Vous êtes sur la page 1sur 28

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS ASFIKSIA BERAT

PADA BAYI NY. M USIA 0 HARI DI RUANG PERINATOLOGI


RSUD KOTA SALATIGA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Asuhan Keperawatan Anak

Dosen Pembimbing:
Dr. Anggorowati, M.Kep. Sp.Mat

Clinical Instructor:
Tri Lestari, S.Kep

Disusun:
Rizqi Amilia 22020114140090
Rianti Putri Tsani 22020114130122
Vita Agustin E. 22020114130130
Beny Isnaini P. 22020114120045
Yana Aprilina P. 22020114130128

DEPARTEMEN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asfiksia neonatorum merupakan kegagalan bernafas secara spontan,tidak
teratur dan tidak adekuat segera setelah lahir atau beberapa saat setelah lahir.
Keadaan ini disertai hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. (Kosim MS,
et al 2014). Keadaan asfiksaia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi
organ bayi seperti pengembtangan paru-paru. Adapun proses terjadinya asfiksia dapat
terjadi pada masa kehamilan, persalinan atau dapat terjadi segera setelah lahir. Asfiksia
merupakan salah satu keadaan patologis yang sering terjadi pada bayi baru lahir. Selain
itu kematian perinatal terbanyak disebabkan oleh asfiksia. Hal ini ditemukan baik di
lapangan atau di rumah sakit rujukan di Indonesia. (Wiknjosastro, 2010). Menurut
Depkes RI (2009) asfiksia menempati peringkat kedua setelah premature dan BBLR
dimana bayi dengan prematur dan BBLR sebesar 35 %, kemudian asfiksia lahir
sebesar 33,6%. Penyakit penyebab kematian kelompok umur 8-28 hari tertinggi
adalah infeksi sebesar 57,1% Selain itu profil kesehatan kota salatiga (2013)
menyebutkan bahwa dari 40 kasus kematian bayi 21 kasus disebabkan oleh asfiksia.
Faktor penyebab asfiksia adalah adanya penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti
hipertensi, paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu dengan resiko tinggi kehamilan
dapat juga disebabkan karena masalah pada plasenta seperti janin dengan solusio plasenta
ataupun faktor dari janin itu sendiri seperti terliliot tali pusat , kompresi tali pusat antara
janin dan jalan lahir. Kemudian faktor persalinan juga penting seperti waktu partus yang
lama, ataupun partus yang mendapatkan tindakan tertentu. ( Hidayat, A 2012).
Penanganan pada bayi dengan asfiksia harus cepat dan tepat. Langkah pertama
yang biasa dilakukan adalahpengkajian apgar pada bayi asfiksia ringan (7-10). asfiksia
sedang (4-6) dan asfiksia berat (0-3). sAdapun hal yang perlu diamati yaitu ada atau
tidaknya pernapasan cepat, pernapasan cuping hidung, sianosiss, nadi cepat, reflek
lemah, warna kulit biru, atau pucat. Adapaun tindakan yang diberikan pada bayi dengan
asfiksia yaitu memberikan oksigen yang adekuat, Selain itu jika kondisi bayi mengalami
asfiksia berat dan sudah diberikan oksigen namun belum ada perubahan, maka langkah
selanjutnya yang diambil adalah memasang ETT. berihkan jalan nafas melalui ETT. Jika
bayi sudah bernapas tetapi masih mengalami sianosis bayi dapat diberikan bikarbonat
7,5%, sebanyak 6 cc, Dekstrosa 40%, sebanyak 4 cc (Hidayat, A 2012).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan pengelolaan perinatal dengan masalah asfiksia
berat menggunakan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standart evidence
base practice secara komprehensif dan holistik.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan laporan ini yaitu penulis memperoleh
informasi pasien di ruang perinatal RSUD Salatiga serta dapat menjabarkan
tentang:
a. Hasil pengkajian data yang menunjang masalah keperawatan pada Bayi Ny.
M.
b. Diagnosa keperawatan pada bayi Ny. M.
c. Rencana keperawatan untuk masing- masing diagnosa keperawatan pada Bayi
Ny. M.
d. Pelaksanaan tindakan dan evaluasi keperawatan pada bayi Ny. M
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan
kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan
bayi selama atau sesudah persalinan (Prawirohardjo, 2005).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,
persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk
apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan
dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi
gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul (Depkes RI, 2005).
Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya
hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2005).
Asfiksia Neonatorum merupakan salah satu kondisi dimana bayi tidak dapat
bernapas secara spontan dan tidak teratur segera setelah laihr ( Beta dan Sowden, 2009)
Asfiksia berarti hipoksia yang progesif, penimbunan dan asidosis bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia
juga dapat mempengaruhi fungsi organ fital lainnya (Prawirohardjo, 2010)
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan dimanan kegagalan nafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Perubahan-perybahan yang terjadi pasa asfiksia
antara lain hipoksia, hipervapma, dan asidosis metabolik (Muslihatun, 2011).

B. Jenis
Ada dua macam jenis Asfiksia, yaitu :
1. Asviksia Livida (biru) ciri-cirinya : warna kulit kebiru-biruan, tonus otot masih baik,
reaksi rangsangan positif, bunyi jantung reguler, prognasi lebih baik.
2. Asfiksia Pillida (putih) ciri-cirinya : warna kulit pucat, tonus otot sudah berkurang,
tidak ada rektasi rangsangan, bunyi jantung irreguler, prognosis jelek.
(Prawirohardjo, 2010)

C. Etiologi
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi
darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi
di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia
bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia
pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi berikut ini(Huda &
Kusuma, 2015):
1. Faktor ibu
a. Preeklampsia dan eklampsia
b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c. Partus lama atau partus macet
d. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapsus tali pusat
3. Faktor Bayi
a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
c. Kelainan bawaan (kongenital)
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
D. Klasifikasi
Klasifikasi Asfiksia berdasarkan nilai APGAR
Nilai
No Klasifikasi Derajat Vitalitas
APGAR
Fress Stillbirth Tidak ada pernapasan
1 0
(bayi lahir mati) Tidak ada denyut jantung
2 Asfiksia Berat 1-3 Denyut jantung <40x/menit
Asfiksia Sedang Pernapasn tidak teratur,
3 4-6 megap-megap, atau tidak
ada pernapasan
Asfiksia Ringan / tanpa Tangisan kuat disertai
4 7-9
Asfiksia gerakan aktif
5 Bayi Normal 10

E. Tanda dan Gejala


1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus
dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang,
nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
h. Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100
x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap
refleks rangsangan.
Appnoe primer ditamdai dengan pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan
tonus neuromuscular menurun. Sedangkan appnoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut ,
bagi menunjukan pernafasan megap–megap yang dalam, denyut jantung terus menerus,
bayi terlihat lemah (pasif), pernafasan makin lama makin lemah
Tanda-Tanda Stadium I Stadium II Stadium III
Tingkat kesadaran Sangat waspada Lesu (letargia) Pinsan (stupor),
koma
Tonus otot Normal Hipotonik Flasid
Postur Normal Fleksi Disorientasi
Refleks Hyperaktif Hyperaktif Tidak ada
tendo/klenus
Mioklonus Ada Ada Tidak ada
Refleks morrow Kuat Lemah Tidak ada
Pupil Midriasis Miosis Tidak sama,
refleks cahaya
jelek
Kejang-kejang Tidak ada Lazim Deserebrasi
EEG Normal aktifitas Voltase Supresi ledakan
rendah kejang- sampai isoelektrik
kejang
Lamanya 24 jam jika ada 24 jam sampai 14 Beberapa hari
kemajuan hari sampai beberapa
minggu
Hasil akhir Baik Bervariasi Kematian, defisit
berat
Penilaian menurut score APGAR merupakan tes sederhana untuk memutuskan
apakah seorang bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan. Tes ini dapat dilakukan
dengan mengamati bayi segera setelah lahir (dalam menit pertama), dan setelah 5 menit.
Lakukan hal ini dengan cepat, karena jika nilainya rendah, berarti tersebut membutuhkan
tindakan.Observasi dan periksa :
A = “Appearance” (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.
P = “Pulse” (denyut). Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau palpasi
denyut jantung dengan jari.
G = “Grimace” (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit ke dua tumit kaki bayi
dengan jari. Perhaitkan reaksi pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika
lender pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender dari mulut dan
tenggorokannya dihisap.
A = “Activity”. Perhatikan cara bayi yang baru lahir menggerakkan kaki dan tangannya
atau tarik salah satu tangan/kakinya. Perhatikan bagaimana kedua tangan dan
kakinya bergerak sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut.
R = “Repiration” (pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi. Perhatikan
pernapasannya.
Tanda 0 1 2 Jumlah
Nilai
Frekwensi Tidak ada Kurang dari Lebih dari 100
jantung 100 x/menit x/menit
Usaha bernafas Tidak ada Lambat, Menangis kuat
tidak teratur
Tonus otot Lumpuh / Ekstremitas Gerakan aktif
lemas fleksi sedikit
Refleks Tidak ada Gerakan Menangis batuk
respon sedikit
Warna Biru / pucat Tubuh: Tubuh dan
kemerahan, ekstremitas
ekstremitas: kemerahan
biru
Apgar Skor : 7-10; bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
Apgar Skor 4-6; (Asfiksia Neonatorum sedang); pada pemeriksaan fisik akan terlihat
frekwensi jantung lebih dari 100 X / menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,
reflek iritabilitas tidak ada. Apgar Skor 0-3 (Asfiksia Neonatorum berat); pada
pemeriksaan fisik ditemukan frekwensi jantung kurang dari 100 X / menit, tonus otot
buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan /
persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan
bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat
reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan
yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung.
Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan
teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada
dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan
tekanan darah. Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan
keseimbangan asam dan basa pada neonatus.
Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut
terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen
tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada
kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara
alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru.
Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau
gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
F. Pathway

Resiko Persalinan lama, lilitan Faktor lain : obat-


Ketidakseimbangan tali pusat, presentasi obatan narkotik
suhu tubuh janin abnormal

Suplai O2 dlm darah ↓ ASFIKSIA Paralisis pusat pernapasan

Janin kekurangan O2 & Bersihan jalan


kadar CO 2↑ Paru-paru terisi cairan
napas tidak efektif

Nafas cepat Suplai O2 ke paru ↓ Gangguan metabolisme


& perubahan asam basa

Apneu Kerusakan otak


Asidosis respiratorik

Resiko cedera Kematian bayi


Gangguan perfusi ventilasi
DJJ & TD ↓
Proses keluarga
terhenti
Nafas cuping hidung,
sianosis, hipoksia
Ketidakefektifan Janin tidak
pola nafas bereaksi thd
rangsangan Gangguan pertukaran gas

Resiko syndrome
kematian bayi
mendadak

(Huda & Kusuma, 2015)


PATOFISIOLOGI
Janin yang kekurangan O2sedangkan kadar CO2-nya bertambah,
akanmenyebabkanmuncul rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut
jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus
vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus
sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan
mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air
ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin
lahir, alveoli tidak berkembang.Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan
ganti, denyut jantung mulai menurun. Sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara
berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Apabila bayi dapat brnapas
kembali secara teratur maka bayi mengalami asfiksia ringan.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun disebabkan karena terjadinya metabolisme anaerob yaitu
glikolisis glikogen tubuh yang sebelumnya diawali dengan asidosis respiratorik karena
gangguan metabolisme asam basa, Biasanya gejala ini terjadi pada asfiksia sedang -
berat, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flascid).
Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder.
Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2)
terus menurun. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga
menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel
otak yang dapat menimbulkan kematian ataugejala sisa pada kehidupan bayi
selanjutnya. Pada saat ini, Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak
akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan.
Gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan/
persalinan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan
menyebabkan kematian jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian O2 tidak
dimulai segera. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari
berat badan dan lamanya asfiksia.
G. Komplikasi
1. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga
terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan
ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema
otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini
dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke
organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos dada
2. USG kepala
3. Analisa gas darah
4. Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit
5. PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat
rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosisa
asfiksia pada bayi baru lahir menurut Prawirohardjo (2005), yaitu:
1. Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyutan dalam semenit. Selama his
frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula.
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 semenit di luar his, dan lebih-lebih jika
tidak teratur, hal ini merupakan tanda bahaya.
2. Mekonium Dalam Air Ketuban
Pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan harus
menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi
kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat
dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan Darah Janin
Alat yang digunakan : amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan
kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa
pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di
bawah 7.2, hal itu dianggap sebagai tanda bahaya. Selain itu kelahiran bayi yang
telah menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia
neonatorum, sehingga perlu diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut
jika terdapat asfiksia, tingkatnya perlu dikenal untuk dapat melakukan resusitasi
yang sempurna. Untuk hal ini diperlukan cara penilaian menurut APGAR.
4. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin/hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20
gr dan Ht 43%-61%), analisa gas darah dan serum elektrolit.
5. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-
antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum:
1. Pemantantauan golongan darah, denyut nadi, funsi dan sistem jantung dan baru
dengan melakukan resusitasi memberikan yang cukup serta memantau perkusi
jaringan tiap 2 sampai 4 jam
2. Mempertahankan jalan napas agar tetap kuat atau baik sehingga proses oksigenasi
cukup agar sirkulasi darah tetap baik (Hidayat, 2012)
Cara menagatasi asfiksia sebagai berikut:
1. Asfiksia ringan (7-9)
a. Bayi dibungkus dengan kain hangat
b. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada mulut kemudian hidung
c. Bersihakan badan dan tali pusat
d. Lakukan observasi TTV, pantau APGAR SCORE dan masukan kedalam
inkubator
2. Asfiksia sedang (4-6)
a. Bayi dibungkus dengan kain hangat
b. Letakan bayi pada meja resusitasi
c. Bersihkan jalan napas bayi
d. Berikan 2 liter permenit, bila berhasil teruskan perawatan selanjutnya.
e. Bila belum berhasil angsang pernapasan dengan menepuk, nepuk telapak kaki,
bila tidak berhasil juga pasang penlon masker di pompa box permenit.
f. Bila bayi sedah bernapas tapi masih cyanosis, beriakn terapi natrium dikarbonat
7,5 % sebanyak 6 cc,dektros 40% sebanyak 4 cc disuntikan melalui vena
umbilikalis, masukan perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya pendarah
intrakranial karena perubahan pH darah mendadak
3. Asfiksia berat (1-3)
a. Bayi dibungkus dengan kain hangat
b. Letakan bayi pada meja resusitasi
c. Bersihkan jalan napas bayi sambil pompa melalui ambubag
d. Beriakan 4-5 liter permenit
e. Bila tidak berhasil lakukan pemasangan ETT (endo cranial tube)
f. Bersihakan jalan napas melalui ETT
g. Bila bayi sedah bernapas tapi masih cyanosis, beriakn terapi natrium dikarbonat
7,5 % sebanyak 6 cc,dektros 40% sebanyak 4 cc disuntikan melalui vena
umbilikalis, masukan perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya pendarah
intrakranial karena perubahan pH darah mendadak (Prawirohardjo, 2010).
J. Asuhan Keperawatan Umum
1. Pengkajian Keperawatan
a. Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa,
jumlah saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan adalah pada umur
bayi karena berkaitan dengan diagnosa Asfiksia Neonatorum (Carpenito, 2000;
Izati, 2008).
b. Keluhan Utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak napas (Wong, dkkk,
2009).
c. Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi kepala
atau sungsang (Ghai, et al, 2010).
d. Kebutuhan dasar
1) Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh
terutama lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah
terjadinya aspirasi pneumonia (Snyder & Cloherty, 1998; Izati, 2008).
2) Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan BAB karena organ tubuh terutama
pencernaan belum sempurna (Ghai, et al, 2010).
3) Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat
BAB dan BAK, saat BAB dan BAK harus diganti popoknya (Ghai, et al,
2010).
4) Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak napas (Snyder & Cloherty, 1998;
Wong, dkkk, 2009).
5) Aktivitas
Biasanya bayi hiperaktif atau hipoaktif
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak napas,
pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium
pertama (Izati, 2008; Wong, dkkk, 2009).
2) Tanda-tanda Vital
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi, hipertermi atau hipotermi.
3) Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis, warna kulit tubuh merah, sedangkan
ekstremitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
4) Kepala
Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura belum
menutup dan kelihatan masih bergerak, kemungkinan ditemukan kaput
succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung.
5) Mata
Konjungtiva anemis / tidak anemis, tidak ada perdarahan pada konjungtiva,
sklera tidak ikterik. Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya.
6) Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernapasan cuping
hidung dan penumpukan lendir.
7) Telinga
Amati adanya kelainan dan kebersihan telinga.
8) Mulut
Pada umumnya, bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
9) Leher
Leher pada neonatus pendek, amati kebersihan leher.
10) Thoraks dan Dada
Bentuk simetris, terdapat tarikan dinding dada, heart rate lebih dari 100
x/menit. Pada dada biasanya ditemukan pernapasan yang irregular dan
frekuensi pernapasan yang cepat, adanya suara wheezing dan ronkhi (Snyder
& Cloherty, 1998; Izati, 2008).
11) Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae pada garis
papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites/tumor,
perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1-2 jam setelah
masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena saluran pencernaan
belum sempurna.
12) Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada tidaknya perdarahan dan tanda- tanda infeksi
pada tali pusat.
13) Genitalia
Pada neonatus aterm, testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara
uretra pada neonatus laki-laki, lihat labia mayor dan labia minor pada
neonatus perempuan, amati adanya sekresi mucus (keputihan) dan
perdarahan.
14) Anus
Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar, serta warna
dari feses.
15) Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang
atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
16) Neurology / reflek
Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada bayi dengan asfiksia antara
lain (Herdman, 2015; Nurarif & Kusuma, 2015):
a. Ketidakefektifan pola napas b.d. hiperventilasi (NANDA 00032. Domain 4
Activity/Rest. Class 4 Cardiovascular/Pulmonary Respons)
b. Hipotermi b.d. peningkatan kebutuhan oksigen (NANDA 00006. Domain 11
Safety/Protection. Class 6 Thermoregulation)
c. Defisit volume cairan b.d. kegagalan mekanisme regulasi (NANDA 00027.
Domain 2 Nutrition. Class 5 Hydration)
d. Diskontinuitas pemberian ASI b.d. perpisahan ibu-bayi (NANDA 00105. Domain
2 Nutrition. Class 1 Ingestion)
e. Gangguan pertukaran gas b.d. ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (NANDA
00030. Domain 3 Elimination and Exchange. Class 4 Respiration Function)
f. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh (NANDA 00005. Domain 11
Safety/Protection. Class 6 Thermoregulation)
g. Risiko sindrom kematian bayi mendadak (NANDA 00156. Domain 11
Safety/Protection. Class 2 Physic Injury)
h. Risiko cedera (NANDA 00035. Domain 11 Safety/Protection. Class 2 Physic
Injury)

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan untuk mengatasi diagnosa keperawatan masing-masing
diantaraya (Bulecheck, 2013):
a. Ketidakefektifan pola b.d. hiperventilasi
Ventilation Assistance (NIC 3390)
1) Posisikan untuk memfasilitasi ventilasi / perfusi yang sesuai
2) Bantu dengan perubahan posisi sesering mungkin
3) Posisikan untuk meminimalkan upaya pernapasan
4) Pantau kelelahan dan penggunaan otot pernapasan
5) Berikan dan pertahankan oksigen tambahan, sesuai indikasi
6) Kelola pemberian obat untuk mencegah hipoventilasi
Oxygen Therapy (NIC 3320)
1) Bersihkan mulut, hidung, trakea dari sekret
2) Pertahankan kepatenan jalan napas
3) Siapkan dan atur pemberian oksigen
4) Monitor aliran oksigen
5) Pertahankan posisi pasien
6) Obbservasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
7) Monitor adanya kecemasan bayi terhadap oksigenasi

b. Hipotermi b.d. peningkatan kebutuhan oksigen


Hypothermia Induced Theraphy (NIC 3790)
1) Pantau tanda-tanda vital, yang sesuai
2) Memonitor suhu pasien, menggunakan inti perangkat pemantauan suhu
terus-menerus, yang sesuai
3) Memonitor warna dan suhu kulit
4) Memantau adanya menggigil
5) Gunakan pemanasan wajah atau tangan atau membungkus isolator untuk
mengurangi respon menggigil, yang sesuai
6) Memberikan obat yang tepat untuk mencegah atau mengendalikan
menggigil
Infant Care: Newborn (NIC 6824)
1) Lakukan evaluasi Apgar pada 1 dan 5 menit setelah lahir
2) Memonitor suhu bayi baru lahir
3) Mempertahankan suhu tubuh bayi baru lahir yang memadai
4) Memonitor tingkat pernapasan dan pola bernapas
5) Memantau denyut jantung bayi yang baru lahir
6) Memonitor warna kulit bayi baru lahir

c. Defisit volume cairan b.d. kegagalan mekanisme regulasi


Fluid Management (NIC 4120)
1) Menjaga asupan akurat dan merekam keluaran
2) Memasukkan kateter urin, jika sesuai
3) Memonitor status hidrasi
4) Berkerut berat jenis, peningkatan BUN, penurunan hematokrit, dan
peningkatan kadar osmolalitas urin)
5) Memonitor status hemodinamik, termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP,
jika tersedia
6) Pantau tanda-tanda vital, jika perlu
Fluid Monitoring (NIC 4130)
1) Memantau asupan dan output
2) Memonitor serum dan elektrolit urin nilai, jika perlu
3) Memonitor albumin serum dan tingkat protein total
4) Memonitor serum dan urin tingkat osmolalitas
5) Memantau tekanan darah, denyut jantung, dan status pernapasan

d. Diskontinuitas pemberian ASI b.d. perpisahan ibu-bayi


Bottle Feeding (NIC 1052)
1) Hangatkan ASI atau susu formula sesuai dengan suhu ruangan
2) Peluk bayi saat memberikan ASI atau susu formula
3) Posisikan semi fowler bayi saat memberikan makan
4) Kontrol asupan cairan dengan mengatuir kelembutan putting botol, ukuran
lubang, dan ukuran botol
5) Menstimulasi bayi untuk menghisap dengan merangsang reflex rooting,
jika diperlukan
6) Tingkatkan kewaspadaan dan mengingkatkan bonding attachment
terhadap bayi dengan berbicara pada bayi
7) Isntruksikan orang tuan mauun petugas untuk memerhatkan kebersihan
botol dengan teknik steriliasi

e. Gangguan pertukaran gas b.d. ketidakseimbangan ventilasi-perfusi


Airway Management (NIC 3140)
1) Posisikan bayi untuk memaksimalkan ventilasi
2) Identifikasi pemasangan alat jalan napas buatan
3) Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan
4) Atur intake untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan
5) Monitor respirasi dan status oksigenasi
Respiratory Monitoring (NIC 3350)
1) Monitor rata-rata, kedalaman, irama, dan usaha respirasi
2) Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot bantu
pernapasan, retraksi dinding dada
3) Monitor suara dan pola napas, monitor adanya suara tambahan
4) Monitor kelelahan otot diafragma
5) Tentukan kebutuhan suction
6) Auskultasi paru setelah selesai intervensi

f. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh


Infant Care: Newborn (NIC 6824)
1) Pengaturan suhu untuk mencapai atau mempertahankan suhu tubuh dalam
range normal
2) Pantau suhu bayi sampai stabil
3) Pantau tekanan darah, nadi, dan pernapasan dengan tepat
4) Pantau warna dan suhu kulit
5) Pantau dan laporkan tanda dan gejala hipotermi dan hipertermi
6) Tingkatkan keadekuatan intake cairan dan nutrisi
7) Gunakan selimut hangat sesuai kebutuhan
8) Kolaboasikan pengobatan untuk mencegah menggigil pada bayi
9) Mandikan bayi dengan air hangat untuk menyesuaikan suhu tubuh dengan
tepat
Temperature Regulation (NIC 3900)
1) Monitor suhu tiap 2 jam secara kontinu
2) Monitor tekanan darah, nadi, dan pernapasan
3) Monitor warna dan suhu kulit
4) Monitor tanda hipotermi dan hipertermi
5) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
6) Selimuti bayi untuk mencegah hilangnya panas tubuh
7) Ajarkan keluarga tentang indikasi hipotermi dan penanganan yang diperlukan
8) Kolaborasikan obat antipiretik jika diperlukan

g. Risiko sindrom kematian bayi mendadak


Teaching: Infant Safety 0-3 Months (NIC 5645)
1) Ajarkan keluarga untuk tidak merokok di dekat bayi
2) Kaji faktor resiko prenatal seperti usia ibu terlalu muda
3) Instruksikan orang tua dan pengasuh untuk mengecek suhu air sebelum
memandikan bayi
Parent Education: Infant (NIC 5568)
1) Beri materi pendidikan kesehatan tentang strategi dan tindakan untuk
mencegah sindrom kematian bayi mendadak dengan resusitasi untuk
mengatasinya

h. Risiko cedera
Environmental Management (NIC 6480)
1) Sediakan lingkungan yang aman untuk bayi
2) Identifikasi kebutuhan keamanan bayi sesuai kondisi fisik
3) Hindari penempatan bayi di lingkungan yang berbahaya
4) Pasang side rail tempat tidur
5) Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
6) Batasi pengunjung
7) Kontrol lingkungan dari kebisingan
8) Singkirkan barang yang dapat membahayakan bayi
Diagnosa keperawatan pada bayi dengan asfiksia diantaranya yaitu gangguan
pertukaran gas, penurunan kardiac output, intoleransi aktivitas gangguan perfusi jaringan
(renal) resiko tinggi terjadinya infeksi, kurangnya pengetahuan (Hidayat, A 2012).
Adapun intervensi yang diberikan dari masing-masing diagnosa tersebut menurut
Hidayat A (2012) antara lain yaitu:
1. Gangguan pertukaran gas
a. Melakukan monitoring gas darah
b. Mengkaji denyut nsdi
c. Melakukan monitoring sistem jantung dan paru
d. Melakukan resusitasi
e. Memberikan oksigen yang adekuat
2. Penurunan curah jantung
a. Memonitoring jantung paru
b. Mengkaji tanda vita
c. Memonitor perfusi jaringan tiap 2-4 jam
d. Memonitor denyut nadi
e. Memonitor intake dan Output
f. Kolaborasi pemberian vasodilator
3. Intoleransi aktivitas
a. Menyediakan stimulasi lingkungan yang minimal
b. Melakukan kolaborasi analgesik sesuai kondisi
c. Menyediakan lingkunagan yang nyaman, bed yang bersih.
4. Gangguan perfusi jaringan
a. Mempertahankan intake dan output
b. Kolaborasi pemberian diuretik
c. Memonitor laboratorium urine lengkap
5. Resiko tinggi terjadi infeksi
a. Mengurangi tindakan yang menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial dengan
mengkaji dan menyediakan intervensi keperawatan dengan memperhatikan teknik
septik.
BAB III
PROSES ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
B. Analisa Data, Diagnosa Keperawatan, dan Intervensi Keperawatan
Hari/
N Diagnosa
Tanggal/ Data Fokus Masalah Etiologi Kriteria Hasil Rencana Intervensi Paraf
o Keperawatan
Jam
Senin, 1. Data Objektif: Gangguan Ketidakseimba Gangguan pertukaran Status pernafasan: Monitor Asam Basa
30/10/1017 - Dsypneu pertukaran ngan ventilasi- gas b.d pertukaran gas (NIC 1910)
11.15 WIB - Sianosis gas perfusi ketidakseimbangan (0402) a. Berikan posisi yang
- Somnolen ventilasi-perfusi Setelah dilakukan mendukung ventilasi :
- Letak bayi sungsang intervensi keperawatan menaikan posisi
- BB 2,1 kg selama 3 x 24 jam kepala dari tempat
- retraksi dada dalam saturasi oksigen tidur (semifowler)
- Klien terpasang meningkat dengan b. Berikan terapi oksigen
bantuan nafas CPAP kriteria hasil : c. Sediakan bantuan
- Skor APGAR 2 a. Sianosis berubah ventilator mekanik
(Asfiksia berat) dari skala 1 d. Cek AGD
- RR 86 rpm (deviasi berat dari Menejemen Ventilasi
kisaran normal: Mekanik Non Invasif
Data Subjektif: biru gelap) menjadi (NIC 3302)
- Keluarga skala 4 (deviasi a. Konsultasikan dengan
mengatakan kalau ringan: mendekati dokter terkait
kaki bayi terjepit warna kulit pemakaian jenis
kepala kembarannya normal) ventilator
b. Dispneu berubah (CPAP/BPAP)
dari 1 (sangat b. Observasi secara
berat: nilai PDS 7, berkelanjutan pada
anak menangis jam pertama
kencang) menjadi 3 penggunaan
(cukup: nilai PDS c. Monitor aktivitas yang
4, anak tenang) dapat meningkatkan
c. RR berubah dari 1 keb oksigen
(deviasi besar dari d. Monitor efek samping
skala normal : > 80 (iritasi kulit, dsypneu)
rpm) menjadi 3 Monitor TTV (NIC
(deviasi sedang 6680)
dari normal: ± 70 a. Monitor Tanda vital
rpm) (RR, Suhu, Nadi)
b. Monitor adanya
sianosis
(sentral/perifer)
c. Monitor oksimetri
nadi (SpO2)
Pencegahan Aspirasi
(NIC 3200)
a. Pertahankan
kepatenan jalan nafas
b. Monitor tingkat
kesadaran, reflek
batuk, kemampuan
menelan
c. Gunakan agen
prokinetik yang sesuai
d. Periksa residu selang
sebelum memberikan
makan
e. Jangan berikan
makan apabila aresid
terlalu banyak (lebih
dari 250cc
C. Implementasi Keperwatan
D. Evaluasi Keperawatan
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L., Sowden, Linda A. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta:
EGC.
Bulechek, G. M., Butcher, H K., Dochterman, J M., Wagner, C M. (2013). Nursing
interventions classification (nic). 6th edition. Elsevier.
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Depkes RI. 2009.
Depkes RI. (2005). Pelatihan Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir untuk Bidan. Jakarta.
Ghai, O.P., Paul, V.K., & Bagga, A. (2010). Essential pediatrics. Seventh Edition.
Herdman, T. H. (2015) (ed). Nanda international nursing diagnoses: definition and
classification 2015-2017. Oxford : Wiley-Blackwell.
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2012). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1.Jakarta: Salemba
Mediaka.
Hidayat,A.Aziz.(2005).Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1, Jakarta: Salemba Medika
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KAB_KOTA_2013/3373_Jaten
g_Kota_Salatiga_2013.pdf
Huda, A., Kusuma, Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Dignosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction
Izati, Y.N. (2008). Pola kejadian asfiksia pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan
komplikasi di rs di kabupaten serang dan pandeglang, provinsi banten
berdasarkan tempat tinggal ibu ketika akan melahirkan tahun 2003-2004. Depok:
Universitas Indonesia.
Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. (2014). Buku Ajar Neonatologi
Edisi Pertama (Cetakan Keempat). Jakarta: IDAI:11-12.
Muslihatun,Wati Nur. 2011. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita.Yogyakarta : Fitra Maya
Nurarif, Amin Huda., & Kusuma, Hardhi. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa medis dan nanda nic-noc. Edisi Revisi Jilid 1.Yogyakarta: Mediaction
Publishing.
Prawirohardjo. S. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Prawiryoharyo Jarwono. (2010). Buku Ajar Asuhan Kesehatan Maternal Dan Neonatal .
Jakarta :YPB.SP
Snyder, E.Y., & Cloherty, J.P. (1998). Manual of neonatal care: perinatal asphyxia. Edisi
Keempat. Philadelphia: Williams & Wilkins.
Wiknjosastro, H. (2010). Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.

Vous aimerez peut-être aussi