Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Makalah
Disusun oleh:
PROGRAM STUDI
MAGISTER AKUNTANSI
JAKARTA
2019
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 2
KATA PENGANTAR 3
BAB I PENDAHULUAN 4
1.3 Tujuan..........................................................................................................................5
1.4 Manfaat........................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN 7
2
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Pemurah, karena
berkat kemurahan-Nya, makalah ini dapat kami selesaikan sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam makalah ini kami membahas mengenai “Anti Dumping Indonesia di WTO :Latar
Belakang dan Prospeknya”. Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman
mengenai anti dumping Indonesia dan makalah ini juga untuk memenuhi nilai tugas mata
kuliah Lingkungan Bisnis, Hukum Komersial, dan Regulasi Akuntansi.
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
atau negara pengekspor, yang menjual komoditinya dengan harga lebih rendah di pasar luar
negeri dibandingkan di pasar dalam negeri sendiri, dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan atas produk ekspor tersebut. Hal ini berarti penjualan produk-produk untuk
ekspor pada tingkat harga yang lebih rendah dari nilai normal. Nilai normal dalam arti harga
untuk produk-produk yang sama yang dijual di negara sendiri atau di pasar pengekspor.
Untuk mengantisipasi adanya praktik dumping diperlukan suatu tindakan yang disebut Anti
dumping, yaitu suatu tindakan balasan yang diberikan oleh negara pengimpor terhadap
barang dari negara pengekspor yang melakukan dumping.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam menyusun makalah ini yaitu :
1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang terdiri dari beberapa aspek
manfaat, diantaranya :
A. Aspek Teoritis
B. Aspek Praktis
a. Bagi Penulis
Makalah ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan serta pengalaman yang
berarti dalam bidang akuntansi khususnya mengenai latar belakang dan prospek anti
dumping Indonesia.
b. Bagi Perusahaan
5
Makalah ini diharapkan dapat membantu perusahaan dalam memahami mengenai
latar belakang dan prospek anti dumping Indonesia.
Untuk menambah wawasan dan pengatahuan pembaca tentang latar belakang dan
prospek anti dumping Indonesia.
6
BAB II
PEMBAHASAN
Dumping adalah pemberlakuan harga lebih rendah terhadap barang-barang ekspor yang
dijual kepada negara pengimpor, dibandingkan dengan harga normal yang diberlakukan di
pasaran domestik (negara pengekspor). Sedangkan barang dumping adalah barang yang
diimpor dengan tingkat harga ekspor yang lebih rendah dari nilai normalnya di negara
pengekspor.
Menurut Robert Willig, terdapat lima tipe dumping jika ditinjau berdasarkan tujuan
eksporir, kekuatan pasar dan struktur pasar impor, sebagai berikut:
7
(1) Market Ekspansion Dumping, perusahaan pengekspor bisa meraih untung dengan
menetapkan “mark-up” yang lebih rendah di pasar impor karena menghadapi elastisitas
permintaan yang lebih besar selama harga yang ditawarkan rendah.
(2) Cyclical Dumping, motivasi dumping jenis ini muncul dari adanya biaya marginal yang
sangat rendah atau tidak jelas, kemungkinan biaya produksi yang menyertai kondisi dari
kelebihan kapasitas produksi yang terpisah dari pembuatan produk terkait.
(3) State Trading Dumping, latar belakang dan motivasinya mungkin sama dengan kategori
dumping lainnya, tapi yang menonjol adalah akuisisi moneternya.
(4) Strategic Dumping, ini menggambarkan ekspor yang merugikan perusahaan saingan di
negara pengimpor melalui strategis keseluruhan negara pengekspor, baik dengan cara
pemotongan harga ekspor maupun dengan pembatasan masuknya produk yang sama ke pasar
negara pengekspor.
(5) Predatory Dumping, istilah ini dipakai pada ekspor dengan harga rendah dengan tujuan
mendepak pesaing dari pasar, dalam rangka memperoleh kekuatan monopoli di pasar negara
pengimpor. Akibat terburuk dari dumping jenis ini adalah matinya perusahan-perusahaan
yang memproduksi barang sejenis.
Sedangkan apabila ditinjau berdasarkan motive of dumper dan the continuity of his
dumping, menurut Viner, dumping ada tiga bentuk, yaitu pertama, Sporadic Dumping,
merupakan dumping yang bersifat tidak tetap. Kedua, Dumping as Intermitent, bersifat tidak
tetap, tidak berkesinambungan, dan dilakukan dalam kurun waktu yang singkat. Bentuk
pertama dan kedua merupakan bentuk wajar sebagai reaksi atau gejala pemasaran yang
bersifat umum. Ketiga, Dumping as Persistent, bersifat tetap dan terus menerus, yang berarti
merupakan dumping bentuk merugikan dan mengandung unsur dan bersifat sengaja dan
direncanakan untuk merebut pangsa pasar produsen barang sejenis negara tuan rumah.
8
Dengan adanya kerusakan yang diakibatkan oleh dumping yang disengaja oleh
pengekspor yang kemudian merusak pasar domestik, WTO membuat perjanjian internasional
tertentu di dalam perjanjian-perjanjian internasional WTO yaitu Anti Dumping Agreement
yang menjadi pedoman bagi negara anggota lain. Perjanjian ini menjadi aturan main yang
tentunya menjaga aturan main dalam memberikan perlindungan terhadap perdagangan yang
tak adil juga kebijakan-kebijakan negara anggota untuk melindungi industri domestiknya.
Pada dasarnya WTO tidak melarang tindakan dumping karena merupakan praktik bisnis
yang cukup masuk akal dalam situasi tertentu. Dumping merupakan kebijakan dari pelaku
bisnis, sementara WTO tidak secara langsung mengatur pelaku bisnis. Prinsip dasar dari
WTO adalah market access yang berusaha membuka akses bagi pasar setiap negara
anggotanya. Dengan dibukanya akses terhadap pasar diantara negara anggota, maka masing-
masing negara anggota akan dapat menjalin hubungan perdangangan yang akan saling
menguntungkan.
WTO memberikan ketentuan tentang tindakan dumping yang dilarang dan juga upaya-
upaya yang dapat dilakukan oleh negara anggota dalam menghadapi tindakan dumping yang
dilarang tersebut. Dumping yang dilarang adalah dumping yang mengakibatkan kerusakan
terhadap industri yang sudah ada di negara anggota atau secara jelas melemahkan pendirian
industri domestik.
Menghadapi dumping yang dilarang dan efek negatif yang timbul tersebut, WTO
memperbolehkan negara anggotanya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk
menetralisir efek negatif dari dumping tersebut. Tindakan-tindakan inilah yang disebut
dengan Kebijakan Anti Dumping Agreement. Selanjutnya, ADA juga mengatur bahwa suatu
negara anggota hanya bisa menerbitkan Kebijakan Anti Dumping hanya jika dalam proses
investigasi ditemukan,
Bila ketiga hal ini dapat dibuktikan melalui kegiatan investigasi, maka negara
pengimpor diperbolehkan untuk menerbitkan Kebijakan Anti Dumping. Adapun kebijakan
Anti Dumping yang diperbolehkan oleh WTO adalah:
a. Kebijakan Provisi,
9
b. Pemberian harga usaha,
c. Bea Anti-Dumping
1. Dumping
Tindakan dumping sendiri pada dasarnya tidaklah dilarang oleh WTO. Ada banyak
keadaan yang dapat memungkinkan penjualan dengan harga dibawah total biaya
yang dapat diterima dan tak mengakibatkan efek ekonomis lanjutan, antara lain
dumping pengembangan pasar, dumping siklus, dumping perdagangan negara, dan
dumping siklus penggunaan dalam industri teknologi tinggi. Hal ini dapat
dibenarkan selama dumping dilakukan dalam batas-batas tertentu demi
memperkenalkan suatu produk ke dalam pasar baru di negara anggota lain.
Walaupun tak selalu menimbulkan kerusakan, namun tindakan dumping berpotensi
menimbulkan kerusakan dan akan menimbulkan perdagangan yang tak adil. Oleh
karena itu, harus diatur mengenai pengertian dumping agar semua negara anggota
memiliki satu pemahaman yang sama.
Dumping secara garis besar terjadi ketiga harga normal dari suatu produk melebihi
harga ekspor. Untuk dapat menentukan apakah ada dumping atau tidak, harus
terlebih dahulu ditentukan harga normal dan harga ekspor. Kemudian berdasarkan
perbandingan keduanya akan ditentukan keberadaan dumping. Dalam melakukan
perbandingan, akan didapat dumping margin yaitu selisih margin antara harga
normal dan harga ekspor.
2. Kerusakan
Menentukan kerusakan dalam dumping yang dilarang oleh WTO, selain dumping
tersebut harus benar-benar ada, kegiatan dumping tersebut juga harus menimbulkan
kerusakan kepada industri domestik. Sehingga harus ditentukan terlebih dahulu
kualifikasi dari industri domestik. Konsep industri domestik dalam hal ini berasal
dari konsep barang sejenis. Efek dari tindakan dumping atas suatu barang produksi
akan dibandingkan dengan industri atas barang sejenis di importir. Oleh karena itu
dalam menentukan kerusakan, haruslah pertama-tama ditentukan terlebih dahulu
kualifikasi dari barang impor untuk kemudian diperbandingkan dengan industri dari
10
barang yang dianggap sebagai barang sejenis dari barang impor tersebut. Untuk
menentukan kerusakan yang diderita oleh industri domestik, kerusakan tidaklah
diperlukan untuk dirasakan oleh seluruh produsen domestic saja. Sebagian saja
sudah cukup asalkan hasil output dari sebagian produsen industri domestik tersebut
mencakup sebagian besar dari total industri domestik.
a. Penentuan Kerusakan
Dalam menentukan kerusakan-kerusakan tersebut hanya boleh didasarkan pada
bukti positif dan menggunakan pemeriksaan yang objektif terhadap volume
import dumping dan efek dari hal tersebut terhadap harga barang sejenis di
pasar domestik serta konsekuensi dari import tersebut terhadap produsen produk
tersebut. Dalam kasus Thailand-H Beams, Appellate Body menjelaskan bahwa
Art 3.1 ADA tersebut adalah ketentuan yang menyeluruh dan melingkupi
kewajiban yang harus dilakukan suatu negara anggota secara substantif dan
fundamental dalam menentukan kerusakan.
Kewajiban tersebut antara lain :
- Penentuan volume import yang didumping dan efeknya terhadap harga,
- Investigasi terhadap import lebih dari satu negara,
- Dampak dari import yang didumping atas industri domestik,
- Sebab akibat antara import yang didumping dengan kerusakan,
- Penilaian atas produksi domestik dari produk sejenis,
- Penentuan ancaman kerusakan material.
b. Ancaman Keusakan Material
Untuk menentukan adanya ancaman kerusakan material terhadap suatu industri
domestik negara anggota, maka akan dipertimbangkan faktor-faktor antara lain :
- Peningkatan import yang didumping secara signifikan ke pasar domestik
yang mengindikasikan adanya kemungkinan peningkatan import secara
substansi;
- Cukup bebas beredar atau adanya peningkatan secara substansial pada
kapasitas eksportir yang mengindikasikan adanya kemungkinan peningkatan
eksport di dumping ke pasar negara naggota namun tetap juga
memperhitungkan tersedianya pasar ekspor lain yang dapat menyerap
ekspor-ekspor tersebut;
- Apakah import masuk pada harga yang secara signifikan menekan atau
mempunyai efek menekan pada harga domestik dan adanya kemungkinan
peningkatan import lebih lanjut;
- Persediaan produk di investigasi.
c. Pelemahan Secara Material erhadap Pendirian Industry Domestik
Penentuan pelemahan terhadap pendirian industri domestik, tidak dibahas secara
spesifik dalam ADA. Namun demikian terdapat pengaturan dalam anti dumping
11
code tahun 1967 yang menjelaskan bahwa pelemahan atas pendirian industri
harus dibuktikan berdasarkan bukti yang meyakinkan bahwa industri tersebut
akan benar-benar ada.
3. Hubungan sebab-akibat antara dumping dan kerusakan besar
Dumping mungkin hanya salah satu faktor yang dapat menyebabkan suatu kerusakan
dari sekian banyak faktor yang ada. Oleh karena itu, harus ditentukan dulu apakah kerusakan
yang sudah timbul tersebut benar-benar disebabkan oleh dumping yang telah terjadi dan
sejauh mana dumping tersebut menyebabkan kerusakan. Perbandingan harus dilakukan
dengan teliti agar didapat faktor-faktor yang relevan.
12
1.7 Tindakan Terhadap Dumping yang Merusak
Pada dasarnya, ada tiga langkah kebijakan yang diperbolehkan ADA dalam upaya
Negara anggota menerbitkan kebijakan Anti Dumping untuk menetralisir kerusakan yang
disebabkan dumping.
a. Kebijakan Provisi
ADA memperbolehkan diberlakukannya suatu kebijakan provisi untuk upaya
menetralisir suatu kerusakan yang sudah terlanjur timbul. Pemberlakuan kebijakan
provisi tidak boleh melebihi empat bulan. Namun, dapat dimungkinkan pengenaan
“lesser duty rule”, yang memperbolehkan pengenaan kebijakan provisi sampai
enam bulan dengan kemungkinan perpanjangan sampai sembilan bulan sesuai
dengan permintaan eksportir.
b. Penetapan Harga
ADA juga memperbolehkan dilakukannya penetapan harga sebagai alternatif dalam
pengenaan kewajiban anti dumping. Pengenaan kebijakan ini hanya dapat dilakukan
ketika ketiga elemen dumping sudah ditetapkan terlebih dahulu. Penetapan harga
dilakukan jika eksportir dan otoritas negara anggota telah sepakat dan secara
sukarela mengambil keputusan ini. Setelah penetapan harga, investigasi dumping
dapat dilanjutkan kembali. Penetapan harga akan secara otomatis selesai ketika
investigasi telah selesai dan penetapan final dumping, kerusakan dan sebab akibat
telah didapat.
c. Bea Anti Dumping Definitif
Pada dasarnya ADA menyarankan pengenaan bea anti dumping sebagai suatu
kebijakan yang optiman dan sebaiknya dihindari. Bahkan jika dikenakan pun, bea
anti dumping sebaiknya tidak melebihi margin dumping. Dalam mengenakan bea
anti dumping, negara anggota harus tak pandang bulu dan memberi preferensi
kepada negara-negara tertentu.
13
BAB III
LATAR BELAKANG DAN PROSPEK ANTI DUMPING
14
bahwa semua pihak yang berkepentingan diberi kesempatan untuk menyajikan bukti.
Tindakan anti-dumping harus kedaluwarsa lima tahun setelah tanggal pengenaan,
kecuali investigasi menunjukkan bahwa mengakhiri tindakan akan menyebabkan
cedera.
15
Melalui pernyataan posisi: Countervailing Duties on Biodiesel Imports yang di
release tanggal 24 Agustus 2017 mengungkapkan bahwa ASA menilai biodiesel
impor dari Indonesia dan Argentina adalah dumping dan disubsidi sehingga
mendukung diberlakukan anti dumping (BMAD).
Sebab jika ternyata Amerika Serikat justru memberikan subsidi pada industri
biodieselnya, maka kebijakan anti dumping yang dituduhkan ke Indonesia juga
merupakan unfair trade sebagaimana prinsip-prinsip WTO. Terlepas dari kebijakan
BMAD tersebut, sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia dan sedang
mengembangkan industri biodiesel sebagai salah satu industri hilir sawit strategis,
kebijakan biodiesel diberbagai negara perlu menjadi salah satu variabel yang penting
dalam merumuskan kebijakan biodiesel nasional kedepan.
Data harga biodiesel domestik yang tersedia adalah data HIP biodiesel
(Kementerian ESDM, 2016) yakni harga penyerahan biodiesel sawit (B100) dari
produsen biodiesel ke Pertamina yang ditetapkan pemerintah sebagimana dipublikasi
Kementerian ESDM. Data harga HIP tersebut digunakan untuk menghitung harga
FOB biodiesel sawit dengan menambah bea keluar dan pungutan ekspor. Kemudian
harga FOB biodiesel tersebut ditambahkan dengan biaya pengangkutan, bongkar
muat, asuransi, tarif impor dll dari Indonesia ke pasar USA sehingga diperoleh harga
paritas di pasar USA. Hasil perhitungan dan perbandingan dengan harga retail
biodiesel soya di USA (U.S Department of Energy, 2017) disajikan pada gambar 1
sebagai berikut:
GambarI
Perbandingan Harga Biodiesel Sawit Indonesia dan Harga Biodiesel Soya USA di Pasar USA
Sumber : Tim Riset PASPI, Monitor Vol. III. No. 39
Secara umum, HIP biodiesel sawit ditetapkan pemerintah berdasarkan harga
CPO KPB Dumai ditambah biaya pengangkutan. Hal ini cukup berdasar mengingat
16
dalam biaya produksi biodiesel, sekitar 80 persen adalah biaya bahan baku (CPO).
Mengacu pada harga CPO KPB Dumai, HIP biodiesel sawit selama periode 2014-
2017 ditetapkan berkisar 16-40 persen atau rata-rata 23 persen di atas harga CPO KPB
Dumai. Karena itu hampir tidak mungkin menjual biodiesel sawit di USA di bawah
harga biodiesel domestik. Selain itu pemerintah juga tidak memberikan subsidi ekspor
biodiesel sawit yang memungkinkan eksportir menjual biodiesel diluar negeri
dibawah harga HIP. Bahkan sebaliknya ekspor biodiesel Indonesia di berlakukan bea
keluar (duty) dan pungutan (levy). Karena itu tuduhan bahwa Indonesia melakukan
praktek kebijakan dumping sebagaimana dituduhkan USA tidak memiliki dasar.
Tudingan bahwa Indonesia mensubsidi biodiesel sawit terkait dengan kebijakan
pengadaan biodiesel Pertamina dan kebijakan bea keluar dan pungutan ekspor minyak
sawit (Tim Riset PASPI, 2019).
17