Vous êtes sur la page 1sur 26

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN HERPES SIMPLEX

Oleh
KELOMPOK 4
ANDINI FITRIANI 70300112003
MIFTAHUL ULYA A 70300112004
AMBO SAU 70300112019
NURRAHMAYANI 70300112023
UMMU ALFATIMAH 70300112024
NURUL HIJRIAHNI 70300112036
ADE IRMA SUHARDI 70300112037
NURELISA 70300112040
ARNIA 70300112048

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan segala puji dan rasa syukur setinggi-

tingginya kehadirat Tuhan yang maha esa, karena atas hidayah dan inayah-Nya

jualah sehingga Laporan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Herpes


Simplex ini dapat selesai kami susun.

Dalam proses penyusunan makalah ini, tim penyusun mengalami banyak

permasalahan. Namun berkat arahan dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, dengan

segala kerendahan hati, penyusun mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata

Perkuliahan sistem integumen, yang telah membimbing kami dalam proses


penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya ini dan

perlu disempurnakan. Oleh karena itu segala kerendahan hati, kami mengharapkan

saran maupun kritik konstruktif dari para pemakai atau pembaca yang budiman
untuk koreksi dan perbaikannya.

Akhirnya kami mengharap upaya ini memperoleh berkah dan ridho dari

Allah SWT., dan memberikan manfaat bagi kemajuan pendidikan pendidikan

pada umumnya, serta memberikan manfaat dan menambah wawasan kita semua.
Amin.

Samata, Januari 2016

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Tujuan 2

BAB II. TINJAUAN TEORI


A. Konsep Dasar Medis
1. Definisi 3
2. Etiologi 3
3. Patofisiologi 4
4. Manifestasi klinis 4
5. Pemeriksaan diagnostik 6
6. Penatalaksanaan medis 7
7. Pencegahan 10
8. Komplikasi 11
9. Prognosis 11
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian 13
2. Diagnosa keperawatan 15
3. Intervensi keperawatan 16

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Herpessimpleksvirustelah terdapat di mana-mana, agen virus
patogenyang teradaptasi menyebabkanberbagaikondisi penyakit. Terdapat 2
jenis virus herpes simplex, yaitu : virus herpes simplekstipe 1(HSV-1)
dantipe 2(HSV-2). Keduanyaeratterkait tetapiberbeda dalamepidemiologi.
HSV-1 secara tradisionaldikaitkandengan penyakitorofasial, sedangkanHSV-
2 secara tradisionaldikaitkandengan penyakitkelamin. Namun, lokasilesitidak
selalumenunjukkanjenisvirus.
Sekitar 80%dariherpessimpleksinfeksitidak menunjukkan gejala.
Infeksisimtomatikdapatditandai denganmorbiditasyang signifikan
dankekambuhan. Dalamimmunocompromisedhost,
infeksidapatmenyebabkankomplikasi yang mengancam jiwa.
Prevalensi infeksiHSVdi seluruh duniatelah meningkat
selamabeberapadekade terakhir, membuatnya menjadimasalah kesehatan
masyarakatutama. PengakuanPromptinfeksiherpessimpleksdaninisiasi awal
terapiyang sangat pentingdalam pengelolaanpenyakit.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka laporan ini disusun untuk
membahas mengenai konsep dasar medis dan konsep dasar keperawatan
untuk kasus penyakit herpes simplex.

B. Tujuan
1. Mampu memahami definisi herpes simplex
2. Mampu menjelaskan etiologi dari herpes simplex
3. Mampu menjelaskan patofisiologi dari herpes simplex
4. Mampu menyebutkan manifestasi klinis dari herpes simplex
5. Mampu menyebutkan pemeriksaan diagnostik dari herpes simplex
6. Mampu menyebutkan penatalaksanaan medis untuk herpes simplex
7. Mampu menyebutkan pencegahan untuk herpes simplex
8. Mampu menyebutkan komplikasi dari herpes simplex

1
9. Mampu menjelaskan prognosis untuk herpes simplex
10. Mampu menjelaskan pengkajian untuk herpes simplex
11. Mampu menyebutkan diagnosa keperawatan untuk herpes simplex
12. Mampu menyebutkan intervensi keperawatan untuk herpes simplex
13. Mampu menjelaskan pathwaydan penyimpangan KDM untuk herpes
simplex

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Medis


1. Definisi
Herpes simplex adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus
herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai
oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan
eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat
berlangsung baik primer maupun rekurens.
Herpes simpleks disebut juga fever blaster, cold score, herpes
febrilis, herpes labialis, herpes progenitalis (genitalis).
Dalam herpes simplek dibedakan menjadi dua tipe berdasarkan
perbedaan imunologis dan klinisnya yaitu
a. Virus herpes simpleks tipe I
Merupakan infeksi yang paling benyak ditemukan pada masa kanak-
kanak. Biasanya ditransmisi melalui kontak sekresi oral dan
menyebabkan cold sores dan fever blisters.
b. Virus herpes simpleks tipe 2
Biasanya terjadi setelah puber seiring aktivitas sexual meningkat. Dan
di transmisikan terutama melalui kontak dengan sekresi genetalia.
2. Etiologi
Penyebab Berdasarkan struktur antigeniknya dikenal 2 tipe
virus herpes simpleks:
a. Virus Herpes Simpleks Tipe I (HSV I)
Penyakit kulit/selaput lendir yang ditimbulkan biasanya
disebut herpes simpleks saja, atau dengan nama lain herpes
labialis, herpesfebrilis. Biasanya penderita terinfeksi virus ini
pada usia kanak-kanak melalui udara dan sebagian kecil melalui
kontak langsung seperti ciuman, sentuhan atau memakai
baju/handuk mandi bersama. Lesi umumnya dijumpai pada tubuh

3
bagian atas termasuk mata dengan rongga mulut, hidung dan pipi;
selain itu, dapat juga dijumpai di daerah genitalia, yang
penularannya lewat koitusoro genital (oral sex).
b. Virus Herpes Simpleks Tipe II (HSV II)
Penyakit ditularkan melalui hubungan seksual, tetapi dapat
juga terjadi tanpa koitus, misalnya dapat terjadi pada dokter gigi
dan tenaga medik. Lokalisasi lesi umumnya adalah bagian tubuh
di bawah pusar, terutama daerah genitalia lesi ekstra-genital
dapat pula terjadi akibat hubungan seksualorogenital.
3. Patofisiologi
Virus herpes simpleks disebarkan melalui kontak langsung
antara virus dengan mukosa atau setiap kerusakan di kulit. Virus
herpes simpleks tidak dapat hidup di luar lingkungan yang lembab
dan penyebaran infeksi melalui cara selain kontak langsung kecil
kemungkinannya terjadi. Virus herpes simpleks memiliki kemampuan
untuk menginvasi beragam sel melalui fusi langsung dengan
membran sel. Pada infeksi aktif primer, virus menginvasi sel pejamu
dan cepat berkembang dengan biak, menghancurkan sel pejamu dan
melepaskan lebih banyak virion untuk menginfeksi sel-sel
disekitarnya. Pada infeksi aktif primer, virus menyebar melalui saluran
limfe ke kelenjar limfe regional dan menyebabkan limfadenopati.
Tubuh melakukan respon imun seluler dan humoral yang
menahan infeksi tetapi tidak dapat mencegah kekambuhan infeksi
aktif. Setelah infeksi awal timbul fase laten. Selama masa ini virus
masuk ke dalam sel-sel sensorik yang mempersarafi daerah yang
terinfeksi dan bermigrasi disepanjang akson untuk bersembunyi di
dalam ganglion radiksdorsalis tempat virus berdiam tanpa
menimbulkan sitotoksisitas atau gejala pada manusia.
4. Manifestasi Klinis
Secara umum gejala klinik infeksi virus herpes simpleks dapat
dibagi dalam 2 bentuk yaitu :

4
a. Infeksi primer, yang biasanya disertai gejala ( simtomatik ) meskipun
dapat pula tanpa gejala ( asimtomatik ). Keadaan tanpa gejala
kemungkinan karena adanya imunitas tertentu dari antibodi yang
bereaksi silang dan diperoleh setelah menderita infeksi tipe 1 saat
anak-anak. Masa inkubasi yang khas selama 3 – 6 hari ( masa inkubasi
terpendek yang pernah ditemukan 48 jam ) yang diikuti dengan erupsi
papuler dengan rasa gatal, atau pegal-pegal yang kemudian menjadi
nyeri dan pembentukan vesikel dengan lesi vulva dan perineum yang
multipel dan dapat menyatu.
Adenopati inguinalis yang bisa menjadi sangat parah. Gejala
sistemik mirip influenza yang bersifat sepintas sering ditemukan dan
mungkin disebabkan oleh viremia. Vesikel yang terbentuk pada
perineum dan vulva mudah terkena trauma dan dapat terjadi ulserasi
serta terjangkit infeksi sekunder. Lesi pada vulva cenderung
menimbulkan nyeri yang hebat dan dapat mengakibatkan disabilitas
yang berat. Retensi urin dapat terjadi karena rasa nyeri yang
ditimbulkan ketika buang air kecil atau terkenanya nervus sakralis.
Dalam waktu 2 – 4 minggu, semua keluhan dan gejala infeksi akan
menghilang tetapi dapat kambuh lagi karena terjadinya reaktivasi
virus dari ganglion saraf. Kelainan pada serviks sering ditemukan
pada infeksi primer dan dapat memperlihatkan inflamasi serta ulserasi
atau tidak menimbulkan gejala klinis.
b. Infeksi rekuren, Setelah infeksi mukokutaneus yang primer, partikel-
partikel virus akan menyerang sejumlah ganglion saraf yang
berhubungan dan menimbulkan infeksi laten yang berlangsung lama.
Infeksi laten dimana partikel-partikel virus terdapat dalam ganglion
saraf secara berkala akan terputus oleh reaktivasi virus yang disebut
infeksi rekuren yang mengakibatkan infeksi yang asimtomatik secara
klinis ( pelepasan virus ) dengan atau tanpa lesi yang simtomatik. Lesi
ini umumnya tidak banyak, tidak begitu nyeri serta melepaskan virus
untuk periode waktu yang lebih singkat (2 – 5 hari) dibandingkan

5
dengan yang terjadi pada infeksi primer, dan secara khas akan timbul
lagi pada lokasi yang sama. Walaupun sering terlihat pada infeksi
primer, infeksi serviks tidak begitu sering terjadi pada infeksi yang
rekuren.
c. Infeksi primer pada ibu dapat menular pada janin, meskipun jarang,
melalui plasenta atau lewat korioamnion yang utuh dan dapat
menyebabkan abortus spontan, prematuritas, ataupun kelainan
kongenital dengan gejala mirip infeksi pada sitomegalovirus seperti
mikrosefali, korioretinitis, IUGR. Janin hampir selalu terinfeksi oleh
virus yang dilepaskan dari serviks atau traktus genitalis bawah setelah
ketuban pecah atau saat bayi dilahirkan. Infeksi herpes pada bayi baru
lahir mempunyai salah satu dari ketiga bentuk berikut ini :
1) Disseminata ( 70 % ), menyerang berbagai organ penting seperti
otak, paru. Hepar, adrenal, dan lain-lain dengan kematian lebih
dari 50 % yang disebabkan DIC atau pneumonitis, dan yang
berhasil hidup sering menderita kerusakan otak. Sebagian besar
bayi yang terserang bayi prematur.
2) Lokalisata ( 15 % ) dengan gejala pada mata, kulit dan otak
dengan kematian lebih rendah dibanding bentuk disseminata,
tetapi bila tidak diobati 75 % akan menyebar dan menjadi bentuk
disseminata yang fatal. Bentuk ini sering berakhir dengan
kebutaan dan 30 % disertai kelainan neurologis.
3) Asimtomatik hanya terjadi pada sebagian kecil penderita herpes
neonatal.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan serologi (STS) dan pemeriksaan dengan mikroskop
lapang gelap untuk menyampingkan sifilis.
b. Pemeriksaan Laboratorium lain:
1) Menemukan badan inklusi pada sediaan apus cairan vesikel yang
dicat dengan giemsa (Tzank Test). Atau dilakukan pemeriksaan
sitologi sesudah fiksasi dengan alcohol dan pengecetan

6
Papanicolaou digunakan sebagai cara yang cepat untuk
mendiagnosis eksaserbasi klinis, dan sediaan apus yang diambil
memperlihatkan lesi dengan sel-sel multinucleus yang besar dan
badan inklusi virus yang eosinofilik. Metode ini dibatasi oleh
spesifisitas dan sensitivitasnya. Namun, teknik pengecatan
imunoperoksidase dan pemeriksaan ELISA (enzyme-linked
immudosorbent assay) pernah dievaluasi bahwa pembuatan
diagnosis lebih cepat dari sediaan apus, tetapi teknik ini tidak
banyak dipakai selama kehamilan.
2) Elektromikroskop: untuk melihat morfologi virus
3) Serologi: menentukan jenis antibibodi spesifik
4) Pemeriksaan immunofluoresen: menentukan antigen virus dan
jenis imunoglobulinnya dengan hasil Ig G maupun komplemen c3
mengendap disepanjang zona membran basalis
5) Pemeriksaan histopatologi
6) Biakan virus pada membran chorio alantois ( CAM ) atau tissue
culture. Metode ini merupakan cara yang paling optimal untuk
memastikan infeksi yang terlihat secara klinis dan eksaserbasi yang
asimtomatik. Dan pada eksaserbasi yang simtomatik lebih dari
separuh pemeriksaan kultur akan memberikan hasil yang positif
setelah 48 jam, namun pada eksaserbasi yang asimtomatik,
diperlukan waktu yang lebih lama lagi sebelum terlihat efek
sitopatik mengingat titer virus yang lebih rendah.
6. Penatalaksanaan Medis
a. Mencegah infeksi:
1) Penyuluhan
2) Meningkatkan kebersihan perawatan bayi terutama untuk infeksi
herpes orolabial dan mata.
3) Untuk infeksi genital tidak melakukan hubungan seksual dengan
pasangan yang beresiko tinggi.

7
4) Untuk wanita lain, pada ibu dengan infeksi primer dianjurkan
untuk tidak hamil pada 1 sampai 2 bulan pertama.
5) Pemeriksaan sitologi teratur pada wanita hamil dengan infeksi
herpes simpleks terutama menjelang persalinan.
6) Dilakukan operasi SC bila ditemukan lesi aktif maupun pelepasan
virus.
7) Imunisasi
a) Secara aktif non spesifik
Diberikan vaksinasi dengan vaksin small pox, polio sabin
dan BCG. Tidak dianjurkan karena tidak terjadi imunitas
silang.
b) Secara aktif spesifik
Vaksin mengandung antigen herpes simpleks yang telah di
inaktifkan dengan pemanasan 58 derajat celcius yang diperoleh
dari CMA. Ada 2 macam vaksin:
i. Lupidon H: untuk herpes labialis (HSV tipe 1)
ii. Lupidon G: untuk herpes genetalis (HSV tipe 2)
Vaksin ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil dan
penderita yang alergi dengan Lupidon G, dapat diberikan
kimbinasi Lupidon H dan lupidon G.
c) Imunisasi secara pasif
Pemberian gamma-globulin dan interferon
d) Stimulator imunologi:levamisol
Bersifat antiviral pada kulur jaringan dan hewan stimulasi
CMI bisa memberikan efek toksis
b. Mencegah kekambuhan
Menghilangkan atau mengurangi faktor pencetus dengan
memberikan pengarahan serta mengobati infeksi.
Meningkatkan daya tahan tubuh penderita dengan perbaikan
kondisi tubuh maupun obat-obat anti virus seperti valaciclovir dan
acyclovir.

8
Bila terdapat infeksi sekunder sebaiknya diberikan obat-obat
yang tidak memberikan masking effect terhadap sifilis, misalnya
cotrimoksasol dan streptomisin.
c. Pengobatan
Secara topikal Obat-obat yang sering dipakai:
1) Povidon-iodin
a) Antiseptik
b) Hati-hati pada wanita hamil karena bisa menimbulkan goiter
(gondok) pada bayi.
2) Idoksuridin ( IDU )
a) Bersifat menekan sintesis DNA virus dan herpes, jadi
menghambat replikasi virus
b) IDU 10-40% dalam DMSO (dimetil sulfoksida) lebih baik, tapi
jangan lebih dari empat hari karena DMSO dapat menimbulkan
maserasi.
c) Tidak dapat diberikan secara sistemik karena bersifat toksis
d) HERPID adalah 5% IDU dalam100% DMSO
3) Sitosin arabinosida/cytarabine
Menekan sintesis DNA virus dan hospes
4) Adenin arabinosida/vidarabine
Menekankan sintesis DNA hospes dan polimerasi DNA virus
5) Bahan-bahan pelarut organis
a) Alkohol 70%: bersifat mengeringkan, untuk stadium vesikel
i. Eter: Melarutkan lipid envelope sehingga partikel virus
didapatkan ekstra sel
ii. Bersifat krustasi lokal
iii. Sebelum vesikel dipecahkan dan kemudian dioleskan
iv. Kurang menyebabkan iritasi dan bersifat anestesi lokal
b) Timol 4% dalam kloroform
i. mempercepat krustasi
ii. bersifat anestesi lokal dan mencegah infeksi sekunder

9
iii. virusidal terhadap virus yang envelope nya mengandung
lipid
6) Kortikosteroid (prednison 40-60 mg/hari
a) Anti inflamasi lokal tidak spesifik
b) Mempercepat redanya peradangan
c) Dapat diberikan pada staduim dini dengan edema yang hebat
dalam bentuk lotio hydrocortison 1%
7) Inaktifasi fotodinamik dan larutan zat warna seperti methylen blue,
neutral red atau flavine
a) Zat warna mengikat virus DNA dan dengan penyinaran akan
merusak dan menginaktivasi virus
b) Secara sistemik: Pemberian obat antiviral
i. vidarabine/ara A: pemberian secara I.V terutama untuk
penyembuhan komlikasi seperti herpetic enchepalitis
ii. acycloguanosine: spesifik untuk kelompok virus herpes,
tinggi efektifitasnya untuk corneal ulcus
8) Lignocain 1-2% dalam bentuk gel untuk menghilangkan rasa nyeri
pada daerah lesi
7. Pencegahan
Karena kemungkinan tertular penyakit ini meningkat dengan
jumlah pasangan seksual seseorang, membatasi jumlah pasangan adalah
langkah pertama menuju pencegahan. Untuk menjaga dari penyebaran
herpes, kontak intim harus dihindari ketika luka pada tubuh. Gatal,
terbakar atau kesemutan mungkin terjadi sebelum luka berkembang.
Hubungan seksual harus dihindari selama waktu ini. Herpes bahkan dapat
menyebar ketika tidak ada luka atau gejala. Untuk meminimalkan risiko
penyebaran herpes, kondom lateks harus digunakan selama semua kontak
seksual. Busa spermisida dan jeli mungkin menawarkan perlindungan
tambahan meskipun bukti mengenai hal ini kontroversial. Virus herpes
juga dapat menyebar dengan menyentuh luka dan kemudian menyentuh
bagian lain dari tubuh. Jika Anda menyentuh luka, cuci tangan Anda

10
dengan sabun dan air sesegera mungkin. Juga, tidak berbagi handuk atau
pakaian dengan siapa pun.
8. Komplikasi
Komplikasi yang paling signifikan dari HSV adalah ensefalitis,
merupakan kasus fatal sekitar 60-80%. HSV dapat muncul sebagai
penyakit menular seperti pneumonia, colitis, atau esofagitis pada pasien
AIDS. Infeksi primer atau rekuren selama hamil dapat menimbulkan
infeksi congenital janin dan bayi baru lahir. Komplikasi dapat berupa
infeksi lokal sampai dengan kelainan dan kadang meninggal.
Komplikasi herpes simpleks genitalis dapat berupa perluasan lesi
lokal dan penyebaran virus ke lokasi ekstragenital, susunan saraf pusat dan
bahkan bisa juga terjadi superinfeksi jamur. Pada pria dapat terjadi
impotensia. Infeksi menyeluruh bisa terjadi pada toraks dan ekstremitas,
penyebaran mukokutan pada pasien dengan dermatitis atopik atau kehamilan
9. Prognosis
Selama pencegahan rekurens masih merupakan problem , hal
tersebut secara psikologik akan memberatkan penderita. Pengobatan
secara dini dan tepat memberi prognosis yang lebih baik, yakni masa
penyakit berlangsung lebih singkat dan rekurens lebih jarang. Pada orang
dengan gangguan imunitas , misalnya pada penyakit-penyakit dengan
tumor di sistem retikuloendotelial, pengobatan dengan imunosupresan
yang lama atau fisik yang sangat lemah, menyebabkan infeksi ini dapat
menyebar ke alat-alat dalam dan dapat fatal. Prognosis akan lebih baik
seiring dengan meningkatnya usia seperti pada orang dewasa. (Adhi
Djuanda, 2007: 383.)

11
12
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
Dapat terjadi pada semua orang di semua umur; sering terjadi pada
remaja dan dewasa muda, jenis kelamin; dapat terjadi pada pria dan
wanita, pekerjaan: beresiko tinggi pada penjajak seks komersial
b. Keluhan utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat
pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul.
c. Riwayat penyakit sekarang
1) Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien.
2) Pada beberapa kasus, timbul lesi/vesikel perkelompok pada
penderita yang mengalami demam atau penyakit yang disertai
peningkatan suhu tubuh atau pada penderita yang mengalami
trauma fisik maupun psikis.
3) Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit
yang mengalami peradangan berat dan vesikulasi hebat.
d. Riwayat penyakit dahulu
Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami
penyakit herpes simplex atau memiliki riwayat penyakit seperti ini.
e. Riwayat penyakit keluarga
Ada anggota keluarga atau teman dekat yang terinfeksi virus ini.
f. Kebutuhan psikososial
Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada
bagian mukaatau yang dapat dilihat oleh orang, biasanya mengalami
gangguan konsep diri. Hal itu meliputi perubahan citra tubuh, ideal
diri tubuh, ideal diri, harga diri,penampilan peran, atau identitas diri.
Reaksi yang mungkin timbul adalah:
1) Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh.
2) Menarik diri dari kontak sosial.
3) Kemampuan untuk mengurus diri berkurang.

13
g. Kebiasaan sehari-hari
Dengan adanya nyeri, kebiasaan sehari-hari klien juga dapat
mengalami gangguan, terutama untuk istirahat/tidur dan aktivitas.
Terjadi gangguan BAB dan BAK pada herpes simpleks genitalis.
Penyakit ini sering diderita oleh klien yang mempunyai kebiasaan
menggunakan alat-alat pribadi secara bersama-sama atau klien yang
mempunyai kebiasaan melakukan hubungan seksual dengan berganti-
ganti pasangan.
h. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi,
dan daya tahan tubuh klien. Pada kondisi awal/saat proses
peradangan, dapat terjadi peningkatan suhu tubuh atau demam dan
perubahan tanda-tanda vital yang lain.
Pada pengkajian kulit, ditemukan adanya vesikel-vesikel
berkelompok yang nyeri, edema di sekitar lesi, dan dapat pula timbul
ulkus pada infeksi sekunder.
Perhatikan mukosa mulut, hidung, dan penglihatan klien. Pada
pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu diperhatikan adalah
bagian glans penis, batang penis, uretra, dan daerah anus.
Sedangkan pada wanita, daerah yang perlu diperhatikan adalah
labia mayora dan minora, klitoris, introitus vagina, dan serviks. Jika
timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran / luas,warna, dan keadaan lesi.
Palpasi kelenjar limfe regional, periksa adanya pembesaran; pada
beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limfe regional.
Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon
individu terhadap nyeri akut secara fisiologis atau melalui respon
perilaku.
Secara fisiologis, terjadi diaphoresis, peningkatan denyut jantung,
peningkatan pernapasan, dan peningkatan tekanan darah; pada
perilaku, dapat juga dijumpai menangis, merintih, atau marah.

14
Lakukan pengukuran nyeri dengan menggunakan skala nyeri 0-10
untuk orang dewasa.
Untuk anak-anak, pilih skala yang sesuai dengan usia
perkembangannya kita bisa menggunakan skala wajah untuk mengkaji
nyeri sesuai usia; libatkan anak dalam pemilihan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan penyakit (infeksi herpes simpleks
genitalis) ditandai dengan suhu tubuh > 37,50C, kulit kemerahan, kulit
teraba hangat
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologis
ditandai dengan adanya ulkus superfisial di area genital.
c. Nyeri akut berhubungan dengan perubahan agen cedera biologis
(herpes simpleks)
d. Risiko infeksi (sekunder) berhubungan dengan pertahanan tubuh
primer tidak adekuat (integritas kulit tidak utuh)
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik
(gatal dan nyeri pada lesi herpes simpleks) ditandai dengan
mengantuk disiang hari, malaise, lesu, iritabilitas
f. Gangguan body image berhubungan dengan penyakit (krusta akibat
lesi herpes simpleks) ditandai dengan pandangan negatif tentang
tubuh, perubahan aktual pada struktur
g. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai
dengan gelisah, khawatir
h. Defisiensi pengetahuan mengenai proses penyakit, pengobatan, dan
pencegahan kekambuhan infeksi Herpes Simpleks Genitalia
berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi ditandai dengan
pengungkapan masalah mengenai ketidaktahuan tentang penyakit,
ketidakakuratan mengikuti perintah pengobatan dan pencegahan
(sering terjadi rekurensi infeksi)

15
3. Intervensi Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan penyakit (infeksi herpes simpleks
genitalis) ditandai dengan suhu tubuh > 37,50C, kulit kemerahan, kulit
teraba hangat
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam
suhu badan anak dalam batas normal
Intervensi:
1. Ukur suhu badan anak setiap 4 jam
Rasional: suhu 38,9 – 41,1 menunjukkan proses penyakit infeksius
2. Pantau suhu lingkungan
Rasional: Untuk mempertahankan suhu badan mendekati normal
3. Berikan kompres hangat
Rasional: Untuk mengurangi demam
4. Berikan selimut pendingin
Rasional: Untuk mengurangi demam lebih dari 39,5 0C
5. Kolaborasi dengan tim medis : pemberian antipiretik
Rasional: Untuk emngurangi demam dengan aksi sentralnya di
hipotalamus
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologis
ditandai dengan adanya ulkus superfisial di area genital.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam
Kerusakan integritas kulit teratasi dengan kriteria hasil :
- Kulit menjadi sehat
- Friksi bisa terhindari
- Cedera bisa terhindari
- Kulit bisa terhindari dari sinar UV berlebihan
Intervensi:
1. Kaji ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik
dan kondisi sekitar luka
Rasional: Memberikan info dasar tentang kebutuhan penanam

16
kulit dan kemungkinan petunjuk tenang sirkulasi pada
area grafitasi
2. Berikan perawatan luka yang tepat dan tindakan kontrol infeksi
Rasional: Menyiapkan jaringan untuk penanam dan menurunkan
resiko infeksi
3. Lakukan mamase dengan lembut kulit sekitar area yang sakit
Rasional: Merangsang sirkulasi
c. Nyeri akut berhubungan dengan perubahan agen cedera biologis
(herpes simpleks)
Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam
Nyeri hilang atau berkurang dengan kriteria hasil:
- Klien mengatakan bahwa nyeri hilang atau berkurang
- Klien tampak tidak meringis
- Klien tampak rileks
Intervensi:
1. Kaji keluhan nyeri, perhatika lokasi atau karakteristik dan
intensitas
Rasional: Nyeri hampis selalu ada pada beberapa derajat beratnya
keterlibatan jaringan atau kerusakan tapi biasanya
paling berat selama pergantian balutan dan debridemen.
Perubahan lokasi atau karakteristik atau intensitas nyeri
dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi
2. Ubah posisi sering dan rentang gerak pasif dan aktif sesuai
indikasi
Rasional: Gerakan dan latihan menurunkan kekakuan sendi dan
kelelahan otot tapi tipe latihan tergantung pada lokasi
dan luas cedera
3. Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu
penghangat, penutup tubuh hangat
Rasional: Pengeturan tubuh dapat mencegah menggigil

17
4. Kolaborasi pemberian analgesik
Rasional: Mengurangi nyeri
d. Risiko infeksi (sekunder) berhubungan dengan pertahanan tubuh
primer tidak adekuat (integritas kulit tidak utuh)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam,
dengan kriteria hasil :
- Penyembuhan luka berjalan baik
- Tidak ada tanda infeksi seperti eritema, demam,
- Tekanan darah >90/60 mmHg
- Nadi < 100x/menit dengan pola dan kedalaman normal
Intervensi:
a. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Waspadai nyeri
yang menjadi hebat
Rasional: Nyeri berlebihan menunjukkan tanda inflamasi dan
infeksi
b. Awasi dan catat tanda vital terhadap peningkatan suhu, nadi,
adanya pernapasan cepat dan dangkal
Rasional: Sebagai data dasar untuk penetuan intervensi
selanjutnya
c. Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptic
Rasional: Mengurangi resiko terjadinya infeksi
d. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drain,
eritema
Rasional: Karakteristik luka sebagai data dasar penentuan
diagnosa
dan intervensi selanjutnya
e. Kolaborasi: antibiotik
Rasional: Untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik
(gatal dan nyeri pada lesi herpes simpleks) ditandai dengan
mengantuk disiang hari, malaise, lesu, iritabilitas

18
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam
Ganguan pola tidur teratasi dengan kriteria hasil :
- Klien dapat beristirahat/ tidur diantara gangguan
- Melaporkan peningkatan rasa sehat dan merasa dapat istirahat
Intervensi :
1. Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan peubahan yang terjadi
Rasional : mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi
yang tepat
2. Berikan tempat tidur yang nyaman dan beberapa milik pribadi
Rasional : meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan
psikologis
3. Instruksikan tindakan relaksasi
Rasional : membantu menginduksi tidur
4. Kurangi kebisingan dan lampu
Rasional : memberikan situasi kondusif untuk tidur
5. Kolaborasi pemberian sedatif, jika perlu
Rasional : mungkin diberikan untuk membantu pasien tidur/
istirahat selama periode transisi
f. Gangguan body image berhubungan dengan penyakit (krusta akibat
lesi herpes simpleks) ditandai dengan pandangan negatif tentang
tubuh, perubahan actual pada struktur
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam
Ganguan citra tubuh teratasi dengan kriteria hasil :
- klien tidak mengalami gangguan citra diri
- klien memahami kondisi kulitnya
- Klien lebih merasa nyaman
- klien tidak merasa takut lagi
- klien bisa menilai diri dan mengenali masalahnya
intervensi:
1. Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan
merendahkan diri sendiri.)

19
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap
penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien, kesan
orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep
diri.
2. Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra
diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi
kulitnya.
3. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan
Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan
dipahami.
4. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk
menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi
5. Bantu klien yang cemas mengembangkan kemampuan untuk
menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak
adaptasi klien .
g. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai
dengan gelisah, khawatir
Tujuan: : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam
Ansietas teratasi dengan kriteria hasil:
Menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas
Intervensi :
1. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
Rasional : faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap
ancaman diri, potensial siklus ansietas, dan dapat
mempengaruhi upaya medik untuk mengontrol
ansietas.
2. Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal
pikiran dan perasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas.

20
Rasional : membantu pasien menurunkan ansietas dan
memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi
nyata.
3. Berikan informasi faktual menyangkut diagnosis, terapi,dan
prognosis.
Rasional: menurunkan ansietas sehubungan dengan
ketidaktahuan/harapan yang akan datang dan
memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan
informasi tentang pengobatan.
4. Jelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang biasanya di alami
selama prosedur.
Rasional: memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat
membuat pilihan yang tepat. Menurunkan ansietas dan
dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi,
kerjasama penuh penting untuk keberhasilan hasil
setelah prosedur
5. Ajarkan teknik relaksasi misalnya imajinasi terbinbing, visualisasi.
Rasional : memfokuskan perhatian pasien, membantu menurunkan
Ansietas dan meningkatkan proses penyembuhan
6. Kolaborasi pemberian obat untuk menurunkan ansietas, jika perlu.
Rasional: dapat digunakan untuk menurunkan ansietas dan
memudahkan istirahat.
h. Defisiensi pengetahuan mengenai proses penyakit, pengobatan, dan
pencegahan kekambuhan infeksi Herpes Simpleks Genitalia
berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi ditandai dengan
pengungkapan masalah mengenai ketidaktahuan tentang penyakit,
ketidakakuratan mengikuti perintah pengobatan dan pencegahan
(sering terjadi rekurensi infeksi).
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam
Tingkat pemahaman yang ditunjukkan tentang proses
penyakit dengan kriteria hasil:

21
Klien mampu menyebutkan pengertian, penyebab,tanda dan
gejala dan pengobatannya

Intervensi
1. Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya
Rasional : mengetahui apa yang diketahui pasien tentang
penyakitnya.
2. Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien
Rasional : supaya pasien tahu tata laksana penyakit, perawatan
penyakitnya.
3. Beri kesempatan pasien dan keluaga pasien untuk bertanya bila
ada yang belum dimengerti
Rasional : mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan
keluarga pasien setelah di beri penjelasan tantang
penyakitnya.
4. Beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat
Rasional : memberikan rasa percaya diri pasien dalam
kesembuhan sakitnya

22
Daftar Pustaka

Arief, M, Suprohaita, Wahyu I.W. Wiwiek S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran,


ED : 3 jilid : 2. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Djuanda, Adhi dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
Dochterman, Joanne McCloskey. 2004. Nursing Interventions Classification
(NIC) Fourth Edition. St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier
Moorhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition.
St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier
NANDA Internasional. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2009-2011. Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit vol 2. Edisi 6. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner &
Suddarth.Volume 2. Edisi 8. Jakarta : EGC

23

Vous aimerez peut-être aussi