Vous êtes sur la page 1sur 9

A.

Tinjauan Umum Tentang Penilaian Status Gizi


Penilaian status gizi masyarakat melibatkan dua unsur penting yaitu: kebutuhan
manusia dan asupan makanan. Jika kedua unsur ini berada dalam keseimbangan, status
gizi menjadi normal sedangkan gizi kurang atau lebih di anggap abnormal. Penilaian
status gizi dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain: Pemeriksaan klinis, tes
biokimia, dan pemeriksaan antropometer. (Supariasa,2002).
Penilaian status gizi dengan biokomia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji
secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan
tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh
seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan
akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. banyak gejala klinis yang kurang
spesifik, maka penentuan status gizi dapat lebih banyak menolong untuk menentukan
kekurangan gizi yang spesifik. ( Setiyabudi, 2007).
Antropometri adalah pengukuran dari berbagai dimensi fisik tubuh dan komposisi
tubuh secara kasar pada beberapa tingkat umur dan tingkat gizi., cara ini sudah
digunakan secara meluas dalam pengukuran status gizi, terutama pada ketidak
keseimbangan yang menahun antar asupan energi dan protein.(Proferawati, dkk 2010).
Penilaian status gizi lansia Departemen Kesehatan RI (Depkes RI, 2005)
a. Gizi kurang <18,5 kg/m²
b. Gizi Normal 18,5 – 25 kg/m²
c. Gizi Lebih >25 kg/m²

Dalam prakteknya, antropometri yang paling sering digunakan adalah Ukuran


Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB) atau Panjang Badan , kadangkadang pula
digunakan ukuran Lengan Atas (LILA), lingkaran Kepala atau Tebal Lingkaran Kulit
(TLK).

1. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran tubuh yang memberikan
gambaran massa Jaringan tubuh. Berat badan sangat dipengaruhi oleh keadaan
yang mendadak, seperti terserang penyakit infeksi atau diare, konsumsi makan
yang menurun. Sebagai indikator status gizi, berat badan dalam bentuk indeks
berat badan menurun umur ( BB/U ). Tinggi badan menurut Umur ( TB/U),
dan berat badan menurut Tinggi Badan (BB/BT) memberikan gambaran saat
ini. (Nugroho 2008).
Kriteria inklusi:
a. Lansia yang mampu berdiri di atas timbangan injak
b. Lansia yang masih kuat beraktifitas
2. Tinggi Badan
Tinggi Badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang
lalu dengan keadaan yang sekarang, jika umur tidak diketahui. Tinggi badan
memberikan gambaran pertumbuhan tulang yang sejalan dengan pertumbuhan
umur. Berbeda dengan berat badan dan tinggi badan tidak banyak
mempengaruhi suatu keadaan yang tidak mendadak. Tinggi badan dalam
suatu hasil pertumbuhan secara kumulatif semenjak lahir, karena itu
memberikan gambaran tentang riwayat hidup pada masa lalu. Tinggi badan
juga erat kaitanya dengan masalah sosial ekonomi. Karena itu indeks ini selain
digunakan sebagai indikator status gizi juga dipakai untuk melihat keadaan
perkembangan sosial ekonomi. (Nugroho 2008)
Kriteria objektif:
a. Lansia yang mampu berdiri normal
b. Lansia yang mau di ukur tinggi badanya

3. Lingkar Lengan Atas


Pengukuran LLA atau LILA dapat digunakan untuk mengetahui status
gizi bayi, balita, dan bumil, anak sekolah serta dewasa. Indeks ini dapat
digunakan tanpa mengetahui umur. Bersama dengan nilai triseps skinfold
dapat digunakan untuk nenentukan otot lengan. Lingkaran otot lengan
merupakan gambaran dari massa otot tubuh. (Proverawati. dkk 2008)
Kriteria inklusi:
a. Lansia yang mau di lakukan pengukuran LILA
b. Lansia yang di lakukan pengukuran TB, BB

4. Cara mengukur Status Gizi


Tubuh dilaporkan sangat mudah kehilangan berat badan dan masalah
masalah gizi lainya, Mendapatkan angka yang tepat untuk tinggi badan lansia
merupakan persoalan yang sulit karena hilangnya mineralisasi vertebra dan
semua volume intervertebralis yang berakibat pada hilangnya tinggi badan.
Namun tulang-tulang panjang mempertahankan panjang dewasanya. Tinggi
lutut erat kaitanya dengan tinggi badan sehingga data tinggi badan di dapatkan
dari tinggi lutut bagi orang yang tidak dapat berdiri atau lansia. Untuk
mendapatkan data tinggi badan, berat badan menggunakan formula sebagai
berikut ini:
a. Untuk Pria : (2,02 x tinggi lutut (cm) ) – (0.04 x umur (tahun) ) + 64,19
b. Untuk Wanita : (1,83 x tinggi lutut (cm) ) – (0,24 x umur (tahun) ) +
84,44.( Nugroho 2008).

Status gizi merupakan komponen yang terdiri dari beberapa masukan


makanan terhadap kecukupan gizi yang dapat dilihat dengan mempergunakan
Indeks Massa Tubuh (IMT). Batasan berat badan normal orang dewasa
ditentukan orang dewasa dan berdasarkan nilai body massa indeks (BMI). Di
Indonesia istilah BMI di terjemahkan dengan indeks massa tubuh (IMT). IMT
merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa
khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.
Maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat
mencapai usia harapan hidup lebih panjang. (Nugroho, 2008).

Dimana untuk mengetahui IMT di pergunakan rumus berikut ini :

IMT = Berat badan (kg)

Tinggi badan (M2 )


Kategori ambang batas IMT untuk orang Indonesia sebagai berikut :

a. Kurus
1) Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
2) Kekurangan berat badan tingkat ringan. 17,0-18,5
b. Normal >18,5-25,0
c. Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0-27,0
d. Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0

Apabila seseorang berhasil mencapai lansia, maka salah satu upaya utama adalah
mempertahankan atau membawa status gizi yang bersangkutan pada kondisi optimum
agar kualitas hidupnya tetap baik. perubahan status pada lansia disebabkan oleh
perubahan lingkungan maupun kondisi kesehatan. Perubahan ini akan makin nyata
pada usia sekitar 70-an, lingkungan antara lain meliputi perubahan kondisi social
ekonomi yang terjadi akibat memasuki masa pensiunan dan isolasi sosial berupa hidup
sendiri setelah pasanganya meninggal. Kesehatan, naiknya insiden penyakit
degenerative maupun non degenerative yang berakibat dengan perubahan dalam
asupan makanan. (Darmojo, 2005).

B. Penilaian Status Gizi Kondisi Khusus


Pada kondisi khusus pada kelompok tertentu yang telah terjadi perubahan postur
seperti tidak bisa berdiri karena sakit parah atau karena ada cedera kaki atau bungkuk
maka sulit diperoleh ukuran tubuh secara valid. Untuk itu diperlukan informasi atau
data lain yang dapat digunakan untuk sebagai bahan estimasi suatu variabel.
1. Tinggi Badan
Tinggi badan, merupakan dasar pengukuran linear adalah tinggi (panjang)
atau stature dan merefleksikan pertumbuhan skeletal. Pengukuran linear lainnya
seperti tulang bisa digunakan untuk tujuan tertentu. Misalnya panjang lengan atas
atau kaki. Pengukuran tinggi badan seseorang pada prinsipnya adalah mengukur
jaringan tulang skeletal yang terdiri dari kaki, punggung, tulang belakang, dan
tulang tengkorak.
Penilaian status gizi pada umumnya hanya mengukur total tinggi (atau
panjang) yang diukur secara rutin. Tinggi badan yang dihubungkan dengan umur
dapat digunakan sebagai indikator status gizi masa lalu. Tinggi badan merupakan
ukuran antropometri kedua yang penting setelah berat badan (Soetjiningsih, 1995).
Tinggi badan juga diperlukan dalam prediksi dan standarisasi dari variabel
fisiologis seperti volume paru-paru, kekuatan otot, filtrasi glomerulus, kecepatan
metabolic, dan untuk menyesuaikan dosis obat pada pasien (Golshan et.al., 2007;
Zverev, 2003; Goon et.al., 2011 dalam H. Asmiliaty, 2012).
Menurut Soetjiningsih (1995) bahwa peningkatan tinggi badan orang suatu
bangsa merupakan indikator peningkatan kesejahteraan (perbaikan gizi, perawatan
kesehatan, dan keadaan sosial ekonomi), jika potensi genetik belum tercapai secara
maksimal dan pula perkawinan sebagai akibat meluasnya migrasi ke bagian-
bagian lain suatu negara maupun di dunia, kemungkinan besar mempunyai andil
pula perubahan secular tinggi badan. Pengukuran tinggi badan pada tiga tahun
masa kehidupan sangat dianjurkan dilakukan dengan pengukuran panjang
berbaring daripada dengan pengukuran berdiri. Pada anak yang lebih tua dan
orang dewasa pengukuran tinggi badan dilakukan dengan berdiri pada lantai datar
dan merapat ke dinding yang vertikal dan diukur dengan bantuan permukaan datar
(Sinclair, 1986 dalam H. Asmiliaty, 2012). Menurut Gibson, 2005 tinggi badan
diukur dengan sebjek berdiri tegak pada lantai yang rata. Tidak menggunakan alas
kaki. Posisi mata dan telinga lurus, tangan menggantung di sisi badan, subjek
diinstruksikan untuk menarik napas kemudian bar pengukur diturunkan hingga
menyentuh puncak kelapa (vertex), dan angka yang paling mendekati skala
milimeter dicatat. Tinggi badan tergantung dari lebar ruas antar vertebral.
Grafitasi akan mengurangi lebar tiap ruas vertebral, kecuali jika subjek
menghabiskan harinya di pagi hari. Oleh karena itu, penting sekali pengukuran
tinggi badan dilakukan pada waktu yang sama (Sinclair, 1986 dalam H. Asmiliaty,
2012) dan lebih dianjurkan pengukuran dilakukan di sore hari (Gibson, 2005).
Pertumbuhan tinggi badan dan tulang Pertumbuhan tinggi badan pada
manusia tidak seragam di seluruh kehidupan. Ratarata maksimum pertumbuhan
terjadi sebelum kehidupan, pada bulan ke-4 kehidupan janin, yaitu 1,5 mm per
hari, setelah itu ada penurunan kecepatan secara progresif. Namun setelah lahir
bayi masih bertumbuh dengan sangat cepat dibandingkan dengan anak yang lebih
tua. Puncak peningkatan tinggi badan atau peak of growth velocity terjadi pada
masa remaja, yakni pada umur 10, 5 – 11 tahun pada perempuan dan 12,5 – 13
tahun pada laki-laki. Dalam massa tersebut pertambahan tinggi badan pada laki-
laki sekitar 20 cm terutama karena pertumbuhan pada batang tubuh, dan sekitar
umur 14 tahun mereka bertumbuh sekitar 10 cm setiap tahunnya. Pada perempuan,
pertambahan badan sekitar 16 cm saat growth spurt. Percepatan pertumbuhan
pertama kali terjadi pada kaki dan tangan, kemudian pada betis dan lengan bawah,
diikuti pinggul, dan dada dan kemudian bahu. Pertumbuhan pada kaki lebih dahulu
berhenti daripada hampir semua bagian kerangka lainnya (Sinclair, 1986 dalam H.
Asmiliaty, 2012).
Memasuki masa dewasa, tulang panjang akan menutup cakram epifisis yang
menandakan pertumbuhan tinggi badan telah berhenti. Rata-rata pertumbuhan
pada perempuan berhenti kira-kira umur 18 tahun, sedangkan pada laki-laki
mendekati umur 20 atau 20 tahun (Fong et.al., 1984 dalam H. Asmiliaty, 2012).
Namun mengalami penipisan pada ruas-ruas tulang belakang pada kisaran usia 45-
50 tahun, atau bahkan sedikit lebih awal, yang disebabkan oleh adanya reduksi
kasar air pada ruas-ruas tersebut yang menyebabkan aus dan juga pengaruh
gravitasi pada bagian bawah dari tulang belakang sehingga kedua faktor tersebut
dapat dijadikan tinggi badan berkurang sebanyak 3% (Sinclair, 1986 dalam H.
Asmiliaty, 2012).
Sedangkan menurut Shils (2006) dalam H. Asmiliaty, 2012) pada umumnya
penurunan tinggi badan tersebut akan terjadi sebanyak 0,5 hingga 1,5 cm per
dekade. Hilangnya masa tulang pada tulang belakang dimulai pada mur sekitar 30
tahun baik laki-laki maupun perempuan sedangkan pada tulang peripheral dimulai
pada usia 55 tahun pada wanita dan 65 tahun pada laki-laki (Geusens et.al., 1986
H. Asmiliaty, 2012). Fenomena kehilangan masa tulang pada perempuan tidak
terjadi secara linear karena sangat dipengaruhi oleh status menstruasi, akselerasi
terjadi pada perempuan yang mengalami menopause atau postmenopouse yang
disebabkan kekurangan estrogen (Garror, 2004 H. Asmiliaty, 2012). Menurut
Purwastyastuti dan Safitri (2009) H. Asmiliaty (2012), umumnya wanita
Indonesia mengalami menopause pada rentang umur 34-55 tahun. Hasil studi
longitudinal mengenai perubahan tinggi badan orang dewasa untuk menentukan
tingkat tinggi badan telah ditentukan oleh Cline, et.al., (1989) dalam H. Asmiliaty
(2012), yang menyimpulkan bahwa penurunan tinggi badan dimulai pada usia 40
tahu baik pada perempuan maupun laki-laki. Proses hilangnya tulang dua kali lebih
besar terjadi pada tulang belakang dibandingkan pada tulang peripheral di tempat
lain, yaitu 15% versus 7%. Pada 25% total hilangnya tulang belakang, 60% terjadi
setelah 10 tahun menopause (Geusens et.al., 1986 H. Asmiliaty (2012).

2. Tinggi Lutut
Tinggi lutut erat kaitannya dengan tinggi badan sehingga data tinggi badan
didapatkan dari tinggi lutut bagi orang tidak dapat berdiri atau manula. Pada
manula digunakan tinggi lutut karena manula telah terjadi penurunan masa tulang
yang menyebabkan bungkuk sehingga sukar untuk mendapatkan data tinggi badan
yang akurat. Untuk mendapatkan data tinggi badan dari berat badan dapat
menggunakan Formula atau normogam bagi orang yang berusia lebih dari 59
tahun. Untuk mendapatkan data tinggi badan dari berat badan dapat menggunakan
formula berikut ini:
Pria : (2,02 x tinggi lutut(cm)) – (0,04 x umur (tahun)) + 64.19
Wanita : (1,83 x tinggi lutut (cm)) – (0,04 x umur (tahun)) + 84.88

Vous aimerez peut-être aussi