Vous êtes sur la page 1sur 30

Lab/SMF Ilmu Kesehatan Jiwa Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman / RSJD Atma Husada Mahakam

Skizofrenia

Oleh
Sulistyaning Tyas
1810029042

Pembimbing :
dr. Yenny, Sp.KJ

SMF/LABORATORIUM ILMU KESEHATAN JIWA


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya berkat
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Kasus dengan judul “Skizofrenia”. Dalam kesempatan ini, kami ingin menyampaikan
rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak
yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksanaan hingga terselesaikannya
tutorial klinik ini, diantaranya:
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. H. Jaya Mualimin, Sp.KJ, selaku Kepala Laboratorium Laboratorium Ilmu
Kesehatan JiwaRumah Sakit Atma Husada Samarinda.
4. dr. Yenny, Sp. KJ, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan
dan saran selama penulis menjalani pendidikan doker mudadi Laboratorium Ilmu
Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Atma Husada Samarinda.

Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
para pembaca untuk perbaikan kepenulisan di masa mendatang. Semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Samarinda, Januari 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

Bab I Pendahuluan ........................................................................................................... 4


1.1. Latar Belakang .................................................................................................. 4
1.2. Tujuan ................................................................................................................ 5
2.1 RIWAYAT PSIKIATRI ................................................................................... 6
2.2 Status Psikiatri (di IGD tanggal 4 Maret 2019).............................................. 9
2.3 Pemeriksaan Diagnosis Lebih Lanjut ........................................................... 11
2.4. Diagnosis .......................................................................................................... 12
2.5. Prognosis .......................................................................................................... 13
2.6. Formulasi Diagnostik...................................................................................... 13
2.7. Rencana Terapi ............................................................................................... 14
2.8. Pembahasan ..................................................................................................... 14
Bab 3 Tinjauan Pustaka ................................................................................................. 17
3.1. Definisi ............................................................................................................. 17
3.2. Etiologi ............................................................................................................. 17
3.3 Tanda dan Gejala ............................................................................................ 18
3.5. Kriteria Diagnosis ........................................................................................... 19
3.6 Tatalaksana ..................................................................................................... 22
3.7 Prognosis .......................................................................................................... 27
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 30

3
BAB I
Pendahuluan

1.1. Latar Belakang


Salah satu gangguan jiwa yang merupakan permasalahan kesehatan di
seluruh dunia adalah skizofrenia. Para pakar kesehatan jiwa menyatakan bahwa
semakin modern dan industrial suatu masyarakat, semakin besar pula stressor
psikososialnya, yang pada gilirannya menyebabkan orang jatuh sakit karena
tidak mampu mengatasinya. Salah satu penyakit itu adalah gangguan jiwa
skizofrenia.
Dalam sejarah perkembangan skizofrenia sebagai gangguan klinis,
banyak tokoh psikiatri dan neurologi yang berperan. Mula-mula Emil Kreaplin
(18-1926) menyebutkan gangguan dengan istilah dementia prekok yaitu suatu
istilah yang menekankan proses kognitif yang berbeda dan onset pada masa
awal. Istilah skizofrenia itu sendiri diperkenalkan oleh Eugen Bleuler (1857-
1939), untuk menggambarkan munculnya perpecahan antara pikiran, emmosi
dan perilaku pada pasien yang mengalami gangguan ini. Bleuler
mengindentifikasi symptom dasar dari skizofrenia yang dikenal dengan 4A
antara lain : Asosiasi, Afek, Autisme dan Ambivalensi.
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering, hampir 1%
penduduk dunia menderita psikotik selama hidup mereka di Amerika.
Skizofrenia lebih sering terjadi pada Negara industri terdapat lebih banyak
populasi urban dan pada kelompok sosial ekonomi rendah.
Walaupun insidennya hanya 1 per 1000 orang di Amerika Serikat, skizofrenia
seringkali ditemukan di gawat darurat karena beratnya gejala, ketidakmampuan
untuk merawat diri, hilangnya tilikan dan pemburukan sosial yang bertahap.
Kedatangan diruang gawat darurat atau tempat praktek disebabkan oleh
halusinasi yamg menimbulkan ketegangan yang mungkin dapat mengancam
jiwa baik dirinya maupun orang lain, perilaku kacau, inkoherensi, agitasi dan
penelantaran

4
Diagnosis skizofrenia lebih banyak ditemukan dikalangan sosial ekonomi
rendah. Beberapa pola interaksi keluarga dan faktor genetik diduga merupakan
salah satu faktor penyebab terjadinya skizofrenia. 75% penderita skizofrenia
mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda
memang beresiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stressor. Kondisi
penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena
dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri.
Salah satu pembagian skizofrenia adalah skizofrenia hebefrenik.
Skizofrenia hebefrenik disebut juga disorganized type atau “kacau balau” yang
ditandai dengan inkoherensi, affect datar, perilaku dan tertawa kekanak-
kanakan, yang terpecah-pecah, dan perilaku aneh seperti menyeringai sendiri,
menunjukkan gerakan-gerakan aneh, mengucap berulang-ulang dan
kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial
Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan
gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi
kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena
menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya.
Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut
usia (lansia).

1.2. Tujuan
Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk memberikan
gambaran ringkas mengenai Skizofrenia Takterinci terutama gejala klinis,
diagnosis serta penanganan yang tepat pada pasien dan keluarga pasien.

5
BAB II
Resume Pasien

2.1 RIWAYAT PSIKIATRI

Nama : Tn. S
No. Rekam medik : 2016.05.01.20
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia :25 Tahun
Agama : Islam
Suku : Banjar
Status Marital : Belum Menikah
Pendidikan Terakhir : Tamat SMP
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Jl. Awang Long RT 02 Liang Ulu Kukar

Pasien datang ke IGD Atma Husada diantar oleh keluarganya pada


tanggal 04 Maret 2019 pada pukul 15.00 WITA
1. Identitas Keluarga

Nama : Tn.A
Usia : 28 thn
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status dengan Pasien : Kakak Kandung
Alamat : Jl. Awang Long RT 02 Liang Ulu Kukar
2. Keluhan Utama

Mengamuk dan memukul warga di masjid

6
3. Riwayat Penyakit Sekarang

Autoanamnesis
Pasien datang ke IGD dibawa kakak kandung dengan keluhan
mengamuk dan memukul masuk RS. warga saat sholat subuh satu hari
sebelum. Saat pasien diwawancarai di IGD pasien bersikap tidak
kooperatif, tampak bingung dan diikat. Pasien berbicara dalam bahasa
Indonesia. Pasien menjawab dengan volume suara yang cukup, intonasi
jelas, dan artikulasi jelas, cepat dalam memberi jawaban namun terkadang
tidak nyambung. Pasien mengaku bernama Ambariansyah, berumur 25
tahun. Pasien tidak tahu mengapa dibawa ke RS. Pasien mendengar
bisikan laki-laki dan perempuan berkata “Pergi”, melihat hal yang tidak
wajar. Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang baik. Pasien
mengetahui bahwa sedang berada di Rumah Sakit dan dibawa oleh
kakaknya.

Heteroanamnesis (tanggal 04 Maret 2019)


Menurut keterangan kakak pasien, pasien mengamuk dan
mumukul warga yang sedang sholat subuh di masjid satu hari SMRS.
Setengah bulan lalu pasien juga mengamuk dan memukul warga
setempat. Pasien memiliki riwayat 3 kali masuk RSJ, terakhir kali rawat
inap pada bulan Januari 2019. Pasien sudah menjalani pengobatan di RSJ
selama sekitar 2 tahun dan rutin kontrol ke poli. Pasien tidak teratur
meminum obatnya setelah keluar RS satu setengah bulan lalu. Pasien
tidak memiliki keluhan lain. Pasien suka keluyuran saat siang hingga sore
hari. Saat menjelang tidur pasien terkadang gelisah. Saat diajak berbicara
dengan kakak pasien, jawaban pasien tidak nyambung dan terkadang
diam tidak menjawab. Di rumah sering berbicara dan tertawa sendiri. Pola
makan dan mandi tidak teratur 2 minggu ini dan harus dipaksa. Pasien
pernah mengkonsumsi minuman keras sebelum sakit. Pasien tidak
memiliki riwayat merokok, ataupun menggunakan narkoba.

7
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah di rawat di RSJD Atma Husada 3 kali pada tahun 2016,
2018 dan 2019
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak pernah memiliki keluhan serupa
6. Riwayat pribadi
1. Masa kanak-kanak awal (0-3 tahun)
 Riwayat prenatal, kehamilan ibu dan kelahiran
Pasien dikandung selama 9 bulan. Pasien lahir secara spontan
dan normal dibantu oleh bidan di rumah dengan berat dan
panjang normal.
 Kebiasaan makan dan minum
Pasien mendapatkan ASI.
 Perkembangan awal
Tumbuh kembang pasien normal sesuai usia tidak ada terlambat
bicara atau berjalan.
2. Masa kanak-kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pasien menghabiskan masa kanak-kanak bersama orangtuanya dan
merupakan anak seperti biasanya.
3. Masa kanak-kanak akhir (pubertas sampai remaja)
 Hubungan dengan teman sebaya
Hubungan dengan teman baik karena pasien sering menyendiri.
 Riwayat sekolah
Pasien memiliki riwayat pendidikan yang baik mulai dari TK
hingga lulus SD. Saat SMP pasien berhenti sekolah karena tidak
mau melanjutkan sekolahnya. Saat itu kelas satu SMP Ibu pasien
meninggal dunia.
 Perkembangan kognitif dan motorik
Perkembangan kognitif dan motorik baik
 Masalah-masalah fisik dan emosi remaja yang utama

8
Pasien tidak pernah bermasalah dengan teman sekolahnya
 Latar belakang agama
Semua anggota keluarga pasien beragama Islam.
4. Masa dewasa
 Riwayat pekerjaan
Sebelum sakit sekitar 2 tahun lalu pasien pernah bekerja di
Samarinda. Namun kakak pasien tidak tau dengan jelas
pekerjaannya apa.
 Seksualitas dewasa
Belum menikah
7. Riwayat Medis dan Psikiatri yang lain

1. Gangguan Mental dan Emosi


Tidak ada riwayat
2. Gangguan Psikosomatik
Tidak ada riwayat
3. Kondisi Medis
Riwayat masuk RSJ Atma Husada pada tahun 2016, 2018, dan 2019
4. Gangguan Neurologi
Tidak ada masalah
5. Riwayat Penyalahgunaan Zat
Pasien tidak memilki riwayat penyalahgunaan zat.
9. Faktor Pencetus
Dari keterangan kakak pasien pencetus sakit pasien tidak diketahui secara
pasti.

2.2 Status Psikiatri (di IGD tanggal 04 Maret 2019)

1. Identifikasi Pribadi
Pasien tidak rapi, tampak kotor, bingung, tidak kooperatif
2. Kontak
Verbal (+) dan visual (+)

9
3. Kesadaran
Komposmentis, atensi (+), Orientasi (+).
4. Emosi
Mood labil, afek sesuai
5. Proses berpikir
Realistis, Inkoheren, waham tidak ada
6. Intelegensi
Cukup baik dan sesuai dengan tingkat pendidikan terakhir
7. Persepsi
Halusinasi auditorik, halusinasi visual tidak ada, ilusi tidak ada
8. Kemauan/Voluticon
Kemauan sosialisasi menurun, keperluan sehari-hari seperti makan dan
mandi diarahkan.
9. Psikomotor
Meningkat
10. Tilikan
1, Pasien menyangkal penyakitnya
11. Genogram

Keterangan :

: Perempuan
: Laki
: Pasien

10
2.3 Pemeriksaan Diagnosis Lebih Lanjut
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak tidak rapi, kooperatif
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36 ˚C
Keadaan gizi : Ideal
Kulit : Dalam batas normal
Kepala : Normochephal, ikterik (-), anemis (-), laserasi (-)
Leher : Perbesaran KGB (-)
Toraks : Simetris, retraksi ICS (-)
Jantung : S1, S2 tunggal reguler
Paru-paru : Vesikuler (+), wheezing (-), ronki (-)
Abdomen : Soefl, bising usus (+)
Hepar / Lien : Perbesaran (-)
Ekstremitas : Luka (-), akral hangat, edema (-), hematoma (-)
2. Pemeriksaan Neurologi
 Fungsi kesadaran : GCS E4V5M6
 Fungsi luhur : baik
 Fungsi kognitif : baik
 Fungsi sensorik : baik
N N
N N
 Fungsi motorik : baik
Kontraksi otot Tonus otot
+5 +5 N N
+5 +5 N N

11
Reflek fisiologis Reflek patologis
+2 +2 - -
+2 +2 - -
 Nervus cranialis : N III, VII, XII dalam batas normal.
 Kesan : Pemeriksaan status neurologi dalam batas normal

3. Wawancara diagnostik psikiatrik tambahan


Pemeriksaan PANSS ( 04 Maret 2019)
Gejala Skor
Pengendalian Impuls yang buruk 3
Ketegangan 3
Permusuhan 3
Ketidakkooperatifan 3
Gaduh gelisah 3
Total 15

4. Pemeriksaan Laboratorium (sebagai penunjang)


Hematologi
Hb : 13,7 gr %
Hematokrit : 41,3 %
Trombosit : 228.000/mm3
Leukosit : 7.300/mm3
GDS : 122 mg/dl
Ureum : 11 mg/dl
Kreatinin : 0,93 mg/dl

2.4. Diagnosis
 Aksis I : F 20.3Skizofrenia Tak terinci
 Aksis II : Z 03.2
 Aksis III :-

12
 Aksis IV :-
 Aksis V : GAF Scale 50-41 (gejala berat, disabilitas berat)

2.5. Prognosis
Dubia ad Malam.
Berdasarkan onset, pasien memiliki gejala pada usia muda, belum
menikah, faktor pencetus tidak jelas.

2.6. Formulasi Diagnostik


 Seorang laki-laki usia 25 tahun, anak ketiga dari 4 bersaudara,
beragama Islam, tidak bekerja, datang diantar oleh keluarganya ke
RSJD AHM pada tanggal 04 Maret 2019 pukul 15.00 WITA dengan
keluhan utama sering mengamuk dan memukul warga.
 Pasien pernah dirawat di RSJD Atma Husada dengan keluhan serupa
pada tahun 2016, 2018, dan 2019.
 Riwayat masa kanak-kanak hingga remaja normal.
 Pasien memiliki riwayat pendidikan yang baik mulai dari TK hingga
lulus SD. Saat SMP pasien berhenti sekolah karena tidak mau
melanjutkan sekolahnya. Saat itu kelas satu SMP Ibu pasien meninggal
dunia.
 Faktor pencetus tidak diketahui..
 Dari pemeriksaan psikiatri, didapatkan penampilan tidak rapi, kotor,
dan tidak kooperatif. Kontak verbal baik dan kontak visual baik. Emosi
labil, afek sesuai. Bentuk pikiran realistis, arus pikiran inkoheren, isi
pikiran sulit dievaluasi. Intelegensia cukup baik, aktivitas sehari-hari
makan dan mandiri diarahkan. Psikomotor meningkat.
 Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan.

13
2.7. Rencana Terapi
1. Farmakoterapi:
Haloperidol 2 x 2,5 mg
THD 2 x 2 mg
Clozapine 2 x 100 mg
2. Psikoterapi
- Terapi perilaku
Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali
distorsi kognitif dan pendekatan perilaku. cvTeknik utama yang
digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan
biofeedback.
- Terapi suportif
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi
yang ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa
beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.
3. Terapi Psikososial
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya
agar mengerti keadaan pasien dan selalu memberi dukungan sosial
dengan lingkungan yang kondusif untuk membantu proses
penyembuhan pasien serta melakukan kunjungan berkala.

2.8. Pembahasan
Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan pola perilaku dan psikologis
yang secara klinis bermakna dan menimbulkan suatu penderitaan (distress)
dan hendaya (disability) dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
yang biasa dan fungsi pekerjaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pasien ini menderita gangguan jiwa.

14
o Diagnosis
 Axis I
o Berdasarkan autoanamnesa didapatkan adanya gejala klinis yang
bermakna berupa halusinasi auditorik. Keadaan ini menimbulkan
disstress bagi pasien dan keluarganya, serta menimbulkan disabilitas
dalam sosial dan lingkungan dan dalam menilai realita, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien mengalami Gangguan Jiwa.
o Pada pasien ditemukan hendaya dalam menilai realita, sehingga pasien
didiagnosa sebagai Gangguan Jiwa Psikotik.
o Pada riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status interna dan
neurologis tidak ditemukan adanya kelainan yang mengindikasi
gangguan medis umum yang menimbulkan gangguan fungsi otak serta
dapat mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita pasien ini, sehingga
diagnosis gangguan mental dapat disingkirkan dan didiagnosa
Gangguan Jiwa Psikotik Non Organik.
o Dari anamnesis didapatkan gejala umum skizofrenia yaitu adanya
halusinasi yang telah berlangsung lebih dari satu bulan dan tidak
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia tipe lain, sehingga
berdasarkan kriteria diagnostik PPDGJ III, pasien termasuk kedalam
gangguan Skizofrenia Tak Terinci (F20.3).
 Axis II
o Dari anamnesis tidak didapatkan bahwa pasien tanda-tanda gangguan
kepribadian. sehingga dikatakan tidak ada diagnosis Axis II (Z 03.2)
 Axis III
o Berdasarkan hasil pemeriksaan status interna, neurologis, dan
pemeriksaan laboratorium tidak didapatkan kelainan.
 Axis IV
o Tidak ditemukan adanya masalah pada primary support group atau
pun lingkungan pasien
 Axis V

15
o Skala GAF saat ini adalah 50-41 karena pasien memiliki gejala berat
dan disabilitas berat.

o Terapi
 Psikofarmaka
Terapi yang dipilih adalah Haloperidol 2 x 2,5 mg, THD 2 x 2 mg,
Clozapine 2 x 100 mg. Dikarenakan obat terakhir yang dikonsumsi pasien
berasarkan catatan rekam medisnya adalah Haloperidol 2 x 2,5 mg, THD 2 x 2
mg, Clozapine 2 x 100 mg.
 Psikoterapi
Latihan pengendalian perilaku dan mengungkapkan perasaan dipilih karena
berguna bagi pasien untuk dapat mengungkapkan apa yang sedang
dirasakannya sehingga orang-orang terdekatnya dapat memahami apa yang
dirasakan pasien dan diharapkan dapat membantu pasien dalam memecahkan
masalahnya. Diimbangi dengan latihan pengendalian perilaku sehingga pasien
dapat menjaga stabilitas emosinya agar tidak cepat marah.

16
BAB 3
Tinjauan Pustaka

3.1. Definisi
Skizofrenia adalah satu istilah untuk beberapa gangguan yang ditandai
dengan kekacauan kepribadian, distorsi terhadap realitas, ketidakmampuan
untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari, perasaan dikendalikan oleh
kekuatan dari luar dirinya, waham/delusi, gangguan persepsi.
Gangguan skizofrenia ini terdapat pada semua kebudayaan dan
mengganggu di sepanjang sejarah, bahkan pada kebudayaan-kebudayaan yang
jauh dari tekanan modern sekalipun. Umunya gangguan ini muncul pada usia
yang sangat muda, dan memuncak pada usia antara 25-35 tahun. Gangguan
yang muncul dapat terjadi secara lambat atau datang secara tiba-tiba pada
penderita yang cenderung suka menyendiri yang mengalami stress.

3.2. Etiologi

Etiologi Skizofreni Tak terinci pada umumnya sama seperti etiologi


skizofrenia lainnya. Dibawah ini beberapa etiologi yang sering
ditemukan:
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya
respon neurobiologi seperti pada harga diri rendah antara lain :
a. Faktor Genetis; Telah diketahui bahwa secara genetis skizofrenia
diturunkan melalui kromosom-kromosom tertentu. Tetapi
kromosom yang ke berapa menjadi faktor penentu gangguan ini
sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen
skizofrenia ada dikromosom no. 6 dengan kontribusi genetik
tambahan no. 4, 8, 15 dan 22. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah
satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizigot peluangnya

17
sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang tuanya
mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya
skizofreia maka peluangnya menjadi 35%.
b. Faktor Neurologis; Ditemukan bahwa korteks prefrotal dan
korteks limbik pada klien skizofrenia tidak pernah berkembang
penuh. Ditemukan juga pada klien skizofrenia terjadi penurunan
volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmiter yang
ditemukan tidak normal khususnya dopamine, serotonine, dan
glutamat.
c. Studi Neurotransmiter; Skizofrenia diduga juga disebkan oleh
adanya ketidakseimbangan neurotransmiter dopamine yang
berlebihan.
d. Teori Virus; Paparan virus influenza pada trimester 3 kehamilan
dapat menjadi factor predispossisi skizofrenia.
e. Psikologis; Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor
predisposisi skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh
ibu pencemas, terlalu melindungi, dingin dan tidak berperasaan,
sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
2. Faktor Prespitasi
Faktor-faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
2.1 Berlebihannya proses inflamasi pada sistem saraf yang
menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2.2 Mekanisme penghantaran listrik di saraf terganggu
2.3 Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan,
sikap dan perilaku.

3.3 Tanda dan Gejala


Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase
yaitu fase prodromal, fase aktif dan fase residual.Pada fase
prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang lamanya bisa

18
minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik
menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi
sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri.
Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah
keluarga dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti
yang dulu”. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya.
Pada fase aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti
tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan
afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak
mendapat pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu
saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan.
Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya
sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif / psikotiknya sudah
berkurang. Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas,
penderita skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa
gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan
eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial).

3.5.Kriteria Diagnosis

Menurut PPDGJ III yang merupakan pedoman diagnostik untuk


Skizofrenia :
 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
(a) - Thought echo : isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kualitasnya berbeda; atau
- Thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk
kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan

19
- Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya.
(b) - Delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- Delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- Delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap sesuatu kekuatan dari luar.
- Delusional perception : pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.
(c) Halusinasi auditorik:
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara).
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagi tubuh.
(d) Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dam kemampuan
diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
komunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

 Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
(a) halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (over-
valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus berulang.

20
(b) Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;
(c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,
dan stupor;
(d) Gejala-gejala "negatif", seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih.
 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek kehidupan perilaku pribadi
(personal behaviour),bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan,tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendir (self absorbed
atitude), dan penarikan diri secara sosial.
SKIZOFRENIA TAK TERINCI
- Memenuhi kriteria umum untuk diagnostik skizofrenia
- Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik,
atau katatonik.
- TIdak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca-
skizofrenia

21
3.6 Tatalaksana

1. Farmakoterapi

Penggunaan Antipsikotik sebagai farmakoterapi digunakan untuk


mengatasi gejala psikotik dengan berbaagai etiologi, salah satunya
skizofrenia. Antipsikotik diklasifikasikan menjadi antipsikotik generasi
pertama dan antipsikotik generasi kedua

22
o Antipsikotik Generasi Pertama
Antipsikotik generasi pertama merupakan antipsikotik yang bekerja dengan
cara memblok reseptor dopamin D2. Antipsikotik ini memblokir sekitar
65% hingga 80% reseptor D2 di striatum dan saluran dopamin lain di otak.
Jika dibandingkan dengan antipsikotik generasi kedua, antipsikotik ini
memiliki tingkat afinitas, risiko efek samping ekstrapiramidal dan
hiperprolaktinemia yang lebih besar Antipsikotik generasi pertama efektif
dalam menangani gejala positif dan mengurangi kejadian relaps. Sebanyak
30% pasien skizofrenia dengan gejala akut menghasilkan sedikit atau tanpa
respon terhadap pengobatan antipsikotik generasi pertama. Antipsikotik
generasi pertama memiliki efek yang rendah terhadap gejala negatif.
Antipsikotik generasi pertama menimbulkan berbagai efek samping,
termasuk ekstrapiramidal akut, hiperprolaktinemia serta tardive dyskinesia.
Efek samping tersebutdisebabkan oleh blokade pada jalurnigrostriatal
dopamine dalam jangka waktulama. Antipsikotikgenerasi pertama memiliki
afinitas yang rendah terhadap reseptor muskarinik M1 Ach, histaminergik
H1 dan norepinefrin yang memicu timbulnya efek samping berupa
penurunan fungsi kognitif dan sedasi secara bersamaan.
o Antipsikotik Generasi Kedua
Antipsikotik generasi kedua, seperti risperidone, olanzapine, quetiapine,
ziprasidon aripriprazol, paliperidone,iloperidone, asenapine, lurasidone
danklozapin memiliki afinitas yang lebih besar terhadap reseptor serotonin
daripada reseptor dopamin. Sebagian besar antipsikotik generasi kedua
menyebabkanefek samping berupa kenaikan berat badan dan metabolisme.
Klozapin merupakan antipsikotik generasi kedua yang efektif dan tidak
menimbulkan efek samping ekstrapiramidal. Oleh karenanya,
klozapindigunakan sebagai agen pengobatan lini pertama pada penderita
skizofrenia. Namun, klozapin dikaitkan dengan peningkatan risiko
hematotoksis yang dapat menyebabkan kematian (agranulositosis). Oleh
karena itu, beberapa antipsikotik generasi kedua (risperidone, olanzapine,

23
quetiapine dan ziprasidone) digunakan sebagai terapi tambahan untuk
meningkatkan khasiat klozapin tanpa diskrasia darah. Antipsikotik generasi
kedua, seperti paliperidone, asenapine, iloperidone dan lurasidone telah
mendapatkan persetujuan FDA (Food and Drug Administration) Amerika
Serikat . Aktivitas farmakologi obat tersebut mirip dengan antipsikotik
generasi kedua lainnya, kecuali lurasidone yang diketahui memiliki afinitas
yang lebih tinggi pada reseptor 5-HT7. Aripiprazole merupakan jenis
antipsikotik generasi kedua yang lain. Aripiprazole merupakan satu-satunya
antipsikotik dengan aktivitas agonis parsial terhadap dopamin D2. Perbedaan
ini menjadi penentu profil farmakologi dan efek samping aripripazole.
Aripiprazole diketahui memiliki risiko efek samping ekstrapiramidal yang
rendah.

24
2. Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan
ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial,
kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong
dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang
diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit.
Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang
seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan
postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia
seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, dimana
pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari
terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah
periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam
terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan
kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang
jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk
melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu

25
optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat
skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan
penyakitnya.-Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien
mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati.
Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga
adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian
terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps
tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 %
dengan terapi keluarga.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan
pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata.
Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi
secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok
efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa
persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia.
Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam
cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien
skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi
individual dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan data
bahwa terapi akan membantu dan menambah efek terapi
farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi
pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik
yang dialami pasien. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat
dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan
pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan
oleh pasien.

26
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari
yang ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik.
Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan, pasien
skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban
dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas,
bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan
yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran,
ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih
disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan
nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi
persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan
dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau
eksploitasi.

3.7 Prognosis
Prognosisnya pada umumnya kurang begitu menggembirakan. Sekitar
25% pasien dapat kembali pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali
pada tingkat prodromal (sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25%
tidak akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk.
Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai dengan kekambuhan periodik dan
ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia :
1. Keluarga; Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari
keluarganya. jangan membeda-bedakan antara orang yang mengalami
Skizofrenia dengan orang yang normal, karena orang yang mengalami
gangguan Skizofrenia mudah tersinggung.
2. Inteligensi; Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai
Inteligensi yang tinggi akan lebih mudah sembuh dibandingkan dengan
orang yang inteligensinya rendah.

27
3. Pengobatan; Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya
sebagian kecil pasien (kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk
mendapatkan kembali jumlah fungsi mental yang cukup normal. Kedua
antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek merugikan yang
mengganggu dan serius. Namun pasien skkizofrenia perlu di beri obat
Risperidone serta Clozapine.
4. Reaksi Pengobatan; Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang
bereaksi terhadap obat lebih bagus perkembangan kesembuhan daripada
orang yang tidak bereaksi terhadap pemberian obat.
5. Stressor Psikososial; Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari luar,
maka akan mempunayi dampak yang positif, karena tekanan dari luar diri
individu dapat diminimalisir atau dihilangkan. Begitu pula sebaliknya
apabila stressor datangnya dari luar individu dan bertubi-tubi atau tidak
dapat diminimalisir maka prosgnosisnya adalah negatif atau akan
bertambah parah.
6. Kekambuhan; penderita skizofrenia yang sering kambuh prognosisnya
lebih buruk.
7. Gangguan Kepribadian; Prognosis untuk orang yang mempunyai
gangguan kepribadian akan sulit disembuhkan. Besar kecilnya
pengalaman akan memiliki peran yang sangat besar terhadap kesembuhan.
8. Onset; Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset
yang lambat dan akut, sedangkan onset yang tidak jelas memiliki
prognosis yang lebih baik.
9. Proporsi; Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional)
mempunyai prognosis yang lebih baik dari pada penderita yang bentuk
tubuhnya tidak proporsional.
10. Perjalanan penyakit; Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase
prodromal prognosisnya lebih baik dari pada orang yang sudah pada fase
aktif dan fase residual.

28
11. Kesadaran; Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia
adalah jernih. Hal inilah yang menunjukkan prognosisnya baik nantinya.

Prognosis Baik Prognosis Buruk


 Onset lambat  Onset muda
 Faktor pencetus yang jelas  Tidak ada factor pencetus
 Onset akut  Onset tidak jelas
 Riwayat sosial, seksual  Riwayat social dan pekerjaan
dan pekerjaan premorbid premorbid yang buruk
yang baik  Prilaku menarik diri atau autistic
 Gejala gangguan mood  Tidak menikah, bercerai atau
(terutama gangguan janda/ duda
depresif)  ·Sistem pendukung yang buruk
 Menikah  Gejala negatif
 Riwayat keluarga  Tanda dan gejala neurologist
gangguan mood  Riwayat trauma perinatal
 Sistem pendukung yang  Tidak ada remisi dalam 3 tahun
baik  Banyak relaps
 Gejala positif  Riwayat penyerangan

29
Daftar Pustaka

1. Kaplan, HI, Sadock BJ, Skizofrenia, In: Synopsis of Psychiatri: Behavioral


Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition, 2007
2. Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan
dari PPDGJ III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta,
2001.
3. Sinaga Banhard Rudyanto, 2007, Skizofrenia dan Diagnosis Banding, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta
4. Hafifah, A., Puspitasari, I. M., & Sinuraya, R. K. (2018). Farmakoterapi dan
Rehabilitasi Psikososial pada Skizofrenia. Farmaka, Suplemen Vol. 16 Nomor
2, 210-232.

30

Vous aimerez peut-être aussi