Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
A. LATAR BELAKANG
Penegakan hukum adalah proses yang dilakukan sebagai upaya untuk mencapai
tegaknya atau berfungsinya norma-norma hokum dalam sendi kehidupan bermasyarakat dan
bernegara ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum melibatkan seluruh subjek hukum
dalam setiap hubungan hukum. Dalam artian sempit dari subjek penegakan hukum tertentu
berfungsi untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum tersebut. Jika diperlukan,
aparatur penegak hukum diperkenakan untuk menggunakan upaya paksa.
Korupsi merupakan perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan
uang sogok, dan lain sebagainya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
korporasi, yang mengakibatkan kerugian pada negara.
Indonesia bisa dikatakan dalam keadaan kritis dalam soal korupsi. Korupsi bukan lagi
menggejala, tetapi telah membudaya kesemua lapisan elit bangsa, dari pusat hingga pelosok
daerah. Kondisi ini sekaligus memperlihatkan secara gambling betapa buruknya dampak
social kemanusiaan yang ditimbulkan dari tindak kejahatan yang terbilang luar biasa itu.
Korupsi tidak sekedar merugikan bangsa dan bernegara, tetapi juga merusak mental
masyarakat, baik aparat pemerintah itu sendiri maupun masyarakat luas.
Berangkat dari pembicaraan mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) dalam dewasa kini
terasa makin mencuat, meski pemahaman pastinya setiap subjek memiliki konsepsi yang
berbeda. Adapun HAM bersifat kodrat dan berlaku universal hakikatnya berisi pesan moral
yang menghendaki setiap orang baik individu ataupun kelompok bahkan penguasa atau
pemerintah (negara) harus menghormati dan melindunginya. Dan negara (sebagai yang
bertanggung jawab dalam rangka penghormatan dan pelaksanaan HAM) yang ikut terlibat
dalam atau sebagai peserta terhadap piagam yang telah disetujui bersama serta peraturan
perundang-undangan masing-masing negara bersangkutan sehingga proses yang demikian
HAM telah diakomodasikan kedalam hukum.
B. KONSEP PEMIKIRAN
Korupsi atau rasuah (corruptio dari kata kerja corumpere yang bermakna busuk, rusak,
menggoyahkan, memutar balik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi
maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak
wajar dan tidak legal menyalahkan gunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada
mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Dalam arti luas, korupsi atau korupsi politis
adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah
pemerintahan rentan korupsi dalam praktiknya. Kondisi yang mendukung munculnya korupsi
konsentrasi kekuasaan diambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada
rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik, kurangnya
transparansi dipengambilan keputusan pemerintah, kampanye-kampanye politik yang mahal
dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal, proyek yang melibatkan
uang rakyat dalam jumlah besar lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri.
Islam mempunyai cara untuk memberantas korupsi ini secara komperehensif. Sistem
pengajian yang layak, aparat negara akan bekerja dengan baik jika gaji dan tunjangan mereka
mencukupi kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Larangan menerima suap dan hadiah,
hadiah dan suap yang diberikan seseorang kepada aparat pemerintah pasti mengandung
maksud tertentu, karena buat apa memberi sesuatu bila tanpa maksud dibelakangnya.
Perhitungan kekayaan, orang yang melakukan korupsi jumlah kekayaannya akan bertambah
dengan cepat. Teladan pemimpin, pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila para
pemimpin terlebih pemimpin tertinggi dalam sebuah negara bersih dari korupsi. Hukuman
setimpal, hukuman berfungsi sebagai pencegah sehingga membuat orang jera dan kapok
melakukan korupsi. Pengawasan masyarakat, masyarakat dapat berperan menyuburkan atau
menghilangkan korupsi. Masyarakat yang bermental instan akan cenderung menempuh jalan
pintas dalam berurusan dengan aparat tak segan memberi suap dan hadiah.
Dari sudut pandang hukum tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur
perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana,
memperkaya diri sendiri, orang lain, merugikan keuangan negara namun bukan semuanya,
memberi atau menerima hadiah atau janji penyuapan, penggelapan dalam jabatan, pemerasan
dalam jabatan, ikut serta dalam pengadaan dan menerima gratifikasi. Pedastaren mengatakan
dengan penerapan hukuman mati terhadap koruptor itu diyakini dapat membuat rasa takut
atau kehilangan nyali korupsi. Perlunya penerapan hukuman mati bagi koruptor itu, untuk
terciptanya penegakan hukum tegas dan benar sehingga minat untuk melakukan
penyimpangan keuangan negara semakin berkurang.
C. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan diberbagai pusat informasi salah satunya pustaka wilayah
Pekanbaru. Penelitian ini juga dilakukan dalam jangka waktu sekiranya hingga dua bulan.
Yakni dari bulan Maret 2018-Mei 2018.
3. Sumber Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dibedakan atas data primer dan data
sekunder, yaitu :
a. Data Primer, data yang didapatkan atau dikumpulkan melalui studi-studi atau
dikumpulkan melalui studi-studi sebelumnya yang diterbitkan oleh berbagai instansi
lainnya mengenai hukuman mati guna memberantas tindak kejahatan koruptor.
b. Data Sekunder, data yang didapatkan dengan cara sendiri-sendiri atau perorangan
yang secara langsung dari objek yang akan teliti untuk kepentingan studi, biasanya
berupa observasi namun observasi yang digunakan adalah non participant
observation.
4. Jenis Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini ialah jenis data kualitatif yaitu data
yang disampaikan melalui kata-kata bukan melalui angka-angka. Maka lebih tepatnya
penelitian ini dibuat secara deskriptif kualitatif.
5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Data yang diperoleh atau yang dikumpulkan dalam penelitian ini, baik data primer
maupun data sekunder merupakan data yang sifatnya kualitatif, maka teknik analisa data
yang digunakan pun berupa analisis kualitatif, dimana proses pengolahan datanya yakni
setelah data tersebut terkumpul dan dianggap telah cukup, kemudian data tersebut diolah dan
dianalisis secara deduktif yaitu dengan berlandaskan kepada dasar-dasar pengetahuan umum
meliputi persoalan yang bersifat khusus, dari adanya analisis inilah kemudian ditarik suatu
kesimpulan. Maka permasalahan dari pada urgensi moral yang dapat mengakibatkan
rusaknya Negara kita ini mampu kita teliti dan memecahkan persoalannya.
D.Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan titik tolak penelitian analisis
terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2/Pnps/1964 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Pidana Mati Yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan Di Lingkungan Peradilan Umum Dan Militer,
Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 38.
Dengan adanya kata ‘maupun’ dalam penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa
Undang-Undang korupsi mengikuti 2 ajaran sifat melawan hukum secara alternatif, yaitu:
Mengenai siapa saja yang termasuk dalam pejabat negara diatur dalam Pasal
11 ayat (1) Undang-Undang ini yang bunyinya:
Tindak pidana korupsi dan pencucian uang merupakan 2 (dua) tindak
pidana yang saat ini marak terjadi, tidak sedikit seseorang yang
melakukan tindak pidana korupsi dilanjutkan dengan tindak pidana
pencucian uang, hal tersebut dilakukan dengan maksud untuk
membersihkan uang yang didapatkannya dari tindak pidana. Menurut
penulis pantas jika seseorang yang melakukan korupsi dan diperberat
dengan tindak pidana pencucian uang diberikan pidana mati.
E. Penutup
1. Kesimpulan
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana mengatur pidana mati dalam pasal 2 ayat (2) yang menyatakan
bahwa seseorang yang melakukan korupsi dapat dipidana mati jika unsurnya
disertai dengan unsur keadaan tertentu yang mana keadaan tertentu yang
dimaksud adalah apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana
yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam
nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas,
penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan penanggulangan tindak
pidana korupsi.
b. Pidana mati dalam tindak pidana korupsi perlu diancamkan terhadap pelaku
tindak pidana korupsi khususnya adalah terhadap mereka yang melakukan
tindak pidana korupsi dilakukan dengan cara teroganisir dan berlanjut, apabila
tindak pidana korupsi dilakukan oleh aparat penegak hukum, apabila tindak
pidana korupsi dilakukan oleh pejabat negara, apabila tindak pidana korupsi
yang dilakukan dengan pencucian uang.
2. Saran
a. Korupsi merupakan kejahatan luar biasa sehingga diperlukan penanganan
yang luar biasa pula, aparat penegak hukum dalam memberantas tindak pidana
korupsi diharapkan dapat menjatuhkan hukuman yang seberat-beratnya untuk
memberikan efek jera kepada pelakunya dan orang lain juga memperoleh
pendidikan atas penjatuhan hukuman tersebut dan merasa takut untuk
melakukan tindakan yang sama karena akibat yang ditimbulkan atau hukuman
yang diberikan sangat berat.
b. Pembenahan atau perubahan terhadap peraturan perundang-undangan yang
mengatur masalah ini yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 1999 Juncto Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi perlu disempurnakan
atau dikaji ulang untuk lebih memperberat ancaman hukuman yang diberikan
terhadap pelaku tindak pidana korupsi.
Daftar Pustaka
Bandung, 2013
Yogyakarta, 1987
Roeslan Saleh, Sifat Melawan Hukum dari Perbuatan Hukum Pidana, Aksara