enzim ini,

10
yaitu enzim bersifat selektif, hanya dapat mengkatalisis senyawa-senyawa dari
golongan fenol dan amina aromatik, sehingga penggunaannya di dalam industri polimer
menjadi terbatas.
Salah satu cara yang sering digunakan dalam mengoksidasi senyawa fenolik, yaitu
melalui bantuan katalis enzim peroksidase. Enzim peroksidase merupakan kelompok
enzim oksidoreduktase yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi oleh hidrogen
peroksida dari sejumlah substrat yang merupakan donor hidrogen seperti fenol, anilin dan
lain sebagainya. Enzim peroksidase dalam organisme hidup dapat mengkatalisis senyawa
substratnya, sedangkan H2O2 berfungsi untuk menginisiasi biosintesis beberapa metabolit
sekunder yang diperlukan pada proses pertumbuhan. Oksidasi fenolat oleh enzim peroksidase
dengan substrat H2O2 menghasilkan reaksi kopling oksidatif, sehingga terbentuklah polimer
fenolik.
Oksidasi yang dilakukan oleh enzim peroksidase terhadap senyawa fenolik
menyebabkan terbentuknya suatu radikal fenoksi, di mana radikal ini mampu melakukan
resonansi dengan posisi orto dan para pada cincin aromatiknya dan selanjutnya akan
bergabung dengan radikal fenoksi yang lain membentuk senyawa baru polifenol. Cara ini
sering dikenal sebagai polimerisasi secara enzimatis.

II. 6. Identifikasi Senyawa Fenolik


Untuk mengisolasi suatu senyawa kimia yang berasal dari bahan alam hayati pada
dasarnya menggunakan metode yang sangat bervariasi, seperti yang diaplikasikan dalam
proses industri. Metode metabolit pengempaaan digunakan pada senyawa katecin daun
gambir juga isolasi CPO dari buah kelapa sawit.
Metode ini umum digunakan karena senyawa organik yang diperoleh dengan
kuantitas yang cukup banyak. Tetapi berbeda dengan senyawa bahan alam hasil proses
metabolit sekunder lainnya yang pada umumnya dengan kandungan yang relatif kecil,
maka metode-metode dan proses industri tersebut tidak dapat digunakan.
Berdasarkan hal di atas maka metode yang umum dalam isolasi senyawa
metabolit sekunder dapat digunakan. Metode standar laboratorium dengan kuantitas
sampel terbatas dan perlunya menentukan metode yang paling sesuai dengan maksud
tersebut.

11
Dari identifikasi awal, maka dapat diamati kandungan senyawa dari tumbuhan
sehingga untuk isolasi dapat diarahkan pada suatu yang dominan dan salah satu usaha
mengefektifkan isolasi senyawa tertentu maka dapat dimanfaatkan pemilihan pelarut
organik yang akan digunakan pada isolasi tersebut, di mana pelarut polar akan lebih
mudah melarutkan senyawa polar dan sebaliknya senyawa non polar lebih mudah larut
dalam pelarut non polar.
Sebelum melakukan isolasi terhadap suatu senyawa kimia yang diinginkan dalam
suatu tumbuhan maka perlu dilakukan identifikasi pendahuluan kandungan senyawa
metabolit sekunder yang ada pada masing-masing tumbuhan, sehingga dapat diketahui
kandungan senyawa yang ada secara kualitatif dan mungkin juga secara kuantitatif
golongan senyawa yang dikandung oleh tumbuhan tersebut. Untuk tujuan tersebut maka
diperlukan metode persiapan sampel dan metode identifikasi pendahuluan senyawa
metabolit sekunder sebagai berikut:
Sebanyak 4 gram sampel segar dirajang halus dan dididihkan dengan 25 ml etanol
selama lebih kurang 25 menit, disaring dalam keadaan panas, kemudian pearut diuapkan
sampai kering. Ekstrak dikocok kuat dengan kloroform lalu ditambahkan air suling,
biarkan sampai terbentuk dua lapisan, yakni lapisan kloroform dan lapisan air. Beberapa
tetes ditempatkan dalam tabung reaksi ditambahkan besi (III) klorida, timbul warna hijau
sampai ungu menandakan positif mengandung fenolik.
Secara umum ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh bagian tumbuhan
seperti bunga, buah, daun, kulit batang dan akar menggunakan sistem maserasi
menggunakan pelarut organik polar seperti metanol.
Beberapa metode ekstraksi senyawa organik bahan alam yang umum digunakan
antara lain :
1. Maserasi
Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik yang digunakan
pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan
alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan
membran sel akibat perbedaan tekanan antara didalam dan diluar sel sehingga metabolit
sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dengan pelarut organik dan ekstraksi
senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan

12
pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi dengan
memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam pelarut tersebut. Secara umum pelarut
metanol merupakan pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa
organik bahan alam, karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder.

2. Perkolasi
Merupakan proses melewatkan pelarut organik pada sampel sehingga pelarut akan
membawa senyawa organik bersama-sama pelarut. Tetapi efektifitas dari proses ini hanya
akan lebih besar untuk senyawa organik yang sangat mudah larut dalam pelarut yang
digunakan.
3. Solketasi
Solketasi menggunakan soklet dengan pemanasan dan pelarut akan dapat di hemat karena
terjadinya sirkulasi pelarut yang selalu membasahi sampel. Proses ini sangat baik untuk
senyawa yang tidak terpengaruh oleh panas.
4. Destilasi uap
Proses destilasi lebih banyak digunakan untuk senyawa organik yang tahan pada suhu
yang cukup tinggi, yang lebih tinggi dari titik didih pelarut yang digunakan. Pada
umumnya lebih banyak digunakan untuk minyak atsiri.
5. Pengempaan
Metode ini banyak digunakan dalam proses industri seperti pada isolasi CPO dari buah
kelapa sawit dab isolasi katecin dari daun gambir. Dimana dalam proses tidak
menggunakan pelarut.
Hasil yang diperoleh berupa ekstrak yang mana seluruh spade senyawa bahan
alam yang terlarut dalam pelarut yang digunakan akan berada pada ekstak ini.
Penentuan jumlah komponen senyawa dapat dideteksi dengan kromatografi lapis
tipis (KLT) dengan menggunakan plat KLT yang sudah siap pakai. Terjadinya pemisahan
komponen – komponen pada KLT dengan Rf tertentu dapat dijadikan sebagai panduan
untuk memisahkan komponen kimia tersebut dengan mengggunakan kolom kromatografi
dan sebagai fas diam dapat digunakn silika gel dan eluan yang digunakan berdasarkan

13
hasil yang diperoleh dari KLT dan akan lebih baik kalau kepolaran eluen pada kolom
kromatografi sedikit dibawah kepolaran eluen pada KLT.
Pemilihan eluen sebaiknya dimulai dari pelarut organik yang tidak polar seperti
heksana dan peningkatan kepolaran dengan etil asetat atau pelarut yang lebih polar
lainnya masing – masing pelarut.
Selanjutnya suatu senyawa bahan alam hasil isolasi akan diidentifikasi
berdasarkan kimia, fisika, dan identifikasi dengan spektroskopi. Dari isolasi yang
menggunakan metode standar tidak semua senyawa akan secara utuh seperti yang
terdapat dalam tumbuhan tesebut, karena sebagian senyawa ada yang terlarut dan
terpecah dalam proses isolasi dan hasil terjadi seperti putusnya ikatan glikosida
membentuk aglikon dan gula dengan adanya air.
Identifikasi senyawa metabolit sekunder dan elusidasi struktur senyawa
ditemukan merupakan pekerjaan yang sangat menentukan dalam proses mengenal,
mengetahui dan pada akhirnya menetapkan rumus molekul yang sebenarnya dari
senyawa tersebut.
Di antara metode identifikasi dan elusidasi struktur yang diperoleh dapat
dilakukan dengan metode standar yang sudah dikenal untuk menentukan senyawa kimia
dan termasuk derivat – derivatnya antara lain:

1. Metode Spektroskopi

Metode spektroskopi saat ini sudah merupakan metode standar dalam penentuan struktur
senyawa organic pada umumnya dan senyawa metabolit sekunder pada khususnya.
Metode tersebut terdiri dari beberapa peralatan dan mempunyai hasil pengamatan yang
berbeda, yaitu :
a. Spektroskopi UV

Merupakan metode yang akan memberikan informasi adanya kromofor dari senyawa
organik dan membedakan senyawa aromatic atau senyawa ikatan rangkap yang
berkonjugasi denga senyawa alifatik rantai jenuh.
b. Spektroskopi IR

14
Metode yang dapat menentukan serta mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat dalam
senyawa organik, yang mana gugus fungsi dari senyawa organik akan dapat ditentukan
berdasarkan ikatan tiap atom dan merupakan bilangan frekuensi yang spesifik.
c. Nuklir Magnetik Resunansi Proton

Metode ini akan mengetahui posisi atom – atom karbon yang mempunyai proton atau
tanpa proton. Disamping itu akan dikenal atom – atom lainnya yang berkaitan dengan
proton.

d. Nuklir Magnetik Kesonansi Isotop Karbon 13

Digunakan untuk mengetahui jumlah atom karbon dan menentukan jenis atom karbon
pada senyawa terebut.
e. Spektroskopi Massa

Mengetahui berat molekul senyawa dan ditunjang dengan adanya fragmentasi ion
molekul yang menghasilkan pecahan – pecahan spesifik untuk suatu senyawa
berdasarkan m / z dari masing – masing fragmen yang terbentuk. Terbentuknya fragmen
– fragmen denga terjadinya pemutuan ikatan apabila disusun kembali akan dapat
menentukan kerangka struktur senyawa yang diperiksa.

2. Kromatografi
Penggunaan kromatografi sangat membantu dalam pendeteksian senyawa metabolit
sekunder dan dapat dijadikan sebagai patokan untuk proses pengerjaan berikutnya dalam
menentukan struktur senyawa.
Berbagai jenis kromatografi yang umum digunakan antara lain:

a. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) : Merupakan salah satu metode identifikasi awal untuk
menentukan kemurnian senyawa yang ditemukan atau dapat menentukan jumlah senyawa
dari ekstrak kasar metabolit sekunder. Cara ini sangat sederhana dan merupakan suatu
pendeteksian awal dari hasil isolasi.

15
b. Kromatografi Kolom : Digunakan untuk pemisahan campuran bebrapa senyawa yang
diperoleh dari isolasi tumbuhan. Dengan menggunakan fasa padat dan fasa cair maka
fraksi – fraksi senyawa akan menghasilkan kemurnian yang cukup tinggi.

c. Kromatografi Gas : Pemisahan campuran senyawa yang cukup stabil pada pemanasan,
karena sampel yang digunakan akan dirubah menjadi fasa gas dan dengan adanya
perbedaan keterikatan senyawa pada fasa padat yang digunakan terhadap senyawa
organik sehingga terjadi pemisahan masing – masing senyawa dari campurannya.

d. Kromatografi Cair : Lebih dikenal dengan HPLC (High Pressure Liquid


Chromatography ) dan lebih dari 75 % dari pemakaian HPLC menggunakan fasa padat
ODS (Oktadesil Sifane) atau C – 18 sedangkan fasa cair sebagai pelarut pembawa
senyawa dapat diganti kepolarannnya pada saat digunakan dan kondisi seperti itu dikenal
sebagai fasa gradien. Pada kondisi gradien, senyawa nonpolar akan diadsorpsi lebih
lemah oleh fasa padat dan akan dielusi dengan pelarut nonpolar dan sebaiknya senyawa
polar akan diadsorpsi lebih kuat dan membutuhkan pelarut polar. Jika sampel mempunyai
polaritas luas, pemisahan harus dilakukan dengan merubah kepolaran pelarut yang
digunakan. Efisiensi penggunaan HPLC ditentukan dengan pengaturan dan penggunaan
pelarut sebagai pembantu dalam pemakaian HPLC.

Secara garis besar identifikasi senyawa fenolik dapat dilakukan menggunakan


KLT, spektrofotometer, UV-Vis dan FTIR
digambarkan sebagaimana bagan berikut ini:

16
BAGAN IDENTIFIKASI SENYAWA FENOLIK

17
BAB III

18
METODE PENELITIAN

III.1 Bahan dan Alat

- Daun binahong - natrium karbonat p.a


- n-heksana - n-heksana p.a
- etanol - toluen p.a
- Aquadest - etanol p.a
- asam sulfat p.a - etil asetat p.a
- pereaksi besi (III) klorida 1% - asam p-kumarat
- kloroform p.a - asam galat
- plat silika gel GF254 - asam kafeat
- asam asetat p.a -asam ferulat
- benzena p.a - Peralatan gelas
- metanol p.a - neraca analitik (Kern-870)
- diazo p-nitroanilin - chamber

19
III.2 Cara Kerja

1. Penyiapan Sampel
Daun binahong dilakukan pencucian, pengeringan dengan cara diangin-
anginkan, pengirisan tipis-tipis, dan penghalusan, sehingga diperoleh serbuk daun
binahong.
2. Pembuatan Ekstrak Air
Serbuk daun binahong sebanyak 950 gram dimaserasi dengan pelarut
nheksana pada suhu kamar. Setiap 24 jam sekali dilakukan penggantian pelarut
hingga pelarut lebih jernih dari sebelumnya. Ekstrak n-heksana yang diperoleh
dipekatkan dengan cara evaporasi. Kemudian ampas daun binahong dikeringkan
dan dimaserasi kembali dengan pelarut etanol pada suhu kamar. Setiap 24 jam
sekali dilakukan penggantian pelarut hingga pelarut lebih jernih dari sebelumnya.
Ekstrak etanol yang diperoleh dipekatkan dengan cara evaporasi.
3. Penapisan Fitokimia
Serbuk daun binahong, ekstrak n-heksana, dan ekstrak etanol dilakukan uji
penapisan fitokimia untuk mengetahui kandungan golongan senyawa kimianya.
Uji penapisan fitokimia meliputi: uji alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, steroid
dan triterpenoid.
4. Identifikasi senyawa asam fenolat pada daun binahong, dilakukan Pemisahan
Asam Fenolat terhadap fraksi TH, HA, dan HB menggunakan kromatografi lapis
tipis (KLT) dengan plat silika gel GF254 dan eluen campuran benzena, asam
asetat, dan metanol dengan perbandingan tertentu.
 Tanpa Hidrolisis

Sebanyak 2 g ekstrak etanol ditambahkan ke dalam 20 ml akuades


mendidih dan diaduk selama 20 menit, kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh
diasamkan dengan H2SO4 10% sampai pH 3 lalu diekstraksi dengan 20 ml eter
sebanyak empat kali. Fraksi eter selanjutnya diuapkan hingga volume 20 ml dan
diekstraksi kembali dengan 8 ml NaHCO3 20%. Lapisan air diasamkan dengan
H2SO4 10% sampai pH 3, lalu diekstraksi dengan 20 ml eter sebanyak empat
kali. Fraksi eter dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat, dan disaring. Filtrat
selanjutnya diuapkan sampai kering. Residu dilarutkan dalam 1 ml metanol dan
selanjutnya disebut fraksi TH.

 Hidrolisis Asam
Sebanyak 2 g ekstrak etanol ditambahkan ke dalam 20 ml akuades mendidih dan
diaduk selama 20 menit, kemudian disaring. Filtrat dihidrolisis dengan H2SO4
2N hingga pH 1 dalam penangas air pada suhu 90°C selama 2 jam. Hasil
hidrolisis lalu diekstraksi dengan 20 ml eter sebanyak empat kali. Fraksi eter
selanjutnya diuapkan hingga volume 20 ml dan diekstraksi kembali dengan 8 ml
NaHCO3 20%. Lapisan air diasamkan dengan H2SO4 10% sampai pH 3, lalu
diekstraksi dengan 20 ml eter sebanyak empat kali. Fraksi eter dikeringkan
dengan Na2SO4 anhidrat, dan disaring. Filtrat selanjutnya diuapkan sampai
kering. Residu dilarutkan dalam 1 ml metanol dan selanjutnya disebut fraksi HA.

 Hidrolisis Basa
Sebanyak 2 g ekstrak etanol ditambahkan ke dalam 20 ml akuades mendidih dan
diaduk selama 20 menit, kemudian disaring. Filtrat selanjutnya dihidrolisis
dengan NaOH 1N dalam tempat gelap pada suhu kamar selama 24 jam. Hasil
hidrolisis diasamkan dengan H2SO4 10% sampai pH 3, kemudian diekstraksi
dengan 20 ml eter sebanyak empat kali. Fraksi eter selanjutnya diuapkan hingga
volume 20 ml dan diekstraksi kembali dengan 8 ml NaHCO3 20%. Lapisan air
diasamkan dengan H2SO4 10% sampai pH 3, lalu diekstraksi dengan 20 ml eter
sebanyak empat kali. Fraksi eter dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat, dan
disaring. Filtrat diuapkan sampai kering. Residu dilarutkan dalam 1 ml metanol
dan selanjutnya disebut fraksi HB.

5. Pemisahan Asam Fenolat

Pemisahan asam fenolat dilakukan terhadap fraksi TH, HA, dan HB


menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan plat silika gel GF254 dan eluen
campuran benzena, asam asetat, dan metanol dengan perbandingan tertentu. Noda
yang nampak pada plat KLT diidentifikasi menggunakan penampak bercak diazo p-
nitroanilin selanjutnya dibasakan menggunakan Na2CO3 15%. Sebagai pembanding
digunakan asam galat, asam kafeat, asam ferulat, dan asam p-kumarat. Noda asam
fenolat yang mempunyai Rf sejajar dengan Rf noda asam fenolat pembanding,
selanjutnya dipisahkan dengan KLT preparatif hingga diperoleh isolat asam fenolat.

III.3 HASIL DAN

PEMBAHASAN

Ekstrak etanol dibuat dengan mengekstraksi serbuk daun binahong melalui


metode maserasi hingga menghasilkan ekstrak yang berwarna hijau tua dengan rendemen
6,176%.
tabel III.3.1 Hasil penampisan fitokimia serbuk daun binahong ekstrak n heksana
dan ekstrak etanol
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana tidak mengandung
asam fenolat karena dalam uji tanin galat memberikan hasil negatif. Akan tetapi pada
serbuk daun binahong dan ekstrak etanol mengandung asam fenolat karena dalam uji
tanin galat memberikan hasil positif.

Gambar III.3.2 Hasil KLT fraksi HB, TH, dan HA, serta asam fenolat pembanding
dengan eluen campuran benzena : asam asetat : methanol (50:50:1)

Keterangan :
F : asam ferulat pembanding
P : asam p-kumarat pembanding
K : asam kafeat pembanding
G : asam galat pembanding
HB : fraksi hidrolisis basa
TH : fraksi tanpa hidrolisis
HA : fraksi hidrolisis asam

Pada gambar terlihat adanya 1 P yaitu 0,89 sehingga noda B, T, A yang dihasilkan
kemungkinan adalah noda asam p-kumarat.

BAB IV
PENUTUP

 Kesimpulan
- Jenis asam fenolat yang terkandung dalam ekstrak etanol daun binahong diduga
merupakan asam kumarat.
- Cara identifikasi senyawa fenolat didalam daun binahong dilakukan dengan cara
KLT
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

 . . . . . , Metabolit Sekunder. http://id.wikipedia.org/wiki/Metabolit_sekunder.


diunduh tanggal 28 Oktober 2011.
 . . . . . , Ringkasan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1844/1/
06000441.pdf . diunduh tanggal 28 Oktober 2011.
 . . . . . , Senyawa Fenolik. http://farms-area.blogspot.com/2008/07/senyawa-
fenolik.html. diunduh tanggal 03 Oktober 2011.
 Lenny, Sovia. Senyawa Terpenoida dan Steroida.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1860/1/06003488.pdf . diunduh
tanggal 28 Oktober 2011.
 Pasaribu, Subur P. Uji Bioaktivitas Metabolit Sekunder Dari Daun Tumbuhan
Babadotan Ageratum conyzoides L.
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/62092329.pdf . diunduh tanggal 28 Oktober
2011.
 Sahel, Ray. Senyawa Fenolik dan Asam, Manfaat dari Fenol
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|
id&u=http://www.raysahelian.com/phenolic.html . diunduh tanggal 03 Oktober
2011.

Vous aimerez peut-être aussi