Vous êtes sur la page 1sur 22

Diskusi kasus

PSORIASIS VULGARIS

Disusun Oleh:

Deasy Nataliani
04054821820141

Pembimbing:
dr. Sarah Diba, Sp.KK, FINSDV

DEPARTEMEN DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI


RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus


“Psoriasis Vulgaris”

Oleh
Deasy Nataliani
04054821820141

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Dermatologi dan Venereologi RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
periode 11 Maret – 15 April 2019.

Palembang, April 2019

dr. Sarah Diba, Sp.KK, FINSDV


STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
Nama : Tn. HT
Usia : 23 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Suku : Sumatera
Alamat : Seberang Ulu I Palembang
No. Rekam medik : 955299
Kontrol ke poliklinik Dermatologi dan Venereologi RSMH Palembang
tanggal 26 Maret 2019 pukul 11.00 WIB

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis tanggal 26 Maret 2019 pukul 11.00 WIB)


Keluhan utama : Timbul bercak merah meninggi ditutupi sisik putih
tebal di dada, punggung, lengan, dan tungkai yang
semakin banyak dan semakin merah sejak kisaran 1
bulan lalu.
Keluhan tambahan : Gatal.
Riwayat perjalanan penyakit:
Kisaran 1 tahun lalu, pasien mengeluh timbul bercak merah
meninggi ukuran biji jagung hingga telapak tangan ditutupi sisik tebal dan
kasar di daerah perbatasan rambut dan dahi, wajah, lengan, dada, perut,
punggung, dan tungkai. Bercak tersebut terasa sangat gatal terutama jika
sedang berkeringat. Pasien berobat ke dokter umum dan diberi salep warna
putih yang dioleskan pada lesi 2 kali sehari. Keluhan tidak berkurang.
Kisaran 5 bulan lalu, bercak merah tidak bertambah namun
semakin sering terasa gatal. Keluhan gatal dirasakan memberat terutama
saat pasien sedang dalam kondisi stress. Pasien tidak berobat.
Kisaran 1 bulan lalu, bercak merah terutama yang berlokasi di
daerah punggung, dada, dan paha semakin banyak, semakin sering

1
bertambah merah, sisiknya semakin tebal, dan semakin sering terasa gatal.
Pasien lalu berobat ke Poliklinik Dermatologi dan Venereologi RSMH
Palembang.

Riwayat penyakit dahulu:


 Keluhan bercak merah meninggi ditutupi sisik tebal dan terasa gatal
pernah dialami sejak kisaran 8 tahun lalu. Pasien telah beberapa kali
berobat ke dokter umum dan ke dokter kulit. Kisaran 3 tahun lalu,
pasien berobat ke Poliklinik Dermatologi dan Venereologi RSMH
Palembang dan diberi beberapa obat tablet yang diminum 1 kali sehari
dan obat salep yang dioles pada lesi 2 kali sehari. Keluhan merah pada
sebagian besar bercak ditubuh mulai berkurang dan menghitam.
Setelah itu pasien tidak pernah lagi kontrol.
 Infeksi gigi, saluran napas atas dan/atau bawah, ataupun infeksi kulit
sebelumnya disangkal.
 Pasien tidak pernah mengalami sakit kuning.
 Pasien tidak pernah mengalami malaria.
 Pasien tidak pernah mengalami nyeri-nyeri sendi.
 Darah tinggi, kencing manis, ataupun kolesterol tinggi disangkal.
 Pasien tidak pernah mengalami tubuh menjadi merah secara
keseluruhan yang disertai demam hingga menggigil.

Riwayat penyakit dalam keluarga:


 Keluhan bercak merah ditutupi sisik dan gatal pada anggota keluarga
disangkal

Riwayat kebiasaan dan higienitas:


 Pasien tidak merokok.
 Pasien tidak memiliki hewan peliharaan.
 Penggunaan barang-barang pribadi secara bersamaan dengan anggota
keluarga lain disangkal.

2
 Pasien mandi 2 kali sehari dengan menggunakan air PDAM, shampoo
dan sabun.
Kesan: higienitas baik

Riwayat sosioekonomi:
 Orang tua pasien bekerja sebagai penjual sayur masak dengan
penghasilan perbulan sekitar Rp1.500.000,-.
Kesan: status ekonomi menengah ke bawah

III. PEMERIKSAAN FISIK


(Dilakukan pada 26 Maret 2019 pukul 11.30 WIB)
Status generalikus
 Keadaan umum : baik
 Kesadaran : compos mentis
 Tekanan darah : 120/70 mmHg
 Nadi : 72 x/menit
 Laju pernapasan : 24 x/menit
 Suhu : 36.6 C
 Berat badan : 90 kg
 Tinggi badan : 172 cm
 IMT : 30.4 kg/m2
 Status gizi : obesitas derajat I

Keadaan spesifik
Kepala :
 Mata : Konjungtiva palpebra tidak anemis , sklera tidak
Ikterik
 Hidung : Lapang, tidak ada sekret, tidak ada deviasi septum
 Telinga : Meatus acusticus externus lapang
 Mulut : Tidak ada geographic tongue, faring tidak
hiperemis, tonsil T1-T1

3
Thorax :
 Jantung : Bunyi jantung I-II normal, tidak ada murmur dan
gallop.
 Paru-paru : Suara napas vesikular, tidak ada ronkhi dan
wheezing.
Abdomen : Datar, lemas, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien
tidak teraba, bising usus normal
Ekstremitas : Tidak ada edema
KGB : Inspeksi dan palpasi tidak ditemukan pembesaran
KGB di regio colli dextra et sinistra, aksila dextra
et sinistra, dan inguinal dextra et sinistra.
Genitalia : Tidak diperiksa

Status dermatologikus
1. Regio perbatasan scalp et facialis :
Plak eritem, soliter, plakat, ireguler, sebagian ditutupi skuama
putih kering sedang-kasar selapis sulit dilepas.

Gambar 1. Regio perbatasan scalp et facialis

2. Regio preauricular sinistra et mandibula dextra et sinistra :


Plak eritem, multipel, lentikuler-plakat, ireguler, diskret sebagian
konfluen, ditutupi skuama putih kering sedang-kasar berlapis sulit
dilepas.

4
Gambar 2. Regio preauricular sinistra et mandibula dextra et sinistra

3. Regio truncus :
Plak eritem, multipel, lentikuler-plakat, ireguler, diskret sebagian
konfluen, ditutupi skuama putih kering kasar berlapis sulit dilepas.

Gambar 3. Regio truncus

4. Regio extremitas superior et inferior bilateral :


Plak eritem, multipel, lentikuler-numuler, diskret sebagian
konfluen, ditutupi skuama putih kasar kering berlapis sulit dilepas.
Sebagian terdapat makula hiperpigmentasi, multipel, lentikuler-
numuler, diskret.

5
Gambar 4. Regio ventral antebrachii

Gambar 5. Regio dorsal antebrachii; makula hiperpigmentasi (panah putih)

Gambar 6. Regio extremitas inferior bilateral

6
5. Regio unguium manus et pedis bilateral :
 Matriks proksimal : pitting dan onikoreksis
 Matriks distal : onikolisis
 Nail bed : hiperkeratosis subungual

Gambar 7. Regio unguium manus dextra et sinistra

Gambar 8. Regio unguium pedis dextra et sinistra: onikolisis (panah kuning);


keratosis subungual (panah putih)

7
Body Surface Area (BSA) yang terlibat pada pasien ini adalah:
 Kepala : 2%
 Lengan kanan : 2%
 Lengan kiri : 2%
 Truncus anterior : 8%
 Truncus posterior : 10%
 Tungkai kanan : 7%
 Tungkai kiri : 7%
 Total BSA : 38%

Gambar 9. Body Surface Area

8
Pemeriksaan dermatologi manual
1. Auspitz sign

Gambar 10. Regio truncus posterior; bintik-bintik perdarahan (panah kuning)

2. Tetesan lilin

Gambar 11. Regio cruris sinistra; tetesan lilin (panah putih)

Skor Psoriasis Area Severity Index (PASI)


Extremitas Extremitas
Skor Lesi Kepala Truncus
Superior Inferior
Eritem (E) 1 2 1 1
Indurasi (I) 1 1 2 2
Skuama (S) 1 2 2 2
E+I+S = sum 3 5 5 5
Persentase area 2% 18% 4% 14%
Skor area (SA) 1 2 1 2
Subtotal = sum x SA 3 10 5 10
Konstanta (K) 0,1 0,3 0,2 0,4
Total = sum x K 0,3 3 1 4
Total Skor PASI : 0,3 + 3 + 1 + 4 = 8,3
Interpretasi : Psoriasis vulgaris moderate

9
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan spesimen kerokan kulit dengan penambahan KOH 10%.
Dilakukan kerokan kulit pada bagian plak eritem yang ditutupi skuama
putih kasar kering berlapis di regio truncus posterior, kemudian
ditambahkan larutan KOH 10%, lalu dilakukan fiksasi dengan cara
didiamkan selama 15 menit atau dengan dipanaskan sekilas diatas api
bunsen, kemudian diperiksa menggunakan mikroskop dengan
pembesaran 40x
Hasil : tidak ditemukan hifa ataupun spora jamur.

Gambar 12. Pemeriksaan KOH 10% pada spesimen kerokan kulit

V. RESUME
Tn. HT, 23 tahun, mengeluh adanya plak eritem multipel di
facialis, truncus, extremitas superior et inferior bilateral yang semakin
banyak dan semakin merah sejak 1 bulan lalu. Kisaran 1 tahun lalu, pasien
mengeluh timbul plak eritem multipel, lentikuler-plakat, diskret sebagian
konfluen, ditutupi skuama psoriasiform di regio scalp et facialis, truncus,
extremitas superior et inferior bilateral disertai gatal. Kisaran 5 bulan lalu,
plak eritem tidak bertambah namun semakin sering terasa sangat gatal.
Pada regio scalp, facialis, truncus, extremitas superior et inferior bilateral
didapatkan plak eritem multipel lentikuler-plakat diskret sebagian
konfluen ditutupi skuama psoriasiform, sebagian terdapat makula
hiperpigmentasi multipel lentikuler-numuler diskret.

10
VI. DIAGNOSIS BANDING
 Psoriasis vulgaris
 Tinea corporis
 Dermatitis numularis

VII. DIAGNOSIS KERJA


Psoriasis Vulgaris

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN


 Biopsi dan pemeriksaan histopatologi
 Kultur pada media agar dekstrosa Sobouraud

IX. PENATALAKSANAAN
Umum (KIE) :
 Menjelaskan bahwa penyakit ini disebabkan oleh kelainan genetik dan
gangguan sistem kekebalan tubuh.
 Menjelaskan bahwa penyakit ini akan sering mengalami kekambuhan.
 Menjelaskan faktor-faktor pencetus yang dapat menyebabkan
kambuhnya keluhan seperti akibat putus obat, kegemukan, tekanan
darah tinggi, infeksi, stress, dan lainnya serta mengedukasi untuk
menghindari faktor-faktor tersebut.
 Menjelaskan bahwa tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan
keparahan penyakit sehingga pasien dapat beraktivitas dengan kualitas
yang baik, bukan untuk menyembuhkan penyakit secara sempurna.
 Mengenalkan dan menjelaskan tentang obat-obat yang akan diberikan
termasuk efek samping obat.
 Menyarankan untuk selalu melindungi kulit dengan menggunakan
pelembab kulit dan pakaian panjang.

11
Khusus:
Topikal : Krim Betamethasone 0,1% tiap 12 jam
Sistemik :
 Tablet Metotrexate 15mg tiap 1 pekan
 Tablet Asam folat 1mg tiap 24 jam
 Tablet Cetirizine 10mg tiap 24 jam
 Tablet Ranitidine 150mg tiap 12 jam

X. PROGNOSIS
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad functionam : dubia ad bonam
 Quo ad sanationam : dubia ad malam

12
NOTULENSI

Topik : Psoriasis Vulgaris


Penyaji : Deasy Nataliani, S.Ked
Pembimbing : dr. Sarah Diba, Sp.KK, FINSDV
Hari/tanggal : Kamis/ 11 April 2019

Tanya Jawab

1. Apa saja faktor risiko yanng menyebabkan kekambuhan gejala psoriasis


pada kasus ini?
Jawab: berdasarkan anamnesis, dapat disimpulkan bahwa faktor pencetus
gejala psoriasis pada pasien ini adalah faktor stress dan obesitas.
1. Faktor stress
Saat sedang dalam kondisi stress, otak bagian amygdala akan merespon
dengan mengirimkan sinyal “stress” ke hipotalamus sehingga akan
diproduksilah hormon CRH. Corticotrophine releasing hormone ini akan
merangsang hipofisis anterior untuk memproduksi ACTH yang kemudian
ACTH akan merangsang korteks adrenal untuk menghasilkan hormon
kortisol. Hormon kortisol memiliki efek menekan inflamasi sehingga
stress di tubuh akan berkurang. Namun selain mengirim sinyal ke
hipotalamus, amygdala juga akan mengirim sinyal tersebut ke sistem
simpatis sehingga medula adrenal akan terangsang untuk memproduksi
norepinefrin. Pada penderita psoriasis, produksi hormon norepinefrin tiga
kali lebih tinggi dari pada hormon kortisol. Norepinefrin akan merangsang
berbagai reseptor adrenergik yang ada di membran sel-sel imun, sehingga
aktivasi dan proliferasi sel-sel imun menjadi meningkat dan akan
terjadilah reaksi inflamasi akibat sitokin-sitokin yang dihasilkan oleh sel-
sel imun tersebut. Reaksi inflamasi ini kemudian akan menimbulkan gejala
klinis psoriasis.
2. Faktor obesitas
Orang yang obesitas memiliki lapisan adiposa yang lebih tebal. Sel-sel
adiposa juga dapat mengeluarkan sitokin inflamasi yaitu adipokin dan
adipositokin. Sitokin ini juga terlibat dalam pengaktifan berbagai sel-sel
imun yang terlibat dalam kaskade inflamasi pada lapisan kulit penderita
psoriasis sehingga reaksi inflamasi ini akan menjadi lebih mudah untuk
terjadi.

Sumber:
1. Tampa, Mircea, dkk. 2018. The Pathophysiological Mechanisms and
Quest for Biomarkers in Psoriasis, a stress-Related Skin Disease.
Hindawi. Disease Markers. https://doi.org/10.1155/2018/5823684
2. Armstrong, AW., dkk. 2012. The Association between Psoriasis and
Obesity: a Systematic Review and Meta-analysis of Observational Studies.
Nutrition and Diabetes (2012), 1-6.

2. Mengapa pada kasus ini tatalaksana sistemik yang dipilih adalah


metotrexate, bukan steroid?
Jawab: Pasien ini merupakan penderita psoriasis kronik, yaitu sudah
mengalami psoriasis selama 8 tahun. Terapi sistemik jangka panjang
merupakan terapi yang diperlukan pada pasien ini. Pada algoritma tatalaksana
psoriasis yang tercantum di Fitzpatrick dan PPK DV Unsri tidak ada
dituliskan bahwa steroid dapat dijadikan sebagai lini pengobatan sistemik
untuk psoriasis. Namun, hanya dituliskan bahwa steroid dapat digunakan
sebagai terapi topikal, itupun tidak untuk jangka panjang. Hal ini mengingat
bahwa efek samping steroid jangka panjang akan lebih banyak daripada
manfaat pengobatannya. Steroid sistemik jangka panjang dapat menyebabkan
salah satunya hipertensi, penambahan berat badan, peningkatan metabolisme
tubuh, dan memudahkan terjadinya infeksi tubuh. Jika dicermati, semua efek
samping ini merupakan faktor risiko eksaserbasi gejala psoriasis. Selain itu,
pasien akan menjadi immunocompromised. Efek withdrawal juga merupakan
satu hal yang ditakutkan karena dapat membuat kondisi pasien menjadi lebih
parah bahkan dari sebelum dilakukan pengobatan. Pasien bisa menjadi
eritroderma atau menjadi psoriasis pustular general.
Sumber: Gudjonsson, Johann E., dan James T. Elder. Psoriasis. Dalam:
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th Ed. New York: Mc Graw
Hill Book; 2012. Hal 197-231

3. Bagaimana hubungan riwayat malaria dan sakit kuning dengan


psoriasis?
Jawab: obat malaria dan hepatitis C merupakan salah satu faktor pencetus
gejala psoriasis.
1. Obat malaria seperti hydroxichloroquin dapat mencetuskan kekambuhan
gejala psoriasis. Obat ini dapat menghambat kerja enzim epidermal
transglutaminase yang berperan dalam mengkatalisis proses pembentukan
isopeptida protein-protein cross-link pada taut sel-sel keratinosit di lapisan
epidermal. Jika protein tersebut tidak terbentuk maka fungsi sawar kulit
akan terganggu. Dengan demikian akan meningkatkan risiko masuknya
antigen ke dalam lapisan kulit yang dapat memicu timbulnya reaktivasi
berbagai sel-sel imun dan produksi berbagai sitokin pro inflamasi sehingga
dapat terjadi proses inflamasi dan timbullah lesi kulit pada psoriasis.
Selain itu hydroxychloroquin juga dapat memicu proliferasi dan
transformasi sel-sel limfosit dan meningkatkan produksi sitokin IFN-g dan
TNF-a.

Sumber: McCoy, Sara S., dkk. 2015. Exacerbation of Psoriasis due to


Hydroxychloroquine. iMedPub Journals:7(39).

2. Virus hepatitis C ketika menginfeksi keratinosit akan menimbulkan respon


dari keratinosit berupa diproduksinya antimikroba peptida (AMP) yaitu
Cathelicidin dan Defensin. Kedua AMP tersebut dapat meningkatkan
kepekaan Toll-like receptor9 (TLR9) pada membran sel dendritik sehingga
sel ini akan terangsang untuk mempresentasikan antigen virus ke sel-sel
imun lain. Maka akan teraktivasilah berbagai sel limfosit T yang kemudian
akan memproduksi berbagai sitokin yang menimbulkan reaksi inflamasi.
Selain oleh pengaruh virusnya secara langsung, pengobatan hepatitis C
dengan IFN juga dapat menjadi pencetus psoriasis karena IFN-g
merupakan sitokin utama yang berperan dalam respon inflamasi pada
psoriasis.

Sumber : Chun, K., dkk. 2016. Hepatitis C May Enhance Key Amplifier of
Psoriasis. JEADV. Doi: 10.1111/jdv.13578

4. Bagaimana hubungan merokok dengan psoriasis?


Jawab : Rokok merupakan salah satu pencetus kekambuhan gejala psoriasis.
Salah satu kandungan rokok adalah nikotin. Nikotin memiliki pera dalam
mencetuskan eksaserbasi gejala psoriasis. Nikotin dapat meningkatkan
pembentukan neoangiogenesis di dermis melalui peningkatan produksi EGF
oleh makrofag. Nikotin juga dapat meningkatkan efek kemotaktik sel-sel
neutrofil untuk bermigrasi ke lapisan stratum korneum. Selain itu, nikotin juga
dapat memperpanjang usia neutrofil yanng berada di stratum korneum
epidermis. Ekspresi molekul APC dapat ditingkatkan oleh pengaruh nikotin
sehingga kepekaan dalam merespon antigen asing yang masuk ke jaringan
kulit akan meningkat. Nikotin juga diketahui dapat meningkatkan influks
kalsium transmembran keratinosit di stratum basal sehingga dapat
menigkatkan laju diferensiasi sel tersebut.

Sumber: Naldi, Luigi. 2016. Psoriasis and Smoking: Links and Risks.
Psoriasis: Targets and Therapy 2016(6):65-71

5. Mengapa pada kasus ini diberikan asam folat dan ranitidin?


Jawab: untuk mengatasi efek samping metotrexate terkait kerjanya yang
menghambat enzim dihydrofolate reductase yang berperan dalam
pembentukan nukleotida dan nukleosida bagi sel-sel baru. Metotrexate yang
diberikan secara oral akan memiliki efek sistemik terhadap semua sel-sel
diseluruh tubuh. Sel-sel dengan siklus pembelahan yang cepat seperti sel-sel
darah dan sel mukosa gastrointestinal merupakan sel-sel yang terutama akan
dipengaruhi oleh kerja metotrexate.
Folat: untuk mempertahankan kecukupan folat didalam tubuh sehingga siklus
pembentukan sel-sel tubuh lain tetap dapat berlangsung. Diharapkan efek
samping metotrexate seperti pansitopenia, fibrosis pulmonal, nausea, dan
lainnya dapat dicegah.
Ranitidin: untuk mengatasi mual akibat efek samping metotrexate. Mual dapat
terjadi juga akibat pergantian sel-sel mukosa GI terganggu sehingga saluran
GI cenderung lebih mudah mengalami iritasi. Jika saraf vagus yang ada di
lapisan mukosa terangsang oleh asam lambung, maka akan dikirimkan impuls
mual. Ranitidin bekerja untuk menghambat produksi asam lambung sehingga
mukosa lambung tidak mudah mengalami iritasi.

Sumber: Warren, R.B., dkk. 2016. British Association of Dermatologist’


Guidelines for the Safe and Effective Prescribing of Methotrexate for Skin
Disease 2016. British Journal Dermatology (175):23-44

6. Mengapa pada kasus ini prognosis sanationamnya dubia?


Jawab: Psoriasis merupakan long-life disease. Sebesar 71% plak psoriasis
akan menetap seumur hidup, 16% akan lesinya akan hilang timbul, dan 13%
akan hilang sempurna. Prognosis akan menjadi buruk jika tidak bisa
mengendalikan faktor pencetus.

Sumber : Gudjonsson, Johann E., dan James T. Elder. Psoriasis. Dalam:


Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th Ed. New York: Mc Graw
Hill Book; 2012. Hal 197-231

7. Bagaimana pemberian metotrexate?


Jawab:
1. Sebelum diberikan metotrexate, pasien harus di skrining terlebih dahulu
terkait fungsi hepar, ginjal, dan sumsum tulang. Fungsi hepar yang dapat
diperiksa antara lain SGPT/SGOT, alkalin fosfatase, bilirubin total, protein
total, albumin, globulin, profil lipid, amilase, asam urat, dan glukosa
darah. Fungsi ginjal yang dapat diperiksa antara lain kadar blood urea
nitrogen (BUN) dan kreatinin. Pemeriksaan darah lengkap yang perlu
dimonitor yaitu hemoglobin, eritrosit, leukosit, trombosit, hematokrit,
hitung jenis, MCV, MCH, MCHC. Pemeriksaan terkait infeksi juga dapat
dilakukan seperti pemeriksaan LED dan CRP.
2. Setelah diketahui bahwa tidak ada gangguan hepar, ginjal, dan sedang
tidak mengalami infeksi berat, maka pengobatan metotrexate dapat
dimulai dengan dosis uji 0,5-5 mg/minggu. Pemakaian dapat berlangsung
sepanjang tidak memberikan tanda toksisitas hepar, ginjal, dan sumsum
tulang dengan pemantauan yang memadai, sehingga monitoring terhadap
pemeriksaan terutama darah lengkap dan fungsi hepar perlu dilakukan
setiap minggu sampai dosis terapeutik tercapai. Selanjutnya dapat
diberikan dosis terapeutik metotrexate misal 7,5 mg/minggu dengan cara
pemberian dibagi 2,5 mg tiap 12 jam, kemudian pemberian minggu
selanjutnya dengan cara yang sama. Dosis dapat terus ditingkatkan jika
dosis terapeutik belum tercapai. Rata-rata dosis per minggu adalah 10-15
mg dan maksimal 25-30 mg per minggu.
3. Monitoring darah lengkap dan fungsi hepar selanjutnya dilakukan setiap 4-
8 minggu. Biopsi hepar dapat dilakukan setelah dosis akumulasi mencapai
1,5 g (risiko tinggi) atau 3,5-4,0 g (risiko rendah)

Sumber :
1. Gudjonsson, Johann E., dan James T. Elder. Psoriasis. Dalam:
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th Ed. New York: Mc
Graw Hill Book; 2012. Hal 197-231
2. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit Kelamin Indonesia
tahun 2017

8. Kapan asam folat sebaiknya diberikan?


Jawab: asam folat dapat diberikan dengan dosis 5 mg sehari setelah pemberian
metotrexate dan setiap hari dengan dosis 1 mg selain di hari pemberian
metotrexate. Pemberian tersebut dinilai efektif dalam mencegah defisiensi
folat. Pemberian folat di hari yang tidak berbarengan dengan metotrexate juga
tidak akan mengurangi efikasi dari kerja metotrexate. Dosis dapat ditingkatkan
menjadi 10 mg jika efek samping metotrexate lebih banyak terjadi.

Sumber: The British Society for Rheumatology guidelines for DMARD


therapy. 2016. What is The Dose of Folic Acid to Use with Methotrexate
Therapy for Rheumatoid Arthritis. London and South East Regional. Tersedia
di URL : http://www. sps.nhs.uk/articles/what-is-the-dose-of-folic-acid-to-
use-with-metotrexate-therapy-for-rheumatoid-arthritis/

9. Bagaimana memberikan edukasi pada pasien ini?


Jawab:
 Menjelaskan bahwa penyakit ini disebabkan oleh kelainan genetik dan
gangguan sistem kekebalan tubuh.
 Menjelaskan bahwa penyakit ini akan sering mengalami kekambuhan.
 Menjelaskan faktor-faktor pencetus yang dapat menyebabkan
kambuhnya keluhan seperti akibat putus obat, kegemukan, tekanan
darah tinggi, infeksi, stress, dan lainnya serta mengedukasi untuk
menghindari faktor-faktor tersebut.
 Menjelaskan bahwa tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan
keparahan penyakit sehingga pasien dapat beraktivitas dengan kualitas
yang baik, bukan untuk menyembuhkan penyakit secara sempurna.
 Mengenalkan dan menjelaskan tentang obat-obat yang akan diberikan
termasuk efek samping obat.
 Menjelaskan bahwa dalam melakukan pengobatan perlu dilakukan
monitoring terhadap fungsi hati, ginjal, dan pemeriksaan darah lengkap
karena terkait efek samping metotrexate.
 Menyarankan untuk selalu melindungi kulit dengan menggunakan
pelembab kulit dan pakaian panjang.
10. Bagaimana kriteria keberhasilan pengobatan psoriasis?
Jawab: Pengobatan dikatakan berhasil jika tercapai PASI 75 (berkurang
sebanyak 75% dari PASI awal) dan dikatakan gagal jika tidak mencapai PASI
50. PASI antara 50 dan 75 dengan DLQI <5 dianggap berhasil, DLQI >5
dikatakan gagal.

Sumber: Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit Kelamin


Indonesia tahun 2017

11. Bagaimana pengobatan psoriasis vulgaris kronik pada ibu hamil?


Jawab: metotrexate merupakan terapi lini pertama sebagai pengobatan
sistemik untuk penderita psoriasis vulgaris kronik. Namun metotrexate
bersifat teratogenik sehingga kehamilan merupakan kontraindikasi absolut
dari metotrexate. Berdasarkan algoritma tatalaksana psoriasis di FitzPatrick,
agen imunomodulator lain seperti siklosporin A dapat digunakan sebagai
pengganti metotrexate.

Sumber: Gudjonsson, Johann E., dan James T. Elder. Psoriasis. Dalam:


Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th Ed. New York: Mc Graw
Hill Book; 2012. Hal 197-231

Vous aimerez peut-être aussi