Vous êtes sur la page 1sur 14

LAPORAN PENDAHULUAN BATU URETER

A. DEFINISI
Ureterolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter (Sue Hinchliff, 2005 Hal 451).
Batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter
mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih.
Batu ureter juga bisa sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi
batu kandung yang besar. Batu juga tetap bisa tinggal di ureter sambil menyumbat dan
menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin asimtomatik. Tidak
jarang hematuria yang didahului oleh serangan kolik (R. Sjamsuhidajat, 2005).

B. ANATOMI FISIOLOGI
Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder yang menghantarkan urin dari
ginjal menuju kandung kemih. Panjang ureter adalah sekitar 20-30 cm dengan diameter
maksimum sekitar 1,7 cm di dekat kandung kemih dan berjalan dari hilus ginjal menuju
kandung kemih. Ureter dibagi menjadi pars abdominalis, pelvis, dan intravesikalis.
Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot-otot polos
sirkuler dan longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik (berkontraksi) guna
mengeluarkan urine ke buli-buli. Secara anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran
diameternya relative lebih sempit daripada di tempat lain, sehingga batu atau benda-
benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut. Tempat-tempat penyempitan
itu antara lain adalah :
1. Pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvis-ureter junction
2. Tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis
3. Pada saat ureter masuk ke buli-buli
Sistem perdarahan ureter bersifat segmental dan berasal dari pembuluh arteri ginjal,
gonad, dan buli-buli dengan hubungan kolateral kaya sehingaa umumnya perdarahan
tidak terancam pada tindak bedah ureter. Persyarafan ureter bersifat otonom.

C. ETIOLOGI
Berikut ini beberapa teori pembentukan batu ginjal:
a. Teori Pembentukan Inti
Teori ini mengatakan bahwa pemebentukan batu berasal dari kristal atau benda asing
yang berada dalam urin yang pekat. Teori ini ditentang oleh beberapa argumen,
dimana dikatakan bahwa batu tidak selalu terbentuk pada pasien dengan hipereksresi
atau mereka dengan resiko dehidrasi. Teori inti matrik dimana pembentukan batu
saluran kemih membutuhkan adanya substansi organik terutama muko protein A
mukopolisakarida yang akan mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi
pembentuk batu.
b. Teori Supersaturasi
Peningkatan dan kejenuhan substansi pembentukan batu dalam urin seperti sistin,
xastin, asam urat, kalsium oksalat mempermudah terbentuknya batu. Kejenuhan ini
juga sangat dipengaruhi oleh pH dan kekuatan ion.
c. Teori Presipitasi-kristalisasi
Perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas susbstansi dalam urin. Di dalam
urin yang asam akan mengendap sistin, zastin, asam urat, sedangkan didalam urin
yang basa akan mengendap garam-garam fosfat.
d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Tidak adanya atau berkurangnya substansi penghambat pembentukan batu seperti
fosfopeptida, pirofosfat, polifosfat, asam mukopolisakarida dalam urin akan
mempermudah pembentukan batu urin. Akan tetapi teori ini tidaklah benar secara
absolut, karena banyak orang yang kekurangan zat penghambat tak pernah menderita
batu, dan sebaliknya mereka yang memiliki faktor penghambat malah membentuk
batu.
e. Teori Lain Berkurangnya volume urin
Dimana kekurangan cairan akan menyebabkan peningkatan konsentrasi zat terlarut
(misal kalsium, natrium, oksalat dan protein) yang mana ini dapat menimbulkan
pembentukan kristal urin.

Selain itu juga terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan batu ureter,
yaitu:
a. Genetik
Anggota keluarga penderita batu urin lebih banyak kemungkinan menderita
penyakit yang sama dibanding dengan keluarga bukan penderita batu urin. Lebih
kurang 30% sampai 40% penderita batu kalsium oksalat mempunyai riwayat
famili yang positif menderita batu.
b. Jenis kelamin Pria lebih banyak menderita batu saluran kemih dibanding wanita
(3-4:1).
Disebabkan oleh anatomis saluran kemih pada laki-laki lebih panjang
dibandingkan perempuan, secara alamiah didalam air kemih laki-laki kadar
kalsium lebih tinggi dibanding perempuan. Dan pada air kemih perempuan kadar
sitrat (inhibitor) lebih tinggi, laki-laki memiliki hormon testosteron yang dapat
meningkatkan produksi oksalat endogen di hati, serta adanya hormon estrogen
pada perempuan mampu mencegah agregasi garam kalsium.
c. Pekerjaan
Kejadian batu kemih lebih banyak terjadi pada orang-orang yang banyak duduk
dalam melakukan pekerjaannya.
d. Air
Banyak minum air meningkatkan diuresis sehingga mencegah pembentukan batu.
Kurang minum dapat mengurangi diuresis, kadar substansi dalam urin meningkat,
mempermudah pembentukan batu.
e. Diet
Konsumsi makanan tinggi protein yang akan meningkatkan resiko terjadinya
batu. Konsumsi makanan tinggi protein yang berlebihan dan garam atau antasida
yang mengandung kalsium, produk susu, makananan yang mengandung oksalat
(misalnya teh, kopi instan, coklat, kacang-kacang, bayam), vitamin C, atau
vitamin D akan meningkatkan pembentukan batu kalsium. Pemakaian vitamin D
akan meningkatkan absobsi kalsium diusus dan tubulus ginjal sehingga dapat
menyebabkan hiperkalsemia dan penumpukan kalsium di ginjal dan untuk
konsumsi vitamin D ini harus digunakan dengan perawatan. Makan makanan dan
minuman yang mengandung purin yang berlebihan (kerangkerangan, anggur)
akan menyebabkan pembentukan batu asam urat Makanan makanan yang banyak
mengandung serat dan protein nabati mengurangi resiko batu urin, sebaliknya
makanan yang mengandung lemak dan protein hewani akan meningkatkan resiko
batu urin.
f. Infeksi
Hampir terbentuknya batu jenis struvit didahului oleh infeksi saluran kemih yang
disebabkan oleh bakteri pemecah urea, namun jenis batu lain tidak jelas apakah
batu sebagai penyebab infeksi atau infeksi sebagai penyebab batu.
g. Obat-obatan
Penggunaan obat anti hipertensi (Dyazide) berhubungan dengan peningkatan
frekuensi batu urin, begitu juga penggunaan antasida yang mengandung silica
berhubungan dengan perkembangan batu silica.

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang dirasakan yaitu:
1. Nyeri
Batu yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut dan kolik.
Nyeri ini dapat menjalar hingga ke perut bagian depan, perut sebelah bawah, daerah
inguinal, dan sampai ke kemaluan. Penderita sering ingin merasa berkemih, namun
hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya air kemih disertai dengan darah, maka
penderita tersebut mengalami kolik ureter
2. Hematuri
Penderita sering mengeluh hematuria atau urin berwarna seperti teh. Namun lebih
kurang 10-15% penderita batu saluran kemih tidak menderita hematuria.
3. Infeksi
Biasanya dengan gejala-gejala menggigil, demam, nyeri pinggang, nausea serta
muntah dan disuria. Secara umum infeksi pada batu struvit (batu infeksi)
berhubungan dengan infeksi dari Proteus sp, Pseudomonas sp, Klebsiella sp, dan
jarang dengan E.colli.
4. Demam
Hubungan batu urin dengan demam adalah merupakan kedaruratan medik relatif.
Tanda-tanda klinik sepsis adalah bervariasi termasuk demam, takikardi, hipotensi
dan vasodilatasi perifer. Demam akibat obstruksi saluran kemih memerlukan
dekompresi segera.
5. Mual dan Muntah
Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali menyebabkan mual
dan muntah.

E. KLASIFIKASI
Berikut ini beberapa klasifikasi batu saluran kemih:
1. Batu Kalsium
Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK yaitu sekitar 70%-
80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di jumpai dalam bentuk murni
atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium oksalat, batu
kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu tersebut
diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang tinggi di dalam urine atau darah dan
akibat dari dehidrasi. Batu kalsium terdiri dari dua tipe yang berbeda, yaitu:
a. Whewellite (monohidrat) yaitu , batu berbentuk padat, warna cokat/ hitam
dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih.
b. Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) yaitu batu
berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite.
2. Batu Asam Urat Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat.
Pasien biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam urat.
Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang lebih
besar menderita penyakit BSK, karena keadaan tersebut dapat meningkatkan
ekskresi asam urat sehingga pH air kemih menjadi rendah. Ukuran batu asam urat
bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk
staghorn (tanduk rusa). Batu asam urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah
dengan obat-obatan. Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.
3. Batu Struvit
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh
adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman
pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah
urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Kuman yang
termasuk pemecah urea di antaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia,
Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan sekitar 15-20% pada
penderita BSK. Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki.
Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi ammonium dan pH air
kemih >7. Pada batu struvit volume air kemih yang banyak sangat penting untuk
membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi dari fosfat.
4. Batu Sistin
Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan ginjal.
Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi kejadian 1-2%.
Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan ornithine berkurang, pembentukan
batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan dan pH urine yang asam. Selain
karena urine yang sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga terjadi pada individu
yang memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu yang statis karena
imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet mungkin menyebabkan
pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah dan asupan protein hewani
yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air kemih.

F. PATOFISIOLOGI
Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah dari jenis urat, asam urat,
oksalat, fosfat, sistin, dan xantin. Batu oksalat kalsium kebanyakan merupakan batu
idiopatik. Batu campuran oksalat kalsium dan fosfat biasanya juga idiopatik; di
antaranya berkaitan dengan sindrom alkali atau kelebihan vitamin D. Batu fosfat dan
kalsium (hidroksiapatit) kadang disebabkan hiperkalsiuria (tanpa hiperkalsemia). Batu
fosfat amonium magnesium didapatkan pada infeksi kronik yang disebabkan bakteria
yang menghasilkan urease sehingga urin menjadi alkali karena pemecahan ureum. Batu
asam urin disebabkan hiperuremia pada artritis urika. Batu urat pada anak terbentuk
karena pH urin rendah (R. Sjamsuhidajat, 1998 Hal. 1027). Pada kebanyakan penderita
batu kemih tidak ditemukan penyebab yang jelas. Faktor predisposisi berupa stasis,
infeksi, dan benda asing. Infeksi, stasis, dan litiasis merupakan faktor yang saling
memperkuat sehingga terbentuk lingkaran setan atau sirkulus visiosus. Jaringan
abnormal atau mati seperti pada nekrosis papila di ginjal dan benda asing mudah
menjadi nidus dan inti batu. Demikian pula telor sistosoma kadang berupa nidus batu
(R. Sjamsuhidajat, 1998 Hal. 1027).
PATHWAY
Faktor Ekstrinsik:
Faktor Idiopatik:
Faktor Instrinsik: - Geografis
- Gangguan metabolik - Iklim dan temperatur
- Herediter - ISK - Asupan air
- Umur - Dehidrasi - Diet
- Jenis kelamin - obstruksi - Pekerjaan

Defisiensi kadar
magnesium, nitrat
prifosfor, mukoprotein
dan peptide

Resiko kristalisasi
mineral

Peningkatan konsistensi
larutan urine

Penumpukan kristal

Pengendapan

Batu Saluran Kemih

Sumbatan Saluran Kemih Farmakologi

Ketidakpatuhan regumen
Spasme batu saat Batu merusak dinding Kencing tidak terapeutik
turun dari ureter setempat tuntas

Defisit Pengetahuan
Nyeri Akut Hematuria Gangguan
Eliminasi Urine Ansietas

Hb turun

Anemia

Inefisiensi O2

Intoleransi aktivitas
G. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Ditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena batu diharapkan dapat keluar
spontan. Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri, memperlancar aliran
urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong
batu keluar.
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsi)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada
tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu
buli-buli tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan. Batu dipecah menjadi
fragmen-fragmen kecil dengan menggunakan gelombang kejut sehingga mudah
dikeluarkan melalui saluran kemih. Terdapat 3 teknik yang digunakan untuk
membangkitkan gelombang kejut, yaitu elektrohidrolik, pizoelektrik dan energi
elektromagnetik.
a. Energi elektrohidrolik. Teknik ini paling sering digunakan untuk membangkitkan
gelombang kejut. Pengisian arus listrik voltase tinggi terjadi melintasi sebuah
elektroda spark-gap yang terletak dalam kontainer berisi air. Pengisian ini
menghasilkan gelembung uap, yang membesar dan kemudian pecah,
membangkitkan gelombang energi bertekanan tinggi.
b. Energi pizoelektrik. Pada teknik ini, ratusan sampai ribuan keramik atau kristal
pizo dirangsang dengan denyut listrik energi tinggi. Ini menyebabkan vibrasi
atau perpindahan cepat dari kristal sehingga menghasilkan gelombang kejut.
c. Energi elektromagnetik. Aliran listrik di alirkan ke koil elektromagnet pada
silinder berisi air. Lapangan magnetik menyebabkan membran metalik di
dekatnya bergetar sehingga menyebabkan pergerakan cepat dari membran yang
menghasilkan gelombang kejut.
Indikasi:
 Ukuran batu antara 1-3 cm atau 5-10 mm dengan gejala yang mengganggu
 Lokasi batu di ginjal atau ureter
 Tidak adanya obstruksi ginjal distal dari batu
 Kondisi kesehatan pasien memenuhi syarat
Kontraindikasi Absolut: Kontraindikasinya adalah infeksi saluran kemih akut,
gangguan perdarahan yang tidak terkoreksi, kehamilan, sepsis serta obstruksi
batu distal. Kontraindikasi Relatif:
- Status mental : Meliputi kemampuan untuk kerja sama dan mengerti prosedur
- Berat badan : >150 kg tidak memungkinkan gelombang kejut mencapai batu,
karena jarak antara F1 dan F2 melebihi spesifikasi lothotriptor. Pada
penderita seperti ini sebaiknya dilakukan simulasi lithotriptor terlebih dahulu
- Penderita dengan deformitas spinal atau orthopedik, ginjal ektopik dan atau
malformasi ginjal (meliputi ginjal tapal kuda) mungkin mengalami kesulitan
dalam pengaturan posisi yanng sesuai untuk ESWL. Selain itu, abnormalitas
drainase intrarenal dapat menghambat pengeluaran fragmen yang dihasilkan
oleh eSwl
- Masalah paru dan jantung yang sudah ada sebelumnya dan dapat diatasi
dengan anastesi
- Pasien dengan pacemaker (alat pacu jantung) aman diterapi dengan ESWL,
tetapi dengan perhatian dan pertimbangan khusus.
- Pasien dengan riwayat hipertensi, karena telah ditemukan peningkatan
insidens hematom perirenal pasca terapi.
- Pasien dengan gangguan gastrointestinal, karena dapat mengalami
eksaserbasi pasca terapi walaupun jarang terjadi
Persiapan sebelum ESWL:
- Harus melalui serangkaian pemeriksaan laboratorium baik darah maupun urin untuk
melihat fungsi ginjal, jenis batu, dan kesiapan fisik pasien
- Pemeriksaan yang paling penting adalah rontgen atau USG untuk menentukan lokasi
batu dan kemungkinan jenisnya.
- Meminum antibiotik untuk mencegah infeksi dan puasa minimal 4 jam sebelumnya.
- Hidrasi yang baik untuk memperlancar keluarnya batu yaitu minimal 2 liter air
sehari.
3. Endourologi Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke
dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil
pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik,
dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.
Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) : mengeluarkan batu yang berada di
saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks melalui
insisi kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu.
b. Litotripsi : memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat
pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan
evakuator Ellik.
c. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi : memasukkan alat ureteroskopi per uretram
guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai
energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises
dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi atau uretero-renoskopi ini.
d. Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan
keranjang Dormia.
4. Bedah Laparoskopi Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih
saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.

H. KOMPLIKASI
1. Obstruksi urine dapat terjadi di sebelah hulu dari batu dibagian mana saja di saluran
kemih. Obstruksi diatas kandung kemih dapat menyebabkan hidroureter, yaitu ureter
membengkak oleh urine. Hidoureter yang tidak diatasi, atau obstruksi pada atau atas
tempat ureter keluar dari ginjal dapat menyebabkan hidronefrosis yaitu
pembengkakan pelvis ginjal dan sistem duktus pengumpul. Hidronefrosis dapat
menyebabkan ginjal tidak dapat memekatkan urine sehingga terjadi
ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.
2. Obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatistik intersium dan dapat
menyebabkan penurunan GFR. Obstruksi yang tidak diatasi dapat menyebabkan
kolapsnya nefron dan kapiler sehingga terjadi iskemia nefron karena suplai darah
terganggu. Akhirnya dapat terjadi gagal ginjal jika kedua ginjal terserang.
3. Komplikasi batu saluran kemih biasanya obstruksi, infeksi sekunder, dan iritasi yang
berkepanjangan pada urothelium yang dapat menyebabkan tumbuhnya keganasan
yang sering berupa karsinoma epidermoid.
4. Sebagai akibat obstruksi, khususnya di ginjal atau ureter, dapat terjadi hidronefrosis
dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan
kegagalan faal ginjal yang terkena. Bila terjadi pada kedua ginjal, akan timbul
uremia karena gagal ginjal total. Hal yang sama dapat juga terjadi akibat batu
kandung kemih, lebih-lebih bila batu tersebut membesar sehingga juga mengganggu
aliran kemih dari kedua orifisium ureter. Khusus pada batu uretra, dapat terjadi
diverticulum uretra. Bila obstruksi berlangsung lama, dapat terjadi ekstravasasi
kemih dan terbentuklah fistula yang terletak proksimal dari batu ureter (Corwin,
2009).
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI

A. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan pada ureterolithiasis tergantung pada ukuran, lokasi, dan
etiologi kalkulus (Doenges, 1999 Hal 672). a.
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : pekerjaan monoton, pekerjaan di mana klien terpajan pada lingkungan
bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas / mobilitas sehubungan kondisi sebelumnya.
2. Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD / nadi, (nyeri, obstruksi oleh kalkulus) kulit hangat dan
kemerahan, pucat.
3. Eliminasi
Gejala : riwayat adanya ISK kronis, penurunan haluaran urine, distensi vesica
urinaria, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare.
Tanda : oliguria, hematuria, piuruia, perubahan pola berkemih
4. Makanan / cairan
Gejala : mual / muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium oksalat /
fosfat, ketidakcukupan intake cairan
Tanda : Distensi abdominal, penurunan / tidak ada bising usus , muntah
5. Nyeri / kenyamanan
Gejala : episode akut nyeri berat, lokasi tergantung pada lokasi batu, nyeri dapat
digambarkan sebagai akut, hebat, tidak hilang dengan perubahan posisi atau
tindakan lain
Tanda : melindungi, prilaku distraksi, nyeri tekan pada area abdomen
6. Keamanan
Gejala : pengguna alkohol, demam, menggigil
7. Penyuluhan dan Pembelajaran
Gejala : riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, ISK, paratiroidisme,
hipertensi, pengguna antibiotik, antihipertensi, natrium bikarbonat, allopurinol,
fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium dan vitamin h.
8. Pemeriksaan diagnostik Urinalisis, urine 24 jam, kultur urine, survey biokimia, foto
Rontgen, IVP, sistoureteroskopi, scan CT, US

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Gangguan Eliminasi Urin
3. Defisit pengetahuan
4. Ansietas
C. INTERVENSI
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri Akut Tujuan: Setelah dilakukan 1. Catat lokasi, karakteristik,
tindakan keperawatan durasi, frekuensi, kualitas,
selama 1x24 jam skala nyeri skala nyeri (0-10),
pasien menurun penyebaran dan faktor
Kriteria Hasil: presipitasi. Perhatikan tanda
 Nadi 60-100x/menit, RR non verbal, contoh
16-20 x/menit peninggian TD dan nadi,
 skala nyeri 1-3 gelisah, merintih
 pasien tampak rileks 2. Jelaskan penyebab nyeri dan

 keluhan pasien tentang pentingnya melaporkan ke

nyeri menurun staf terhadap perubahan


karakteristik nyeri
3. Bantu atau dorong
penggunaan napas berfokus,
bimbingan imajinasi, dan
aktivitas terapeutik
4. Tingkatkan istirahat
5. Kolaborasi: -berikan obat
sesuai indikasi: Narkotik,
contoh meperidin (Demerol),
morfin Antispasmodik,
contoh flavoksat (Uripas);
oksibutin (Ditropan)
Kortikosteroid
2 Gangguan Tujuan: Setelah dilakukan 1. Awasi pemasukan dan
Eliminasi Urin tindakan keperawatan pengeluaran serta
selama 1x24 jam skala nyeri karakteristik urin
pasien menurun 2. Dorong meningkatkan
Criteria hasil: pemasukan cairan
 Tidak mengalami tanda 3. Periksa semua urin. Catat
obstruksi adanya keluaran batu dan
 Jumlah dan konsistensi kirim ke laboratorium untuk
urin normal dianalisa
 Tidak ada peningkatan 4. Selidiki kandung kemih
kalsium pada urin penuh: palpasi untuk distensi
suprapubik. Perhatikan
penurunan keluaran urin,
adanya edema
periorbital/tergantung
5. Observasi perubahan status
mental, perilaku atau tingkat
kesadaran
6. Kolaborasi:
-Awasi pemeriksaan
laboratorium, contoh
elektrolit, BUN, kretinin
-Ambil urine untuk kultur
dan sensitivitas
-Pielolitotomi terbuka atau
perkutaneus, nefrolitotomi,
ureterolitotomi
-ESWL
3 Defisit Tujuan: Setelah dilakukan 1. Berikan penilaian tentang
Pengetahuan tindakan keperawatan tingkat pengetahuan pasien
selama 1x24 jam gangguan tentang proses penyakit
eliminasi pasien dapat yang spesifik
teratasi 2. Jelaskan patofisiologi dari
Criteria hasil: penyakit dan bagaiman hal
 Pasien mampu mengenali ini berhubungan dengan
tanda dan gejala penyakit anatomi dan fisiologi
dan faktor penyebabnya, 3. Gambarkan tanda dan gejala
 Pasien mampu yang biasa muncul pada
mengetahui faktor resiko penyakit
dan yang memperberat 4. Identifikasi kemungkinan
penyakitnya penyebab dengan cara yang
 Pasien mampu tepat
mengetahui tindakan 5. Diskusikan pilihan terapi
pencegahan terhadap 6. Diskusikan perubahan gaya
kondisi buruk hidup (tidak konsumsi vit D
penyakitnya terlalu sering dan tidak
minum air terlalu sedikit)
untuk mencegah komplikasi
di masa yang akan datang
dan atau proses
pengontrolan penyakit
4 Ansietas Tujuan: setelah dilakukan 1. Kaji tingkat kecemasan
tindakan keperawatan pasien baik ringan sampai
selama 3x 24jam cemas berat
pasien akan menurun, pasien 2. Berikan kenyaman dan
mempunyai koping yang ketentraman hati
adaptif dalam menghadapi 3. Kaji intervensi yang dapat
kecemasan menurunkan ansietas.
Kriteria hasil: 4. Berikan aktivitas yang dapat
 Pasien mampu mengurangi kecemasan/
mengidentifikasi dan ketegangan.
mengungkapkan gejala 5. Dorong percakapan untuk
cemas mengetahui perasaan dan
 Pasien mampu tingkat kecemasan pasien
mengidentifikasi dan terhadap kondisinya
menunjukkan tekhnik 6. Dorong pasien untuk
untuk mengontrol cemas mengakui masalah dan
 Ekspresi wajah mengekspresikan perasaan.
pasienmenunjukkan 7. Identifikasi sumber / orang
berkurangnya kecemasan. yang dekat dengan klien.
 Vital sign dalam batas
normal:
 TD: 120/80 mmHg
 RR: 20 x/mnt
 Nadi:86 x/mnt
 Suhu : 36, 50 C
DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidajat, R. & Jong, Wim de. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC Susanne, C
Smelzer. 2002.

Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &Suddart) , Edisi VIII, Volume 2, Jakarta, EGC, Pramod PR,
Barrieras DJ, Bagli DJ, et al. 2005.

Initial experience with endoscopic Holmium laser lithotripsy for pediatric urolithiasis. J Urol
162:1714-1716. Wehle MJ, Segura JW. In : Belman AB., Eds. 2002.

Clinical pediatric urology . Martin Dunitz.:1241. Basuki B. Purnomo. 2000.


Dasar-Dasar Urologi . Malang, Fakultas kedokteran Brawijaya Franzoni DF, Decter RM. 1999.

Percutaneous vesicolithotomy: an alternative to open bladder surgery in patients with an


impassable or surgically ablated urethra. J Urol;162:777-778. Doenges E. Marilynn. 2000

Rencana Asuhan keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan


Pasien, Jakarta. EGC

Vous aimerez peut-être aussi