Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Oksidasi
Reaksi Fase 1 Reduksi
Reaksi yang
terjadi Hidrolisis
Oksidasi Dealkilasi
Dehalogenasi
Pembentukan Oksida
Desulfurisasi
Deaminasi
Reaksi Fase 1
Red. Aldehida
Red. Nitro
Hidrolisis Deesterifikasi
Glukoronidasi
Konjugasi dg Glukoronat
Sulfatasi
Konjugasi dg Sulfat
Metilasi
Reaksi Fase 1 ( Fase non Sintetik )
Reaksi ini meliputi biotransformasi suatu obat menjadi metabolit yang lebih polar
melalui pemasukan atau pembukaan suatu gugus fungsional. Reaksi Fase 1 ini
bertujuan untuk menyiapkan senyawa yang digunakan untuk metabolisme fase 2
dan tidak menyiapkan obat untuk di ekskresi. Sistem enzim yang terlibat pada
reaksi oksidasi adalah enzim mikrosomal yang disebut juga sistem Mixed
Function Oxidase ( MFO ) atau sistem monooksigenase. Komponen utama yang
berperan pada sistem MFO adalah sitokrom P450, yaitu komponen oksidase
terminal dari suatu sistem transfer elektron yang berada dalam retikulum
endoplasma yang bertanggung jawab terhadap reaksi – reaksi oksidasi obat dan
digolongkan sebagai enzim yang mengandung hem ( suatu hem protein ) dengan
protoperfirin IX sebagai gugus prostatik. ( Gordon dan Skett, 1991 )
Reaksi – reaksi yang termasuk dalam Fase 1 antara lain :
a) Reaksi Oksidasi
Adalah reaksi yang paling umum terjadi. Reaksi ini terjadi pada berbagai
molekul menurut proses khusus tergantung pada masing – masing struktur
kimianya, yaitu reaksi hidroksilasi pada golongan alkil, aril dan
heterosiklik; Reaksi oksidasi alkohol dan aldehid; reaksi pembentukan
N-oksida dan sulfoksida; Reaksi deaminasi oksidatif; pembukaan inti dan
sebagainya. Reaksi oksidasi ini dibagi menjadi dua, yaitu oksidasi yang
melibatkan sitokrom P450 ( enzim yang bertanggung jawab terhadap
reaksi oksidasi ) dan oksidasi yang tidak melibatkan sitokrom P450.
b) Reaksi Reduksi
Yaitu Reduksi aldehid, azo dan nitro. Reaksi ini kurang begitu penting
dibandingkan dengan reaksi oksidasi. Reduksi terutama berperan pada
nitrogen dan turunannya (azoik dan nitrat ), kadang – kadang pada karbon.
Hanya beberapa obat saja yang mengalami metabolisme dengan jalan
reduksi, baik dalam letak mikrosomal maupun non mikrosomal.
c) Reaksi Hidrolisis ( Deesterifikasi )
Proses lain yang menghasilkan senyawa yang lebih polar adalah hidrolisis
dari ester dan amida oleh enzim. Esterase yang terletak baik mikrosomal
maupun nonmikrosomal akan menghidrolisis obat yang mengandung
gugus ester. Di hepar lebih banyak terjadi reaksi hidrolisis dan
terkonsentrasi, seperti hidrolisis peptidin oleh suatu enzim Esterase non
mikrosomal yang terdapat dalam darah dan beberapa jaringan.
Reaksi Fase 2 ( Fase Sintetik )
Reaksi ini terjadi bila dalam hati dan melibatkan konjugasi suatu obat atau
metabolit fase 1 nya dengan zat endogen. Konjugat yang dihasilkan hampir selalu
kurang aktif dan merupakan molekul polar yang mudah diekskresi oleh ginjal.
(Neal, 2005 ). Reaksi konjugasi bekerja pada berbagai substrat alamnya dengan
proses enzimatik terikat pada gugus reaktif yang telah ada sebelumnya atau
terbentuk pada fase 1. Reaksi yang terjadi pada fase 2 ini meliputi konjugasi
glukoronidasi, asilasi, metilasi, pembentukan asam merkapturat dan konjugasi
sulfat. ( Gordon dan Skett, 1991 ).
Asam O pada :
KE -Alkohol
-Fenol
-As.Karboksilat
UGT
Atom N pada :
-Seny. Amina
KE
-Sulfonamida
INDUKSI ENZIM
Laju metabolisme
( Deaktivasi ) ↑
Induktor enzim untuk terapi dengan obat akan memberikan akibat antara
lain sebagai berikut :
Pada pengobatan jangka panjang akan terjadi penurunan konsentrasi bahan
obat yang dapat mencapai tingkat konsentrasi dalam plasma pada awal
pengobatan dengan dosis tertentu.
Kadar bahan berkhasiat dalam plasma dapat menurun sampai dibawah
angka normal.
Pada pemberian bersama dengan obat lain terdapat banyak interaksi obat
yang kadang berbahaya. Selama pemberian induktor enzim, konsentrasi
obat kedua dalam darah dapat juga menurun sehingga diperlukan dosis
yang lebih tinggi untuk mendapatkan efek yang sama. ( Ernst mutschler,
1991 ).
Inhibisi enzim
Inhibisi enzim dapat menghambat proses metabolisme obat di dalam
tubuh, sehingga dapat terjadi penumpukan kadar di dalam darah yang tidak
diharapkan.Inhibistor enzim mengikat besi heme pada sitokrom P450 sehingga
dapat mengurangi metabolisme obat lain. Interaksi ini cenderung terjadi lebih
cepat daripada yang melibatkan induksi enzim karena interaksi ini terjadi setelah
obat yang dihambat mencapai konsentrasi yang cukup tinggi untuk berkompetisi
dengan obat yang dipengaruhi. ( Neal, 2005 ).
Pada praktikum ini efek farmakologi metabolisme diamati melalui
pemberian analgetik pada mencityaitunatriumdiklofenak. Pemilihan mencit
sebagai hewan uji karena disamping harga ekonomis, dapat dilihat pula dari
keekonomisan jumlah obat yang diberikan pada volume pemberian karena tubuh
mencit kecil sehingga dosis pemberian juga sedikit. Selain itu karena proses
metabolisme dalam tubuh mencit berlangsung cepat sehingga sangat cocok
digunakan sebagai objek pengamatan. Pada praktikum digunakan metode geliat
dan pengamatan metabolisme pada pemberian obat analgetik. Analgetik adalah
obat yang bekerja dengan menekan dan menghilangkan rasa nyeri yang di induksi
dengan pemberian asama setat glasial secara intraperitonial. Rasa nyeri akibat
pemberian perangsang nyeri asam asetat intra peritonial akan menimbulkan
refleks respon geliat yang berupa tarikan kaki ke belakang, Penarikan kembali
abdomen dan kejang tetani dengan membengkokkan kepala dan kaki ke belakang.
Frekuensi gerakan ini menyatakan derajat nyeri yang di rasakan mencit.
Pada praktikum ini mencit dibagi menjadi 4 kelompok dengan perlakuan
yang berbeda yaitu dengan penambahan induktor, inhibitor, kontrol positif dan
kontrol negatif.
Pada perlakuan ketiga, mencit hanya di beri natrium diklofenak dan asam
asetat glasial tanpa diberi inhibitor atau induktor. Sedangkan pada perlakuan ke
empat, mencit hanya diberi CMC Na sebagai kontrol negatif dan asam asetat
glasial.
Tjay, Tan Hoan, dkk, 1978, Obat – obat Penting Edisi IV, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.