Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
A. Definisi
Retensio Placenta adalah tertahannya atau keadaan dimana placenta belum lahir
dalam waktu satu jam setelah bayi lahir. Pada proses persalinan, kelahiran placenta
kadang mengalami hambatan yang dapat berpengaruh bagi ibu bersalin. Dimana terjadi
keterlambatan bisa timbul perdarahan yang merupakan salah satu penyebab kematian ibu
pada masa post partum. Apabila sebagian placenta lepas sebagian lagi belum, terjadi
perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi dengan baik pada batas
antara dua bagian itu. Selanjutnya apabila sebagian besar placenta sudah lahir, tetapi
sebagian kecil masih melekat pada dinding uterus, dapat timbul perdarahan masa nifas.
Disamping kematian, perdarahan post partum akibat retensio placenta memperbesar
kemungkinan terjadinya infeksi puerperal karena daya tahan penderita yang kurang. Oleh
karena itu sebaiknya penanganan kala III pada persalinan mengikuti prosedur tetap yang
berlaku.
B. Anatomi
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan
tebal lebih kurang 2.5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram. Tali pusat berhubungan dengan
plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis).
Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu
dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka
plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang
berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di
desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air
mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari
kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales dan kembali
perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua.
Plasenta berfungsi sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa
metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta
penyalur berbagai antibodi ke janin.
C. Etiologi
Penyebab terjadinya Retensio Placenta adalah :
a. Placenta belum lepas dari dinding uterus
Placenta yang belum lepas dari dinding uterus. Hal ini dapat terjadi karena :
1. kontraksii uterus kurang kuat untuk melepaskan placenta, dan
2. placenta yang tumbuh melekat erat lebih dalam.
Pada keadaan ini tidak terjadi perdarahan dan merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya.
b. Placenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Keadaan ini dapat terjadi karena atonia
uteri dan dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan adanya lingkaran
konstriksi pada bagian bawah rahim. Hal ini dapat disebabkan karena :
1. penanganan kala III yang keliru/salah dan
2. terjadinya kontraksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi placenta
(placenta inkaserata).
Menurut tingkat perlekatannya, retensio placenta dibedakan atas beberapa tingkatan
yaitu sebagai berikut :
a. Placenta Adhesiva : placenta melekat pada desidua endometrium lebih dalam
b. Placenta Inkreta : placenta melekat sampai pada villi khorialis dan tumbuh lebih
dalam menembus desidua sampai miometrium.
c. Placenta Akreta : placenta menembus lebih dalam kedalam miometrium tetapi
belum mencapai lapisan serosa.
d. Placenta Perkreta : placenta telah menembus mencapai serosa atau peritonium
dinding rahim.
e. Placenta Inkarserata : adalah tertahannya di dalam kavum uteri karena kontraksi
ostium uteri.
D. Patofisiologi
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi
otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel
miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan
kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum
uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai
mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat
berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya
menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan
plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara
serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini
menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit
serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan
ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga
persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1) Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta,
namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2) Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat
(dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3) Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya
dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding
uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara
plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta,
yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di
lapisan spongiosa.
4) Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak
turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di
dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan
plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan
normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan
ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari
tempat implantasinya. Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada semburan
darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat,
uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk
ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari
tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan
plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang,
plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun,
wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan
plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk
menyempurnakan persalinan kala IV. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan
menekan secara bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta: Kelainan dari uterus sendiri,
yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus,
kontraksi yang kuat dari uterus, serta pembentukan constriction ring. Kelainan dari
plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa dan adanya plasenta akreta.
Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu
sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik,
pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks
kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan
kontraksi uterus.
E. Gejala Klinis
1. Waktu hamil
a. Kebanyakan pasien memiliki kehamilan yang normal
b. Insiden perdarahan antepartum meningkat, tetapi keadaan ini biasanya menyertai
plasenta previa
c. Terjadi persalinan prematur, tetapi kalau hanya ditimbulkan oleh perdarahan
d. Kadang terjadi ruptur uteri
2. Persalinan kala I dan II
Hampir pada semua kasus proses ini berjalan normal
3. Persalinan kala III
a. Retresio plasenta menjadi ciri utama
b. Perdarahan post partum, jumlahnya perdarahan tergantung pada derajat perlekatan
plasenta, seringkali perdarahan ditimbulkan oleh Dokter kebidanan ketika ia
mencoba untuk mengeluarkan plasenta secara manual
c. Komplikasi yang sering tetapi jarang dijumpai yaitu invertio uteri, keadaan ini
dapat tejadi spontan, tapi biasanya diakibatkan oleh usaha-usaha untuk
mengeluarkan plasenta
d. Ruptura uteri, biasanya terjadi saat berusaha mengeluarkan plasenta
5. Komplikasi
1. Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga
kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.
2. Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan
pertumbuhan bakteri dibantu dengan port d’entre dari tempat perlekatan plasenta.
3. Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan kontraksi
pada ostium baik hingga yang terjadi.
4. Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi sekunder
dan nekrosis Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat
berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma
invasif. Sekali menjadi mikro invasive atau invasive, proses keganasan akan berjalan
terus.
Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa
perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian
perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan
kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan prekanker,
yang bisa berubah menjadi kanker.
5. Syok haemoragik
6. Pemeriksaan diagnostik
1. Hitung darah lengkap :
Untuk menentukan tingkat hemoglogin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya
trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi,
leukosit biasanya meningkat.
2. Menentukan adanya gangguan koagulasi :
Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin Time (PT)
dan Activated Partial Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk
menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain
7. Penatalaksanaan
1. Penanganan Umum
a. Jika placenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengedan. Jika anda
dapat merasakan placenta dalam vagina, keluarkan placentaa tersebut.
b. Pastikan kandung kemih sudah kosong.
c. Jika placenta belum keluar, berikan oksitoksin 10 unti i.m. Jika belum dilakukan
pada penanganan aktif kala III.
d. Jika uterus berkontraksi, lakukan PTT.
e. Jika PTT belum berhasil cobalah untuk melakukan pengeluaran placenta secara
manual.
2. Penanganan Khusus
2) Retensio placenta dengan separasi parsial :
a) Tentukan jenis retensio yang terjadi.
b) Regangan tali pusat dan minta klien untuk mengedan, bila ekspulsi placenta
tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
c) Pasang infus oksitoksin 20 unit dalam 500 ml cairan dengan 40 tetes/menit.
d) Bila traksi terkontrol gagal, lakukan manual placenta.
e) Transfusi jika perlu.
f) Beri antibiotik dan atasi komplikasi.
3) Placenta inkaserata :
A. Tentukan diagnosa kerja
B. Siapkan alat dan bahan untuk menghilangkan konstriksi serviks dan
melahirkan plasenta.
C. Siapkan anastesi serta infus oksitoksin 20 ui dalam 500 ml dengan 40
tetes/menit.
D. Pemantauan tanda vital, kontraksi uterus, TFU, perdarahan pasca tindakan.
4) Placenta akreta :
A. Tentukan diagnosis
B. Stabilitas pasien
C. Rujuk klien ke RS karena tindakan kasus ini perlu dioperasi.
5) Placenta manual :
A. Kaji ulang indikasi dan persetujuan tindakan.
B. Kaji ulang prinsip perawatan dan pasang infus.
C. Berikan sedativa, analgetik, dan antibiotik dengan dosis tunggal.
D. Pasang sarung tangan DTT.
E. Jepit tali pusat, tegangkan sejajar lantai.
F. Masukan tangan secara obstetrik menelusuri tali pusat dan tangan lain
menahan fundus uteri.
G. Cari insersi pinggir placenta dengan bagian lateral jari-jari tangan.
H. Buka tangan obstetrik seperti memberi salam dan jari-jari dirapatkan, untuk
menentukan tempat implantasi.
I. Gerakan tangan secara perlahan bergeser kekranial sehingga semua
permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.
J. Jika tidak terlepas kemungkinan akreta. Siapkan untuk laparatomi.
K. Pegang plasenta, keluarkan tangan beserta plasenta secara pelahan.
L. Pindahkan tangan luar kesupra simphisis untuk menahan uterus saat placenta
dikeluarkan, dan periksa placenta.
M. Berikan oksitoksin 10 iu dalam 500 ml cairan dengan 60 tts/menit.
N. Periksa dan perbaiki robekan jalan lahir.
O. Pantau tanda vital dan kontrol kontraksi uterus dan TFU.
P. Teruskan infus dan transfusi jika perlu.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM
RETENSI SISA PLASENTA
A. Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio
placenta adalah sebagai berikut :
1. Identitas klien
Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat
penyakit keluarga, riwayat obstetrik (GPA, riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas),
dan pola kegiatan sehari-hari sebagai berikut :
1) Sirkulasi :
a. Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkintidak tejadi sampai kehilangan
darah bermakna)
b. Pelambatan pengisian kapiler
c. Pucat, kulit dingin/lembab
d. Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa tertahan)
e. Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan
f. Haemoragi berat atau gejala syock diluar proporsi jumlah kehilangan darah.
2) Eliminasi :
a. Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina
3) Nyeri/Ketidaknyamanan :
a. Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal (fragmen
placenta tertahan) dan nyeri uterus lateral.
4) Keamanan :
a. Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin
tersembunyi) dengan uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat
pada labia mayora/labia minora, dari muara vagina ke perineum; robekan luas
dari episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam kubah vagina, atau robekan
pada serviks.
5) Seksualitas :
a. Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol
(fragmen placenta yang tertahan)
b. Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi multipel,
polihidramnion, makrosomia), abrupsio placenta, placenta previa.
2. Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan obstetrik
(inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi). Pemeriksaan laboratorium. (Hb 10 gr%).
C. Evaluasi
Dari intervensi yang dilakukan beberapa hasil yang kita harapkan adalah sebagai berikut :
1. Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan
2. Berkurangnya resiko tinggi terjadi Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
3. Nyeri berhubungan dengan trauma atau distensi jaringan dapat terkontrol.
4. Kurangnya efek perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovalemia
5. Ancietas berhubungan dengan ancaman perubahan pada status kesehatan dapat
diatasi.
6. Bertambahnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diperoleh
D. Penkes
1. Pencegahan resiko plasenta adalah dengan cara mempercepat proses separasi dan
melahirkan plasenta dengan memberikan uterotonika segera setelah bayi lahir dan
melakukan penegangan talipusat terkendali. Usaha ini disebut juga penatalaksanaan
aktif kala III
2. Mengamati dan melihat kontraksi uterus
DAFTAR PUSTAKA