Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
A. Pengertian
Sertifikat Layak Fungsi (SLF) adalah Sertifikat yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah
terhadap bangunan gedung yang telah selesai dibangun sesuai IMB dan telah memenuhi
persyaratan kelaikan teknis sesuai fungsi bangunan berdasar hasil pemeriksaan dari instansi
terkait.
Ketentuan mengenai SLF;
a. SLF harus dimiliki bangunan gedung, sebelum bangunan gedung tersebut
dimanfaatkan/ digunakan.
b. SLF diterbitkan dengan masa berlaku 5 Tahun untuk bangunan umum dan 10 Tahun
untuk bangunan rumah tinggal.
c. Sebelum masa berlaku SLF habis, maka harus diajukan kembali permohonan
perpanjangan SLF, dengan dilengkapi laporan hasil Pengkajian Teknis Bangunan
Gedung yang dilakukan oleh Pengkaji Teknis Bangunan Gedung yang memiliki Izin
Pelaku Teknis Bangunan/ IPTB bidang Pengkaji Bangunan.
C. Tatacara / Proses SLF untuk Bangunan Gedung Non Rumah Tinggal S/D 8 Lantai.
1. Pengajuan SLF dapat dilakukan setelah pelaksanaan bangunan gedung selesai
keseluruhan dengan dilengkapi data-data kelengkapan persyaratan sebagaimana
tersebut butir III diatas.
2. Berkas yang telah lengkap diajukan ke Loket PTSP Kota Administrasi setempat.
3. Setelah dinilai berkas lengkap, maka PTSP akan menilai administrasi dan teknis,
untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan lapangan dan membuat laporan serta
rekomendasi kepada Kepala PTSP untuk penerbitan SLF.
4. Selanjutnya berkas diproses lanjut untuk penerbitan SLF.
5. SLF yang sudah diterbitkan akan diberitahukan kepada Pemilik melalui SMS atau
Telpon
6. Pemilik atau kuasanya (dengan mkenunjukkan Surat Kuasa dari Pemilik) dapat
mengambil SLF di Loket PTSP Kota Administrasi setempat.
7. Untuk bangunan gedung non rumah tinggal dengan keitnggian lebih dari 8 lantai,
maka pengajuan permohonan dan proses penerbitan SLF adalah di Dinas Pengawasan
dan Penerbitan Bangunan Provinsi DKI Jakarta
2. IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)
A. Pelayanan dan Kewenangan Penerbitan IMB
a. IMB Rumah Tinggal diterbitkan oleh Kepala Seksi Satlak PTSP Kecamatan setempat.
b. Penyelesaian IMB Rumah Tinggal, ditetapkan sesuai ketentuan dalam Peraturan
Gubernur No. 129 Tahun 2012, adalah 20 hari kerja.
c. IMB yang telah diterbitkan akan diberitahukan melalui SMS atau Telpon kepada
pemohon/ Kuasa, dan dapat diambil (dengan membawa bukti pembayaran retribusi
IMB dan dengan surat kuasa apabila yang mengambil bukan pemohon) ke Loket
PTSP Kecamatan.
5) Pelaksanaan Bangunan
C. Tatacara Permohonan IMB Bangunan Umum (Non Rumah Tinggal) S/D 8 Lantai Dan
Bangunan Rumah Tinggal Pemugaran Gol.A Dan B, Atau Komplek Perumahan.
1) Tatacara Permohonan IMB (PIMB) Bangunan bukan Rumah Tinggal s/d 8 Lantai dan
Bangunan Rumah Tinggal pemugaran Gol.A dan B atau kompleks perumahan
IMB bangunan Umum s/d 8 Lantai dan Rumah Tinggal Pemugaran, diterbitkan oleh
PTSP Kota Administrasi setempat.
Penyelesaian IMB Bukan Rumah Tinggal s/d 8 Lantai, sesuai ketentuan dalam SK
Gubernur No. 85 Tahun 2006, adalah 25 hari kerja, terhitung sejak persetujuan
dokumen teknis.
IMB yang telah diterbitkan akan diberitahukan melalui SMS atau Telpon kepada
pemohon/ Kuasa, dan dapat diambil (dengan membawa bukti pembayaran retribusi
IMB dan dengan surat kuasa apabila yang mengambil bukan pemohon) ke Loket
PTSP Kota Administrasi setempat.
5. Pelaksanaan Bangunan
o. Rekomendasi UKL/UPL dari BPLHD apabila luas bangunan 2.000 sampai dengan
10.000 M2, atau Rekomendasi AMDAL apabila luas bangunan lebih dari 10.000
M2.
p. Surat Penunjukan Pemborong dan Direksi Pengawas Pelaksanaan Bangunan dari
Pemilik Bangunan.
q. Surat Kuasa Pengurusan dari Pemilik/ Pemohon kepada yang mengurus (bila
pengurusan oleh bukan pemilik/pemohon).
3) Biaya Retribusi IMB
5) Pelaksanaan Bangunan
Gambar 3.1
Contoh perhitungan KDB dengan proyeksi
Gambar 3.2
Ketentuan KDB
Nilai KDB antara satu wilayah dengan wilayah lainnya tidak sama. Nilai KDB yang
berbeda-beda disebabkan karena beberapa hal, antara lain adanya perbedaan peruntukan
lahan dan juga lokasi daerahnya. Biasanya nilai KDB dapat ditemukan dalam Rencana
Detil Tata Ruang (RDTR) di masing-masing wilayah. Nilainya ditentukan oleh pemerintah
berdasarkan kebutuhan setiap daerah.
Bangunan yang tidak memenuhi persyaratan KDB seharusnya dikenakan sanksi bagi
pemilik bangunan bersangkutan. Sanksi dapat berupa surat peringatan, penarikan izin,
denda, hingga terjadinya pembongkaran bangunan, atau lebih lengkap diatur dalam Bab
VIII UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
4. KOEFISIEN LANTAI BANGUNAN (KLB)
KLB merupakan kependekan dari Koefisien Lantai Bangunan. Apa itu Koefisien
Lantai Bangunan? Koefisien Lantai Bangunan merupakan angka persentase perbandingan
antara jumlah seluruh luas lantai bangunan yang dapat dibangun dengan luas lahan yang
tersedia. Maksudnya apa? Jadi, nilai KLB nantinya akan menentukan berapa luas lantai
keseluruhan bangunan yang diperbolehkan untuk dibangun. Bisa dikatakan bahwa KLB
adalah batas aman maksimal jumlah lantai bangunan yang diperbolehkan untuk dibangun.
KLB atau Koefisien Lantai Bangunan ini biasanya berlaku pada bangunan tinggi
(highrise building). Peraturan ini berkaitan dengan peraturan tentang Ketinggian
Bangunan. Dengan mengetahui KLB dari lahan yang akan dibangun, akan mudah bagi
Anda untuk dapat menghitung jumlah luas keseluruhan lantai bangunan sehingga dapat
diperkirakan berapa jumlah lantai yang dapat dibangun. Dari sana, maka Anda pun akan
mengetahui perkiraan ketinggian bangunan, apakah telah sesuai dengan peraturan yang
berlaku atau tidak.
Rumus Perhitungan KLB = ( Luas Lantai- (Parkir yang tidak dihitung KLB + Proyeksi +SP
yang tidak dihtiung KLB+ Lt.Evakuasi))/(Luas Lahan Perencanaan)
Ketentuan tambahan dalam perhitungan KLB ditentukan sebagai berikut
1. overstek yang tidak memiliki akses luas bidang mendatarnya tidak diperhitungkan selama
lebarnya tidak lebih dari 1,5 m;
2. overstek yang memiliki akses dan/atau balkon untuk kegiatan maka luas bidang
mendatarnya dihitung 100% (seratus persen);
3. pemanfaatan ruang untuk prasarana penunjang bangunan dari kegiatan utama paling
besar 20% (dua puluh persen) dari luas seluruh lantai bangunan yang dihitung dalam
perhitungan KLB;
Gambar 4.1
Ketentuan perhitungan KLB pada balkon/overstek
Perhitungan KLB tidak mencakup zona-zona berikut;
Lantai yang digunakan untuk parkir berserta sirkulasinya dengan syarat tidak
melebihi 50% (lima puluh persen) dari luas KLB yang telah ditetapkan dalam RDTR
dan Peraturan Zonasi, dan kelebihan batasan 50% diperhitungkan sebagai KLB dan
dihitung 100 %
Bangunan khusus parkir yang fungsinya bukan bangunan pelengkap dari bangunan
utama diperbolehkan luas lantai bangunan mencapai 150% dari luas total lantai yang
telah ditetapkan pada RDTR dan Peraturan Zonasi; dan
Bangunan khusus parkir berfungsi sebagai prasarana parkir perpindahan moda (park
and ride), terintegrasi dengan angkutan umum massal, dan bukan bangunan pelengkap
dari bangunan utama diperbolehkan luas lantai bangunan mencapai 200% dari luas
total lantai yang telah ditetapkan pada RDTR dan Peraturan Zonasi
Gambar 4.1
Ketentuan perhitungan KLB pada balkon/overstek
Bangunan yang tidak memenuhi persyaratan KLB seharusnya dikenakan sanksi bagi
pemilik bangunan bersangkutan. Sanksi dapat berupa surat peringatan, penarikan izin,
denda, hingga terjadinya pembongkaran bangunan, atau lebih lengkap diatur dalam Bab
VIII UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
5. GARIS SEMPADAN
A. Garis Sempadan Bangunan
Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah suatu aturan oleh pemerintah daerah
setempat yang mengatur batasan lahan yang boleh dan tidak boleh dibangun.
GSB ini berfungsi untuk menyediakan lahan sebagai daerah hijau dan resapan air,
yang pada akhirnya menciptakan rumah sehat. Karena rumah akan memiliki halaman
yang memadai sehingga penetrasi udara kedalam rumah akan lebih optimal. Selain itu,
dengan adanya jarak rumah anda dengan jalan di depannya, privasi anda tentunya akan
lebih terjaga.
B. Garis Sempadan Jalan
Garis Sempadan Jalan (GSJ) adalah garis batas pekaranagn terdepan. GSJ
merupakan batas terdepan pagar halaman yang boleh didirikan. Oleh karena itu
biasanaya di muka GSJ terdapat jalur untuk isntalasi air, listrik, gas, serta saluran-
saluran pembuangan.
Pada GSJ tidak boleh didirikan bangunan rumah, terkecuali jika GSJ berimpit
dengan garis sempadan bangunan (GSB). Ketentuan mengenai GSJ biasanya sudah
terdapat dalam dokumen rencana tata ruang setempat (bisa menghubungi dinas tata kota
atau Bappeda.
GSJ bertujuan untuk mengatur lingkungan hunian memiliki visual yang baik, selain
juga mengatur jarak pandang yang cukup antara lalu lintas di jalan dengan bangunan
yang ada di sekitarnya.
6. KETINGGIAN BANGUNAN
Ketinggian bangunan iaah jumlah lantai penuh dalam suatu bangunan dihitung mulai
dari lantai dasar sampai dengan lantai tertinggi.
KB dikelompokkan menjadi:
a. Bangunan rendah =1–4 lantai;
b. Bangunan sedang = 5 - 8 lantai;
c. Bangunan tinggi = > 8 lantai.
Ketinggian bangunan dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Pada bangunan non rumah tinggal ketinggian dari permukaan lantai dasar (lantai1)
ke permukaan lantai 2 (dua) paling tinggi 10 m (sepuluh meter), dan tidak
diperhitungkan sebagai dua lantai;
2. Ketinggian antar lantai penuh berikutnya paling tinggi 5 m (lima meter), jika lebih
dari 5 m (lima meter) maka ruangan tersebut dianggap sebagai 2 (dua) lantai dan
mempengaruhi perhitungan jarak bebas;
3. Mezanin yang luasnya kurang 50% (lima puluh persen) dari luas lantai penuh di
bawahnya tidak dihitung sebagai lantai bangunan selama tinggi lantai dibawah
mezanin sampai dengan tinggi lantai di atas mezanin tidak lebih dari 5 m (lima
meter);
4. Mezanin yang luasnya melebihi 50% (lima puluh persen) dari luas lantai penuh di
bawahnya, dihitung sebagai lantai bangunan;
5. Terhadap bangunan gedung tempat ibadah, bangunan gedung pertemuan, bangunan
gedung pertunjukan, bangunan gedung prasarana pendidikan, bangunan
monumental yang memiliki nilai arsitektur spesifik, bangunan gedung olahraga,
bangunan gedung serba guna, bangunan gedung industri dan pergudangan serta
bangunan sejenis lainnya tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksudkan pada
huruf a dan b; dan
6. Terhadap fungsi ruang serba guna dan ruang pertemuan yang merupakan prasarana
dari kegiatan utama tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan b
7. Koefisien Daerah Hijau
Koefisien Dasar Hijau adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang
terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan atau penghijauan
dan luas lahan perpetakan atau lahan perencanaan yang dikuasai sesuai Rencana Tata
Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi. KDH dihitung
berdasarkan rumus;
KDH= Luas Bidang Tanah Yang Dihitung Kdh X 100% Luas Lahan Perencanaan
Gambar 7.1
Perhitungan KDH berdasarkan ketentuan