Vous êtes sur la page 1sur 25

ATRESIA BILIER

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Keperawatan Anak 1

Dosen pengampu Agus Hendra, S.Kp.,M.Kep

Oleh :

Alvi Oktaviani (217001) Ghina Shonia S. D. (217017)

Dita Ayu Lestari (217010) Gian Anggiani (217018)

Elin Wibowo (217012) Iis Krisnadianti (217020)

Fauziyyah Lathifah A (217014) Julpa Oktapiani (217023)

Frida Mailani (217016) Marlia Putri Nengsih (217028)

Yuki Nuryanti (217046)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 2A

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI JAWA BARAT

BANDUNG

2019
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat-Nya makalah
Atresia Bilier dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih kepada Bapak Agus Hendra, S.Kp.,M.Kep selaku dosen, yang telah senantiasa
membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah
isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini, semoga makalah ini
dapat menjadi referensi.

Bandung, 11 April 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i


DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang .........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................1
C. Tujuan ......................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Penyakit Atresia Balier ....................................................................2
B. Definisi Atresia Balier ............................................................................................5
C. Etiologi Atresia Balier ............................................................................................6
D. Patofisiologi Atresia Balier .....................................................................................6
E. Manifestasi Atresia Balier.......................................................................................7
F. Klasifikasi Atresia Balier ........................................................................................8
G. Pemeriksaan Diagnostik Atresia Balier ..................................................................9
H. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Atresia Balier .....................................10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..........................................................................................................21
B. Saran ....................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atresia bilier merupakan proses inflamasi progresif yang menyebabkan
fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga pada akhirnya
akan terjadi obstruksi saluran tersebut (Donna L. Wong, 2008). Atresia bilier terjadi
karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada
duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Tindakan
operatif atau bedah dapat dilakukan untuk penatalaksanaannya. Pada lebih kurang
80% - 90% bayi dengan atresia biliaris ekstrahepatik yang menjalani pembedahan
ketika usianya kurang dari 10 minggu dapat dicapai drainase getah empedu (Halamek
dan Stevenson, 1997).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar penyakit atresia balier ?
2. Apa definisi atresia balier ?
3. Apa etiologi atresia balier ?
4. Bagaimana patofisiologi atresia balier ?
5. Apa manifestasi atresia balier ?
6. Apa klasifikasi atresia balier ?
7. Apa pemeriksaan diagnostik atresia balier ?
8. Bagaimana Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada atresia balier ?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk Mengetahui konsep dasar penyakit atresia balier.
2. Untuk Mengetahui definisi atresia balier.
3. Untuk Mengetahui etiologi atresia balier.
4. Untuk Mengetahui patofisiologi atresia balier.
5. Untuk Mengetahui manifestasi atresia balier.
6. Untuk Mengetahui klasifikasi atresia balier.
7. Untuk Mengetahui pemeriksaan diagnostik atresia balier.
8. Untuk Mengetahui Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada atresia balier.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit Atresia Balier

1. Anatomi Sistem Biliary


Hati terletak di belakang tulang-tulang iga (kosta) dalam rongga abdomen
daerah kanan atas. Hati memiliki berat sekitar 1500 gr, dan di bagi menjadi empat
lobus. Setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis jaringan ikat yang
membentang ke dalam lobus itu sendiri dan membagi massa hati menjadi unit-unit
yang lebih kecil, yang disebut lobulus. Sirkulasi darah ke dalam dan ke luar hati
sangat penting dalam penyelenggaran fungsi hati.
Kandung empedu (vesika felea), yang merupakan organ berbentuk sebuah
pear, berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5 hingga 10 cm,
terletak dalam suatu cekungan yang dangkal pada permukaan inferior hati dimana
organ tersebut terikat pada hati oleh jaringan ikat yang longgar. Kapasitas
kandung empedu 30-50 ml empedu. Dindingnya terutama tersusun dari otot polos.
Kandung empedu dihubungkan dengan duktus koledokus lewat duktus sistikus.
a) Kandung Empedu
Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah
pear,memiliki panjang 7-10 cm dengan kapasitas 30-50 ml namun saat

2
terdistensi dapat mencapai 300 ml. Kandung empedu berlokasi di sebuah
lekukan pada permukaaan bawah hepar yang secara anatomi membagi hepar
menjadi lobus kanan dan lobus kiri. Kandung empedu dibagi menjadi 4 area
secara anatomi yaitu fundus, leher, corpus, dan infundibulum. Fundus
berbentuk bulat dan ujungnya 1-2 cm melebihi batas hepar, strukturnya
kebanyakan berupa otot polos, kontras dengan korpus yang kebanyakan terdiri
dari jaringan elastis. Leher biasanya membentuk sebuah lengkungan, yang
mencembung dan membesar membentuk Hartmann’s pouch.
b) Ekskresi Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh sel-
sel pada sistem retikuloendotelial yang mencakup se-sel Kupffer dari hati.
Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia
mengubahnya lewat konjugasi menjadi asam
glukoronat yang membuat bilirubin lebih dapat larut di dalam larutan yang
encer. Bilirubin terkonjugasi diekskresikan oleh hepatosit ke dalam
kanalikulus empedu di dekatnya dan akhirnya dibawa dalam empedu ke
duodenum.
Dalam usus halus, bilirubin dikonversikan menjadi urobilinogen yang
sebagian akan diekskresikan ke dalam feses dan sebagian lagi diabsorbsi lewat
mukosa intestinal ke dalam daerah portal. Sebagian besar dari urobilinogen
yang diserap kembali ini dikeluarkan oleh hepatosit dan diekskresikan sekali
lagi ke dalam empedu (sirkulasi enterehepatik). Sebagian urobilinogen
memasuki sirkulasi sistemik dan diekskresikan oleh ginjal ke dalam urin.
Eliminasi bilirubin dalam empedu menggambarkan jalur utama ekskresi bagi
senyawa ini.
Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit
hati, bila aliran empedu terhalang (yaitu, oleh batu empedu dalam saluran
empedu) atau bila terjadi penghancuran sel-sel darah merah yang berlebihan.
Pada obstruksi saluran empedu, bilirubin tidak memasuki intestinum dan
sebagai akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin.
c) Fungsi Kandung Empedu
Kandung empedu berfungsi sebagai depot penyimpanan bagi empedu. Di
antara saat-saat makan, ketika sfingter Oddi tertutup, empedu yang diproduksi
oleh hepatosit akan memasuki kandung empedu. Selama penyimpanan,

3
sebagian besar air dalam empedu diserap melalui dinding kandung empedu
sehingga empedu dalam kandung empedu lebih pekat lima hingga sepuluh kali
dari konsentrasi saat diekskresikan pertama kalinya oleh hati. Ketika makanan
masuk ke dalam duodenum akan terjadi kontraksi kandung empedu dan
relaksasi sfingter Oddi yang memungkinkan empedu mengalir masuk ke
dalam intestinum. Respon ini diantarai oleh sekresi hormon kolesitokinin-
pankreozimin (CCK-PZ) dari dinding usus.
2. Sistem Bilier terbagi atas :
a) Intrahepatik
Sistem biliaris Intrahepatik terdiri atas kanalikuli biliaris dan duktuli
biliaris intralobular. Duktus biliaris intrahepatik terdiri atas sel kuboid atau sel
epitel kolumnar. Bersama dengan bertambahnya jaringan konektif fibroelastis
di sekitar epitel, maka duktus semakin besar. Duktus yang terbesar
mempunyai otot polos pada dindingnya. Kanalikuli biliaris sebenarnya bukan
merupakan suatu duktus melainkan suatu dilatasi ruang interseluler antara
hepatosit yang berdekatan. Diameter lumen kanalikuli ini rata-rata 0,7 mm.
b) Ekstrahepatik
Sistem biliaris ekstrahepatik merupakan suatu saluran yang berada di
dalam ligamentum hepatoduodenale dan secara histologis terdiri atas sel epitel
kolumnar tinggi yang mensekresi mukus, selain itu juga terdapat jaringan
konektif di bawah epitel yang terdiri atas sejumlah serabut elastis, kelenjar
mukus, pembuluh darah dan saraf. Sistem biliaris extrahepatik terdiri dari :
1) Duktus Hepatikus Kiri dan Kanan
Duktus hepatikus kiri dan kanan muncul pada porta hepatika dari
kanan dan kiri lobus hepar dan berbentuk huruf V. Panjang dari duktus
hepatis kiri dan kanan bervariasi antara 0,5-2,5 cm. Biasanya duktus
hepatis kiri lebih panjang dari kanan dan lebih mudah dilatasi bila terjadi
obstruksi di bagian distal.
2) Duktus Hepatikus Komunis
Duktus Hepatikus komunis merupakan gabungan antara duktus
hepatikus kiri dan kanan dengan panjang sekitar 4 cm. Pada 95 % kasus,
gabungan ini berada di luar hepar, tepat di bawah dari porta hepatis. Pada
5% kasus, bergabung di dalam hepar.

4
3) Duktus sistikus
Duktus sistikus timbul di bagian leher vesika fellea dan bergabung
dengan duktus hepatika komunis. Panjang duktus sistikus bervariasi antara
0,5-0,8 cm dengan diameter rata-rata 1-3 mm. Dalam duktus sistikus,
mukosa membentuk 5-10 lipatan seperti bulan sabit yang dikenal sebagai
spiral valves of Heister. Valvula ini berfungsi untuk menahan distensi
yang berlebihan atau kolaps dari vesika fellea dengan mengubah tekanan
dalam duktus sistikus dan berfungsi dalam menghambat masuknya batu
empedu ke dalam duktus koledokus.
4) Duktus Koledokus
Duktus koledokus terbentuk dari gabungan duktus sistikus dengan
duktus hepatikus komunis. Panjang duktus ini sekitar 7,5 cm, namun juga
dapat bervariasi tergantung dari panjang duktus sistikus dan duktus
hepatikus komunis dengan diameter sekitar 6 mm. Duktus koledokus
dibagi dalam 4 segmen : supraduodenal, retroduodenal, pankreatika dan
intraduodenal.
5) Ampula vateri
Ampula vateri terbentuk dari pertemuan antara duktus koledokus
dengan duktus pankreatikus. Panjang ampula ini bervariasi, ditemukan
panjangnya lebih dari 2 mm pada 46 % kasus, sedangkan kurang dari 2
mm pada 32 % kasus dan tidak ada pertemuan antara duktus pankreatika
dengan duktus koledokus pada 29 % kasus.
6) Sphingter Oddi
Pada segmen intraduodenal dari duktus koledokus dan ampula
dikelilingi oleh lapisan serabut otot polos yang dikenal sebagai Sphingter
of Oddi. Sfingter ini merupakan kelompok serabut otot yang berada pada
dinding duktus koledokus. Pengaturan dari aliran empedu utamanya
dikontrol oleh sfingter ini dan terjadi relaksasi sfingter akibat stimulasi
kolesistokinin dan parasimpatis.
B. Definisi Atresia Bilier
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam
pipa/saluran-saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke
kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi
saat kelahiran (Lavanilate.2010.Askep Atresia Bilier).

5
Atresia Bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari tidak
adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau
intrahepatik (Suriadi dan Rita Yulianni, 2006) Atresia biliary merupakan obliterasi
atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari duktus biliaris akibat terhentinya
perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten dan kerusakan hati yang
bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan splenomegali bila
berlanjut menjadi hipertensi porta. (Kamus Kedokteran Dorland, 2006).
Atresia bilier adalah kondisi tertutupnya saluran empedu pada bayi yang baru
lahir. Meskipun kondisi ini jarang terjadi, atresia bilier termasuk kondisi serius yang
berbahaya.
C. Etiologi Atresia Bilier
Belum diketahui apa yang menyebabkan atresia bilier. Para ahli menduga
kelainan ini terjadi sesaat setelah bayi lahir, di mana saluran empedu bayi menjadi
tertutup. Kondisi ini membuat cairan empedu terhambat dan menumpuk di hati,
sehingga dapat mengakibatkan kerusakan pada hati.
Walaupun belum diketahui penyebabnya, beberapa faktor diduga dapat meningkatkan
risiko atresia bilier. Di antaranya adalah:
1. Infeksi virus atau bakteri setelah lahir.
2. Paparan zat kimia berbahaya.
3. Gangguan sistem kekebalan tubuh.
4. Perubahan atau mutasi gen tertentu.
5. Gangguan perkembangan hati dan saluran empedu saat di dalam rahim.
D. Patofisiologi Atresia Balier
Penyebabnya sebenarnya atresia bilier tidak diketahui sekalipun mekanisme
imun atau viral injurio bertanggung jawab atas progresif yang menimbulkan obstruksi
saluran empedu. Berbagai laporan menunjukkan bahwa atresia bilier tidak terlihat
pada janin, bayi yang baru lahir (Halamek dan Stefien Soen, 1997). Keadaan ini
menunjukan bahwa atresia bilier terjadi pada akhir kehamilan atau pada periode
perinatal dan bermanisfestasi dalam waktu beberapa minggu sesudah dilahirkan.
Inflamasi terjadi secara progresif dengan menimbulkan obstruksi dan fibrosis pada
saluran empedu intrahepatik atau ekstrahepatik (Wong, 2008).
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran
normal empedu keluar hati, kantung empedu dan usus akhirnya akan menyebabkan
peradangan, edema, degenerasi hati, bahkan hati menjadi fibrosis dan sirosis.

6
Obstruksi melibatkan dua duktus hepatic yaitu duktus biliaris yang
menimbulkan ikterus dan duktus didalam lobus hati yang meningkatkan ekskresi
bilirubin. Obstruksi yang terjadi mencegah terjadi bilirubin ke dalam usus
menimbulkan tinja berwarna pucat seperti kapur.
Obstruksi bilier menyebabkan akumulasi garam empedu di dalam darah
sehingga menimbulkan gejala pruritus pada kulit. Karena tidak adanya empedu dalam
usus, lemak dan vitamin A, D, E, K tidak dapat di absorbsi sehingga mengalami
kekurangan vitamin yang menyebabkan gagal tumbuh pada anak (Parakrama, 2005).
E. Manifestasi Klinis Atresia Bilier
1. Bayi mengalami ikterus segera setelah lahir
2. feses pucat dan gambaran serupa dengan hepatitis neonatus.
Jika kondisi ini tidak diobati maka :
1. hepar akan membesar
2. jantung menjadi tidak terlibat dan ada tanda malabsorbsi lemak
Gejala yang biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
1. Air kemih bayi berwarna gelap (karena tingkat bilirubin dalam darah dengan
konsentrasi tinggi masuk ke dalam urin)
2. tinja berwarna pucat / acholic (karena kurangnya bilirubin yang diserap)
3. kulit berwarna kuning
4. berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat
5. hati membesar.
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
1. Gangguan pertumbuhan
2. gatal-gatal
3. rewel
4. tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah
dari lambung, usus dan limpa ke hati).
Tanda pertama dari atresia bilier adalah penyakit kuning, yang menyebabkan warna
kuning pada kulit dan bagian putih mata.. Jaundice disebabkan oleh hati tidak
mengeluarkan bilirubin, pigmen kuning dari darah. Biasanya, bilirubin diambil oleh
hati dan dilepaskan ke dalam empedu. Namun, penyumbatan saluran empedu
menyebabkan bilirubin dan elemen lain dari empedu terakumulasi dalam darah. Bayi
akan menunjukan kondisi normal pada saat lahir tetapi dalam perkembangannya
menunjukan jaundice (kulit dan sclera mata berubah menjadi kuning), warna aurin

7
yang pekat, dan warna feses yang cerah dalam minggu pertama kehidupan. Setiap
bayi dengan jaundice, setelah berumur 1 bulan dapat dipastikan terkena atresia biliaris
dengan pemeriksaan darah (diantaranya: tipe bilirubin, bilirubin konjugasi dan
bilirubin tak terkonjugasi). Peningkatan bilirubin pada bayi dikarenakan kekurangan
drainase , abdomen menjadi sangat tegang, dan perbesaran dikarenakan peningkatan
ukuran hati. Jika hal ini terjadi, bayi akan menjadi rentan dan kehilangan berat badan
(meskipun pertambahan cairan akan menutupinya ).
F. Klasifikasi Atresia Balier
Tipe- tipe atresia biliary, secara empiris dapat dikelompokkan dalam 2 tipe:
1. Tipe yang dapat dioperasi / Operable/ correctable.
Jika kelainan/sumbatan terdapat dibagian distalnya. Sebagian besar dari saluran-
saluran ekstrahepatik empedu paten.
2. Tipe yang tidak dapat dioperasi / Inoperable/ incorrectable
Jika kelainan / sumbatan terdapat dibagian atas porta hepatic, tetapi akhir-akhir ini
dapat dipertimbangakan untuk suatu operasi porto enterostoma hati radikal. Tidak
bersifat paten seperti pada tipe operatif.
Menurut anatomis atresia billier ada 3 tipe:
1. Tipe I Atresia sebagian atau totalis yang disebut duktus hepatikus komunis,
segmen proksimal paten
2. Tipe IIa Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus billiaris komunis, duktus
sistikus, dan kandung empedu semuanya)
3. Tipe IIb Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis, duktus
sistikus, kandung empedu normal
4. Tipe III Obliterasi pada semua system duktus billier ekstrahepatik sampai ke hilus

8
Tipe I dan II merupakan jenis atresia yang dapat di operasi (correctable) sedangkan
tipe III adalah bentuk atresia yang tidak dapat dioperasi (non correctable), bila
telah terjadi sirosis maka dilakukan transpalantasi hati.
G. Pemeriksaan Diagnostik Atresia Bilier
Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan
untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis
besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :
1. Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui fungsi
hati (darah,urin, tinja).
2. Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai parenkim hati.
3. Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis
atresia bilier.

1. Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar
komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis.
Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan
gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuai dengan obstruksi
total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan peningkatan gamma-
GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya,
peningkatan SGOT < 5kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih
mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
1) Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien
yang mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini
menunjukkan adanya bendungan saluran empedu total.
2) Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada
tinja / stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
3) Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin
time, partial thromboplastin time.
b) Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik
yang cukup sensitif, tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini
tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi tinja. Pawlawska menyatakan

9
bahwa karena kadar bilirubin dalam empedu hanya10%, sedangkan kadar
asam empedu di dalam empedu adalah 60%, maka tidak adanya asam empedu
di dalam cairan duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier.
2. Pencitraan
a) Pemeriksaan ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat
ditingkatkan bila pemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan
puasa, saat minum dan sesudah minum.
b) Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary
Iminodeacetic Acid). Hida melakukan pemotretan pada jalur dari empedu
dalam tubuh, sehingga dapat menunjukan bilamana ada blokade pada aliran
empedu.
c) Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio
Pancreaticography). Merupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk
membedakan antara atresia bilier dengan kolestasis intrahepatik. Bila
diagnosis atresia bilier masih meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
kolangiografi durante operasionam. Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi
dianggap sebagai baku emas untuk membedakan kolestasis intrahepatik
dengan atresia bilier.
3. Biopsi hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat
diandalkan. Ditangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi
diagnostiknya mencapai 95%, sehingga dapat membantu pengambilan keputusan
untuk melakukan laparatomi eksplorasi, danbahkan berperan untuk penentuan
operasi Kasai.
H. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Pengumpulan data
1) Identitas : Identitas meliputi nama klien, usia, jenis kelamin.
2) Keluhan utama : Terdapat keluhan yaitu jaundice dalam 2 minggu sampai
2 bulan.

10
3) Riwayat penyakit sekarang
Anak dengan Atresia Billiary intra hepatik setelah usia 6 tahun terjadi
gangguan neuromuskuler seperti tidak ada reflek-reflek tendo dalam,
kelemahan memandang ke atas, ketidakmampuan berjalan akibat parosis
kedua tungkai bawah serta kehilangan rasa getar.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan lalu meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita,
riwayat operasi, riwayat alergi, riwayat imunisasi.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang menderita
penyakit yang sama dengan klien, keturunan dan lainnya. Menentukan
apakah ada penyebab herediter atau tidak.
6) Pemeriksaan Fisik
BI :Sesak nafas, RR meningkat
B2 :Takikardi,berkeringat, kecenderungan perdarahan (kekurangan
vitamin K).
B3 :Gelisah atau rewel
B4 :Urine warna gelap dan pekat
B5 :Distensi abdomen, kaku pada kuadran kanan, asites, feses warna
pucat, anoreksia, mual, muntah, regurgitasi berulang, berat badan
menurun, lingkar perut 52 cm.
B6 :Ikterik pada sclera kulit dan membrane mukosa, kulit berkeringat dan
gatal(pruritus), oedem perifer, kerusakan kulit, otot lemah
a. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
a) Bilirubin direk dalam serum meninggi
b) Nilai normal bilirubin total < 12 mg/dl
c) Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim
hati akibat bendungan empedu yang luas
d) Tidak ada urobilinogen dalam urine
e) Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase
alkalifosfatase (5-20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi
lipid (kolesterol fosfolipid trigiliserol)

11
2) Pemeriksaan diagnostik
a) USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital penyebab
kolestasis ekstra hepatic (dapat berupa dilatasi kristik saluran
empedu)
b) Memasukkan pipa lambung cairan sampai duodenum lalu
cairan duodenum di aspirasi. Jika tidak ditemukan cairan
empedu dapat berarti atresia empedu terjadi
c) Sintigrafi radio kolop hepatobilier untuk mengetahui
kemampuan hati memproduksi empedu dan mengekskresikan
ke saluran empedu sampai tercurah ke duodenum. Jika tidak
ditemukan empedu di duodenum, maka dapat berarti terjadi
katresia intra hepatic
d) Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan
dan noduler. Kandung empedu mengecil karena kolaps. 75%
penderita tidak ditemukan lumen yang jelas
b. Pemeriksaan tingkat perkembangan
1) Tahap Tumbuh Kembang umur 6-9 Bulan
a) Duduk (sikap tripoid-sendiri)
b) Belajar berdiri, kedua kakinya menyangga sebagian berat badan
c) Merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang
d) Memindahkan benda dari tangan satu ke tangan lainnya
e) Memungut dua benda, masing-masing tangan pegang satu
benda pada saat yang bersamaan
f) Memungut benda sebesar kacang dengan cara meraup
g) Bersuara tanpa arti, misalnya ,mamama, bababa, papapa
h) Mencari benda/mainan yang dijatuhkan
i) Bermain tepuk tangan atau ciluk ba
j) Bergembira dengan melempar benda
k) Makan kue sendiri
2) Umur 9-12 bulan
a) Mengangkat badannya ke posisi berdiri
b) Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan di kursi
c) Dapat berjalan dengan di tuntun

12
d) Mengulurkan lengan/badan untuk meraih mainan/gambar yang
diinginkan
e) Menggenggam erat pensil
f) Memasukkan benda ke mulut
g) Mengulang menirukan bunyi yang didengar
h) Menyebut 2-3 suku kata yang sama tanpa arti
i) Mengeksplorasi sekitar, ingin tahu, ingin menyentuh apa saja
j) Bereaksi terhadap suara perlahan/bisikan
k) Senang diajak bermain “ ciluk ba”
l) Mengenal anggota keluarga, takut kepada orang yang belum
dikenal
3) Umur 12-18 bulan
a) Berdiri sendiri tanpa berpegangan
b) Membungkuk memungut mainan kemudian berdiri kembali
c) Berjalan mundur 5 langkah
d) Memanggil ayah dengan kata “papa”, memanggil ibu dengan
kata “mama”. Tergantung mengajarinya, kalau diajari
memanggilnya “ayah” ya akan dipanggil “ayah.
c. Pola fungsi kesehatan
1) Aktivitas istirahat
Gejala : Letargi atau kelemahan
Tanda : Gelisah atau rewel
2) Sirkulasi
Tanda : Takikardia, berkeringat, ikterik pada sklera kulit dan
membran mukosa.
3) Eliminasi
Tanda :Distensi abdomen, asites
Urine :Warna gelap, pekat
Feses :Warna dempul, steatorea, diare/konstipasi dapat terjadi
4) Integritas Ego
Gejala : Menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.
Tanda : Takut, cemas, gelisah , menari diri

13
5) Makanan/ Cairan
Gejala : Anoreksia, tidak mau makan, mual/muntah tidak toleran
terhadap lemak dan makanan pembentuk gas, regurgitasi berulang.
6) Higyene
Tanda : Sangat ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari.
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala: Otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan..
8) Pernapasan
Gejala: Peningkatan frekuensi pernafasan
9) Keamanan
Tanda : Ikterik, kulit berkeringat dan gatal (pruritus),
kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K), oedem perifer,
jaundice, kerusakan kulit.
2. Diagnosa keperawatan
a) Hipertermia berhubungan dengan infeksi virus atau bakteri, kerusakan progresif
pada duktus bilier, inflamasi progresi.
b) Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan obstruksi
aliran dari hati kedalam, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat di absrobsi,
kekurangan vitamin larut lemak (A,D,E,K).
c) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses peradangan pada hati,
hepatomegali, distensi abdomen, menekan diafragma.
d) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ekskresi bilirubin ke
usus terhambat, gangguan penyerapan lemak dan vitamin larut lemak, malnutrisi.
3. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1 Hipertermia berhubungan NOC NIC
dengan infeksi virus atau Thermoregulation Fever treatment
bakteri, kerusakan progresif Kriteria Hasil : - Monitor suhu sesering
pada duktus bilier, inflamasi Suhu tubuh mungkin.
progresif dalam rentang normal - Monitor warna dan suhu
Batasan Karakteristik : Nadi dan RR kulit.
- Konvulsi dalam rentang normal - Monitor tekanan darah,

14
- Kulit kemerahan Tidak ada nadi dan RR.
- Kejang perubahan warna kulit - Selimuti pasien.
- Takikardi dan tidak ada pusing - Kompres pasien pada lipat
- Takipnea paha dan aksila.
- Kulit terasa hangat Temperature regulation
Factor yang Berhubungan : - Monitor suhu minimal tiap
- Anastesia 2 jam.
- Penurunan respirasi - Monitor TD, nadi dan RR.
- Dehidrasi Monitor warna dan suhu
- Medika kulit.
- Trauma - Monitor tanda – tanda
hipertermi.
- Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi.
- Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh.
- Berikan antipiretik jika
perlu.
Vital Sign Monitoring
- Monitor TD, nadi, suhu
dan RR.
- Catat adanya fluktuasi
tekanan darah..
- Monitor sianosis perifer.
2 Keterlambatan pertumbuhan NOC NIC
dan perkembangan Grownt and Peningkatan
berhubungan dengan Development,Delayed perkembangan anak dan
obstruksi aliran dari hati  Nutrition remaja
kedalam, lemak dan vitamin Imbalance Less - Kaji faktor penyebab
larut lemak tidak dapat di Than Body gangguan perkembangan
absrobsi, kekurangan vitamin  Requirements: anak
larut lemak (A,D,E,K). - Tingkatan komunikasi

15
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil: verbal
- Gangguan pertumbuhan - Anak berfungsi - Berikan reinforcement
fisik optimal sesuai positif atas hasil yang
- Penurunan waktu respon tingkatannya dicapai anak
- Terlambat dalam - Keluarga dan anak - Dorong anak melakukan
melakukan keterampilan mampu perawatan sendiri
umum kelompok usia menggunakan - Manajemen perilaku anak
- Kesulitan dalam melakukan koping terhadap yang sulit
keterampilan umum tantangan karena - Dorong anak melakukan
kelompok usia adanya sosialisasi dengan kelompok
- Afek datar ketidakmampuan - Ciptakan lingkungan yang
- Ketidakmampuan - Keluarga mampu aman
melakukan aktivitas mendapatkan Nutritional Management:
perawatan diri yang sesuai sumber-sumber - Kaji keadekuatan asupan
dengan usia sarana komunikasi nutrisi (misalnya kalori, zat
- Ketidakmampuan aktivitas - Kematangan fisik : gizi)
pengendalian dan - Wanita: perubahan - Tentukan makanan yang
perawatan diri yang sesuai fisik normal pada disukai anak
dengan usianya wanita yang terjadi - Pantau kecenderungan
- Lesu/tidak bersemangat dengan transisi dari kenaikan dan penurunan
Faktor yang berhubungan : masa kanak-kanak berat badan
- Efek ketidak berdayaan ke dewasa Nutrition Theraphy:
fisik - Pria: perubahan fisik - Menyelesaikan penilaian
- Defisiensi lingkungan normal pada pria gizi, memantau
- Pengasuhan yang tidak yang terjadi dengan makanan/cairan tertelan dan
adekuat transisi dari masa menghitung asupan kalori
- Reponsivitas yang tidak kanak-kanak ke harian
konsisten dewasa - Memantau kesesuaian
- Pengabaian  Status nutrisi perintah diet untuk
- Pengasuh ganda seimbang memenuhi kebutuhan gizi
- Ketergantungan yang  Berat badan sehari-hari
terprogram - Kolaborasi dengan ahli
- Perpisahan dari orang yang gizi, jumlah kalori dan jenis
dianggap penting nutrisi yang dibutuhkan

16
- Defisiensi stimulasi untuk memenuhi
persyaratan gizi yang sesuai
- Dorong pasien untuk
memilih makanan semisoft,
jika kurangnya air liur
menghalangi menelan
- Mendorong asupan
makanan tinggi kalsium
- Mendorong asupan
makanan dan cairan tinggi
kalium, pastikan bahwa diet
termasuk makanan tinggi
kandungan serat untuk
mencegah konstipasi
3 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
berhubungan dengan proses asuhan keperawatan (Airway management)
peradangan pada hati, selama….x 24jam - Atur posisi klien untuk
hepatomegali, distensi klien menunjukan memaksimalkan ventilasi.
abdomen, menekan pola nafas efektif, - Lakukan fisioterapi dada
diafragma. dibuktikan dengan sesuai kebutuhan.
status respirasi: - Dorong klien untuk
Ventilasi adekuat bernafas pelan dan dalam.
dengan kriteria: - Auskultasi bunyi nafas,
Klien area penurunan ventilasi
menunjukan atau tidak adanya ventilasi
kedalaman dan dan adanya bunyi nafas
kemudahan bernafas. tambahan.
Ekspansi dada - Kelola pemberian
simetris. bronchodilator sesuai
Tidak ada kebutuhan.
penggunaan otot bantu - Ajarkan klien bagaimana
pernafasan. menggunakan inhaler.
Tidak ada bunyi - Atur posisi klien untuk

17
nafas tambahan. mengurangi dypsneu.
Tidak ada nafas - Monitor status respirasi
pendek. dan oksigen sesuai
kebutuhan.
Terapi oksigen (Oxigen
therapy):
- Pertahankan kepatenan
jalan nafas.
- Monitor aliran oksigen
- Berikan oksigen sesuai
kebutuhan
- Monitor posisi pemberian
oksigen.
- Berikan O2 sesuai
kebutuhan.
- Monitor keefektifan terapi
oksigen
- Monitor kemampuan klien
dalam mentoleransi
perpindahan O2 ketika
makan.
- Monitor tingkat
kecemasan klien
berhubungan dengan
kebutuhan terapi oksigen.
Monitor Respirasi
(Respiratory monitoring).
- Monitor kecepatan, irama,
kedalaman respirasi.
- Catat pergerakan dada,
kesimetrisan, penggunaan
otot nafas tambahan dan
adanya retraksi otot
intercosta.

18
- Monitor pola nafas:
bradypneu, tachyoneu,
hiperventilasi, pernaasan
kusmaul, cheynes stokes,
biot dan apneu.
- Palpasi ekspansi paru.
- Auskultasi bunyi paru
setelah pemberian
pengobatan.
- Monitor kemampuan klien
untuk batuk efektif.
4 Nutrisi kurang dari kebutuhan NOC: NIC
tubuh berhubungan dengan Status gizi: tingkat zat - Pengelolaan gangguan
ekskresi bilirubin ke usus gizi yang tersedia makan
terhambat, gangguan untuk memenuhi - Pengelolaan nutrisi
penyerapan lemak dan kebutuhan metabolic - Bantu menaikkan BB
vitamin larut lemak, Aktivitas keperawatan:
malnutrisi Status gizi: asupan - Timbang BB klien pada
makanan dan cairan: interval yang sesuai
jumlah makanan dan - Tentukan BB ideal klien
cairan yang di - Berikan informasi
konsumsi tubuh menyangkut sumber-sumber
selama waktu 24 jam yang tersedia . seperti:
konseling diet,program
Status gizi: nilai gizi: latihan.
keadekuatan zat gizi - Diskusikan dengan klien
yang dikonsumsi tentang kondisi medis yang
tubuh mempengaruhi BB
- Diskusikan tentang risiko
Tercapai setelah yang berkaitan dengan
menjalani perawatan kelebihan atau kekurangan
selama 3 hari BB
Kriteria hasil: - Bantu klien dalam

19
Klien akan mengembangkan rencana
mempertahankan berat makan yang seimbang dan
badan ideal konsisten dengan tingkat
Klien penggunaan energi
menyatakan toleransi
terhadap diet ang
dianjurkan
Mempertahankan
massa tubuh dan berat
badan dalam batas
normal
Melaporkan
keadekuatan tingkat
energy

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk
atau tidak berkembang secara normal. Pada atresia bilier terjadi penyumbatan
aliran empedu dari hati ke kandung empedu. Hal ini bisa menyebabkan kerusakan
hati dan sirosis hati, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal. Kemungkinan
penyebab atrisia bilier karena infeksi pada intraurine.
B. Saran
Perlu deteksi dini kasus atresia bilier dan pemberian penatalaksanaan yang
tepat demi tercapainya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental yang optimal
bagi penderita atresia bilier.

21
DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/Best/Downloads/kupdf.net_makalah-atresia-bilier.pdf

dr. Tjin Willy. (2018) Atresia Bilier. Diperoleh tanggal 11 april 2019. Dari
https://www.alodokter.com/atresia-bilier

Prama, Rifa. (2018) Makalah Atresia Bilier. Diperoleh tanggal 11 april 2019. Dari
https://www.scribd.com/document/372600671/Makalah-Atresia-Bilier

iii

Vous aimerez peut-être aussi