Vous êtes sur la page 1sur 82

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA AN.

L DENGAN MASALAH UTAMA


GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI DI RUANG PHCU WANITA
RUMAH SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR

DI SUSUN OLEH:

Andreas Kutika 18062003 Nadya Durado 18062

Andreas Ngenget 18062 Marcelina Piri 18062

Chika R. Dilla 18062 Nancy M. Madjid 18062

Falirin S. Ipol 18062 Juliet Tuminting 18062

FeibrySimin 18062 Ria C. Tampilang 18062

FAKULTAS KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas tuntunan dan
rahmat-Nya, sehingga pembuatan laporan asuhan keperawatanini dapat terlaksana dengan baik.
Adapun judul dari laporan kelompok yang kami susun adalah “Asuhan Keperawatan Jiwa
pada Pasien dengan “Skizofrenia” di ruangan Kr RS Dr. Masna Wanita rzoeki Mahdi Bogor”
sebagai bagian tugas atau laporan pertangungjawaban kelompok selama melaksanakan praktek
profesi keperawatan jiwa. Di samping itu juga untuk menambah pengetahuan mengenai
keperawatan jiwa sehingga bisa menjadi acuan ataupun bahan ajaran pada instansi-instansi
terkait, terutama bagi mahasiswa, dosen ataupun tim kesehatan lainnya yang ada dalam dunia
keperawatan jiwa
Kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya laporan ini, kami mengucapkan
terima kasih yang sedalam-dalamnya, kepada:
1. Direktur Rumah Sakit RS Dr. Marzoeki Mahdi Bogor
2. Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Katolik De La Salle Manado
3. Ketua Program Studi Profesi Ners
4. Dosen Pembimbing Fakultas Keperawatan Universitas Katolik De La Salle Manado.
5. Kepala Ruangan serta Pembimbing Klinik diruangan Kresna Wanita
6. Seluruh perawat yang ada di ruangan Kresna Wanita
7. Teman-teman angkatan praktek profesi ners RS Dr. Marzoeki Mahdi Bogor
Kami menyadari bahwa laporan yang kami susun ini masih belum sempurna, oleh karena
itu kami terbuka terhadap saran yang dapat menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam memperluas dan meningkatkan kualitas pelayanan
keperawatan jiwa.

Bogor, Maret 2019


Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 1


DAFTAR ISI................................................................................................................................... 3
BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 4
B. Tujuan .................................................................................................................................. 5
BAB II............................................................................................................................................. 7
LANDASAN TEORI ...................................................................................................................... 7
A. PROSES TERJADINYA MASALAH ...............................Error! Bookmark not defined.
1. KONSEP TUMBUH KEMBANG ...................................................................................... 7
2. HALUSINASI.................................................................................................................... 17
3. PERILAKU KEKERASAN ...................................................Error! Bookmark not defined.
BAB III ..........................................................................................Error! Bookmark not defined.
GAMBARAN KASUS ................................................................................................................. 25
BAB IV ..........................................................................................Error! Bookmark not defined.
PELAKSANAAN TINDAKAN ....................................................Error! Bookmark not defined.
BAB V .......................................................................................................................................... 48
PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 48
BAB VI ......................................................................................................................................... 52
PENUTUP..................................................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 53

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Menurut Kemenkes (2011) masalah kesehatan jiwa adalah masalah yang sangat

mempengaruhi produktifitas dan kualitas kesehatan perorangan maupun masyarakat yang

tidak mungkin ditanggulangi oleh satu sektor saja, tetapi perlu kerjasama multi sektor.

Menurut Anna (2011) Federasi Dunia untuk Kesehatan Jiwa mencanangkan

seruan untuk mendorong investasi di bidang kesehatan jiwa. Di Indonesia, masalah

gangguan kesehatan jiwa berupa gangguan kecemasan dan depresi pada orang dewasa

secara nasional mencapai 11,6 persen. Menurut Marasmis (2004) dalam masyarakat

umum skizofrenia terdapat 0,2 – 0,8% dan retradasi mental 1 – 3%. WHO melaporkan

bahwa 5 – 15% anak-anak antara 3-15 tahun mengalami gangguan jiwa yang persintent

dan mengganggu hubungan sosial. Bila kira-kira 40% penduduk negara kita ialah anak-

anak dibawah 15 tahun (di negara yang sudah berkembang kira-kira 25%), dapat

digambarkan besarnya masalah (ambil saja 5% dari 40% dari katakan saja 120 juta

penduduk, maka di negara kita terdapat kira-kira 2.400.000 orang anak-anak yang

mengalami gangguan jiwa). Tidak sedikit dari gangguan jiwa akibat gangguan organik

pada otak.

Gangguan jiwa berat ini merupakan bentuk gangguan dalam fungsi alam pikiran

berupa disorganisasi (kekacauan) dalam isi pikiran yang ditandaiantara lain oleh gejala

gangguan pemahaman (delusi waham) gangguan persepsi berupa halusinasi atau ilusi

serta dijumpai daya nilai realitas yangterganggu yang ditunjukan dengan perilaku-

perilaku aneh (bizzare). Gangguan ini di jumpai rata-rata 1-2% dari jumlah seluruh

4
penduduk di suatu wilayah pada setiap waktu dan terbanyak mulai timbul (onset) pada

usia 15-35 tahun.

Menurut Stuart (2007) karakteristik halusinasi pendengaran yaitu mendengar

suara atau bunyi, biasanya suara orang. Suara dapat berkisar dari suara yang sederhana

sampai suara orang bicara mengenai pasien, untuk menyelesaikan percakapan antara dua

orang atau lebih tentang pasien yang berhalusinasi. Jenis lain termasuk pikiran yang

dapat didengar yaitu pasien mendengar suara orang sedang membicarakan apa yang

dipikirkan oleh pasien dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu, kadang-kadang hal

yang berbahaya.

Menurut data dari Rumah Sakit Jiwa Kentingan Surakarta pada Januari-Maret

2012, didapatkan data pasien rawat inap sebanyak 698 orang dan pasien yang mengalami

perubahan persepsi sensori sebanyak 324 orang. Dari pasien rawat inap pasien yang

mengalami perubahan persepsi sensori halusinasi paling banyak daripada pasien yang

lain. Oleh sebab itu penulis dalam karya tulis ini mengambil judul asuhan keperawatan

halusinasi. Hal ini melihat fenomena-fenomena yang penulis lampirkan di atas baik dari

gejala yang sering muncul akibat dari masalah itu sendiri yang akhirnya mengurangi

produktifitas pasien. Untuk itu asuhan keperawatan yang penulis buat secara profesional

pada pasien halusinasi, sangat diharapkan oleh pasien / keluarga.

B. Tujuan
Adapun tujuannya adalah sebagai berikut :
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien
gangguan jiwa dengan masalah utama halusinasi pendengaran dengan metode
komunikasi terapeutik.

5
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian, analisa data, merumuskan masalah
keperawatan, membuat pohon masalah pada klien gangguan jiwa dengan
halusinasi pendengaran.
b. Menetapkan diagnosa keperawatan pada klien gangguan jiwa dengan halusinasi
pendengaran.
c. Mahasiswa dapat menyusun perencanaan tindakan keperawatan untuk memenuhi
kebutuhan klien dan mengatasi masalah klien.
d. Mahasiswa dapat mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan yang
nyata sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ditegakkan.
e. Mahasiswa dapat mengevaluasi, mendokumentasikan sebagai tolak ukur guna
menerapkan asuhan keperawatan gangguan masalah utama halusinasi berikutnya.
f. Mahasiswa dapat membedakan antara teori dan praktek.

C. Proses Pembuatan Laporan


Sistematika penulisan maka ini sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan umum, tujuan khusus,
metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan pustaka terdiri dari defenisi, yang berisi penyebab, tanda dan
gejala, rentang respons, dan pengkajian keperawatan terdiri dari faktor predisposisi,
faktor presipitasi, sumber koping dan mekanisme koping, perilaku, diagnose keperawatan
BAB III Tinjauan kasus menguraikan tentang pengkajian keperawatan, analisa
data, pohon masalah, diagnosa keperawatan, serta catatan perkembangan dan evaluasi
keperawatan
BAB IV Pembahasan menguraikan tentang perbandingan asuhan keperawatan
mulai dari pengkajian keperawatan hingga evaluasi keperawatan yang terdapat di teori
dan kasus
BAB V Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran. Dibagian akhir terdapat daftar
pustakayang melampirkan sumber-sumber, yang penulis dapatkan dalam penyusunan ini.

6
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. KONSEP TUMBUH KEMBANG


Pertumbuhan adalah perubahan fisik dan peningkatan ukuran.

Pertumbuhan dapat diukur secara kuantitatif. Indikator pertumbuhan meliputi

tinggi badan, berat badan, ukuran tulang, dan pertumbuhan gigi. Pola

pertumbuhan fisiologis sama untuk semua orang, akan tetapi laju pertumbuhan

bervariasi pada tahap pertumbuhan dan perkembangan berbeda. Perkembangan

adalah peningkatan kompleksitas fungsi dan kemajuan keterampilan yang dimiliki

individu untuk beradaptasi dengan lingkungan. Perkembangan merupakan aspek

perilaku dari pertumbuhan, misalnya individu mengembangkan kemampuan untuk

berjalan, berbicara, dan berlari dan melakukan suatu aktivitas yang semakin

kompleks (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000; Supartini, 2004; Potter & Perry,

2005; Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2009;

Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).

Istilah pertumbuhan dan perkembangan keduanya mengacu pada proses

dinamis. Pertumbuhan dan perkembangan walaupun sering digunakan secara

bergantian, keduanya memiliki makna yang berbeda. Pertumbuhan dan

perkembangan merupakan proses yang berkelanjutan, teratur, dan berurutan yang

dipengaruhi oleh faktor maturasi, lingkungan, dan genetik (Kozier, Erb, Berman,

& Snyder, 2011).

7
2.1.2 Tahap Tumbuh-Kembang Anak Usia Sekolah (6-12 Tahun)

1. Pertumbuhan Fisik

Pertumbuhan selama periode ini rata-rata 3-3,5 kg dan 6cm atau 2,5 inchi

pertahunnya. Lingkar kepala tumbuh hanya 2-3 cm selama periode ini,

menandakan pertumbuhan otak yang melambat karena proses mielinisasi sudah

sempurna pada usia 7 tahun (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000). Anak laki-laki

usia 6 tahun, cenderung memiliki berat badan sekitar 21 kg, kurang lebih 1 kg

lebih berat daripada anak perempuan. Rata-rata kenaikan berat badan anak usia

sekolah 6 – 12 tahun kurang lebih sebesar 3,2 kg per tahun. Periode ini, perbedaan

individu pada kenaikan berat badan disebabkan oleh faktor genetik dan

lingkungan. Tinggi badan anak usia 6 tahun, baik laki-laki maupun perempuan

memiliki tinggi badan yang sama, yaitu kurang lebih 115 cm. Setelah usia 12

tahun, tinggi badan kurang lebih 150 cm (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).

Habitus tubuh (endomorfi, mesomorfi atau ektomorfi) cenderung secara relatif

tetap stabil selama masa anak pertengahan. Pertumbuhan wajah bagian tengah dan

bawah terjadi secara bertahap. Kehilangan gigi desidua (bayi) merupakan tanda
maturasi yang lebih dramatis, mulai sekitar usia 6 tahun setelah tumbuhnya gigi-

gigi molar pertama. Penggantian dengan gigi dewasa terjadi pada kecepatan

sekitar 4/tahun. Jaringan limfoid hipertrofi, sering timbul tonsil adenoid yang

mengesankan membutuhkan penanganan pembedahan (Behrman, Kliegman, &

Arvin, 2000; Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2009;

Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).

Kekuatan otot, koordinasi dan daya tahan tubuh meningkat secara terus-

menerus. Kemampuan menampilkan pola gerakan-gerakan yang rumit seperti

8
menari, melempar bola, atau bermain alat musik. Kemampuan perintah motorik

yang lebih tinggi adalah hasil dari kedewasaan maupun latihan; derajat

penyelesaian mencerminkan keanekaragaman yang luas dalam bakat, minat dan

kesempatan bawaan sejak lahir. Organ-organ seksual secara fisik belum matang,

namun minat pada jenis kelamin yang berbeda dan tingkah laku seksual tetap aktif

pada anak-anak dan meningkat secara progresif sampai pada pubertas (Behrman,

Kliegman, & Arvin, 2000).

2. Perkembangangan Kognitif

Perubahan kognitif pada anak usia sekolah adalah pada kemampuan untuk

berpikir dengan cara logis tentang disini dan saat ini, bukan tentang hal yang

bersifat abstraksi. Pemikiran anak usia sekolah tidak lagi didominiasi oleh

persepsinya dan sekaligus kemampuan untuk memahami dunia secara luas.

Perkembangan kognitif Piaget terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: (1) Tahap

sensoris-motorik (0-2 tahun); (2) Praoperasional (2-7 tahun); (3) Concrete

operational (7-11 tahun); dan (4) Formal operation (11-15 tahun).

3. Perkembangan Moral

Perkembangan moral anak menurut Kohlberg didasarkan pada

perkembangan kognitif anak dan terdiri atas tiga tahapan utama, yaitu: (1)

preconventional; (2) conventional; (3) postconventional.

1) Fase Preconventional

Anak belajar baik dan buruk, atau benar dan salah melalui budaya sebagai

dasar dalam peletakan nilai moral. Fase ini terdiri dari tiga tahapan. Tahap satu

didasari oleh adanya rasa egosentris pada anak, yaitu kebaikan adalah seperti apa

9
yang saya mau, rasa cinta dan kasih sayang akan menolong memahami tentang

kebaikan, dan sebaliknya ekspresi kurang perhatian bahkan mebencinya akan

membuat mereka mengenal keburukan. Tahap dua, yaitu orientasi hukuman dan

ketaatan dan ketaatan, baik dan buruk sebagai suatu konsekuensi dan tindakan.

Tahap selanjutnya, yaitu anak berfokus pada motif yang menyenangkan sebagai

suatu kebaikan. Anak menjalankan aturan sebagai sesuatu yang memuaskan

mereka sendiri, oleh karena itu hati-hati apabila anak memukul temannya dan

orangtua tidak memberikan sanksi. Hal ini akan membuat anak berpikir bahwa

tindakannya bukan merupakan sesuatu yang buruk.

2) Fase Conventional

Pada tahap ini, anak berorientasi pada mutualitas hubungan interpersonal

dengan kelompok. Anak sudah mampu bekerjasama dengan kelompok dan

mempelajari serta mengadopsi norma-norma yang ada dalam kelompok selain

norma dalam lingkungan keluarganya. Anak mempersepsikan perilakunya sebagai

suatu kebaikan ketika perilaku anak menyebabkan mereka diterima oleh keluarga

atau teman sekelompoknya. Anak akan mempersepsikan perilakunya sebagai

suatu keburukan ketika tindakannya mengganggu hubungannya dengan keluarga,

temannya, atau kelompoknya. Anak melihat keadilan sebagai hubungan yang

saling menguntungkan antar individu. Anak mempertahankannya dengan

menggunakan norma tersebut dalam mengambil keputusannya, oleh karena itu

penting sekali adanya contoh karakter yang baik, seperti jujur, setia, murah hati,

baik dari keluarga maupun teman kelompoknya.

3) Fase Postconventional

10
Anak usia remaja telah mampu membuat pilihan berdasar pada prinsip

yang dimiliki dan yang diyakini. Segala tindakan yang diyakininya dipersepsikan

sebagai suatu kebaikan. Ada dua fase pada tahapan ini, yaitu orientasi pada

hukum dan orientasi pada prinsip etik yang umum. Pada fase pertama, anak

menempatkan nilai budaya, hukum, dan perilaku yang tepat yang menguntungkan

bagi masyarakat sebagai sesuatu yang baik. Mereka mempersepsikan kebaikan

sebagai susuatu yang dapat mensejahterakan individu. Tidak ada yang dapat

mereka terima dari lingkungan tanpa membayarnya dan apabila menjadi bagian

dari kelompok mereka harus berkontribusi untuk pencapaian kelompok. Fase

kedua dikatakan sebagai tingkat moral tertinggi, yaitu dapat menilai perilaku baik

4. Perkembangan Spiritual

Menurut Fowler, anak usia sekolah berada pada tahap 2 perkembangan

spiritual, yaitu pada tahapan mitos–faktual. Anak-anak belajar untuk membedakan

khayalan dan kenyataan. Kenyataan (fakta) spiritual adalah keyakinan yang


diterima oleh suatu kelompok keagamaan, sedangkan khayalan adalah pemikiran

dan gambaran yang terbentuk dalam pikiran anak. Orangtua dan tokoh agama

membantu anak membedakan antara kenyataan dan khayalan. Orangtua dan tokoh

agama lebih memiliki pengaruh daripada teman sebaya dalam hal spiritual

(Fowler, J. W., 1981; Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).

Pada saat anak tidak dapat memahami peristiwa tertentu seperti penciptaan

dunia, mereka menggunakan khayalan untuk menjelaskannya. Pada masa ini, anak

usia sekolah dapat mengajukan banyak pertanyaan menegnai Tuhan dan agama

dan secara umum meyakini bahwa Tuhan itu baik dan selalu ada untuk membantu.

Sebelum memasuki pubertas, anak-anak mulai menyadari bahwa doa mereka

11
tidak selalu dikabulkan dan mereka merasa kecewa karenanya. Beberapa anak

menolak agama pada usia ini, sedangkan sebagian yang lain terus menerimanya.

Keputusan ini biasanya sangat dipengaruhi oleh orang tua (Kozier, Erb, Berman,

& Snyder, 2011).

5. Perkembangan Psikoseksual

Freud menggambarkan anak-anak kelompok usia sekolah (6–12 tahun)

masuk dalam tahapan fase laten. Selama fase ini, fokus perkembangan adalah

pada aktivitas fisik dan intelektual, sementara kecenderungan seksual seolah

ditekan (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011). Teori Perkembangan

Psikoseksual anak menurut Freud terdiri atas fase oral (0–11 bulan), fase anak (1–

3 tahun), fase falik (3–6 tahun), dan fase genital (6–12 tahun).

1) Fase Laten (6-12 tahun)

Selama periode laten, anak menggunakan energy fisik dan psikologis yang

merupakan media untuk mengkesplorasi pengetahuan dan pengalamannya melalui

aktivitas fisik maupun sosialnya. Pada fase laten, anak perempuan lebih menyukai

teman dengan jenis kelamin perempuan, dan laki-laki dengan laki-laki. Pertanyaan

anak tentang seks semakin banyak dan bervariasi, mengarah pada sistemtem

reproduksi. Orangtua harus bijaksana dalam merespon pertanyaan-pertanyaan

anak, yaitu menjawabnya dengan jujur dan hangat. Luanya jawaban orangtua

disesuaikan dengan maturitas anak. anak mungkin dapat bertindak coba-coba

dengan teman sepermainan karena seringkali begitu penasaran dengan seks.

Orangtua sebainya waspada apabila anak tidak pernah bertanya mengenai seks.

Peran ibu dan ayah sangat penting dalam melakukan pendekatan dengan anak,

12
termasuk mempelajari apa yang sebenarnya sedang dipikirkan anak berkaitan

dengan seks.

2) Fase Genital (12-18 tahun)

Menurut Freud, tahapan akhir masa ini adalah tahapan genital ketika anak

mulai masuk fase pubertas. Ditandai dengan adanya proses pematangan organ

reproduksi dan tubuh mulai memproduksi hormon seks.

6. Perkembangan Psikososial

Erikson mengidentifikasi masalah sentral psikososial pada masa ini

sebagai krisis antara keaktifan dan inferioritas. Perkembangan kesehatan

membutuhkan peningkatan pemisahan dari orangtua dan kemampuan menemukan

penerimaan dalam kelompok yang sepadan serta merundingkan tantangan-

tantangan yang berada diluar (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000).

Pendekatan Erikson dalam membahas proses perkembangan anak adalah

dengan menguraikan lima tahapan perkembangan psikososial, yaitu: percaya

versus tidak percaya (0–1 tahun), Otonomi versus rasa malu dan ragu (1–3 tahun),

Inisiatif versus rasa bersalah (3–6 tahun), Industry versus inferiority (6–12 tahun),

Identitas versus kerancuan peran (12–18 tahun).

1) Industry versus inferiority (6-12 tahun)

Anak akan belajar untuk bekerjasama dengan bersaing dengan anak

lainnya melalui kegiatan yang dilakukan, baik dalam kegiatan akademik maupun

dalam pergaulan melalui permainan yang dilakukan bersama. Otonomi mulai

berkembang pada anak di fase ini, terutama awal usia 6 tahun dengan dukungan

keluarga terdekat. Perubahan fisik, emosi, dan sosial pada anak yang terjadi

13
mempengaruhi gambaran anak terhadap tubuhnya (body image). Interaksi sosial

lebih luas dengan teman, umpan balik berupa kritik dan evaluasi dari teman atau

lingkungannya mencerminkan penerimaan dari kelompok akan membantu anak

semakin mempunyai konsep diri yang positif. Perasaan sukses dicapai anak

dengan dilandasi adanya motivasi internal untuk beraktivitas yang mempunyai


tujuan. Kemampuan anak untuk berinteraksi sosial lebih luas dengan teman

dilingkungannya dapat memfasilitasi perkembangan perasaan sukses (sense of

industry).

Perasaan tidak adekuat dan rasa inferiority atau rendah diri akan

berkembang apabila anak terlalu mendapat tuntutan dari lingkungannya dan anak

tidak berhasil memenuhinya. Harga diri yang kurang pada fase ini akan

mempengaruhi tugas-tugas untuk fase remaja dan dewasa. Pujian atau penguatan

(reinforcement) dari orangtua atau orang dewasa terhadap prestasi yang

dicapainya menjadi begitu penting untuk menguatkan perasaan berhasil dalam

melakukan sesuatu.

2) Identitas versus kerancuan peran (12-18 tahun)

Anak remaja akan berusaha untuk menyesuaikan perannya sebagai anak

yang sedang berada pada fase transisi dari kanak-kanak menuju dewasa. Mereka

menunjukkan perannya dengan bergaya sebagai remaja yang sangat dekat dengan

kelompoknya, bergaul dengan mengadopsi nilai kelompok dan lingkungannya,

untuk dapat mengambil keputusannya sendiri. Kejelasan identitas diperoleh

apabila ada kepuasan yang diperoleh dari orangtua atau lingkungan tempat ia

berada, yang membantunya melalui proses pencarian identitas diri sebagai anak

remaja, sedangkan ketidakmampuan dalam mengatasi konflik akan menimbulkan

14
kerancuan peran yang harus dijalankannya (Supartini, 2004).

Menurut Erikson, tugas utama anak usia sekolah adalah pada fase industry

versus inferiority. Pada masa ini, anak-anak mulai membentuk dan

mengembangkan rasa kompetensi dan ketekuanan. Anak usia sekolah termotivasi

oleh berbagai kegiatan yang membuatnya merasa berguna. Mereka berfokus pada

upaya menguasai berbagai keterampilan yang akan membuat mereka berfungsi di

dunia dewasa. Meskipun berjuang keras untuk sukses, anak pada usia ini selalu

dihadapkan pada kemugkinan gagal yang dapat menimbulkan perasaan inferior.

Anak-anak yang dapat mencapai sukses pada tahap sebelumnya akan termotivasi

untuk tekun dan bekerjasama dengan anak-anak yang lain untuk mencapai tujuan

umum (Erikson, E. H., 1963; Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).

7. Perubahan Pra-Pubertas atau Pra-Remaja

Periode transisi antara masa kanak-kanak dengan dan adolesens sering

dikenal dengan istilah pra-remaja oleh professional dalam ilmu perilaku, oleh

yang lain dikenal dengan istilah pra-pubertas, masa kanak-kanak lanjut,

adolesens awal, dan puber. Ketika mulai terjadi perubahan fisik, seperti

pertumbuhan rambut pubis dan payudara pada wanita, anak menjadi lebih sosial

dan pola perilakunya lebih sulit diperkirakan. Perubahan pada sistem reproduksi

dan endokrin mengalami sedikit perubahan sampai pada periode pra-pubertas.

Selama masa pra-pubertas, yaitu memasuki usia 9–13 tahun fungsi endokrin

semakin meningkat secara perlahan. Perubahan pada fungsi endokrin

menyebabkan peningkatn produksi keringat dan semakin aktifnya kalenjar

sebasea (Potter & Perry, 2005; Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).

15
Periode persiapan ini sering meliputi eksperimentasi berdandan oleh anak

perempuan, minat dalam musik dan bertingkah seperti idola yang sedang populer

diantara adolesens yang lebih besar, baik anak laki-laki amupun perempuan

biasanya membentuk “teman baik” dengan orang tempat berbagi perasaan secara

intim. Perasaan ketertarikan pada lawan jenis terbentuk pada fase ini. Pada masa

ini mereka sering membentuk hubungan dengan orang dewasa lain daripada

orangtuanya yang membuat mereka menerima informasi mengenai menjadi

dewasa (Potter & Perry, 2005). Anak-anak pada kelompok pra-pubertas seringkali

melakukan eksperimental seksual, masturbasi adalah bentuk eksperimental

seksual yang sering dilakukan oleh anak-anak usia pra-pubertas (Behrman,

Kliegman, & Arvin, 2000).

2.1.3 Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah

Pada masa ini anak memasuki masa belajar di dalam dan diluar sekolah.

Anak belajar di sekolah, tetapi membuat latihan pekerjaan rumah yang

mendukung hasil belajar disekolah. Aspek perilaku banyak dibentuk melalui

penguatan (reinforcement) verbal, keteladanan, dan identifikasi. Anak-anak pada

masa ini harus menjalani tugas-tugas perkembangan, yaitu:

1) Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan yang umum.

2) Membentuk sikap sehat mengenai dirinya sendiri.

3) Belajar bergaul dan menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya.

4) Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat.

5) Mengembangkan keterampilan dasar: membaca, menulis, dan berhitung.

6) Mengembangkan pengertian atau konsep yang diperlukan untuk kehidupan

16
sehari-hari.

7) Mengembangkan hati nurani, nilai moral, tata dan tingkatan nilai sosial.

8) Meperoleh kebebasan pribadi.

9) Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga-

lembaga (Gunarsa, D. & Gunarsa, Y., 2008).

2. GANGGUAM PERSEPSI SENSORI :HALUSINASI


a. Definisi
Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa adanya
rangsang (stimulus) eksternal (Keliat,2010).
Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya ransangan apapun pada panca
indera seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun, dasarnya
mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik (Trimelia, 2011).
Halusinasi adalah penyerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua panca indera yang terjadi di saat
individu sadar penuh (Depkes dalam Darmawan dan Rusdi, 2013).
Halusinasi pendengaran ialah klien mendengar suara-suara yang klien
mendengar dengan stimulasi nyata yang orang lain tidak mendengarya
(Darmawan dan Rusdi, 2013).
Halusinasi pendengaran adalah klien mendengar suara-suara yang jelas
maupun tida jelas, dimana suara tersebut bisa mengajak klien berbicara dan
melakukan sesuatu (Kuanawati, 2010)
b. Etiologi
1) Faktor predisposisi menurut Yosep (2011)
Perekembangan klien yang terganggu misalnya kurang mengontrol emosi dan
keharonisan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi hilang
percaya diri.
a. Faktor sosialkultural

17
Seseorang yang merasa tidak terima lingkungan sejak bayi akan membekas di
ingatannya sampai dewasa dan ia akan merasa di singkirkan, kesepian dan
tidak percaya pada lingkunggannya.
b. Faktor biokimia
Adanya stress yang berlebihan yang dialami leh seseorang maka di dalm
tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
sehingga menjadi ketidakseimbangan asetilkolin dan dopamine.
c. Faktor psikologis
Tipe kepribadian yang lemah tidak bertanggung jawab akan mudah terjerumus
pada penyelah guan zat adaptif. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan
lari dari alam nyata dan menuju alam nyata.
d. Pola genetik dan pola asuh
Hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2) Faktor presipetasi
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan
yang luar biasa, penggunaan dan obat-obatan, demam hingga delirium
intoksikasi alcohol dan kesulitan dan waktu tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat di atasi
merupakan penyebab halusinasi dapat berupa perintah memaksa dab
menakutkan.
c. Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini merangsang bahwa individu dengan halusinasi
akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego.
d. Dimensi sosial
Klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangatlah
membahayakan, klien asik dengan halusinasinya. Seolah-olah dia merupakan
tempat akan memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, control diri dan
harga diri yang tidak di dapatkan dslsmdunis nyata.

18
e. Dimensi spiritual
Klien mualai dengan kemampuan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya
beribadah dan jaang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri.

c. Manifestasi klinis

1). Halusinasi pendengaran


Data subjektif :
a. Mendengar sesuatu menyuruh melakukan suatu ang berbahaya
b. Mendengar suara atau bunyi
c. Mendengar suara yang emngajak untuk bercakap-cakap
d. Mendengar seseorang yang sudah meninggal
e. Mendengar suara yang emngancam diri klien atau orang lain atau yang
membahayakan
Data objektif
a. Mengarakan telinga pada sumber suara
b. Bicara atu tertawa sendiri
c. Marah-marah tanpa sebab
d. Menutup telinga mulut komat-kamit
e. Ada gerakan tangan
d. Klasifikasi Halusinasi
Menurut Maramis (2011) :
a.Halusinasi Penglihatan (visual, optik) : tak berbentuk (sinar, kilapan atau pola
cahaya) atau berbentuk (orang, binatang atau barang lain yang dikenalnya),
berwarna atau tidak.
b.Halusinasi Pendengaran (auditif, akustik) : suara manusia, hewan atau mesin,
barang, kejadian alamiah dan musik.
c.Halusinasi Pencium (olfaktorik) : mencium sesuatu bau.
d.Halusinasi Pengecap (gustatorik) : merasa atau mengecap sesuatu.
e.Halusinasi Peraba (taktil) : merasa diraba, disentuh, ditiup, disinari atau
seperti ada ulat bergerak dibawah kulitnya.

19
f.HalusinasiKinestik : merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang atau
anggota badannya bergerak.
g.Halusinasi Viseral : perasaan tertentu timbul didalam tubuhnya.
h.HalusinasiHipnagogik : terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tepat
sebelum tertidur persepsi sensorik bekerja salah.
i.HalusinasiHipnopomik : terdapat ada kalanya pada seorang yang
normal, tepat terjadi sebelum terbangun sama sekali dari tidurnya.
j.HalusinasiHisterik : timbul pada nerosahisterik karena konflik
emosional.s
e. Tahapan Halusinasi
Menurut Kusmawati dan Hartono (2010), tahapan halusinasi terdiri dari 4 fase yaitu :
a. Fase I (comforting)
Comfortingdi sebut juga fase menyenangkan, pada tahapan ini masuk dengan
golongan nonpsikotik. Karakteristik dari fase ini klien mengalami stress , cemas,
perasaan perpisahan, perasaan rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak
dapat di selsaikan. Pada fase ini klien perperilaku tersenyum atau tertawa yang
tidak sesuai , menggerakan ibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal
labat, jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
b. Fase II (conndeming)
Pengalaman sensorimenjijikan dan menakutkan termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik klien pada ase ini menjadi pengalaman sesnsorimenjijikan dan
mesnakutkan, kecemasan meningkat, melamun dan berfikir sendiri menjadi
dominan, mulai merasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang
lain tau dank lien ingin mengontrolnya. Perilaku klien pada fase ini biasanya
meningkatkan tanda-tanda sistem syaraf otonom seperti peningkatan denyut
jantung dan tekanan darah, klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa
membedakan dengan realita.
c. Fase III (Controling)
Controlingdi sebut juga ansietas berat, yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Karakteristik klien meliputi bisikan, suara, bayangan, isis halusinasi

20
menjadi menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Tanda-tanda fisik berupa
berkeringat, tremor, dan tidak mampu memenuhi perintah.
d. Fase IV (conquering)
Conqueringdi sebut juga fase panic yaitu klien lebur dengan halusinasinya
termasuk dalam psikorik berat. Karakteristik yang muncul pada klien meliputi
halusinasi berubah menjadi mengancam. Memerintah dan memarahi klien. Klien
menjadi takut, tidak berdaya, hilang control dan tidak dapat berhubungan secara
nyata dengan orang lain da lingkungan.
f. Rentang respon

Adaptif Maladaptive

a. Pikiran logis a. Proses pikir a. Waham,


b. Persepsi akurat tergangu halusinasi
c. Emosi konsistensi b. Ilusi b. Kerusakan
dengan pegalaman c. Emosi proses emosi
d. Perilaku cocok berlebihan c. Perilaku tidak
e. Hubungan sosial d. Perilaku yang terorganisasi
humoris tidak biasa d. Isolasi sosial
e. Menarik diri

Respon adaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut (Yusuf,


Riski&Hanik, 2015) meliputi:

1). Respon Adaptif

a. Pikiran logis berupa pendapat atau pertimbangan yang dapat diterima akal
b. Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang sesuatu peristiwa secara
cermat dan tepat sesuai perhitungan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman berupa kemantapan perasaan jiwa yang
timbul sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami
d. Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan
individu tersebut di wujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak
bertentangan dengan moral

21
e. Hubungan sosial yang dapat di ketahui melalui hubungan seseorang dengan orang
lain dalam pergaulan di tengah masyarakat.

2). ResponMaladaptif

a. kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh di pertahankan walaupun


tidak di yakini oleh orang lain da bertentangan dengan kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan gangguan yang timbul dengan persepsi yang salah
terhadap rangsangan
c. Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidakmampuan untuk mengalami
kesenangan, kebahagiaan, keakraban, dan kedekatan.
d. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu karena orang
lain menyatakan sikap yang negative dan mengancam.
g. Akibat
Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan dan
lingkungan. Ini diakibatkan karena klien berada dibawah halusinasinya yang meminta
dia untuk melakukan sesuatu hal diluar kesadarannya. (Iskandar 2012)
h. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Mencederai

Gangguan Perubahan persepsi sensori: Halusinasi Core Problem

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

(Sumber Yosep, 2011)


i. Masalah Keperawatan
a. Perubahan persepsi sensori: Halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
Tujuan Umum: Pasien dapat Mengontrol halusinasi yang dialaminya.
Tujuan Khusus:
1. Pasien dapat membina hubungan saling percaya

22
2. Pasien dapat mengetahui halusinasinya
3. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
4. Pasien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5. Pasien dapat menggunakan obat dengan benar (Iskandar dkk, 2012).

j. Rencana Tindakan Keperawatan


Perubahan persepsi sensori: Halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
 TUK 1
Kriteria Hasil: Pasien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi:
1. Sapa Pasien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan nama perawat
3. Tanya nama lengkap dan panggilan pasien
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
6. Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
 TUK 2
Kriteria Hasil: Pasien dapat mengenalinya halusinasinya
Intervensi:
1. Adanya kontak sering dan singkat secara bertahap
2. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya
3. Bantu klien mengenali halusinasinya
4. Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan halusinasinya,
waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi
5. Tanyakan kepada klien apa yang dirasakan saat halusinasi ( Marah,
sedih, atau senang)
 TUK 3
Kriteria Hasil: Pasien dapt mengontrol halusinasinya
Intervensi:

23
1. Identifikasi bersama klien cara tindakn yang dilakukan jika terjadi
halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri dll)
2. Diskusikan manfaat cara yang dilakukan klien jika bermanfaat beri
pujian.
3. Diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol halusinasi
4. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara
bertahap.
 TUK 4
Kriteria Hasil: Pasien dapat dukungan dari keluarga dalm
mengontrolhalusinasinya
Intervensi :
1. Anjurkan klien untuk memberi tahu keluarga jika mengalami
halusinasi
2. Diskusikan dengan keluarga pada saat kunjungan rumah
 TUK 5
Kriteria Hasil: Pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis,frekuensi dan
manfaat obat
2. Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan
merasakanmanfaatnya
3. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping obat yang dirasakan

4. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi

5. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip benar (Iskandar dkk


2012).

24
BAB III

GAMBARAN KASUS
3.1 PENGKAJIAN

Klien berinisial An. L (12 tahun) duduk di bangku sekolah dasar kelas enam. Klien di
bawa oleh ibu dan kakaknya ke RS MM pada tanggal 21 Maret 2019, dengan keluhan pasien
sering di ajak ngobrol tetapi pembicaraannya sudah tidak nyambung (inkoheren) dan sering
tertawa sendiri. Klien sebelumnya belum pernah mengalami gangguan jiwa. pengkajian pasien
mengatakan ia tidak pernah mendapat aniaya fisik,aniaya seksual dan tindakan kriminal. Hanya
saja pasien mengatakan dia sering di bully sama beberapa teman sekolahnya karena ibunya
berjualan cilok di depan sekolahnya. Ia juga sering di hina karena bapaknya supir angkot.
Beberapa teman sekolahnya sering menghina dia karena dia miskin. Ia di hina sejak duduk di
kelas 5 SD. Pasien juga mengungkapkan bahwa keluarganya selalu baik dan tidak pernah
melakukan tindakan kekerasan terhadap dirinya. Pasien mengatakan orang yang sangat berarti di
dalam hidupnya adalah kedua orang tuanya. Pasien mengatakan ia sangat menyayangi kedua
orang tuanya.
Saat klien di rumah sakit klien tampak memukul dan menarik rambut pasien lainnya yang
satu ruangan dengan dia. Klien mengatakan ia mendengar suara perempuan yang menyuruh dia
untuk memukul orang lain, kata suara itu “pukul dia! Pukul dia!”. Klien tampak menghayal dan
merenung, bingung, mondar-mandir, terkadang mengepalkan tangannya. Selain itu juga klien
mengatakan ingin menyendiri, malu bergaul dengan teman-temannya karena sering diejek, dan
tidak suka berbincang dengan teman di sekitarnya.

3.2 MASALAH KEPERAWATAN

Ada tiga masalah keperawatan yang muncul pada An.L, yaitu yang pertama Gangguan
Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran yang ditandai dengan pasien mengatakan sering
mendengar suara-suara yang menyuruhnya untuk memukul, pasien suka menyendiri, pasien
merenung, pasien tampak menghayal, pasien tampak bingung, dan pasien tampak mondar-mandi.
Masalah keperawatan yang kedua yaitu, Resiko Perilaku Kekerasan yang ditandai dengan pasien
mengatakan di bully teman-temannya karena ibunya menjual dagangan dengan daging haram,
pasien mengatakan merasa malu dengan keadaan orangtuanya sebagai penjual cilok yang sering
dihina teman sekolahnya. Dan masalah keperawatan yang ketiga yaitu Harga Diri Rendah yang

25
ditandai dengan pasien mengatakan malu bergaul dengan teman-temannya karena sering di ejek,
pasien mengatakan malu bergaul dengan teman-temannya karena sering di ejek, pasien
mengatakan tidak suka untuk berbincang dengan teman-teman di sekitarnya, pasien tampak
menyendiri, pasien tidak bergabung dengan pasien lainnya, dan pasien tampak tertutup.

3.3 POHON MASALAH

Riwayat Perilaku Kekerasan (Effect)

Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran (Core Problem)

Harga Diri Rendah (Cause)

Diagnosis Keperawatan:

1. Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran


2. Perilaku Kekerasan
3. Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah

26
STRTEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN I
PERILAKU KEKERASAN
Nama : An. L
Hari/Tanggal : Jumat, 22 Maret 2019
Pertemuan :I

1) Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Ds : Klien mengatakan merasa kesal sampai memukul klien yang lain dikarenakan ada suara-
suara yang menuruhnya untuk memukul

Do :

- Mata pasien tampak melotot


- Tangan dikepal
- Suara klien terdengar keras
- Klien tampak memukul klien yang lain

2. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan
3. Tujuan
1) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3) Pasien dapat menyebutkan perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
4) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya
5) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya
6) Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual, sosial,
dan dengan terapi psikofarmaka.

4. Tindakan Keperawatan
- Membina hubungan saling percaya
- Memberi salam setiap berinteraksi
- Memperkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan
- Menanyakan dan memanggil nama kesukaan klien
- Menunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi

27
- Menanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien
- Membuat kontrak interaksi yang jelas
- Mendengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien
- Membantu pasien mengungkapkan perasaan marahnya
- Memotivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau jengkelnya
- Mendengarkan tanpa menyela atau memberi penilaian setiap ungkapan perasaan klien
2) Strategi Komunikasi
ORIENTASI:
“Selamat pagi dek, perkenalkan nama saya suster ..., panggil saya suster N, saya perawat
yang dinas di ruangan ini, Nama adik siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan lis saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah lis”
“Berapa lama lis mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau di ruang
tamu?”
KERJA:
“Apa yang menyebabkan lis marah?, Apakah sebelumnya lis pernah marah? Terus,
penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O..iya, apakah ada penyebab lain
yang membuat lis marah”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti lis stress karena pekerjaan atau masalah
uang(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang lis rasakan?” (tunggu respons
pasien)
“Apakah lis merasakan kesal kemudian dada lis berdebar-debar, mata melotot, rahang
terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang lis lakukan? O..iya, jadi lis marah-marah, membanting pintu dan
memecahkan barang-barang, apakah dengan cara ini stress lis hilang? Iya, tentu tidak.
Apakerugian cara yang lis lakukan? Betul, istri jadi takut barang-barang pecah. Menurut
lis adakah cara lain yang lebih baik? Maukah lis belajar cara mengungkapkan kemarahan
dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”

”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalahlah dengan
cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.”

28
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah lis rasakan maka lis berdiri, lalu tarik
napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui mulut
seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan
tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, lis sudah bisa melakukannya.
Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini lis lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa
marah itu muncul lis sudah terbiasa melakukannya”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan lis setelah berbincang-bincang tentang kemarahan lis?”
”Iya jadi ada 2 penyebab lis marah ........ (sebutkan) dan yang lis rasakan ........ (sebutkan)
dan yang lis lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya ......... (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah lis yang lalu, apa yang lis
lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas dalamnya ya
pak. ‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali sehari lis mau latihan
napas dalam?, jam berapa saja pak?”

”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak, Selamat pagi”

29
STRTEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN II
PERILAKU KEKERASAN
Nama : An. L
Hari/Tanggal : Jumat, 22 Maret 2019
Pertemuan :I

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Ds :
Do :
2. Diagnosa Keperawatan
3. Tujuan
4. Tindakan Keperawatan
a. Evaluasi latihan nafas dalam
b. Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
c. Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
B. Strategi Komunikasi

30
ORIENTASI

“Selamat pagi lis, sesuai dengan janji saya tiga jam yang lalusekarang saya datang lagi”

“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapakmarah?”

“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marahdengan kegiatan fisik
untuk cara yang kedua”

“sesuai janji kita tadi kita akan berbincang-bincang sekitar 20 menitdan tempatnya disini
di ruang tamu,bagaimana bapak setuju?”

KERJA

“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal,berdebar-debar,
mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukanpukul kasur dan bantal”.

“Sekarang mari kita latihanmemukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau
nanti bapak kesaldan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan
tersebut denganmemukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan, pukul kasur dan
bantal.Ya, bagus sekali bapak melakukannya”.

“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”

“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaanmarah. Kemudian
jangan lupa merapikan tempat tidurnya

TERMINASI

“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marahtadi?”

“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkanlagi?Bagus!”

“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-haribapak. Pukul kasur bantal mau
jam berapa? Bagaimana kalau setiap banguntidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi.dan jam jam
15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktugunakan kedua cara tadi ya
pak.Sekarang kitabuat jadwalnya ya pak, mau berapa kali sehari bapak latihan memukul
kasurdan bantal serta tarik nafas dalam ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar bicara
yang baik. Mau jam berapa Lis? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa&istirahaty pak”

31
STRTEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN III
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI ; HALUSINASI
Nama : An. L
Hari/Tanggal : Sabtu, 23 Maret 2019
Pertemuan :I

A. Proses Keperawatan
1) Kondisi

Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mendekatkan telinga
kea rah tertentu, dan menutup telinga. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang
menyuruhnya untuk memukul seseorang

B. Diagnosis Keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
C. Tujuan

a.Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan criteria sebagai berikut.
1) Ekspresi wajah bersahabat
2) Menunjukkkan rasa senang
3) Klien bersedia diajak berjabat tangan
4) Klien bersedia menyebutkan nama
5) Ada kontak mata
6) Klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat
7) Klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapinya.
b. Membantu klien mengenal halusinasinya
c. Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan menghardik halusinasi
D.Intervensi Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Beri perhatian kepada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar klien.
b. Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi halusinasi,
frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi
c. Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Tahapan tindakan
yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut.

32
1) Jelaskan cara menghardik halusinasi
2) Peragakan cara menghardik halusinasi
3) Minta klien memperagakan ulang
4) Pantau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku klien yang
sesuai
5) Masukkan dalam jadwal kegiatan klien

E. Strategi Pelaksanaan

1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, mau kenalan gak sama saya? Nama Saya suster Febry, boleh
panggil Saya suster eby. Saya asal dari manado, Saya di sini bertugas dari pukul
07.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB siang. Kalau boleh Saya tahu nama
kamu siapa dan senang dipanggil dengan sebutan apa?”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan L hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada keluhan
tidak?”
c. Kontrak
1) Topik
“Apakah L tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut L sebaiknya
kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara dan sesuatu
yang selama ini L dengar tetapi tidak tampak wujudnya?”
2) Waktu
“Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? L maunya berapa menit?
Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?”
3) Tempat
“Di mana kita akan bincang-bincang ???
Bagaimana kalau di ruang tamu???

2. Kerja
“Apakah L mendengar suara tanpa ada wujudnya?”
“Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah L melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau mahluk?”
“Apakah terus-menerus terdengar, atau hanya sewaktu-waktu saja?”
“Kapan paling sering L mendengar suara tersebut?”
“Berapa kali sehari L mengalaminya?”
“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang L rasakan pada saat melihat sesuatu?”
“Apa yang L lakukan saat melihat sesuatu?”

33
“Apa yang L lakukan saat mendengar suara tersebut?”
“Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?”
“Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau bayangan agar
tidak muncul?”
“L ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.”
“Pertama, dengan menghardik suara tersebut.”
“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”
“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”
“Keempat, minum obat dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.”
“Caranya seperti ini:
1) Saat suara-suara itu muncul, langsung L bilang dalam hati, “Pergi Saya tidak
mau dengar … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-
ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba L peragakan! Nah
begitu………….. bagus! Coba lagi! Ya bagus L sudah bisa.”
3. Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan L dengan obrolan kita tadi tentang cara mengontrol
halusinasi yaitu dengan menghardik? L merasa senang tidak dengan latihan tadi?”
b. Evaluasi objektif
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba L simpulkan pembicaraan
kita tadi.”
“Coba sebutkan cara untuk mencegah suara itu agar tidak muncul lagi.”
c. Rencana tindak lanjut
“Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan L coba cara tersebut! Bagaimana
kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?”
d. Kontrak yang akan datang
1) Topik
“L, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya berbicara dengan
orang lain saat bayangan dan suara-suara itu muncul?”
2) Waktu
“Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30 WIB, bisa?”
3) Tempat
“Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya? Sampai
jumpa besok.
Selamat siang….

34
STRTEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN IV
GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI
Nama : An. L
Hari/Tanggal : Senin, 24 Maret 2019
Pertemuan :I
A. Tujuan
Ajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.

B. Intervensi Keperawatan
Diskusikan dengan klien cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang
lain.

C. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


a. Fase Orientasi :
 Salam terapeutik : ” Selamat pagi, L? Bagaimana kabarnya hari ini? L masih ingat
dong dengan saya? L sudah mandi belum? Apakah L sudah makan?
 Evaluasi validasi : ”bagaimana perasaan L hari ini? Kemarin kita sudah berdiskusi
tentang halusinasi, apakah L bisa menjelaskan kepada saya tentang isi suara-suara
yang L dengar dan apakah L bisa mempraktekkan cara mengontrol halusinasi yang
pertama yaitu dengan menghardik?”
 Kontrak :
Topik :
”sesuai dengan kontrak kita kemarin, kita akan berbincang-bincang di ruang tamu
mengenai cara-cara mengontrol suara yang sering L dengar dulu agar suara itu tidak
muncul lagi dengan cara yang kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain.
Waktu :
Berapa lama kita akan bincang-bincang, bagaimana kalau 10 menit saja, bagaimana L
setuju?”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut L cocok untuk kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau di ruang tamu? L setuju?”

b. Fase kerja
 ”kalau L mendengar suara yang kata L kemarin mengganggu dan membuat L jengkel.
Apa yang L lakukan pada saat itu? Apa yang telah saya ajarkan kemarin apakah
sudah dilakukan?”
 ”cara yang kedua adalah L langsung pergi ke perawat atau ke teman-teman L yang
ada disini. Katakan pada mereka bahwa L mendengar suara. Nanti ajak mereka untuk
mengobrol sehingga suara itu hilang dengan sendirinya.

35
c. Fase terminasi
 Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama. Saya
senang sekali L mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana perasaan L
setelah kita berbincang-bincang?”
 Evaluasi obyektif : ”jadi seperti yang L katakan tadi, cara yang L pilih untuk
mengontrol halusinasinya adalah bercakap-cakap dengan orang lain”
 Tindak lanjut : ”nanti kalau suara itu terdengar lagi, L terus praktekkan cara yang
telah saya ajarkan agar suara tersebut tidak menguasai pikiran L.”
 Kontrak yang akan datang :
Topik :
”bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang cara mengontrol
halusinasi dengan cara yang ketiga yaitu menyibukkan diri dengan kegiatan yang
bermanfaat.”
waktu :
”jam berapa L bisa? Bagaimana kalau besok jam 09:30 WIB? L setuju?”
tempat :
”besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Termakasih L sudah
berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”

36
STRTEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN V
GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI
Nama : An. L
Hari/Tanggal :
Pertemuan :

A. Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan masih mendengar suara-suara yang tidak jelas
B. Diagnosa Keperawatan : halusinasi
C. Tujuan
Agar klien dapat memahami tentang cara mengontrol halusinasi dengan melakukan
aktifitas / kegiatan harian.
D. Intervensi Keperawatan
Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktifitas harian klien.
E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi :
 Salam terapeutik : ” Selamat pagi, L? Masih ingat saya ?
 Evaluasi validasi : ”L tampak segar hari ini. Bagaimana perasaannya hari ini ?
sudah siap kita berbincang bincang ? masih ingat dengan kesepakatan kita
kemarin, apa itu ? apakah L masih mendengar suara- suara yang kita bicarakan
kemarin ?
 Kontrak
Topik :
”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang tentang
suara- suara yang sering L dengar agar bisa dikendalikan engan cara
melakukan aktifitas / kegiatan harian.”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau di ruang tamu? L setuju?”
Waktu :
”kita nanti akan berbincang kurang lebih 10 menit, bagaimana L setuju?”
2. Fase Kerja
 ”cara mengontrol halusinasi ada beberapa cara, kita sudah berdiskusi
tentang cara pertama dan kedua, cara lain dalam mengontrol halusinasi yaitu
cara ketiga adalah L menyibukkan diri dengan berbagi kegiatan yang
bermanfaat. Jangan biarkan waktu luang untuk melamun saja.”

37
 ”jika L mulai mendengar suara-suara, segera menyibukkan diri dengan
kegiatan seperti menyapa, melakukan hal yang L sukai yaitu menggambar,
atau menyibukkan diri dengan kegiatan lain.”
D. Fase Terminasi
 Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama, saya
senang sekali L mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana perasaan L
setelah berbincang-bincang?”
 Evaluasi obyektif : ”coba L jelaskan lagi cara mengontrol halusinasi yang
ketiga?
 Tindak lanjut : ”tolong nanti L praktekkan cara mengontrol halusinasi seperti
yang sudah diajarkan tadi?

 Kontrak yang akan datang


Topik:
”bagaimana L kalau kita berbincang-bincang lagi tentang cara mengontrol
halusinasi dengan cara yang keempat yaitu dengan patuh obat.”
Waktu :
”jam berapa L bisa? Bagaimana kalau jam 08.00? L setuju?”
Tempat :
”Besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Terimakasih L sudah
mau berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”

38
STRTEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN V
GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI
Nama : An. L
Hari/Tanggal :
Pertemuan :

A. Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan mendengar suara-suara yang tidak jelas
B. Diagnosa Keperawatan : halusinasi
C. Tujuan: Agar klien dapat mengontrol halusinasi dengan patuh obat.
D. Intervensi Keperawatan
Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh obat yaitu penggunaan obat
secara teratur (jenis, dosis, waktu, manfaat, dan efek samping)
E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
F. Fase Orientasi :
 Salam terapeutik : ” Selamat pagi, L? Masih ingat saya ???
 Evaluasi validasi : ”L tampak segar hari ini. Bagaimana perasaannya hari ini ? sudah
siap kita berbincang bincang ? masih ingat dengan kesepakatan kita tadi, apa itu ?
apakah L masih mendengar suara- suara yang kita bicarakan kemarin.
 Kontrak
Topik :
”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang tentang obat-
obatgan yang L minum.”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut L cocok untuk kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalu di ruang tamu? mas setuju?”
Waktu :
”kita nanti akan berbincang kurang lebih 10 menit, bagaimana L setuju?”
2. Fase Kerja
”ini obat yang harus diminum oleh L setiap hari. Obat yang warnanya....ini
namanya....dosisnya.....mg dan yang warna.....dosisnya.....mg. kedua obat ini
diminum....sehari siang dan malam, kalau yang warna...minumnya....kali sehari. Obat yang
warnanya....ini berfungsi untuk mengendalikan suara yang sering L dengar sedangkan yang
warnanya putih agar L tidak merasa gelisah. Kedua obat ini mempunyai efek samping
diantaranya mulut kering, mual, mengantuk, ingin meludah terus, kencing tidak lancar.
Sudah jelas L? Tolong nanati L sampaikan ke dokter apa yang L rasakan setelah minum obat
ini. Obat ini harus diminum terus, mungkin berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Kemudian L jangan berhenti minum obat tanpa sepengetahuan dokter, gejala seperti yang L

39
alami sekarang akan muncul lagi, jadi ada lima hal yang harus diperhatikan oleh L pada saat
minum obat yaitu benar obat, benar dosis, benar cara, benar waktu dan benar frekuensi.
Ingat ya L..?!!”
3. Fase Terminasi
 Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama, saya senag
sekali L mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana perasaan L setelah
berbincang-bincang?”
 Evaluasi obyektif : ”coba L jelaskan lagi obat apa yang diminum tadi? Kemudian
berapa dosisnya?
 Tindak lanjut : ”tolong nanti L minta obat ke perawat kalau saatnya minum obat.”
 Kontrak yang akan datang
Topik:
”bagaimana L kalau kita akan mengikuti kegiatan TAK (Terapi Aktifitas Kelompok)
yaitu menggambar sambil mendengarkan musik.”
Waktu :
”jam berapa L bisa? Bagaimana kalau jam .....? L setuju?”
Tempat :
”Besok kita akan melakukan kegiatan di ruang makan. Terimakasih L sudah mau
berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”

40
STRTEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
HARGA DIRI RENDAH
Nama : An. L
Hari/Tanggal : Senin, 25 Maret 2019
Pertemuan :

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS :
- Pasien mengatakan kalau ibunya menjual cilok disekolahnya.
- Pasien mengatakan teman-teman sekolahnya sering mengejek kalau ibunya
tukang jual cilok
DO: Pasien tampak menunduk kepalanya saat berbicara

Tindakan: SP 1
1. Bina hubungan saling percaya dengan
mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik :
√ Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
√ Perkenalkan diri dengan sopan
√ Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang
disukai klien
√ Jelaskan tujuan pertemuan
√ Jujur dan menepati janji
√ Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa
adanya
√ Beri perhatian kepada dan perhatikan kebutuhan
dasar klien
2. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien dan buat daftarnya
jika klien tidak mampu mengidentifikasi maka dimulai oleh perawat untuk
memberi pujian pada aspek positif yang dimiliki klien
3. Setiap bertemu klien hindarkan memberi penilaian negative

41
4. Utamakan memberi pujian yang realistis

SP-1 Pasien: Harga Diri Rendah Pertemuan Ke-1: Mendiskusikankemampuan


dan aspek positif yang dimiliki pasien, membantu pasien menilai kemampuan
yang masih dapat digunakan, membantu pasien
memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih, melatih kemampuan yang
sudah dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih
dalam rencana harian.
A. Orientasi

“Selamat pagi, Perkenalkan saya perawat Andreas. Saya Mahasiswa


Keperawatan De La Salle. Saya yang akan merawat Listiani dari jam 8 pagi
sampai jam 3 sore nanti ya”

“Bagaimana keadaan Listiani hari ini? Listiani terlihat segar pagi ini“

”Bagaimana, kalau kita berbincang-bincang tentang kemampuan dan kegiatan


yang pernah Listiani lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang
masih dapat Listiani lakukan di rumah sakit. Setelah kita nilai, kita akan pilih
satu kegiatan untuk kita latih. Bagaimana menurut Listiani, apakah
Listianisetuju ?”

”Dimana kita akan berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu saja


? Berapa lama kira-kira kita akan ngobrol ? Bagaimana kalau 20 menit?
Apakah Listianisetuju ?

B. Kerja

“Apa saja kemampuan yang Listiani miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat
daftarnya ya. Apa lagi kegiatan yang Listiani lakukan di rumah ? Bagaimana
dengan merapihkan kamar? Menyapu ? Mencuci piring? Wah, bagus sekali.
Cukup banyak kemampuan dan kegiatan yang Listiani miliki “.

”Listiani, dari beberapa kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih


dapat dikerjakan di rumah sakit? Coba kita lihat dari beberapa

42
kegiatan/kemampuan yang Listi miliki, ada berapa yang masih dikerjakan di
rumah sakit. Wah.. bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih bisa dikerjakan di
rumah sakit ini”

”Sekarang, coba Listi pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di
rumah sakit ini”.

” Ok, jadi Listi memilih merapihkan tempat tidur? Kalau begitu, bagaimana
kalau sekarang kita latihan merapihkan tempat tidurnya Listi? Mari kita lihat
tempat tidur Listi. Coba lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya?”

“Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu
bantal dan selimutnya. Bagus sekali Listi. Sekarang kita angkat spreinya dan
kasurnya kita balik. Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari
arah atas, ya bagus,, Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah
pinggir masukkan. Sekarang ambil bantal, rapihkan dan letakkan di sebelah
atas/kepala. Mari kita lipat selimut, nah letakkan sebelah bawah/kaki. Bagus,
Listi bisa melakukannya” Listi memang hebat…

” Nah sekarang Listi sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali.
Coba perhatikan, bedakan dengan sebelum dirapikan. Baguskan ? ”

“ CobaListi lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri) kalau Listi
lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan untuk melakukan dan
T (tidak) tidak melakukan”

C. Terminasi

“Bagaimana perasaan Listi setelah berbincang-bincang dan latihan


merapihkan tempat tidur? Iya benar..Listi ternyata banyak memiliki
kemampuan yang dapat dilakukan di rumah sakit ini. Salah satunya,
merapihkan tempat tidur yang sudah Listipraktekkan dengan baik sekali. Nah,
kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah setelah pulang ya.”

43
”Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. Listi mau berapa kali
sehari merapihkan tempat tidur? Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ?
Lalu sehabis istirahat jam berapa?”

”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Listi masih ingat
kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah sakit selain merapihkan
tempat tidur? Ya bagus, cuci piring. Kalau begitu kita akan latihan mencuci
piring besok jam 8 pagi di dapur ruangan ini sehabis makan pagi selama 20
menit, menurut Listi bagaimana? Oke Listi hari cukup sampai disini dulu,
Sampai jumpa ya”

44
STRTEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
HARGA DIRI RENDAH SP-2 PASIEN

Nama : An. L
Hari/Tanggal : Selasa, 26 Maret 2019
Pertemuan :

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien

DS : - Pasien mengatakan kalau ibunya menjual cilok disekolahnya.

- Pasien mengatakan teman-teman sekolahnya sering mengejek kalau ibunya tukang


jual cilok

DO: - Pasien tampak menunduk kepalanya saat berbicara

Tindakan: SP 2

1. Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai

dengan kemampuan klien.

√ Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih

dapat dilaksanakan selama sakit.

√ Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan

pelaksanaannya

√ Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat

dilakukan setiap hari sesuai kemampuan :

(√) kegiatan mandiri

√ Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.

√ Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh

klien lakukan.

√ Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan

yang telah direncanakan.

45
√ Beri pujian atas keberhasilan klien.

SP-2 Pasien: Harga Diri Rendah Pertemuan Ke-2: Melatih pasien melakukan
kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan pasien.
A. Orientasi

“Selamat pagi, Listi masih ingat dengan saya? Iya benar sekali, saya perawat
Andreas yang akan merawat Listi dari jam 8 sampai jam 3 sore nanti ya”

“Bagaimana perasaan Listi pagi ini? Wah, tampak cerah”

”BagaimanaListi, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin/ Tadi


pagi? Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi, sekarang kita
akan latihan kemampuan kedua ya ?. Masih ingat apa kegiatan itu Listi?”

”Ya benar, kita akan latihan mencuci piring di dapur ruangan ini, Waktunya
sekitar 20 menit. Bagaimana menurut Listi?”

B. Kerja:

“Listi, sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya,
yaitu sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci
piring dan air untuk membilas. Listi bisa menggunakan air yang mengalir dari
kran ini ya? Oh ya jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang
sisa-makanan”

“Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”

“Setelah semua perlengkapan tersedia, Listi ambil satu piring kotor lalu buang
dulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah. Kemudian
Listi bersihkan piring tersebut dengan menggunakan sabut/tapes yang sudah
diberikan sabun pencuci piring. Setelah selesai disabuni, bilas dengan air
bersih sampai tidak ada busa sabun sedikit pun di piring tersebut. Setelah
itu Listi bisa mengeringkan piring yang sudah bersih tadi di rak yang sudah
tersedia di dapur. Nah selesai sekarang”

“Sekarang coba Listipraktekkan kembali seperti yang saya contohkan tadi”

46
“Bagus sekali, Listi dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang
dilap tangannya ”

C. Terminasi :

”Bagaimana perasaan Listi setelah latihan cuci piring?”

“Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan


sehari-hari Listi? Mau berapa kali Listi mencuci piring? Bagus sekali Listi
mencuci piring tiga kali setelah makan. “ CobaListi lakukan dan jangan lupa
memberi tanda M (mandiri) kalau Listi lakukan tanpa disuruh, tulis B
(bantuan) jika diingatkan untuk melakukan dan T (tidak) tidak melakukan”

”Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan


tempat tidur dan cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita
akan latihan mengepel. Mau jam berapa kita melakukan latihan mengepel
nya? Oke baik besok jam 9 pagi ya setelah Listi selesai merapikan tempat
tidur dan mencuci piring. Dimana kita akan melakukan latihannya ? Oke baik,
kita mulai dari ruangan ini saja ya. Kalau begitu saya permisi dulu ya, Sampai
jumpa”

47
BAB V

PEMBAHASAN

Setelah melakukan asuhan keperawatan jiwa pada An. L dengan halusinasi pendengaran
di ruang Kresna Wanita (PHCU) RSMM Bogor, penyusun berusaha menerapkan asuhan
keperawatan jiwa secara berkesinambungan dan komprehensif yaitu pengkajian, perencanaan,
implementasi dan evaluasi. Penyusun melakukan interaksi mulai dari tanggal 22 – 27 Maret
2019, dan menemukan kesenjangan teori dan praktek dalam proses keperawatan yang telah
dilaksanakan.

A. Pengkajian
Pada faktor predisposisi dalam teori terdiri dari empat bagian, yaitu faktor sosialkultural
dimana seseorang merasa tidak diterima dilingkungan sejak bayi akan membekas
diingatannya sampai dewasa. Yang kedua faktor biokimia yaitu adanya stress yang berlebihan
yang dialami oleh seseorang, maka didalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang akan
bersifat halusinogenik sehingga menjadi ketidakseimbangan asetilkolin dan dopamine. Ketiga
faktor psikologis, yaitu tipe kepribadian yang lemah tidak bertanggung jawab akan mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adaptif. Dan yang terakhir, pola genetik dan pola asuh,
hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini. Sedangkan dalam kasus kelolaan kelompok, ditemukan faktor
predisposisinya yaitu pasien mengalami penolakan didalam lingkungan sekolahnya, pasien
juga sering dibully oleh beberapa teman sekolahnya karena pekerjaan kedua orang tuanya dan
keluarga kurang disegi ekonomi, sehingga klien mengalami depresi karena memendamnya
sendiri. Berdasarkan teori dan kasus yang telah dipaparkan, didapati beberapa kesamaan yaitu
pada kasus menjelaskan faktor predisposisinya yaitu karena faktor sosialkultural dan faktor
biokimia yang juga terdapat dalam teori. Namun pada kasus tidak terdapat faktor pola genetik
dan pola asuh, karena disangkal pasien.
Kesenjangan antara teori dengan kasus terdapat pada faktor sosialkultural yang
menjelaskan bahwa seseorang tersebut mengalami penolakan sejak bayi. namun dalam kasus
kelolaan kelompok, pasien mengalami penolakan pada usia sekolah (10 tahun, kelas 5). Selain
itu juga kesenjangannya terdapat pada faktor psikologis, yang mana dalam teori menjelaskan

48
bahwa pasien memiliki tipe kepribadian yang lemah tidak bertanggung jawab akan mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adaptif. Namun pada kasus, pasien tidak menggunakan
zat adaptif tetapi terjerumus dalam pemikiran dimana ia membuat dunianya sendiri yang oleh
karena itu menyebabkan ia berhalusinasi.

B. Diagnosa Keperawatan
Dalam teori terdapat empat masalah keperawatan yang muncul yaitu halusinasi, resiko
perilaku kekerasan, isolasi sosial dan harga diri rendah. Sedangkan dari hasil pengumpulan
data, yang telah didapat pada saat pengkajian, penyusun mengelompokkan data dan
menganalisis masalah yang timbul pada klien. Terdapat beberapa masalah keperawatan yang
muncul, yaitu Halusinasi, Resiko Perilaku Kekerasan dan Harga diri rendah. Dengan
demikian dari empat masalah keperawatan yang terdapat dalam teori, hanya tiga yang
ditemukan dalam kasus kelolaan kelompok, karena masalah keperawatan isolasi sosial tidak
muncul pada pasien yang kelompok kelola.

C. Perencanaan
Kelompok menulis dan menyusun perencanaan seluruh diagnosa keperawatan yang
muncul sesuai standart proses keperawatan jiwa. Penyusun tidak menemukan kesulitan karena
buku sumber yang tersedia sesuai dengan kasus yang dikelola secara teori, dikatakan bahwa
rencana tindakan keperawatan terdiri dari 3 aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan
rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum dapat berfokus pada penyelesaian
permasalahandandiagnosa tertentu. Tujuan umum dapat dicapai apabila sekumpulan tujuan
khusus telah tercapai. Tujuan khusus yang berfokus pada penyelesaian etiologi dari diagnosa
tertentu. Dalam menyusun rencana tindakan keperawatan dalam tinjauan kasus dan kelompok
menyesuaikan dengan rencana tindakan kepada konsep dasar, sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang ditemukan pada An. L. perencanaan yang terdapat di teori dan perencanaan
yang terdapat di An.L tidak terdapat kesenjangan.

49
D. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan asuhan keperawatan dengan menggunakan
komunikasi terapeutik yang diikuti fase interaksi, fase orientasi, fase kerjadan fase terminasi.
Pada fase orientasi dilaksanakan dengan memberi salam terapeutik, memperkenalkan diri,
atau mengingat kembali nama perawat, mengevaluasi dan memvalidasi berdasarkan keadaan
saat itu, membuat kontrak waktu, kontrak tempat serta menemukan topik yang akan
dibicarakan kemudian. Pada fase kerja, kelompok melakukan komunikasi yang mengarah
pada tujuan yang akan dicapai.Pada fase terminasi, kelompok mengevaluasi kembali keadaan
klien baik subjektif maupun objektif, menentukan rencana tindak lanjut, merencanakan
kontrak waktu, tempat dan topik pada pertemuan selanjutnya. Semuanya dilaksanakan pada
setiap tahapan Strategi Pelaksanaan (SP), hambatan pada setiap implementasi ini adalah
adanya keterbatasan waktu yang dimiliki oleh kelompok,sehingga kelompok tidak dapat
melakukan implementasi dan memperhatikan perkembangan klien selama 24 jam dan yang
menjadi hambatan lain adalah keadaan klien. Pada hari yang pertama, respon verbal klien
masih tidak jelas (inkoheren), dan klien melakukan tindakan kekerasan sehingga klien di
fiksasi oleh perawat.

E. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui sejauh manakeberhasilan yang dicapai setelah
melaksanakan implementasi yang dilakukan dengan baik. Secara somatif (dilakukan dengan
membandingkan respon klien dengan tujuan yang dilakukan) atau pun formatif (dilakukan
setelah selesai melakukan tindakan keperawatan). Tetapi tidak semua rencana keperawatan
dapat terlaksana atau tercapai sesuai dengan harapan kelompok. Kelompok juga
menggunakan teknik SOAP dalam mengevaluasi klien setiap harinya. Dengan demikian
tidak ditemukan perbedaan dalam tahap evaluasi ini dengan teori yang ada.
Untuk diagnosa prioritas yaitu halusinasi, kelompok sudah melakukan SP1 sampai SP4
dan evaluasi dari klien sudah dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat, klien
berbicara dengan pasien-pasien lainnya, serta klien juga memasukan lebih banyak kegiatan
harian.
Pada diagnosa kedua yaitu harga diri rendah. Kelompok sudah melakukan SP1 dan SP2
serta evaluasi somatif dari klien dapat menyebutkan kegiatan yang dapat dilakukan dirumah

50
dan kegiatan yang dapat dilakukan di Rumah Sakit. Sehingga klien dapat melakukan
kegiatan seusai prioritas yang sudah disepakati oleh klien dan kelompok. Kemampuan yang
dilatih yaitu menggambar.
Diagnosa ketiga yaitu resiko perilaku kekerasan. Kelompok memberikan SP1sampai SP5,
yaitu cara mengontrol rasa marah dengan latihan tarik nafas dalam, pukul kasur dan bantal,
latihan verbal (berkomunikasi dengan baik, meminta dengan baik dan menolak degan baik),
secara spiritual, dan patuh minum obat. Evaluasi somatif, klien dapat membina hubungan
saling percaya dengan perawat-perawat, klien dapat mendiskusikan penyebab perilaku
kekerasan, tanda dan gejala perilaku kekerasan, mendiskusikan akibat dari perilaku
kekerasan, klien mampu melakukan teknik tarik napas dalam, klien mampu melakukan
teknik mengontrol rasa marah lewat pukul kasur atau bantal, respon verbal klien sudah baik
dari sebelumnya, klien juga sudah mampu mengingat obat,warna obat, dosis obat, dan
kegunaan dari masing-masing obat.

51
BAB VI

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari kasus yang dikelola oleh kelompok, yaitu pasien dengan masalah
keperawatan yang muncul diantaranya adalah halusinasi, harga diri rendah, dan resiko
perilaku kekerasan. Dimana pada klien kelolaan kelmpok, klien memiliki masalah
keperawatan utama yaitu halusinasi dimana timbul tanda dan gejala sama seperti
dengan teori yang ada, yaitu klien sering mendengar bisikan suara yang menyuruhnya
untuk memukul orang, masalah utama ini di sebabkan oleh harga diri rendah, klien
mengalami penolakan disekolah karena status pekerjaan orangtuanya, yang kemudian
mengakibatkan masalah keperawatan resiko perilaku kekerasan (RPK). Dengan
masalah-masalah tersebut, kelompok memberikan tindakan keperawatan sesuai
dengan strategi pelaksanaan pada masing-masing masalah keperawatan.
B. Saran
 Untuk Rumah Sakit
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang dapat diwujudkan melalui
peningkatan ketrampilan dan penambahan jumlah tenaga perawat di ruangan
agar interaksi antara pasien dengan perawat lebih intesif.

 Untuk perawat
Meningkatkan waktu untuk berinteraksi dengan pasien agar supaya perawat
bisa lebih tahu tentang kebutuhan pasien dan dapat peningkatkan proses
pemberian asuhan keperawatan untuk mempercepat penyembuhan pasien.

 Untuk Bidang Pendidikan


Meningkatkan proses pembimbingan praktik di Rumah Sakit agar mahasiswa
lebih terarah dalam proses pengerjaan tugas baik individu maupun kelompok,
dan sebaiknya pembimbing klinik merupakan perawat di ruangan untuk
mempermudah proses bimbingan.

52
DAFTAR PUSTAKA

53
LAMPIRAN
I. PENGKAJIAN

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA


DI UNIT RAWAT INAP RS. Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR

RUANG RAWAT : KRESNA WANITA No. RM : 036691

TANGGAL RAWAT : 21 Maret 2019

I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : An. L (Perempuan) Tanggal Pengkajian : 22 Maret 2019
Umur : 12 Tahun Pendidikan : SD
Status Perkawinan : Belum kawin Jumlah Anak :
Pekerjaan : Siswa Informan : Pasien
Alamat : Kampung Jati Jaya
RT 01, RW 02, Karawang

II. ALASAN MASUK


Pasien di bawa oleh ibu dan kakaknya ke RS Marzoeki Mahdi dengan keluhan pasien sering
di ajak ngobrol tetapi sudah tidak nyambung dan sering tertawa sendiri

III. FAKTOR PREDISPOSISI


1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ? : Tidak
2. Pengobatan Sebelumnya Berhasil Kurang Berhasil Tidak berhasil
3. Aniaya fisik : Tidak pernah terjadi
Aniaya seksual : Tidak pernah terjadi
Penolakan : Pasien mengalami penolakan di lingkungan sekolahnya
Kekerasan dalam keluarga : Pasien mengatakan keluarga nya selalu baik dan tidak
pernah melakukan tindakan kekerasan terhadap dirinya
Tindakan Kriminal : Tidak pernah terjadi
Penjelasan No. 1,2,3 : Pasien mengatakan tidak pernah mengalami gangguan
jiwa/tidak pernah masuk atau di bawa ke rumah sakit
jiwa sebelumnya. Saat pengkajian pasien mengatakan ia
tidak pernah mendapat aniaya fisik,aniaya seksual dan
tindakan kriminal. Hanya saja pasien mengatakan dia
sering di bully sama beberapa teman sekolahnya karena
ibunya berjualan cilok di depan sekolahnya. Ia juga sering
di hina karena bapaknya supirangkot. Beberapa teman
sekolahnya sering menghina dia karena dia miskin. Ia di hina
sejak duduk di kelas 5 SD. Pasien juga mengungkapkan
bahwa keluarganya selalu baik dan tidak pernah
melakukan tindakan kekerasan terhadap
dirinya.

54
Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah (HDR)
Adakah anggota Keluarga yang mengalami gangguan jiwa : Tidak

Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan : Pasien mengalami bullying sejak
ia duduk di kelas 5 SD dan
selalu di pendam sendiri (tidak
pernah di ceritakan kepada
siapapun)
IV. FISIK
1. Tanda Vital : TD : 110/70 mmHg Sb : 360 C
N : 82 x/menit RR : 20 x/menit
2. Ukur : TB : 152 cm BB : 46 Kg
3. Keluhan Fisik : Tidak ada
Jelaskan : Saat di lakukan pengkajian, pasien menjawab pertanyaan yang diberikan
tetapi pasien tidak bisa melakukan kontak mata dengan perawat.
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram :

12

: Perempuan

: Laki-laki

: Cerai / Putus Hubungan

: Meninggal

---------- : Orang yang tinggal serumah

: Pasien

: Orang yang terdekat

12 : Umur pasien

Keterangan : Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya di rumah


2. Konsep diri :
a. Gambaran diri :

55
b. Identitas :
c. Peran : Pasien belum menikah. Pasien masih tinggal serumah bersama
kedua orang tuanya.
d. Ideal diri : Pasien mengatakan ingin pulang kerumah, ingin bersekolah lagi
dan ingin membantu ibunya berjualan
e. Harga diri : Pasien mengatakan sering malu dengan dirinya karena di
sekolahannya ia sering di hina oleh beberapa temannya karena
ibunya seorang penjual cilok di sekolahnya
Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah (HDR)
3. Hubungan Sosial :
a. Orang yang berarti : Pasien mengatakan orang yang sangat berarti di dalam hidupnya
adalah kedua orang tuanya. Pasien mengatakan ia sangat
menyayangi kedua orang tuanya.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat : pasien mengatakan ia sering
mengikuti kegiatan-kegiatan di
masjid. Ia juga sering mengaji
bersama teman-teman yang
berada di sekitar lingkungan
rumahnya.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :

Masalah Keperawatan :

4. Spiritual :
a. Nilai dan Keyakinan : Pasien mengatakan beragama muslim dan taat beribadah.
b. Kegiatan Ibadah : Pasien mengatakan ia sering mengikuti kegiatan di masjid,
selalu mengikuti puasa setiap bulan ramadhan dan selalu
berusaha untuk bisa mengikuti sholat 5 waktu bersama
ibunya.
Masalah Keperawatan :
VI. STATUS MENTAL
1. Penampilan : Tidak rapih
Jelaskan : Penampilan pasien tampak tidak rapih. Pasien tidak mau rambutnya
diikat (dirapikan)
Masalah Keperawatan :
2. Pembicaraan : Lambat
Jelaskan : Pasien menjawab setiap pertanyaan yang diberikan oleh perawat
tetapi pertanyaannya harus di tanyakan berulang-ulang. Suara pasien
juga pelan.
Masalah Keperawatan :
3. Aktivitas Motorik : Lesu, Gelisah
Jelaskan : Pada saat pengkajian dilakukan pasien tampak lesu dalam menjawab
pertanyaan dan juga terlihat gelisah bahkan sering menghayal
(tatapan kosong).
Masalah Keperawatan :
4. Alam Perasaan : Sedih, Ketakutan, Khawatir
Jelaskan : Pasien merasa takut di rawat di ruangan Kresna Wanita dengan

56
pasien-pasien yang lain. Ia juga sedih dan sering menangis
meminta di pulangkan ke rumah karena rindu dengan kedua orang
tuanya. Pasien juga khawatir dengan suara-suara yang selalu
menyuruh-nyuruh dia tetapi wujudnya tak terlihat.
Masalah Keperawatan :
5. Afek : Datar
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
6. Interaksi selama wawancara : Kontak mata kurang
Jelaskan : pada saat di lakukan pengkajian, pasien jarang menatap mata perawat
(tidak ada kontak mata)
7. Persepsi : Halusinasi Pendengaran
Jelaskan : Pasien mengatakan ia sering mendengar suara yang menyuruhnya
memukuli orang lain. Biasanya suara itu datang ketika ia sedang
sedih. Suara yang di dengar adalah suara seorang laki-laki.
8. Isi Pikir :
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
9. Proses Pikir : Blocking
Jelaskan : Pembicaraan kadang terhenti tiba-tiba , pasien sering mengalihkan
pandangan ke tempat lain kemudian kembali lagi memandang
perawat dan bercerita kembali.
10. Tingkat Kesadaran : Bingung
Jelaskan : Pasien tampak bingung ketika menjawab pertanyaan
Masalah Keperawatan :
11. Memori : Tidak terdapat gangguan
Jelaskan : Pasien mampu mengingat dengan baik setiap kejadian yang
terjadi dalam dirinya.
Masalah Keperawatan :
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung : Mudah beralih
Jelaskan : Ketika sedang ngobrol, pandangan pasien sering beralih ke tempat lain
Masalah Keperawatan :
13. Kemampuan Penilaian : Gangguan Ringan
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
14. Daya tilik diri : Tidak ada
Jelaskan : Pasien mengakui dan menyadari bahwa dia di bawa di RSMM karena
sering mendengar suara-suara yang selalu berbisik di telinganya
tetapi wujudnya tidak dapat dilihat.
VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
2. Makan : Bantuan minimal
3. BAB/BAK : Bantuan minimal
Jelaskan : Pasien dapat BAB dan BAK secara mandiri tetapi untuk makan pasien
harus di suapin.
Masalah Keperawatan :
4. Mandi : Bantuan Minimal

57
5. Berpakaian/berhias : Bantuan Minimal
6. Istirahat dan Tidur :
 Tidur siang : Pada saat di rumah, pasien sering tidur siang setelah pulang sekolah
dan setelah selesai mengerjakan PR (pukul 14.00-17.00). Pada saat
di RSMM, pasien sering tidak tidur siang karena merasa takut
dengan lingkungan di sekitarnya.
 Tidur malam : Pada saat di rumah pasien sering tidur setelah selesai menonton
program TV kesukaan sekitar pukul 22.00 WIB dan bangun pada
pukul 04.00 WIB untuk sholat subuh bersama ibunya. Pada saat di
RSMM, pasien tidur pukul 19.00 WIB dan bangun pukul 05.00 WIB
untuk mandi.
7. Penggunaan Obat : Bantuan Minimal
8. Pemeliharaan Kesehatan :
9. Kegiatan di dalam rumah :
 Mempersiapkan makanan : Tidak
 Menjaga kerapihan rumah : Ya
 Mencuci pakaian : Ya
 Pengaturan keuangan : Tidak
10. Kegiatan di luar rumah
 Belanja : Tidak
 Transportasi : Tidak

Jelaskan :

Masalah Keperawatan :

VIII. ASPEK MEDIK


Diagnosa medik : Skizofrenia
Terapi Medik : - Risperidone 2 mg / 12 jam
- Triheksilpenidin (THP) 2 mg / 12 jam
- Serequel XR 400 mg / 24 jam
- Abilify 10 mg / 24 jam

58
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI

Nama Klien : An. L Dx. Medis :


No. CM : Ruangan :Kresna Wanita (PHCU)

Tgl No. Dx.Keperawatan Perencanaan Rasional


Dx Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan TUM :
sensoripersepsi : Klien mampu
Halusinasi mengontrol
Pendengaran halusinasinya secara
mandiri
TUK 1 : 1. Ekspresi wajah bersahabat 1. Bina hubungan saling percaya dengan 1.Hubungan saling percaya
Klien dapat membina menunjukan rasa senang, ada mengungkapkan prinsip komunikasi merupakan dasar untuk
hubungan saling kontak mata. Mau berjabat terapeutik kelancaran hubungan interaksi
percaya tangan, mau menyebutkan  Sapa klien dengan ramah baik verbal selanjutnya
nama, mau menjawab salam, maupun non verbal
klien mau duduk  Perkenalkan diri dengan sopan
berdampingan dengan  Tanyakan nama lengkap klien dan nama
perawat, mau panggilan yang disukai klien
mengungkapkan masalah  Jelaskan tujuan pertemuan
yang dihadapi.  Jujur dan menepati janji
 Tunjukan sikap simpati dan menerima
apa adanya
 Beri perhatian kepada klien dan
perhatikan keadaan klien

59
TUK 2 : 2. Klien dapat menyebutkan Adakan kontak sering dan singkat secara
Klien dapat mengenal waktu, isi, frekuensi dan bertahap
halusinasinya situasi yang menimbulkan Observasi tingkah laku klien terkait
halusinasi dengan halusinasinya, bicara dan tertawa
tanpa stimulus memandang
kekiri/kekanan/kedepan seolah-olah ada
teman bicara
Bantu klien mengenal halusinasinya :
a. Jika menemukan klien yang sedang
halusinasi
 Tanyakan apakah ada suara yang
didengar
 Jika klien menjawab ada, lanjutkan:
apa yang dikatakan
 Katakan bahwa perawat percaya klien
mendengar suara itu, namun perawat
sendiri tidak mendengarnya
 Katakan bahwa klien lain juga ada
yang seperti klien
b. Jika klien tidak sedang berhalusinasi
klarifikasi tentang adanya pengalaman
halusinasi.
Diskusikan dengan klien :
 Situasi yang menimbulkan/tidak
menimbulkan halusinasi
 Waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi

60
2. Klien dapat Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan
mengungkapkan perasaan jika terjadi halusinasi
terhadap halusinasinya (marah/takut/sedih/senang) dan beri
kesempatan untuk mengungkapkan
perasaannya

TUK 3 : 3. Klien dapat menyebutkan 3.1 Identifikasi bersama klien cara/tindakan Merupakan upaya untuk
Klien dapat tindakan yang biasanya yang dilakukan jika terjadi halusinasi memutus siklus halusinasi
mengontrol dilakukan untuk (tidur,marah,menyibukan diri, dll)
halusinasinya mengendalikan 3.2 Diskusikan manfaat dan cara yang
halusinasinya digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian Pujian dapat meningkatkan
3. Klien dapat menyebutkan 3.3 Diskusikan cara baru untuk harga diri klien
cara baru memutus/menontrol timbulnya halusinasi:
3. Klien dapat memilih cara  Katakan : “saya tidak mau Memberi alternative pikiran bagi
mengatasi halusinasi seperti dengar/lihat kamu” (pada saat klien
yang telah didiskusikan halusinasi terjadi)
dengan klien  Menemui orang lain
3. Klien dapat melaksanakan (perawat/teman/anggota keluarga)
cara yang telah dipilih untuk bercakap-cakap atau
untuk mengendalikan mengatakan halusinasi yang
halusinasinya didengar/dilihat
3. Klien dapat mengikuti TAK  Membuat jadwal kegiatan sehari-
hari agar halusinasi tidak sempat
muncul
 Meminta keluarga/teman/perawat
menyapa jika tampak bicara sendiri
3.4 Bantu klien memilih dan melatih cara
memutus halusinasi secara bertahap
3.5 Beri kesempatan untuk melakukan cara
yang dilatih. Evaluasi hasilnya dan beri
pujian jika berhasil
3.6 Anjurkan klien mengukuti TAK, Memotivasi dapat meningkatkan
orientasi realita, stimulasi persepsi keinginan klien untuk memilih

61
salah satu cara pengendalian
halusinasi

Stimulasi persepsi dapat


mengurangi perubahan
interpretasi realita klien

62
TUK 4 : 4. Keluarga dapat membina 4.1 Anjurkan klien untuk memberitahu Untuk mendapatkan bantuan
Klien dapat dukungan hubungan saling percaya keluarga jika mengalami halusinasi keluarga dalam mengontrol
dari keluarga dalam dengan perawat halusinasi
mengontrol 4. Keluarga dapat
halusinasinya menyebutkan pengertian, 4.2 Diskusikan dengan keluarga (pada saat Untuk meningkatkan
tanda dan tindakan untuk keluarga berkunjung/pada saat kunjungan pengetahuan tentang halusinasi
mengendalikan halusinasi rumah)
 Gejala halusinasi yang dialami klien
 Cara yang dapat dilakukan klien
dan keluarga untuk memutuskan
halusinasi
 Cara merawat anggota keluarga
yang hausinasidirumah: beri
kegiatan, jangan biarkan sendiri,
makan bersama, bepergian bersama
 Beri informasi waktu follow up atau
kapan perlu mendapat bantuan
halusinasi tidak terkontrol, dan
resiko mencederai oarag lain

63
TUK 5 : 5. Klien dan keluarga dapat 5.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga Dengan mengetahui efek
Klien dapat menyebutkan manfaat, tentang dosis, efek samping, dan manfaat samping obat klien tahu apa
memanfaatkan obat dosis dan efek samping obat obat yang harus dilakukan setelah
dengan baik 5. Kin dapat demonstrasi 5.2 Anjurkan klien minta sendiri obat pada minum obat
penggunaan obat dengan perawat dan merasakan manfaatnya
benar 5.3 Anjurkan klien bicara dengan dokter Dengan mengetahui prinsip
5. Klien dapat informasi tentang manfaat dan efek samping obat maka kemandirian klien tentang
tentang manfaat dan efek yang dirasakan pengobatan dapat di tingkatkan
samping obat 5.4 Diskusikan akibat berhenti minum obat secara bertahap
5. Klien memahami akibat tanpa konsultasi
berhenti minum obat tanpa 5.5 Bantu klien menggunakan obat dengan
konsultasi prinsip 5 benar
5. Klien dapat menyebutkan
prinsip 5 benar penggunaan
obat

64
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN

Nama Klien : An. L DX Medis :

No CM : Ruangan : Kresna Wanita (PHCU) RSMM

Tgl No. Dx Keperawatan Perencanaan Rasional


Dx Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Resiko Perilaku TUM: klien tidak
Kekerasan menunjukan
resikoperilaku
kekerasan
TUK:
1. Klien dapat 1. Klien menunjukkan tanda- 1. Bina hubungan saling percaya dengan:
membina tanda percaya kepada o Beri salam setiap berinteraksi
hubungan saling perawat: o Perkenalkan nama, nama panggilan
percaya o Wajah cerah, tersenyum perawat dan tujuan perawat
o Mau berkenalan berkenalan
o Ada kontak mata o Tanyakan dan panggil nama
o Bersedia menceritakan kesukaan klien
perasaan o Tunjukkan sikap empati, jujur dan

65
menepati janji setiap kali berinteraksi
o Tanyakan perasaan klien dan
masalah yang dihadapi klien
o Buat kontrak interaksi yang jelas
o Dengarkan dengan penuh perhatian
ungkapan perasaan klien
2. Klien dapat 2. Klien menceritakan 2. Bantu klien mengungkapkan perasaan
mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan marahnya:
penyebab perilaku yang dilakukannya: o Motivasi klien untuk menceritakan
kekerasan yang o Menceritakan penyebab penyebab rasa kesal atau jengkelnya
dilakukannya perasaan jengkel/kesal o Dengarkan tanpa menyela atau
baik dari diri sendiri memberi penilaian setiap ungkapan
maupun lingkungannya perasaan klien

3. Klien dapat 3. Klien menceritakan keadaan 3. Bantu klien mengungkapkan tanda-


mengidentifikasi o Fisik : mata merah, tangan tanda perilaku kekerasan yang
tanda-tanda mengepal, ekspresi dialaminya:
perilaku kekerasan tegang, dan lain-lain. o Motivasi klien menceritakan kondisi
o Emosional : perasaan fisik saat perilaku kekerasan terjadi
marah, jengkel, bicara o Motivasi klien menceritakan kondisi
kasar. emosinya saat terjadi perilaku
o Sosial : bermusuhan kekerasan

66
yang dialami saat terjadi o Motivasi klien menceritakan kondisi
perilaku kekerasan. psikologis saat terjadi perilaku
kekerasan
o Motivasi klien menceritakan kondisi
hubungan dengan orang lainh saat
terjadi perilaku kekerasan
4. Klien dapat 4. Klien menjelaskan: 4. Diskusikan dengan klien perilaku
mengidentifikasi o Jenis-jenis ekspresi kekerasan yang dilakukannya selama
jenis perilaku kemarahan yang selama ini:
kekerasan yang ini telah dilakukannya o Motivasi klien menceritakan jenis-
pernah o Perasaannya saat jenis tindak kekerasan yang selama
dilakukannya melakukan kekerasan ini permah dilakukannya.
o Efektivitas cara yang o Motivasi klien menceritakan perasaan
dipakai dalam klien setelah tindak kekerasan
menyelesaikan masalah tersebut terjadi
o Diskusikan apakah dengan tindak
kekerasan yang dilakukannya
masalah yang dialami teratasi.
5. Klien dapat 5. Klien menjelaskan akibat 5. Diskusikan dengan klien akibat negatif
mengidentifikasi tindak kekerasan yang (kerugian) cara yang dilakukan pada:
akibat perilaku dilakukannya o Diri sendiri
kekerasan o Diri sendiri : luka, dijauhi o Orang lain/keluarga

67
teman, dll o Lingkungan
o Orang lain/keluarga : luka,
tersinggung, ketakutan,
dll
o Lingkungan : barang atau
benda rusak dll
6. Klien dapat 6. Klien : 6. Diskusikan dengan klien:
mengidentifikasi o Menjelaskan cara-cara o Apakah klien mau mempelajari cara
cara konstruktif sehat mengungkapkan baru mengungkapkan marah yang
dalam marah sehat
mengungkapkan o Jelaskan berbagai alternatif pilihan
kemarahan untuk mengungkapkan marah selain
perilaku kekerasan yang diketahui
klien.
o Jelaskan cara-cara sehat untuk
mengungkapkan marah:
 Cara fisik: nafas dalam, pukul
bantal atau kasur, olah raga.
 Verbal: mengungkapkan bahwa
dirinya sedang kesal kepada
orang lain.
 Sosial: latihan asertif dengan

68
orang lain.
 Spiritual: sembahyang/doa, zikir,
meditasi, dsb sesuai keyakinan
agamanya masing-masing
7. Klien dapat 7. Klien memperagakan cara 7. 1. Diskusikan cara yang mungkin dipilih
mendemonstrasikan mengontrol perilaku dan anjurkan klien memilih cara yang
cara mengontrol kekerasan: mungkin untuk mengungkapkan
perilaku kekerasan o Fisik: tarik nafas dalam, kemarahan.
memukul bantal/kasur 7.2. Latih klien memperagakan cara yang
o Verbal: mengungkapkan dipilih:
perasaan kesal/jengkel o Peragakan cara melaksanakan cara
pada orang lain tanpa yang dipilih.
menyakiti o Jelaskan manfaat cara tersebut
o Spiritual: zikir/doa, o Anjurkan klien menirukan peragaan
meditasi sesuai agamanya yang sudah dilakukan.
o Beri penguatan pada klien, perbaiki
cara yang masih belum sempurna
7.3. Anjurkan klien menggunakan cara
yang sudah dilatih saat marah/jengkel
8. Klien menggunakan 8. Klien menjelaskan: 8.1. Jelaskan manfaat menggunakan obat
obat sesuai program o Manfaat minum obat secara teratur dan kerugian jika tidak
yang telah o Kerugian tidak minum menggunakan obat

69
ditetapkan obat 8.2. Jelaskan kepada klien:
o Nama obat o Jenis obat (nama, wanrna dan bentuk
o Bentuk dan warna obat obat)
o Dosis yang diberikan o Dosis yang tepat untuk klien
kepadanya o Waktu pemakaian
o Waktu pemakaian o Cara pemakaian
o Cara pemakaian o Efek yang akan dirasakan klien
o Efek yang dirasakan 8.3. Anjurkan klien:
o menggunakan obat sesuai o Minta dan menggunakan obat tepat
program waktu
o Lapor ke perawat/dokter jika
mengalami efek yang tidak biasa
o Beri pujian terhadap kedisplinan klien
menggunakan obat.

70
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI RENDAH

Nama Klien : An. L DX Medis :

No CM : Ruangan : Kresna Wanita (PHCU) RSMM


No Perencanaan
Tgl Dx Keperawatan
Dx Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Harga diri rendah TUM: Klien dapat
melakukan
aktivitasnya sehari-
hari
TUK:
1. Klien dapat 1. Ekpresi wajah tidak 1. Bina hubungan saling percaya Kepercayaan dari
membina bersahabat, dengan mengungkapkan prinsip klien merupakan
hubungan saling menunjukkan ekspresi komunikasi terapeutik : hal yang mutlak
percaya dengan datar, kontak mata  Sapa klien dengan ramah serta akan
perawat kurang, mau berjabat baik verbal maupun non memudahkan dalam
tangan, mau verbal melakukan
 Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama, mau pendekatan
sopan
menjawab salam, klien  Tanyakan nama lengkap dan keperawatan
mau duduk nama panggilan yang terhadap klien
berdampingan dengan disukai klien
perawat, mau  Jelaskan tujuan pertemuan
mengutarakan masalah  Jujur dan menepati janji
yang dihadapi.  Tunjukan sikap empati dan
menerima klien apa adanya
 Beri perhatian kepada dan
perhatikan kebutuhan dasar
klien

71
2. Klien dapat 2. Klien mengidentifikasi 2.1. Diskusikan kemampuan dan Membantu klien
mengidentifikasi kemampuan dan aspek aspek positif yang dimiliki menemukan aspek
kemampuan dan positif yang dimiliki klien dan buat daftarnya jika positi yang dimiliki
aspek positif o Kemampuan yang klien tidak mampu klien demi
yang dimiliki dimiliki klien mengidentifikasi maka dimulai meningkatkan
o Aspek positif oleh perawat untuk memberi harga diri klien
keluarga
pujian pada aspek positif yang
o Aspek positif
lingkungan yang dimiliki klien
dimiliki klien 2.2. Setiap bertemu klien hindarkan
memberi penilaian negative
2.3. Utamakan memberi pujian yang
realistis

3. Klien dapat 3. Klien menilai 3.1. Diskusikan dengan klien Untuk mengetahui
menilai kemampuan yang dimiliki kemampuan yang masih dapat kemampuan dan
kemampuan yang untuk dilaksanakan dilaksanakan selama sakit. kegiatan apa yang
3.2. Diskusikan kemampuan yang
dimiliki untuk masih dapat
dapat dilanjutkan
dilaksanakan pelaksanaannya dilakukan pasien

4. Klien dapat 4. Klien membuat rencana 4.1. Rencanakan bersama klien Rencana tindakan
(menetapkakan) kegiatan harian aktivitas yang dapat dilakukan diperlukan
merencanakan setiap hari sesuai kemampuan untuk
kegiatan sesuai  kegiatan mandiri memastikan
dengan  kegiatan dengan bantuan agar setiap
kemampuan yang sebagian kegiatan dapat
 kegiatan yang
dimiliki dilakukan dan
membutuhkan bantuan total.
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai mencapai
dengan toleransi kondisi klien. peningkatan

72
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan harga diri
kegiatan yang boleh klien melalui
lakukan. melakukan
kegiatan dan
kemampuanny
a.
5. Klien dapat 5. Klien melakukan 5.1. Beri kesempatan pada klien 5.4.
melakukan kegiatan sesuai kondisi untuk mencoba kegiatan yang
kegiatan sesuai dan kemampuannya. telah direncanakan.
5.2. Beri pujian atas keberhasilan
kondisi dan
klien.
kemampuannya 5.3. Diskusikan kemungkinan
pelaksanaan kegiatan setelah
pulang.
6. Klien dapat 6. Klien memanfaatkan 6.1. Beri pendidikan kesehatan pada
memanfaatkan system pendukung yang keluarga tentang cara merawat
system ada di keluarga. klien dengan harga diri rendah.
pendukung yang 6.2. Bantu keluarga memberikan
ada dukungan selama klien di
rawat.
6.3. Bantu keluarga menyiapkan
lingkungan di rumah.

73
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
Nama Klien : An. L
No. RM :
Ruangan : PHCU Wanita

Hari, tgl, waktu Dx. Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf


22/03/2019 Halusinasi DS : Pasien mengatakan sering mendengar suara- Pkl. 14.00 WIB
Pendengaran suara yang menyuruhnya untuk memukul
S : Klien mengatakan masih mendengar
DO: -Pasien suka menyendiri bisikan gaib “pukul dia”
-pasien merenung
-pasien tampak menghayal O: -klien tampak bingung
-kontak mata kurang
Tindakan: -apatis
-Membina hubungan saling percaya
 Menyapa klien dengan ramah baik verbal maupun A: halusinasi pendengaran
non verbal
 Memperkenalkan diri dengan sopan P: - Bantu klien melatih cara memutuskan
 Menanyakan nama lengkap klien dan nama halusinasi secara bertahap
panggilan yang disukai klien - Evaluasi SP 1
 Menjelaskan tujuan pertemuan - Lanjut SP 2
 Bersikap jujur dan menepati janji
 Menunjukan sikap simpati dan menerima apa
adanya
 Memberi perhatian kepada klien dan
memperhatikan keadaan klien

-Membantu klien mengenal halusinasi klien


 Mendiskusikan pengalaman halusinasi (Situasi

74
yang menimbulkan/tidak menimbulkan
halusinasi, waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi)
-Mendiskusikan dengan klien apa yang dirasakan
-Mengidentifikasi bersama klien tindakan yang
dilakukan saat halusinasi terjadi
-Mendiskusikan cara baru mengontrol timbulnya
halusinasi (Menghardik)
-Membantu klien melatih cara memutuskan
halusinasi secara bertahap

RTL
-Bantu klien melatih cara memutuskan halusinasi
secara bertahap
- Lanjut SP 2

Hari, tgl, waktu Dx. Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf

75
Sabtu, Halusinasi DS : Klien mengatakan masih mendengar suara Pkl. 14.00 WIB
23/03/19 Pendengaran bisikan
S : Klien mengatakan masih mendengar
DO: -ekspresi wajah tenang suara bisikan
-perilaku dapat diarahkan
-kontak mata masih kurang
-klien ingin berjabat tangan O: - ekspresi tampak tenang
- perilaku dapat diarahkan
Tindakan: - ada kontak mata
- Mengevaluasi SP 1 -klien ingin berjabat tangan
-Mendiskusikan dengan klien apa yang dirasakan
-Mendiskusikan cara baru mengontrol timbulnya
halusinasi (bercakap-cakap dengan orang lain) A: halusinasi pendengaran
-Membantu klien melatih cara memutuskan
halusinasi secara bertahap P: - Bantu klien memilih dan melatih cara
-Menganjurkan klien mengikuti TAK memutus halusinasi secara bertahap
- Evaluasi SP 1 & 2
RTL : - Lanjut SP 3
- Bantu klien memilih dan melatih cara memutus
halusinasi secara bertahap

76
Hari, tgl, waktu Dx. Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf
Senin, Halusinasi DS : klien mengatakan makin jarang mendengar Pkl. 14.00 WIB
25/03/19 Pendengaran suara bisikan
S : Klien mengatakan makin jarang
DO: -ekspresi tampak bersahabat mendengar suara bisikan
-ada kontak mata
-perilaku dapat diarahkan O: ekspresi tampak bersahabat
-menunjukkan rasa senang -ada kontak mata
-perilaku dapat diarahkan
Tindakan: -menunjukkan rasa senang
-Mengevaluasi SP 1 & 2
-Membantu klien memilih dan melatih cara memutus A: halusinasi pendengaran
halusinasi secara bertahap (melakukan kegiatan)
-Memberi kesempatan untuk melakukan cara yang P: - Bantu klien melatih cara memutuskan
dilatih. halusinasi secara bertahap
- Mengevaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil - Evaluasi SP 1,2,&3
- Lanjut SP 4
RTL
-Bantu klien melatih cara memutuskan halusinasi
secara bertahap
- Lanjut SP 4

77
Hari, tgl, waktu Dx. Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf
Selasa, Halusinasi DS : Klien mengatakan ingin pulang Pkl. 14.00 WIB
26/03/19 Pendengaran
DO: -ekspresi tampak bersahabat S : Klien mengatakan ingin pulang
-ada kontak mata
-perilaku dapat diarahkan
-menunjukkan rasa senang O: -ekspresi tampak bersahabat
-ingin berjabat tangan -ada kontak mata
-perilaku dapat diarahkan
Tindakan: -menunjukkan rasa senang
-Mengevaluasi SP 1,2, & 3 -ingin berjabat tangan
-Mendiskusikan dengan klien tentang dosis, efek
samping, dan manfaat obat
-Menganjurkan klien minta sendiri obat pada perawat A: halusinasi pendengaran
dan merasakan manfaatnya
-Mendiskusikan akibat berhenti minum obat tanpa P: - Bantu klien melatih cara memutuskan
konsultasi halusinasi secara bertahap
-Membantu klien menggunakan obat dengan prinsip - Evaluasi SP 1,2,3 & 4
5 benar - Lanjut SP 1,2,3, & 4

RTL
-Bantu klien melatih cara memutuskan halusinasi
secara bertahap

78
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN

Nama Klien :An. L


No. RM :
Ruangan :Kresna Wanita (PHCU)

Hari, tgl, waktu Dx. Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf


Risiko Perilaku DS : Pkl.
Kekerasan DO:
S : Klien mengatakan
Tindakan:

O: -

A:

P: - Bantu klien
- Evaluasi SP 1
- Lanjut SP 2

Hari, tgl, waktu Dx. Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf


Risiko Perilaku DS : Pkl.
Kekerasan DO:
S : Klien mengatakan
Tindakan:

O: -

A:

P: - Bantu klien melatih

79
- Evaluasi SP 2
- Lanjut SP 3

80
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN

Nama Klien : An. L


No. RM :
Ruangan :Kresna Wanita (PHCU)

Hari, tgl, waktu Dx. Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf


Harga Diri Rendah DS : - Pasien mengatakan kalau ibunya menjual cilok Hari, Pukul :
disekolahnya.
- Pasien mengatakan teman-teman sekolahnya sering S :Pasien menjawab salam dan mengatakan
mengejek kalau ibunya tukang jual cilok selamat pagi, dan menyebutkan nama
DO:- Pasien tampak menunduk kepalanya saat berbicara lengkapnya dan nama yang dia suka
dipanggil
Tindakan: SP 1
1. Bina hubungan saling percaya dengan
mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik : O: - Pasien mau berjabat tangan dengan perawat
√ Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non - Pasien mau duduk berdampingan dengan
verbal perawat
√Perkenalkan diri dengan sopan - Pasien mau menceritakan masalahnya
√ Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang
disukai klien A:SP 1 tercapai
√ Jelaskan tujuan pertemuan
√ Jujur dan menepati janji P: - Bantu klien
√ Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa - Evaluasi SP 1
adanya - Lanjut SP 2
√ Beri perhatian kepada dan perhatikan kebutuhan
dasar klien
2. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang
dimilikiklien dan buat daftarnya jika klien tidak
mampu mengidentifikasi maka dimulai oleh perawat
untuk memberi pujian pada aspek positif yang dimiliki
klien
3. Setiap bertemu klien hindarkan memberi penilaian

81
negative
4. Utamakan memberi pujian yang realistis

Hari, tgl, waktu Dx. Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf


Harga Diri Rendah Hari, Pukul :
Tindakan: SP 2 S :Pasien mengatakan suka menggambar
1. Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang
sesuai
dengan kemampuan klien. O: - Diberikan kesempatan kepada pasien untuk
Menggambar.
√ Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih - Berikan kertas, dan pensil/warna
dapat dilaksanakan selama sakit. - Pasien tampak mulai menggambar sesuai
√Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan keinginannya
pelaksanaannya - Pasien tampak senang ketika diberikan
√Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat pujian
dilakukan setiap hari sesuai kemampuan :
(√) kegiatan mandiri A: SP 2 teratasi sebagian
kegiatan dengan bantuan sebagian
kegiatan yang membutuhkan bantuan total. P: - Bantu klien melatih
√ Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi - Evaluasi SP 2
klien. - Lanjut SP 3 dilakukan oleh perawat
√ Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh ruangan
klien lakukan.
√Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan
yang telah direncanakan.
√ Beri pujian atas keberhasilan klien.

82

Vous aimerez peut-être aussi