Vous êtes sur la page 1sur 19

TUGAS ETIKA DAN PRANATA PEMBANGUNAN

Disusun Oleh :

Bernadeth Riansy L. 16/399749/TK/44808

Program Studi Teknik Arsitektur


Departemen Teknik Arsitektur Dan Perencanaan
Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada
2018/2019
1. SERTIFIKAT LAYAK FUNGSI (SLF)

A. Pengertian
Sertifikat Layak Fungsi (SLF) adalah Sertifikat yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah
terhadap bangunan gedung yang telah selesai dibangun sesuai IMB dan telah memenuhi
persyaratan kelaikan teknis sesuai fungsi bangunan berdasar hasil pemeriksaan dari instansi
terkait.
Ketentuan mengenai SLF;
a. SLF harus dimiliki bangunan gedung, sebelum bangunan gedung tersebut
dimanfaatkan/ digunakan.
b. SLF diterbitkan dengan masa berlaku 5 Tahun untuk bangunan umum dan 10 Tahun
untuk bangunan rumah tinggal.
c. Sebelum masa berlaku SLF habis, maka harus diajukan kembali permohonan
perpanjangan SLF, dengan dilengkapi laporan hasil Pengkajian Teknis Bangunan
Gedung yang dilakukan oleh Pengkaji Teknis Bangunan Gedung yang memiliki Izin
Pelaku Teknis Bangunan/ IPTB bidang Pengkaji Bangunan.

B. Kelengkapan Persyaratan SLF Setelah Bangunan Gedung Selesai Dilaksanakan


1. Berita acara telah selesainya pelaksanaan bangunan dan sesuai IMB.
2. Laporan Direksi Pengawas lengkap (1 set) yang terdiri dari :
a. Fotokopi Surat Penunjukan Pemborong dan Direksi Pengawas berikut
Koordinator Direksi Pengawasnya
b. Fotokopi TDR/SIUJK Pemborong dan surat izin bekerja/SIPTB Direksi
Pengawas
c. Laporan lengkap Direksi Pengawas sesuai tahapan kegiatan
d. Surat Pernyataan dari Koordinator Direksi Pengawas bahwa bangunan telah
selesai dilaksanakan dan sesuai IMB.
3. Fotocopy IMB (1 set) yang terdiri dari
a. Surat Keputusan IMB
b. Peta Ketetapan Rencana Kota (KRK) dan Rencana Tata Letak Bangunan
(RTLB)/ Blokplan lampiran IMB
c. Gambar arsitektur, Struktur dan Instalasi Bangunan lampiran IMB.
d. Hardcopy dan Softcopy Gambar As Build Drawing
4. Untuk bangunan Sedang dan Tinggi, selain dilengkapi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 s/d 4, harus dilengkapi juga dengan Rekomendasi dan Berita
Acara dari Instansi terkait tentang hasil uji coba instalasi dan perlengkapan bangunan,
yang meliputi :
4.1. Instalasi Listrik Arus Kuat dan Pembangkit Listrik Cadangan/ Genset
4.2. Instalasi Kebakaran (system alarm, instalasi pemadaman api, hydran, dsb.)
4.3. Instalasi Transportasi Dalam Gedung (Lift), Instalasi Tata Udara dalam Gedung
(AC)
4.4. Instalasi Penyalur Petir, dsb.
5. Foto bangunan,
6. Foto perkuatan utk keamanan bangunan parkir (Penahan ban mobil, railing dan atau
parapet).
7. Foto Sumur Resapan Air Hujan yang telah dilaksanakan disertai gambar SRAH,
ukuran dan perhitungan kebutuhan dan pelaksanaannya.

C. Tatacara / Proses SLF untuk Bangunan Gedung Non Rumah Tinggal S/D 8 Lantai.
1. Pengajuan SLF dapat dilakukan setelah pelaksanaan bangunan gedung selesai
keseluruhan dengan dilengkapi data-data kelengkapan persyaratan sebagaimana
tersebut butir III diatas.
2. Berkas yang telah lengkap diajukan ke Loket PTSP Kota Administrasi setempat.
3. Setelah dinilai berkas lengkap, maka PTSP akan menilai administrasi dan teknis,
untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan lapangan dan membuat laporan serta
rekomendasi kepada Kepala PTSP untuk penerbitan SLF.
4. Selanjutnya berkas diproses lanjut untuk penerbitan SLF.
5. SLF yang sudah diterbitkan akan diberitahukan kepada Pemilik melalui SMS atau
Telpon
6. Pemilik atau kuasanya (dengan mkenunjukkan Surat Kuasa dari Pemilik) dapat
mengambil SLF di Loket PTSP Kota Administrasi setempat.
7. Untuk bangunan gedung non rumah tinggal dengan keitnggian lebih dari 8 lantai,
maka pengajuan permohonan dan proses penerbitan SLF adalah di Dinas Pengawasan
dan Penerbitan Bangunan Provinsi DKI Jakarta
2. IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)
A. Pelayanan dan Kewenangan Penerbitan IMB

 Penerimaan berkas Permohonan IMB Rumah Tinggal, kecuali terletak di kompleks


(Real Estat) adalah di Loket PTSP di kantor Kecamatan setempat.
 Penerimaan berkas dan proses penerbitan IMB Bangunan Rumah Tinggal yang
terletak di Kompleks / Real Estat dan Bangunan Umum dengan ketinggian sampai
dengan 8 lantai adalah di Loket PTSP di kantor Walikota Kota Administrasi setempat.
 Penerimaan berkas dan proses penerbitan IMB Bangunan Umum dengan ketinggian 9
lantai atau lebih, adalah di loket BPTSP Provinsi DKI Jakarta.

B. Permohonan IMB Rumah Tinggal


1) Tatacara Pengajuan Permohonan IMB (PIMB) Rumah Tinggal

a. Pengajuan Permohonan IMB (PIMB) Rumah Tinggal diajukan ke Loket PTSP di


kantor Kecamatan setempat.
b. Pengajuan PIMB, harus dilengkapi dengan kelengkapan persyaratan sebagaimana
telah diatur dalam Peraturan Gubernur No.129 Tahun 2012, tentang Tatacara
Pemberian Pelayanan Bidang Perizinan Bangunan.
c. Setelah berkas diteliti administratip dan dinilai teknis serta diperiksa lapangan,
maka petugas penilai akan menghitung besarnya retribusi IMB.
d. Penilai akan membuat Surat Ketetapan Retribusi (SKRD) IMB untuk Pemohon.
e. Pemohon IMB harus segera membayar Retribusi IMB ke Kas Daerah/ Bank DKI
di Kecamatan, dan akan menerima bukti pembayaran berupa SKRD yang telah di
print Tanda Lunas.
f. Dengan menyerahkan Bukti Pembayaran SKRD tersebut keloket PTSP, maka
berkas Permohonan IMB diproses untuk penerbitan IMB oleh PTSP Kecamatan.
g. IMB Rumah Tinggal yang telah diterbitkan dapat diambil oleh Pemohon/ Kuasa
di Loket PTSP Kecamatan.

2) Kelengkapan Persyaratan Permohonan IMB (PIMB) Rumah Tinggal

h. Mengisi Formulir PIMB dan menandatangani (+cap perusahaan, bila pemohon


a/n perusahaan/ pengembang), 1 set,
i. Fotocopy Akte Perusahaan (bila pemohon a/n perusahaan), 1 set,
j. Fotocopy KTP Pemilik tanah/ Pemohon, 1 lbr,
k. Fotocopy NPWP Pemohon, 1 lbr.
l. Fotocopy surat kepemilikan tanah, berupa sertifikat tanah dari BPN yang
dilegalisir Notaris atau Kartu Kapling dari Pemerintah Daerah/ Pusat (yang
dilegalisir Pemerintah Kotamadya/ Instansi Pusat penerbit Kartu Kapling),
m. Fotocopy Surat Tagihan dan Bukti Pembayaran PBB tahun berjalan, 1 set,
n. Ketetapan Rencana Kota (KRK) dari PTSP, 5 lbr,
o. Rencana Tata Letak Bangunan (RTLB), apabila pada lokasi dimaksud karena
peruntukannya, disyaratkan RTLB, dari PTSP, 5 lbr,
p. Fotocopy SIPPT dari Gub. bila luas tanah 5.000 M2 atau lebih (spt : untuk Real
Estat, dsb.), 1 set,
q. Gambar Rencana Arsitektur (khusus pada zonasi R.5 / Rumah Besar atau R.9 /
Rumah KDB Rendah atau di lokasi yang termasuk gol.Pemugaran, gambar hrs di
tandatangani Perencana pemilik IPTB), 5 set,
r. Rekomendasi TPAK untuk perencanaan arsitektur bangunan, bila lokasi
bangunan termasuk golongan pemugaran A/ B atau C (Menteng atau Kebayoran
Baru), 1 set,
s. Perhitungan dan Gambar Rencana Konstruksi yang ditandatangani perencana
konstruksi pemilik IPTB (untuk bangunan bertingkat dengan bentang lebih dari 5
meter), 4 set.

3) Biaya Retribusi IMB Rumah Tinggal

a. Retribusi IMB Rumah Tinggal, dihitung berdasarkan Rumus Luas Bangunan x


Indeks x Harga Satuan Retribusi, sebagaimana diatur dalam Perda No.3 Tahun
2012,
b. Pembayaran Retribusi Rmah Tinggal dapat dilakukan setelah diterbitkan Surat
Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) dari Seksi Pelayanan IMB Kecamatan dan
pembayaran dilakukan di Kas Daerah.
c. Setelah diperoleh Bukti Pembayaran Retribusi dari Kas Daerah/ Bank DKI, maka
lembar untuk P2B diserahkan ke Loket PTSP.

4) Jangka Waktu Penyelesaian IMB Rumah Tinggal

a. IMB Rumah Tinggal diterbitkan oleh Kepala Seksi Satlak PTSP Kecamatan setempat.
b. Penyelesaian IMB Rumah Tinggal, ditetapkan sesuai ketentuan dalam Peraturan
Gubernur No. 129 Tahun 2012, adalah 20 hari kerja.
c. IMB yang telah diterbitkan akan diberitahukan melalui SMS atau Telpon kepada
pemohon/ Kuasa, dan dapat diambil (dengan membawa bukti pembayaran retribusi
IMB dan dengan surat kuasa apabila yang mengambil bukan pemohon) ke Loket
PTSP Kecamatan.

5) Pelaksanaan Bangunan

a. Pelaksanaan Bangunan dapat dimulai setelah IMB diterbitkan.


b. Copy IMB (lebih bagus dilaminating) / Papan Kuning IMB harus dipasang dilokasi
pembangunan, di tempat yang mudah dilihat dari jalan.
c. Pelaksanaan bangunan harus sesuai dengan IMB yang telah diterbitkan.
d. Bila terdapat rencana perubahan atau penambahan, maka sebelum dilaksanakan
terlebih dahulu harus diajukan IMB perubahan/ penambahan.
e. Dan selama pelaksanaan IMB ( copynya) harus berada di lokasi bangunan, untuk
pedoman dalam pembangunan dan pemeriksaan dari petugas pengawasan Seksi
Penataan Kota Kecamatan.

C. Tatacara Permohonan IMB Bangunan Umum (Non Rumah Tinggal) S/D 8 Lantai Dan
Bangunan Rumah Tinggal Pemugaran Gol.A Dan B, Atau Komplek Perumahan.

1) Tatacara Permohonan IMB (PIMB) Bangunan bukan Rumah Tinggal s/d 8 Lantai dan
Bangunan Rumah Tinggal pemugaran Gol.A dan B atau kompleks perumahan

a. Pengajuan Permohonan IMB (PIMB) Rumah Tinggal diajukan ke Loket PTSP di


kantor Walikota Kota Administrasi setempat.
b. Pengajuan IMB, harus dilengkapi dengan kelengkapan persyaratan sebagaimana telah
diatur dalam Peraturan Gubernur No.129 Tahun 2012, tentang Tatacara Pemberian
Pelayanan di Bidang Perizinan Bangunan.
c. Setelah berkas diteliti administratif dan dinilai teknis serta diperiksa lapangan, maka
petugas penilai akan menghitung besarnya retribusi IMB.
d. Penilai akan membuat Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) IMB untuk
Pemohon.
e. Pemohon IMB harus segera membayar Retribusi IMB ke Kas Daerah/ Bank DKI di
kantor Walikota Kota Administrasi dan akan menerima bukti pembayaran berupa
SLRD yang telah di print Lunas.
f. Dengan menyerahkan Bukti Pembayaran tersebut keloket PTSP, maka berkas
Permohonan IMB diproses untuk diterbitkan IMB oleh PTSP Kota Administrasi.
g. IMB Rumah Tinggal Pemugaran dan Bangunan Umum yang telah diterbitkan dapat
diambil oleh Pemohon di Loket PTSP Kota Administrasi setempat.

2) Kelengkapan Persyaratan Permohonan IMB


a. Mengisi Formulir IMB dan menandatangani (+cap perusahaan/instansi, bila pemohon
adalah Badan Hukum),
b. Fotcopy Akte Pendirian Perusahaan (bila pemohon adalah perusahaan),
c. Fotocopy KTP Pemohon,
d. Fotocopy NPWP Pemohon,
e. Fotocopy Sertifikat Tanah, yang dilegalisir Notaris
f. Fotocopy SPT dan Bukti pembayaran PBB tahun berjalan.
g. Ketetapan Rencana Kota (KRK) dan RTLB dari PTSP Kota Adm.,
h. Fotocopy SIPPT dari Gubernur Provinsi DKI Jakarta, apabila luas tanah daerah
perencanaan 5.000 M2 atau lebih,
i. Gambar Rencana Arsitektur yang ditanda tangani Perencana/ Arsitek pemegang
IPTB,
j. Hasil Penyelidikan Tanah yang dibuat oleh Konsultan,
k. Perhitungan dan Gambar Rencana Struktur yang ditanda tangani oleh Perencana
Struktur pemegang IPTB,
l. Persetujuan Hasil Sidang TPKB, apabila bangunan terdapat basement lebih dari 1
lantai, atau bangunan dengan struktur khusus
m. Gambar Rencana Instalasi dan Perlengkapan Bangunan, yang ditanda tangani oleh
Perencana Instalasi dan Perlengkapan Bangunan pemegang IPTB, yang meliputi
bidang-bidang :
- Instalasi Listrik Arus Kuat,
- Instalasi Listrik Arus Lemah,
- Instalasi Tata Udara dalam Gedung,
- Instalasi Pemipaan (plumbing),
- Instalasi Transportasi dalam Gedung (Elevator/ Lift),
- Design Report.
n. Persetujuan Hasil Sidang TPIB, apabila luas bangunan 800 M2 atau lebih atau
bangunan tertentu yang memerlukan penilaian instalasi khusus.
o. Rekomendasi UKL/UPL dari BPLHD apabila luas bangunan 2.000 sampai dengan
10.000 M2, atau Rekomendasi AMDAL apabila luas bangunan lebih dari 10.000 M2.
p. Surat Penunjukan Pemborong dan Direksi Pengawas Pelaksanaan Bangunan dari
Pemilik Bangunan.
q. Surat Kuasa Pengurusan dari Pemilik/ Pemohon kepada yang mengurus (bila
pengurusan oleh bukan pemilik/pemohon).
3) Biaya Retribusi IMB

 Retribusi IMB dihitung berdasarkan Luas Bangunan x Indek Bangunan x Harga


Satuan Retribusi sebagaimana diatur dalam Perda No.3 Tahun 2012,
 Pembayaran Retribusi IMB dapat dilakukan setelah diterbitkan Surat Ketetapan
Retribusi Daerah (SKRD) dari PTSP Kota Admionistrasi dan pembayaran dilakukan
di Kas Daerah/ Bank DKI.
 Setelah diperoleh Bukti Pembayaran Retribusi dari Kas Daerah/ Bank DKI, maka
lembar untuk PTSP diserahkan ke Loket PTSP

4) Jangka Waktu Penyelesaian IMB

 IMB bangunan Umum s/d 8 Lantai dan Rumah Tinggal Pemugaran, diterbitkan oleh
PTSP Kota Administrasi setempat.
 Penyelesaian IMB Bukan Rumah Tinggal s/d 8 Lantai, sesuai ketentuan dalam SK
Gubernur No. 85 Tahun 2006, adalah 25 hari kerja, terhitung sejak persetujuan
dokumen teknis.
 IMB yang telah diterbitkan akan diberitahukan melalui SMS atau Telpon kepada
pemohon/ Kuasa, dan dapat diambil (dengan membawa bukti pembayaran retribusi
IMB dan dengan surat kuasa apabila yang mengambil bukan pemohon) ke Loket
PTSP Kota Administrasi setempat.

5. Pelaksanaan Bangunan

 Pelaksanaan Bangunan dapat dimulai setelah IMB diterbitkan.


 Papan IMB harus dipasang dilokasi pembangunan, di tempat yang mudah dilihat dari
jalan.
 Pelaksanaan bangunan harus sesuai dengan IMB yang telah diterbitkan.
 Bila terdapat rencana perubahan atau penambahan, maka sebelum dilaksanakan
terlebih dahulu harus diajukan PIMB perubahan/ penambahan.
 Dan selama pelaksanaan IMB ( copynya) harus berada di lokasi bangunan, untuk
pedoman dalam pembangunan dan pemeriksaan dari petugas pengawasan Suku Dinas
Penataan Kota.
D. Tatacara Permohonan IMB Bangunan Umum (Non Rumah Tinggal) 9 Lantai Atau Lebih.
1) Tatacara Pengajuan permohonan IMB (PIMB)
a. Pengajuan Permohonan IMB diajukan ke Loket Badan PTSP (BPTSP) Propinsi DKI
Jakarta.
b. Pengajuan IMB, harus dilengkapi dengan kelengkapan persyaratan sebagaimana
telah diatur dalam Peraturan Gubernur No.129 Tahun 2012, tentang Tatacara
Pemberian Pelayanan di Bidang Perizinan Bangunan..
c. Setelah berkas diteliti administratip dan dinilai teknis lengkap, maka Gambar
Rencana Arsitektur diajukan untuk disidangkan terlebih dahulu di TPAK (Tim
Penasehat Arsitektur Kota)
d. Setelah lulus sidang TPAK maka selanjutnya akan disidangkan Perncanaan Struktur
ke TPKB dan Perencanaan Instalasi dan M&E ke TPIB
e. untuk proses IP/ IMB akan diperiksa lapangan untuk mencek apakah bangunan sdh
dilaksanakan atau belum,
f. Selanjutnya petugas penilai akan menghitung besarnya retribusi IMB.
g. Penilai akan membuat Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) IMB untuk
Pemohon.
h. Pemohon IMB harus segera membayar Retribusi IMB ke Kas Daerah/ Bank
DKI, dan pemohon akan menerima bukti pembayaran berupa SKRD yang telah di
print Lunas.
i. Dengan menyerahkan Bukti Pembayaran tersebut keloket BPTSP, maka berkas
Permohonan IP/ IMB diproses untuk diterbitkan IP/ IMB
j. Catatan :
k. Bila diperlukan untuk segera membangun, maka Setelah Perencanaan Struktur
Bawaah lulus TPKB, maka dapat diterbitkan IP Pondasi, dan
l. setelah Perencanaan Struktur Atas lulus TPKB maka dapat diterbitkan IP Struktur
Menyeluruh.
m. Setelah Perncanaan Instalasi lulus TPIB, maka IMB dapat diterbitkan.
n. IMB yang telah diterbitkan akan diinformasikan melalui SMS atau Telpon kepada
Pemohon/Kuasa, dan
o. IMB dapat diambil oleh Pemohon/ Kuasa di Loket BPTSP dan Pemohon dapat
membeli atau membuat sendiri Papan Kuning dengan diisi data-data bangunan dan
IMB untuk dipasang di lokasi proyek.

2) Kelengkapan Persyaratan Permohonan IMB


a. Mengisi Formulir dan Surat Pernyataan untuk IMB dan menandatangani (+cap
perusahaan/instansi, bila pemohon adalah Badan Hukum),
b. Fotcopy Akte Pendirian Perusahaan dan Akte Perubahan terakhir serta Pengesahan
Kemenkumham (bila pemohon adalah perusahaan),
c. Fotocopy KTP Pemohon,
d. Fotocopy NPWP Pemohon/ Perusahaan,
e. Fotocopy Sertifikat Tanah, yang telah dilegalisir Notaris,
f. Fotocopy SPT dan Bukti pembayaran PBB tahun berjalan.
g. Ketetapan Rencana Kota (KRK) dan Rencana Tata Letak Bangunan (RTLB/
Blokplan) dari BPTSP,
h. Fotocopy SIPPT dari Gubernur Provinsi DKI Jakarta, apabila luas tanah daerah
perencanaan 5.000 M2 atau lebih,
i. Gambar Rencana Arsitektur yang ditanda tangani Perencana/ Arsitek pemegang
IPTB,
j. Rekomendasi hasil persetujuan TPAK, apabila luas bangunan 9 Lantai atau lebih,
k. Hasil Penyelidikan Tanah yang dibuat oleh Konsultan,
l. Perhitungan dan Gambar Rencana Struktur yang ditanda tangani oleh Perencana
Struktur pemegang IPTB,
m. Persetujuan Hasil Sidang TPKB, apabila ketinggian bangunan 9 lantai atau lebih dan
atau bangunan dengan basement lebih dari 1 lantai, atau bangunan dengan struktur
khusus
n. Gambar Rencana Instalasi dan Perlengkapan Bangunan, yang ditanda tangani oleh
Perencana Instalasi dan Perlengkapan Bangunan pemegang IPTB, yang meliputi
bidang-bidang :
- Instalasi Listrik Arus Kuat,
- Instalasi Listrik Arus Lemah,
- Instalasi Tata Udara dalam Gedung,
- Instalasi Pemipaan (plumbing),
- Instalasi Transportasi dalam Gedung (Elevator/ Lift),
- Design Report.

o. Rekomendasi UKL/UPL dari BPLHD apabila luas bangunan 2.000 sampai dengan
10.000 M2, atau Rekomendasi AMDAL apabila luas bangunan lebih dari 10.000
M2.
p. Surat Penunjukan Pemborong dan Direksi Pengawas Pelaksanaan Bangunan dari
Pemilik Bangunan.
q. Surat Kuasa Pengurusan dari Pemilik/ Pemohon kepada yang mengurus (bila
pengurusan oleh bukan pemilik/pemohon).
3) Biaya Retribusi IMB

 Retribusi IMB, dihitung berdasarkan Luas Bangunan x Indek x Harga Satuan


Retribusi (sebagaimana diatur dalam Perda No.3 Tahun 2012),
 Pembayaran Retribusi IMB dapat dilakukan setelah diterbitkan Surat Ketetapan
Retribusi Daerah (SKRD) dari BPTSP Provinsi dan pembayaran dapat dilakukan di
Kas Daerah/ Bank DKI.
 Setelah diperoleh Bukti Pembayaran Retribusi dari Kas Daerah/ Bank DKI, maka
lembar untuk BPTSP diserahkan ke Loket BPTSP

4) Jangka Waktu Penyelesaian IMB

 IMB diterbitkan oleh Kepala BPTSP Propinsi DKI Jakarta.


 Penyelesaian IMB, sesuai ketentuan dalam SK Gubernur No. 129 Tahun 2012,
adalah 25 hari kerja, terhitung sejak persetujuan dokumen teknis.
 IMB yang telah diterbitkan akan diberitahukan melalui SMS atau Telpon kepada
pemohon, dan dapat diambil (dengan membawa bukti pembayaran retribusi IMB
dan dengan surat kuasa apabila yang mengambil bukan pemohon) ke Loket BPTSP.

5) Pelaksanaan Bangunan

 Pelaksanaan Bangunan dapat dimulai setelah IP/ IMB diterbitkan.


 Papan IMB harus dipasang dilokasi pembangunan, di tempat yang mudah dilihat
dari jalan.
 Pelaksanaan bangunan harus sesuai dengan IP/ IMB yang telah diterbitkan.
 Bila terdapat rencana perubahan atau penambahan, maka sebelum dilaksanakan
terlebih dahulu harus diajukan PIMB perubahan/ penambahan.
 Dan selama pelaksanaan IMB ( copynya) harus berada di lokasi bangunan, untuk
pedoman dalam pembangunan dan pemeriksaan dari petugas pengawasan dari Dinas
Penataan Kota.
3. KOEFISIEN DASAR BANGUNAN (KDB)
Koefisien Dasar Bangunan atau KDB merupakan angka persentase perbandingan antara
luas seluruh lantai dasar bangunan yang dapat dibangun dengan luas lahan yang tersedia.
Lantai dasar yang dimaksudkan disini adalah lantai yang berpijak ke tanah. KDB adalah batas
maksimal lahan yang diperbolehkan untuk dibangun dalam suatu tapak/site. KDB
merupakan peraturan yang menentukan seberapa besar luas lantai dasar bangunan Anda
yang boleh dibangun.
Rumus Perhitungan KDB = ((Luas Lantai Dasar Bangunan-Lt.Proyeksi))/(Lahan
Perencanaan)×100%
Proyeksi bangunan adalah ruang terbuka di lantai dasar yang berada di bawah bangunan
gedung dan/atau unsur bangunan gedung.
Yang masuk dalam hitungan KDB yaitu ;
1. luas ruangan beratap dengan dinding lebih 1,20 meter dihitung penuh (100%).
2. luas ruangan tidak beratap dengan dinding tidak lebih tinggi dari 1,20 meter, tidak
dihitung sebagai KDB.
3. luas proyeksi dengan dinding tidak lebih dari 1,20 meter dihitung 50% (lima puluh
persen) apabila tidak melebihi 10% dari batasan KDB yang ditetapkan.
4. luas proyeksi dengan dinding tidak lebih dari 1,20 meter dan >10% dari batasan KDB
dihitung 100%.
5. Ramp sirkulasi kendaraan dan tangga terbuka menuju dihitung 50% apabila tidak
melebihi 10% dari batasan

Gambar 3.1
Contoh perhitungan KDB dengan proyeksi

Yang tidak dihitung dalam KDB :


1. Lantai bangunan yang berada di bawah tanah (basement)
2. Selasar, yakni penghubung 1 lantai, lebar kurang dari 3m, beratap, tidak berdinding
3. Bangunan penunjang yakni pos keamanan, bangunan ATM, gardu listrik, tangki air,
kilang minyak, tangki penyimpanan, ruang ME, ruang pembuangan sampah, PKL
pada bangunan (tidak permanen tidak berdinding) dan terpisah dari bangunan utama

Gambar 3.2
Ketentuan KDB
Nilai KDB antara satu wilayah dengan wilayah lainnya tidak sama. Nilai KDB yang
berbeda-beda disebabkan karena beberapa hal, antara lain adanya perbedaan peruntukan
lahan dan juga lokasi daerahnya. Biasanya nilai KDB dapat ditemukan dalam Rencana
Detil Tata Ruang (RDTR) di masing-masing wilayah. Nilainya ditentukan oleh pemerintah
berdasarkan kebutuhan setiap daerah.
Bangunan yang tidak memenuhi persyaratan KDB seharusnya dikenakan sanksi bagi
pemilik bangunan bersangkutan. Sanksi dapat berupa surat peringatan, penarikan izin,
denda, hingga terjadinya pembongkaran bangunan, atau lebih lengkap diatur dalam Bab
VIII UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
4. KOEFISIEN LANTAI BANGUNAN (KLB)
KLB merupakan kependekan dari Koefisien Lantai Bangunan. Apa itu Koefisien
Lantai Bangunan? Koefisien Lantai Bangunan merupakan angka persentase perbandingan
antara jumlah seluruh luas lantai bangunan yang dapat dibangun dengan luas lahan yang
tersedia. Maksudnya apa? Jadi, nilai KLB nantinya akan menentukan berapa luas lantai
keseluruhan bangunan yang diperbolehkan untuk dibangun. Bisa dikatakan bahwa KLB
adalah batas aman maksimal jumlah lantai bangunan yang diperbolehkan untuk dibangun.
KLB atau Koefisien Lantai Bangunan ini biasanya berlaku pada bangunan tinggi
(highrise building). Peraturan ini berkaitan dengan peraturan tentang Ketinggian
Bangunan. Dengan mengetahui KLB dari lahan yang akan dibangun, akan mudah bagi
Anda untuk dapat menghitung jumlah luas keseluruhan lantai bangunan sehingga dapat
diperkirakan berapa jumlah lantai yang dapat dibangun. Dari sana, maka Anda pun akan
mengetahui perkiraan ketinggian bangunan, apakah telah sesuai dengan peraturan yang
berlaku atau tidak.
Rumus Perhitungan KLB = ( Luas Lantai- (Parkir yang tidak dihitung KLB + Proyeksi +SP
yang tidak dihtiung KLB+ Lt.Evakuasi))/(Luas Lahan Perencanaan)
Ketentuan tambahan dalam perhitungan KLB ditentukan sebagai berikut
1. overstek yang tidak memiliki akses luas bidang mendatarnya tidak diperhitungkan selama
lebarnya tidak lebih dari 1,5 m;
2. overstek yang memiliki akses dan/atau balkon untuk kegiatan maka luas bidang
mendatarnya dihitung 100% (seratus persen);
3. pemanfaatan ruang untuk prasarana penunjang bangunan dari kegiatan utama paling
besar 20% (dua puluh persen) dari luas seluruh lantai bangunan yang dihitung dalam
perhitungan KLB;

Gambar 4.1
Ketentuan perhitungan KLB pada balkon/overstek
Perhitungan KLB tidak mencakup zona-zona berikut;
 Lantai yang digunakan untuk parkir berserta sirkulasinya dengan syarat tidak
melebihi 50% (lima puluh persen) dari luas KLB yang telah ditetapkan dalam RDTR
dan Peraturan Zonasi, dan kelebihan batasan 50% diperhitungkan sebagai KLB dan
dihitung 100 %
 Bangunan khusus parkir yang fungsinya bukan bangunan pelengkap dari bangunan
utama diperbolehkan luas lantai bangunan mencapai 150% dari luas total lantai yang
telah ditetapkan pada RDTR dan Peraturan Zonasi; dan
 Bangunan khusus parkir berfungsi sebagai prasarana parkir perpindahan moda (park
and ride), terintegrasi dengan angkutan umum massal, dan bukan bangunan pelengkap
dari bangunan utama diperbolehkan luas lantai bangunan mencapai 200% dari luas
total lantai yang telah ditetapkan pada RDTR dan Peraturan Zonasi

Gambar 4.1
Ketentuan perhitungan KLB pada balkon/overstek
Bangunan yang tidak memenuhi persyaratan KLB seharusnya dikenakan sanksi bagi
pemilik bangunan bersangkutan. Sanksi dapat berupa surat peringatan, penarikan izin,
denda, hingga terjadinya pembongkaran bangunan, atau lebih lengkap diatur dalam Bab
VIII UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
5. GARIS SEMPADAN
A. Garis Sempadan Bangunan
Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah suatu aturan oleh pemerintah daerah
setempat yang mengatur batasan lahan yang boleh dan tidak boleh dibangun.
GSB ini berfungsi untuk menyediakan lahan sebagai daerah hijau dan resapan air,
yang pada akhirnya menciptakan rumah sehat. Karena rumah akan memiliki halaman
yang memadai sehingga penetrasi udara kedalam rumah akan lebih optimal. Selain itu,
dengan adanya jarak rumah anda dengan jalan di depannya, privasi anda tentunya akan
lebih terjaga.
B. Garis Sempadan Jalan
Garis Sempadan Jalan (GSJ) adalah garis batas pekaranagn terdepan. GSJ
merupakan batas terdepan pagar halaman yang boleh didirikan. Oleh karena itu
biasanaya di muka GSJ terdapat jalur untuk isntalasi air, listrik, gas, serta saluran-
saluran pembuangan.
Pada GSJ tidak boleh didirikan bangunan rumah, terkecuali jika GSJ berimpit
dengan garis sempadan bangunan (GSB). Ketentuan mengenai GSJ biasanya sudah
terdapat dalam dokumen rencana tata ruang setempat (bisa menghubungi dinas tata kota
atau Bappeda.
GSJ bertujuan untuk mengatur lingkungan hunian memiliki visual yang baik, selain
juga mengatur jarak pandang yang cukup antara lalu lintas di jalan dengan bangunan
yang ada di sekitarnya.
6. KETINGGIAN BANGUNAN
Ketinggian bangunan iaah jumlah lantai penuh dalam suatu bangunan dihitung mulai
dari lantai dasar sampai dengan lantai tertinggi.
KB dikelompokkan menjadi:
a. Bangunan rendah =1–4 lantai;
b. Bangunan sedang = 5 - 8 lantai;
c. Bangunan tinggi = > 8 lantai.
Ketinggian bangunan dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Pada bangunan non rumah tinggal ketinggian dari permukaan lantai dasar (lantai1)
ke permukaan lantai 2 (dua) paling tinggi 10 m (sepuluh meter), dan tidak
diperhitungkan sebagai dua lantai;
2. Ketinggian antar lantai penuh berikutnya paling tinggi 5 m (lima meter), jika lebih
dari 5 m (lima meter) maka ruangan tersebut dianggap sebagai 2 (dua) lantai dan
mempengaruhi perhitungan jarak bebas;
3. Mezanin yang luasnya kurang 50% (lima puluh persen) dari luas lantai penuh di
bawahnya tidak dihitung sebagai lantai bangunan selama tinggi lantai dibawah
mezanin sampai dengan tinggi lantai di atas mezanin tidak lebih dari 5 m (lima
meter);
4. Mezanin yang luasnya melebihi 50% (lima puluh persen) dari luas lantai penuh di
bawahnya, dihitung sebagai lantai bangunan;
5. Terhadap bangunan gedung tempat ibadah, bangunan gedung pertemuan, bangunan
gedung pertunjukan, bangunan gedung prasarana pendidikan, bangunan
monumental yang memiliki nilai arsitektur spesifik, bangunan gedung olahraga,
bangunan gedung serba guna, bangunan gedung industri dan pergudangan serta
bangunan sejenis lainnya tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksudkan pada
huruf a dan b; dan
6. Terhadap fungsi ruang serba guna dan ruang pertemuan yang merupakan prasarana
dari kegiatan utama tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan b
7. Koefisien Daerah Hijau
Koefisien Dasar Hijau adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang
terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan atau penghijauan
dan luas lahan perpetakan atau lahan perencanaan yang dikuasai sesuai Rencana Tata
Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi. KDH dihitung
berdasarkan rumus;

KDH= Luas Bidang Tanah Yang Dihitung Kdh X 100% Luas Lahan Perencanaan

Beberapa ketentuan KDH;


 Intensitas pemanfaatan ruang berdasarkan Koefisien Dasar Hijau sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 613 ayat (1) huruf e, KDH sesuai yang ditetapkan dalam
RDTR dan PZ kecuali perkerasan di permukaan tanah yang dipergunakan sebagai
jalan, prasarana parkir dan plaza.
 Intensitas pemanfaatan ruang berdasarkan KDH sebagaimana dimaskud pada
ayat (5), permukaan basement 1 lapis pertama yang diturunkan paling kurang 3m
dibawah permukaan tanah yang dimanfaatkan sebagai resapan air dan RTH
diperhitungkan sebagai KDH.

Gambar 7.1
Perhitungan KDH berdasarkan ketentuan

Pemanfaatan Ruang yang dihitung dalam KDH


 Bidang tanah tanpa perkerasan untuk hijau taman dan resapan air
 Bidang tanah dgn bidang atas basement satu diturunkan ≥ 3 m
 Stepping stones pejalan kaki dalam taman (landscaping)
 Jalur pemadam kebakaran sesuai ketentuan
Pemanfaatan Ruang yang tidak dihitung dalam KDH
 Bangunan
 Bidang tanah terkena rencana jalan
 Jalan keluar-masuk kendaraan
 Bidang tanah dengan bidang atas basement satu diturunkan < 3 m
 Plaza / parkir kendaraan
 Hard standing mobil pemadam kebakaran
 Kolam renang
Ketentuan Khusus KDH tentang Akses Mobil Pemadam kebakaran
Akses Mobil pemadam kebakara masuk dalam perhitungan KDH bila;
 Mempunyai fungsi resapan dan harus Dapat ditumbuhi oleh rumput.
 Tidak dimanfaatkan, dipergunakan, dan/atau bagian dari jalur sirkulasi internal
untuk kegiatan operasional dan servis.
 Dikhususkan Hanya Untuk Akses Pemadam Kebakaran, tidak di manfaatkan
untuk kegiatan yang lain, termasuk parkir kendaraan
 Maksimal 50% Dari Batasan KDH Yang Ditetapkan dengan ketentuan sisa luas
KDH yang bukan digunakan sebagai akses kebakaran, tidak kurang dari 10% luas
lahan perencanaan. Memberikan tanda antara jalur khusus pemadam kebakaran
dengan area KDH lain.

Vous aimerez peut-être aussi