Vous êtes sur la page 1sur 17

“Anti Dumping Indonesia di WTO :

Latar Belakang dan Prospeknya”

Makalah

Disusun untuk memenuhi sebagian tugas mata kuliah

Lingkungan Bisnis, Hukum Komersial, dan Regulasi Akuntansi

Disusun oleh:

Ade Yulia Amriyani 0291802003

Fransiska Imelda 0311902004

Prayogo Gunawan 0311902002

PROGRAM STUDI

MAGISTER AKUNTANSI

JAKARTA

2019

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 2

KATA PENGANTAR 3

BAB I PENDAHULUAN 4

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................5

1.3 Tujuan..........................................................................................................................5

1.4 Manfaat........................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN 7

2.1 Pengertian Dumping.....................................................................................................7

2.2 Dumping dan WTO.....................................................................................................8

2.3 Dumping yang Menimbulkan Kerusakan....................................................................9

2.4 Tindakan Terhadap Dumping yang Merusak.............................................................12

BAB III LATAR BELAKANG DAN PROSPEK ANTI DUMPING 14

3.1 Latar Belakang Anti Dumping Indonesia di WTO....................................................14

2
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Pemurah, karena
berkat kemurahan-Nya, makalah ini dapat kami selesaikan sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam makalah ini kami membahas mengenai “Anti Dumping Indonesia di WTO :Latar
Belakang dan Prospeknya”. Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman
mengenai anti dumping Indonesia dan makalah ini juga untuk memenuhi nilai tugas mata
kuliah Lingkungan Bisnis, Hukum Komersial, dan Regulasi Akuntansi.

Selama proses penyelesaian makalah ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan,


arahan, koreksi dan saran. Rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kami sampaikan kepada
Bapak Dr. M. Budi Widiyo Iryanto, M.E, selaku dosen mata kuliah Lingkungan Bisnis,
Hukum Komersial, dan Regulasi Akuntansi; dan rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak
memberikan masukan untuk makalah ini.

Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat.

Jakarta, 01 April 2019

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perdagangan internasional menghendaki pasar yang terbuka bagi produk-produk ekspor
di setiap negara. Keadaan ini menyebabkan setiap negara maupun pengusaha di suatu negara
harus berkompetisi satu sama lain dalam pasar global. Salah satu cara untuk dapat
berkompetisi dalam pasar global adalah dengan mengekspor produk-produk yang berkualitas
dengan harga yang dapat bersaing, bahkan lebih murah daripada harga produk-produk yang
sama di negara pengimpor. Jika hal ini terjadi tentu dapat merugikan industri-industri pada
produk yang sama di negara pengimpor. Oleh karena itu, perlu ada tindakan-tindakan atau
pengaturan secara internasional terhadap keadaan seperti yang digambarkan yang sering
disebut dengan istilah dumping. Masalah dumping sudah sejak lama dikenal dan dibahas oleh
para ahli hukum dan ahli ekonomi. Persoalan dumping adalah persoalan kebijaksanaan.
Menurut Adam Smith, konsep dari kebijaksanaan dumping dalam perdagangan internasional
telah dikenal jauh sebelum adanya ketentuan-ketentuan yang mengatur dumping itu sendiri,
baik secara nasional maupun internasional. Amerika Serikat telah mengeluarkan undang-
undang untuk menangkal dumping sejak tahun 1916, yaitu dengan menerapkan kewajiban-
kewajiban Anti dumping. Disebutkan pula oleh Jacob Viner pada tahun 1991 telah terjadi
debat di Kongres Amerika Serikat dimana Alexander Hamilton (anggota Kongres)
memperingatkan agar bagi negara luar yang menjual barang lebih murah hingga
menggagalkan usaha-usaha pesaing lainnya, perlu dituntut penggantian kerugian yang besar.
Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan dumping sudah muncul sejak beberapa abad yang
lalu dan betapa pentingnya pengaturan masalah dumping.

Dumping merupakan istilah yang dipergunakan dalam perdagangan internasional


dimana pengekspor dalam praktik dagangnya menjual komoditi di pasar internasional dengan
harga yang kurang dari nilai wajar atau lebih rendah dari harga barang tersebut di negerinya
sendiri, atau dari harga jual kepada negara lain pada umumnya. Praktik ini dinilai tidak adil
karena dapat merusak pasaran dan merugikan produsen pesaing di negara pengimpor.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dumping dalam konteks hukum internasional


adalah suatu bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah perusahaan

4
atau negara pengekspor, yang menjual komoditinya dengan harga lebih rendah di pasar luar
negeri dibandingkan di pasar dalam negeri sendiri, dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan atas produk ekspor tersebut. Hal ini berarti penjualan produk-produk untuk
ekspor pada tingkat harga yang lebih rendah dari nilai normal. Nilai normal dalam arti harga
untuk produk-produk yang sama yang dijual di negara sendiri atau di pasar pengekspor.
Untuk mengantisipasi adanya praktik dumping diperlukan suatu tindakan yang disebut Anti
dumping, yaitu suatu tindakan balasan yang diberikan oleh negara pengimpor terhadap
barang dari negara pengekspor yang melakukan dumping.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa latar belakang anti dumping Indonesia di WTO ?
b. Bagaimana prospek anti dumping Indonesia di WTO ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam menyusun makalah ini yaitu :

a. Mengetahui dan memahami mengenai latar belakang munculnya anti dumping


Indonesia di WTO.
b. Mengetahui dan memahami mengenai prospek anti dumping Indonesia di WTO.

1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang terdiri dari beberapa aspek
manfaat, diantaranya :

A. Aspek Teoritis

Hasil makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan, sumbangan


pemikiran bagi pengembangan kurikulum mahasiswa dalam bidang akuntansi dan dapat
memberi bukti empiris tentang latar belakang dan prospek anti dumping Indonesia.

B. Aspek Praktis
a. Bagi Penulis

Makalah ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan serta pengalaman yang
berarti dalam bidang akuntansi khususnya mengenai latar belakang dan prospek anti
dumping Indonesia.

b. Bagi Perusahaan

5
Makalah ini diharapkan dapat membantu perusahaan dalam memahami mengenai
latar belakang dan prospek anti dumping Indonesia.

c. Bagi Pihak Lain

Untuk menambah wawasan dan pengatahuan pembaca tentang latar belakang dan
prospek anti dumping Indonesia.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Dumping

Dumping adalah pemberlakuan harga lebih rendah terhadap barang-barang ekspor yang
dijual kepada negara pengimpor, dibandingkan dengan harga normal yang diberlakukan di
pasaran domestik (negara pengekspor). Sedangkan barang dumping adalah barang yang
diimpor dengan tingkat harga ekspor yang lebih rendah dari nilai normalnya di negara
pengekspor.

Perdagangan Internasional mendefinisikan dumping sebagai penjualan suatu komoditi


di suatu pasar luar negeri pada tingkat harga yang lebih rendah dari nilai yang wajar, biasanya
dianggap sebagai tingkat harga yang lebih rendah daripada tingkat harga di pasar
domestiknya atau di negara ketiga.

Sementara itu menurut Kamus Ekonomi (Inggris-Indonesia), dumping adalah suatu


bentuk diskriminasi harga, di mana misalnya seorang produsen menjual pada dua pasar yang
berbeda atau dengan harga-harga yang berbeda, karena adanya penghalang tertentu antara
pasar-pasar tersebut dan terdapat elastisitas permintaan yang berbeda antara kedua pasar
tersebut.

Sedangkan menurut Kamus Hukum Ekonomi (Inggris-Indonesia), dumping adalah


praktik dagang yang dilakukan eksporir dengan menjual komoditi di pasaran internasional
dengan harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah daripada harga barang tersebut di
negerinya sendiri atau daripada harga jual kepada negara lain, pada umumnya, praktik ini
dinilai tidak adil karena dapat merusak pasar dan merugikan produsen pesaing di negara
pengimpor.

Menurut Robert Willig, terdapat lima tipe dumping jika ditinjau berdasarkan tujuan
eksporir, kekuatan pasar dan struktur pasar impor, sebagai berikut:

7
(1) Market Ekspansion Dumping, perusahaan pengekspor bisa meraih untung dengan
menetapkan “mark-up” yang lebih rendah di pasar impor karena menghadapi elastisitas
permintaan yang lebih besar selama harga yang ditawarkan rendah.

(2) Cyclical Dumping, motivasi dumping jenis ini muncul dari adanya biaya marginal yang
sangat rendah atau tidak jelas, kemungkinan biaya produksi yang menyertai kondisi dari
kelebihan kapasitas produksi yang terpisah dari pembuatan produk terkait.

(3) State Trading Dumping, latar belakang dan motivasinya mungkin sama dengan kategori
dumping lainnya, tapi yang menonjol adalah akuisisi moneternya.

(4) Strategic Dumping, ini menggambarkan ekspor yang merugikan perusahaan saingan di
negara pengimpor melalui strategis keseluruhan negara pengekspor, baik dengan cara
pemotongan harga ekspor maupun dengan pembatasan masuknya produk yang sama ke pasar
negara pengekspor.

(5) Predatory Dumping, istilah ini dipakai pada ekspor dengan harga rendah dengan tujuan
mendepak pesaing dari pasar, dalam rangka memperoleh kekuatan monopoli di pasar negara
pengimpor. Akibat terburuk dari dumping jenis ini adalah matinya perusahan-perusahaan
yang memproduksi barang sejenis.

Sedangkan apabila ditinjau berdasarkan motive of dumper dan the continuity of his
dumping, menurut Viner, dumping ada tiga bentuk, yaitu pertama, Sporadic Dumping,
merupakan dumping yang bersifat tidak tetap. Kedua, Dumping as Intermitent, bersifat tidak
tetap, tidak berkesinambungan, dan dilakukan dalam kurun waktu yang singkat. Bentuk
pertama dan kedua merupakan bentuk wajar sebagai reaksi atau gejala pemasaran yang
bersifat umum. Ketiga, Dumping as Persistent, bersifat tetap dan terus menerus, yang berarti
merupakan dumping bentuk merugikan dan mengandung unsur dan bersifat sengaja dan
direncanakan untuk merebut pangsa pasar produsen barang sejenis negara tuan rumah.

1.5 Dumping dan WTO


Salah satu tujuan didirikannya WTO adalah untuk menjamin perdagangan bebas di
antara negara anggotanya. Tentunya perdagangan bebas yang dikehendaki WTO adalah
perdagangan bebas yang adil di antara para pelaku bisnis dari setiap negara anggota.

8
Dengan adanya kerusakan yang diakibatkan oleh dumping yang disengaja oleh
pengekspor yang kemudian merusak pasar domestik, WTO membuat perjanjian internasional
tertentu di dalam perjanjian-perjanjian internasional WTO yaitu Anti Dumping Agreement
yang menjadi pedoman bagi negara anggota lain. Perjanjian ini menjadi aturan main yang
tentunya menjaga aturan main dalam memberikan perlindungan terhadap perdagangan yang
tak adil juga kebijakan-kebijakan negara anggota untuk melindungi industri domestiknya.

Pada dasarnya WTO tidak melarang tindakan dumping karena merupakan praktik bisnis
yang cukup masuk akal dalam situasi tertentu. Dumping merupakan kebijakan dari pelaku
bisnis, sementara WTO tidak secara langsung mengatur pelaku bisnis. Prinsip dasar dari
WTO adalah market access yang berusaha membuka akses bagi pasar setiap negara
anggotanya. Dengan dibukanya akses terhadap pasar diantara negara anggota, maka masing-
masing negara anggota akan dapat menjalin hubungan perdangangan yang akan saling
menguntungkan.

WTO memberikan ketentuan tentang tindakan dumping yang dilarang dan juga upaya-
upaya yang dapat dilakukan oleh negara anggota dalam menghadapi tindakan dumping yang
dilarang tersebut. Dumping yang dilarang adalah dumping yang mengakibatkan kerusakan
terhadap industri yang sudah ada di negara anggota atau secara jelas melemahkan pendirian
industri domestik.

Menghadapi dumping yang dilarang dan efek negatif yang timbul tersebut, WTO
memperbolehkan negara anggotanya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk
menetralisir efek negatif dari dumping tersebut. Tindakan-tindakan inilah yang disebut
dengan Kebijakan Anti Dumping Agreement. Selanjutnya, ADA juga mengatur bahwa suatu
negara anggota hanya bisa menerbitkan Kebijakan Anti Dumping hanya jika dalam proses
investigasi ditemukan,

a. Ada tidankan dumping,


b. Ada industri lokal yang memproduksi barang sejenis di negara pengimpor yang
mengalami kerusakan,
c. Ada hubungan sebab-akibat antara dumping dan kerusakan.

Bila ketiga hal ini dapat dibuktikan melalui kegiatan investigasi, maka negara
pengimpor diperbolehkan untuk menerbitkan Kebijakan Anti Dumping. Adapun kebijakan
Anti Dumping yang diperbolehkan oleh WTO adalah:

a. Kebijakan Provisi,

9
b. Pemberian harga usaha,
c. Bea Anti-Dumping

1.6 Dumping yang Menimbulkan Kerusakan


Telah disebutkan bahwa dumping yang dilarang oleh WTO adalah dumping yang
menumbulkan kerusakan atau melemahkan industri domestik negara pengimpor. Oleh karena
itu, dalam investigasi terhadap dugaan adanya tindakan dumping yang merusak, haruslah
dibuktikan tiga hal, yaitu:

1. Dumping
Tindakan dumping sendiri pada dasarnya tidaklah dilarang oleh WTO. Ada banyak
keadaan yang dapat memungkinkan penjualan dengan harga dibawah total biaya
yang dapat diterima dan tak mengakibatkan efek ekonomis lanjutan, antara lain
dumping pengembangan pasar, dumping siklus, dumping perdagangan negara, dan
dumping siklus penggunaan dalam industri teknologi tinggi. Hal ini dapat
dibenarkan selama dumping dilakukan dalam batas-batas tertentu demi
memperkenalkan suatu produk ke dalam pasar baru di negara anggota lain.
Walaupun tak selalu menimbulkan kerusakan, namun tindakan dumping berpotensi
menimbulkan kerusakan dan akan menimbulkan perdagangan yang tak adil. Oleh
karena itu, harus diatur mengenai pengertian dumping agar semua negara anggota
memiliki satu pemahaman yang sama.
Dumping secara garis besar terjadi ketiga harga normal dari suatu produk melebihi
harga ekspor. Untuk dapat menentukan apakah ada dumping atau tidak, harus
terlebih dahulu ditentukan harga normal dan harga ekspor. Kemudian berdasarkan
perbandingan keduanya akan ditentukan keberadaan dumping. Dalam melakukan
perbandingan, akan didapat dumping margin yaitu selisih margin antara harga
normal dan harga ekspor.
2. Kerusakan
Menentukan kerusakan dalam dumping yang dilarang oleh WTO, selain dumping
tersebut harus benar-benar ada, kegiatan dumping tersebut juga harus menimbulkan
kerusakan kepada industri domestik. Sehingga harus ditentukan terlebih dahulu
kualifikasi dari industri domestik. Konsep industri domestik dalam hal ini berasal
dari konsep barang sejenis. Efek dari tindakan dumping atas suatu barang produksi
akan dibandingkan dengan industri atas barang sejenis di importir. Oleh karena itu
dalam menentukan kerusakan, haruslah pertama-tama ditentukan terlebih dahulu
kualifikasi dari barang impor untuk kemudian diperbandingkan dengan industri dari

10
barang yang dianggap sebagai barang sejenis dari barang impor tersebut. Untuk
menentukan kerusakan yang diderita oleh industri domestik, kerusakan tidaklah
diperlukan untuk dirasakan oleh seluruh produsen domestic saja. Sebagian saja
sudah cukup asalkan hasil output dari sebagian produsen industri domestik tersebut
mencakup sebagian besar dari total industri domestik.
a. Penentuan Kerusakan
Dalam menentukan kerusakan-kerusakan tersebut hanya boleh didasarkan pada
bukti positif dan menggunakan pemeriksaan yang objektif terhadap volume
import dumping dan efek dari hal tersebut terhadap harga barang sejenis di
pasar domestik serta konsekuensi dari import tersebut terhadap produsen produk
tersebut. Dalam kasus Thailand-H Beams, Appellate Body menjelaskan bahwa
Art 3.1 ADA tersebut adalah ketentuan yang menyeluruh dan melingkupi
kewajiban yang harus dilakukan suatu negara anggota secara substantif dan
fundamental dalam menentukan kerusakan.
Kewajiban tersebut antara lain :
- Penentuan volume import yang didumping dan efeknya terhadap harga,
- Investigasi terhadap import lebih dari satu negara,
- Dampak dari import yang didumping atas industri domestik,
- Sebab akibat antara import yang didumping dengan kerusakan,
- Penilaian atas produksi domestik dari produk sejenis,
- Penentuan ancaman kerusakan material.
b. Ancaman Keusakan Material
Untuk menentukan adanya ancaman kerusakan material terhadap suatu industri
domestik negara anggota, maka akan dipertimbangkan faktor-faktor antara lain :
- Peningkatan import yang didumping secara signifikan ke pasar domestik
yang mengindikasikan adanya kemungkinan peningkatan import secara
substansi;
- Cukup bebas beredar atau adanya peningkatan secara substansial pada
kapasitas eksportir yang mengindikasikan adanya kemungkinan peningkatan
eksport di dumping ke pasar negara naggota namun tetap juga
memperhitungkan tersedianya pasar ekspor lain yang dapat menyerap
ekspor-ekspor tersebut;
- Apakah import masuk pada harga yang secara signifikan menekan atau
mempunyai efek menekan pada harga domestik dan adanya kemungkinan
peningkatan import lebih lanjut;
- Persediaan produk di investigasi.
c. Pelemahan Secara Material erhadap Pendirian Industry Domestik
Penentuan pelemahan terhadap pendirian industri domestik, tidak dibahas secara
spesifik dalam ADA. Namun demikian terdapat pengaturan dalam anti dumping

11
code tahun 1967 yang menjelaskan bahwa pelemahan atas pendirian industri
harus dibuktikan berdasarkan bukti yang meyakinkan bahwa industri tersebut
akan benar-benar ada.
3. Hubungan sebab-akibat antara dumping dan kerusakan besar

Dumping mungkin hanya salah satu faktor yang dapat menyebabkan suatu kerusakan
dari sekian banyak faktor yang ada. Oleh karena itu, harus ditentukan dulu apakah kerusakan
yang sudah timbul tersebut benar-benar disebabkan oleh dumping yang telah terjadi dan
sejauh mana dumping tersebut menyebabkan kerusakan. Perbandingan harus dilakukan
dengan teliti agar didapat faktor-faktor yang relevan.

a. Faktor yang relevan


ADA memberikan beberapa faktor yang relevan dalam menjelaskan hubungan
sebab akibat antara dumping dan kerusakan serta untuk memisahkan faktor-faktor
lain tersebut.
Faktor-faktor tersebut antara lain termasuk:
- Volume dan harga import yang dijual dengan harga dumping;
- Kontraksi pada permintaan atau perbankan pada pola konsumsi;
- Praktek penghambatan perdagangan dari dan persaingan antara produsen
asing dan lokal;
- Perkembangan teknologi;
- Performa ekspor dan produktivitas dari industri domestik.
b. Ketentuan non-atribusi
Ketentuan non-atribusi mengharuskan pemisahan faktor-faktor yang mempengaruhi
keberadaan kerusakan selain dumping. Kemudian efek berupa kerusakan yang
timbul dipisahkan berdasarkan kerusakan yang berasal dari dumping dan kerusakan
yang berasal dari faktor-faktor lain tersebut.
Hal ini dapat menjadi sulit ketika faktor-faktor tersebut bersama dumping
menimbulkan efek kerusakan secara bersama-sama. Menentukan kerusakan yang
disebabkan dumping pada keadaan tersebut akan menjadi sulit.
c. Kumulasi

Dalam menentukan adanya kerusakan yang diakibatkan oleh keberadaan dumping,


dapat digunakan metode kumulasi ketika dumping dilakukan oleh lebih dari satu
negara dan secara bersama-sama menyebabkan kerusakan pada industri domestik.
Analisa kumulatif hanya dapat dilakukan jika persayaratan sebagaimana disebut
dalam Art 3.3 ADA dipenuhi.

12
1.7 Tindakan Terhadap Dumping yang Merusak
Pada dasarnya, ada tiga langkah kebijakan yang diperbolehkan ADA dalam upaya
Negara anggota menerbitkan kebijakan Anti Dumping untuk menetralisir kerusakan yang
disebabkan dumping.

a. Kebijakan Provisi
ADA memperbolehkan diberlakukannya suatu kebijakan provisi untuk upaya
menetralisir suatu kerusakan yang sudah terlanjur timbul. Pemberlakuan kebijakan
provisi tidak boleh melebihi empat bulan. Namun, dapat dimungkinkan pengenaan
“lesser duty rule”, yang memperbolehkan pengenaan kebijakan provisi sampai
enam bulan dengan kemungkinan perpanjangan sampai sembilan bulan sesuai
dengan permintaan eksportir.
b. Penetapan Harga
ADA juga memperbolehkan dilakukannya penetapan harga sebagai alternatif dalam
pengenaan kewajiban anti dumping. Pengenaan kebijakan ini hanya dapat dilakukan
ketika ketiga elemen dumping sudah ditetapkan terlebih dahulu. Penetapan harga
dilakukan jika eksportir dan otoritas negara anggota telah sepakat dan secara
sukarela mengambil keputusan ini. Setelah penetapan harga, investigasi dumping
dapat dilanjutkan kembali. Penetapan harga akan secara otomatis selesai ketika
investigasi telah selesai dan penetapan final dumping, kerusakan dan sebab akibat
telah didapat.
c. Bea Anti Dumping Definitif
Pada dasarnya ADA menyarankan pengenaan bea anti dumping sebagai suatu
kebijakan yang optiman dan sebaiknya dihindari. Bahkan jika dikenakan pun, bea
anti dumping sebaiknya tidak melebihi margin dumping. Dalam mengenakan bea
anti dumping, negara anggota harus tak pandang bulu dan memberi preferensi
kepada negara-negara tertentu.

13
BAB III
LATAR BELAKANG DAN PROSPEK ANTI DUMPING

1.8 Latar Belakang Anti Dumping Indonesia di WTO


Perusahaan yang mengekspor produk dengan harga lebih rendah dibanding
dengan harga pasar yang berada di negaranya maka dapat dikatakan “membuang”
produk tersebut. Hal ini menjadikan kondisi pasar dikatakan membingungkan, sebab
sebenarnya diperbolehkan atau tidak perusahaan mengekspor dengan harga yang lebih
murah. Maka dari itu diperlukan tindakan yang nyata dari pemerintah untuk menilai
seberapa jauh harga ekspor dibandingkan dengan harga pasar dalam negeri eksportir.
GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) dalam pasal 6 memungkinkan setiap
negara untuk mengambil tindakan terhadap dumping, perjanjian ini mengklarifikasi
dan memperluas pasal 6 yang berarti memungut bea impor tambahan untuk produk
tertentu dari negara pengekspor tertentu untuk membawa harga lebih dekat ke "nilai
normal" atau untuk menghapus cedera industri dalam negeri di negara pengimpor.

Perjanjian ini mempersempit menjadi tiga metode untuk menghitung “nilai


normal” suatu produk. Yang utama didasarkan atas harga di pasar domestik eksportir,
kemudian dua alternatif tersedia, harga yang dibebankan oleh eksportir di negara lain,
atau perhitungan berdasarkan kombinasi dari biaya produksi eksportir, pengeluaran
lain dan margin laba normal dan perjanjian juga menentukan bagaimana perbandingan
yang adil dapat dibuat antara harga ekspor dan apa yang akan menjadi harga normal.
Maka dari itu investigasi harus dilakukan secara terperinci dan dilakukan di seluruh
faktor secara menyeluruh.

Pasal 2 berisi aturan substantif untuk penentuan dumping. Dumping dihitung


berdasarkan “perbandingan yang adil” antara nilai normal (harga produk impor dalam
“perdagangan biasa” di negara asal atau ekspor) dan harga ekspor (harga produk di
negara tersebut impor). Pasal 2 berisi ketentuan terperinci yang mengatur perhitungan
nilai normal dan harga ekspor, dan unsur-unsur perbandingan yang adil yang harus
dibuat (World Trade Organization, 2019).

Prosedur terperinci ditetapkan tentang bagaimana kasus anti-dumping akan


dimulai, bagaimana investigasi harus dilakukan, dan kondisi untuk memastikan

14
bahwa semua pihak yang berkepentingan diberi kesempatan untuk menyajikan bukti.
Tindakan anti-dumping harus kedaluwarsa lima tahun setelah tanggal pengenaan,
kecuali investigasi menunjukkan bahwa mengakhiri tindakan akan menyebabkan
cedera.

Investigasi anti-dumping akan segera berakhir dalam kasus-kasus di mana pihak


berwenang menentukan bahwa margin dumping tidak signifikan kecil (didefinisikan
sebagai kurang dari 2% dari harga ekspor produk). Kondisi lain juga diatur. Misalnya,
investigasi juga harus berakhir jika volume impor dumping diabaikan (yaitu jika
volume dari satu negara kurang dari 3% dari total impor produk itu, meskipun
penyelidikan dapat dilanjutkan jika beberapa negara, masing-masing memasok kurang
dari 3 % dari impor, bersama-sama menyumbang 7% atau lebih dari total impor).

Perjanjian tersebut mengatakan negara-negara anggota harus memberi informasi


kepada Komite Praktik Anti-Dumping tentang semua tindakan anti-dumping awal dan
akhir, segera dan secara rinci. Mereka juga harus melaporkan semua investigasi dua
kali setahun. Ketika perbedaan muncul, anggota didorong untuk berkonsultasi satu
sama lain. Mereka juga dapat menggunakan prosedur penyelesaian sengketa WTO
(World Trade Organization, 2019).

Kasus Anti Dumping Indonesia di WTO

Akhir Agustus 2017 Amerika Serikat merencanakan memberlakukan


kebijakan anti dumping berupa Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas biodiesel
sawit dari Indonesia. Tarif BMAD yang direncanakan berlaku mulai bulan Okober
2017. Jika kebijakan protektif tersebut benar-benar dilaksanakan akan mengancam
ekspor biodiesel sawit ke negara Paman Sam tersebut. Rencana pemberlakuan BMAD
impor biodiesel sawit tersebut dilatarbelakangi tuduhan paraktik dumping dan subsidi
biodiesel sawit. Dalam konsep ekonomi, dalam perdagangan internasional disebut
praktek dumping jika suatu negara menjual suatu produk dengan harga yang lebih
murah di pasar ekspornya dibandingkan dengan harga jual di dalam negeri. Dalam
kasus biodiesel perlu dibuktikan apakah harga jual biodiesel murni (B100) sawit di
pasar Amerika Serikat lebih murah dibandingkan harga jual biodiesel tersebut di
Indonesia.

Tuduhan dumping dan subsidi biodiesel sawit Indonesia tersebut juga


didukung oleh Asosiasi minyak kedelai USA (American Soybean Association, ASA).

15
Melalui pernyataan posisi: Countervailing Duties on Biodiesel Imports yang di
release tanggal 24 Agustus 2017 mengungkapkan bahwa ASA menilai biodiesel
impor dari Indonesia dan Argentina adalah dumping dan disubsidi sehingga
mendukung diberlakukan anti dumping (BMAD).

Sebab jika ternyata Amerika Serikat justru memberikan subsidi pada industri
biodieselnya, maka kebijakan anti dumping yang dituduhkan ke Indonesia juga
merupakan unfair trade sebagaimana prinsip-prinsip WTO. Terlepas dari kebijakan
BMAD tersebut, sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia dan sedang
mengembangkan industri biodiesel sebagai salah satu industri hilir sawit strategis,
kebijakan biodiesel diberbagai negara perlu menjadi salah satu variabel yang penting
dalam merumuskan kebijakan biodiesel nasional kedepan.

Data harga biodiesel domestik yang tersedia adalah data HIP biodiesel
(Kementerian ESDM, 2016) yakni harga penyerahan biodiesel sawit (B100) dari
produsen biodiesel ke Pertamina yang ditetapkan pemerintah sebagimana dipublikasi
Kementerian ESDM. Data harga HIP tersebut digunakan untuk menghitung harga
FOB biodiesel sawit dengan menambah bea keluar dan pungutan ekspor. Kemudian
harga FOB biodiesel tersebut ditambahkan dengan biaya pengangkutan, bongkar
muat, asuransi, tarif impor dll dari Indonesia ke pasar USA sehingga diperoleh harga
paritas di pasar USA. Hasil perhitungan dan perbandingan dengan harga retail
biodiesel soya di USA (U.S Department of Energy, 2017) disajikan pada gambar 1
sebagai berikut:

GambarI
Perbandingan Harga Biodiesel Sawit Indonesia dan Harga Biodiesel Soya USA di Pasar USA
Sumber : Tim Riset PASPI, Monitor Vol. III. No. 39
Secara umum, HIP biodiesel sawit ditetapkan pemerintah berdasarkan harga
CPO KPB Dumai ditambah biaya pengangkutan. Hal ini cukup berdasar mengingat

16
dalam biaya produksi biodiesel, sekitar 80 persen adalah biaya bahan baku (CPO).
Mengacu pada harga CPO KPB Dumai, HIP biodiesel sawit selama periode 2014-
2017 ditetapkan berkisar 16-40 persen atau rata-rata 23 persen di atas harga CPO KPB
Dumai. Karena itu hampir tidak mungkin menjual biodiesel sawit di USA di bawah
harga biodiesel domestik. Selain itu pemerintah juga tidak memberikan subsidi ekspor
biodiesel sawit yang memungkinkan eksportir menjual biodiesel diluar negeri
dibawah harga HIP. Bahkan sebaliknya ekspor biodiesel Indonesia di berlakukan bea
keluar (duty) dan pungutan (levy). Karena itu tuduhan bahwa Indonesia melakukan
praktek kebijakan dumping sebagaimana dituduhkan USA tidak memiliki dasar.
Tudingan bahwa Indonesia mensubsidi biodiesel sawit terkait dengan kebijakan
pengadaan biodiesel Pertamina dan kebijakan bea keluar dan pungutan ekspor minyak
sawit (Tim Riset PASPI, 2019).

Gugatan Indonesia atas kebijakan anti-dumping Uni Eropa atas ekspor


biodiesel Indonesia tertera di WTO dengan nomor DS480 “Eropa-Union Anti-
dumping Measure on biodiesel From Indonesia” yang hingga saat ini masih menjadi
persoalan dan masalah dalam perdagangan internasional yang membuat nilai ekspor
minyak kelapa sawit atau CPO Indonesia menjadi turun, itu yang membuat Indonesia
membuat gugatan ke WTO, karena Indonesia merasa dirugikan atas kebijakan anti-
dumping oleh Uni Eropa, sebagimana dijelaskan di atas bahwa minyak kelapa sawit
merupakan komoditas unggulan ekspor Indonesia ke Negara-negara di Eropa. (World
Trade Organization, 2019).

17

Vous aimerez peut-être aussi