Vous êtes sur la page 1sur 14

Tata

Laksana
Nyeri
Saturday, 14 February 2009
Oleh : dr. I.B.G. Dwi Dharmayana, Dinas Kesehatan Propinsi Maluku Utara

Pengertian nyeri, menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri
adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif dan emosional yang tidak
menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan yang nyata, berpotensi
rusak, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Kerusakan jaringan yang nyata
misalnya terjadi pada nyeri akibat luka operasi. Berpotensi rusak misalnya pada nyeri
dada karena penyakit jantung (Angina Pectoris) dimana timbul nyeri sebagai pertanda
akan terjadi kerusakan atau berpotensi rusak pada otot- otot jantung bila tidak ditangani
secara benar. Menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan misalnya nyeri yang timbul
setelah sembuh dari penyakit herpes (Neuralgia Pasca Herpetica), dimana terjadi nyeri
meskipun tidak ada kerusakan jaringan.aat, terima kasih.(*)

Rasa nyeri adalah anugerah dari Tuhan dan merupakan masalah unik, karena sebagai
suatu tanda mekanisme perlindungan diri, contoh sederhana bila tangan menyentuh bara
api maka pada orang normal akan merasakan panasnya bara api kemudian secara spontan
akan menjauhkan tangan dari sumber panas tersebut. Bisa dibayangkan seandainya kita
tidak bisa merasakan panas atau nyeri maka akan terbakarlah tangan oleh bara api
tersebut.

Bila nyeri tidak ditangani secara benar maka dapat menyebabkan kerusakan jaringan lebih
lanjut, contohnya nyeri setelah operasi, nyeri setelah sembuh dari penyakit herpes, bila
tidak ditangani secara benar maka akan menjadi nyeri kronis yang merupakan
permasalahan besar dan sulit ditangani karena terjadi perubahan ekspresi dari saraf- saraf.
Nyeri seperti inilah yang diklasifikasikan sebagai nyeri kronis yang ditandai dengan
adanya persepsi nyeri tanpa kerusakan jaringan.

Berdasarkan mekanismenya, nyeri dibagi menjadi nyeri akut, nyeri kronik dan nyeri
kanker. Nyeri akut adalah nyeri dengan tanda inflamasi, biasanya berlangsung beberapa
hari sampai proses penyembuhan. Tanda- tanda utama inflamasi adalah: rubor (kemerahan
jaringan), kalor (kehangatan jaringan), tumor (pembengkakan jaringan), dolor (nyeri
jaringan), fungsio laesa (kehilangan fungsi jaringan).

Nyeri kronik adalah nyeri tanpa tanda inflamasi, waktu berlangsungnya lama atau
merupakan ikutan dari proses akut, dimana nyeri masih berlangsung meskipun kerusakan
jaringan sudah sembuh. Nyeri kanker merupakan kombinasi dari nyeri akut dan nyeri
kronis dimana ada suatu proses inflamasi kemudian nyeri berlangsung terus- menerus
sesuai dengan perkembangan kankernya, bilamana kanker tidak ditangani.

Berdasarkan kualitasnya nyeri dibagi menjadi: nyeri ringan, nyeri sedang dan nyeri berat.
Pada nyeri ringan biasanya pasien secara obyektif dapat berkomunikasi dengan baik. Pada
nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. Pada nyeri berat
secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon
terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya,
tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang.

Kwalitas nyeri dipengaruhi juga oleh faktor psikis. Contoh kasus misalnya bila seorang
tukang ketik dan seorang petani sama- sama mengalami luka pada jari tangan, maka si
tukang ketik akan merasakan lebih nyeri pada jari tangan karena berhubungan dengan
psikis mengingat jarinya identik dengan alat untuk mencari nafkah, sedangkan seorang
petani misalnya cenderung akan merasakan kurang nyeri karena menganggap luka di jari
tangan sebagai hal yang biasa dan mengabaikan saja.

Mekanisme nyeri, nyeri timbul setelah menjalani proses transduksi, transmisi, modulasi
dan persepsi. Transduksi adalah rangsang nyeri diubah menjadi depolarisasi membran
reseptor yang kemudian menjadi impuls saraf. Transmisi, saraf sensoris perifir yang
melanjutkan rangsang ke terminal di medula spinalis disebut sebagai neuron aferen
primer, jaringan saraf yang naik dari medula spinalis ke batang otak dan talamus disebut
neuron penerima kedua, neuron yang menghubungkan dari talamus ke kortek serebri
disebut neuron penerima ketiga. Modulasi nyeri dapat timbul di nosiseptor perifer, medula
spinalis atau supraspinal. Modulasi ini dapat menghambat atau memberi fasilitasi.
Persepsi, nyeri sangat dipengaruhi oleh faktor subyektif, walaupun mekanismenya belum
jelas.

Zat- zat penghasil nyeri, pembedahan akan menyebabkan kerusakan sel dengan
konsekuensi akan mengeluarkan zat- zat kimia bersifat algesik yang berkumpul di
sekitarnya dan dapat menimbulkan nyeri. Zat mediator inflamasi tersebut diantaranya:
bradikinin, histamin, katekolamin, sitokinin, serotonin, lekotrien, prostaglandin dan
substansi-P. Nyeri dapat berlangsung berjam- jam sampai berhari- hari.

Respons sistemik terhadap nyeri, nyeri akut berhubungan dengan respons neuroendokrin
sesuai derajat nyerinya. Nyeri akan menyebabkan peningkatan hormon katabolik dan
penurunan hormon anabolik. Manifestasi nyeri dapat berupa hipertensi, takikardi,
hiperventilasi (kebutuhan Oksigen dan produksi karbon dioksida meningkat), tonus
sfingter saluran cerna dan saluran air kemih meningkat (ileus, retensi urin).

Skala nyeri, pengetahuan tentang nyeri penting untuk menyusun program pengobatan
nyeri setelah pembedahan. Derajat nyeri dapat diukur dengan macam- macam cara,
misalnya tingkah laku pasien, skala verbal dasar, skala analog visual. Secara sederhana
nyeri setelah pembedahan pada pasien sadar dapat langsung ditanyakan pada yang
bersangkutan dan biasanya dikatagorikan sebagai: tidak nyeri (none), nyeri ringan (mild,
slight), nyeri sedang (moderate), nyeri berat (severe) dan sangat nyeri (very severe,
intolerable).

Metoda pengobatan nyeri, sesuai dengan step ledder dari WHO maka untuk mengatasi
nyeri ringan digunakan obat anti inflamasi non steroid, untuk mengatasi nyeri sedang
digunakan obat anti inflamasi non steroid dikombinasi dengan golongan opioid lemah dan
untuk mengatasi nyeri berat digunakan obat anti inflamasi non steroid dikombinasi
dengan golongan opioid kuat. Selain pengobatan diatas kadang dibutuhkan juga
pengobatan tambahan diantaranya obat sedatif bila nyeri disertai stress, pengobatan
akupunktur untuk mengatasi nyeri kronik, sampai blok anestesi. Untuk masyarakat umun
bila mengalami nyeri disarankan untuk segera berkonsultasi ke dokter untuk mendapatkan
pengobatan sesuai dengan masalah nyeri yang dialami.

Metoda pengobatan nyeri dapat dengan cara sistemik (oral, rectal, transdermal,
sublingual, subkutan, intramuscular, intravena atau perinfus). Cara yang sering digunakan
dan paling digemari ialah intramuscular opioid. Metoda regional misalnya dengan
epidural opioid atau intraspinal opioid. Kadang- kadang digunakan metoda infiltrasi pada
luka operasi sebelum pembedahan selesai misalnya pada sirkumsisi atau pada luka operasi
usus buntu (apendektomi)

Begitu pentingnya pengetahuan nyeri, maka saat ini nyeri merupakan tanda vital kelima,
setelah tekanan darah, denyut nadi, pernafasan, dan suhu tubuh. Demikianlah tulisan ini
yang berusaha menyampaikan tambahan pengetahuan dalam pemahaman terhadap nyeri
yang sering dialami dalam kehidupan sehari- hari, semoga bermanf

 Home
 Nursing theory

Search

Nyeri
July 11, 2008 – 5:55 am

Pengertian

Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, rasa nyeri timbul bila ada jaringan
tubuh yang rusak, dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara
memindahkan stimulus nyeri.
Nyeri merupakan suatu fenomena yang kompleks.
Nyeri merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh manusia yang dapat
mengindikasikan bahwa seseorang mengalami masalah.
Nyeri adalah suatu antithesis dari rasa senang atau suatu keadaan yang tidak
menyenangkan (Aristoteles).
Nyeri adalah sesuatu yang abstrak yang ditimbulkan oleh adanya perasaan terluka pada
diri seseorang misalnya, adanya stimulus yang merusak jaringan tubuh dan nyeri
merupakan pola respon yang dilakukan seseorang untuk melindungi organisme dari
kerusakan (Richard Sternback).
Nyeri bersifat subjektif. Nyeri adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat
dari adanya rangsangan baik fisik maupun psikologis.

Fisiologi perjalanan nyeri :


Reseptor nyeri yang jumlahnya jutaan di tubuh, menerima sensasi yang kemudian dibawa
ke spinal cord yaitu pada daerah kelabu dilanjutkan ke traktus spinothalamikus
selanjutnya ke korteks serebral. Mekanismenya sebagai berikut ;

 Alur nyeri dari tangan yang terbakar mengeluarkan zat kimia bradykinin,
prostaglandin kemudian merangsang ujung reseptor saraf yang kemudian
membantu transmisi nyeri dari tangan yang terbakar ke otak.
 Impuls disampaikan ke otak melalui nervus ke kornu dorsalis pada spinal cord.
 Pesan diterima oleh thalamus sebagai pusat sensori pada otak.
 Impuls dikirim ke corteks dimana intensitas dan lokasi nyeri dirasakan.
 Penurunan nyeri dimulai sebagai signal dari otak, turun melalui spinal cord.
 Pada kornu dorsalis zat kimia seperti endorfin dikeluarkan untuk menurunkan
nyeri.

Teori “Gate Control” nyeri


Teori ini menyatakan bahwa : saraf berdiameter kecil menghantarkan stimulus nyeri ke
otak, sedangkan saraf berdiameter besar berusaha menghambat transmisi impuls nyeri
dari spinal cord ke otak. Mekanisme ini terjadi pada sel-sel substancia gelatinosa pada
kornu dorsalis di spinal cord.

Sumber nyeri
Nyeri berdasarkan asalnya ada 2 yaitu nyeri somatik dan nyeri viseral. Nyeri somatik
berasal dari lapisan dinding tubug dan nyeri viseral berasal dari organ-organ internal yang
berada dalam rongga thorak, abdomen dan kranium.
Nyeri dapat berasal dari fisik atau psikologik dan dapat terjadi secara “concomitants”.
Nyeri memiliki suatu ambang / “treshold” dan ambang ini dicapai secara berbeda.
Ambang dicapai oleh karena adanya hambatan transmisi impuls nyeri dari spinal cord ke
otak. Mekanisme ini terjadi pada sel-sel substansia gelatinosa pada kornu dorsalis di
spinal cord.

Klasifikasi nyeri dapat dibagi menurut :


a. dua rasa nyeri utama yaitu :
nyeri cepat: bila diberikan stimulus nyeri maka rasa nyeri cepat timbul dalam waktu
kira-kira 0,1 detik.
Rasa nyeri cepat juga digambarkan dengan banyak nama pengganti seperti : rasa nyeri
tajam, rasa nyeri tertusuk, rasa nyeri akut, dan rasa nyeri elektrik
nyeri lambat: timbul setelah 1 detik atau lebih dan kemudian secara perlahan
bertambah selama beberapa detik dan kadang kala bahkan beberapa menit.
Rasa nyeri lambat juga mempunyai banyak nama tambahan seperti rasa nyeri terbakar
lambat, nyeri pegal, nyeri berdenyut, nyeri mual dan nyeri kronik.
b. Waktu nyeri
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi tiba-tiba, intensitasnya bervariasi dari sedang
sampai dengan berat dan berakhir dalam periode singkat sampai dengan kurang dari 6
bulan.
Nyeri kronis adalah : nyeri yang intermitten atau persisiten dan berakhir lebih dari 6
bulan misalnya nyeri pada penyakit kanker.

Respon Terhadap Nyeri :

 Respon perilaku

Menghindar dari stimulus


Meringis atau menangis
Diam menahan
Melindungi area yang nyeri

 Respon Fisiologik

Respon simpatetik (Pada nyeri akut atau superficial) dan merupakan respon homeostatis

1. Peningkatan tekanan darah


2. Peningkatan denyut nadi dan pernafasan
3. Dilatasi pupil
4. Ketegangan otot dan kaku
5. Dingin pada perifer
6. Sering buang air kecil
7. Kadar gula darah meningkat

Respon Parasimpatetik (pada nyeri berat) dan menunjukkan bahwa tidak mampu lagi
melakukan homeostatis.

1. Mual dan muntah


2. Penurunan kesadaran
3. Penurunan tekanan darah
4. Penurunan nadi
5. tekanan darah
6. Penurunan nadi
7. Pernafasan cepat dan tidak teratur
8. Lemah

 Respon Afektif

1. Diam tidak berdaya


2. “withdrawl” (menolak)
3. Depresi
4. Marah
5. Takut
6. Tidak punya harapan
7. Tidak punya kekuatan

Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri :

1. Budaya (etnis, keluarga, jenis kelamin, usia)


2. Agama
3. Strategi menyelesaikan masalah (“coping strategy”)
4. Dukungan dari lingkungan
5. Kecemasan atau stressor lain
6. Pengalaman sakit yang lalu

Pengukuran skala nyeri


Persepsi nyeri mencakup proses sensasi ketika stimulus nyeri terjadi dan berhubungan
dengan interpretasi nyeri oleh seseorang. Ambang nyeri adalah intensitas terendah dari
stimulus nyeri yang dapat menyebabkan seseorang mengenal nyeri. Sebenarnya ambang
nyeri itu jika tanpa adaptasi, sama pada setiap orang, akan tetapi proses adaptasi setiap
orang tidaklah sama sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan ambang nyeri pada
setiap orang karena adanya perubahan sesuai dengan adaptasi yang dialami setiap orang.
Nyeri pada dasarnya adalah “personal experience” / pengalaman seseorang individu. Jadi
dengan demikian persepsi nyeri itu sangat individual dan unik pada setiap orang. Durasi,
Berat/Intensitas, Kualitas, Periode dari Nyeri. Nyeri itu suatu perasaan campuran dan
terjadi pada berbagai tingkatan. http://masdanang.co.cc/?p=30
Pengukuran Nyeri

Tipe Pengukuran Nyeri

Ada 3 tipe pengukuran nyeri yaitu : self-report measure, observational measure, dan
pengukuran fisiologis.

Self-report measure

Pengukuran tersebut seringkali melibatkan penilaian nyeri pada beberapa jenis skala
metrik. Seorang peenderita diminta untuk menilai sendiri rasa nyeri yang dirasakan
apakan nyeri yang berat (sangat nyeri), kurang nyeri dan nyeri sedang. Menggunakan
buku harian merupakan cara lain untuk memperoleh informasi baru tentang nyerinya jika
rasa nyerinya terus menerus atau menetap atau kronik. Cara ini sangat membantu untuk
mengukur pengaruh nyeri terhadap kehidupan pasien tersebut. Penilaian terhadap
intensitas nyeri, kondisi psikis dan emosional atau keadaan affektif nyeri juga dapat
dicatat. Self-report dianggap sebagai standar gold untuk pengukuran nyeri karena
konsisten terhadap definisi/makna nyeri. Yang termasuk dalam self-report measure adalah
skala pengukuran nyeri (misalnya VRS, VAS, dll), pain drawing, McGill Pain Quesioner,
Diary, dll).

Observational measure (pengukuran secara observasi)

Pengukuran ini adalah metode lain dari pengukuran nyeri. Observational measure
biasanya mengandalkan pada seorang terapis untuk mencapai kesempurnaan pengukuran
dari berbagai aspek pengalaman nyeri dan biasanya berkaitan dengan tingkah laku
penderita. Pengukuran ini relatif mahal karena membutuhkan waktu observasi yang lama.
Pengukuran ini mungkin kurang sensitif terhadap komponen subyektif dan affektif dari
nyeri. Yang termasuk dalam observational measure adalah pengukuran tingkah laku,
fungsi, ROM, dan lain-lain.

Pengukuran fisiologis

Perubahan biologis dapat digunakan sebagai pengukuran tidak langsung pada nyeri akut,
tetapi respon biologis pada nyeri akut dapat distabilkan dalam beberapa waktu karena
tubuh dapat berusaha memulihkan homeostatisnya. Sebagai contoh, pernapasan atau
denyut nadi mungkin menunjukkan beberapa perubahan yang kecil pada awal migrain
jika terjadi serangan yang tiba-tiba dan keras, tetapi beberapa waktu kemudian perubahan
tersebut akan kembali sebelum migrain tersebut menetap sekalipun migrainnya
berlangsung lama. Pengukuran fisiologis berguna dalam keadaan dimana pengukuran
secara observasi lebih sulit dilakukan. Yang termasuk dalam pengukuran fisiologis adalah
pemeriksaan denyut nadi, pernapasan, dll.
Jenis-jenis Pengukuran Nyeri

Pengukuran nyeri terdiri dari pengukuran komponen sensorik (intensitas nyeri) dan
pengukuran komponen afektif (toleransi nyeri).

Pengukuran komponen sensorik

Ada 3 metode yang umumnya digunakan untuk memeriksa intensitas nyeri yaitu Verbal
Rating Scale (VRS), Visual Analogue Scala (VAS), dan Numerical Rating Scale (NRS).

VRS adalah alat ukur yang menggunakan kata sifat untuk menggambarkan level
intensitas nyeri yang berbeda, range dari “no pain” sampai “nyeri hebat” (extreme pain).
VRS merupakan alat pemeriksaan yang efektif untuk memeriksa intensitas nyeri. VRS
biasanya diskore dengan memberikan angka pada setiap kata sifat sesuai dengan tingkat
intensitas nyerinya. Sebagai contoh, dengan menggunakan skala 5-point yaitu none (tidak
ada nyeri) dengan skore “0”, mild (kurang nyeri) dengan skore “1”, moderate (nyeri yang
sedang) dengan skore “2”, severe (nyeri keras) dengan skor “3”, very severe (nyeri yang
sangat keras) dengan skore “4”. Angka tersebut berkaitan dengan kata sifat dalam VRS,
kemudian digunakan untuk memberikan skore untuk intensitas nyeri pasien. VRS ini
mempunyai keterbatasan didalam mengaplikasikannya. Beberapa keterbatasan VRS
adalah adanya ketidakmampuan pasien untuk menghubungkan kata sifat yang cocok
untuk level intensitas nyerinya, dan ketidakmampuan pasien yang buta huruf untuk
memahami kata sifat yang digunakan

Numeral Rating Scale adalah suatu alat ukur yang meminta pasien untuk menilai rasa
nyerinya sesuai dengan level intensitas nyerinya pada skala numeral dari 0 – 10 atau 0 –
100. Angka 0 berarti “no pain” dan 10 atau 100 berarti “severe pain” (nyeri hebat).
Dengan skala NRS-101 dan skala NRS-11 point, dokter/terapis dapat memperoleh data
basic yang berarti dan kemudian digunakan skala tersebut pada setiap pengobatan
berikutnya untuk memonitor apakah terjadi kemajuan.

VAS adalah alat ukur lainnya yang digunakan untuk memeriksa intensitas nyeri dan
secara khusus meliputi 10-15 cm garis, dengan setiap ujungnya ditandai dengan level
intensitas nyeri (ujung kiri diberi tanda “no pain” dan ujung kanan diberi tanda “bad
pain” (nyeri hebat). Pasien diminta untuk menandai disepanjang garis tersebut sesuai
dengan level intensitas nyeri yang dirasakan pasien. Kemudian jaraknya diukur dari batas
kiri sampai pada tanda yang diberi oleh pasien (ukuran mm), dan itulah skorenya yang
menunjukkan level intensitas nyeri. Kemudian skore tersebut dicatat untuk melihat
kemajuan pengobatan/terapi selanjutnya. Secara potensial, VAS lebih sensitif terhadap
intensitas nyeri daripada pengukuran lainnya seperti VRS skala 5-point karena responnya
yang lebih terbatas. Begitu pula, VAS lebih sensitif terhadap perubahan pada nyeri kronik
daripada nyeri akut (Carlson, 1983 ; McGuire, 1984). Ada beberapa keterbatasan dari
VAS yaitu pada beberapa pasien khususnya orang tua akan mengalami kesulitan
merespon grafik VAS daripada skala verbal nyeri (VRS) (Jensen et.al, 1986; Kremer
et.al, 1981). Beberapa pasien mungkin sulit untuk menilai nyerinya pada VAS karena
sangat sulit dipahami skala VAS sehingga supervisi yang teliti dari dokter/terapis dapat
meminimalkan kesempatan error (Jensen et.al, 1986). Dengan demikian, jika memilih
VAS sebagai alat ukur maka penjelasan yang akurat terhadap pasien dan perhatian yang
serius terhadap skore VAS adalah hal yang vital (Jensen & Karoly, 1992).
http://dhaenkpedro.wordpress.com/pengukuran-nyeri/

...K E J A R...
asa, mimpi, cita, visi, dan ridho-Nya

Rekans, pepatah mengatakan, "Apabila engkau akan melakukan perjalanan jarak pendek,
maka lakukan sendirian. Namun apabila engkau akan melakukan perjalanan jarak jauh,
maka ajaklah teman-teman anda". Saya bertekad blog ini sebagai awal dari perjalanan
jarak jauh yang fantastis, sehingga saya memutuskan untuk mengundang beberapa pihak
untuk berpartisipasi. (http://dikkyz.blogspot.com/2007/11/selamat-bergabung-rekan-
tim.html)

Monday, December 03, 2007


Nyeri Sebagai Mekanisme Pertahanan Tubuh

Seringkali kita merasakan nyeri dan buru-buru menyalahkan dan tidak


senang dengan rasa nyeri tersebut. Tunggu dulu, justru rasa nyeri adalah sebuah pertanda
akan sesuatu di dalam tubuh kita. Ibaratnya, nyeri adalah alert system yang memberitahu
kita tentang sesuatu yang harus kita tindaklanjuti. Apabila kita tidak memiliki rasa nyeri,
tidak ada sirine berbunyi ketika sesuatu yang buruk mengancam kita.

Nyeri dapat didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan. Hampir setiap orang pernah mengalami nyeri
dalam kehidupannya. Nyeri dapat dinyatakan sebagai kemeng, ngilu, linu atau pegal.
Nyeri yang bersumber pada viscera (organ dalam) bersifat difus, yang berasal dari otot
skeletal dinyatakan pegal, yang berasal dari tulang dituturkan sebagai kemeng, ngilu atau
linu dan yang bersumber pada saraf tepi bersifat tajam. Lalu apakah nyeri hanyalah suatu
rasa sakit yang tidak menyenangkan dan selalu mengganggu kita?
Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan
jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian ditransmisikan melalui
serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medula
spinalis, talamus, dan korteks serebri. Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan
didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi
sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan
nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin) dan agen kimiawi yang
dilepaskan karena trauma/inflamasi.

Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan onset, akut atau kronik. Nyeri akut biasanya
berkaitan dengan kerusakan jaringan akut yang durasinya antara beberapa jam sampai
beberapa hari. Biasanya intensitasnya tajam, lebih terlokalisir, dirasakan selama kelainan
patologik masih ada di jaringan. Setelah periode penyembuhan, reseptor nyeri segera
pulih dengan nilai ambang stimulus yang normal. Nyeri kronik timbul setelah proses akut
membaik atau berkaitan dengan jejas non spesifik. Nyeri ini menetap lebih dari tiga
bulan. Intensitasnya lebih tumpul namun sensasinya terus menerus.

Berdasar patofisiologinya nyeri dibedakan menjadi nyeri nosiseptif yang timbul akibat
stimulasi reseptor nyeri yang berasal dari organ visceral atau somatik. Stimulus nyeri
berkaitan dengan inflamasi jaringan, deformasi mekanik, injuri yang sedang berlangsung
atau destruksi. Nyeri neuropatik berasal dari suatu proses pada sistem saraf sentral
maupun perifer. Misal neuropati diabetika, neuralgia trigeminal, neuralgia paska herpes.
Nyeri psikologik timbul sebagai reaksi konversi seperti gangguan somatisasi dan reaksi
histeri. Nyeri campuran atau nonspesifik biasanya dipandang sebagai nyeri dengan
mekanisme yang tidak diketahui atau dicurigai mempunyai mekanisme yang bermacam-
macam. Contoh nyeri kepala rekuren.

Kualitas dan intensitas rasa nyeri dipengaruhi oleh kepribadian penderita, ambang rasa
nyeri dan faktor-faktor psikologis.

Sebenarnya nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh. Nyeri menjadi sinyal bahwa
terdapat kerusakan pada tubuh. Misalnya bertopang dagu dengan tangan kiri dalam
jangka waktu yang lama dapat menyebabkan aliran darah ke kulit tangan kiri berkurang
sehingga terjadi kerusakan jaringan setempat (iskemia) dan timbul rasa nyeri akibat
penekanan dagu. Maka kita akan berganti tangan kanan atau berganti posisi. Seandainya
kita tidak merasakan nyeri maka kerusakan jaringan akan bertambah luas dan dapat
berakibat kematian jaringan.

Penderita trauma tulang belakang dengan kerusakan di medula spinalis dapat kehilangan
rasa nyeri. Penderita tersebut bila mengalami kelumpuhan dan harus berbaring terus
dalam jangka waktu yang lama dan jarang berubah posisi, makin lama akan timbul luka
(ulserasi) pada bagian yang tertekan. Sedangkan penderita tidak merasa sakit dan tidak
menyadari bila kerusakan jaringan semakin luas.

Meski nyeri merupakan suatu hal yang tidak menyenangkan dan cenderung
menggganggu, namun disisi lain kita masih bisa mensyukurinya dan mengambil hikmah
bahwa tubuh masih memiliki respon yang bagus dan pertanda tubuh membutuhkan suatu
pertolongan.

http://dikkyz.blogspot.com/2007/12/nyeri-sebagai-mekanisme-pertahanan.html

Nyeri Sebagai Mekanisme


Pertahanan Tubuh
Rabu, 12 Desember 2007
Page 1 of 2 Article Index
Nyeri Sebagai Mekanisme Pertahanan Tubuh
Page 2

Seringkali kita merasakan


nyeri dan buru-buru menyalahkan dan tidak senang dengan rasa nyeri tersebut. Tunggu
dulu, justru rasa nyeri adalah sebuah pertanda akan sesuatu di dalam tubuh kita. Ibaratnya,
nyeri adalah alert system yang memberitahu kita tentang sesuatu yang harus kita
tindaklanjuti. Apabila kita tidak memiliki rasa nyeri, tidak ada sirine berbunyi ketika
sesuatu yang buruk mengancam kita.

Nyeri dapat didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan. Hampir setiap orang pernah mengalami nyeri
dalam kehidupannya. Nyeri dapat dinyatakan sebagai kemeng, ngilu, linu atau pegal.
Nyeri yang bersumber pada viscera (organ dalam) bersifat difus, yang berasal dari otot
skeletal dinyatakan pegal, yang berasal dari tulang dituturkan sebagai kemeng, ngilu atau
linu dan yang bersumber pada saraf tepi bersifat tajam. Lalu apakah nyeri hanyalah suatu
rasa sakit yang tidak menyenangkan dan selalu mengganggu kita?

Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan
jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian ditransmisikan melalui
serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medula
spinalis, talamus, dan korteks serebri. Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan
didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi
sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan
nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin) dan agen kimiawi yang
dilepaskan karena trauma/inflamasi.

Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan onset, akut atau kronik. Nyeri akut biasanya
berkaitan dengan kerusakan jaringan akut yang durasinya antara beberapa jam sampai
beberapa hari. Biasanya intensitasnya tajam, lebih terlokalisir, dirasakan selama kelainan
patologik masih ada di jaringan. Setelah periode penyembuhan, reseptor nyeri segera
pulih dengan nilai ambang stimulus yang normal. Nyeri kronik timbul setelah proses akut
membaik atau berkaitan dengan jejas non spesifik. Nyeri ini menetap lebih dari tiga bulan.
Intensitasnya lebih tumpul namun sensasinya terus menerus.

Berdasar patofisiologinya nyeri dibedakan menjadi nyeri nosiseptif yang timbul akibat
stimulasi reseptor nyeri yang berasal dari organ visceral atau somatik. Stimulus nyeri
berkaitan dengan inflamasi jaringan, deformasi mekanik, injuri yang sedang berlangsung
atau destruksi. Nyeri neuropatik berasal dari suatu proses pada sistem saraf sentral
maupun perifer. Misal neuropati diabetika, neuralgia trigeminal, neuralgia paska herpes.
Nyeri psikologik timbul sebagai reaksi konversi seperti gangguan somatisasi dan reaksi
histeri. Nyeri campuran atau nonspesifik biasanya dipandang sebagai nyeri dengan
mekanisme yang tidak diketahui atau dicurigai mempunyai mekanisme yang bermacam-
macam. Contoh nyeri kepala rekuren.

Kualitas dan intensitas rasa nyeri dipengaruhi oleh kepribadian penderita, ambang rasa
nyeri dan faktor-faktor psikologis.

Sebenarnya nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh. Nyeri menjadi sinyal bahwa
terdapat kerusakan pada tubuh. Misalnya bertopang dagu dengan tangan kiri dalam jangka
waktu yang lama dapat menyebabkan aliran darah ke kulit tangan kiri berkurang sehingga
terjadi kerusakan jaringan setempat (iskemia) dan timbul rasa nyeri akibat penekanan
dagu. Maka kita akan berganti tangan kanan atau berganti posisi. Seandainya kita tidak
merasakan nyeri maka kerusakan jaringan akan bertambah luas dan dapat berakibat
kematian jaringan.

Penderita trauma tulang belakang dengan kerusakan di medula spinalis dapat kehilangan
rasa nyeri. Penderita tersebut bila mengalami kelumpuhan dan harus berbaring terus
dalam jangka waktu yang lama dan jarang berubah posisi, makin lama akan timbul luka
(ulserasi) pada bagian yang tertekan. Sedangkan penderita tidak merasa sakit dan tidak
menyadari bila kerusakan jaringan semakin luas.

Meski nyeri merupakan suatu hal yang tidak menyenangkan dan cenderung
menggganggu, namun disisi lain kita masih bisa mensyukurinya dan mengambil hikmah
bahwa tubuh masih memiliki respon yang bagus dan pertanda tubuh membutuhkan suatu
pertolongan.
http://www.dikkyzulfikar.com/index.php?
option=com_content&task=view&id=21&Itemid=48
Minggu, 2008 Januari 27
Mekanisme Nyeri Neuropati Diabetika
Pertanyaan kritis yang muncul adalah mengapa dapat muncul nyeri pada
neuropati diabetika? Mengapa gejala positif (nyeri) dapat muncul bersama-sama
dengan gejala negatif (baal dan hipestesia) ? Nyeri neuropatik merupakan akibat
dari fungsi abnormal sistem saraf. Abnormalitas fungsi sistem saraf perifer,
sentral, maupun simpatis dapat menyebabkan munculnya nyeri neuropatik.
Kasus nyeri neuropatik (tanpa memandang kausa) menunjukkan mekanisme/
patofisiologi dan gambaran klinis yang hampir serupa. Nyeri neuropatik
merupakan sindroma nyeri kronik yang sangat mempengaruhi segala aspek dari
kehidupan pasien (Teng and Mekhail, 2003).

Mekanisme yang mendasari munculnya nyeri neuropati adalah: sensitisasi


perifer, ectopic discharge, sprouting, sensitisasi sentral, dan disinhibisi.
Perubahan ekspresi dan distribusi saluran ion natrium dan kalium terjadi setelah
cedera saraf, dan meningkatkan eksitabilitas membran, sehingga muncul
aktivitas ektopik yang bertanggung jawab terhadap munculnya nyeri neuropatik
spontan (Woolf, 2004).

Neuron sensorik nosiseptif berakhir pada bagian lamina paling superfisial dari
medula spinalis. Sebaliknya, serabut sensorik dengan ambang rendah (raba,
tekanan, vibrasi, dan gerakan sendi) berakhir pada lapisan yang dalam.
Penelitian eksperimental pada tikus menunjukkan adanya perubahan fisik sirkuit
ini setelah cedera pada saraf. Pada beberapa minggu setelah cedera, terjadi
pertumbuhan baru atau sprouting affreen dengan non noksious ke daerah-
daerah akhiran nosiseptor. Sampai saat ini belum diketahui benar apakah hal
yang serupa juga terjadi pada pasien dengan nyeri neuropati. Hal ini
menjelaskan mengapa banyak kasus nyeri intraktabel terhadap terapi. Rasa
nyeri akibat sentuhan ringan pada pasien nyeri neuropati disebabkan oleh
karena respon sentral abnormal serabut sensorik non noksious. Reaksi sentral
yang abnormal ini dapat disebabkan oleh faktor sensitisasi sentral, reorganisasi
struktural, dan hilangnya inhibisi (Woolf, 2004).

Impuls perifer yang datang di kornu dorsalis biasanya berupa eksitasi. Impuls
tersebut sebelum dijalankan ke otak selalu dimodifikasi oleh serabut saraf
intersegmental atau serabut saraf desendens yang bersifat inhibisi. Pada tingkat
medula spinalis, proses inhibisi ini diperantarai oleh neuron-neuron inhibisi yang
melepaskan glysin dan GABA. Obat anti depressan bekerja dengan
meningkatkan sistem inhibisi (penghambatan nyeri) dengan menghambat
ambilan kembali serotonin dan norepinefrin.

Proses sensitisasi sentral akan menghasilkan hipersensitivitas nyeri secara


langsung dengan meningkatkan eksitasi, hal serupa teramati pula pada keadaan
disinhibisi. Disinhibisi terutama terjadi karena kematian interneuron GABA
setelah cedera saraf. Pada nyeri kronik khususnya nyeri neuropatik terlihat
adanya penurunan aktivitas inhibisi yang berarti eksitasi. Keadaan ini dapat
menyebabkan allodinia (Woolf, 2004).
http://dokter-sehat.blogspot.com/2008/01/mekanisme-nyeri-neuropati-
diabetika.html

Vous aimerez peut-être aussi