Vous êtes sur la page 1sur 18

LAPORAN KASUS

TRAUMA MEKANIK MATA

Oleh:

Askarani Kamilasari

201820401011124

I-31

PEMBIMBING :

Dr. dr. Arti Lukitasari, Sp.M

SMF ILMU KESEHATAN MATA

RS BHAYANGKARA KEDIRI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmatNya

penulis dapat menyelesaikan laporan kasus stase mata dengan topik “Trauma

Mekanik Mata”.

Laporan ini disusun dalam rangka menjalani kepaniteraan klinik bagian

Ilmu Kesehatan Mata di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri. Tidak lupa penulis

ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam

penyusunan laporan kasus ini, terutama kepada Dr. dr. Arti Lukitasari, Sp.M selaku

dokter pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam

penyusunan dan penyempurnaan laporan kasus ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari

sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dalam bidang kedokteran

khususnya mata.

Kediri, April 2019

Penyusun

2
BAB I

DESKRIPSI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Tn.I
 Usia : 49 thn
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Suku : Jawa
 Agama : Islam
 Alamat : Jalan Raya Corakan Kediri
 Pekerjaan : Satpam

II. ANAMNESIS
 Keluhan Utama : Mata terasa seperti kelilipan
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Mata kanan terasa seperti kelilipan dan mengganjal sejak 5 hari yang lalu pada
bagian kelopak mata atas, pasien merasakan seperti ada benda yang masuk
kemudian mengganjal (ngeres (+)), merah (+), nerocoh (+). Pasien tidak
mengeluhkan gatal (-), panas (-), nyeri (-), kemeng/ cekot cekot (-), penglihatan
kabur (-), keluar cairan (-), silau (-)
 Riwayat Penyakit Dahulu :
 Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
 Riwayat memakai kacamata sebelumnya (-)
 Riwayat DM (-)
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat alergi (-)
 Riwayat operasi (-)
 Riwayat katarak (-)
 Riwayat glaucoma (-)
 Riwayat Penyakit Keluarga :
 Keluarga tidak ada yang mengalami hal serupa dengan pasien

3
 Riwayat DM (-)
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat alergi (-)
 Riwayat operasi (-)
 Riwayat Pengobatan : sudah diberi obat tetes mata (insto) namun keluhan tidak
berkurang (mata kanan masih terasa mengganjal)
 Riwayat Psikososial : pasien tidak merokok, pasien bekerja sebagai satpam

III.PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Compos mentis
 GCS : 456
 Status gizi : Baik
 Vital Sign
1. Tekanan Darah : 130/80 mmHg
2. Nadi : 88 kali/ menit
3. RR : 20 kali / menit
4. Suhu : 36,0 ℃

Status Lokalis: Mata

OD OS

Visus 1,0 1,0

Koreksi - -

Addisi - -

4
Pergerakan bisa ke semua arah bisa ke semua arah
bola mata

TIO (-) dievaluasi (-) dievaluasi

OD OS

Pemeriksaan Segmen Anterior

Palpebra Edema (-), hiperemi (-) Edema (-), Hiperemi (-)

Konjungtiva CVI (+), subconjunctival CVI (-), subconjunctival


bleeding (-), sekret (-), bleeding (-) sekret (-)
tampak benda asing dengan
ukuran ±0,1x0,1x0,1 mm

Kornea PCVI (+), infiltrate (+) PCVI (-), jernih (+)

COA Dalam Dalam

Iris Reguler, sinekia (-) Reguler, sinekia (-)

Pupil Refleks pupil (+), bulat (+) Ø Refleks pupil (+), bulat
3 mm (+) Ø 3 mm

Lensa Jernih Jernih

Pemeriksaan Segmen Posterior

(-) dievaluasi (-) dievaluasi

5. DIAGNOSIS

5
OD Trauma Mekanik Superficial dengan Komplikasi Corpus Alienum di
Konjungtiva Palpebra Superior

6. DIAGNOSIS BANDING
-

7. TERAPI
- Ekstraksi corpus alienum
Corpus alienum dikeluarkan dengan anastesi topikal pantokain 2% dan
gunakan jarum berukuran kecil untuk mengeluarkan benda asing sewaktu
pemeriksaan slitlamp. Setelah corpal dikeluarkan tutup mata kiri selama 24 jam dan
berikan tetes antibiotik (gatifloxacin hemihydrate 0.3 %).
- Asam mefenamat 500 mg 3x1 ( digunakan jika nyeri )

8. PROGNOSIS
Dubia ad bonam

9. DISKUSI
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan menggunakan slit lamp,
diagnosis pasien yaitu OD Trauma Mekanik Superficial dengan Komplikasi Corpus
Alienum di Konjungtiva.Palpbera Superior.
Corpus alienum adalah benda asing, merupakan salah satu penyebab terjadinya
cedera mata, sering mengenai sclera, kornea, dan konjungtiva. Meskipun
kebanyakan bersifat ringan, beberapa cedera bisa berakibat serius. Apabila suatu
corpus alienum masuk ke dalam bola mata maka akan terjadi reaksi infeksi yang
hebat serta timbul kerusakan dari isi bola mata. (Bashour, 2008)
Benda asing dapat merangsang timbulnya reaksi inflamasi, mengakibatkan
dilatasi pembuluh darah dan kemudian menyebabkan udem pada kelopak mata,
konjungtiva dan kornea. Sel darah putih juga dilepaskan, mengakibatkan reaksi
pada kamera okuli anterior dan terdapat infiltrate kornea. Jika tidak dihilangkan,
benda asing dapat menyebabkan infeksi dan nekrosis jaringan. (Bashour, 2008)

6
Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri dan iritasi sewaktu mata dan palpebral
digerakan, sensasi benda asing, fotofobia, mata merah dan mata berair banyak.
Dalam pemeriksaan oftalmologi, ditemukan visus normal atau menurun, terdapat
benda asing pada bola mata yang ditandai dengan adanya titik sebagai port d’entry
benda asing, fluorescein (+) akan mewarnai membrane basal epitel yang terdapat
defek apabila sudah mengenai kornea (Bashour, 2008; Vaughan, 2014)
Diagnosis corpus alienum dapat ditegakkan dengan :
1) Anamnesis kejadian trauma
2) Pemeriksaan tajam penglihatan kedua mata
3) Pemeriksaan dengan oftalmoskop
4) Pemeriksaan keadaan mata yang terkena trauma
5) Bila ada perforasi, maka dilakukan pemeriksaan x-ray orbita
(Bashour, 2008)

Penatalaksanan pengeluaran benda asing adalah dengan mengeluarkannya


dari bola mata. Pasien didudukan di tempat slit lamp, kepala harus diamankan oleh
asisten, bila pasien cenderung kurang kooperatif dalam pengambilan corpus
alienum, pasien bisa diikat tangannya atau dipegang oleh asisten. Sebelumnya mata
diteteskan dengan anastesi lokal. Bila lokasi corpus alienum berada di superfisial,
corpus alienum dikeluarkan dengan menggunakan aplikator ujung kapas ataupun
ujung saputangan yang bersih atau kertas tissue yang bersih. Selain itu bisa
digunakan ujung jarum suntik tumpul atau tajam.Arah pengambilan, dari tengah
ke tepi (menjauhi kornea). Apabila corpus alienum dirasa terlalu dalam hingga
menembus ke kornea, dan terdapat risiko yang tinggi, maka pengambilannya bisa
dilakukan di dalam OK dan dengan menggunakan instrument forceps dan
sebagainya. Setelah diambil, mata diberikan salep antibiotik lokal, siklopegik, dan
mata dibebat dengan kassa steril dan ditutup selama 24 jam. (Kuhn, 2008)

Komplikasi terjadi tergantung dari jumlah, ukuran, posisi, kedalaman, dan efek
dari corpus alienum tersebut. Jika ukurannya besar. Reaksi inflamasi juga bisa
terjadi jika corpus alienum yang mengenai kornea merupakan benda inert dan
reaktif. Sikatrik maupun perdarahan juga bisa timbul jika menembus cukup dalam.
Bila ukuran corpus alienum tidak besar, dapat diambil dan reaksi sekunder seperti

7
inflamasi ditangani secepatnya, serta tidak menimbulkan sikatrik pada media
refraksi yang berarti, prognosis bagi pasien adalah baik. (Vaughan, 2014)

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Anatomi Palpebra

Kelopak mata atau palpebra terdiri dari struktur kulit berlapis,


orbicularis oculi, lempeng tarsal / septum, dan konjungtiva. Kulit kelopak
mata merupakan yang paling tipis di dalam tubuh dan tidak memiliki
jaringan adiposa. Lapisan paling dalam dari jaringan yang terletak
berdekatan dengan bola mata disebut sebagai konjungtiva palpebra. Bagian
anterior dari konjungtiva palpebra yaitu lempeng tarsal, struktur di dalam
kelopak mata yang memberikan kekakuan dan bentuk kelopak mata. Antara
lempeng tarsal dan lapisan terluar kulit yaitu jaringan otot yang tersusun
atas orbikularis okuli dan levator palpebra superior (Leonid, 2017)

Gambar 2.1. Struktur Palpebra


Lempeng tarsal, yang tersusun dari jaringan ikat fibrosa,
mengelilingi dan melindungi kelenjar sebasea yang termodifikasi yang
disebut kelenjar meibom. Kelenjar ini mensekresikan lipid melalui bukaan
mata sepanjang garis kelopak mata yang berkontribusi untuk stabilitas film
air mata. Ada sekitar 30 hingga 40 kelenjar meibom di sepanjang kelopak
atas dan 20 hingga 30 pada kelopak bawah.

9
Gambar 2.2. Kelenjar pada Palpebra
Kelenjar meibom yaitu kelenjar sebasea termodifikasi yang tersusun
secara vertikal di dalam lempeng tarsal. Kekuatan interaktif dari kelopak
mata menyebabkan kelenjar meibom mengekskresikan ke margin palpebra
posterior. Kelenjar ini terdiri dari duktus sentral dengan multipel acini, sel-
sel yang mensintesis lipid (meibom) yang membentuk lapisan terluar dari
film air mata. Selain itu juga terdapat kelenjar Zeiss & Moll pada palpebra,
yaitu kelenjar pilosebaceous (Zeiss) yang terhubung pada folikel bulu mata
dan kelenjar apocrine (Moll) yang terletak di anterior dari kelenjar meibom
pada margin kelopak mata distal, yang bermuara ke dalam folikel bulu mata
atau langsung pada margin kelopak mata anterior di antara bulu mata;
dengan jumlah yang lebih banyak pada kelopak mata bawah (Kanski, 2007)
Konjungtiva adalah selaput lendir atau lapisan mukosa yang
melapisi permukaan dalam kelopak mata (konjungtiva palpebra), berlanjut
ke pangkal kelopak (konjungtiva forniks) dan melipat balik melapisi bola
mata hingga tepi (konjungtivita bulbi). Konjungtiva dibagi menjadi tiga
bagian yaitu konjungtiva palpebra, konjungtiva forniks dan konjungtiva
bulbi. Secara histologis lapisan konjungtiva terdiri dari epithel konjungtiva
dan stroma. Epitel konjungtiva terbagi menjadi ephitel superfisial yang
mengandung sel goblet yang meproduksi mucin dan epithel basal didekat
limbus yang mengandung pigmen. Dibawah epithel terdapat stroma
konjungtiva. Stroma terdiri atas lapisan adenoid yang mengandung jaringan

10
limfoid dan lapisan fibrosa yang mengandung jaringan ikat padat (tarsus)
serta jaringan yang lain. Pada tepi atas tarsus terdapat kelenjar Krause yang
merupakan kelenjar air mata (Lukitasari, 2012)

Gambar 2.3. Anatomi Konjungtiva

Gambar 2.4. Histologi Konjungtiva

Kelopak mata sangat penting untuk pemeliharaan integritas


permukaan okular. Fungsi kelopak mata yaitu untuk penghalang mekanis
untuk berbagai gangguan, mekanisme menyapu (sweeping) untuk
menghilangkan debris dari kornea (reflek berkedip), dan kontribusi penting

11
untuk produksi dan drainase tearfilm. Kelopak mata bekerja sebagai
penurup untuk melindungi bagian anterior mata dari gangguan lingkungan.
Kelopak mata menutup secara refleks untuk melindungi mata pada
keadaankeadaan yang mengancam, misalnya benda yang datang cepat, sinar
yang menyilaukan, dan situasi di mana bagian mata terpajan atau bulu mata
tersentuh. Kedipan mata yang berulang membantu menyebarkan air mata
yang berfungsi sebagai pelumas, pembersih, dan bahan bakterisidal
('mematikan kuman').
Konjungtiva selalu dibasahi oleh air mata yang saluran sekresinya
bermuara di forniks atas. Air mata yang merupakan bagian dari tearfilm ini
akan mengalir dipermukaan belakang kelopak mata dan dengan kedipan
mata, air mata akan terus mengalir membasahi konjungtiva dan kornea
sehingga konjungtiva dan kornea selalu basah dan untuk selanjutnya air
mata mengalir keluar melalui saluran lakrimali.
Persarafan sensoris palpebra berasal dari divisi pertama dan kedua
nervus trigeminus (V). Nervus lakrimalis, supraorbitalis, supratrochlearis,
infratrochlearis dan nasalis eksterna adalah cabang-cabang divisi
ophthalmica nervus kranial kelima. Nervus infraorbitalis,
zygomaticofasialis dan zygomaticotemporalis merupakan cabang-cabang
divisi maksilaris (kedua) nervus trigeminus. Konjungtiva menerima
persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus lima. Saraf ini
memiliki serabut nyeri yang relatif sedikit. Suplai saraf untuk konjungtiva
berasal dari divisi pertama saraf trigeminal. Saraf ini terdiri atas cabang
infratrochloer yaitu saraf nasociliary, saraf lacrimal, supratrochlear, cabang
supraorbital saraf frontal, dan saraf infraorbital dari divisi maksilaris dari
saraf trigeminal. Pada daerah limbus dipersarafi oleh cabang saraf ciliary.
Mayoritas ujung saraf pada konjungtiva bebas, unmyelinated, membentuk
pleksus sub - epitel di bagian dangkal propria substantia . Banyak dari serat
ini berakhir pada pembuluh darah, dan lainnya membentuk pleksus
intraepithelial sekitar dasar sel epitel dan ujung saraf bebas diantara sel.
Pembuluh darah palpebra berasal dari arteri lakrimalis dan
ophthalmica melalui cabang-cabang palpebra lateral dan medialnya.

12
Drainase vena dari palpebra mengalir ke dalam vena ophthalmica dan vena-
vena yang membawa dari dahi dan temporal. Arteri-arteri konjungtiva
berasal dari arteria ciliaris anterior dan arteria palpebralis. Kedua arteri ini
beranastomosis dengan bebas dan bersama banyak vena konjungtiva yang
umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring-jaring vaskular
konjungtiva yang sangat banyak. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di
dalam lapisan superfisial dan profundus dan bergabung dengan pembuluh
limfe palpebra membentuk pleksus limfatikus (Vaughan, 2014)
2.2.Trauma Mata
2.2.1. Definisi
Trauma Okuli adalah tindakan sengaja maupun tidak yang
menimbulkan perlukaan mata atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada jaringan mata secara terpisah yaitu
palpebrae, konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan
orbita atau menjadi gabungan trauma jaringan mata. Kerusakan ini akan
memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra
penglihatan. Trauma okuli dapat dibagi menjadi trauma tajam, trauma
tumpul, trauma kimia, trauma termal, trauma fisik, extra ocularforeign
body, dan trauma tembus berdasarkan mekanisme trauma (Nirmalan, 2010)
Benda Asing di konjungtiva adalah suatu massa yang berasal dari
luar tubuh yang terdapat pada konjungtiva, dimana pada kondisi normal,
benda tersebut tidak seharusnya berada disana. Bisa terdapat pada
konjungtiva bulbi maupun konjungtiva palpebra.
2.2.2. Etiologi
Jenis Benda asing pada mata (Portero, 2013):
▫ Benda logam
Contoh : emas, perak, timah hitam, seng, nikel, aluminium, tembaga,
besi.
▫ Benda bukan logam
Contoh : batu, kaca, porselin, karbon, bahan pakaian dan bulu mata.
▫ Benda Inert adalah benda yang terdiri atas bahan bahan yang tidak
menimbulkan reaksi jaringan mata, ataupun jika ada reaksinya

13
sangat ringan dan tidak mengganggu fungsi mata. Bahan inert yang
tertanam dalam dapat dibiarkan berada dalam kornea.
Contoh : emas, perak, platina, batu, kaca, karbon, porselin, plastik
tertentu
▫ Benda reaktif adalah benda yang menimbulkan reaksi jaringan mata
sehingga mengganggu fungsi mata. terbagi menjadi benda logam
magnit dan bukan magnit
Contoh: timah hitam, seng, nikel, aluminium, tembaga kuningan,
besi, tumbuhan, pakaian, dan bulu ulat.
2.2.3. Klasifikasi
Klasifikasi trauma mekanik terbaru dijabarkan oleh American Ocular
Trauma Society, dimana trauma mata mekanik dibagi menjadi trauma mata
terbuka dan trauma mata tertutup

Gambar 2.5. Klasifikasi Trauma Mekanik

2.2.4. Epidemiologi
Secara umum insiden trauma mata terbuka sebanyak 3.6-3.8 per
100.000 populasi seluruh dunia dimana puncak insidensi ada pada
kelompok dewasa rata-rata di sekitaran usia 30-an, remaja usia <20 tahun
dan orang tua usia <70 tahun. Studi lainnya menyebutkan angka kejadian
trauma mata antara pria dengan wanita berkisar 3:1 dari 100.000 orang, ini
dikarenakan laki-laki lebih sering berhadapan dengan aktivitas beresiko

14
terhadap paparan trauma mata. Kecenderungan pada anak-anak terutama
yang tumbuh dalam keluarga miskin atau pendidikan rendah atau
pengawasan yang buruk lebih sering terpapar dengan trauma (Prakash,
2010)
2.2.5. Patofisiologi
Benda asing di konjungtiva secara umum masuk ke kategori trauma
mata ringan. Benda asing dapat bersarang (menetap) di epitel atau stroma
bila benda asing tersebut diproyeksikan ke arah mata dengan kekuatan yang
besar.
Benda asing dapat merangsang timbulnya reaksi inflamasi,
mengakibatkan dilatasi pembuluh darah dan kemudian menyebabkan udem
pada kelopak mata, konjungtiva dan kornea. Sel darah putih juga
dilepaskan, mengakibatkan reaksi pada kamera okuli anterior dan terdapat
infiltrate kornea apabila benda asing mengenai bagian kornea. Jika tidak
dihilangkan, benda asing dapat menyebabkan infeksi dan nekrosis jaringan.
2.2.6. Manifestasi Klinis
Gejala yang muncul saat mata mengalami trauma mekanik oleh
karena benda asing adalah sebagai berikut (AAO, 2006):
 Rasa tidak nyaman dan adanya sensasi benda asing pada mata
 Mata dapat terasa perih
 Mata menjadi berair, sampai bisa terjadi pengeluaran air mata
 Kedipan mata dapat meningkat
 Mata tampak merah dengan injeksi konjungtiva
 Discharge cairan dan pengeluaran darah pada subkonjungtiva (Pada bentuk
trauma yang sampai menimbulkan penetrasi)
 Visus normal atau menurun
2.2.7. Diagnosis
Diagnosis trauma mekanik akibat adanya benda asing di konjungtiva
dapat ditegakkan dengan (Michigan University, 2015) :
1. Anamnesis kejadian trauma : Pasien datang dengan keluhan adanya benda
yang masuk ke dalam konjungtiva atau mata nya. Gejala yang ditimbulkan
berupa nyeri, mata merah dan berair, sensasi benda asing, dan fotofobia.

15
2. Pemeriksaan tajam penglihatan kedua mata (biasanya visus normal atau
menurun)
3. Pemeriksaan dengan Slitlamp (Ditemukan injeksi konjungtiva, dan benda
asing di daerah konjungtiva bulbi atau konjungtiva palpebra)
4. Pemeriksaan keadaan mata yang terkena trauma (dengan fluorescein test
untuk melihat adanya defek pada epitel kornea). Pola tanda goresan vertical
di kornea mengisyaratkan adanya benda asing terbenam di permukaan
konjungtiva palpebra superior.
5. Bila ada perforasi, maka dilakukan pemeriksaan x-ray orbita
2.2.8. Tatalaksana
Penatalaksanaannya adalah dengan mengeluarkan benda asing
tersebut dari konjungtiva dengan cara (Gurram, 2012):
1. Berikan tetes mata pantokain 2% sebanyak 1-2 tetes pada mata yang
terkena benda asing.
2. Gunakan kaca pembesar (lup) atau slit lamp dalam pengangkatan benda
asing.
3. Angkat benda asing dengan menggunakan jarum suntik berukuran kecil
(ukuran 23G). Jangan menggunakan aplikator berujung kapas karena alat
ini menggosok permukaan epitel secara luas.
4. Arah pengambilan benda asing dilakukan dari tengah ke tepi.
5. Oleskan lidi kapas yang dibubuhkan betadin pada tempat bekas benda asing.
6. Kemudian berikan antibiotik topikal (salep atau tetes mata) seperti
kloramfenikol tetes mata, 1 gtt setiap 2 jam selama 2 hari.
Setelah benda asing dikeluarkan, mata harus diberikan salep
antibiotic dan ditutup. Luka harus diperiksa setiap hari untuk mencari tanda-
tanda infeksi sampai luka sembuh sempurna. Apabila sudah terdapat defek
epitel kornea ringan maka dapat diterapi dengan salep antibiotic dan balut
tekan (pressure patch) untuk mengimobilisasi palpebra. Jangan pernah
memberikan larutan anestetik topical kepada pasien untuk dipakai ulang
setelah cedera kornea karena hal ini memperlambat penyembuhan,
menutupi kerusakan lebih lanjut dan dapat menyebabkan pembentukkan

16
jaringan parut kornea yang permanen. Pemakaian steroid harus dihindari
bila masih ada defek pada epitel (Vaughan, 2014)
2.2.9. Komplikasi
Komplikasi terjadi tergantung dari jumlah, ukuran, posisi,
kedalaman, dan efek dari corpus alienum tersebut. Jika ukurannya besar,
terletak di bagian sentral dimana fokus cahaya pada kornea dijatuhkan,
maka akan dapat mempengaruhi visus. Reaksi inflamasi juga bisa terjadi
jika corpus alienum yang mengenai kornea merupakan benda inert dan
reaktif. Sikatrik maupun perdarahan juga bisa timbul jika menembus cukup
dalam.
Sikatrik Kornea adalah terbentuknya jaringan parut pada kornea
oleh berbagai sebab. Dapat disebabkan oleh trauma, bekas luka, maupun
sebab-sebab lainnya. Penyembuhan luka pada kornea berupa jaringan parut,
baik akibat radang, maupun trauma.

17
DAFTAR PUSTAKA

Bashour M., 2008. Corneal Foreign Body. Available on


http://emedicine.medscape.com/ article/

Kuhn, Ferenc. 2008. Ocular Traumatology. Springer Berlin Heidelberg : Berlin,


Heidelberg

Vaughan, 2014. Trauma Mata Dalam buku Vaughan &amp; Asbury. Oftalmologi
Umum. Edisi 17. Jakarta: ECG

Portero A, Carreno E, Galarreta D, Herreras JM. (2013). Corneal Inflammation


from Pine Processionary Caterpillar Hairs. Cornea. 32 (2), 161-4.

Guram, Muhali, 2012, Foreign Body in Eye, Department of Ophthalmology


Kamineni lnstitute of Medical Sciences

Leonid, Skorin, 2017, Eyelid Inflammation: Approach to Hordeolum, chalazion,


and Pyogenic Granuloma, Mayo Clinic Health System in Albert Lea,
Minnesota.

Nirmalan PK, Katz J, Tielsch JM, Robin AL, Thulasiraj RD, Krishnadas R, et al.
Ocular Trauma in a Rural South Indian Population. Ophthalmology 2010; 111:
1778–1781

Lukitasari, Arti. 2012. Konjungtivitis Vernal. Dalam Jurnal Kedokteran Syiah


Kuala. Vol 12 No 1. pp 58-62

Kanski, Jack J. 2015. Clinical Ophtalmology: A Systematic Approach edisi


kedelapan. Elsevier

American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section 11.


San Fransisco: MD Association, 2005-2006

Prakash Amit. 2010. Penetrating Ocular Trauma Study. Department of


Ophtalmology J.J.M Medical College Davangere, page 4-5,9,14-36.

18

Vous aimerez peut-être aussi