Vous êtes sur la page 1sur 10

PEMBAHASAN

Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh beberapa senyawa


kimia terhadap enzim pemetabolisme obat dengan mengukur efek
farmakologinya. Metabolisme merupakan proses perubahan struktur kima obat
yang terjadi di dalam tubuh dengan bantuan enzim. Pada proses metabolisme,
obat diubah menjadi lebih polar sehingga lebih mudah larut dalam air serta lebih
mudah di ekskresikan melalui ginjal.
Praktikum kali ini adalah untuk mempelajari tentang proses metabolisme
obat dalam tubuh dengan menggunakan hewan uji mencit. Dipilih mencit sebagai
hewan uji karena mencit mempunyai sistem metabolisme yang menyerupai
manusia, lebih ekonomis, mudah didapatkan dan metabolismenya berlangsung
dengan cepat sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai objek pengamatan.
Metabolisme adalah reaksi perubahan zat kimia dalam jaringan biologi
yang dikatalis oleh enzim menjadi metabolitnya. Hati merupakan organ utama
tempat metabolisme obat. Ginjal tidak akan efektif mengekskresi obat yang
bersifat lipofil karena mereka akan mengalami reabsorbsi di tubulus setelah
melalui filtrasi glomerulus. Oleh karena itu, obat yang lipofil harus dimetabolisme
terlebih dahulu menjadi senyawa yang lebih polar supaya reabsorbsinya
berkurang sehingga mudah diekskresi.
Reaksi – reaksi yang terjadi selama proses metabolisme obat oleh enzim
hepar dapat dibagi menjadi dua yakni :

Oksidasi
Reaksi Fase 1 Reduksi
Reaksi yang
terjadi Hidrolisis

Reaksi Fase 2 Konjugasi


Hidroksilasi

Oksidasi Dealkilasi

Dehalogenasi

Pembentukan Oksida

Desulfurisasi

Deaminasi
Reaksi Fase 1

Red. Aldehida

Reduksi Red. Azo

Red. Nitro

Hidrolisis Deesterifikasi

Glukoronidasi
Konjugasi dg Glukoronat

Sulfatasi
Konjugasi dg Sulfat

Reaksi Fase 2 Pembentukan Asam Merkapturat


Konjugasi dg Glutation

Asilasi (termasuk Asetilasi)

Metilasi
Reaksi Fase 1 ( Fase non Sintetik )
Reaksi ini meliputi biotransformasi suatu obat menjadi metabolit yang lebih polar
melalui pemasukan atau pembukaan suatu gugus fungsional. Reaksi Fase 1 ini
bertujuan untuk menyiapkan senyawa yang digunakan untuk metabolisme fase 2
dan tidak menyiapkan obat untuk di ekskresi. Sistem enzim yang terlibat pada
reaksi oksidasi adalah enzim mikrosomal yang disebut juga sistem Mixed
Function Oxidase ( MFO ) atau sistem monooksigenase. Komponen utama yang
berperan pada sistem MFO adalah sitokrom P450, yaitu komponen oksidase
terminal dari suatu sistem transfer elektron yang berada dalam retikulum
endoplasma yang bertanggung jawab terhadap reaksi – reaksi oksidasi obat dan
digolongkan sebagai enzim yang mengandung hem ( suatu hem protein ) dengan
protoperfirin IX sebagai gugus prostatik. ( Gordon dan Skett, 1991 )
Reaksi – reaksi yang termasuk dalam Fase 1 antara lain :
a) Reaksi Oksidasi
Adalah reaksi yang paling umum terjadi. Reaksi ini terjadi pada berbagai
molekul menurut proses khusus tergantung pada masing – masing struktur
kimianya, yaitu reaksi hidroksilasi pada golongan alkil, aril dan
heterosiklik; Reaksi oksidasi alkohol dan aldehid; reaksi pembentukan
N-oksida dan sulfoksida; Reaksi deaminasi oksidatif; pembukaan inti dan
sebagainya. Reaksi oksidasi ini dibagi menjadi dua, yaitu oksidasi yang
melibatkan sitokrom P450 ( enzim yang bertanggung jawab terhadap
reaksi oksidasi ) dan oksidasi yang tidak melibatkan sitokrom P450.
b) Reaksi Reduksi
Yaitu Reduksi aldehid, azo dan nitro. Reaksi ini kurang begitu penting
dibandingkan dengan reaksi oksidasi. Reduksi terutama berperan pada
nitrogen dan turunannya (azoik dan nitrat ), kadang – kadang pada karbon.
Hanya beberapa obat saja yang mengalami metabolisme dengan jalan
reduksi, baik dalam letak mikrosomal maupun non mikrosomal.
c) Reaksi Hidrolisis ( Deesterifikasi )
Proses lain yang menghasilkan senyawa yang lebih polar adalah hidrolisis
dari ester dan amida oleh enzim. Esterase yang terletak baik mikrosomal
maupun nonmikrosomal akan menghidrolisis obat yang mengandung
gugus ester. Di hepar lebih banyak terjadi reaksi hidrolisis dan
terkonsentrasi, seperti hidrolisis peptidin oleh suatu enzim Esterase non
mikrosomal yang terdapat dalam darah dan beberapa jaringan.
Reaksi Fase 2 ( Fase Sintetik )
Reaksi ini terjadi bila dalam hati dan melibatkan konjugasi suatu obat atau
metabolit fase 1 nya dengan zat endogen. Konjugat yang dihasilkan hampir selalu
kurang aktif dan merupakan molekul polar yang mudah diekskresi oleh ginjal.
(Neal, 2005 ). Reaksi konjugasi bekerja pada berbagai substrat alamnya dengan
proses enzimatik terikat pada gugus reaktif yang telah ada sebelumnya atau
terbentuk pada fase 1. Reaksi yang terjadi pada fase 2 ini meliputi konjugasi
glukoronidasi, asilasi, metilasi, pembentukan asam merkapturat dan konjugasi
sulfat. ( Gordon dan Skett, 1991 ).

Reaksi fase 2 terdiri dari :


 Konjugasi asam Glukoronat
Konjugasi dengan asam glukoronat merupakan cara konjugasi umum
dalam proses metabolisme. Hampir semua obat mengalami konjugasi ini
karena sejumlah besar gugus fungsional obat dapat berkombinasi secara
enzimatik dengan asam glukoronat dan tersedianya D-asam glukoronat
dalam jumlah yang cukup pada tubuh. ( Siswandono dan Soekardjo,
2000).

Asam O pada :
KE -Alkohol
-Fenol
-As.Karboksilat
UGT

Mengganti Atom S pada :


OBAT Untuk KE
UDPGA Glukoronida -Tiol

Atom N pada :
-Seny. Amina
KE
-Sulfonamida

Koenzim antara UDPGA ( Uridine diphosphoglucorinic acid ) bereaksi dengan


obat dengan bantuan enzim UDP glukoronosil-transferase (UGT ) untuk
memindahkan glukoronida ke atom O pada alkohol, fenol atau asam karboksilat;
atau atom S pada senyawa tiol; atau atom N pada senyawa – senyawa amina dan
sulfonamida.
 Metilasi
Reaksi metilasi mempunyai peran penting pada proses biosintesis
beberapa senyawa endogen, seperti norepinefrin, epinefrin dan histamin
serta untuk proses bio inaktivasi obat. Koenzim yang terlibat pada reaksi
metilasi adalah S-Adenosil-metionin ( SAM ). Reaksi ini dikatalis oleh
enzim metiltransferase yang terdapat dalam sitoplasma dan mikrosom.
(Siswandono dan Soekardjo, 2000 ).
 Konjugasi Sulfat
Terutama terjadi pada senyawa yang mengandung gugus fenol dan kadang
– kadang juga terjadi pada senyawa alkohol, amin aromatik dan senyawa
N-hidroksi. Konjugasi sulfat pada umumnya untuk meningkatkan
kelarutan senyawa dalam air dan membuat senyawa menjadi tidak toksik.
(Siswandono dan soekardjo, 2000 ).
 Asetilasi
Adalah jalur metabolisme obat yang mengandung gugus amin primer,
sulfonamida, hidrasin, hidrasid dan amina alifatik primer. Fungsi utama
asetilasi adalah membuat senyawa inaktif dan untuk detoksifikasi.
(Siswandono dan Soekardjo, 2000 ).
Tidak semua obat di metabolisme melalui kedua fase tersebut, ada obat
yang mengalami reaksi fase 1 saja ( satu reaksi atau beberapa macam reaksi ) atau
mengalami reaksi fase 2 saja ( satu atau beberapa macam reaksi ) tetapi
kebanyakan obat dimetabolisme melalui beberapa reaksi sekaligus atau secara
berurutan menjadi beberapa macam metabolit.
Kecepatan biotransformasi umumnya bertambah bila konsentrasi obat
meningkat, hal ini berlaku sampai titik dimana konsentrasi menjadi demikian
tinggi hingga seluruh molekulenzim yang melakukan pengubahan ditempati terus
- menerus oleh molekul obat dan tercapai kecepatan biotransformasi yang
konstan. ( Tan hoan Tjay dkk, 1978 ).

INDUKSI ENZIM

Laju metabolisme
( Deaktivasi ) ↑

-Kadar dalam plasma ↓


-Waktu paro obat ↓

Intensitas dan durasi


efek ↓
Durasi obat ↑
Cimetidine
Me↓kan aktivitas
( Antagonis
sitokrom P450
reseptor H-2 )
Efek toksik

Induktor enzim untuk terapi dengan obat akan memberikan akibat antara
lain sebagai berikut :
 Pada pengobatan jangka panjang akan terjadi penurunan konsentrasi bahan
obat yang dapat mencapai tingkat konsentrasi dalam plasma pada awal
pengobatan dengan dosis tertentu.
 Kadar bahan berkhasiat dalam plasma dapat menurun sampai dibawah
angka normal.
 Pada pemberian bersama dengan obat lain terdapat banyak interaksi obat
yang kadang berbahaya. Selama pemberian induktor enzim, konsentrasi
obat kedua dalam darah dapat juga menurun sehingga diperlukan dosis
yang lebih tinggi untuk mendapatkan efek yang sama. ( Ernst mutschler,
1991 ).
Inhibisi enzim
Inhibisi enzim dapat menghambat proses metabolisme obat di dalam
tubuh, sehingga dapat terjadi penumpukan kadar di dalam darah yang tidak
diharapkan.Inhibistor enzim mengikat besi heme pada sitokrom P450 sehingga
dapat mengurangi metabolisme obat lain. Interaksi ini cenderung terjadi lebih
cepat daripada yang melibatkan induksi enzim karena interaksi ini terjadi setelah
obat yang dihambat mencapai konsentrasi yang cukup tinggi untuk berkompetisi
dengan obat yang dipengaruhi. ( Neal, 2005 ).
Pada praktikum ini efek farmakologi metabolisme diamati melalui
pemberian analgetik pada mencityaitunatriumdiklofenak. Pemilihan mencit
sebagai hewan uji karena disamping harga ekonomis, dapat dilihat pula dari
keekonomisan jumlah obat yang diberikan pada volume pemberian karena tubuh
mencit kecil sehingga dosis pemberian juga sedikit. Selain itu karena proses
metabolisme dalam tubuh mencit berlangsung cepat sehingga sangat cocok
digunakan sebagai objek pengamatan. Pada praktikum digunakan metode geliat
dan pengamatan metabolisme pada pemberian obat analgetik. Analgetik adalah
obat yang bekerja dengan menekan dan menghilangkan rasa nyeri yang di induksi
dengan pemberian asama setat glasial secara intraperitonial. Rasa nyeri akibat
pemberian perangsang nyeri asam asetat intra peritonial akan menimbulkan
refleks respon geliat yang berupa tarikan kaki ke belakang, Penarikan kembali
abdomen dan kejang tetani dengan membengkokkan kepala dan kaki ke belakang.
Frekuensi gerakan ini menyatakan derajat nyeri yang di rasakan mencit.
Pada praktikum ini mencit dibagi menjadi 4 kelompok dengan perlakuan
yang berbeda yaitu dengan penambahan induktor, inhibitor, kontrol positif dan
kontrol negatif.

Analgetik yang digunakan dalam praktikum adalah Natrium Diklofenak


dengan dosis 63 mg/ kg BB. Natrium Diklofenak merupakan obat golongan Non
Steroid Anti Inflammatory Drugs (NSAID). Natrium Diklofenak digunakan untuk
mengurangi rasa nyeri, pembengkakan akibat peradangan, kekakuan sendi akibat
artritis ( radang sendi ) , seperti pada artritis rheumatoid, osteo arthritis, arthritis
gout, spondilitis ankilosa, dan spondilo artritis. Natrium Diklofenak juga dapat
digunakan untuk mengurangi nyeri akut ringan hingga sedang.

Gambar struktur kimia Natrium Diklofenak

Pada perlakuan pertama, mencit diberi induktor Rifampisin melalui


pemberian per oral. Kerja dari induktor adalah membantu meningkatkan enzim
pemetabolisme, sehingga jika ada obat lain yang masuk, maka obat akan langsung
di metabolisme dan di ekskresikan sehingga mengurangi kadar obat dalam plasma
dan di peroleh durasi obat yang pendek. Rifampisin merupakan penginduksi
enzim mikrosomal hepar yaitu sitokrom P450, isoenzym CYP3A4 dan CYP2C9
kuat yang berperan dalam metabolisme obat lain. Dengan demikian, pemberian
rifampisin dapat meningkatkan efektivitas metabolisme senyawa lain yang di
metabolisme oleh enzim P450, khususnya iso enzim CYP3A4 dan CYP2C9 jika
di berikan bersamaan. Mencit di beri induktor 3 hari sebelum percobaan secara
berturut-turut, kemudian di beri Natrium diklofenak sebanyak 0,15 ml secara per
oral. Setelah 10 menit di beri asam asetat glasial sebanyak 0,24 ml secara intra
peritonial. Tujuan pemberian CMC-Na di berijarak 10 menit dari pemberian
natrium diklofenac adalah agar untuk memberikan waktu agar Natrium diklofenak
dapat berikatan dengan enzim pemetabolisme.

Gambar strukur kimia Rifampisin ( C43H58N4O12 )

Pada perlakuan kedua, mencit di beri inhibitor yaitu Simetidin. Inhibitor


merupakan penghambat enzim. Kerja dari inhibitor adalah inhbitor berikatan
dengan enzim sehingga ketika ada obat yang masuk, maka obat tersebut tidak
akan dimetabolisme, kemudian obat akan terakumulasi dalam plasma dan akan
menyebabkan efek toksik. Sehingga durasi akan panjang dan bahkan dapat
menyebabkan kematian hewan uji. Simetidin di metabolisme di hati dan
berikatan dengan sitokrom P450 secara reversible sehingga dapat menghambat
metabolisme obat lain yang berikatan dengan reseptor yang sama. Simetidin
mengganggu fase I metabolisme, sehingga kadar natrium diklofenak meningkat
dalam darah. Mencit diberi inhibitor 3 hari sebelum percobaan secara berturut-
turut, kemudian diberi Natrium diklofenak sebanyak 0,16 ml secara per oral.
Setelah 10 menit di beri asam asetat glasial sebanyak 0,26 ml secara intra
peritonial.
Gambar struktur kimia Simetidin (C10H16N6S)

Pada perlakuan ketiga, mencit hanya di beri natrium diklofenak dan asam
asetat glasial tanpa diberi inhibitor atau induktor. Sedangkan pada perlakuan ke
empat, mencit hanya diberi CMC Na sebagai kontrol negatif dan asam asetat
glasial.

Hasil percobaan di dapatkan jumlah geliat mencit pada penambahan


induktor dari menit ke 0 samapai menit ke 60 yaitu 42 kali geliat. Mencit yang
diberi inhibitor 173 kali geliat. Mencit yang tidak diberi induktor maupun
inhibitor sejumlah 63 kali geliat,dan kontrol negatif sejumlah 101 kali geliat. Dari
data geliat selanjutnya dihitung persen daya analgetik ( % DA ) yang
menunjukkan efektivitas daya analgetik.
DAFTAR PUSTAKA :
 Anief Moh, 1995, Perjalanan Dan Nasib Obat Dalam Badan, Yogyakarta
: Gadjah Mada Univ Press.

 Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2008, Farmakologi dan


Terapi Edisi V, Jakarta : BagianFarmakologi FK, UI.

 Lullman, Heinz, et al, 2000, Color Atlas of Pharmacology, second edition


revised and expanded, New York : Thieme.

 Neal, M.J. 2005.Farmakologi Medis Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga

 Mutscler Ernst, 1991, Dinamika Obat, UI Press, Jakarta.

 Siswandono dan Soekardjo, Bambang, 2000, Kimia Medisinal, Airlangga


University Press, Jakarta.

 Tjay, Tan Hoan, dkk, 1978, Obat – obat Penting Edisi IV, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi