Vous êtes sur la page 1sur 3

Analisis Wacana Ulil Abhsar Abdalla tentang Penyegaran Kembali Pemahaman Islam

1. Latar Belakang
Tepat pada tanggal 18 November 2002 lalu, terbit sebuah tulisan pendek di
Harian Kompas. Yang mana tulisan tersebut memunculkan sejumlah kontroversi,
sehingga muncul reaksi dari beberapa pihak, baik yang pro sebagai wujud pembelaan
atau penguatan, atau yang kontra sebagai wujud dan ekspresi kemarahan serta kontra
wacana. Tulisan dari seorang agamawan muda berjudul Menyegarkan Kembali
Pemahaman Islam oleh Ulil menyisakan banyak hal yang menarik untuk dikaji lebih
sistematis.
Ulil mempunyai nama panjang Ulil Abhsar Abdalla. Ulil Abshar Abdalla
adalah seorang tokoh Islam Liberal di Indonesia yang berafiliasi dengan Jaringan
Islam Liberal. Perseteruannya dengan organisasi Front Pembela Islam dan
pengakuannya atas dirinya adalah seorang muslim liberal banyak mengundang
kontroversi. Ulil lahir di Pati, Jawa Tengah pada tanggal 11 Januari 1967. Ayahnya,
Abdullah Rifa'i adalah pengelola pesantren Mansajul Ulum di Pati. Ia dibesarkan di
lingkungan keluarga Nahdatul Ulama. Ulil menyelesaikan pendidikan menengahnya
di Madrasah Mathali'ul Falah, Kajen, Pati, Jawa Tengah yang diasuh oleh KH. M.
Ahmad Sahal Mahfudz. Dia mendapat gelar Sarjananya di Fakultas Syari'ah LIPIA
(Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab) Jakarta, dan pernah mengenyam
pendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara dan memperoleh gelar Doktoral di
Boston University, Massachussetts, Amerika Serikat.
Ia dikenal karena aktivitasnya sebagai Koordinator Jaringan Islam Liberal
(JIL). Dalam aktivitas di kelompok ini, Ulil menuai banyak simpati sekaligus kritik.
Atas kiprahnya dalam mengusung gagasan pemikiran Islam ini, Ulil disebut sebagai
pewaris pembaharu pemikiran Islam setelah Cak Nur. Selain itu Ulil pernah menjadi
Ketua LAKPESDAM (Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia)
Nahdlatul Ulama, Jakarta, sekaligus juga menjadi staf peneliti di Institut Studi Arus
Informasi (ISAI), Jakarta, serta Direktur Program Indonesian Conference on Religion
and Peace (ICRP).
Dalam salah satu tulisannya yang berjudul “Menyegarkan Kembali
Pemahaman Islam” itu secara berani Ulil menyebutkan bahwa Islam adalah sebuah
“organisme” yang hidup dan berkembang sesuai denyut nadi perkembangan manusia.
Menurutnya, Islam bukanlah sebuah monument mati yang dipahat pada abad ketujuh
masehi, lalu dianggap sebagai “patung” indah yang tidak boleh disentuh oleh tangan
sejarah.Oleh sebab itu, Ulil dengan lantang menyuarakan adanya sebuah
pembaharuan atau reformasi terhadap nilai-nilai Islam yang selama ini dipandang
saklek atau stagnan.
Ulil meyakini bahwa untuk mencapai reformasi pemahaman itu dapat diraih
dengan olah penafsiran agama. Pertama, penafsiran Islam yang non-literal,
substansial, kontekstual, dan sesuai denyut nadi peradaban manusia yang sedang dan
terus berubah. Kedua, penafsiran Islam yang dapat memisahkan mana unsur yang
merupakan kreasi budaya, dan mana unsur yang bersifat fundamental. Ketiga,
merubah paradigma bahwa umat Islam bukanlah masyarakat yang terpisah dari
golongan yang lain. Tetapi umat Islam adalah sebagai satu wujud yang universal
dengan berbagai kelompok masyarakat non-Islam yang disatukan atas nama
kemanusiaan itu sendiri. Keempat, penjelasan stuktur sosial, yang dapat dengan jelas
memisahkan mana kekuasaan politik dan mana kekuasaan agama. Ulil beranggapan
bahwa agama adalah seutuhnya urusan pribadi yang tidak bisa disentuh oleh pihak
luar manapun. Sedangkan politik adalah perkara publik yang sangat memungkinkan
untuk sentuh oleh keterlibatan orang lain.
Oleh karena pemikiran yang dikemukakan oleh Ulil berdampak pada
pertarungan wacana. Salah satu yang santer terhadap pemikiran Ulil ialah Forum
Ulama Umat Indonesia (FUUI) Jawa Barat yang diketuai oleh KH Athian Ali. FUUI
secara tegas dan lugas menentang apa yang telah Ulil lakukan – walau hanya sebatas
pemikiran – terhadap Islam, yang kemudian memunculkan fatwa mati untuk Ulil atas
dugaan Penghinaan terhadap Islam. Sebagai contoh ialah pernyataan Ulil yang
menerangkan bahwa tidaklah perlu kita memandang Nabi Muhammad SAW sebagai
manusia sempurna, karena hal tersebut akan menghalangi kita untuk dapat
mentauladani sikap Beliau yang terkesan terlalu mustahil untuk kita lakukan.
Sebaliknya, justru dengan menganggap Nabi Muhammad SAW sebagai sosok yang
biasa saja, dengan begitu akan memudahkan kita untuk meneladaninya.
Kemunculan serangkaian konfrontasi sebagai akibat dari aktivitas berfikir Ulil
memunculkan ketertarikan tersendiri. Tidak lain adanya sebuah perang wacana dan
gagasan terhadap apa yang telah Ulil tulis. Pemikiran-pemikiran dari banyak pihak ini
kemudian dapat dijadikan formulasi baru terhadap strategi yang moderat dengan satu
tujuan, yaitu untuk memuliakan Islam.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana biografi Ulil Abshar Abdalla ?
b. Bagaimana gagasan Ulil Abshar Abdalla tentang penyegaran kembali pemahaman
Islam ?
c. Bagaimana analisis terhadap pemikiran Ulil Abshar Abdalla tentang penyegara
kembali pemahaman Islam ?
3. Landasan Teori
a. Islam
Agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW yang berpedoman pada kitab
suci Al-Qur’an yang diturunkan ke dunia melalui proses wahyu dari Allah SWT.
(Kamus Besar Bahasa Indonesia)
4. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Penelitan ini bersifat kualitatif literer atau kepustakaan. Studi kepustakaan
menjadi konsen utama dalam menemukan gagasan-gagasan Ulil Abhsar Abdalla
tentang pembaharuan pemahaman Islam.
b. Sumber Data
Karena penelitian bersifat kepustakaan, maka sumber data utama adalah buku-
buku yang ditulis oleh Ulil, tulisan Ulil di berbagai media, baik cetak atau online.

Vous aimerez peut-être aussi