Vous êtes sur la page 1sur 15

LAPORAN PRAKTIKUM KONSERVASI LINGKUNGAN

KONSERVASI TERUMBU KARANG


BANGSRING UNDER WATER

Disusun Oleh:
Daaniyatuth Thoyyibah 361641311111
Wahyu Arga Dinata 361641311116
Ika Indah Trisnawati 361641311117
M. Fachrudin Gani 361641311121
Sendhi Intan Sari 361641311122
Arifurrahman 361641311124
Dini Dwi Lestari 361641311128
Deden Eri Bintara 361641311132

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV AGRIBISNIS


POLITEKNIK NEGERI BANYUWANGI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari


pulau Sabang sampai Merauke. Indonesia termasuk negara yang memiliki sumber
daya alam hayati laut yang potensial seperti sumber daya terumbu karang. Mengingat
luas wilayah laut Indonesia lebih luas dari daratan, menjadikan sumber daya pesisir
dan lautan memiliki potensi yang sangat penting, karena di wilayah pesisir dan lautan
menyediakan berbagai sumber daya alam, baik hayati maupun non-hayati yang
bernilai ekonomis dan ekologis yang tinggi.

Wilayah pesisir memiliki nilai ekonomi tinggi, namun terancam


keberlanjutannya. Dengan potensi yang unik dan bernilai ekonomi tadi maka wilayah
pesisir dihadapkan pada ancaman yang tinggi pula, maka hendaknya wilayah pesisir
ditangani secara khusus agar wilayah ini dapat dikelola secara keberlanjutan.
Eksploitasi sumber daya alam pesisir dan lautan secara besar-besaran tanpa
mempertimbangkan kelestariannya, berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan
hidup di wilayah tersebut, termasuk terumbu karang.

Kawasan konservasi pada dasarnya merupakan gerbang terakhir perlindungan


dan pemanfaatan keberlanjutan sumber daya kelautan dan ekosistemnya. Melalui cara
tersebut diharapkan supaya perlindungan secara lestari terhadap system penyangga
kehidupan, pengawetan sumber daya plasma nutfah dan ekosistemnya serta
pemanfaatan sumber daya alam laut secara berkelanjutan. Upaya pengelolaan
terumbu karang dalam konteks pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah
(KKLD) merupakan bagian dari pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
dengan berpedoman pada Rencana Tata Ruang Laut.
Demikian pula dengan kawasan Bangsring Under Water dan sekitarnya.
Kawasan ini mempunyai potensi sumber daya alam pesisir dan lautanserta jasa-jasa
lingkungan khususnya terum bukarang, yang memiliki prospek perekonomian yang
mampu mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi serta pelestarian lingkungan.
Kawasan ini juga memiliki fasilitas sebuah rumah apung di tengah laut, yang di
sekitarnya terdapat kolam penngkaran berjumlah 8 kolam. Kolam-kolam tersebut
berisi ikan hias, ikan hiu, serta ubur-ubur di sekitarnya.

Kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan terumbu karang di wilayah Bangsring


Under Water sangat penting untuk keberlanjutan kelestarian terumbu karang dan
biota laut lainnya. Upaya perlindungan terumbu karang dan sekitar lautan dapat
dilakukan dengan penanaman terumbu karang, menjaga kebersihan pantai,
penangkaran, serta ekosistemnya. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi terhadap pelestarian kawasan pantai serta keberlangsungan
hidup di sekitarnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana keadaan organisme air laut atau terumbu karang di sekitar kawasan
pantai Bangsring Under Water ?
2. Bagaimana keadaan daerah pesisir air laut di sekitar kawasan pantai Bangsring
Under Water ?
3. Bagaimana cara menanam terumbu karang yang benar ?
4. Bagaimana jawaban pengelola dan pendapat pengunjung atas pertanyaan yang
diajukan dalam kuesioner tentang Bangsring Under Water ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui keadaan organisme air laut atau terumbu karang di sekitar
kawasan pantai Bangsring Under Water.
2. Untuk mengetahui keadaan daerah pesisir air laut di sekitar kawasan pantai
Bangsring Under Water.
3. Untuk mengetahui cara menanam terum bukarang yang benar.
4. Untuk mengetahui jawaban pengelola dan pendapat pengunjung atas pertanyaan
yang diajukan dalam kuesioner tentang Bangsring Under Water.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Santoso, et al. (2008) menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara dengan


kepulauan terbesar di dunia, dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km, serta
lebih dari 17.508 pulau. Terumbu karang yang luas melindungi kepulauan Indonesia.
Dari luas terumbu karang yang ada di Indonesia sekitar 51.000 km2 di perkirakan
hanya 7% terumbu karang yang kondisinya sangat baik, 33% baik, 45% rusak, dan
15% lainnya kondisinyas udah kritis.

Saraswati A. A. (2004) menyatakan bahwa wilayah pesisir terdiri dari


bermacam-macam ekosistem yang secara biologis produktif dan memiliki
keanekaragaman yang tinggi. Selain itu sekarang wilayah pesisir dikembangkan
sebagai kawasan perkotaan (waterfront city). Kesulitan terbesar dalam pengelolaan
wilayah pesisir ini terletak pada pemanfaatannya yang beragam karena multifungsi
dan seringkali saling bertentangan, khususnya antara kegiatan budidaya untuk
pembangunan ekonomi dengan kepentingan konservasi.

Hastuty, et al. (2015) menyatakan bahwa penetapan kawasan konservasi dapat


efektif sebagai salah satu alat pengelolaan sumber daya pesisir dan laut, kawasan ini
merupakan tempat perlindungan bagi ikan-ikan ekonomis penting untuk memijah dan
berkembang biak dengan baik. Oktarina, et al. (2014) menyatakan ekosistem terumbu
karang dan segala kehidupan yang terdapat di dalam laut merupakan salah satu
sumber daya alam yang bernilai. Terumbu karang sebagai ekosistem esensial di
perairan laut mempunyai peran sangat penting bagi kelangsungan hidup biota laut
seperti ikan dan biota-biota lainnya.

Terumbukarang di selatan Jawa Timur tersebar hamper di seluruh perairan


laut selatan, dimulai dari kawasan timur yakni Banyuwangi, Jember, Malang,
Tulungagung hingga Pacitan yang merupakan kabupaten paling barat. Karang adalah
binatang yang sangat rentan akan kerusakan, kenaikan suhu air laut sebesar 1ᵒC di
atas rerata normal akan membuat karang menjadi bleaching dan dapat menimbulkan
efek kematian (Luthfi O. M. 2016). Kerusakan yang terjadi pada terumbu karang
dibutuhkan waktu bertahun-tahun lamanya untuk proses pemulihan seperti awal.
Sebagai contoh, kerusakan alami akibat topan, membutuhkan 25-30 tahun untuk pulih
secara sempurna. Pengelolaan keberlanjutan merupakan suatu strategi pengelolaan
yang memberikan strategi pengelolaan yang memberikan ambang batas pada laju
pemanfaatan ekosistem alamiah dan buatan, serta sumber daya alam yang ada di
dalamnya (Salsabiela, et al. 2014).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan bahan :


1. Role meter
2. Tali raffia
3. Alat snorkeling
4. Kamera
5. ATK
6. Terumbu karang
7. Mangrove
8. Questioner

B. Prosedur kegiatan :
1. Pengamatan organiseme air laut (terumbu karang):
buatlah kelompok dengan jumlah 5-8 orang
 Setiap kelompok mempersiapkan alat dan bahan seperti role meter, tali raffia,
alat snorkeling, kamera dan ATK
 Ploting daerah perairan laut dangkal yang terdapat terumbu karang
 Buatlah petakan pada daerah terumbu karang yang telah dipilih dengan bentuk
bujur sangkar 10m x 10m, selanjutnya buat plot petakan 2m x 2m untuk
mempermudah menhitung determinasi wilayah terumbu karang
 Hitung setiap populasi terumbu karang pada plot 1m x 1m , jelaskan kondisi
terumbu karang yang tumbuh
 Amati dan jelaskan kondisi jenis organism laut lain dalam petakan tersebut
seperti jenis ikan , udan , moluska, rumput laut, dan lainya
 Ulangi kegiatan pegamatan sampling sebnayak 3 kali pengulangan
 Catat dan dokumentasikan hasil pengamatan dalam form yang sudah
disediakan dalam lembar kerja
 Laporkan hasil lembar kegiatan dalam bentuk praktikum

2. Pengamatan daerah pesisir pantai:


 Kelompok mahasiswa mengamati sepanjang 1km garis pantai laut
 Amati kondisi pesisir pantai mulai dari jenis kondisi pasir, keberadaan
sampah yang terdampar, terdapat muara sungai dan kondisinya, kondisi abrasi
laut dan panjang abrasi dan garis pantai, terdapat bangunan penahan abrasi
atau tidak, jenis biotic daerah sekitar pantai
 Catat dan dokumentasikan hasil kegiatan praktikum sesuai dengan form
lembar kerja
 Laporkan hasil kegiatan dalam bentuk laporan praktikum

3. Pengamatan biotic pesisir (mangrove)


Mekanisme pengukuran
 Mengukur lokasi 10-10 m pada ekosistem mangrove
 Menghitung jumlah pohon
 Mengamati orgnisme yang ada pada daerah ekosistem tersebut
 Pengambilan sample dilakukan 3x pengulangan
 Wilayah kajian yang diutamakan untuk pengamatan vegetasi mangrove harus
dapat mengindikasikan atau mewakili setiap zone mangrove yang terdapat di
wilayah kajian
 Pada setiap wilayah kajian ditentukan stasiun – stasiun pengamatan secara
konseptual berdasarkan keterwakilan lokasi kajian
 Pada setiap stasiun pengamatan, tetapkan transek-transek garis dari arah laut
kearah darat (tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi hutan mangrove yang
terjadi) di daerah interidal
 Pada setiap zona mangrove yang berada disepanjang transek garis, letakkan
secara acak petak-petak contoh (plot) berbentuk bujur sangkar dengan
ukurang 10m x 10m sebanyak paling kurang 3 petak contoh(plot)
 Pada setiap petak contoh (plot) yang telah ditentukan, determinasi setiap jenis
tumbuhan mangrove yang ada, hitung jumlah individu setiap jenis, dan ukur
lingkaran batang setiap pohon mangrove setinggi dada, sekitar 1,3 m
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Rumah Apung “ Bangsring Underwater”


Analisis fasilitas Rumah Apung seperti : jumlah kolam penangkaran, kondisi
kolam penangkaran, manfaat rumah apung, daya tahan, dan status kepemilikan.
Secara umum fasilitas yang ada di rumah apung masih tergolong baik akan tetapi ada
penyusutan tiap tahunnya seperti tali penyangga rumah apung yang sering putus.

Berdasarkan analisis yang didapat bahwa jumlah kolam penangkaran yang ada
dirumah apung ada 8 kolam kecil pengkaran ikan yang berbentuk segi empat dan 2
Kolam besar penangkaran berbentuk lingkaran, kondisi kolam penangkaran terawat
karena setiap hari dibersihkan. Manfaat rumah apung sebagai penangkaram ikan hias,
ikan hiu serta tiram. Daya tahan mengalami penyusutan tiap tahunnya, dan status
kepemilikan dari rumah apung adalah hibah dari menteri kelautan dan perikanan.

4.2 Biota Laut di Rumah Apung “Bangsring Underwater”


Dari hasil pengamatan di Rumah Apung Bangsring Underwater kondisi biota
semakin bertambah disebabkan karena terlalu seringnya nelayan yang tidak sengaja
menjaring ikan. Ikan yang tidak sengaja terjaring adalah ikan hiu sirip hitam dan ikan
hiu sirip putih. Ikan tersebut diserahkan nelayan ke pengelola Bangsring Underwater
dengan mendapat imbalan berupa uang dari pengelola.

Ikan yang ada di penangkaran Bangsring Underwater antara lain : bayi ikan
hiu, ikan kerapu hitam, ikan hias garis kuning, ikan hias sirip panjang, ikan hias garis
hitam kuning, ikan hias hitam biru, dan kerang tiram. Ikan yang berada di kolam
penangkaran tidak selamanya dirawat akan tetapi kalau sudah besar dan kondisinya
sehat akan dilepaskan demi keberlangsungan perikanan di kawasan Bangsring
Underwater.
4.3 Jenis-jenis Terumbu Karang
Wilayah konservasi di Bangsring Underwater adalah wilayah konservasi
terumbu karang. Terdapat dua jenis terumbu karang yang dibudidayakan, antara lain:

a. Acropora
Acropora sering disebut karang meja karena dapat membentuk
sekumpulan karang yang keras seperti meja. Selain itu acropora merupakan
genus kecil karang polip berbatu di filum Cnidaria. Spesies acropora dapat
tumbuh sebagai piring atau meja, sehingga sering disebut sebagai karang
meja, ramping atau cabang yang luas. Karang jenis ini biasanya tumbuh pada
perairan jernih dan lokasi dimana terjadi pecahan ombak. Bentuk koloni
umumnya bercabang dan tergolong jenis karang yang cepat tumbuh, namun
sangat rentan terhadap sedimentasi dan aktivitas penangkapan ikan. Karang
ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Karang acropora adalah koloni polip individu, dengan panjang 2
mm saling bersentuhan, dan berbagai jaringan termasuk jaringan saraf. Polip
dapat keluar masuk kembali ke dalam karang jika dalam keadaan terganggu
atau terdesak oleh gerakan atau gangguan dari predator. Polip ini biasanya
akan keluar dan terlihat lebih panjang pada malam hari untuk membantu
menangkap plankton dan bahan organik dari air,yang menjadi makanan
karang.
Karang meja merupakan tempat bersembunyi dari beberapa jenis
hewan dari para predatornya. Namun kerusakan lingkungan telah
menyebabkan berkurangnya populasi acropora. Acropora sangat rentan
terhadap pemutihan atau coral bleaching ketika terjadi tekanan pada
lingkungannya. Jenis ini adalah jenis karang yang paling banyak
dibudidayakan di wilayah konservasi Bangsring Underwater.
b. Softcoral
Softcoral atau karang lunak lebih dikenal sebagai Alcyonaria.
Alcyonaria adalah jenis karang sub kelas karang lunak mewakili sebagaian
besar dari fauna terumbu karang di beberapa perairan,antara lain di Bangsring
Underwater. Karang lunak khususnya mendominasi keindahan pemandangan
bawah air, namun sampai saat ini pengetahuan tentang taksonomi maupun
habitat dari anggota Octocorallia khususnya Alcyonacea masih sedikit.
Anggota Alcyonaria sama halnya dengan berbentuk polip yaitu
memiliki bentuk seperti bunga yang kecil. Tidak seperti batu, tubuh
Alcyonaria lembek tetapi disokong oleh sejumlah besar duri-duri yang kokoh,
berukuran kecil dan tersusun sedemikian rupasehingga tubuh Alcynoria lentur
dan tidak mudah putus.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari laporan praktikum ini, dapat kami ambil kesimpulan yaitu:
1. jumlah kolam penangkaran yang ada dirumah apung ada 8 kolam kecil
pengkaran ikan yang berbentuk segi empat dan 2 Kolam besar penangkaran
berbentuk linngkaran, kondisi kolam penangkaran terawat karena setiap hari
dibersihkan.
2. Rumah Apung Bangsring Underwater kondisi biota semakin bertambah
disebabkan karena terlalu seringnya nelayan yang tidak sengaja menjaring
ikan. Ikan yang dikembalikan dan di rawat di rumah apung adalah ikan jenis
hiu sirip hitam dan sirip putih.
3. Jenis terumbu karang yang paling banyak dikonservasi di wilayah Konservasi
Pantai Bangsring adalah terumbu karang jenis Acropora.
5.2 Saran
Saran yang dapat kami berikan kepada pengelola Pantai Bangsring adalah
agar selalu menjaga kebersihan air laut terutama disekitar wilayah konservasi agar
terumbu karang dan biota laut yang ada didalamnya dapat terjaga. Sedangkan
untuk para pengunjung, harus tetap menjaga wilayah pantai bangsring sampai ke
pulau Tabuhan tetap bersih.
DAFTAR PUSTAKA

Adlien. (2011). Laporan Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Laut Terpadu.


http://adlienerz.com/laporan-pengelolaan-wilayah-pesisir-dan-laut-terpadu/.
Diaksespada 6 april 2019.

Adrianto L. (2015). Laporan Analisis Dan Evaluasi Hokum Tentang Pengelolaan


Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. https://www.bphn.go.id/data/
documents/ ae_tentang_pengelolaan_wilayah_pesisir_dan_pulau-pulau_kecil.
pdf. Diaksespada 6 april 2019.

Hastuty R., Adrianto L., dan Yonvitner. (2015). Kajian Manfaat Kawasan Konservasi
Bagi Perikanan Yang Berkelanjutan Di Pesisir Timur PulauWeh. Jurnal
Teknologi Perikanan Dan Kelautan. 6(1) : 105-116.

Luthfi O.M. (2016). Konservasi Terumbu Karang Di Pulau Sempu Menggunakan


Konsep Taman Karang. Jurnal Of Innovation And Applied Technology. 2(1) :
210-216.

Oktarina A., Kamal E., danSuparno. (2014). Kajian Kondisi Terumbu Karang Dan
Strategi Pengelolaannya Di Pulau Panjang, Air Bangis, Kabupaten Pasaman
Barat. Jurnal Natur Indonesia. 16(1) : 23-31.

Salsabiela M., Anggoro S., dan Purnaweni H. (2014). Kajian Keefektifan Pengelolaan
Terumbu Karang (Studi Kasus: Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD)
Pulau Biawak Dan Sekitarnya, Kabupaten Indramayu). Jurnal Saintek
Perikanan. 10(1): 13-18.

Santoso A.D., dan Kardono. (2008). Teknologi Konservasi Dan Rehabilitasi Terumbu
Karang. Jurnal Teknologi Lingkungan. 9(3) : 221-226.
Saraswati A. A. (2004). Konsep Pengelolaan Ekosistem Pesisir (Studi Kasus
Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah). Jurnal Teknologi
Lingkungan. 5(3) : 205-211
DOKUMENTASI

Vous aimerez peut-être aussi