Vous êtes sur la page 1sur 181

Akhlak Tercela 1 al-Ghazaliy

PENDAHULUAN

A
khlak menurut Imam al-Ghazali adalah gejala dari
kondisi kejiwaan yang keluar darinya perbuatan-
perbuatan dengan mudah, tanpa susah payah, dan
tanpa paksaan. Seorang yang pelit, misalnya, dapat berbuat
dan menampakkan diri seolah-olah sebagai seorang yang
pemurah. Namun perbuatan demikian bukan merupakan
gejala dari kondisi kejiwaannya karena keluarnya ia paksa-
kan. Secara disadari atau tidak, ia tahu bahwa pelit terma-
suk akhlak tercela, sedangkan pemurah termasuk akhlak
terpuji.

Akhlak dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar ya-


itu akhlak terpuji dan akhlak tercela. Jenis kedua kelompok
akhlak tersebut cukup banyak. Untuk memudahkan, Imam
al-Ghazali membuat pembahasan masing-masing kelom-
pok menjadi 10 induk. Dengan demikian induk akhlak ter-
puji ada 10 dan induk akhlak tercela ada 10.

Dari segi logika, Imam al-Ghazali menyatakan bahwa sese-


orang tidak dapat sibuk menghiasi diri dengan akhlak ter-
puji tanpa mengenal akhlak yang tercela. Oleh karena itu
sepuluh macam induk akhlak tercela perlu dipaparkan le-
bih dahulu sebagaimana uraian dalam buku ini agar sese-
orang dapat membersihkan hatinya dari akhlak yang terce-
la.

Membersihkan hati dari akhlak yang tercela adalah perbu-


atan yang sesuai dengan anjuran agama. Allah berfirman
Akhlak Tercela 2 al-Ghazaliy

َ َِ‫ هَ ْذ أ َ ْك‬dan2 ‫َب‬ٛ‫ هَ ْذ أ َ ْكَِ َؼ َٓ ْٖ صَ ًَّب‬yang


dalam al-Quran,1 ٠ًَّ َ‫ؼ َٓ ْٖ ر َض‬
artinya: Sungguh bahagia orang yang membersihkan hatinya.
Hal ini juga seiring dengan sabda Rasulullah saw:
ْ ‫ ُس ش‬ْٞ ُٜ ‫اُط‬
ِ َٔ ٣ْ ٩ِ ْ‫َط ُش ا‬
ٕ‫ب‬ َّ
Bersuci adalah separuh iman.3

Terhadap kesucian hati seperti dimaksud dalam firman


Allah dan sabda Rasulullah saw di atas, penyair Persia ber-
syair dalam bahasa Persi kuno:
‫ ْد‬َٞ ‫ش‬ ْ ‫ َث ْش َخ‬ٟ
َ ْٚ ‫بى ِع‬ ْ ِٝ ‫ ِش ْشى ُس‬ْٚ ِٔ َٛ ٍِْ ‫دَ ْسد‬
َ ْٚ ‫ َثب ْى ِع‬ْٚ ٓ‫ب‬
‫ ْد‬َٞ ‫ش‬ ِ ‫ َع‬َٝ ‫ذ‬٤ْ ِِ ‫بع ْغ ِْ َث‬
ِ ‫َث‬
‫ أ َ ْعذ‬ٟ ْ َ٣‫ َث ْخ ر َ ْش‬ْٞ َ ‫ ر‬ْٙ ‫ َشاعْذ ًَُ٘ب‬ْٛ َ‫ص‬
ْ ِٝ ‫بم‬
ْ‫د‬َٞ ‫ش‬ ْ ٣َ ‫ ْذ ر َ ْش‬٤‫بٕ َس ِع‬
َ ْٚ ‫بم ِع‬ ْ ‫ش ِث َغ‬ْٛ َ‫ ْٕ ص‬ْٞ ‫ُع‬
Dardil hamih syirk ruwi barkhak cih syawad
Ba jismi balid wajamih pok cih syawad
Zahrast gunah taubah taryaq wi ast
Cun zahr bijan rasid taryak cih syawad
Apatah faedah meletakkan muka dan dahi di atas tanah, sedang-
kan hati penuh dengan kemusyrikan?
Apatah guna membersihkan pakaian selagi badan tetap kotor?
Dosa itu bagaikan racun dan taubatlah penawarnya.
Namun, tatkala racun itu sampai ke hati, apakah penawar itu
bermanfaat?

Demikian pula untaian kata penyair Arab yang menyata-


kan:
ُُٚ‫ل‬٤ْ ‫ ِٕ ٗ َِظ‬ُْٞ ‫ظبث‬ ِ َٔ ُ‫ ِث ْب‬٢
َّ ُ‫ا‬َٝ ‫بء‬ ْ ٤َ ‫ةٌ َٗ ِو‬ْٞ َ ‫ـُ َّشَّٗيَ ص‬٣َ َ٫
َ ِٜ َ‫ذ ك‬
ُ‫لَخ‬٤ْ ‫بؽ ُٖ ِع‬ِ ‫ ْاُ َج‬َٝ ‫غ‬
ُ ٤َ ‫َب أ َ ْث‬ٛ‫د هَ ْش ُش‬ْ َ‫غذ‬ َ ٤ْ ِ‫ُ ْاُج‬ٚ‫ر ُ ْش ِج‬
َ َ‫ؼخُ َُ َٔب ك‬

1 Surat al-A‟la ayat 14


2 Surat al-Syamsi ayat 9
3 Dari Abu Malik al-Asy‟ariy diriwayatkan Ahmad (Musnad Ahmad ibn

Hanbal vol. V hal. 342), Muslim (Shahih Muslim vol. I hal. 203), dan al-
Darimiy (Sunan al-Darimiy. Vol. I hal. 174) , lihat pula dalam Takhrij
Ahadits al-Ihya vol. IV hal. 147 dan sekitar 52 kitab lainnya
Akhlak Tercela 3 al-Ghazaliy

Janganlah engkau tertipu oleh pakaian yang bersih;


karena pembersihnya adalah air dan sabun.
Ibarat telur ketika rusak,
kulitnya putih namun dalamnya busuk.

Dari hal di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kesem-


purnaan iman adalah dengan mensucikan hati dari akhlak
yang tidak disukai oleh Allah dan menghiasinya dengan
akhlak yang disenangi oleh Allah. Bersuci adalah sebagian
dari keimanan seseorang. Jika orang tidak mengenal najis,
niscaya sulit bagi dirinya untuk bersuci. Itulah sebabnya
mengapa akhlak tercela perlu diketahui lebih dahulu dari
pada mengetahui akhlak terpuji.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
4
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
5

1. SUKA MAKAN

S
uka makan termasuk induk akhlak tercela karena pe-
rut adalah sumber semua syahwat. Dari perut akan
timbul bermacam-macam syahwat lain seperti syah-
wat seks. Jika syahwat makan dan syahwat seks kuat, akan
menimbulkan nafsu senang harta, karena kedua syahwat
tersebut tidak akan terpenuhi tanpa harta. Dari nafsu se-
nang harta akan timbul nafsu senang kedudukan atau ja-
batan, sebab mencari harta tanpa kedudukan adalah sukar.
Sewaktu harta dan kedudukan telah tercapai, akan bertum-
puk penyakit dalam hati seperti: takabur, pamer, iri hati,
dendam, permusuhan, dan sebagainya. Sumber dari semua
hal tersebut adalah perut.

Bahaya Perut Kenyang


Banyak hadits yang menyatakan bahwa lapar adalah besar
manfaatnya, misalnya:
َ َ‫ ْاُؼ‬َٝ ِ‫ع‬ْٞ ‫ َِٖٓ ْاُ ُغ‬٠َُ‫ هللاِ رَؼَب‬٠َُِ‫ػ َٔ ٍَ أ َ َؽتَّ ا‬
‫ط ِش‬ َ ْٖ ِٓ ‫َٓب‬
Tak ada sesuatu amal yang lebih dicintai oleh Allah Taala kecuali
lapar dan dahaga.4

4 Hadits ini terkait dengan keutamaan pahala puasa, di antaranya ha-


dits qudsiy dan banyak hadits yang sahih ‫ اُغضء‬٢ٔ‫ض‬٤ُٜ‫ائذ ا‬ٝ‫ ٓغ٘ذ اُؾبسس ص‬٢‫ك‬ٝ
‫ب أعبٓخ‬٣ ٍ‫ذ كوب‬٣‫ أعبٓخ ثٖ ص‬٠ِ‫أهجَ ػ‬ٝ ‫ ملسو هيلع هللا ىلص‬٢‫ذ هبٍ عٔؼذ اُ٘ج‬٣‫ذ ثٖ ص‬٤‫ ػٖ عؼ‬١ٝ‫ س‬434 ‫ٍ اُظلؾخ‬ٝ٧‫ا‬
ٍ‫ن هب‬٣‫ رُي اُطش‬ٚ‫وطغ ث‬٣ ‫ٓب أعشع ٓب‬ٝ ‫ٍ هللا‬ٞ‫ب سع‬٣ ٍ‫ب كوب‬ٜٗٝ‫بى إٔ رخزِغ د‬٣‫ا‬ٝ ‫ن اُغ٘خ‬٣‫ي ثطش‬٤ِ‫ػ‬
‫ء‬٢‫ظ ش‬٤ُ ٚٗ‫ هللا أ‬٠ُ‫وشة ا‬٣ ٚٗ‫ّ كب‬ٞ‫ي ثبُظ‬٤ِ‫ػ‬ٝ ‫ب أعبٓخ‬٣ ‫ؽجظ اُ٘لظ ػٖ ُزح اُ٘غبء‬ٝ ‫اعش‬ُٜٞ‫ ا‬٢‫اُظٔؤ ك‬
ٍٝ٧‫لخ اُغضء ا‬٤‫ اُغِغِخ اُؼؼ‬٢‫َ ك‬٤‫ه‬ٝ. . . ‫اُششاة هلل‬ٝ ّ‫ؼ كْ اُظبئْ رشى اُطؼب‬٣‫ هللا ٖٓ س‬٠ُ‫أؽت ا‬
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
6
ْ ‫ َ َث‬٨َ َٓ ْٖ َٓ ‫بء‬
َُٚ٘‫ط‬ َّ ُ‫دَ ا‬ْٞ ٌُ ََِٓ َُ ‫ ْذ ُخ‬٣َ َ٫
ِ َٔ ‫غ‬
Orang yang memenuhi perutnya tidak akan masuk ke dalam
kerajaan langit.5
ُ ْٞ ‫ َ ْػ َٔب ٍِ ْاُ ُغ‬٧ْ‫ّذُ ا‬٤ِ ‫ع‬
‫ع‬ َ
Penghulu seluruh amal adalah lapar.6
ُ ‫ ْاُ ِؼ َجبدَح‬٢ِ َّ ُ‫هَِِّخ‬َٝ ِ‫ق ْاُ ِؼ َجبدَح‬
َ ٛ ّ‫اُط َؼ ِب‬ ْ ِٗ ‫ْاُ ِل ٌْ ُش‬
ُ ‫ظ‬
Berpikir adalah setengah ibadah, sedangkan sedikit makan adalah
ibadah penuh.7
ُ َ‫أ َ ْثـ‬َٝ ‫رَلَ ٌُّ ًشا‬َٝ ‫ػب‬
َُّ ًُ ٠َُ‫ هللاِ رَؼَب‬٠َُِ‫ؼ ٌُ ْْ ا‬ ْ َ ‫ أ‬٠َُ‫ؼُِ ٌُ ْْ ِػ ْ٘ذَ هللاِ رَؼَب‬
ً ْٞ ‫ُُ ٌُ ْْ ُع‬َٞ ‫ؽ‬ َ ‫أ َ ْك‬
ٍّ ُٝ‫َئ‬
ْ ٗ‫ة‬ ٍ ْٝ ‫ ٍٍ ش َُش‬ْٞ ًُ َ ‫أ‬
Yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah Taala ialah orang
yang paling lama lapar dan berpikirnya. Sedangkan orang yang
lebih dibenci oleh Allah Taala ialah tukang makan, tukang mi-
num, dan banyak tidur.8
ْٕ ِ‫ا‬َٝ َُٚ‫ط ِْج‬
ُ َْٖٔ ‫ُ ِو‬٣ ٌ‫ َٔبد‬٤ْ َ‫ْت اث ُْٖ آدَ َّ ُُو‬َ ‫ َؽغ‬ِٚ ِ٘‫ط‬ْ ‫ػب ًء ش ًَّشا ِٓ ْٖ َث‬َ ِٝ َّ َ‫ َ اث ُْٖ آد‬٨َ َٓ ‫َٓب‬
ِٚ ‫س ََُ٘ ْل ِغ‬
ٌ َ٬َ‫ص‬َٝ ِٚ ‫ش َشا ِث‬ ٌ َ٬َ‫ص‬َٝ ِٚ ٓ‫ب‬
َ ُِ ‫س‬ ِ ‫ط َؼ‬َ ُِ ٌ‫َصَخ‬٬َ‫َ َٓ َؾبَُخَ كَض‬٫ َٕ‫ًَب‬
Tiadalah seseorang anak Adam memenuhi tempat yang lebih jelek
dari pada memenuhi perutnya. Cukup bagi seseorang beberapa
suapan kecil yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika
seseorang mampu, maka tidak boleh tidak sepertiga dari perutnya
adalah untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan seper-
tiganya lagi untuk bernafas.9

‫ظ‬٤ُ ٚٗ‫ا‬ٝ ‫َ هللا‬٤‫ عج‬٢‫ذ ك‬ٛ‫ رُي ًؤعش أُغب‬٢‫عش ك‬٧‫اُؼطش كبٕ ا‬ٝ ‫ع‬ٞ‫ا أٗلغٌْ ثبُغ‬ٝ‫ذ‬ٛ‫ عب‬: 417 ‫اُظلؾخ‬
‫ػطش‬ٝ ‫ع‬ٞ‫ هللا ٖٓ ع‬٠ُ‫ٖٓ ػَٔ أؽت ا‬
5 Al-Iraqiy menyatakan tak menjumpai hadits ini, namun al-Zubaidiy

menuliskannya dalam Ittihaf al-Sadah al-Muttaqin. Dalam Takhrij Ahadits


al-Ihya vol. III hal. 42 disebutkan bahwa hadits ini dari Ibn Abbas ra
6 Al-Iraqiy tidak menjumpai hadits ini. Lihat pula pada Takhrij Ahadits

al-Ihya vol. III hal. 42


7 Ibid. hal. 43
8 Ibid. Dalam Takhrij Ahadits al-Ihya vol. III hal. 43 disebutkan bahwa

hadits ini adalah hasan, dengan lafadh ٌُْٞ‫بٓخ أؽ‬٤‫ّ اُو‬ٞ٣ ‫أكؼٌِْ ػ٘ذ هللا ٓ٘ضُخ‬
‫ة‬ٝ‫ٍ شش‬ًٞ‫ّ أ‬ٞ‫بٓخ ًَ ٗئ‬٤‫ّ اُو‬ٞ٣ َ‫ع‬ٝ ‫أثـؼٌْ ػ٘ذ هللا ػض‬ٝ ٚٗ‫ هللا عجؾب‬٢‫رلٌشا ك‬ٝ ‫ ػب‬ٞ‫ع‬
9 Hadits hasan sahih dikeluarkan oleh al-Turmudziy, al-Nasaiy, dan

Ibn Majah. Dalam Sunan al-Nasaiy vol. IV hal. 177 disebutkan ٝ‫ ػٔش‬٢ٗ‫أخجش‬
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
7
ٕ‫ب‬
ِ ‫ط‬َ ٤ْ ‫ش‬
َّ ُ‫ ا‬١
َ ‫بس‬ َ َ‫ اُذ َِّّ ك‬ٟ‫ ِٓ ِٖ اث ِْٖ آدَ َّ َٓغْ َش‬١‫غْ ِش‬٤َ َُ َٕ‫طب‬
ِ ‫ا َٓ َغ‬ْٞ ُ‫ّو‬٤ِ ‫ؼ‬ َ ٤ْ ‫ش‬
َّ ُ‫ِا َّٕ ا‬
‫ط ِش‬ َ ‫ ْاُ َؼ‬َٝ ِ‫ع‬ْٞ ‫ِث ْبُ ُغ‬
Sesungguhnya setan itu menyusup pada peredaran darah manu-
sia. Karena itu persempitlah tempat-tempat peredaran setan de-
ngan cara lapar dan dahaga.10
ْ َّ ُ‫ ا‬ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ ْ َُ‫ُ ْلزَؼْ َُ ٌُ ْْ هَب‬٣ ‫ة ْاُ َغَّ٘ ِخ‬ َ ‫ا هَ ْش‬ْٞ ُٔ ٣ْ ‫أ َ ِد‬
ِ‫ع‬ْٞ ‫َ ُّ ِثبُ ُغ‬٬‫غ‬ َ ٍَ ‫ ُْ؟ هَب‬٣ْ ‫ْق ُٗ ِذ‬
َ ٤ًَ ‫ذ‬ ِ ‫ع ثَب‬
َّ َٝ
‫اُظ َٔ ِؤ‬
Hendaklah kamu terus menerus mengetuk pintu sorga; niscaya
pintu itu akan dibuka bagimu. Sabda Nabi ini diucapkan ke-
pada Aisyah ra yang lalu ditanyakan, “Bagaimana cara kami
mengetuk pintu sorga terus menerus?” Jawab Nabi: “Dengan la-
par dan dahaga.”11
ُ ُ‫بف ْاُج‬
ِ‫ح‬َُّٞ ‫ُ ُع ْض ٌء َِٖٓ اُُّ٘ج‬َِّٚٗ‫ ِٕ كَب‬ْٞ ‫ط‬ ِ ‫ظ‬َ ْٗ َ ‫ أ‬٢ْ ِ‫ا ك‬ُْٞ ‫ا ْش َشث‬َٝ ‫ا‬ْٞ ًُُِ
Hendaklah kamu makan dan minum setengah kenyang, karena
sesungguhnya hal tersebut bagian dari kenabian.12

Rahasia Lapar dan Persesuaiannya ke Jalan Akhirat


Lapar mempunyai banyak manfaat. Namun yang terpen-
ting ada tujuh, yaitu:
1. Lapar dapat membuahkan kejernihan hati dan pan-
dangan mata hati menjadi terang. Sedangkan kenyang
berpengaruh terhadap kebodohan dan membutakan

ٖ‫ٌشة ػ‬٣‫ ثٖ عبثش ػٖ أُوذاّ ثٖ ٓؼذ‬٠٤‫ؾ‬٣ ٖ‫ْ ػ‬٤ِ‫ ٔبٕ ثٖ ع‬٤ِ‫ عِٔخ ع‬٢‫خ ػٖ أث‬٤‫ثٖ ػضٔبٕ هبٍ ص٘ب ثو‬
‫ كضِش‬ٚ‫ ٗلغ‬ٚ‫ كبٕ ؿِجز‬ٚ‫ؤٖ طِج‬٣ ‫ٔبد‬٤‫ ؽغت اثٖ آدّ ُو‬ٚ٘‫ػبء ششا ٖٓ ثط‬ٝ ٢ٓ‫ آد‬٨ٓ ‫ ملسو هيلع هللا ىلص هبٍ ٓب‬٢‫اُ٘ج‬
‫صِش ُِ٘لظ‬ٝ ‫صِش ششاة‬ٝ ّ‫ؽؼب‬
10 HR Bukhariy dan Muslim tanpa kata .....ٕ‫طب‬
ِ َ ٤ْ ‫ اُ َّش‬١ ِ ‫ا َٓ َغ‬ْٞ ُ‫و‬٤ِّ ‫ؼ‬
َ ‫بس‬ َ َ‫ ك‬. Dalam
Takhrij Ahadits al-Ihya‟ vol. I hal. 188 disebutkan ّ‫ ٖٓ اثٖ آد‬١‫غش‬٤ُ ٕ‫طب‬٤‫إ اُش‬
‫ع‬ٞ‫ ثبُغ‬ٚ٣‫ا ٓغبس‬ٞ‫و‬٤‫ كؼ‬ُٚٞ‫ٕ ه‬ٝ‫خ د‬٤‫ش طل‬٣‫ ٖٓ ؽذ‬ٚ٤ِ‫ع ٓزلن ػ‬ٞ‫ ثبُغ‬ٚ٣‫ا ٓغبس‬ٞ‫و‬٤‫ اُذّ كؼ‬ٟ‫ٓغش‬
11 Al-Iraqiy menyatakan tidak menemukan hadits ini. Dalam Takhrij

Ahadits al-Ihya‟ vol. III hal. 46 disebutkan bahwa hadits ini hasan,
diriwayatkan dari Aisyah ra.
12 HR al-Daylamiy dalam Musnad al-Firdaws dengan sanad dlaif dan di-

riwayatkan oleh al-Turmudziy ‫ ًٓب‬ْٞ َ٣ ‫أ َ ْش َج ُغ‬َٝ ‫ ًٓب‬ْٞ َ٣ ُ‫ع‬ْٞ ‫أ َ ُع‬. Dalam Takhrij Ahadits
al-Ihya‟ vol. III hal. 42 menyebutkan riwayat hadits dari Abu Said al-
Khudriy dengan lafadh ٕٞ‫ أٗظبف اُجط‬٢‫ا ك‬ٞ‫اششث‬ٝ ‫ا‬ًِٞٝ ‫ا‬ٞ‫اُجغ‬
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
8
hati. Rasulullah saw bersabda,
ُُٚ‫كَ ِطَٖ هَ ِْج‬َٝ ُُٚ‫ذ كِ ٌْ َشر‬ ُ ‫ػ‬
ْ َٔ ‫ظ‬ ْ َ‫ع ث‬
َ َُٚ٘‫ط‬ َ ‫َٓ ْٖ أ َ َعب‬
“Barang siapa yang melaparkan perutnya, maka akan tinggi-
lah pemikirannya dan cerdas hatinya.”13
Dengan demikian tak perlu diragukan lagi bahwa kun-
ci kebahagiaan adalah makrifat. Sedangkan makrifat ti-
dak akan dapat diperoleh kecuali dengan kejernihan
hati. Oleh karena itu lapar berarti mengetuk pintu sor-
ga.
2. Kelunakan hati sehingga dengannya orang dapat mem-
peroleh kelezatan munajat dan mendapatkan faedah
dzikir dan ibadat. Syekh Junaid14 berkata, “Orang yang
ingin mendapat kenikmatan dalam munajat akan mem-
buat satu tempat yang kosong dari makanan antara hati
dan dirinya.” Tidak diragukan lagi bahwa suasana hati
seperti takut kepada Allah, lunak, dapat berdialog de-
ngan Tuhan, dan mengagumi kebesaran Allah adalah
termasuk kunci pintu sorga. Namun pintu makrifat
yang lebih tinggi nilainya, sedangkan lapar berarti me-
ngetuk pintu makrifat.
3. Kerendahan nafsu, hilang rasa takabur, serta lenyap
perbuatan membandel. Nafsu tidak dapat dilemahkan
kecuali dengan lapar. Kebandelan nafsu mengajak
orang untuk lengah terhadap Allah. Kebandelan terse-
but adalah pintu neraka Jahim serta pintu kecelakaan.
Sedangkan lapar adalah yang menutup pintu tersebut.
Menutup pintu kecelakaan berarti membuka pintu ke-

13 Al-Iraqiy tak menemukan hadits ini, dan al-Zubaydiy tidak membe-


rikan komentarnya. Dalam Takhrij Ahadits al-Ihya‟ vol. III hal. 48 juga
dinyatakan tidak menemukan asli hadits ini.
14 Syekh Junaid al-Baghdadi adalah seorang ulama sufi dan wali Allah

yang paling menonjol namanya di kalangan ahli sufi, dan menjadi pa-
nutan tarekat seperti halnya Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Hidup 200
tahun sebelum kelahiran Syekh Abdul Qadir al-Jailani.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
9
bahagiaan. Oleh karena itu sewaktu dunia ditawarkan
kepada Nabi, beliau menjawab,
‫اِرَا‬َٝ ُ‫ؼ َّش ْػذ‬ َ ُ‫ ًٓب كَبِرَا ُع ْؼذ‬ْٞ َ٣ ‫أ َ ْشجَ ُغ‬َٝ ‫ ًٓب‬ْٞ َ٣ ‫ع‬
َ َ ‫ر‬َٝ ُ‫طجَ ْشد‬ ُ ْٞ ‫َ ثَ َْ أ َ ُع‬٫
ُ‫ش ٌَ ْشد‬َ ُ‫ش ِج ْؼذ‬ َ
Tidak, bahkan aku akan lapar sehari dan kenyang sehari. Jika
aku lapar aku dapat bersabar dan mendekatkan diri kepada
Allah; dan jika aku kenyang aku dapat bersyukur.15
4. Sesungguhnya ujian adalah termasuk pintu-pintu sor-
ga. Di dalam ujian atau balak orang dapat menyaksikan
rasa siksa, dan dengan ujian pulalah rasa takut kepada
siksa akhirat dapat meningkat. Orang tidak dapat me-
nyiksa dirinya sendiri kecuali dengan cara lapar. Dalam
keadaan lapar orang tidak berhajat kepada paksaan,
dan banyak manfaat yang akan terkumpul pada diri
orang yang lapar sehingga ia dapat menyaksikan ujian
dari Allah secara terus menerus.
5. Lapar juga dapat melemahkan syahwat untuk berbuat
maksiat dan merampas kemampuan nafsu yang selalu
mengajak kepada kejahatan serta melemahkan semua
syahwat yang menjadi sumber segala kemaksiatan. Ini-
lah faedah yang terbesar. Sayidina Ali16 ra berkata,
“Tiadalah sekali-kali aku akan kenyang kecuali aku
berbuat maksiat atau berkeinginan kepada kemaksiat-
an.” Karena itu Sayidatina Aisyah ra berkata, “Bid‟ah
yang pertama kali terjadi sesudah Rasulullah saw ada-
lah kenyang. Sesungguhnya bila sesuatu kaum ke-
nyang perutnya, nafsu mereka akan menjamah ke du-

15 HR al-Thabraniy dalam al-Kabir. Menurut riwayat al-Turmudziy di-


nyatakan sebagai hadits hasan dengan kalimat: ٢ْ ُِ ََ َ‫ْغْ ؼ‬٤ُِ ٢ْ ِّ‫ َسث‬٢ َّ َِ‫ػ‬
َ ‫ع‬ َ ‫ػ َش‬ َ
َ‫اِرا‬َٝ َ‫رًَ َْشرُي‬َٝ َ‫ْي‬٤َُِ‫ؼ َّشػْذُ ا‬ َ َ
َ َ‫ ًٓب كبِرا ُع ْؼذُ ر‬ْٞ َ٣ ‫ع‬ َ ْ َ ْ َ
ُ ْٞ ‫أ ُع‬َٝ ‫ ًٓب‬ْٞ َ٣ ‫ُ ٌِٖ أش َج ُغ‬َٝ ‫ة‬ َ ْ َ ْ َ‫ث‬
ِ ّ ‫َب َس‬٣ ٫ : ُ‫جًب هِذ‬َٛ ‫ط َؾب َء َٓ ٌَّخَ ر‬
ُ
َ‫ َؽِٔ ْذرُي‬َٝ َ‫شٌ َْشرُي‬
َ ُ‫شجِ ْؼذ‬ َ , diriwayatkan juga oleh Ahmad dari Abu Umamah
dan sebangsanya. Lihat juga Takhrij Ahadits al-Ihya‟ vol. III hal. 48
16 Dalam penerbitan lain disebutkan Dzun Nun al-Mishriy, salah se-

orang ulama rabbaniyyin tingkat pertama yang wafat tahun 245 H.


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
10
nia.”
6. Lapar membuat badan ringan untuk bertahajud dan
ibadah, serta menyirnakan keinginan tidur yang men-
cegah perbuatan ibadah. Modal kebahagiaan adalah
umur, sedangkan tidur berarti mengurangi umur kare-
na tidur itu mencegah perbuatan ibadah. Pangkal tidur
adalah kenyang. Karena itu Abu Sulaiman ad-Daroni17
berkata, “Barang siapa kenyang, maka akan masuk
enam macam penyakit ke dalam dirinya, yaitu:
a. Kehilangan kelezatan dalam ibadah,
b. Terhalang untuk menghafal ilmu,
c. Tamak kepada belas kasihan orang lain,
d. Menyangka bahwa semua orang juga kenyang,
e. Bertambah syahwat, dan
f. Lebih dekat ke toilet, sementara orang mukmin le-
bih dekat ke masjid.”
7. Melalui lapar seseorang dapat meringankan biaya,
mampu untuk rela dengan memiliki harta sedikit, serta
mampu mendahulukan kepentingan orang fakir. Orang
yang selamat dari loba dalam memenuhi perutnya ti-
dak memerlukan harta yang banyak. Karenanya terle-
paslah dirinya dari sebagian besar kesulitan di dunia.
Orang yang mencari hutang untuk memenuhi syahwat
perutnya adalah karena dorongan nafsu belaka. Se-
dangkan orang yang biasa lapar akan meninggalkan
hal tersebut. Karena itu Ibrahim bin Adham18 bila dibe-

17 Salah seorang tokoh besar kaum sufi, termasuk deretan syekh yang
dibacakan Fatihah tawasul dalam majlis dzikir tertentu (e.g. Dzikrul
Ghafilin), memiliki banyak mutiara kata, di antaranya “Kunci dunia
adalah kenyang dan kunci akhirat adalah lapar.”
18 Nama lengkapnya Abu Ishak Ibrahim bin Adham, lahir di Balkh dari

keluarga bangsawan Arab. Beliau seorang raja yang meninggalkan ke-


rajaannya sejak kedatangan tamu ke istananya dan mengingatkan akan
pertaubatan. Beliau mencampakkan pakaian keduniaan yang kotor lalu
menggantikannya dengan jubah kepapaan yang megah, mengembara
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
11
ritahu tentang sesuatu yang mahal harganya, ia menja-
wab, “Murahkanlah dengan tidak usah membelinya.”

Cara Meninggalkan Tamak Makan


Mungkin seseorang sudah terbiasa dengan perut kenyang
dan banyak makan sehingga tidak tahu cara meninggal-
kannya. Kebiasaan demikian sebenarnya dapat ditinggal-
kan bila seseorang menghendakinya. Caranya adalah de-
ngan mengurangi makanan sedikit demi sedikit, misalnya
setiap hari dikurangi hanya satu suap atau satu sendok
saja. Dengan demikian dalam waktu sebulan ia dapat me-
ngurangi cukup banyak makanan, sedangkan pengaruhnya
tidak nampak pada dirinya.

Jika seseorang sudah terbiasa makan sedikit, hendaknya


memperhatikan tiga hal yaitu kadar makanan, waktu ma-
kan, dan jenis makanan.
1. Kadar makanan dikelompokkan menjadi tiga.
Derajat yang tertinggi adalah dejarat orang-orang sidiq.
Orang yang mencapai tingkat ini mencukupkan diri
untuk makan sekedar menguatkan dirinya, yaitu terha-
dap hal-hal yang dikhawatirkan dapat mengurangi
akal dan kehidupannya. Cara ini dipraktekkan oleh Sa-
hal at-Tastari19. Beliau berpendapat bahwa salat dengan
duduk karena kelemahan badan yang disebabkan lapar
adalah lebih utama dari pada salat dengan berdiri be-

ke arah Barat untuk menjalani hidup sendirian yang sempurna sambil


mencari nafkah melalui kerja kasar yang halal hingga wafat di Persia
sekitar tahun 165H/782M. Dikatakan bahwa beliau terbunuh ketika
mengikuti angkatan laut yang menyerang Byzantium. Taubat Ibrahim
merupakan sebuah kisah unik dalam kehidupan kaum muslimin.
19 Nama lengkap Abu Muhammad Sahal bin Abdullah bin Yunus bin

Isa bin Rafi‟ al-Tastariy, salah seorang pembesar imam tasawuf yang
berbicara tentang zuhud, ikhlas, dan aib perbuatan, wafat 283 H.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
12
serta kuat makan. Derajat terendah adalah cukup sete-
ngah mud tiap hari. Ukuran setengah mud kira-kira
6,125 ons, yaitu ukuran sepertiga perut. Umar bin Kha-
tab dan sejumlah sahabat makan setiap hari dengan
ukuran ini. Makanan mereka dalam 7 hari lebih kurang
satu gantang gandum syair. Derajat pertengahan, yaitu
satu mud (12,25 ons) untuk 7 hari. Jika seseorang sang-
gup makan lebih sedikit lagi berarti ia telah bersekutu
dengan para ahli ibadah dan hatinya cenderung kepada
jalan orang-orang yang menuju Tuhan.

Kadar makanan terkadang disesuaikan dengan perbe-


daan keadaan seseorang. Intinya adalah seseorang baru
mengulurkan tangan untuk menjamah makanan jika
benar-benar telah lapar dan menggenggam tangan se-
belum lapar. Tanda lapar yang sesungguhnya adalah
bila seseorang mau makan nasi tanpa lauk. Jika tanpa
lauk hati terasa berat dan enggan memakannya, maka
hal tersebut menunjukkan bahwa ia masih kenyang.

2. Waktu makan dibagi menjadi tiga tingkat.


Tingkat tertinggi yaitu makan sekali dalam tiga hari
atau lebih. Beberapa sahabat yang berada pada tingkat
ini misalnya Abu Bakar ash-Shiddiq makan sekali da-
lam 6 hari, Ibrahim bin Adham dan Sufyan ats-Tsawri20
7 hari sekali, bahkan ada yang sanggup makan sekali
dalam 40 hari. Barang siapa yang sanggup makan seka-
li dalam 40 hari, maka pasti keajaiban kerajaan langit
akan nampak kepadanya. Hal demikian tak mungkin
dapat dilaksanakan kecuali dengan cara sedikit demi
sedikit.

20Salah seorang perawi hadits dari generasi tabiin, syaikhul Islam,


imam para hafidh dan tokoh ulama aktivis pada zamannya yang tak
suka amal perbuatannya dipublikasikan
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
13

Tingkat pertengahan, yaitu makan dua hari sekali. Se-


dangkan tingkat terendah yaitu makan sehari sekali.
Karena itu seseorang yang makan dua kali sehari, apa-
lagi tiga kali sehari, berarti tak ada baginya keadaan la-
par sama sekali. Ini berarti ia telah meninggalkan ke-
utamaan lapar.

3. Jenis makanan berkaitan dengan kualitas yang dima-


kan dan lauk pauk. Jenis yang terbaik adalah roti yang
terbuat dari gandum bur dengan lauk pauk, dan jenis
yang terendah adalah roti yang terbuat dari gandum
syair tanpa lauk pauk.

Makan dengan lauk pauk secara terus menerus adalah


sangat makruh. Umar bin Khatab pernah berkata kepa-
da putranya, “Makanlah sesekali roti dengan daging,
roti dengan minyak samin, roti dengan susu, roti de-
ngan garam, dan sesekali roti saja!” Ucapan beliau me-
rupakan peringatan tentang cara terbaik bagi orang
yang membiasakan untuk menahan lapar.

Bagi orang yang menempuh jalan akhirat, mereka telah


sampai pada tingkat meninggalkan lauk, bahkan me-
ninggalkan syahwat seluruhnya. Dengan demikian di
antara mereka ada yang berkeinginan memenuhi syah-
watnya selama 20 tahun, namun nafsu dan syahwat ter-
sebut tidak dipenuhi.

Rasulullah saw bersabda,


َ ْ‫ أَع‬ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬
ْْ ُٜ ُ ‫ َّٔز‬ِٛ ‫ ِاَّٗ َٔب‬َٝ ْْ ُٜ ُٓ ‫غب‬ َ ‫َذ‬ْ ‫َٗجَز‬َٝ ِْْ ٤‫ا ِثبَُّ٘ ِؼ‬ْٝ ُّ‫ؿز‬ُ َٖ٣ْ ‫ اَُّ ِز‬٢ْ ِ‫اس أ ُ َّٓز‬
ُ ‫ِش َش‬
ْ
ِّ َ٬ٌَ ُ‫ ا‬٢ْ ِ‫َٕ ك‬ْٞ ُ‫شذَّه‬
َ َ ‫َز‬٣َٝ ‫بط‬ ّ َ َّ
ُ ‫ا‬َٞ ْٗ ‫أ‬َٝ ّ‫إ اُط َؼ ِب‬
ِ َ‫ع اُ ِِج‬ ُ َٞ ُْ َ ‫أ‬
Umatku yang terjelek ialah mereka yang makan dengan lauk
yang nyaman, sehingga dengan itu badannya tumbuh. Ke-
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
14
inginan mereka hanya terhadap bermacam-macam makanan
dan jenis pakaian, dan selalu memperbincangkan keduanya.21

Orang yang disinyalir oleh Rasulullah tersebut ialah


Cara untuk meninggalkan syahwat seperti ini dapat di-
lihat lebih jauh dalam pembahasan “Melemahkan
Kedua Syahwat.”

21HR Ibnu Adiy dalam al-Kamil dan al-Bayhaqiy dalam al-Syu‟ab, serta
Abu Nu‟aym dalam al-Hilyah. Lihat Ittihad al-Zubaydiy vol. 9 hal. 57
dan Takhrij Ahadits al-Ihya‟ vol. III hal. 52
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
15
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
16

2. BANYAK BICARA

B
anyak bicara termasuk induk akhlak yang tercela.
Oleh karena itu kebiasaan banyak bicara atau banyak
omong harus dihentikan. Teori Imam al-Ghazali me-
nyatakan bahwa semua perbuatan dari anggota badan
akan memberi bekas atau pengaruh kepada hati seseorang.
Mulut adalah yang paling banyak memberi pengaruh, ka-
rena setiap kata yang diucapkan akan membentuk sebuah
gambar di dalam hati. Gambar tersebut seluruhnya mence-
riterakan semua kalimat yang telah diucapkan oleh mulut.
Bila mulut berbuat dusta, maka di dalam hati terbentuk
gambar yang dusta, dan karenanya muka hati menjadi
bengkok. Jika hal seperti ini berlebihan sehingga orang mu-
ak mendengarkannya, maka muka hati menjadi hitam dan
gelap. Akhirnya banyak omong membawa kepada kema-
tian hati.

Pengendalian Banyak Bicara


Rasulullah saw melihat bahwa perbuatan mulut harus di-
kendalikan, sebagaimana hadits berikut:
‫ُ ثِ ْبُ َغَّ٘ ِخ‬َُٚ َْ ًَّ ََٞ ‫ أَر‬ِٚ ٤ْ َِ ْ‫ ِسع‬َٝ ِٚ ٤ْ َ٤ ْ‫َْٖ ُِؾ‬٤َ‫ ِث َٔب ث‬٢ْ ُِ َْ ًَّ ََٞ ‫َز‬٣ ْٖ َٓ
Barang siapa yang menyerahkan sesuatu yang ada di antara ke-
dua jenggot dan kedua kakinya kepadaku, maka akan kuserahkan
sorga kepadanya.22

22HR Bukhari dalam Shahih al-Bukhariy riwayat Sahal bin Saad. Lihat
Takhrij Ahadits al-Ihya‟ vol. III hal. 60
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
17
‫ ْاُلَ ْش ُط‬َٝ ُْ َ‫ ْاُل‬: ٕ‫ب‬
ِ َ‫ك‬َٞ ْ‫َع‬٧ْ‫َ ُّ ا‬٬‫غ‬
َّ ُ‫ ا‬ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ َُّ٘‫ُذ ِْخ َُ ا‬٣ ‫ػ ْٖ أ َ ًْض َ ِش َٓب‬
َ ٍَ ‫بس كَوَب‬ َ ََ ِ‫عئ‬
ُ َٝ
Ketika Rasulullah saw ditanya tentang hal yang banyak menye-
babkan orang masuk neraka, beliau menjawab, "Dua lubang, ya-
itu mulut dan kemaluan."23
‫ ْْ؟‬ِٜ ِ‫ظبئِذُ أ َ ُْ ِغَ٘ز‬
َ ‫َّ َؽ‬٫‫ ْْ ِا‬ِٛ ‫َبخ ِش‬
ِ َ٘ٓ ٠َِ‫ػ‬ َ َُّ٘‫َ ٌُتُّ ا‬٣ ََْ َٛٝ
َ ‫بط‬
Bukankah yang menelungkupkan manusia di neraka karena lu-
bang-lubang mereka kecuali pangkal lidahnya?24
َ ْٖ َٓ
‫ط َٔذَ َٗ َغب‬
Barang siapa diam, maka selamatlah ia.25
َ ‫ ِا َّٕ أ َ ًْض َ َش َخ‬:ٍَ ‫هَب‬َٝ َُٙ‫ذ‬٣َ ِٚ ٤ْ َِ ‫ػ‬
‫ب‬٣َ ‫طب‬ َ ُِ ‫ؼَُ؟ كَؤ َ ْخ َش َط‬
َ َٝ َٝ َُٚٗ‫غب‬
َ ‫ػ َغ‬ َ ‫ َ ْػ َٔب ٍِ أ َ ْك‬٧ْ‫ ا‬١
ُّ َ ‫أ‬
ِٚ ِٗ‫غب‬
َ ُِ ٢ْ ِ‫اث ِْٖ آدَ َّ ك‬
Muadz bin Jabal pernah bertanya kepada Rasulullah tentang per-
buatan yang paling utama dilakukan oleh seseorang. Rasulullah
lalu mengeluarkan lidahnya kemudian meletakkan tangan beliau
pada lidah tersebut seraya bersabda, “Sesungguhnya sebagian be-
sar kesalahan manusia terletak pada lisannya.”26
ْ ٤َ ُِ ْٝ َ ‫ ًْشا أ‬٤‫وُ َْ َخ‬٤َ ِْ َ‫خ ِش ك‬٥
ْ ُٔ ‫ظ‬
‫ذ‬ ِ ْ‫ ِّ ا‬ْٞ َ٤ُ‫ ْا‬َٝ ِ‫ُئْ ِٓ ُٖ ثِبهلل‬٣ َٕ‫َٓ ْٖ ًَب‬
Barang siapa yang percaya kepada Allah dan hari akhir, hendak-
lah ia berkata yang baik atau diam.27

23 Dikeluarkan oleh Ibn Majah dari Abu Hurayrah ra; juga al-Turmu-
dziy dan disahihkannya. Lihat Sunan Ibn Majah vol. II hal. 1418 dan
Shahih Ibn Hibban vol. II hal. 224
24 Dikeluarkan oleh Ibn Majah, al-Turmudziy; dan al-Hakim mengata-

kan sahih. Dalam Musnad Ibn Hanbal vol. V hal. 237 disebutkan bahwa
hadits ini riwayat Muadz bin Jabal ra
25 Dikeluarkan oleh al-Thabraniy dengan sanad jayid dan oleh al-Tur-

mudziy dari Abdullah bin Amr ra dengan sanad dhaif. Lihat Sunan al-
Turmudziy vol. IV hal. 660; Musnad Ibn Hanbal vol. II hal. 159; dan Sunan
al-Darimiy vol. II hal. 387
26 Dikeluarkan oleh al-Bayhaqiy dengan sanad hasan serta al-Thabraniy

dan Ibn Abi al-Dunya. Dalam Kanz al-Ummal vol. III hal. 1001 disebut-
kan bahwa hadits ini riwayat Ibn Mas‟ud ra
27 HR Bukhariy dan Muslim dari Abu Hurayrah ra dan diriwayatkan

oleh Ahmad sebagai bagian dari hadits dari Abu Syurayh al-Ka‟biy.
Lihat Shahih al-Bukhariy vol. V hal. 2240, Shahih Muslim vol. I hal. 68. Se-
kitar 111 tempat dalam berbagai kitab hadits menuturkan hadits ini.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
18
ْ ‫ َٓ ْٖ ًَض ُ َش‬َٝ ُُٚ‫ث‬ْٞ ُُٗ‫د ر‬
ُُٚ‫ث‬ْٞ ُُٗ‫د ر‬ ُ َ‫عو‬
ْ ‫ُ ًَض ُ َش‬ٚ‫ط‬ ُ َ‫عو‬
َ ‫ َٓ ْٖ ًَض ُ َش‬َٝ ُٚ‫ط‬ َ ‫ُ ًَض ُ َش‬ُٚٓ َ٬ًَ ‫َٓ ْٖ ًَض ُ َش‬
ِٚ ِ‫ ث‬٠َُْٝ َ ‫بس أ‬
ُ َُّ٘‫كَب‬
Barang siapa yang banyak omongnya, maka banyak jatuhnya.
Barang siapa banyak jatuhnya, maka banyak dosanya. Barang
siapa yang banyak dosanya, maka neraka adalah lebih patut bagi-
nya.28

Karena itu untuk menjaga tutur kata, Abu Bakar al-Shiddiq


meletakkan batu di dalam mulutnya untuk mencegah diri-
nya dari berkata-kata.

Bahaya Banyak Omong


Di dalam kitab Ihya‟ Ulumiddin karangan Imam al-Ghazali
telah dijelaskan 20 macam penyakit lisan. Jika ulasan terse-
but dituturkan di sini nampaknya terlalu panjang. Karena
itu pembahasan ini dicukupkan dengan memahami dan
mengamalkan firman Allah:
ْ ِ‫ ا‬ْٝ َ ‫فٍ أ‬ٝ‫ َٓ ْؼ ُش‬ْٝ َ ‫ظذَهَ ٍخ أ‬
َْٖ٤َ‫ ٍۭػٍ ث‬ََٟ ‫ط‬ َ ِ‫ َٓ ْٖ أ َ َٓ َش ث‬٫َّ ِ‫ ْْ ا‬ُٜ ‫ ٰى‬َٞ ْ‫ش ِ ّٖٓ َّٗغ‬٤
ٍ ٍۢ ِ‫ ًَض‬٠ِ‫ َْش ك‬٤‫ َخ‬٫َّ
ۚ ‫بط‬ ِ َُّ٘‫ٱ‬
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, ke-
cuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) mem-
beri sedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian
di antara manusia.29

Maksud ayat tersebut adalah agar kita tidak berbicara ten-


tang hal-hal yang tak berguna dan hendaknya kita mencu-
kupkan diri kepada hal-hal yang penting saja. Di sinilah
letak keselamatan, sebagaimana digambarkan dalam peris-
tiwa yang dialami oleh Anas ra bahwa pada hari Ahad ada
salah seorang pelayan laki-laki kami yang menampakkan

28 Dikeluarkan oleh Abu Nu‟aym dalam al-Hilyah dengan sanad dlaif,


dan diriwayatkan oleh al-Bayhaqiy mauquf pada Umar ra. Dalam Hil-
yah al-Awliya‟ vol. III hal. 74 menyatakan hadits ini dari Ibn Umar ra
29 Surat an-Nisa‟ ayat 114
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
19
dirinya kepada kami. Di perutnya diikatkan sebuah batu
karena menahan lapar. Kemudian ibu pelayan tersebut
mengusap debu dari muka anaknya seraya berkata, ”Ber-
gembiralah, bagimu sorga wahai anakku!” Kejadian itu di-
saksikan oleh Rasulullah saw kemudian beliau bersabda
kepada ibu tersebut, “Dari mana engkau tahu bahwa ia
akan masuk sorga? Barangkali ia berkata-kata dalam hal-
hal yang tidak berguna baginya, dan mencegah makanan
yang tidak memberi mudlarat kepadanya.”30

Definisi perbuatan yang tidak berarti adalah hal-hal yang


apabila ditinggalkan tidak menghilangkan pahala, dan ti-
dak mendapatkan manfaat dengan melakukannya. Barang
siapa yang mencukupkan diri dalam berkata-kata menurut
definisi tersebut, maka sedikitlah omongnya. Karena itu
sebaiknya seseorang perlu memperhitungkan bila ia meng-
ucapkan sesuatu yang tidak berguna baginya. Berdzikir
kepada Allah sebagai ganti dari ucapan yang tak berguna
adalah lebih bermanfaat untuk kebahagiannya. Akal perlu
diajak berpikir bahwa membuang pahala dan mengambil
bara api neraka seharusnya tak perlu dilakukan. Dengan
demikian, hal-hal yang tak bermanfaat akan dapat diting-
galkan, seperti cerita omong kosong atau ngrumpi, membi-
carakan tentang makanan seperti wisata kuliner dan adat
istiadat berbagai negara, tentang ihwal manusia, tentang
pekerjaan dan perniagaannya, dan apa saja yang dilakukan
oleh manusia.

Akibat Banyak Omong


Akibat yang ditimbulkan oleh banyak omong adalah dusta,
menggunjing (membicarakan kejelekan atau kekurangan

30Dikeluarkan oleh al-Turmudziy dari Anas ra dan dinyatakan gharib,


juga diriwayatkan oleh Ibn Abi al-Dunya dengan sanad dlaif, dan diri-
wayatkan oleh al-Thabraniy dalam al-Awsath dengan sanad jayid
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
20
seseorang dilihat dari segi negatif), berbantah, memuji, dan
bergurau. Penjelasan dari kelima hal tersebut adalah seba-
gai berikut:

1. Berdusta
Rasulullah saw memperingatkan bahwa berdusta ada-
lah perbuatan yang perlu ditinggalkan, sebagaimana
sabda beliau:
‫َت ِػ ْ٘ذَ هللاِ ًَزَّاثًب‬ َ ‫ ْاُ ٌَز‬ٟ‫َز َ َؾ َّش‬٣َٝ ‫ِة‬
َ ‫ُ ٌْز‬٣ ٠َّ‫ِة َؽز‬ ُ ‫َ ٌْز‬٣ ُ‫َضَ ا ٍُ ْاُ َؼ ْجذ‬٣ َ٫
Tiada henti-hentinya seseorang hamba berdusta dan membi-
arkan dirinya dalam kedustaan, sehingga ia dicatat di sisi
Allah sebagai pendusta.31
َُُٚ ٌَ ٣ْ َٝ َُُٚ ٌَ ٣ْ َٝ ‫بط‬
ُ َُّ٘‫ُ ا‬ْٚ٘ ِٓ َ‫ؼ َؾي‬ ُ ‫َ ٌْز‬٤َ‫ِّس ك‬
ْ َ٤ُِ ‫ِة‬ ْ ‫ ٌَ َُِِّ ِز‬٣ْ َٝ
ُ ‫ُ َؾذ‬٣ ١
Celakalah orang yang berbicara kemudian ia berdusta agar
orang lain tertawa! Celaka baginya! Celaka baginya!32
ُ َٝ ِ‫ ْش َشاىُ ِثبهلل‬٩ِ ْ‫َ أَُٗجِّئ ُ ٌُ ْْ ِثؤ َ ًْ َج ِش ْاُ ٌَجَبئِ ِش ا‬٫َ‫أ‬
َ‫ ًَبَٕ ُٓز َّ ٌِئًب كَوَؼَذ‬َٝ ِْٖ ٣َ‫ا ُِذ‬َٞ ُ‫ ُم ْا‬ْٞ ُ‫ػو‬
ُّ ٍُ ْٞ َ‫ه‬َٝ َ٫َ‫َ ُّ أ‬٬‫غ‬
‫ ِس‬ْٝ ‫اُض‬ َّ ُ‫ ا‬ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ ٍَ ‫كَوَب‬
Bukankah sudah kuterangkan kepadamu tentang dosa yang
paling besar? (Yaitu) menyekutukan Allah, durhaka terhadap
kedua orang tua, ... waktu itu Rasulullah bersandar lalu du-
duk seraya bersabda: Ingatlah, dan ... omongan bohong atau
palsu!33
َ ‫ ْاُ ٌَز‬َٝ َ‫َبَٗخ‬٤‫َّ ْاُ ِخ‬٫ِ‫ب ْاُ ُٔئْ َِٖٓ ا‬َٜ ٤ْ َِ‫ػ‬
‫ِة‬ ْ َ٣ ‫ظَِ ٍخ‬
َ ُ‫طجَ ُغ هللا‬ ْ ‫ًُ َُّ َخ‬
Tiap pekerjaan dosa yang dilakukan oleh seorang mukmin

31 HR Bukhariy dan Muslim. Dalam Mu‟jam al-Shaghir vol. II hal. 8 di-


nyatakan bahwa hadits ini dari Abdullah ibn Mas‟ud
32 Dikeluarkan oleh Abu Dawud, al-Nasaiy, dan al-Turmudziy dan di-

sahihkannya; serta diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad Ahmad


vol. V hal. 5. Dalam Sunan Abi Dawud vol. II hal. 716 dinyatakan bahwa
hadits dari Bahz ibn Hakim dari ayahnya, dari kakeknya. Lihat pula
Sunan al-Darimiy vol. II hal. 362, al-Mustadrak vol. I hal. 108 dan sekitar
25 tempat dalam kitab-kitab hadits
33 HR Bukhariy dan Muslim dari Abdurrahman ibn Abi Bakrah ra. Li-

hat Shahih al-Bukhariy vol. V hal. 2314, dan 29 tempat dalam kitab ha-
dits lainnya
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
21
Allah akan mencatat dia sebagai orang mukmin atasnya, ke-
cuali perbuatan khianat dan dusta.34

Dusta yang diperkenankan


Dusta adalah haram dilakukan dalam segala hal, kecu-
ali dalam keadaan darurat. Keharaman tersebut berlaku
pula bagi seorang ibu yang berdusta kepada anak kecil-
nya, misalnya berkata, “Kemarilah, nanti aku beri!”
Rasulullah saw bersabda kepada ibu yang berbuat de-
mikian, “Apakah yang akan kau berikan kepadanya ji-
ka ia datang?” Ibu tersebut menjawab, “Kurma.” Rasu-
lullah menyahut, “Kalau sekiranya kau tidak benar-
benar memberinya, maka engkau dicatat berbuat dus-
ta.”35

Oleh karena itu hendaknya seseorang berhati-hati ter-


hadap perbuatan dusta, meskipun di dalam angan-
angan atau khayalan hatinya. Perbuatan dusta yang de-
mikian akan membentuk sebuah gambar bengkok yang
menyebabkan mimpinya dusta dan rahasia kerajaan la-
ngit tak akan terbuka dalam tidurnya. Pengalaman te-
lah banyak membuktikan akan kebenaran hal tersebut.

Ada beberapa dusta yang diperkenankan dalam agama.


Keringanan yang diberikan untuk berbuat dusta yaitu
apabila kejujuran akan membawa bencana lain yang
lebih fatal dari pada bencana yang diakibatkan oleh
dusta. Kebolehan dusta dalam agama tersebut sebagai-

34 HR Ibn Abi Syaybah dari Abu Umamah ra dalam al-Mushannif dan


oleh Ibn „Adiy dalam Mukadimah al-Kamil, serta oleh Ahmad. Dalam
َ ُٖ ِٓ ْ‫ُطجَ ُغ ْاُ ُٔئ‬
riwayat al-Bazzar dan Abi Ya‟la disebutkan dengan ‫ ًُ َِّ خِ َِّ ٍخ‬٠َِ‫ػ‬ ْ ٣
.... dan rijalul haditsnya sahih. Lihat pula Takhrij Ahadits al-Ihya‟ vol. III
hal. 103
35 HR Abu Dawud dan Ahmad, dan rijalul haditsnya tsiqat
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
22
mana diperbolehkannya makan bangkai yang bila tidak
makan bangkai tersebut akan membawa bencana yang
lebih berat yaitu kematian. Kata Umi Kulsum ra, salah
seorang isteri Nabi,
ِ ‫ءٍ َِٖٓ ْاُ ٌَ ِز‬٢َ
٢ْ ِ‫َّ ك‬٫‫ة ِا‬ ْ ‫ ش‬٢ْ ِ‫عَِّ َْ ك‬ َ ُ‫ هللا‬٠َِّ‫ط‬
َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ ِ‫ ٍُ هللا‬ْٞ ‫ع‬ ُ ‫ض َس‬ َ ‫َٓب َس َّخ‬
ْ
٢ْ ِ‫ ٍَ ك‬ْٞ َ‫ ٍُ اُو‬ْٞ ُ‫و‬٣َ َُ ‫اُش ُع‬
َّ َٝ ‫َ َػ‬٬‫ط‬ ْ
ْ ٩ِ ْ‫ذُ ا‬٣ْ ‫ ُِش‬٣ ٍَ ْٞ َ‫ ٍُ اُو‬ْٞ ُ‫َو‬٣ َُ ‫اُش ُع‬ َّ :‫س‬ ٍ َ٬َ‫ص‬
َ
َُٚ‫ّس ْآ َشأر‬ُ ‫ُ َؾ ِذ‬٣ َُ ‫اُش ُع‬
َّ َٝ ‫ة‬ِ ‫اُ َؾ ْش‬
Rasulullah saw tidak memberikan keringanan sedikit-
pun dalam dusta kecuali tiga hal:
a. Orang yang mengucapkan ucapan untuk menghen-
daki kemaslahatan,
b. Orang yang berkata dalam suasana peperangan, dan
c. Orang yang berbicara kepada isterinya.36

Dusta yang pertama diperkenankan karena dua orang


yang sedang bertengkar akan terus menerus berbuat
maksiat dan bermusuhan, jika sekiranya tidak didamai-
kan dengan berbuat dusta. Karena itu dusta yang dila-
kukan dianggap lebih utama. Keringanan dalam dusta
kedua karena rahasia dari peperangan apabila dikata-
kan dengan sebenarnya kepada pihak musuh dapat
menghancurkan pihaknya karena musuh telah menge-
tahuinya. Sedangkan dusta ketiga adalah antara suami
dan isteri. Rahasia kebolehan seseorang berdusta kepa-
da isterinya ialah karena apabila ia berkata dengan se-
benarnya kepada isterinya akan timbul kerusakan yang
lebih besar dalam rumah tangganya dari pada kerusak-
an yang ditimbulkan oleh dusta. Seorang suami yang
berdusta bahwa ia kurang enak badan sehingga tidak
36
HR Muslim dengan kata yang hampir sama, lihat pula syarah hadits
dalam Syarh Muslim karangan Imam Nawawiy; dan riwayat Ahmad
dengan kalimat yang lebih mendekati sama. Sunan Abi Dawud vol. II
hal. 698 menyatakan hadits ini dari Ummu Kultsum binti Uqbah ra
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
23
makan lahap masakan yang disajikan oleh isterinya
adalah lebih baik dari pada ia mengatakan bahwa ma-
sakannya tidak enak, yang dapat meretakkan hubung-
an rumah tangga. Inilah rahasia dalam hadits tersebut.
Demikian pula sebaliknya dusta dalam hal sepele yang
dapat menjaga keharmonisan rumah tangga.

Termasuk maksud hadits tersebut adalah dusta sese-


orang untuk menutupi harta orang lain dari kejahatan
orang dhalim, perbuatan ingkar seseorang untuk me-
nutupi rahasia orang lain, dan perbuatan ingkar sese-
orang terhadap kemaksiatan dirinya sendiri dari perta-
nyaan orang lain. Hal terakhir diperbolehkan karena
berterang-terangan dalam perbuatan fasik dan menam-
pakkannya adalah haram. Demikian pula keingkaran
seseorang terhadap dosa dirinya sendiri atas pertanya-
an orang lain adalah untuk menyenangkan hatinya. Hal
itu semua dikategorikan sebagai upaya menolak kemu-
dlaratan.

Dusta tetap tidak diperbolehkan bila untuk menarik ke-


untungan harta ataupun pangkat sebagaimana dilaku-
kan oleh banyak orang. Jika seseorang terpaksa berbuat
dusta, sebaiknya sebelum berdusta ia mencari hal-hal
lain sedapat mungkin sebagai ganti dari dusta, sehing-
ga ia tidak membiasakan diri untuk berdusta.

Contoh perbuatan dusta yang pernah dilakukan oleh


ulama:
a. Ibrahim bin Adham pernah berpesan kepada pela-
yannya apabila ada orang yang mencarinya di ru-
mah, “Katakanlah kepadanya: Carilah beliau di
masjid.” Dusta di sini dimaksudkan agar beliau tak
terganggu ibadahnya.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
24
b. Syi‟biy37 pernah memberi batas suatu daerah dan
berkata kepada pelayannya: “Arahkan telunjuk jari-
mu kepada daerah-daerah itu dan berkatalah bahwa
saya tidak di sini.” Dusta di sini juga dimaksudkan
agar beliau tidak terganggu dalam melaksanakan
ibadah.
c. Sebagian ulama ada yang membuat alasan kepada
pejabat dengan berkata: “Sejak saya berpisah de-
ngan Bapak, saya tidak dapat mengangkat pinggang
saya dari bumi, kecuali pada hal-hal yang dikehen-
daki oleh Allah.”
d. Sebagian lagi ada yang mengingkari perkataan yang
telah diucapkan dengan berkata, “ ْٖ ِٓ ُ‫َ ْؼَِ ُْ َٓب هُ ِْذ‬٤َُ َ‫اِ َّٕ هللا‬
َ ْٖ ِٓ َ‫ ”رَُِي‬Innallaha laya'lamu ma aqul yang artinya
ٍ‫ء‬٢ْ ‫ش‬
ambivalen, yaitu (1)Sungguh, Allah telah mengeta-
hui apa yang telah kukatakan tentang hal tersebut,
dan (2)Sungguh Allah mengetahui, aku tidak me-
ngatakan tentang hal tersebut. Pembicara bermak-
sud pada arti pertama, tetapi pendengar mungkin
menangkapnya dengan arti kedua. Hal ini disebab-
kan kata “ma-“ dalam bahasa Arab dapat berarti
“sesuatu” dan dapat berarti “tidak”.

Untuk tujuan yang ringan diperkenankan memaling-


kan maksud pembicaraan kepada pengertian lain, se-
perti yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw, mi-
salnya:
a. “‫ ٌص‬ْٞ ‫غ‬ َ َ‫َ ْذ ُخ َُ ْاُ َغَّ٘خ‬٣ َ٫” La yadkhulul jannata „ajuzun38,
ُ ‫ػ‬
yang artinya: Perempuan tua tidak masuk sorga. Mak-
sudnya, di sorga tak ada perempuan yang tua, kare-
na mereka akan dimudakan kembali oleh Allah.

37
38 HR al-Turmudziy dari hadits hasan mursal
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
25
b. “‫ ِش‬٤ْ ‫َُ ِذ ْاُ َج ِؼ‬َٝ ٠َِ‫ػ‬
َ َ‫َٗؾْ ُِِٔي‬َٝ ” Wa nachmiluka „ala waladil
ba‟ir yang artinya: (1) Kami akan membawa kamu
39

pada anak unta, dan (2) Kami akan membawa kamu


di atas anak unta.
ٌ َ٤َ‫ ِع ِي ث‬ْٝ َ‫ ص‬٢َْ ٘٤ْ ‫ػ‬
c. “‫بع‬ َ ٢ْ ِ‫ك‬َٝ ” Wa fi „aynay zawjiki bayadlun40
yang artinya: Pada kedua mata suamimu terdapat
warna putih.

Kalimat-kalimat di atas terdapat kata yang dapat dipa-


hamkan berbeda dengan yang dimaksudkan oleh pem-
bicara. Kalimat gurau seperti di atas boleh diperguna-
kan di lingkungan keluarga seperti kepada isteri dan
anak-anak untuk menyenangkan hatinya.

Ada kalanya orang yang menahan diri untuk tidak ma-


kan sewaktu ia ditawari makanan lalu menjawab, “Ah,
saya tidak ingin, terima kasih.” Padahal ia sebenarnya
ingin. Dalam hal ini ia telah berbuat dusta, sedangkan
dusta demikian tidak patut baginya. Semestinya ia
mencari kata lain sehingga ia tidak berbuat dusta. Ra-
sulullah saw pernah berkata terhadap hal tersebut ke-
pada seorang perempuan, “‫ػب‬ ً ْٞ ‫ ُع‬َٝ ‫ ًَ ِزثًب‬٢ْ ‫َ رَغْ َٔ ِؼ‬٫” La
tajma‟i kadziban wa ju„an yang artinya: Jangan kau sa-
41

tukan antara dusta dan lapar.

2. Menggunjing
Menggunjing (ngrasani, Jawa) adalah akibat dari ba-
nyak omong. Rasulullah saw memberi peringatan agar
seseorang menjauhkan diri dari perbuatan menggun-

39 HR Abu Dawud dan al-Turmudziy


40 HR al-Zubayr ibn Bikar dan Ibn Abi al-Dunya
41 HR al-Thabraniy dan Ibn Abi al-Dunya dan riwayat Ahmad dari ha-

dits Asma‟ binti Abu Yazid ibn al-Sakan dengan kata ٖ‫ رغٔؼ‬٫. Lihat al-
Mu‟jam al-Kabir vol. 23 hal. 26
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
26
jing, misalnya dalam firman Allah dan hadits-hadits
beliau:
ُُٙٞٔ ُ ‫ز‬ْٛ ‫ ٍۭز ًب كَ ٌَ ِش‬٤ْ َٓ ِٚ ٤‫َؤ ْ ًُ ََ َُؾْ َْ أ َ ِخ‬٣ َٕ‫ ُِؾتُّ أ َ َؽذُ ًُ ْْ أ‬٣َ‫أ‬
Adakah salah seorang dari kamu senang memakan daging
saudaranya yang mati? Niscaya kamu semua membenci-
nya.42
َ َ ‫جَخ أ‬٤ْ ‫ا َ ُْ ِـ‬
ّ ِ َِٖٓ ُّ‫شذ‬
٠َٗ‫اُض‬
Menggunjing dosanya lebih berat dari pada zina. 43

Dalam beberapa kitab hadits disebutkan bahwa Rasu-


lullah saw ditanya oleh para sahabat, mengapa hal ter-
sebut lebih berat dosanya dari pada zina, lalu dijelas-
kan bahwa ketika seseorang berzina kemudian bertau-
bat dan bertaubat, maka Allah dapat mengampuni do-
sanya. Namun ketika seseorang menggunjing orang
lain, maka dosanya baru diampunkan oleh Allah jika
orang lain tersebut memaafkan.
‫ َج ِخ‬٤ْ ‫ َٓ ْٖ َٓبدَ ر َبئِجًب َِٖٓ ْاُ ِـ‬: ُّ َ٬‫غ‬ َّ ُ‫ ا‬ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ ْٞ ُٓ ٠َُِ‫ ا‬٠َُ‫ هللاُ رَؼَب‬٠‫ َؽ‬ْٝ َ ‫أ‬َٝ
َ ٠‫ع‬
َُ ‫َ ْذ ُخ‬٣ ْٖ َٓ ٍُ َّٝ َ ‫ أ‬َٞ ُٜ َ‫ب ك‬َٜ ٤ْ َِ‫ػ‬ ِ ُٓ َ‫ َٓ ْٖ َٓبد‬َٝ َ‫َ ْذ ُخ َُ ْاُ َغَّ٘خ‬٣ ْٖ َٓ ‫آخ ُش‬
َ ‫ظ ًّشا‬ ِ َٞ ُٜ َ‫ك‬
َ َُّ٘‫ا‬
‫بس‬
Firman Allah kepada Nabi Musa as, “Barang siapa yang ma-
ti dalam keadaan bertaubat dari perbuatan menggunjing,
maka ia adalah orang yang terakhir masuk ke dalam sorga.
Barang siapa yang mati dalam keadaan berkekalan pada per-
buatan menggunjing, maka ia adalah orang yang pertama
kali masuk neraka.”
٢ْ ُِ ََ ٤ْ ‫ ْْ كَ ِو‬ِٛ ‫بس‬ ْ َ ‫ ْْ ثِؤ‬ُٜ َٛ ْٞ ‫ ُع‬ُٝ َْٕٞ ‫ش‬
ِ َ‫ظل‬ ُ َٔ ‫َ ْخ‬٣ ٍّ ْٞ َ‫ ه‬٠َِ‫ػ‬
َ ٢ْ ِ‫ ث‬١ َ ‫َِخَ أُع ِْش‬٤ْ َُ ُ‫َٓ َش ْسد‬
َ َُّ٘‫َٕ ا‬ُْٞ ‫َ ْـز َبث‬٣ ‫ا‬ْٞ ُٗ‫َْٖ ًَب‬٣‫ء اَُّ ِز‬٥ُ
‫بط‬ ِ ‫ئ‬َٛ
42Al-Quran, surat al-Hujurat ayat 12.
43HR al-Thabraniy dalam al-Awsath dari Jabir bin Abdullah dan Abu
Said al-Khudriy ra; Mu‟jam al-Zawaid, vol. 8 hal. 173; juga diriwayatkan
oleh Ibnu Hibban dalam al-Dlu‟afa‟, Ibn Abi al-Dunya, dan Ibn Marda-
wiyah dalam al-Tafsir. Lihat pula al-Mu‟jam al-Awsath vol. VI hal. 348.
Masih sekitar 15 tempat dalam kitab hadits yang menyebutkan ini.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
27
Pada malam aku diisro‟kan, aku melewati suatu kaum yang
mencakar mukanya dengan kuku-kukunya. Kemudian dikata-
kan kepadaku, ”Mereka adalah orang-orang yang menggun-
jing orang.” 44

Definisi menggunjing adalah bila seseorang menyebut-


kan keadaan orang lain dengan sesuatu yang diben-
cinya dan orang lain tersebut mengetahuinya meskipun
penyebutan tersebut benar. Keadaan yang disebutkan
dapat menyangkut kekurangan dirinya, akal, pakaian,
perbuatan, perkataan, rumah, nasab atau keturunan,
kendaraan, ataupun tentang sesuatu yang bersangkut
paut dengannya. Misalnya: “Wah, .... si Ani bajunya ke-
besaran!” Meskipun kedengarannya sepele, jika orang
yang bersangkutan tidak senang, maka ucapan tersebut
termasuk menggunjing. Pada masa Rasulullah saw ada
seseorang berkata, ”Alangkah lemahnya ia.” Rasulullah
saw lalu bersabda kepadanya, ”Engkau telah menggun-
jing dia.”45 Aisyah ra pernah memberi isyarat dengan
tangan tentang seorang perempuan yang pendek tu-
buhnya. Rasulullah saw bersabda kepada Aisyah,
“Engkau telah menggunjing dia.”46

Dari contoh tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa


menggunjing tidak hanya terbatas pada ucapan saja.
Tak ada bedanya antara ucapan dan isyarat lainnya se-
perti dengan kode tangan, kedipan mata, sindiran, atau
lainnya. Misal seseorang yang berkata, “Sebenarnya di
antara kerabat kita demikian, ..... demikian, ..... “ dan

44HR Abu Dawud dari Anas ra dengan sanad mursal. Lihat Takhrij
Ahadits al-Ihya‟ vol. III hal. 109

45 HR al-Thabraniy dengan sanad dlaif


46 HR Ahmad dan aslinya dari Abu Dawud dan al-Turmudziy
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
28
seterusnya.

Menggunjing yang paling jahat


Menggunjing yang paling jelek adalah yang dilakukan
oleh orang alim. Misal:
a. “Segala puji bagi Allah yang telah tidak mencoba
kita dengan masuk ke rumah pejabat untuk mencari
dunia.”
b. “Kita berlindung kepada Allah dari sedikitnya rasa
malu.”
c. “Alangkah baiknya keadaan si Paul. Seandainya ia
dalam menerima ujian dari Allah seperti kita, ia
banyak bersabar terhadap bujukan dunia. Mudah-
mudahan Allah memberi maaf kepada kita sekali-
an.”

Orang alim yang berkata demikian telah mengumpul-


kan antara perbuatan menggunjing dengan perbuatan
pamer/riya, serta menonjolkan dirinya seperti orang
berbuat kebaikan dalam menghindarkan diri dari
menggunjing. Karena itu menggunjing semacam ini
adalah yang paling jahat. Banyak orang alim tertipu,
mereka menyangka telah meninggalkan perbuatan
menggunjing namun sebenarnya berbuat menggunjing.
Demikian pula halnya seseorang yang menggunjing
namun tak ada yang memperhatikannya lalu berkata,
“Subhanallah! Orang ini sangat mengherankan,” se-
hingga orang-orang bangkit memperhatikannya. Pe-
nyebutan Allah dipergunakan untuk menyatakan
kejahatan dalam menggunjing adalah hal yang sangat
buruk, misal: “Hati saya susah memikirkan si Paula.
Mudah-mudahan Allah menerima taubat kita dan tau-
batnya.” Kalimat yang dinyatakan bukanlah doa, tetapi
memberitahukan tentang aib seseorang. Jika bermak-
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
29
sud mendoakan, niscaya ia menyembunyikannya, dan
jika hatinya susah tentang si Paula, pasti ia menyimpan
atau merahasiakan aib dan cacat dan maksiatnya.

Orang yang mendengar terkadang menampakkan ke-


heranan terhadap pembicaraan orang yang menggun-
jing, sehingga semangat menggunjing bertambah. De-
ngan demikian, ia termasuk orang yang menggunjing,
seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw bahwa
orang yang mendengarkan adalah termasuk orang
yang menggunjing47. Jika ada orang yang menggunjing
berkata, “Tinggalkan menggunjing si Tom,” tetapi tu-
juannya adalah agar diketahui orang lain bahwa diri-
nya berwirai, yaitu pura-pura tidak suka pada kemak-
siatan maka ia tetap terkena dosa menggunjing selama
ia tidak membenci perbuatan menggunjing tersebut
dengan hatinya, apalagi ada unsur pamer.

Seseorang dapat terbebas dari dosa menggunjing apa-


bila memenuhi tiga unsur:
a. membenci perbuatan menggunjing dengan hatinya,
b. mendustakan omongan orang yang menggunjing,
c. tidak mau membenarkan ucapan yang menggun-
jing, karena orang yang menggunjing adalah orang
fasik yang berhak untuk didustakan; sedangkan
orang Islam yang dibicarakan berhak untuk disang-
ka baik.

Rasulullah saw bersabda,


َ ِٚ ِ‫ظ َّٖ ث‬
َّ ُ‫ظ ُّٖ ا‬
‫ ِء‬ْٞ ‫غ‬ َ ‫ ِػ ْش‬َٝ َُٚٓ َ‫ِا َّٕ هللاَ َؽ َّش َّ َِٖٓ ْاُ ُٔ ْغ ِِ ِْ د‬
َ ُ٣ ْٕ َ ‫أ‬َٝ َُُٚ‫ َٓب‬َٝ ُٚ‫ػ‬
Sesungguhnya Allah telah mengharamkan dari orang Islam
empat hal: darahnya, kehormatannya, hartanya, dan disang-

47 HR al-Thabraniy dengan sanad dlaif


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
30
ka dengan persangkaan jelek.48

Menggunjing yang dilakukan dengan hati tanpa di-


ucapkan tetap haram hukumnya, sebagaimana dilaku-
kan dengan lisan atau ucapan, kecuali jika terpaksa un-
tuk memperkenalkannya yang sekira tak mungkin ber-
pura-pura tidak tahu dengannya.

Kebolehan menggunjing
Menggunjing diperbolehkan dalam enam kondisi:
a. Orang teraniaya yang menyebutkan kedhaliman
orang yang menganiaya di hadapan pejabat agar pe-
jabat tersebut menolak kedhaliman penganiaya. Bila
disebutkan di hadapan bukan pejabat yang tak
mampu melakukannya, maka tidak diperbolehkan.
Misal orang-orang yang sedang melakukan haji di-
bicarakan di hadapan seorang ulama salaf, kemu-
dian ulama tersebut berkata, “Sungguh Allah akan
membalaskan bagi orang-orang yang haji dari
orang-orang yang menggunjing; sebagaimana Allah
akan membalaskan bagi orang-orang yang haji dari
orang-orang yang menganiayanya.”
b. Di hadapan orang yang dimintai tolong untuk
mengubah kemungkaran.
c. Di hadapan orang yang diminta fatwanya tatkala
memerlukan penuturan masalah. Hindun49 berkata

48 HR al-Bayhaqiy dengan sanad dlaif, dan riwayat Muslim dan Ibn


Majah dengan lafadh “Setiap muslim haram darahnya, hartanya, dan
kehormatannya”, serta riwayat Abu Dawud dengan kalimat yang ham-
pir sama dengan Muslim. Al-Thabraniy juga meriwayatkan dari Ibn
Abbas ra dalam al-Kabir. Lihat pula al-Mu‟jam al-Kabir vol. 11 hal. 37
dan Mu‟jam al-Zawaid vol. III hal. 630 serta Kanz al-Ummal vol. I hal. 287
49 Hindun binti „Utbah (‫٘ذ ث٘ذ ػزجخ‬ٛ) adalah istri dari Abu Sufyan bin

Harb, seorang pria yang sangat berpengaruh di Mekkah. Dia ibu dari
Muawiyah I, pendiri dinasti Umayyah dan Ramlah binti Abu Sufyan
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
31
kepada Nabi saw, “Sungguh Abu Sufyan adalah
laki-laki bakhil. Ia tidak memberiku nafkah yang
cukup.”
d. Menghindarkan orang Islam dari kejahatan orang
lain bila ia mengetahui seandainya ia tidak menye-
butkan kejahatan tersebut pasti kesaksian orang ja-
hat malah diterima. Misal menyebutkan kejahatan
seseorang di hadapan orang yang akan diajak kerja-
sama oleh orang jahat, yang dapat mengakibatkan
kemudlaratan orang tersebut. Hal ini hanya diper-
bolehkan di hadapan orang yang diperkirakan akan
mendapatkan kemudlaratan.
e. Menyebutkan seseorang yang sudah terkenal de-
ngan nama yang ada cacatnya, seperti “si cengeng”
atau “si juling”. Akan tetapi lebih baik menyebutkan
dengan nama yang lain.
f. Menyebutkan cacat orang yang telah berterang-
terangan dalam perbuatan cacat dan tidak benci bila
ia mendengarnya, misal “si banci”, atau “si penjual
arak”.

Menurut al-Hasan50, ada tiga hal yang tidak dianggap


sebagai perbuatan menggunjing, yaitu menggunjing
terhadap:
a. orang yang selalu menuruti hawa nafsunya,

adalah salah satu dari istri Nabi Muhammad. Abu Sufyan dan Hindun
awalnya sangat menentang penyebaran agama Islam. Statusnya seba-
gai sahabat nabi dipertanyakan karena aksinya yang sebelum memeluk
Islam telah mengunyah hati Hamzah paman Nabi Muhammad sewak-
tu Perang Uhud. Ia diperkirakan hidup pada akhir abad ke-6 dan awal
ke-7
50 Jika ditinjau dari segi tahun, yang termasuk sebutan al-Hasan adalah

Hasan bin Ali bin Abu Thalib (‫ ؽبُت‬٢‫ ثٖ أث‬٢ِ‫( )ؽغٖ ثٖ ػ‬c. 625 – 669), putera
dari Ali bin Abi Thalib dan Fatimah az-Zahra, dan cucu pertama dari
Nabi Muhammad saw.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
32
b. orang fasik yang berterang-terangan dalam kefasik-
annya, dan
c. pimpinan yang durhaka.

Kebolehan menggunjing ketiga macam orang tersebut


karena mereka berterang-terangan melakukan perbuat-
annya dan tidak benci terhadap penuturannya. Meski-
pun demikian, menyebutkan atau menuturkan kemak-
siatan orang fasik yang masih menyembunyikan kefa-
sikannya makruh hukumnya, dan tidak diperbolehkan
tanpa alasan yang sah.

Cara menahan menggunjing


Cara mengobati jiwa untuk menahan agar seseorang
tidak berbuat menggunjing adalah:
a. Memperhatikan ancaman dan kerugiannya, misal
Rasulullah saw mengingatkan:
‫َجَ ِظ‬٤ُ‫ ْا‬٢ِ‫بس ك‬
ِ َُّ٘‫د ْاُؼَ ْج ِذ َِٖٓ ا‬
ِ ‫غَ٘ب‬ ُ ‫جَخَ أَع َْش‬٤ْ ‫اِ َّٕ ْاُ ِـ‬
َ ‫ َؽ‬٢ْ ِ‫ع ك‬
Sesungguhnya perbuatan menggunjing lebih cepat dalam
menghapus amal baik seseorang dibandingkan kecepatan
api membakar rumput kering.51
Rasulullah juga menjelaskan bahwa amal baik sese-
orang yang menggunjing berpindah ke catatan amal
orang yang dianiaya dengan perbuatan menggun-
jing tersebut. Karena itu hendaknya orang yang
menggunjing memperhatikan amal baiknya yang
hanya sedikit dan perbuatan menggunjing yang
banyak dilakukan. Kalau tidak, dalam waktu dekat
ia akan menjadi orang pailit karena kebajikannya

51
Menurut al-Iraqiy tidak ditemukan aslinya sebagaimana disebut da-
lam Kasyf al-Khufa‟ vol. II hal. 1248, namun menurut al-Zubaydiy hadits
tersebut riwayat Ibn Abi al-Dunya dari Hasan al-Bashriy. Dalam al-
Ihya‟ disebutkan dengan ‫د ْاُؼَ ْج ِذ‬
ِ ‫ َؽ َغَ٘ب‬٢ْ ِ‫ َج ِخ ك‬٤ْ ‫ع ِٓ َٖ ْاُ ِـ‬
َ ‫َجِ ِظ ثِؤ َ ْع َش‬٤ُ‫ ْا‬٢ِ‫بس ك‬
ُ َُّ٘‫َٓب ا‬
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
33
sirna.
b. Hendaknya seseorang memikirkan cacat yang ada
pada dirinya sendiri. Bila dirinya terdapat cacat,
hendaklah ia sibuk memperbaiki diri sendiri tanpa
memperhatikan cacat orang lain.
c. Jika seseorang pernah melakukan dosa walaupun
kecil, hendaknya ia menyadari bahwa kecelakaan
dirinya lantaran dosa kecil yang dilakukan adalah
lebih banyak dari pada kecelakaan diri sebab dosa
besar yang dikerjakan orang lain.
d. Jika seseorang merasa bahwa dirinya tidak cacat,
hendaknya ia menyadari bahwa kebodohannya da-
lam mengetahui cacat dirinya adalah cacat yang pa-
ling besar.
e. Jika seseorang tidak mempunyai cacat dan benar-
benar telah mensucikan diri dari cacat, hendaknya
bersyukur kepada Allah sebagai ganti perbuatan
menggunjing yang mungkin akan dilakukan. Per-
buatan menggunjing seseorang dan memakan bang-
kai temannya adalah termasuk cacat yang paling
besar yang patut ia hindarkan.
f. Jika lisan seseorang terlanjur menggunjing, sebaik-
nya ia segera minta ampun kepada Allah dan pergi
ke rumah orang yang dirasani seraya berkata kepa-
danya, “Aku telah menganiaya Anda dengan meng-
gunjing. Maafkan aku,” sampai orang yang dirasani
memaafkan.
g. Jika seseorang yang dirasani menolak untuk mem-
beri maaf, maka ia harus memperbanyak pujian atau
memuji orang yang dirasani, dan mendoakan serta
berbuat kebajikan kepadanya. Dengan demikian bila
di akhirat sebagian amal baiknya telah dipindahkan
ke catatan orang yang dirasani, maka akan tersisa
baginya amal kebajikan yang cukup bagi dirinya
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
34
sendiri. Hal tersebut adalah sebagai tebusan perbu-
atan menggunjing.52

3. Berbantah
Rasulullah saw bersabda bahwa berbantah perlu di-
tinggalkan. Misal:
ًَُٚ ‫ َٓ ْٖ ر ََش‬َٝ ‫ ْاُ َغَّ٘ ِخ‬٠َِ‫ أ َ ْػ‬٢ْ ِ‫ذٌ ك‬٤ْ َ‫ُ ث‬َُٚ ٢ َ ُِ٘‫ ُٓ ِؾ ٌّن ث‬َٞ ُٛ َٝ ‫َٓ ْٖ ر ََشىَ ْاُ ِٔ َشا َء‬
‫غ ْاُ َغَّ٘ ِخ‬ِ َ‫ َسث‬٢ْ ِ‫ذٌ ك‬٤ْ َ‫ُ ث‬َُٚ ٢ َ ُِ٘‫ ُٓج ِْط ٌَ ث‬َٞ ُٛ َٝ
Barang siapa yang meninggalkan berbantah sedangkan ia
berhak untuk membantah, maka akan dibuatkan sebuah ru-
mah di sorga yang tinggi. Dan barang siapa yang mening-
galkan berbantah sedangkan ia tidak berhak untuk memban-
tah, maka akan dibuatkan sebuah rumah di sebuah tempat di
sorga.53
Perbedaan pahala dalam hadits tersebut karena me-
ninggalkan berbantah bagi orang yang berhak adalah
lebih berat.
‫ ُٓ ِؾ ٌّن‬َٞ ُٛ َٝ ‫ع ْاُ ِٔ َشا َء‬ ِ َٔ ٣ْ ٩ِ ْ‫وَخَ ا‬٤ْ ‫َ ْغز َ ٌْ ِٔ َُ ْاُؼَ ْجذُ َؽ ِو‬٣ َ٫
َ َ‫َذ‬٣ ٠َّ‫بٕ َؽز‬
Tidaklah seseorang dapat menyempurnakan hakekat keiman-
an sebelum ia dapat meninggalkan berbantah sedangkan ia
berhak.54

Berbantah adalah menonjolkan diri terhadap ucapan


orang lain dengan menunjukkan kekurangan dari
ucapan tersebut, baik dari segi susunan kata maupun
dari segi artinya. Hal yang mendorong seseorang untuk
berbantah adalah perasaan tinggi dengan menunjukkan
kelebihan tersebut karena ambisi jahat. Dorongan lain-

52 Banyak hadits tentang menggunjing, lihat juga dalam al-Targhib wa


al-Tarhib Vol. III hal. 502 dan seterusnya yang menjelaskan bahwa
menggunjing dan adu domba sudah menjadi penyakit masyarakat
53 HR Ibn Majah dan al-Turmudziy dari Abu Umamah, dikatakan

hadits hasan. Lihat Takhrij Ahadits al-Ihya‟ vol. I hal. 33


54 HR Ibn Abi al-Dunya dengan sanad dlaif
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
35
nya adalah kebuasan tabiat yang menonjol untuk me-
ngurangi hak orang lain dan untuk mengalahkannya.

Berbantah dapat menguatkan nafsu ambisi dan kebuas-


an yang mencelakakan orang. Untuk mencegahnya, se-
seorang harus membenarkan apa yang didengar kalau
hal tersebut memang benar, dan berdiam diri kalau hal
tersebut salah. Pengecualian diperkenankan bila dalam
menunjukkan kesalahan ada manfaat keagamaan. Mes-
kipun demikian harus dilakukan dengan persaudaraan
dan bukan dengan celaan.

4. Bergurau
Rasulullah saw menyatakan bahwa orang yang berbuat
agar orang lain yang mendengarkannya tertawa dapat
menyebabkan kehormatannya hilang. Sabdanya,
‫َّب‬٣‫ أ َ ْثؼَذَ َِٖٓ اُض ُّ َش‬١ َ َِ‫ب ُع‬َٜ ِ‫ُؼ ِْؾيُ ث‬٣ ‫َز َ ٌََِّ ُْ ثِ ْبُ ٌَ ِِ َٔ ِخ‬٤َُ ََ ‫اُش ُع‬
ْ ِٞ ْٜ َ٤َ‫ُ ك‬ٙ‫غب َء‬ َّ َّٕ ِ‫ا‬
Sungguh orang yang mengucapkan perkataan agar orang-
orang yang mendengarkannya tertawa, kehormatannya akan
pergi lebih jauh dari bintang Surayya.55
ِ َٔ ُ ‫َ ر‬٫َٝ َ‫بس أ َ َخبى‬
ُٚ ْ‫بصؽ‬ ِ َٔ ُ ‫َ ر‬٫
Janganlah kau bantah saudaramu dan jangan kau ajak ia ber-
gurau.56

Keterlaluan dalam bergurau akan memperbanyak tawa


yang mengakibatkan (a)kematian hati, (b)menimbulkan
rasa dendam, dan (c)menjatuhkan kehormatan serta ke-
wibawaan. Bergurau tidak mutlak dilarang karena ada
kalanya diperlukan. Jika dilakukan pada waktu terten-
tu dan tidak berlebihan serta tidak dijadikan kebiasaan,
misalnya dengan isteri dan anak guna menyenangkan

55 HR Bukhariy, Muslim, dan Ibn Abi al-Dunya dengan sanad hasan


56 HR al-Turmudziy dan dikatakan hadits gharib
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
36
mereka, bergurau masih bisa ditolerir. Rasulullah per-
nah melakukan hal tersebut, namun beliau bersabda,
”Sungguh aku bergurau, namun aku berkata yang se-
benarnya.”57 Bagi orang lain, meniru perbuatan Rasu-
lullah cukup sulit, sebab orang yang bergurau sukar
untuk menghindarikan perkataan yang sebenarnya.
Contoh gurau yang dilakukan Rasulullah adalah:
a. Rasulullah saw pernah mengajak Aisyah ra berlom-
ba lari.58
b. Rasulullah pernah berkata kepada seorang perem-
puan tua, “Perempuan tua tidak akan masuk ke da-
lam sorga.”59 Artinya, perempuan tua tidak akan
tinggal di sorga karena mereka akan dimudakan
kembali.
c. Rasulullah berkata kepada seorang anak kecil yang
sedang bermain-main dengan seekor anak burung,
“Hai Pak Umair, apa yang dilakukan oleh anak bu-
rung tersebut?”60 Amir di sini berarti orang yang
membikin ribut.
d. Rasulullah berkata kepada seorang buta bernama
Suhayb yang sedang makan kurma, “Dapatkah kau
makan kurma, sedangkan engkau buta?”61 Suhayb
menjawab, “Saya makan dikupaskan oleh orang la-
in.” Mendengar jawaban tersebut Rasulullah pun
tersenyum.

5. Memuji
Memuji biasa dilakukan oleh pegawai negeri di depan
atasannya, dan juga biasa dilakukan oleh seseorang di

57 Hadits hasan sahih riwayat Ahmad dan al-Turmudziy


58 HR al-Nasaiy dan Ibn Majah
59 HR al-Turmudziy
60 HR Bukhariy dan Muslim
61 HR Ibn Majah dan al-Hakim, didapat dari para thiqat
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
37
depan orang kaya. Meskipun memuji seperti kata yang
positif, namun perbuatan tersebut termasuk kategori
akhlak tercela. Memuji termasuk akhlak tercela karena
membahayakan diri sendiri dan orang yang dipuji. Ba-
haya yang ditimbulkan bagi diri orang yang memuji
adalah:
a. Keterlaluan dalam memuji menyebabkan seseorang
menyebutkan hal-hal yang tidak benar, hal yang tak
ada pada diri orang yang dipuji. Dengan demikian
ia telah berbuat dusta.
b. Dengan memuji seseorang terkadang menampakkan
rasa simpati kepada orang yang dipuji, padahal se-
benarnya ia tidak simpati. Dengan demikian ia mu-
nafik dan pamer.
c. Pujian yang dilontarkan terkadang belum diselidiki
kebenarannya, misal orang yang memuji bahwa se-
seorang adalah adil, wara‟, dan lain sebagainya ten-
tang hal-hal yang ia sendiri belum mengetahui ke-
nyataan sebenarnya. Dengan demikian ia mengarut,
berbohong, atau mengawur. Ketika ada seseorang
yang memuji orang lain di hadapan Rasulullah saw,
beliau bersabda kepada orang yang memuji terse-
but, “Celaka engkau! Engkau telah memenggal leher
temanmu.” Karena itu jika seseorang terpaksa harus
memuji kawannya, hendaknya ia mengatakan, “Sa-
ya kira dia demikian .....; dan aku tidak mensucikan
seseorang pun di atas Allah. Semoga Allah mencu-
kupinya, bila sekiranya Allah melihat dia memang
demikian.”62
d. Untuk menyenangkan orang yang dipuji, seseorang
bisa berbuat dhalim sehingga dalam menyenangkan

62HR Bukhariy dan Muslim dari Abi Bakrah dan lain-lain, juga Ibn Abi
al-Dunya, serta Abu Dawud dan Ibn Majah dengan kalimat yang seru-
pa
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
38
hati seseorang ia berbuat maksiat. Rasulullah mem-
peringatkan,
‫ت اِرَا ُٓ ِذ َػ ْاُلَب ِع ُن‬ َ ‫َ ْـ‬٤َُ َ‫اِ َّٕ هللا‬
ُ ‫ؼ‬
Sungguh Allah murka jika orang fasik (orang yang rusak
agamanya) dipuji.63 Hasan menambahkan bahwa
orang yang mendoakan orang fasik agar panjang
umur berarti senang untuk mendurhakai Allah.
Orang yang dhalim dan fasik sepantasnya dicela
agar hilang kesenangannya dalam berbuat aniaya
dan kefasikan.

Bagi orang dipuji, bahaya yang ditimbulkan adalah:


a. Pujian dapat menimbulkan takabur dan sombong.
Kedua sifat ini dapat mencelakakan orang. Oleh ka-
rena itu orang yang memuji dianggap oleh Rasulu-
llah sebagai orang yang memotong leher orang yang
dipuji.
b. Orang yang dipuji akan menjadi senang sehingga ia
dapat meninggalkan usaha untuk meningkatkan ki-
nerjanya atau mutu pekerjaannya dan ia rela terha-
dap hasil yang diperolehnya saja. Karena itu Rasu-
lullah pernah bersabda,
َ ِْ٘‫ُض‬٣ ْٕ َ ‫ُ ِٓ ْٖ أ‬َُٚ ‫ ًْشا‬٤‫َقٍ ًَبَٕ َخ‬ٛ‫ ٍْٖ ُٓ ْش‬٤ٌّ ِ ‫ َس ُع ٍَ ِث ِغ‬٠َُ‫ َس ُع ٌَ ِا‬٠َ‫ َٓش‬ْٞ َُ
٢
ِٚ ِٜ ْ‫ع‬َٝ ٢ْ ‫ ِك‬ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬
َ
Seseorang yang datang kepada temannya dengan pisau
tajam adalah lebih baik pengaruhnya dari pada ia memuji
teman tersebut di hadapannya.64

Bila orang yang memuji dan orang yang dipuji dapat


menyelamatkan diri dari bahaya seperti diuraikan di

63HR Ibn Abi al-Dunya dan al-Bayhaqiy dengan sanad dlaif


64Al-Iraqiy menyatakan tidak menemukan aslinya, sedangkan al-Zu-
baydiy tidak memberikan komentar
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
39
atas, maka pujian diperkenankan bahkan terkadang di-
sunnahkan. Rasulullah saw pernah melakukan pujian
kepada Abu Bakar al-Shidiq dan Umar bin Khatab. Sab-
da Rasulullah saw dalam memuji Abu Bakar misalnya:
‫َْٖ َُ َش َع َؼ‬٤ِٔ َُ‫بٕ ْاُ َؼب‬
ِ َٔ ٣ْ ِ ‫ ثَ ٌْ ٍش ِثب‬٢ْ ‫بٕ أ َ ِث‬
ُ َٔ ٣ْ ِ‫ ِصَٕ ا‬ُٝ ْٞ َُ
Jika iman Abu Bakar ditimbang dengan iman semua orang,
pasti berat iman Abu Bakar. 65
Sedangkan kepada Umar bin Khatab, Rasulullah ber-
sabda,
ْ ‫ َُ ْْ أ ُ ْث َؼ‬ْٞ َُ
ُ ‫َب‬٣ َ‫ش َُجُ ِؼضْذ‬
‫ػ َٔ ُش‬
Kalau seandainya aku tidak diutus oleh Allah sebagai Nabi,
pasti Engkaulah yang diutus, wahai Umar.66

Rasulullah saw banyak memberikan pujian kepada pa-


ra sahabatnya bila diketahui bahwa pujian tersebut da-
pat menambah semangat para sahabat untuk beribadah
dan bukan untuk menyebabkan kesombongan. Jika
demikian, bagaimanakah sikap yang seharusnya dimi-
liki oleh orang yang mendapat pujian? Patutkah ia ber-
suka ria atau bahkan sebaliknya, yaitu cemberut karena
dianggap menghina lantaran ada pepatah menyatakan:
“Barang siapa yang memuji kamu dengan sesuatu yang
tak ada padamu, maka ia sebenarnya menghina kamu.”

Bagi orang yang dipuji, sikap yang dilakukan adalah


memikirkan akibat buruk bagi dirinya karena pujian
tersebut. Akibat buruk yang dimaksud adalah masuk

65 HR Ibn Adiy dan al-Daylamiy dari hadits Ibnu Umar dengan sanad
dlaif dan diriwayatkan oleh al-Bayhaqiy mawquf pada Umar dengan
sanad sahih
66 HR Abu Manshur al-Daylamiy, hadits munkar, namun yang dikenal

riwayat al-Turmudziy sebagai hadits hasan yang berbunyi: ٢ ْ ‫ ًَبَٕ ثَ ْؼذ‬ْٞ َُ


ٌّ ِ‫ َٗج‬١ِ
ُ َٕ‫( َُ ٌَب‬Jika sekiranya sesudah saya masih ada nabi lagi, pasti yang jadi
‫ػ َٔ ُش‬
adalah Umar.)
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
40
rasa pamer secara samar ke dalam dirinya dan amal
perbuatannya rusak. Ia seharusnya sadar terhadap ke-
burukan batin dirinya sendiri, lebih-lebih dalam pikir-
annya, dalam kata hatinya, yang apabila diketahui oleh
orang yang memujinya pasti orang tersebut tidak mau
memuji. Sebaiknya ia menampakkan rasa benci terha-
dap pujian dan membenci pujian dengan hatinya. Kare-
na itulah Rasulullah saw memberikan isyarat seba-
gaimana sabdanya,
ِ ‫ ْاُ َٔذ‬ِٙ ْٞ ‫ ُع‬ُٝ ٢ْ ِ‫اة ك‬
َْٖ٤‫َّاؽ‬ َ ‫ا اُز ُّ َش‬ْٞ ُ ‫أَؽْ ض‬
Taburkan debu ke muka orang-orang yang memuji.67

Sebagian ulama ada yang berdoa ketika dipuji oleh se-


seorang dengan mengucap, “Ya Allah, sungguh ham-
ba-Mu ini mendekatkan dirinya kepadaku dengan ke-
murkaan-Mu. Aku menyaksikan kepada-Mu atas ke-
marahannya.” Bahkan Ali bin Abi Thalib sewaktu di-
puji oleh seseorang beliau lalu membaca doa, “Ya
Allah, ampunilah diriku dari hal-hal yang tidak mereka
ketahui. Janganlah Engkau siksa aku sebab perkataan
mereka, dan jadikanlah aku lebih baik dari yang mere-
ka duga.”

67
َ ‫َٖ اُز ُّ َش‬٤ْ ِ‫ ْاُ َٔذَّاؽ‬ِٙ ْٞ ‫ ُع‬ُٝ ٢ْ ِ‫ا ك‬ْٞ ُ ‫أَؽْ ض‬
HR Muslim dengan kalimat ‫اة‬
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
41
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
42

3. MARAH

R
asulullah banyak memperingatkan umatnya agar
tidak lekas marah. Beberapa hadits yang berkaitan
dengan hal tersebut misalnya:
‫ت‬ َ َ‫ُ ِػ ْ٘ذَ ْاُـ‬ٚ‫غ‬
ِ ‫ؼ‬ ْ ‫ذُ اَُّز‬٣ْ ‫ش ِذ‬
َ ‫ ْٔ ِِيُ َٗ ْل‬٣َ ١ِ َّ ُ‫ػ ِخ ِاَّٗ َٔب ا‬
َ ‫ظ ْش‬ َ ٤َُ
َّ ُ‫ْظ ا‬
ُّ ُ‫ذُ ِثب‬٣ْ ‫ش ِذ‬
Bukanlah yang disebut orang kuat adalah karena pukulannya,
tetapi sesungguhnya orang yang kuat ialah orang yang dapat
menguasai dirinya ketika marah.68
َ ‫ظ ِج ُش ْاُ َؼ‬
ََ ‫غ‬ َّ ُ‫ُ ْل ِغذُ ا‬٣ ‫ َٔبَٕ ًَ َٔب‬٣ْ ٩ِ ْ‫ُ ْل ِغذُ ا‬٣ ‫ت‬ َ َ‫ا َ ُْـ‬
ُ ‫ؼ‬
Marah dapat merusak iman sebagaimana jadam merusak madu.69
َ ٠َ‫َّ أ َ ْشل‬٫‫ؾ ِا‬
َْ ََّٜ٘ ‫ َع‬٠َِ‫ػ‬ ُّ َ‫ت أ َ َؽذٌ ه‬
َ ‫َؼ‬
ِ ‫َٓب ؿ‬
Seseorang yang marah sebenarnya pergi ke tepi neraka Jaha-
nam.70
ْٖ ِٓ ٢ْ ِٗ ُ‫ُ ْ٘ ِوز‬٣ ‫ت هللاِ َهب ٍَ كَ َٔب‬
ُ ‫ؼ‬
َ ‫ؿ‬ َ َ ‫ءٍ أ‬٢َ
َ ٍَ‫شذُّ؟ هَب‬ ْ ‫ش‬١ ُّ َ ‫ ٍَ هللاِ أ‬ْٞ ‫ع‬
ُ ‫ب َس‬٣َ ٌَ ‫هَب ٍَ َس ُع‬َٝ
ْ‫ؼت‬ َ ‫َ ر َ ْـ‬٫ ْٕ َ ‫ت هللاِ؟ هَب ٍَ أ‬
ِ ‫ؼ‬ َ ‫ؿ‬ َ
Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi saw, “Ya Rasulallah,
siksa apa yang paling berat?” Jawab Rasulullah, “Murka Allah.”
Orang itu bertanya lagi, “Apakah yang dapat menyelamatkan
saya dari murka Allah?” Rasulullah menjawab, “Jangan ma-
rah.”71
َ ٍَ ‫أُهَ ِِّ َُ كَوَب‬َٝ ٍَ َٔ َ‫ ثِؼ‬٢ْ ِٗ‫عَِّ َْ ُٓ ْش‬
ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ ُ‫ هللا‬٠َِّ‫ط‬
َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ ُ ‫هَب ٍَ َس ُع ٌَ ُِ َش‬َٝ
َ ِ‫ ٍِ هللا‬ْٞ ‫ع‬

68 HR Bukhariy dan Muslim


69 HR al-Thabraniy dan al-Bayhaqiy dengan sanad dlaif
70 HR al-Bazzar dan Ibn Adiy dengan sanad dlaif
71 HR Ahmad dan Ibn Abdil Barr, disahihkan oleh Ibn Hibban
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
43
َْ َِّ‫ع‬ َ ُ‫ هللا‬٠َِّ‫ط‬
َ َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ ُ ‫ َس‬٠َِ‫ػ‬
َ ِ‫ ٍِ هللا‬ْٞ ‫ع‬ َ َ ‫ؼتْ كَؤ‬
َ َ‫ػبد‬ َ ‫َ ر َ ْـ‬٫ : ُّ َ٬‫غ‬ َّ ُ‫ا‬َٝ ُ ‫َح‬٬‫ظ‬َّ ُ‫ا‬
ْ‫ؼت‬َ ‫َ ر َ ْـ‬٫ : ٍُ ْٞ ُ‫َو‬٣ َٞ ُٛ َٝ ‫اسا‬
ً ‫ِٓ َش‬
Seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah saw, “Perintahlah
aku dengan suatu perbuatan yang kuanggap sedikit!” Sabda Ra-
sulullah, “Jangan marah!” Orang tersebut mengulangi berkali-
kali kepada Rasulullah saw dan beliau bersabda, “Jangan ma-
rah!”72

Hakekat marah
Marah adalah seberkas api dari neraka yang menyala-
nyala, yang membakar hati manusia. Hal ini nampak pada
mata seseorang yang sedang marah, yaitu kelihatan merah.
Barang siapa yang marah berarti telah tertarik ke dalam
urat nadi syetan, karena syetan dijadikan dari api. Oleh ka-
rena itu melemahkan marah yang keterlaluan termasuk
upaya yang cukup penting dalam agama.

Akibat yang ditimbulkan oleh marah ada dua segi, yaitu


ditinjau dari segi lahir dan ditinjau dari segi batin. Dari segi
lahir, marah akan menyebabkan pemukulan, caci maki,
dan menggunjing ke sana ke mari. Sedangkan ditinjau dari
segi batin, marah akan menimbulkan rasa dendam, iri hati,
kejahatan, memaki, berniat membongkar rahasia, senang
terhadap musibah yang menimpa orang yang dimarahi,
dan sedih bila orang yang dimarahi mendapat kesenangan.

Cara pengobatan
Cara mengobati marah ada dua macam, yaitu melemah-
kannya dan menahannya. Cara pertama, melemahkan ma-
rah dengan jalan latihan. Cara ini mengisyaratkan untuk
tidak mematikan rasa marah sebab marah dapat berguna
untuk berperang melawan orang kafir, untuk mencegah

72 HR Bukhariy dan al-Turmudziy


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
44
perbuatan ingkar, dan untuk melaksanakan tugas kebaikan
lainnya. Rasa marah diibaratkan sebagai anjing pemburu
yang bila terlatih dan terdidik dapat dikendalikan oleh akal
dan syara‟. Ia akan menyerang karena perintah akal dan
syara‟, dan akan tenang dengan perintah akal dan syara‟
pula. Hal ini dapat dilakukan hanya dengan jalan mujaha-
dah yaitu membiasakan diri berbuat lembut dan menyim-
pan rasa marah dengan berpaling dari hal-hal yang me-
nyebabkan marah. Bahkan rasa marah ini jika hilang harus
dicari.

Cara kedua mengobati marah dengan menahannya ketika


datang. Cara ini dapat dilakukan dengan dua jalan, yaitu
dengan ilmu dan dengan perbuatan:
1. Pengobatan dengan ilmu dimaksudkan bahwa orang
harus sadar bahwa sebenarnya tidak ada alasan bagi-
nya untuk marah. Orang yang marah pada hakekatnya
mengingkari pemberlakuan sesuatu menurut kehendak
Allah yang tidak sesuai dengan keinginannya. Ini ada-
lah puncak kebodohan. Seseorang juga harus sadar
bahwa murka Allah adalah lebih besar dari kemarahan-
nya. Ia harus yakin bahwa rahmat Allah lebih besar, se-
hingga banyak orang durhaka kepada Allah tetapi
Allah tidak marah. Bahkan Allah masih menutup aib
seseorang yang apabila tutup tersebut dibuka niscaya
penghormatan yang dilakukan orang lain kepada sese-
orang tersebut tidak ada lagi. Apabila ada seseorang
berbuat sesuatu yang menyalahi kemauannya, maka
sebenarnya hal tersebut bukanlah urusannya.
2. Pengobatan marah dengan perbuatan, sesuai petunjuk
Rasulullah dapat dilakukan langkah:
a. membaca taawudz yaitu ِْْ ٤‫اُش ِع‬
َّ ٕ‫ب‬
ِ ‫ط‬ َّ ُ‫ر ُ ثِبهللِ َِٖٓ ا‬ُْٞ ‫ أَػ‬A‟u-
َ ٤ْ ‫ش‬
dzu billa-hi minasy syaytho-nir roji-m, karena marah
itu dari syetan,
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
45
b. jika marah dengan berdiri supaya duduk,
c. jika sedang duduk agar berbaring73, dan
d. bila masih belum reda hendaknya berwudlu.

Rasululah saw menjelaskan cara mengantisipasi marah


dengan sabdanya,
ُ َُّ٘‫طلَؤ ُ ا‬
‫بس‬ ْ ُ ‫اَِّٗ َٔب ر‬َٝ ‫بس‬ َ ٤ْ ‫ش‬
ِ َُّ٘‫طبَٕ ُخِِنَ َِٖٓ ا‬ َّ ُ‫اِ َّٕ ا‬َٝ ٕ‫ب‬ ِ ‫ط‬ َ ٤ْ ‫ش‬
َّ ُ‫ت َِٖٓ ا‬
َ ‫ؼ‬َ َ‫اِ َّٕ ْاُـ‬
ْ ‫ػَّؤ‬ََٞ ‫َز‬٤ِْ َ‫ت أ َ َؽذُ ًُ ْْ ك‬ ِ َٔ ُ‫ثِ ْب‬
ِ ‫بء كَبِرَا ؿ‬
َ ‫َؼ‬
Sesungguhnya syetan dijadikan dari api, dan bahwasanya api di-
padamkan dengan air. Bila salah seorang di antaramu marah,
hendaklah ia berwudlu.74
ِ ِْ َ‫ ه‬٢ْ ِ‫ت َع ْٔ َشح ٌ ك‬
َ ِ‫ َؽ َٔ َشح‬٠َُِ‫َٕ ا‬ْٝ ‫َ ر ََش‬٫َ‫ت اث ِْٖ آدَ َّ أ‬
ِ‫ا ْٗزِلَبؿ‬َٝ ِٚ ٤ْ َ٘٤ْ ‫ػ‬ َ ‫ؼ‬َ َ‫َ اِ َّٕ ْاُـ‬٫َ‫أ‬
ِ ‫ َ ْس‬٧ْ‫ُ ثِب‬َّٙ‫َؼ ِْشةْ َخذ‬٤ِْ َ‫ئًب ك‬٤ْ ‫ش‬
‫ع‬ ِ َ‫د‬ْٝ َ ‫أ‬
َ َ‫ َعذَ ِٓ ْٖ رَُِي‬َٝ ْٖ َٔ َ‫ ك‬ِٚ ‫اع‬
Ingatlah bahwa sesungguhnya marah adalah bara di dalam hati
manusia. Tidakkah kau lihat pada warna merah kedua matanya
dan terengah-engah nafasnya? Barang siapa yang mendapatkan
sesuatu dengan marah, hendaklah memukul pipinya sendiri de-
ngan tanah.75

Hadits terakhir di atas dimaksudkan sebagai pertanda bah-


wa untuk menghancurkan rasa kesombongannya perlu
menempatkan anggota yang paling utama ke tempat yang
hina. Sebab takabur adalah penyebab utama dari kemarah-
an, agar ia tahu posisinya sebagai hamba yang hina dan tak
pantas untuk menyombongkan diri.
ُ‫َ ْٔ ِِي‬٣ ‫ َٓب‬َٝ ‫َّبسا‬
ً ‫َت َعج‬ َّ ُ‫ُذ ِْسىُ ِث ْبُ ِؾ ِْ ِْ دَ َس َعخَ ْاُوَبئِ ِْ ا‬٤َُ ََ ‫اُش ُع‬
ُ ‫ُ ٌْز‬٤َُ َُِّٚٗ‫ا‬َٝ ِْ ِ‫ظبئ‬ َّ َّٕ ‫ِا‬
ِٚ ِ‫ز‬٤ْ َ‫ ََ ث‬ْٛ َ ‫َّ أ‬٫‫ِا‬
Sesungguhnya seseorang dengan kelemah lembutannya pasti
akan mencapai derajat orang yang salat lagi berpuasa. Sesung-

73 HR Ibn Abi al-Dunya dengan sanad sahih, juga Ahmad dalam Mus-
nad Ahmad, Abu Dawud, dan Ibn Hibban
74 HR Abu Dawud, Ahmad, dan al-Thabraniy dalam al-Kabir
75 Hadits hasan sahih riwayat al-Turmudziy
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
46
guhnya ia pasti dicatat sebagai orang perkasa dan dengan sesuatu
yang dikuasai kecuali kepada keluarganya.76
‫َب َٓ ِخ‬٤‫ َّ ْاُ ِو‬ْٞ َ٣ َُٚ‫ هَ ِْج‬٠َُ‫ َ هللاُ رَؼَب‬٨َ َٓ ُٙ‫ؼب‬
َ ْٓ َ ‫ُ أ‬َٚ٤‫ؼ‬
ِ ُْٔ ٣ ْٕ َ ‫ شَب َء أ‬ْٞ ََُٝ ‫ظب‬
ً ٤ْ ‫ؿ‬
َ َْ ‫ظ‬ َ ًَ ْٖ َٓ
‫ َٔبًٗب‬٣ْ ِ‫ا‬َٝ ‫أ َ ًْٓ٘ب‬
Barang siapa yang menahan kemarahan yang seandainya ia ingin
melampiaskannya ia dapat melakukannya, maka Allah akan me-
menuhi hatinya dengan rasa aman dan iman pada hari kiamat
nanti.77
َ ًَ ‫ َٓب‬َٝ ٌ‫ػ ْجذ‬
‫ب‬َٜ َٔ ‫ظ‬ َ ٌْ ٣َ ٍ‫ع‬٤ْ ‫ؿ‬
َ ‫ب‬َٜ ُٔ ‫ظ‬ َ ‫ ِٓ ْٖ ُع ْش‬٠َُ‫ هللاِ ر َ َؼب‬٠َُ‫ػ ٍخ أ َ َؽتَّ ِا‬
َ ‫ػ ِخ‬ َ ‫َٓب ِٓ ْٖ ُع ْش‬
‫ َٔبًٗب‬٣ْ ‫ُ ِا‬َٚ‫ك‬ْٞ ‫ َ هللاُ َع‬٨َ َٓ َّ٫‫ػ ْجذٌ ِا‬
َ
Tak ada tegukan yang lebih disenangi oleh Allah kecuali tegukan
kemarahan yang ditahan oleh seseorang hamba. Tiadalah sese-
orang hamba menahan yang demikian kecuali Allah akan meme-
nuhi rongga dadanya dengan keimanan.78

76 HR al-Thabraniy dengan sanad dlaif, dan riwayat Abu Nu‟aym da-


lam al-Hilyah
77 HR Ibn Abi al-Dunya dengan sanad dlaif, dan riwayat al-Turmudziy

dan lain-lain dengan sanad hasan


78 HR Ibn Abi al-Dunya, di dalamnya ada kelemahan namun terkait de-

ngan menahan kemarahan banyak disebutkan hadits sahih


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
47

4. IRI HATI

R
asulullah saw memperingatkan agar seseorang tidak
memendam rasa iri hati terhadap orang lain. Banyak
peringatan yang disampaikan, misalnya dalam sab-
da beliau
‫ت‬ ُ َُّ٘‫د ًَ َٔب ر َؤ ْ ًُ َُ ا‬
َ ‫بس اُ َؾ‬
َ ‫ط‬ َ ‫َؤ ْ ًُ َُ ْاُ َؾ‬٣ ُ‫غذ‬
ِ ‫غَ٘ب‬ َ ‫ا َ ُْ َؾ‬
Iri hati akan menghancurkan amal baik seseorang bagaikan api
yang membakar kayu.79
ْٖ ِٓ ِ‫عؤ ُ َؽ ِذّص ُ ٌُ ْْ ِث ْبُ َٔ ْخ َشط‬ َ ‫ ْاُ َؾ‬َٝ ُ ‫ َْشح‬٤‫اُط‬
َ َٝ ُ‫غذ‬ َّ َٝ ُّٖ ‫اُظ‬
َّ ٌ‫ َّٖ أ َ َؽذ‬ُٜ ْ٘ ِٓ ْٞ ‫ ْ٘ ُغ‬٣َ َ٫ ‫س‬ ٌ َ٬َ‫ص‬
ِ‫َ رَجْؾ‬٬َ‫غ ْذدَ ك‬ َ ‫ ِارَا َؽ‬َٝ ‫غ‬ ِ ٓ‫ب‬ْ َ‫ َّْشدَ ك‬٤‫ط‬َ َ ‫ ِارَا ر‬َٝ ‫َ ر ُ َؾ ِوّ ْن‬٬َ‫ظَ٘ ْ٘ذَ ك‬ َ ‫رَُِيَ ِارَا‬
Ada tiga hal yang tak seorangpun selamat dari ketiganya, yaitu:
berprasangka, meramal, dan iri hati. Aku beritahukan kepadamu
cara menyelamatkan diri dari ketiga hal tersebut, yaitu: bila ka-
mu berprasangka janganlah kau benarkan, bila kamu meramal
hendaklah kau langgar, dan bila kamu iri hati, janganlah kau
ikuti.80
َ ‫ ُ َٓ ِْ هَ ْجَِ ٌُ ْْ ْاُ َؾ‬٧ْ‫ ٌُ ْْ دَا ُء ا‬٤ْ َُ‫دَةَّ ِا‬
َ ‫ ْاُ َج ْـ‬َٝ ُ‫غذ‬
‫ؼب ُء‬
Penyakit umat sebelum kamu akan merayap kepadamu, yaitu iri
hati dan saling membenci.81

79 HR Abu Dawud dan Ibn Majah dengan sanad dlaif, dan riwayat al-
Khatib dengan sanad hasan
80 HR Ibn Abi al-Dunya yang dalam sanadnya ada kedlaifan, demikian

riwayat al-Thabraniy
81 Al-Turmudziy, dan riwayat al-Bazzar dengan sanad bagus, lihat Sha-

hih al-Turmudziy dan al-Targhib wa al-Tarhib vol. 3 hal. 424-425


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
48

Nabi Zakariya as bersabda bahwa Allah swt telah berfir-


man,
َ َ‫ ه‬٢ْ ِ‫ اَُّز‬٢ْ ِ‫اع ِث ِو ْغ َٔز‬
َْٖ٤‫غ ْٔذُ َث‬ َ َ‫ؾ ُِو‬
َ ٢ْ ِ‫ؼبئ‬
ٍ ‫ ُْش َس‬٤‫ؿ‬ َ ُ‫ْاُ َؾب ِعذ‬
ٌّ ‫ ُٓ ْغز َِخ‬٢ْ ِ‫ ُِِ٘ ْؼ َٔز‬ٌُّٝ ‫ػذ‬
١ْ ‫ِػجَب ِد‬
Orang yang iri hati adalah musuh terhadap kenikmatan-Ku, ma-
rah terhadap keputusan-Ku, dan tidak rela terhadap pembagian-
Ku yang telah Kuberikan kepada hamba-hamba-Ku.

Pada hakekatnya iri hati terdiri dari tiga unsur, yaitu:


1. tidak senang terhadap kenikmatan yang ada pada
orang lain,
2. berusaha untuk melenyapkan kenikmatan orang lain,
dan
3. ingin memiliki agar kenikmatan tersebut berpindah ke-
pada dirinya.

Cara pengobatan
Mengobati rasa iri hati dalam diri seseorang dapat dilaku-
kan dengan dua cara, yaitu dengan ilmu dan dengan
perbuatan. Cara pertama, mengobati iri hati dengan ilmu
adalah dengan menyadari bahwa iri hati yang ada dalam
diri seseorang tidak akan membuat orang yang diiri rugi
atau melarat bahkan memberi manfaat kepadanya. Orang
yang iri hati akan memperoleh kerugian sebab semua amal
baiknya akan rusak binasa. Ia akan berhadapan dengan
murka Allah karena marah atau tidak senang terhadap
keputusan Allah, serta pelit terhadap kenikmatan Allah
yang diberikan kepada sekalian hamba-Nya. Ini adalah
bahaya iri hati ditinjau dari segi agama.

Ditinjau dari segi keduniaan, orang yang iri hati selalu da-
lam kesusahan dan selalu mendongkol hatinya. Jika lawan
atau rival yang diiri mendapat kenikmatan yang berlebih-
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
49
an, orang yang iri bertambah sedih. Ia menginginkan agar
lawannya mendapat musibah, namun kenyataan musibah
tersebut sebetulnya menimpa dirinya sendiri. Orang yang
iri hati selalu dalam kesusahan dan musibah, terutama jika
lawannya mendapat kenikmatan. Lawan atau rivalnya te-
tap mendapat manfaat dan tidak mendapatkan kesusahan,
karena iri hati tidak dapat menghancurkan kenikmatan.
Kebaikan lawan bahkan berlipat ganda karena kebaikan
orang yang iri hati berpindah kepadanya, terlebih lagi jika
orang yang iri hati tersebut menggunjing terus menerus.
Keinginan orang yang iri hati agar kenikmatan lawan sirna
tak terwujud, bahkan sebaliknya, Allah menambah kenik-
matan akhirat nantinya. Sementara itu orang yang iri hati
akan mendapatkan kesengsaraan di dunia dan di akhirat.

Iri hati ibarat melempar musuh dengan bumerang yang tak


mengenai sasaran, akhirnya kembali mengenai mata sen-
diri yang menyebabkan kebutaan. Iblis mengajaknya untuk
lebih mencaci maki lawannya, karena ia kehilangan kenik-
matan dan kerelaan kepada takdir. Andaikan ia rela kepa-
da takdir Allah, pastilah akan mendapat pahala. Apalagi ji-
ka ia meninggalkan iri hati kepada orang-orang yang beril-
mu dan beribadah, karena orang yang cinta kepada mereka
akan mendapatkan pahala yang besar.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
50
Cara kedua, pengobatan iri hati dengan perbuatan, yaitu se-
baiknya orang yang iri hati mengetahui hukum dan akibat
yang ditimbulkan, baik ucapan maupun perbuatan. De-
ngan demikian ia mau melawan dorongan untuk iri hati,
bahkan memuji orang yang diiri, menampakkan rasa se-
nang terhadap kenikmatan yang diterima seseorang, dan
berlaku ”andap asor” atau berendah hati kepadanya. Cara
ini dapat mengubah dari orang yang diiri menjadi orang
yang disukai, hingga seseorang terlepas dari dosa karena
iri hati. Allah swt berfirman,
ٌّ ُِ َٝ ُ‫ۥ‬ََّٚٗ‫ ٍۭح ٌ ًَؤ‬َٝ َٟ‫ػذ‬
ٌْ ٍۭ ٤ِٔ ‫ َؽ‬٠ َ ُ‫ۥ‬َٚ٘٤ْ َ‫ث‬َٝ َ‫َ٘ي‬٤ْ َ‫ ث‬ِٟ‫غ ُٖ كَبِرَا ٱَُّز‬
َ ْ‫ أَؽ‬٠ِ
َ ٛ ٠ِ‫ٱ ْدكَ ْغ ثِٲَُّز‬
Bantahlah dengan yang lebih baik. Jika di antaramu dan antara
dia ada permusuhan, anggapkan seolah-olah ia sahabat karib.82

Kiat menghindari iri hati


Terkadang seseorang akan merasa keberatan jika harus
mempersamakan antara lawan dengan kawan. Seseorang
tentu benci terhadap kemalangan kawan, sebagaimana ke-
benciannya terhadap kenikmatan lawan. Sebaliknya ia
akan senang terhadap kenikmatan kawan, sebagaimana ke-
senangannya terhadap kemalangan lawan. Karena mem-
persamakan antara lawan dengan kawan cukup berat, ma-
ka ada kiat yang dapat dilakukan agar seseorang tersela-
matkan dari dosa. Kiat tersebut adalah:
1. Jangan tampakkan iri hati dengan ucapan, gerak gerik
anggota badan, dan tingkah laku yang disengaja. Jika
mampu, tentanglah dorongan untuk iri hati.
2. Merasa benci jika kenikmatan Allah yang diberikan ke-
pada hamba-Nya lenyap. Jika kebencian tersebut dari
dorongan agama yang bersatu dengan tabiat kepada
kegembiraan akan hilangnya kenikmatan seseorang,
maka tertolaklah dosa dimaksud. Tanda kebencian ada-

82 Surat Hamim as-Sajdah/Fushshilat ayat 34


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
51
lah sekiranya seseorang mampu untuk menghilangkan
kenikmatan lawan, ia tidak melakukannya serta merta
menyenangi kenikmatan tersebut. Bila seseorang mam-
pu menolong untuk melestarikan kenikmatan atau me-
nambahnya, maka ia melakukannya.

Apabila seseorang sudah mampu berkiat demikian, baru-


lah ia terbebas dari dosa. Orang yang demikian mengeta-
hui bahwa jika orang yang diberi kenikmatan ternyata nan-
ti berada di neraka, maka tak ada guna kenikmatan dunia-
winya.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
52
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
53

5. PELIT & SENANG HARTA

P
elit, kikir, atau bakhil adalah perangai yang perlu
ditinggalkan dari diri orang mukmin. Beberapa fir-
man Allah swt dan hadits Rasulullah saw yang ber-
kaitan dengan ancaman terhadap sifat pelit dan senang
harta adalah:
َٟٓ ُٝ‫ۦ كَؤ‬ِٚ ‫ش َّؼ َٗ ْل ِغ‬
َٕٞ‫ ُْ ٱ ُْ ُٔ ْل ِِ ُؾ‬ُٛ َ‫ٍئِي‬ ُ َ‫م‬ُٞ٣ َٖٓ َٝ
Barang siapa yang terpelihara dari kepelitan dirinya, maka mere-
kalah orang yang berbahagia.83
ْْ ُٜ َُّ ‫ ٍۭ ًْشا‬٤‫ َخ‬َٞ ُٛ ‫ۦ‬ِٚ ِِ ‫ؼ‬
ْ َ‫ ُْ ٱ َّّللُ ِٖٓ ك‬ُٜ ‫َٕ ِث َٔب ٓ َءار َٰى‬ُِٞ‫َ ْج َخ‬٣ َٖ٣ِ‫غجَ َّٖ ٱَُّز‬
َ ْ‫َؾ‬٣ ٫َ َٝ
Janganlah menduga bahwa orang-orang yang kikir dengan harta
yang dikaruniakan oleh Allah kepadanya akan menjadikan ke-
baikan baginya.84
َ َُّ٘‫َٕ ٱ‬ٝ‫َؤ ْ ُٓ ُش‬٣َٝ َُِٕٞ‫َ ْج َخ‬٣ َٖ٣ِ‫سا ٱَُّز‬ٞ
َِ ‫بط ِثٲ ُْج ُْخ‬ ً ‫ كَ ُخ‬٫‫ ُِؾتُّ َٖٓ ًَبَٕ ُٓ ْخز ٍۭ ًَب‬٣ ٫َ َ‫ِا َّٕ ٱ َّّلل‬
Sesungguhnya Allah tidak mengasihi setiap orang yang sombong
dan bermegah-megah, yaitu orang-orang yang kikir dan menyu-
ruh orang lain agar kikir.85
َ َُّ٘‫َٕ ٱ‬ٝ‫َؤ ْ ُٓ ُش‬٣َٝ َُِٕٞ‫َ ْج َخ‬٣ َٖ٣ِ‫س ٱَُّز‬ٞ
َِ ‫بط ِثٲ ُْج ُْخ‬ ٍ ‫ ُِؾتُّ ًُ ََّ ُٓ ْخز َب ٍۢ ٍٍ كَ ُخ‬٣ ٫َ ُ‫ٱ َّّلل‬َٝ
Allah tidak mengasihi setiap orang yang sombong dan bermegah-
megah, yaitu orang-orang yang kikir dan menyuruh orang lain
agar kikir.86

83
Surat al-Hasyr ayat 9 dan al-Taghabun ayat 16
84 Surat Ali Imran ayat 180
85 Surat al-Nisa‟ ayat 36 dan 37
86 Surat al-Hadid ayat 24 dan 25
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
54
ْْ ٌُ َِ‫َِيَ َٓ ْٖ ًَبَٕ هَ ْج‬ْٛ َ ‫ُ أ‬َِّٚٗ‫ ْاُج ُْخ ََ كَب‬َٝ ْْ ًُ ‫َّب‬٣‫ِا‬
Awaslah kamu terhadap bakhil! Sesungguhnya kebakhilan telah
mencelakakan orang-orang sebelum kamu.87
َ َُ ‫ ْاُج ُْخ‬َٝ ٢
ُ‫ش َغ َشح ٌ ر َ ْ٘جُذ‬ َ َّ٫ِ‫َ ِِ ُظ ْاُ َغَّ٘خَ ا‬٣ َ٬َ‫ ْاُ َغَّ٘ ِخ ك‬٢ِ‫ش َغ َشح ٌ ر َ ْ٘جُذُ ك‬
ٌّ ‫ع ِخ‬ َ ‫غخَب ُء‬
َّ ُ‫ا‬
َّ
ٌَ ٤ْ ‫ ثَ ِخ‬٫ِ‫بس ا‬ َّ َ
َ ُ٘‫َ ِِ ُظ ا‬٣ ٬‫بس ك‬ َ َّ
ِ ُ٘‫ ا‬٢ِ‫ك‬
Kedermawanan adalah sebuah pohon yang tumbuh di surga;
karena itu tak akan masuk surga kecuali orang yang dermawan.
Dan kekikiran adalah sebuah pohon yang tumbuh di neraka; ka
rena itu tak akan masuk ke dalam neraka kecuali orang yang
bakhil.88
ِٚ ‫بة ْاُ َٔ ْش ِء ثَِ٘ ْل ِغ‬
ُ ‫اِ ْػ َغ‬َٝ ‫ ُٓزَّجَ ٌغ‬ًَٟٞ َٛٝ ‫ع‬ َ ُٓ ‫ش ٌّؼ‬
ٌ ‫طب‬ ٌ َ٬َ‫ص‬
ُ : ٌ‫ ٌَِِبد‬ْٜ ُٓ ‫س‬
Tiga hal yang mencelakakan manusia, yaitu bakhil yang ditaati,
dorongan nafsu yang dituruti, dan kesombongan seseorang ter-
hadap dirinya sendiri.89
‫ ُعج ٌْٖ خَب ُِ ٌغ‬َٝ ‫َب ُِ ٌغ‬ٛ ‫ش ٌّؼ‬
ُ َِ ‫اُش ُع‬
َّ ٢ِ‫ش ََّش َٓب ك‬
Sejelek-jelek sifat yang terdapat dalam diri seseorang adalah kikir
yang menyusahkan orang lain dan licik yang menjengkelkan ha
ti.90
ِٚ ِ‫ر‬ْٞ َٓ َ‫ ِػ ْ٘ذ‬٢ َّ ُ‫ ا‬ِٚ ِ‫َبر‬٤‫ َؽ‬٢ْ ِ‫ ََ ك‬٤ْ ‫َغ ْاُجَ ِخ‬
ُّ ‫ش ِؾ‬ ُ ‫َ ْجـ‬٣ َ‫اِ َّٕ هللا‬
Sungguh Allah memurkai orang yang pelit selama hidupnya, dan
orang yang kikir ketika kematiannya.91

87 Juga disebutkan dengan kata ‫ش َّؼ‬ ُّ ُ‫ا‬َٝ ْْ ًُ ‫َّب‬٣ِ‫( ا‬Awaslah kamu dengan pelit)
riwayat Muslim; dan dalam Kanz al-Amal riwayat dari Ibnu Jarir
disebutkan dengan ْْ ُٜ َ‫ا صَ ًَبر‬ْٞ ُ‫ا ًٓب كَ ََٔ٘ؼ‬َٞ ‫ػب أ َ ْه‬ َ َ‫ ْاُج ُْخ ََ كَب ِ َّٕ ْاُج ُْخ ََ د‬َٝ ْْ ًُ ‫َّب‬٣ِ‫( ا‬Awaslah kamu
dengan bakhil, karena kebakhilan mengajak masyarakat sehingga mereka tidak
mengeluarkan zakat.)
88 Riwayat al-Daruquthniy dengan kata yang mirip dan dalam sanad-

nya ada perawi yang sangat dlaif; dan diriwayatkan oleh Ibnu Hibban
dalam al-Dlu‟afa
89 HR al-Thabraniy dalam al-Awsath dan al-Bazzar serta Abu Nu‟aym

dengan sanad dlaif


90 HR Abu Dawud dengan sanad bagus
91 Al-Iraqiy menyatakan tidak menemukan sanadnya, sedangkan al-Su-

yuthiy menyatakan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Kha-


thib dari Ali ra dalam bab al-Bukhala‟
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
55
ِ ‫ هللاِ َِٖٓ ْاُ َؼب ِث ِذ ْاُ َج‬٠َُ‫بع ُش أ َ َؽتُّ ِا‬
َِ ‫بخ‬ ِ َ‫ ْاُل‬٢
ُّ ‫غ ِخ‬
َّ ُ‫ا‬
Dermawan yang bodoh lebih dicintai oleh Allah dari pada ahli
ibadah yang kikir.92
ِ ُِ‫ ُء ْاُ ُخ‬ْٞ ‫ع‬
‫ن‬ ُ َٝ َُ ‫ ْاُج ُْخ‬:ٍٖ ِٓ ْ‫ ُٓئ‬٢ْ ِ‫َبٕ ك‬
ِ ْ٘‫َغْ ز َِٔ ُغ اص‬٣ َ٫
Tidak berkumpul dua hal pada diri seorang mukmin, yaitu bakhil
dan berakhlak jelek.93

Pelit vs Senang Harta


Pelit dan senang harta adalah sama-sama tercela. Perbeda-
an antara keduanya terletak pada pelakunya. Bagi orang
miskin tidak akan menonjol sifat kebakhilannya dengan
menahan harta yang dimiliki, namun ia menampakkan ke-
senangannya kepada harta. Bila ada seseorang yang der-
mawan tetapi ia senang sekali kepada harta, di balik itu
sifat kedermawanan yang dilakukan dimaksudkan agar ia
disebut sebagai orang dermawan, maka perbuatan demiki-
an juga tercela menurut agama. Hal tersebut akan mele-
ngahkan dirinya dari mengingat Allah serta menghadap-
kan wajah hatinya kepada dunia sedemikian rupa sehingga
erat sekali hubungan antara hatinya dengan dunia yang
menyebabkan sukar kematian baginya.

Terhadap hal ini Allah swt telah menjelaskan kedudukan


harta dan pemiliknya, juga sabda Rasulullah saw. Ayat al-
Quran dan hadits yang berkaitan dengan hal tersebut
antara lain:
َ ْْ ًُ ُ‫د‬ٍَٟ ْٝ َ ‫ أ‬٥َ َٝ ْْ ٌُ َُُٟٞ ْٓ َ ‫ ٌُ ْْ أ‬ِٜ ِْ ُ ‫ ر‬٫َ ‫ا‬َُٞ٘ٓ ‫َٖ َءا‬٣ِ‫ب ٱَُّز‬َٜ ُّ٣َ‫أ‬١
ۚ ِ‫ػٖ ِر ًْ ِش ٱ َّّلل‬ َٟٓ
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu terlengahkan

92 Bagian dari hadits riwayat al-Turmudziy dan dinyatakan sebagai ha-


dits gharib
93 HR al-Nasaiy, Ibn Hibban, dan al-Hakim dengan kalimat: ‫ؼ‬ ُ ‫َغْ زَِٔ ُغ‬٣ َ٫
ٌّ ‫ش‬
‫ػ ْج ٍذ أَثَذًا‬ ِ ِْ َ‫ ه‬٢ْ ِ‫ َٔبٌٕ ك‬٣ْ ِ‫ا‬َٝ (Tak akan bertemu antara kikir dan iman dalam hati sese-
َ ‫ت‬
orang selamanya.)
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
56
oleh harta dan anak-anakmu untuk mengingat Allah.94
ٌ‫دُ ًُ ْْ كِزْ٘ ٍَۭخ‬ٍَٟ ْٝ َ ‫أ‬َٝ ْْ ٌُ َُُٟٞ ْٓ َ ‫ا أََّٗ َٔب ٓ أ‬ٞٓ ُٔ َِ‫ٱ ْػ‬َٝ
Ketahuilah bahwasanya seluruh harta dan anakmu adalah fit-
nah.95
ٌ‫دُ ًُ ْْ كِزْ٘ ٍَۭخ‬ٍَٟ ْٝ َ ‫أ‬َٝ ْْ ٌُ َُُٟٞ ْٓ َ ‫ِاَّٗ َٔب ٓ أ‬
Sesungguhnya seluruh harta dan anakmu adalah fitnah.96
‫ ٰى ٌُ ُْ ٱُز َّ ٌَبص ُ ُش‬َٜ ُْ َ ‫أ‬
Kamu telah terlengahkan oleh kegiatan memperbanyak harta.97
َّ ُ‫ا ا‬ْٝ ُ‫َ رَز َّ ِخز‬٫
‫َب‬٤ْٗ ُّ‫ا اُذ‬ُّٞ‫ؼَخَ كَز ُ ِؾج‬٤ْ ‫ؼ‬
Jangan kau ambil pekerjaan yang menyebabkan engkau
senang kepada dunia.98
:ُّ َ٬‫غ‬ َ ٍَ ‫ أ ُ َّٓزِيَ أَش َُّش؟ كَوَب‬١
َّ ُ‫ ا‬ِٚ ٤ْ َِ ‫ػ‬ ُّ َ ‫ أ‬: ُّ َ٬‫غ‬ َّ ُ‫ ا‬ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬
َّ ُ‫ا‬َٝ ُ ‫َح‬٬‫ظ‬ َ ٢ ِّ ‫ ََ َُِِّ٘ ِج‬٤ْ ِ‫ه‬َٝ
‫ب ُء‬٤َ ِ٘ ‫ َ ْؿ‬٧ْ‫ا‬
Nabi saw ditanya, “Umatmu yang mana yang lebih jelek?” Ja-
wab Rasulullah saw, “Orang-orang kaya.”99
‫َ ْشؼُ ُش‬٣ َ٫ َٞ ُٛ َٝ َُٚ‫ أ َ َخزَ َؽزْل‬ِٚ ٤ْ ‫َ ٌْ ِل‬٣ ‫مَ َٓب‬ْٞ َ‫َب ك‬٤ْٗ ُّ‫َٓ ْٖ أ َ َخزَ اُذ‬
Barang siapa yang mempergunakan harta melebihi kecukupan,
maka ia telah mengambil kematiannya dalam keadaan tak disa-
dari.100
:ٍَ ‫ ََْ َُيَ َٓبٌٍ؟ هَب‬ٛ : ُّ َ٬‫غ‬ َ ٍَ ‫ هَب‬. َ‫د‬ْٞ َٔ ُ‫َ أ ُ ِؽتُّ ْا‬٫ ٢ْ ِِّٗ‫ ا‬:ٌَ ‫هَب ٍَ َس ُع‬َٝ
َّ ُ‫ ا‬ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬
َّ‫ُ أ َ َؽت‬َٚٓ َّ‫ كَب ِ ْٕ هَذ‬ِٚ ُِ ‫ت اُ َّش ُع َِ َٓ َغ َٓب‬ َ ِْ َ‫ هَ ِذّ ّْ َٓبَُيَ كَب ِ َّٕ ه‬: ُّ َ٬‫غ‬ َّ ُ‫ ا‬ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬
َ ٍَ ‫ هَب‬.ْْ َ‫َٗؼ‬
‫ق‬َ ََِّ‫َزَخ‬٣ ْٕ َ ‫ُ أ َ َؽتَّ أ‬ٙ‫اِ ْٕ أ َ َّخ َش‬َٝ َُٚ‫ ُِْ ِؾو‬٣ ْٕ َ ‫أ‬
Seorang laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah, sungguh aku ti-

94 Surat al-Munafiqun ayat 9


95 Surat al-Anfal ayat 28
96 Surat al-Taghabun ayat 15
97 Surat al-Takatsur ayat 1
98 HR al-Turmudziy dan al-Hakim dengan sanad sahih, dan al-Turmu-

dziy mengatakan hadits hasan


99 Al-Iraqiy menyatakan bahwa hadits ini gharib dan tidak dijumpai

dengan kalimat seperti ini; dan al-Zubaydiy menghadirkannya dalam


Ittihaf al-Sadah al-Muttaqin Riwayat Ukhra vol. 9 hal. 669
100 Al-Iraqiy berkata bahwa hadits ini dikeluarkan oleh al-Bazzar dan

dalam sanadnya ada kelemahan


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
57
dak suka mati!” Sabda Nabi saw, “Apakah kamu punya harta?”
Jawab orang tersebut, “Ya.” Rasul lalu menyahut, “Dahulukan
hartamu ke dalam surga. Sesungguhnya hati seseorang lengket
dengan hartanya. Bila hartanya telah didahulukan, ia senang un-
tuk menemuinya; dan bila hartanya diakhirkan ia senang untuk
berada di belakangnya.”101
ُ َُّ٘‫هَب ٍَ ا‬َٝ ‫ َٓب هَذ ََّّ؟‬: ُ‫ئِ ٌَخ‬٦َٔ ُ‫ذ ْا‬
َ ََِّ‫ َٓب خ‬:‫بط‬
‫ق؟‬ ِ َُ‫ِارَا َٓبدَ ْاُ َؼ ْجذُ هَب‬
Jika seseorang meninggal dunia, Malaikat berkata, “Apa yang te-
lah didahulukan?” Sedangkan manusia bertanya, “Apa yang di-
tinggalkan?”102
َ ‫َ ا ْٗز ُ ِو‬٬َ‫ْيَ ك‬٤‫ ِارَا ِش‬َٝ ‫ظ‬
‫ش‬ َ ٌَ َ ‫ا ْٗز‬َٝ ‫ظ‬
َ ‫ َِْ ر َ ِؼ‬ٛ‫ػ ْجذُ اُ ِذ ّْس‬ َ ‫ ِْ ر َ ِؼ‬َٛ ‫ػ ْجذُ اُ ِذ ّْس‬
َ ‫ظ‬ َ ‫ر َ ِؼ‬
َ ‫ظ‬
Celakah pengabdi dirham! Celakalah pengabdi dinar! Celaka dan
terpencil! Jika ia mendapat bencana tidak dikasihani.103

Hakekat harta dan bahayanya


Ditinjau dari segala segi, hakekat harta tidaklah tercela. Ra-
sulullah saw menyatakan,
ِ‫ظب ُِؼ‬
َّ ُ‫ِش ُع َِ ا‬ َّ ُ‫ِٗ ْؼ َْ ْاُ َٔب ٍُ ا‬
َّ ُِ ‫ظب ُِ ُؼ‬
Sebaik-baik harta halal adalah pada orang yang saleh.104
Juga sabdanya:
ِ ْ ‫ػخ ُ ا‬
ِ‫خ َشح‬٥ َ ‫َب َٓ ْض َس‬٤ْٗ ُّ‫اُذ‬
Dunia adalah kebun akhirat.105

Harta tidak tercela secara mutlak, sebab manusia yang


hidup di dunia bepergian menuju Allah memerlukan harta

101 HR Ibn al-Mubarak dalam al-Zuhd dan Abu Nu‟aym dalam al-Hilyah
102 Dikeluarkan oleh al-Bayhaqiy dalam Syu‟ab al-Iman
103 Hadits dikeluarkan oleh Bukhariy, tetapi tidak ada kata ... َ‫ْي‬٤‫ش‬ ِ ‫ ِارَا‬َٝ
104 Dikeluarkan oleh Ahmad dan al-Thabraniy dengan sanad sahih
105 Al-Iraqiy menyatakan tidak menemukan hadits dengan kalimat se-

perti ini secara marfu‟, dan diriwayatkan oleh al-‟Uqayliy dalam al-
Dlu‟afa serta Abu Bakar bin Lal: ‫خِ َش ِح‬٦ُِ ‫ب‬َٜ ْ٘ ِٓ َ‫د‬َّٝ َ‫َب ُِ َٔ ْٖ ر َض‬٤ْٗ ُّ‫َّاس اُذ‬
ُ ‫( ِٗ ْؼ َٔذُ اُذ‬Kenik-
matan hidup di dunia adalah bagi orang yang mempersiapkan di dunia untuk
bekal akhirat.), sanad dlaif, lihat Ittihaf al-Sadah lil Muttaqin vol. 10 hal.
628
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
58
sebagai bekal kehidupannya. Jasad manusia tak dapat hi-
dup kecuali dengan makanan dan pakaian, yang kesemua-
nya diperoleh dengan harta. Tetapi orang yang memahami
kegunaan harta dan mengetahui bahwa harta adalah alat
pembeli sarana dalam menempuh perjalanan hidupnya, ia
tidak akan menempatkan harta pada derajat yang tinggi,
dan tidak akan mengambilnya kecuali sekedar untuk bekal
saja. Dengan demikian jika seseorang mencukupkan diri
dengan hal seperti itu, ia akan merasa bahagia dengan har-
ta yang dimiliki. Hal seperti ini sesuai dengan sabda
Rasulullah saw kepada Aisyah ra dalam satu dialognya,
٢ْ ‫َ ر َْخَِ ِؼ‬٫َٝ ١ِ
ْ ‫َ ر ُ َغ ِذّد‬٫َٝ ‫ت‬ َّ ‫ب ِثضَ ا ِد‬٤َ ْٗ ُّ‫ َِٖٓ اُذ‬٢ْ ‫ كَب ْهَ٘ ِؼ‬٢ْ ‫د اُ ِِّ َؾبمَ ِث‬
ِ ًِ ‫اُش‬ ِ ‫ِارَا أ َ َس ْد‬
ِٚ ٤ْ ‫ ر َْشهِ ِؼ‬٠َّ‫ظب َؽز‬ ً ٤ْ ِٔ َ‫ه‬
Jika Adinda ingin bertemu denganku di surga, hendaknya Adin-
da rela dengan harta sekedar bekal orang yang bepergian. Ja-
nganlah Adinda melepaskan pakaian dan menggantinya dengan
yang baru sebelum rusak.106

Karena itu pula Rasulullah saw dalam salah satu doanya


memohon kepada Allah,
‫دَ آ ٍِ ُٓ َؾ َّٔ ٍذ ًَ َلبكًب‬ْٞ ُ‫ َّْ اعْ َؼ َُ ه‬ُٜ ََُِّ‫ا‬
Wahai Allah, jadikanlah makanan keluarga Muhammad sekedar
cukup.107

Bila harta melebihi kadar kecukupan maka akan membuat


kecelakaan sebagaimana sabda Rasulullah saw,
‫َ ْشؼُ ُش‬٣ َ٫ َٞ ُٛ َٝ َُٚ‫ أ َ َخزَ َؽزْل‬ِٚ ٤ْ ‫َ ٌْ ِل‬٣ ‫مَ َٓب‬ْٞ َ‫َب ك‬٤ْٗ ُّ‫َٓ ْٖ أ َ َخزَ اُذ‬
Barang siapa yang mengambil harta melebihi kecukupannya, ma-
ka ia akan mengambil kematiannya namun tidak ia sadari.108 Iba-
rat seorang musafir, jika ia membawa bekal melebihi kebu-

106 HR al-Turmudziy dan al-Hakim, hadits gharib


107 HR Bukhariy dan Muslim
108 Dikeluarkan oleh al-Bazzar dari hadits Anas ra dengan sanad dlaif
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
59
tuhan dalam perjalannya, maka ia akan mati di bawah be-
kalnya yang berat dan tak akan sampai kepada tujuannya.

Mengapa harta yang melebihi kadar kecukupan dapat


mencelakakan diri pemiliknya? Hal ini dapat ditinjau dari
tiga segi.

Pertama, harta akan mengajak manusia untuk berbuat mak-


siat. Orang yang memiliki harta lebih sangat mungkin un-
tuk berbuat maksiat, dan sangat sulit menjauhkan diri dari
kemaksiatan. Bukankah tempat-tempat kemaksiatan dipe-
nuhi oleh mereka yang hartanya lebih dari sekedar kecu-
kupan sebagaimana maksud doa Rasulullah di atas? Fitnah
yang datang pada waktu senang adalah lebih besar dari
pada ketika waktu susah. Lebih-lebih bersabar diri dengan
segala kemampuan harta yang dimiliki adalah lebih berat.

Kedua, harta akan membuat seseorang lengah untuk meng-


ingat Allah. Padahal mengingat Allah adalah dasar kebaha-
giaan akhirat. Di dalam hati seseorang akan berjejal sifat
untuk memusuhi orang-orang yang bahagia, menghitung
teman sekerja, memikirkan cara untuk menyingkirkan ko-
leganya, berupaya untuk menambah harta yang dimiliki,
dan mengusahakan cara yang dapat menghasilkannya,
menjaganya, dan mengeluarkannya. Kegiatan tersebut ter-
masuk hal yang membuat hati menjadi hitam, menghilang-
kan kejernihan hati, dan membuat hati lengah untuk meng-
ingat Allah. Itulah maksud firman Allah,
‫ ٰى ٌُ ُْ ٱُز َّ ٌَبص ُ ُش‬َٜ ُْ َ ‫أ‬
Kau telah terlengahkan oleh kegiatan memperbanyak harta!109

Ketiga, harta akan mengajak untuk menikmati hal-hal yang

109 Surat al-Takatsur ayat 1


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
60
mubah, meskipun ini adalah tingkat yang terendah. De-
ngan kenikmatan tersebut badan bertumbuh dan tak sabar
terhadap keinginan menikmatinya. Mencari kenikmatan
seperti ini tidak dapat dilaksanakan tanpa pertolongan
makhluk lain dan berlindung pada kedhalimannya. Bila
dilanjutkan, bernikmat-nikmat akan mengajak kepada per-
buatan munafik, dusta, pamer, bermusuhan, dan memben-
ci. Dari hal-hal seperti ini akan muncul sifat-sifat yang
mencelakakan. Itulah sebabnya Rasulullah saw menyata-
kan,
ُ ْ‫َب َسأ‬٤ْٗ ُّ‫ؽُتُّ اُذ‬
ِ ‫ط ًُ َِّ خ‬
‫ئ َ ٍخ‬٤ْ ‫َط‬
Senang dunia adalah pangkal setiap kesalahan.110

Kadar kecukupan
Bila seseorang ditanya tentang seberapa kadar kecukupan
harta yang diperlukan dalam hidupnya, nampaknya ada
kecenderungan bahwa jawabannya hampir sama, yaitu
harta yang dimiliki masih di bawah kadar kecukupan. Hal
ini wajar karena standar atau tolok ukur setiap orang dapat
berbeda. Jika demikian, standar mana yang dapat dipakai
agar berlaku universal?

Imam al-Ghazali menganalisis bahwa keperluan darurat


atau keperluan yang mendesak hanyalah untuk makanan
dan pakaian. Jika seseorang meninggalkan kemewahan
berpakaian, maka dalam setahun diperlukan uang untuk
membeli pakaian dua setel. Ukuran yang pernah dibuat al-
Ghazali ketika itu adalah senilai dua dinar, yang dapat
dipakai membeli pakaian musim panas dan musim dingin,

Dikeluarkan oleh Ibn Abi al-Dunya dan al-Bayhaqiy dalam Syu‟ab al-
110

Iman dari riwayat al-Hasan secara mursal, sementara al-Suyuthiy me-


nyatakan dlaif
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
61
atau pakaian musim kemarau dan musin penghujan. Kua-
litas kainnya sekedar dapat menahan panas dan dingin. Se-
dangkan untuk ukuran makanan, seseorang cukup memer-
lukan setengah mud (6,25 ons) sehari, yang jika dikalkulasi
kebutuhan setahun berjumlah 500 kati. Adapun untuk la-
uknya dapat dikonversi satu setengah nilai pakaian seta-
hun. Dengan demikian ukuran keperluan orang bujangan
adalah 5 dinar dan 500 kati per tahun; dan untuk yang ber-
keluarga tinggal mengkalkulasi jumlah masing-masing
anggota keluarga.

Bagi orang yang ahli ibadah, yang menggantungkan hati-


nya hanya kepada Allah semata, selepas bekerja seharian
dan mendapat upah cukup untuk kebutuhan sehari saja,
maka sisa waktu dipergunakan untuk sibuk beribadah. De-
ngan ukuran ini, maka seseorang yang mendapat upah
lebih dari kebutuhannya sehari, dan masih tetap mencari
tambahan lagi, ia termasuk orang yang senang dunia. Ba-
gaimana halnya dengan seseorang yang bukan pekerja,
yang sibuk dengan ilmu dan ibadah serta rela terus terha-
dap harta dengan ukuran di atas? Pasti ia tidak termasuk
senang dunia.

Pada masa sekarang, rasanya sulit untuk mendapatkan


orang seperti yang dikategorikan oleh Imam al-Ghazali ter-
sebut. Orang telah banyak terkuasai hatinya oleh rasa ba-
khil dan keinginan untuk membantu orang yang sangat
memerlukan hampir punah. Rela terhadap kadar seperti
ukuran di atas adalah lebih utama dari pada meminta. Ke-
relaan tersebutpun perlu persyaratan, yaitu hati merasa
senang, tidak ada kebencian terhadap mati, dan tidak suka
kepada harta. Pekerjaan seseorang yang menjadi sumber
penghasilan atau mata pencarian hanyalah sekedar meme-
nuhi kebutuhan yang mendesak sesuai hadits di atas. Ada-
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
62
kah orang pada masa kini yang memikirkan kriteria seperti
itu? Hal yang perlu diperhatikan adalah batasan yang dibe-
rikan oleh Rasulullah saw, yaitu:
َّ ُ‫ا ا‬ْٝ ُ‫َ رَز َّ ِخز‬٫
‫ب‬٤َ ْٗ ُّ‫ا اُذ‬ُّٞ‫ َؼخَ كَز ُ ِؾج‬٤ْ ‫ؼ‬
Jangan kau ambil pekerjaan yang menyebabkan kamu senang ke-
pada dunia.111

Seseorang yang menuju ke tempat pekerjaan guna mene-


gakkan agama adalah sebagai orang yang mencari bekal,
bukan orang yang menetap pada pekerjaan.

Sebagian besar orang tidak dapat menerima ukuran atau


kadar sebagaimana analisis al-Ghazali, kecuali dengan su-
sah payah. Agama tidak melarang seseorang yang menam-
bah sedikit dari kadar kecukupan tersebut, karena masih
belum tergolong orang yang disebut sebagai “anak dunia”
dan belum keluar dari kelompok “anak akhirat”. Orang-
orang yang bepergian menuju Allah menginginkan harta
dunia sekedar untuk menolak penyakit yang dapat menyi-
bukkan dirinya hingga lupa mengingat Allah dan ibadah,
tetapi bukan untuk berlezat-lezat dan bernikmat-nikmat di
dunia. Apabila makanan mereka lebih, mereka berikan ke-
pada orang-orang yang papa dan janda.

Selain keperluan tersebut, maka tak ada alasan lagi untuk


mencari tambahan harta kecuali untuk tiga hal, yaitu ber-
nikmat-nikmat, bersedekah, atau persediaan jika terjadi
bencana. Perbuatan bernikmat-nikmat akan memalingkan
seseorang dari mengingat Allah, dan membuatnya sibuk
dengan urusan keduniaannya. Bagi orang yang zuhud, me-
ninggalkan harta dianggap lebih baik daripada bersedekah.

HR al-Hakim dengan sanad sahih, dan hasan menurut riwayat al-


111

َ ‫كَز َْش‬
Turmudziy, sedangkan menurut Ahmad dengan kata ‫ا‬ُْٞ ‫ؿج‬
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
63
Hal ini sesuai dengan pesan Nabi Isa as yang bersabda,
“Wahai penuntut dunia, perbaikilah dirimu! Meninggalkan
urusan keduniaan dalam mencari harta adalah lebih baik.”

Apalagi seseorang yang mempersiapkan jika sewaktu-


waktu terjadi bencana, adalah orang yang buruk sangka
yang tak berkesudahan. Seyogyanya seseorang berbaik
sangka terhadap pengaturan Allah bahwa sekiranya terjadi
bencana yang menimpa hartanya, pastilah Allah akan
membuka pintu rizki dari arah yang tak pernah tersangka-
sangka. Bukantah Allah telah berfirman,
ُ ٤‫ُ ِٓ ْٖ َؽ‬ٚ‫ ْش ُص ْه‬٣َ َٝ ‫ۥُ َٓ ْخ َش ٍۭ ًعب‬َُّٚ َ‫غْ َؼ‬٣َ َ‫ن ٱ َّّلل‬
ُ ‫ؾْ زَغ‬٣َ ٫َ ‫ْش‬
‫ِت‬ ِ َّ ‫َز‬٣ َٖٓ َٝ
Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan
memberi jalan keluar baginya dan akan memberinya rizki dari
arah yang tak pernah ia perkirakan.112

Seseorang yang menyatakan bahwa pernyataan Allah da-


lam surat al-Thalaq tersebut jarang terjadi, maka tak patut
baginya mempunyai keyakinan bahwa ia terjaga dari ben-
cana atau petaka sepanjang umurnya. Bencana yang nyata
adalah ketertutupan hati orang tersebut yang perlu disuci-
kan dan diselamatkan dari dosa. Karena itulah baik sangka
terhadap pengaturan Allah Azza Wa Jalla diberikan kepa-
da para nabi, para wali, dan orang yang semacam itu, lan-
taran mereka bertawakal kepada keutamaan Allah. Perlu
diketahui bahwa tak ada sesuatu yang menimpa diri sese-
orang kecuali yang terbaik baginya. Sesungguhnya Allah
adalah pengatur kerajaan bumi dan kerajaan langit, yang
maha mengetahui terhadap kemaslahatan seseorang.

Fungsi harta
Di atas telah disebutkan bahwa kadar kecukupan mungkin

112 Surat al-Thalaq ayat 2 dan 3


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
64
dapat ditambah atau dikurangi dengan meneliti keadaan
fisik seseorang dan kondisi lingkungannya. Meskipun de-
mikian, Imam al-Ghazali yakin dengan pasti bahwa harta
adalah ibarat obat yang dapat bermanfaat bagi seseorang
dengan kadar tertentu. Bila berlebihan penggunaannya da-
pat mematikan, dan dekat dengan berlebihan meski tidak
sampai mematikan, paling tidak akan menambah sakit.
Oleh karena itu orang harus mempergunakan sedikit harta
dan menghindarkan diri dari boros serta bersenang-senang
dengan harta. Bukanlah berarti mempersedikit kecuali de-
ngan sedikit merasa kesempitan pada suatu waktu. Orang
yang telah yakin, ia tak akan merasa berat untuk melapar-
kan dirinya di dunia guna menghadapi pesta di surga ke-
lak, karena ia tahu bahwa kelezatan sesuatu adalah menu-
rut kadar lapar. Perut yang kenyang tak dapat merasakan
kelezatan ubi bakar atau tempe rebus sebagaimana perut
yang lapar.

Kriteria bakhil
Bakhil adalah menahan sesuatu yang diwajibkan oleh sya-
ra‟ atau oleh kehormatan. Orang yang menyerahkan seba-
gian harta yang diwajibkan oleh pengadilan kepada isteri
atau kerabatnya sedangkan setelah itu ia berusaha untuk
memberi nafkah dengan jumlah yang lebih sedikit adalah
termasuk orang bakhil. Namun, seseorang yang mengem-
balikan barang yang dibeli kepada penjualnya karena ter-
nyata timbangannya kurang, ia tidak termasuk orang ba-
khil.

Allah swt. dalam al-Quran menyindir orang-orang yang


berbuat kikir sebagaimana firman-Nya,
‫ا‬ُِٞ‫ُؾْ ِل ٌُ ْْ ر َ ْج َخ‬٤َ‫َب ك‬ُٛٞٔ ٌُ ِْ َٔ‫غْـ‬٣َ ٕ‫ِا‬
Jika ia meminta hartamu secara berulang, lalu kamu berlaku ba-
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
65
khil.113

Sesuatu yang harus dilakukan untuk menjaga kehormatan


dan untuk menolak celaan orang lain adalah termasuk pe-
ngertian syara‟. Tingkatan terhadap hal ini berbeda sesuai
dengan perbedaan orang dan kadar harta yang dimiliki.
Misalnya, seseorang yang memiliki harta dan mampu un-
tuk menangkis serangan dan celaan terhadap dirinya de-
ngan sedikit harta yang dimiliki namun ia tidak melaku-
kannya, maka ia termasuk orang bakhil meskipun hal itu
bukan kewajiban baginya. Rasulullah saw menyatakan,
ٌ‫طذَهَخ‬ َ ‫ ِػ ْش‬ِٚ ‫ ْاُ َٔ ْش ُء ِث‬٠َ‫ه‬َٝ ‫َٓب‬
َ َُُٚ َٞ ُٜ َ‫ُ ك‬ٚ‫ػ‬
Sesuatu yang digunakan seseorang untuk menjaga kehormatan-
nya adalah sedekah baginya.114

Harta dijadikan untuk manfaat dan karena manfaat itulah


harta disimpan dan dibelanjakan oleh seseorang. Bila sese-
orang enggan membelanjakan hartanya padahal faedah
membelanjakan harta tersebut lebih besar dari pada mena-
hannya, maka ia adalah orang bakhil dan cinta harta. Harta
tidak patut untuk disenangi karena materinya. Seseorang
boleh menyenangi harta karena manfaat atau faedahnya.
Karena itu harta harus dibelanjakan untuk sesuatu yang le-
bih besar manfaatnya. Menjaga kehormatan, misalnya, ada-
lah lebih utama dan lebih besar manfaatnya dari pada ber-
nikmat-nikmat dengan makanan yang banyak dan enak-
enak. Kebanyakan orang lebih suka membelanjakan harta
untuk makanan yang demikian mahal ketimbang mem-
belanjakannya untuk kemaslahatan umum atau untuk in-
fak. Bandingkan orang yang merasa besar mengeluarkan

113Surat Muhammad ayat 37


114Dikeluarkan Abu Ya‟la dan Ibnu Adiy dari Jabir; dan di dalam Fath
al-Bariy Muslim mengeluarkan hadits serupa dari Hudzayfah, demiki-
an pula yang dikeluarkan oleh al-Daruquthniy dan al-Hakim
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
66
hartanya untuk infak di masjid, padahal ketika nilai yang
sama dari harta itu dibelanjakan di mall ternyata terasa
kecil.

Pelit dan senang harta dapat menyeret seseorang kepada


kebodohan. Seseorang yang tidak mau menjaga kehormat-
an diri sehingga rela dikatakan pelit, namun suka membu-
ang uang guna hal-hal yang kurang bermanfaat untuk
agama agar dikatakan sebagai orang berduit adalah akibat
dari kepelitan dan kesenangannya terhadap harta. Orang
seperti inilah yang disebut terseret kepada kebodohan, dan
ini adalah puncak kebakhilan. Jika ia mengetahui perbeda-
an nyata seperti itu tetapi masih sukar baginya membelan-
jakan harta untuk hal yang lebih berguna dan lebih berfae-
dah, maka ia adalah orang bakhil.

Seseorang akan terbebas dari bakhil jika ia tidak merasa be-


rat untuk membelanjakan hartanya yang menurut syara‟
dan akal patut untuk dilakukan. Adapun derajat kederma-
wanan seseorang tidak akan diperoleh kecuali dengan
membelanjakan hartanya melebihi kewajiban syara‟ dan
kehormatan.

Cara pengobatan
Obat bakhil adalah kapsul yang diramu dari dua bahan,
yaitu ilmu dan amal. Ramuan pertama obat bakhil adalah
ilmu, yaitu terdiri dari:
1. Mengetahui kecelakaan akibat bakhil di akhirat dan ke-
hinaan di dunia.
2. Mengetahui bahwa harta tidak akan ikut serta dibawa
bila ia menetap di dalam kubur.
3. Menyadari bahwa harta adalah milik Allah yang ditem-
patkan pada seseorang untuk dibelanjakan pada perin-
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
67
tah Allah yang lebih penting.
4. Mengetahui bahwa menahan harta untuk bernikmat-
nikmat dan menuruti syahwat adalah lebih baik dari
pada menahannya untuk pahala akhirat.
5. Memperhatikan bahwa menuruti syahwat adalah tabiat
binatang, sedangkan menuruti syara‟ adalah tabiat
orang berakal.
6. Memperhitungkan bahwa meninggalkan harta untuk
anak-anaknya yang dianggap sebagai solusi terbaik
adalah wujud kebodohan bila ia sendiri menghadap
Tuhannya dengan kejelekan. Sebab jika anaknya saleh,
maka Allah akan mencukupinya dan jika anak tersebut
fasik, maka harta peninggalannya akan membantunya
pada kemaksiatan. Harta tersebut menjadi penyebab
anak tetap dalam kemaksiatan, memberi kesengsaraan
bagi orang yang meninggalkannya, dan menikmatkan
orang lain.

Ramuan kedua obat bakhil adalah berisi amal, yaitu:


1. Membawa dirinya untuk membelanjakan harta dengan
paksaan dan selalu melakukan hal itu hingga menjadi
adat kebiasaannya.
2. Jalan untuk melakukan hal tersebut ialah menipu diri-
nya dengan kebaikan nama dan mengadakan perban-
dingan hingga senang membelanjakan harta.
3. Meningkatkan pengekangan terhadap sifat-sifat yang
tidak baik.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
68
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
69

6. AMBISI & GILA PANGKAT

A
llah swt menjelaskan bahwa orang yang tidak gila
pangkat akan mendapatkan kebahagiaan di akhi-
rat. Firman Allah menjelaskan hal tersebut,
َ َ‫ ك‬٫َ َٝ ‫ع‬
‫غب ٍۭدًا‬ ُ َُٕٝ‫ذ‬٣‫ ُِش‬٣ ٫َ َٖ٣ِ‫ب َُِِّز‬َٜ ُِ‫اخ َشح ُ َٗغْ َؼ‬
ِ ‫ َ ْس‬٧ْ ‫ ٱ‬٠ِ‫ا ك‬ًّٞ ٍۭ ُِ‫ػ‬ ُ ‫ِر ِْيَ ٱُذ‬
ِ ‫َّاس ٱ ٍْ َء‬
Rumah akhirat Kami sediakan untuk orang-orang yang tidak
menghendaki pangkat yang tinggi di dunia dan tidak pula meng-
hendaki kerusakan.115

Terhadap ambisi dan gila pangkat, Rasulullah saw mem-


beri ulasan antara lain:
ََ ‫ُ ْ٘ ِجذُ ْاُ َٔب ُء ْاُ َج ْو‬٣ ‫ت ًَ َٔب‬
ِ ِْ َ‫ ْاُو‬٢‫َبٕ اُ ِّ٘لَبمَ ِك‬
ِ ‫ُ ْ٘ ِجز‬٣ ِٙ ‫ ْاُ َغب‬َٝ ٍِ ‫ؽُتُّ ْاُ َٔب‬
Cinta harta dan gila pangkat akan menumbuhkan sifat munafik
di dalam hati, bagaikan air menumbuhkan sayur mayur.116
ٍِ ‫ت ْاُ َٔب‬
ِ ّ ‫ب ِٓ ْٖ ُؽ‬َٜ ٤ْ ِ‫غبدًا ك‬ َ ‫جَ ِخ‬٣ْ ‫ صَ ِس‬٢ْ ِ‫َ ك‬٬‫بٕ أُس ِع‬
َ َ‫ؿ٘ ٍَْ ثِؤ َ ًْض َ َش ك‬ ِ َ٣‫بس‬
ِ ‫ػ‬ َ ٕ‫ب‬ ِ َ‫َٓب ِرئْج‬
ِْ ِِ ‫اُش ُع َِ ْاُ ُٔ ْغ‬
َّ ِْٖ ٣‫ ِد‬٢ْ ِ‫ ك‬ِٙ ‫ ْاُ َغب‬َٝ
Dua serigala yang ganas yang dimasukkan ke kandang kambing
tidak lebih membuat kerusakan dibandingkan dengan kerusakan
yang ditimbulkan akibat cinta harta dan gila pangkat dalam aga-

115Surat al-Qashash ayat 83


116Al-Iraqiy menyatakan tidak menemui hadits dengan kalimat ini, se-
dangkan al-Zubaydiy menyatakan bahwa hadits ini dikeluarkan oleh
Abu Manshur al-Daylamiy dalam Musnad al-Firdaws dengan sanad dla-
if
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
70
ma seorang muslim.117
ُٙ‫ َثَ َّش‬٧َ ِ‫ هللا‬٠َِ‫ػ‬ َ ‫ أ َ ْه‬ْٞ َُ َُُٚ َُٚ‫ُئْ ث‬٣ َ٫ ِْٖ ٣‫ ِؽ ْٔ َش‬١ِ
َ َْ ‫غ‬ ْ ‫ش أ َ ْؿجَ َش ر‬
َ ‫ُسةَّ أ َ ْش َؼ‬
Banyak orang yang kepalanya penuh debu, berpakaian buruk,
yang apabila ia bersumpah atas nama Allah niscaya akan diteri-
ma.118 Maksud hadits ini adalah pujian Rasulullah saw ter-
hadap orang yang menyembunyikan pangkat yang ia mi-
liki.
‫ا‬َُٞٗ‫َْٖ ِارَا ا ْعز َؤْر‬٣‫ُ اَُّ ِز‬َُٚ َُٚ‫ُئْ ث‬٣ َ٫ ِْٖ ٣‫ ِؽ ْٔ َش‬١ِْ ‫ش أ َ ْؿجَ َش ر‬ َ ‫ ََ ْاُ َغَّ٘ ِخ ًُ َُّ أ َ ْش َؼ‬ْٛ َ ‫ِا َّٕ أ‬
ْْ َُ ‫ا‬ْٞ ُُ‫ ِارَا هَب‬َٝ ‫ا‬ْٞ ‫ُ ْ٘ ٌَ ُؾ‬٣ ْْ َُ ‫غب َء‬ َ ِّ٘ ُ‫ت ا‬ ِ ‫ ِارَ ا خ‬َٝ ْْ ُٜ َُ ْٕ َ‫ُئْ ر‬٣ ْْ َُ ‫اء‬
َ ‫َط‬ ِ ‫ ُ َٓ َش‬٧ْ‫ ا‬٠َِ‫ػ‬ َ
‫َب َٓ ِخ‬٤‫ َّ ْاُ ِو‬ْٞ َ٣ ُٙ‫ ُس‬ْٞ ُٗ َِْ ‫ هُغ‬ْٞ َُ ِٙ ‫طذ ِْس‬ ٢
َ ْ ِ ‫ك‬ َُ ‫غ‬ ْ
ِ ‫غ‬ َ ‫ز‬َ ‫ر‬ ْ ٛ ‫ذ‬
َ َ ِْ َِ ُ ِ ََ ُْ‫ؽ‬ َ ‫أ‬ ‫ظ‬ ‫ئ‬‫ا‬ٞ ‫ؽ‬ ْ ٜ َ ُ ْ
‫ذ‬ َ ْ٘ ُ٣
‫ظ‬
ْْ ُٜ َ‫ ِعؼ‬َٞ َُ ‫بط‬ِ َُّ٘‫ ا‬٠َِ‫ػ‬ َ
Sesungguhnya ahli surga ialah setiap orang yang kepalanya pe-
nuh dengan debu, berpakaian buruk, dan tidak diperhatikan;
yang apabila mereka meminta ijin kepada pejabat tidak dikabul-
kan, apabila meminang wanita ditolak, apabila berbicara tidak di-
dengarkan, dan keinginan salah seorang di antara mereka itu ha-
nya terpendam dalam dadanya. Tetapi di hari kiamat, apabila
cahanya dibagikan kepada semua orang pasti merata.119

Beberapa sahabat dan tabiin menceriterakan tentang ting-


kah laku orang pada masanya. Misalnya ceritera dari Su-
layman bin Handholah120 tentang perbuatan Ubay bin

117 Dikeluarkan oleh al-Nasaiy dan al-Turmudziy dan dikatakan


sebagai hadits hasan sahih dengan perbedaan sebagian kata-katanya
118 Dikeluarkan oleh Muslim; hadits serupa diriwayatkan dari Anas bin

Malik ra sebagaimana dimuat dalam Sunan al-Turmudziy vol. 5 hal. 692,


Syu‟ab al-Iman vol. 7 hal. 331 dan dari Abu Hurayrah ra dalam al-Mus-
tadrak vol. 4 hal. 364
119 Hadits yang sama riwayat Abu Hurayrah ra sebagaimana tersebut

dalam Syu‟ab al-Iman vol. 7 hal 332 dengan kalimat: َُّ ًُ ‫ َِ ْاُ َغَّ٘ ِخ‬ْٛ َ ‫ىَ أ‬ْٞ ُُِٓ َّٕ ِ‫ا‬
‫ا‬ْٞ ُُ‫ ِارَا هَب‬ْٝ َ ‫ا أ‬ْٞ ‫ُ ْ٘ ٌَ ُؾ‬٣ ْْ َُ ‫غب َء‬ َ ‫اِرَ ا‬َٝ ْْ ُٜ َُ ْٕ َ‫ُئْ ر‬٣ ْْ َُ ِ‫ ُ َٓ َشاء‬٧ْ‫ ا‬٠َِ‫ا َػ‬َُٞٗ‫ ِْٖ اِرَا ا ْعز َؤْر‬٣‫ ؽِ ْٔ َش‬١
َ ِّ٘ ُ‫ا ا‬ُٞ‫ؽَِج‬ ْ ‫أ َ ْشؼَشَ أ َ ْؿجَ َش ِر‬
َ
ْْ ُٜ َ‫ ِعؼ‬َٞ ُ ‫ع‬ َ ْ َ ُ َ
ِ ‫ ْس‬٧‫ َِ ا‬ْٛ ‫َْٖ أ‬٤َ‫ُ ث‬ٙ‫ ُس‬ْٞ ُٗ َِْ ‫ هغ‬ْٞ ُ ِٙ ‫طذ ِْس‬ ْ َ ُ
َ ٢ْ ِ‫ ْْ رَزَ َغِ َغ َُ ك‬ِٛ ‫ ْْ َؽب َعخ أ َؽ ِذ‬ِٜ ُِ ْٞ َ‫ذ ُِو‬
ْ ‫ظ‬ َ ُ٘٣ ْْ َُ َ‫ْش‬٣‫ْاُ َؾ ِذ‬
ْ
120 Handholah adalah Ibnu Abi „Amir, termasuk sahabat yang terpan-

dang, terkenal dengan sebutan “al-Ghasil” yang mati syahid di tangan


Abu Sufyan bin Harb dan menurut penuturan isterinya dalam keadaan
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
71
Ka‟ab yang dialaminya. “Ketika kami berada di sekeliling
Ubay bin Ka‟ab, kami berjalan di belakangnya. Tiba-tiba
Khalifah Umar bin Khatab ra melihat mutiara yang dipakai
oleh Ubay bin Ka‟ab di atas kepalanya. Sulaiman lalu
berkata, ”Lihatlah wahai Amirul Mukminin! Apa yang
akan Tuan lakukan?” Umar menjawab, ”Sesungguhnya ini
membuat hina bagi orang yang mengikuti dan membuat
fitnah bagi orang yang diikuti.” 121

Al-Hasan berkata, “Sesungguhnya derap sepatu di bela-


kang orang itu sedikit sekali membuat hati hati orang-
orang tolol tetap besertanya.” Sedangkan Abu Ayyub ber-
sumpah, “Demi Allah, Allah tidak membenarkan sese-
orang hamba untuk makhluk-Nya jika ia tidak merasakan
di tempatnya.”

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui tempat tercela-


nya kemasyhuran dan pangkat kecuali jika Allah memasy-
hurkan hamba-Nya di dalam agama dengan tanpa mencari
kemasyhuran tersebut. Demikianlah Allah memasyhurkan
para nabi, para Khulafaur Rasyidin, para ulama, dan para
wali.

Hakekat pangkat
Pangkat pada hakekatnya adalah menguasai hati orang la-
in supaya tunduk kepada orang yang mempunyai pangkat
untuk menuruti kemauannya, lisannya dipergunakan un-

junub dan dikatakan oleh Rasul bahwa Malaikat telah memandikannya


sehingga dikenal dengan َ٤‫ؽ٘ظِخ اُـغ‬
121 Disebutkan dalam Sunan al-Darimiy Bab Orang Yang Benci Ketenar-

an dan Kemasyhuran, hadits ke-528 ٍ‫ هب‬، ‫ظ‬٣‫ادس‬ َ ُٖ‫ ؽذص٘ب اث‬، ِ‫ء‬٬‫ـ أخجشٗب ٓؾٔذُ ثُٖ اُؼ‬
،‫هبّ هُ َْٔ٘ب‬
َ ‫كِٔب‬ ،ِٚ ٤
ْ ُ‫ا‬ َ‫ّس‬ ‫ذ‬ ‫ؾ‬َ ُ ٘ ُ
ِ ‫ت‬
ٍ ‫ؼ‬
ْ َ
ً ‫ث‬
َْٖ ٢
َّ ‫ث‬
َ ُ ‫أ‬ ‫َب‬ ٘ ٤
ْ َ ‫ر‬‫أ‬ ٍ
َ ‫هب‬ ،، َ ‫خ‬َِ َ
‫ظ‬ ْ
٘ ‫ؽ‬
َ ٖ‫ث‬ِ َٕ‫ٔب‬٤ِ‫ع‬ ٖ‫ ػ‬، َ ‫َٕ ثَْٖ ػ٘زشح‬ٝ‫بس‬ٛ ُ‫عِٔ ْؼذ‬ َ
َٖ٤٘ ِٓ‫ش أُئ‬٤ٓ‫أ‬ َ ‫ب‬٣ :ٍَ‫ كوب‬،ِٚ٤ْ ‫ػ‬ َ ‫ُ ثِز َِسا‬ٙ‫ كبرَّوَب‬:ٍَ‫ هب‬،ِ‫ػ َٔ ُش ثبُذ َّّسح‬ ُ َُٚ‫ؼ َشث‬ ُ ‫وَ٘ب‬َٛ ‫ كَ َش‬،َُٚ‫ خ َِْل‬٢ِ‫َٗؾْ ُٖ ٗ َْٔش‬َٝ
َ ‫ُ َك‬َٚ‫ػ َٔ ُش كَزَجِؼ‬
‫عِ َٓزََُّخٌ ُِزبثِ ِغ‬ُٞ‫ ِكزَْ٘خٌ ُِ َٔزْج‬ٟ‫ ٓب ر ََش‬ٝ‫ َأ‬:ٍَ‫ظ َ٘ ُغ هب‬ ْ َٗ ‫ٓب‬.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
72
tuk memujinya, dan bekerja untuk memenuhi keinginan-
nya. Jika harta berarti memiliki uang untuk menyampaikan
kepada semua tujuan, maka pangkat ditujukan untuk me-
nguasai semua hati orang.

Mengapa pangkat lebih disukai dari pada harta? Imam al-


Ghazali mencoba menyampaikan analisisnya sebagai ber-
ikut:
1. Dengan pangkat orang lebih mudah untuk sampai ke-
pada harta yang diinginkan dari pada kemudahan har-
ta untuk mendapatkan pangkat.
2. Pangkat tidak dapat dicuri, tidak dapat digasab (di-
pinjam tanpa ijin), dan aman dari hama.
3. Pangkat dapat bertambah besar dan meluas tanpa pak-
saan.
4. Orang yang hatinya telah dikuasai dengan itikad meng-
agungkan orang yang berpangkat selalu memuji dan
menjaring hati orang lain untuk atasannya.
5. Pangkat berarti ketinggian, kebesaran, dan kemuliaan.
Ketiganya adalah termasuk sifat-sifat ketuhanan. Ma-
nusia menyukai sifat ketuhanan karena tabiat, bahkan
dirasa paling lezat dari lainnya karena hal tersebut ada-
lah untuk rahasia dalam munasabah ruh kepada masa-
lah ketuhanan. Hal ini digambarkan oleh Allah swt da-
lam al-Quran:
٢ْ ّ‫ ُػ ِٓ ْٖ أ َ ْٓ ِش َس ِث‬ٝ‫ُش‬
ُّ ‫هُ َِ ٱ‬
Katakanlah wahai Muhammad: Ruh itu termasuk urusan
Tuhanku.122

Ruh adalah urusan ketuhanan yang membatasi manusia


dari segi tabiat untuk menyendiri dalam wujud. Sendiri
dalam wujud adalah hakekat ketuhanan, karena tidak ada

122 Surat al-Isra‟ ayat 85


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
73
sesuatu yang wujud beserta Allah. Segala sesuatu yang
wujud adalah sebagai bayangan dari cahaya kekuasaan.
Oleh karena itu segala yang wujud mempunyai derajat
mengikuti, bukan derajat menyertai.

Manusia menginginkan hal tersebut bahkan di dalam seti-


ap diri manusia ada keinginan untuk berkata, “Akulah
Tuhanmu yang tertinggi.” Hanya Fir‟aun yang telah me-
nyatakan ucapan tersebut, sedangkan selain Fir‟aun me-
nyembunyikannya. Apabila menyendiri di dalam wujud
telah hilang pada diri manusia, ia menginginkan untuk
tidak kehilangan perasaan lebih tinggi. Kekuasaan untuk
merampas segala yang wujud dipergunakan menurut ke-
mauannya dan itulah urusan ketuhanan!
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
74
Namun demikian manusia terhalang untuk merasa lebih
tinggi dan menguasai langit, bintang, lautan, dan gunung.
Ia ingin merampas semuanya dengan ilmu, karena ilmu itu
semacam perampasan juga. Orang yang tidak mampu me-
nempatkan atau membuat segala sesuatu yang mengagum-
kan, ia ingin mengetahui caranya. Demikianlah manusia
ingin mengetahui keanehan lautan yang terkandung oleh
gunung dan menggambarkan untuk dapat menguasai ben-
da-benda yang berada di permukaan bumi, baik manusia,
barang tambang, maupun tetumbuhan. Manusia senang se-
muanya dan menguangkannya. Ia menggambarkan untuk
dapat menguasai manusia lain dan senang menguasai de-
ngan perantaraan hati. Ia senang memiliki hati manusia de-
ngan meletakkan kebesaran diri padanya. Kebesaran terse-
but tercapai bila orang lain telah yakin bahwa pada dirinya
terdapat kesempurnaan sifat, karena keagungan itu meng-
ikuti keyakinan terhadap kesempurnaan.

Oleh sebab itu manusia ingin pangkatnya meluas dan ke-


hormatannya tersebar sampai ke negara yang ia tahu de-
ngan pasti bahwa ia tidak akan menjejakkan kakinya di
negara tersebut lagi tidak mengetahui penduduknya. Se-
mua itu adalah sesuai dengan sifat-sifat ketuhanan. Setiap
orang yang pandai, sifat ini akan menguasai dirinya,
sedangkan syahwat kebinatangan dalam dirinya menjadi
lemah.

Kesempurnaan sejati dan semu


Dari uraian di atas, timbul pertanyaan: Mengapa mencari
pangkat yang tinggi termasuk tercela? Bukankah pangkat
yang tinggi adalah hasil dari akal dan keistimewaan ruh
yang sesuai dengan urusan ketuhanan?
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
75
Memang mencari ketinggian derajat yang sejati tidak terce-
la, bahkan terpuji, karena hal tersebut adalah tuntutan
setiap orang dan berarti dekat dengan Allah Taala. Itulah
ketinggian derajat dan kesempurnaan, karena hal tersebut
adalah kemuliaan yang tak ada kehinaannya, kekayaan
yang tak ada kemelaratannya, kekal yang tak ada kehan-
curan sesudahnya, dan kelezatan yang tak ada kekotoran-
nya. Menuntut yang demikian adalah terpuji.

Sesungguhnya yang dicela adalah mencari kesempurnaan


semu, bukan yang sejati. Kesempurnaan sejati kembali ke-
pada ilmu, kebebasan, dan kekuasaan. Hakekat kekuasaan
tidak dapat digambarkan pada seorang manusia, karena
kekuasaan manusia disebabkan oleh harta dan pangkat.
Kekuasaan demikian adalah kesempurnaan semu, karena
hal tersebut sesuatu yang lahir tanpa kekekalan. Padahal
tak ada kebaikan dalam hal yang tak ada kekekalan pada-
nya. Kata syair Arab:
ً٫‫ُ ا ْٗ ِزوَب‬ُٚ‫بؽج‬
ِ ‫ط‬ َ ََّٖ‫و‬٤َ َ ‫ر‬
َ ُْٚ٘ ‫ػ‬ * ‫ ٍس‬ْٝ ‫ع ُش‬ ْ ‫شذُّ ْاُـ ِ َّْ ِػ ْ٘ذ‬
ُ ٢ْ ‫ ِك‬١ِ َ َ‫أ‬
Kesusahan yang paling berat bagiku adalah dalam kesenangan,
yang pemilik kesenangan tersebut yakin akan bahwa kesenangan
tersebut hilang.

Mengapa demikian? Karena kekuasaan yang datang serta


merta diikuti dengan kecepatan habisnya sebab kematian
dan bencana yang menimpa tidak bebas dari kekotoran.
Oleh sebab itu orang yang menyangka hal tersebut sebagai
suatu kesempurnaan, terpelesetlah ia.

Kesempurnaan sejati adalah dalam hal-hal yang kekal dan


baik, yang dapat diperoleh melalui pendekatan diri kepada
Allah Subhanahu Wa Taala. Kesempurnaan ini tak akan
lenyap yang disebabkan oleh kematian, bahkan menjadi
berlipat ganda tanpa batas. Kesempurnaan dimaksud ada-
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
76
lah makrifat kepada dzat, sifat, dan perbuatan Allah, yaitu
pengetahuan terhadap semua yang wujud karena tak ada
di dalam wujud kecuali Allah dan segala perbuatan-Nya.
Akan tetapi peneliti terkadang memperhatikan di dalam
wujud itu dari segi yang lain yaitu tidak dari segi bahwa
hal tersebut adalah perbuatan Allah. Misal orang yang me-
neliti pembedahan untuk tujuan ilmu kedokteran, atau
perhatian seksama terhadap tingkah alam untuk mencari
pedoman dalam hukum perbintangan. Pengetahuan dari
hasil penyelidikan seperti ini sama sekali tidak terdapat ke-
kuasaan di dalamnya.

Termasuk dalam kesempurnaan sejati ialah kebebasan, ya-


itu keterputusan ikatan seseorang dari semua kaitan dunia
bahkan dari setiap sesuatu yang akan berpisah dengan se-
seorang karena kematian, serta mencukupkan diri dalam
berpaling kepada sesuatu keharusan, yakni Allah. Firman
Allah swt kepada Nabi Dawud as, ”Wahai Dawud, Aku
adalah sembahanmu yang terus menerus. Maka tetaplah
kamu pada sesembahanmu.”

Ilmu dan kebebasan termasuk hal yang baik, kekal, dan ke-
duanya adalah kesempurnaan sejati. Sedangkan harta dan
anak adalah hiasan kehidupan di dunia dan keduanya ada-
lah kesempurnaan semu. Orang yang terbalik ialah mereka
yang menentang kesempurnaan sejati. Mereka berpaling
dari mencari kesempurnaan sejati dan sibuk mencari ke-
sempurnaan semu. Mereka adalah orang yang susah pada
waktu mati karena neraka penyesalan. Mereka menyaksi-
kan kerugiannya di dunia dan di akhirat. Kerugian di akhi-
rat dikarenakan mereka menuntutnya namun tak mem-
peroleh sebab-sebabnya berupa makrifat dan kebebasan;
dan kerugian di dunia dikarenakan mereka terpisahkan
dan menghadapi ahli warisnya.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
77

Jangan disangka bahwa iman dan ilmu dapat terpisah ka-


rena kematian seseorang. Kematian tidak menghancurkan
tempat ilmu sama sekali. Mati tidak berarti ketiadaan, se-
hingga orang mengira bahwa apabila seseorang tidak ada
sebab mati maka tak ada pula sifat-sifat orang tersebut.
Arti kematian adalah keterputusan hubungan antara ruh
dengan badan sampai ruh tersebut dikembalikan lagi. Bila
ruh tersebut tanpa badan, maka ruh dalam keadaan yang
dialaminya sebelum mati, yaitu pengetahuan dan kebodoh-
an. Memahami hal ini adalah terlalu panjang karena ba-
nyak rahasia yang terkandung di dalamnya yang tidak
akan dapat dimuat uraiannya di buku ini.

Cara pengobatan
Setelah diketahui bahwa pangkat pada hakekatnya adalah
kesempurnaan semu, maka cara mengobati jiwa adalah de-
ngan mengendalikan hati terhadap gila pangkat. Jika se-
mua orang di dunia sujud kepada seseorang, maka hal ter-
sebut tidak kekal. Mengapa masa berbuat bakhil untuk me-
nyerahkan kerajaan kepada seseorang lebih-lebih di nega-
ranya sendiri? Bagaimana ia rela meninggalkan kerajaan
yang kekal dan pangkat yang lama serta luas di sisi Allah
dan para malaikat-Nya? Sementara pangkat yang dimi-
likinya hina lagi sempit di sisi sekelompok orang tolol yang
tak mampu memberi manfaat maupun kesengsaraannya.
Mereka semua tak memiliki kematian, kehidupan, kebang-
kitan, rizki, dan ajal untuknya.

Kenikmatan menguasai hati ibarat menguasai materi. Se-


dangkan orang memerlukannya dalam kadar yang sedikit
untuk menjaga dirinya dari penganiayaan dan permusuh-
an serta hal-hal yang mengganggu keselamatan dan kela-
pangan yang diperlukan untuk menegakkan agamanya.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
78
Oleh karena itu tuntutan terhadap kadar ini diperbolehkan,
dengan syarat:
1. harus rela dengan kadar yang sangat diperlukan seperti
dalam harta,
2. pangkat itu tidak diperoleh dengan memamerkan amal
ibadah, karena yang demikian adalah haram, dan
3. pangkat tersebut tidak diperoleh dengan menipu yaitu
memperlihatkan sesuatu yang sebetulnya tidak ada pa-
da dirinya, karena tak ada beda antara orang yang me-
nguasai hati melalui cara tipuan dengan orang yang
menguasai harta.

Bila seseorang telah berhasil memiliki pangkat dengan per-


syaratan tersebut dan mencukupkan diri dengan kadar se-
kedar menolak bahaya, insyaallah selamat. Hanya saja ke-
adaannya lebih mengkhawatirkan dari pada harta, karena
pangkat yang sedikit akan menggiring kepada kuantitas
akibat kelezatannya dibandingkan dengan harta. Karena
itu sedikit sekali orang yang dapat selamat, kecuali mereka
yang menyembunyikan pangkatnya sehingga tidak diketa-
hui dan tidak dikenal.

Di antara dorongan mencari pangkat adalah senang pujian.


Pujian yang membuat seseorang merasakan kelezatan da-
pat ditinjau dari tiga segi, yaitu:
1. Orang yang dipuji merasakan kesempurnaan dirinya,
karena kesempurnaan termasuk sifat-sifat ketuhanan.
2. Orang yang dipuji merasa memiliki atau menguasai ha-
ti orang yang memuji, sehingga merasa bahwa dalam
hati pemujinya telah tertancap kepangkatan dirinya.
3. Orang yang dipuji merasa bahwa orang yang memuji
akan memperdengarkan pujiannya, sehingga pangkat-
nya dapat tersebar luas.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
79
Kelezatan mendapat pujian akan bertambah jika yang me-
muji adalah:
1. orang yang tajam mata hatinya (ahli bashirah) terhadap
sifat kesempurnaan,
2. orang yang pangkat dan kekuasaannya lebih tinggi dari
pada yang dipuji, dan
3. melakukannya di depan orang banyak.

Namun bila ketiga kondisi tersebut tidak terwujud, kele-


zatan pujian bahkan bisa sirna. Kelezatan pertama, merasa-
kan kesempurnaan, akan lenyap bila pujian dilakukan oleh
orang bukan ahli bashirah karena ia tidak merasakan ke-
sempurnaan. Kelezatan kedua lenyap bila dilakukan oleh
orang hina yang sama sekali tidak mempunyai kekuasaan,
karena menguasai hati orang tersebut tidak ada artinya.
Kelezatan ketiga akan lenyap bila dipuji di tempat yang su-
nyi, tidak di hadapan orang banyak.

Sementara itu, orang benci akan celaan. Mengapa demiki-


an? Celaan bertentangan dengan sebab-sebab tersebut. Ke-
banyakan yang mencelakakan seseorang adalah senang pu-
jian dan benci celaan. Hal tersebut akan membawa sese-
orang untuk pamer dan bermacam-macam maksiat.

Cara mengobatinya adalah dengan memikirkan kepada ke-


lezatan yang pertama. Apabila seseorang dipuji sebab ba-
nyak harta dan pangkat, hendaklah ia mengetahui bahwa
hal tersebut adalah kesempurnaan dugaan yang dapat
menjadi penyebab kesempurnaan sejati hilang. Oleh karena
itu sepatutnya ia bersedih karena ada pujian dan bukan
bersenang hati. Apabila ia dipuji sebab kemampuan ilmu
dan wara‟, seyogyanya ia bergembira karena adanya sifat-
sifat tersebut, kemudian berterima kasih kepada Allah dan
tidak kepada selain-Nya. Namun jika ia tidak memiliki si-
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
80
fat tersebut, maka kesenangannya mendapat pujian adalah
suatu ketololan, bagaikan kesenangan orang yang dipuji
dengan ucapan, “Alangkah harumnya bau minyak wangi
yang ada di dalam perut besarmu!” Padahal isi perut besar
adalah kotoran dan bau busuk.

Kelezatan kedua dan ketiga, yaitu kelezatan pangkat di sisi


orang yang memuji dan lainnya dapat diobati seperti da-
lam pengobatan gila pangkat.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
81

7. SENANG DUNIA

S
enang dunia adalah pangkal setiap kesalahan. Mak-
sud dunia di sini bukan hanya gambaran tentang har-
ta dan kedudukan saja. Keduanya hanyalah sebagian
dan merupakan cabang dari dunia. Dunia adalah gambar-
an tentang keadaan sebelum mati, sedangkan akhirat ada-
lah gambaran tentang keadaan setelah mati. Dengan demi-
kian segala yang dimiliki oleh seseorang sebelum mati ter-
masuk dunia kecuali ilmu, makrifat, dan kebebasan. Segala
yang tetap setelah mati adalah lezat bagi orang yang tajam
pandangan mata hatinya, akan tetapi tidak termasuk dunia
meskipun berada di dunia. Di dalam bagian-bagian dunia
ini terdapat bantuan dan hubungan dengan bagian akhirat
dan berkaitan dengan pekerjaan seseorang. Bagian-bagian
duniawiyah adalah: (1)materi yang wujud, (2)bagian sese-
orang di dunia, dan (3)kesibukan mengurus dunia.

Materi Dunia
Materi dunia adalah bumi dan segala yang ada di atasnya.
Firman Allah Taala,
‫ب‬َٜ َُّ ً‫َ٘ ٍۭخ‬٣‫ع ِص‬ َ ‫اَِّٗب َعؼَ َِْ٘ب َٓب‬
ِ ‫ َ ْس‬٧ْ ‫ ٱ‬٠َِ‫ػ‬
Sesungguhnya Kami telah menjadikan segala yang ada di atas
bumi ini sebagai hiasan baginya.123

123 Surat al-Kahfi ayat 7


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
82
Pemanfaatan bumi dan isinya oleh manusia antara lain:
a. Wujud bumi untuk tempat tinggal dan kebun atau la-
dang.
b. Tumbuh-tumbuhan untuk obat dan makanan.
c. Barang tambang untuk mata uang, bejana, dan perka-
kas.
d. Binatang untuk kendaraan dan makanan.
e. Manusianya untuk dinikahi dan untuk berbuat kebaik-
an.

Allah telah menjelaskan hal itu dalam firman-Nya,


....... َٖ٤ِ٘‫ٱ ُْ َج‬َٝ ‫غب ٓ ِء‬
َ ِّ٘ ُ‫د َِٖٓ ٱ‬ ِ َُِِّ٘ َّٖ٣ِ ‫ُص‬
َّ ُ‫بط ؽُتُّ ٱ‬
ِ َٟٞ َٜ ‫ش‬
Manusia itu dihiasi senang syahwat kepada perempuan dan
anak-anak ... dst.124

Bagian Seseorang di Dunia


Al-Quran telah menggambarkan bagian seseorang di dunia
untuk hawa nafsu sebagaimana firman Allah yang berbu-
nyi:
ٰٟ َٝ ْ ‫ ٱ ُْ َٔؤ‬٠ِ
َ ٛ َ‫ كَب ِ َّٕ ٱ ُْ َغَّ٘خ‬ٰٟ َٞ َٜ ُْ ‫ػ ِٖ ٱ‬ َ ‫ ٱَُّ٘ ْل‬٠َٜ ََٗٝ ‫ۦ‬ِٚ ّ‫بّ َس ِث‬
َ ‫ظ‬ َ ‫أ َ َّٓب َٓ ْٖ خ‬َٝ
َ َ‫َبف َٓو‬
Adapun orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan men-
cegah nafsu dari hawa, maka surgalah tempat kembalinya.125
Firman Allah yang lebih terperinci sebagaimana termuat
dalam al-Quran surat al-Hadid yang berbunyi:
ٌٍۭ ‫َب َُ ِؼ‬٤ْٗ ُّ‫ح ُ ٱُذ‬ٰٞ َ٤‫ا أََّٗ َٔب ٱ ُْ َؾ‬ٞٓ ُٔ َِ‫ٱ ْػ‬
ٍِ َٟٞ ْٓ َ ٧ْ ‫ ٱ‬٠ِ‫ر َ ٌَبص ُ ٍۭ ٌش ك‬َٝ ْْ ٌُ َ٘٤ْ َ‫رَلَب ُخ ٍۢ ٌش ث‬َٝ ٌ‫٘ ٍَۭخ‬٣‫ ِص‬َٝ ٌٞ ٍۭ ْٜ ََُٝ ‫ت‬
... ۚ ‫ ِد‬ٍَٟ ْٝ َ ٧ْ ‫ٱ‬َٝ
Ketahuilah bahwa kehidupan di dunia itu adalah permainan,
iseng-iseng, berhias, bermegah-megahan di antara kamu, berlom-
ba dalam banyak harta dan anak, ... dst.126

124 Surat Ali Imran ayat 14


125 Surat al-Nazi‟at ayat 44 dan 41
126 Surat al-Hadid ayat 20
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
83
Untuk memperoleh bagian dunia tersebut akan masuk ber-
bagai macam penyakit batin yang mencelakakan seperti
menggerutu, takabbur, hasud, pamer, kemunafikan, ber-
megah-megah, banyak-banyakan, senang dunia, dan se-
nang pujian yang kesemuanya adalah dunia yang batin.
Sedangkan materialnya adalah dunia yang lahir.

Kesibukan mengurus dunia


Usaha seseorang dalam mengatur dan mengurus dunia
adalah sejumlah pekerjaan dan perbuatan yang menyibuk-
kan sehingga orang lupa diri, lupa asal, dan lupa tempat
kembali karena tenggelam dalam kesibukan dunia. Sesung-
guhnya hal yang menyibukkan adalah (1)ikatan hati sebab
senang kepada bagiannya, dan (2)ikatan jasmani sebab si-
buk memperbaiki dunia. Inilah hakekat dunia. Kesenangan
kepadanya merupakan pangkal setiap kejelekan atau kesa-
lahan.

Dunia diciptakan untuk mencari bekal dalam menuju akhi-


rat. Tetapi kesibukan dan kebanyakan serta keberagaman
syahwat dunialah yang membuat orang menjadi tolol dan
lupa terhadap tujuan dan maksud perjalanannya ke akhi-
rat. Akhirnya banyak orang yang mencukupkan cita-cita-
nya pada masalah dunia saja. Perumpamaan mereka ada-
lah seperti orang desa yang mau berhaji yang sibuk mem-
persiapkan kendaraan, perbekalan, dan lain sebagainya se-
hingga ia ditinggal teman-temannya; dan lepaslah ibadah
haji yang semula dituju.

Hakekat dunia
Dunia yang dapat mencelakakan manusia sebetulnya me-
rupakan kebun akhirat bagi orang yang mengetahuinya.
Dunia adalah salah satu tempat orang yang bepergian me-
nuju Allah Azza Wa Jalla. Dunia ibarat bangunan yang di-
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
84
dirikan di tepi jalan, tempat mengisi bahan bakar, perbe-
kalan, dan keperluan lain selama dalam perjalanan. Barang
siapa yang mengambil bekal untuk akhiratnya dan mencu-
kupkan diri sekedar keperluannya, baik makanan, pakaian,
dan lain-lainnya, maka ia berarti telah mengerjakan sawah
dan menabur benih. Ia akan mengetam hasilnya di akhirat.
Namun barang siapa yang cenderung kepada dunia dan
sibuk dengan kenikmatannya, maka ia akan celaka.

Perumpamaan manusia adalah seperti orang yang naik ka-


pal. Sewaktu kapal berlabuh di sebuah dermaga, semua
penumpang diperintahkan turun untuk memenuhi keper-
luan masing-masing. Diperingatkan bahwa tempat berla-
buh itu tidak aman dan kapal segera berangkat. Mende-
ngar hal itu, semua penumpang turun dan berpencar. Seba-
gian ada yang bergegas mencari keperluannya kemudian
kembali ke kapal. Sebagian ada yang santai memandang
keindahan bunga, mencicipi kelezatan makanan khas, me-
nikmati panas matahari di pantai, mengagumi bebatuan
dan tempat yang indah, atau mendengarkan kicau burung.
Tatkala ia kembali, ia telah ditinggal oleh kapal. Akhirnya
tertinggal di tempat yang tidak aman tersebut, beserta kon-
sekuensi kehancuran diri terhadap ancaman yang mener-
panya. Karena itu orang perlu mempertimbangkan masa-
lah dunia dan akhirat dengan perasaan dan pandangan
hati yang tajam.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
85

Sikap positif
Barang siapa yang mengenal dirinya, mengenal Tuhannya,
mengenal hiasan dunia, dan mengenal akhirat, maka ia
akan menyaksikan wajah permusuhan dunia kepada akhi-
rat dengan cahaya mata hatinya. Akan terbuka baginya
bahwa tak ada kebahagiaan di akhirat kecuali orang yang
mendahulukan Allah dengan mengenal-Nya serta cinta ke-
pada-Nya. Kecintaan ini tidak akan diperoleh tanpa de-
ngan terus menerus menuntut dan memikirkan. Padahal
hati seseorang tidak akan terisi oleh keduanya, kecuali
orang yang telah berpaling dari kesibukan duniawi. Makri-
fat dan kecintaan tidak akan menguasai hati selagi hati lari
dari kecintaan kepada Allah. Kesunyian hati dari selain
Allah adalah keharusan dari kesibukan hati dengan men-
cintai Allah Taala dan mengenal-Nya. Hal demikian tak da-
pat digambarkan kecuali pada orang yang berpaling dari
dunia, orang yang rela dengan dunia dengan kadar bekal
dan keperluan yang mendesak. Inilah sikap positif orang
yang telah mengenal dunia dan akhirat.

Bila seseorang memiliki pandangan mata hati yang tajam,


maka ia termasuk orang yang ahli merasakan dan menyak-
sikan. Bila tidak, jadilah ia golongan taklid. Karena itu per-
lu diperhatikan ancaman Allah swt dan peringatan yang
disampaikan oleh Rasulullah saw. Firman Allah swt yang
berkaitan dengan ini misalnya:
ِ ّ َٞ ُٗ ‫ب‬َٜ َ ‫َ٘ز‬٣‫ ِص‬َٝ ‫َب‬٤ْٗ ُّ‫ح َ ٱُذ‬ٰٞ َ٤‫ذُ ٱ ُْ َؾ‬٣‫ ُِش‬٣ َٕ‫َٖٓ ًَب‬
‫ب‬َٜ ٤ِ‫ ْْ ك‬ُٜ ََُْْٟ ‫ ْْ أَػ‬ِٜ ٤ْ َُِ‫ف ا‬
Barang siapa yang menginginkan kehidupan dunia dan perhias-
annya, maka akan Kami cukupkan kepada mereka amal-amalnya
di dunia.127
َ ‫َب‬٤ْٗ ُّ‫ح َ ٱُذ‬ٰٞ َ٤‫ا ٱ ُْ َؾ‬ُّٞ‫ ُْ ٱ ْعز َ َؾج‬ُٜ ََّٗ‫رَُِيَ ثِؤ‬ٟ
ِ ‫ ٱ ٍْ َء‬٠َِ‫ػ‬
ِ‫اخ َشح‬

127 Surat Hud ayat 15


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
86
Yang demikian itu ialah karena sesungguhnya mereka lebih se-
nang akan kehidupan dunia dari pada kehidupan akhirat.128
ٰٟ َٝ ْ ‫ ٱ ُْ َٔؤ‬٠ِ َ ‫َب كَب ِ َّٕ ٱ ُْ َغ ِؾ‬٤ْٗ ُّ‫ح َ ٱُذ‬ٰٞ َ٤‫ َءاص َ َش ٱ ُْ َؾ‬َٝ ٠َٰ ‫ؽـ‬
َ ٛ ْ٤ َ َٖٓ ‫كَؤ َ َّٓب‬
Adapun orang yang durhaka dan memilih kehidupan dunia,
sesungguhnya neraka Jahim adalah tempatnya.129
Barangkali sepertiga dari al-Quran berisi tentang celaan
terhadap dunia dan orang yang suka kepadanya. Adapun
peringatan dari Rasulullah saw misalnya dalam hadits:
‫ب‬َٜ ْ٘ ِٓ ٠َُ‫َّ َٓب ًَبَٕ ِ َّّللِ ر َ َؼب‬٫ِ‫ب ا‬َٜ ٤ْ ِ‫ ٌٕ َٓب ك‬ْٞ ُ‫َٗخٌ َٓ ِْؼ‬ْٞ ُ‫َب َٓ ِْؼ‬٤ْٗ ُّ‫اُذ‬
Dunia itu tercela. Tercelalah segala yang ada di dunia, kecuali
hal-hal yang diperuntukkan Allah Taala.130
ِ‫ َسح‬ْٝ ‫ ُِذَ ِاس ْاُـ َُش‬٠َ‫َ ْغؼ‬٣ َٞ ُٛ َٝ ِ‫خ َشح‬٥
ِ ْ‫م ثِذَ ِاس ا‬ َ ُٔ ِْ ُِ ‫ت‬
ِ ّ‫ظ ِذ‬ ِ ‫ػ َغجًب ًُ ََّ ْاُؼَ َغ‬
َ ‫َب‬٣
Sangat mengherankan dengan segala keheranan bagi orang yang
membenarkan rumah akhirat, sedangkan ia berusaha untuk men-
dapatkan rumah tipuan (dunia).131
َْٕٞ َُِٔ ‫ْق ر َ ْؼ‬ ِ َ٘‫ب ك‬َٜ ٤ْ ِ‫اِ َّٕ هللاَ ُٓ ْغز َْخ ِِلُ ٌُ ْْ ك‬َٝ ٌ ‫ح ٌ ُخؼ َْشح‬َٞ ِْ ‫َب ُؽ‬٤ْٗ ُّ‫اُذ‬
َ ٤ًَ ‫َبظ ٌش‬
Dunia adalah manisan hijau dan sesungguhnya Allah berselisih
dengan kamu semua di dunia; kemudian Allah memperhatikan
bagaimana kamu semua berbuat.132
ُ‫ب ُٓ ْ٘ز‬َٜ ٤ْ َُِ‫ظ ُش ا‬ َ ‫َ ْخُِ ْن َخُِوًب أ َ ْثـ‬٣ ْْ َُ ََّ ‫ َع‬َٝ ‫ػ َّض‬
ُ ْ٘ َ٣ ْْ َُ َُِّٚٗ‫ا‬َٝ ‫َب‬٤ْٗ ُّ‫ َِٖٓ اُذ‬ِٚ ٤ْ َُِ‫َغ ا‬ َ َ‫اِ َّٕ هللا‬
‫ب‬َٜ َ‫َخَِو‬
Sesungguhnya Allah tidak menciptakan sesuatu makhluk yang
lebih dibenci oleh-Nya dari pada dunia. Dan sesungguhnya Allah
tidak memandang kepada dunia sejak Allah menciptakannya.133

128 Surat al-Nahl ayat 107


129 Surat al-Nazi‟at ayat 37-39
130 Dikeluarkan oleh Ibn Majah dan al-Turmudziy, dikatakan hadits ha-

san
131 Dikeluarkan oleh Ibn Abi al-Dunya secara mursal
132 HR Ibn Majah dan al-Turmudziy; bagian yang pertama riwayat Bu-

khariy dan Muslim


133 Dikeluarkan oleh Ibn Abi al-Dunya dan al-Bayhaqiy, dan diriwayat-

kan oleh al-Hakim dalam al-Tarikh, dan dikatakan dlaif oleh al-Suyu-
thiy
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
87
‫ُ أ َ ْسثَ َغ‬ٚ‫أ َ ُْضَ َّ هللاُ هَ ِْ َج‬َٝ ٍ‫ء‬٢َ
ْ ‫ ش‬٢ْ ِ‫ْظ َِٖٓ هللاِ ك‬ َ ٤ََِ‫ ك‬ِٚ ّٔ ِ َٛ ‫ب أ َ ًْ َج ُش‬٤َ ْٗ ُّ‫اُذ‬َٝ ‫طجَ َؼ‬ْ َ ‫َٓ ْٖ أ‬
‫ ْجُِ ُؾ‬٣َ َ٫ ‫كَ ْو ًشا‬َٝ ‫ُ أ َ َثذًا‬ْٚ٘ ‫ػ‬َ ‫ؽ‬ ُ َٝ ‫ُ أ َ َثذًا‬ْٚ٘ ‫ػ‬
َ ‫زَلَ َّش‬٣َ َ٫ ً٬‫ش ْـ‬ َ ‫َ ْ٘وَ ِط ُغ‬٣ َ٫ ‫ ًّٔب‬َٛ : ٍٍ ‫ظب‬ َ ‫ِخ‬
‫ُ أ َ َثذًا‬ٙ‫ب‬َٜ َ ‫َ ْجُِ ُؾ ُٓ ْ٘ز‬٣ َ٫ ً٬َٓ َ ‫أ‬َٝ ‫ُ أ َ َثذًا‬ٙ‫ِؿَ٘ب‬
Barang siapa yang bangun pada pagi hari sedangkan dunia men-
jadi cita-cita yang paling besar, maka dia tidak termasuk dalam
hitungan Allah swt. Allah akan menetapkan empat hal dalam ha-
tinya: (a)kesusahan yang tiada putus-putusnya, (b)kesibukan
yang tak kunjung senggang, (c)kemelaratan yang tak akan dapat
mencapai kekayaan, dan (d)angan-angan yang tak akan terealisa-
si selamanya.134
ِ َُّ٘‫ ا‬٠َُِ‫ ْْ ا‬ِٜ ِ‫ُئْ َٓ ُش ث‬٤َ‫ب َٓخَ ك‬َٜ ِ‫ ْْ ًَ ِغجَب ٍِ ر‬ُٜ ُُ‫أ َ ْػ َٔب‬َٝ ‫َب َٓ ِخ‬٤‫ َّ ْاُ ِو‬ْٞ َ٣ ٌّ ‫ا‬َٞ ‫ئ ََّٖ أ َ ْه‬٤ْ ‫َ ِغ‬٤َُ
‫ب‬٣َ ‫ا‬ُُٞ‫بس هَب‬
َِٖٓ ً‫َ٘خ‬َٛ َْٕٝ ُ‫َؤ ْ ُخز‬٣َٝ َْٕٞ ُٓ ْٞ ‫ظ‬ُ َ٣َٝ َْٕٞ ُِّ‫ظ‬ َ ُ٣ ْْ ُٛ ْْ َ‫َْٖ ؟ هَب ٍَ َٗؼ‬٤ِِّ ‫ظ‬ َ ُٓ ََْ ٛ ِ‫ ٍَ هللا‬ْٞ ‫ع‬ ُ ‫َس‬
َ
ِٚ ٤ْ ِ‫ػ‬ َ ْ
َ ‫ا‬ُْٞ ‫صج‬َٝ ‫َب‬٤ُّٗ‫ ٌء َِٖٓ اُذ‬٢َ ْ ‫ ْْ ش‬ُٜ ُ ‫ع‬ َ َ ‫ػ َش‬ َ ‫ َِ كَبِرا‬٤ْ َُِّ‫ا‬
َ
Pasti akan datang di hari kiamat nanti suatu kelompok orang be-
serta amal mereka sebesar Gunung Tihamah, kemudian Malaikat
diperintahkan untuk membawa mereka ke dalam neraka. Para sa-
habat bertanya, “Adakah mereka itu orang-orang yang melaku-
kan salat?” Nabi menjawab, “Ya. Mereka melakukan salat, ber-
puasa, dan mempergunakan sebagian malam untuk beribadah.
Tetapi jika ada sesuatu masalah duniawi muncul di hadapan me-
reka, maka mereka meloncat kepadanya.”135
ُ َُّ٘‫ا‬َٝ ‫ ُْ ْاُ َٔب ُء‬٤ْ ‫َ ْغز َ ِو‬٣ َ٫ ‫ت ُٓئْ ِٓ ٍٖ ًَ َٔب‬
٢ْ ‫بس ِك‬ ِ ِْ َ‫ ه‬٢ْ ِ‫خ َشحِ ك‬٥
ِ ْ‫ا‬َٝ ‫َب‬٤ْٗ ُّ‫ ُْ ؽُتُّ اُذ‬٤ْ ‫َ ْغز َ ِو‬٣ َ٫
‫اؽ ٍذ‬
ِ َٝ ٍ‫َ٘بء‬٣ْ ِ‫ا‬
Tidak akan bertempat di dalam hati seorang mukmin rasa kecin-
taan kepada dunia dan kecintaan kepada akhirat, sebagaimana ke-
tidakmungkinan keberadaan air dan api dalam satu tempat.136
َ‫د‬ْٝ ‫بس‬ ُ ٛ ‫ب أ َ ْع َؾ ُش‬َٜ َِّٗ‫َب كَب‬٤ْٗ ُّ‫ا اُذ‬ْٝ ‫اِؽْ زَ ُس‬
ُ َٓ َٝ َ‫د‬ْٝ ‫َبس‬
Hindarilah dunia. Sebab sesungguhnya sihir dunia itu melebihi

134 Dikeluarkan oleh al-Thabraniy dalam al-Awsath, diriwayatkan oleh


Ibn Abi al-Dunya dengan sanad dlaif, dan oleh al-Hakim dari Hudzay-
fah ra
135 Dikeluarkan oleh Abu Nu‟aym dengan sanad dlaif
136 Perkataan Nabi Isa as, bukan hadits Rasulullah saw
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
88
dari pada Harut dan Marut.137

Dalam sebuah hadits yang panjang, Rasulullah saw pernah


berwawancara dengan sahabat Abu Hurayrah ra sebagai
berikut:
‫ب‬َٜ ٤ْ ِ‫ ُٓ ْضثَِِ ٍخ ك‬٠َُِ‫ ا‬١ِ ْ ‫َذ‬٤ِ‫ كَؤ َ َخزَ ث‬. ْْ َ‫ َٗؼ‬: ُ‫ب؟ هُ ِْذ‬َٜ َ‫ؼ‬٤ْ ِٔ ‫َب َع‬٤ْٗ ُّ‫ْيَ اُذ‬٣‫َ أ ُ ِس‬٫َ‫ َْشح َ أ‬٣‫ َش‬ُٛ ‫َب أَثَب‬٣
‫َب أَثَب‬٣ : ُّ َ٬‫غ‬ َّ ُ‫ا‬َٝ ُ ‫َح‬٬‫ظ‬ َّ ُ‫ ا‬ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ َ ٍَ ‫ظب ٌّ كَوَب‬ َ ‫ ِػ‬َٝ ‫ ُخ ُش ٌم‬َٝ ُ‫ػز َِساد‬ َ َٝ ‫َبط‬ ٍ ُٗ‫ط أ‬ ُ ْٝ ُ‫ُسإ‬
ْ
َّ ْٞ َ٤ُ‫ ا‬٢ِ ُ َ
َ ٛ َّْ ‫ر َؤ ُّٓ َِ آ َٓب ُِ ٌُ ْْ ص‬َٝ ْْ ٌُ ‫ط‬ ِ ‫ص ًَ ِؾ ْش‬ ُ ‫َذ رَؾْ ِش‬ ْ ٗ‫ط ًَب‬ ُ ْٝ ُ‫اُشإ‬ ُّ ِٙ ‫ ِز‬َٛ َ ‫ َْشح‬٣‫ َش‬ُٛ
ْٖ ِٓ ‫َب‬ُْٛٞ ‫غج‬ َ
َ َ ‫ ْْ اِ ًْز‬ُٜ ْ‫إ أ ْٗ َؼ َٔز‬ ْ َ ْ
ٌ َٞ ُ‫ اُ َؼز َِسادُ أ‬ِٙ ‫َز‬َٛٝ ‫ ُْش َس َٓذًا‬٤‫َظ‬ ِ ‫عز‬ َ َّْ ‫َ ِع ِْ ٍذ ص‬٬‫ظب ٌّ ِث‬
ُ َ ‫ِػ‬
ِٙ ‫ ِز‬َٛ َٝ ‫ب‬َٜ َْٗٞ ُٓ ‫َز َ َؾب‬٣ ‫بط‬ ُ َُّ٘‫ا‬َٝ ‫ذ‬ ْ ‫طجَ َؾ‬ َ ُ ُ
ْ ‫ ْْ كَؤ‬ِٜ ِْٗٞ ‫َب ِٓ ْٖ ثُط‬ْٛٞ ُ‫َب ص َّْ هَزَك‬ُْٛٞ ‫غج‬ َ َ ‫ْش ا ًْز‬
ُ ٤‫َؽ‬
ِٙ ‫ ِز‬ِٛ َٝ ‫ب‬َٜ ُ‫ظ ِلو‬ ْ ُ ‫َب ُػ ر‬٣‫اُش‬ ّ ِ َٝ ‫ذ‬ ْ ‫طجَ َؾ‬ َ
ْ ‫ ْْ كَؤ‬ُٜ ‫ع‬ ُ ‫ ُِجَب‬َٝ ْْ ُٜ ‫ش‬ُ ‫َب‬٣‫َذ ِس‬ ْ ٗ‫َخ ًَب‬٤ُِ ‫ْاُ ُخ ُش ُم اُجَب‬
ُ ْ
َٕ‫َ ِد كَ َٔ ْٖ ًَب‬٬‫اف ْاُ ِج‬ َ ‫ؽ َش‬ ْ َ ‫ب أ‬َٜ ٤ْ َِ‫ػ‬
َ َْٕٞ ُ‫َ ْ٘ز َِغؼ‬٣ ‫ا‬ْٞ ُٗ‫ ًَب‬٢ْ ِ‫ ُْ اَُّز‬ِٜ ‫ا ِث‬َٝ َ‫ظب ُّ د‬ َ ‫ظب ُّ ِػ‬ َ ‫ْاُ ِؼ‬
‫َج ِْي‬٤ِْ َ‫َب ك‬٤ْٗ ُّ‫ اُذ‬٠َِ‫ػ‬ َ ‫ًب‬٤ًِ ‫ثَب‬
“Wahai Abu Hurayrah, inginkah kamu saya tunjukkan dunia
ini seluruhnya?” Aku menjawab, “Ya.” Rasulullah saw lalu me-
masukkan tanganku ke dalam sebuah tempat di mana terdapat
tengkorak-tengkorak manusia, kotoran, kain perca, dan tulang-
tulang. Beliau bersabda, “Wahai Abu Hurayrah, tengkorak ini
dahulu adalah tamak seperti ketamakanmu semua dan berangan-
angan seperti angan-anganmu. Sekarang menjadi tengkorak tan-
pa kulit, dan akhirnya menjadi debu. Kotoran ini adalah macam-
macam makanan mereka yang diusahakan dengan susah payah,
kemudian mereka buang dari perutnya menjadi kotoran yang di-
jauhi manusia. Kain perca yang rusak ini dahulu adalah buku
dan pakaian mereka, kemudian menjadi sampah dan ditiup angin
ke sana ke mari. Sedangkan tulang-tulang ini dahulu adalah ken-
daraan mereka yang dicari dan dikendarai ke pelbagai pelosok
negeri. Barang siapa yang menangisi dunia, hendaklah ia mena-
ngis.”138

137 Ibn Abi al-Dunya dan al-Bayhaqiy dalam al-Syu‟ab dengan sanad
dlaif, dan oleh al-Dzahabiy dikatakan munkar, tidak ada asalnya
138 Al-Iraqiy menyatakan tidak menemukan aslinya, dan al-Zubaydiy

berkata bahwa hadits ini didapatkan dari Hasan al-Bashriy secara mur-
sal
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
89

Nabi Isa as membimbing kaumnya, Hawari, agar tidak ta-


mak dengan dunia. Di antara sabdanya adalah:
1. “Wahai semua kaum Hawari! Hendaklah kamu rela de-
ngan bagian dunia yang sedikit beserta keselamatan
agama, sebagaimana kerelaan ahli dunia akan sedikit-
nya agama beserta keselamatan dunia.”
2. “Sungguh makan roti yang terbuat dari gandum yang
jelek dengan garam yang tidak baik, memakai pakaian
buruk dan compang camping, serta tidur di atas jam-
ban adalah lebih banyak memberi keselamatan dunia
dan akhirat.”
3. Diriwayatkan bahwa Nabi Isa aw telah dibukakan mata
hatinya terhadap hakekat dunia. Beliau melihatnya da-
lam bentuk seorang perempuan tua yang jelek, dan me-
makai semua perhiasan. Kemudian Nabi Isa as berkata
kepadanya, “Berapa kali Engkau kawin?” Ia menjawab,
“Sungguh, hamba tidak dapat menghitungnya.” Nabi
Isa as bertanya, “Mereka semua menceraikanmu atau-
kah mereka semua telah mati sebab kamu?” Ia menja-
wab, “Bahkan hamba yang telah membunuh mereka
semua.” Kemudian Nabi Isa as bersabda, “Sungguh
mengherankan suami-suamimu yang masih hidup. Me-
ngapa mereka tidak mau mengambil contoh yang telah
terdahulu?”

Tipuan dunia
Seseorang yang menyangka bahwa ia memakai dunia di
badannya saja sedangkan hatinya sunyi dari dunia, maka
dia tertipu. Sabda Rasulullah saw,
٢ِ‫ ك‬٢ِ ْ ‫ ُغ اَُّز‬٤ْ ‫ط‬
ْ ‫َ ْٔش‬٣ ١ِ ِ َٔ ُ‫ ْا‬٢ِ‫ ك‬٢ْ ‫َب ًَ َٔض َ َِ ْاُ َٔب ِش‬٤ْٗ ُّ‫ت اُذ‬
َ َ ‫َ ْغز‬٣ ََْ ٛ ‫بء‬ ِ ‫بؽ‬ ِ ‫ط‬ َ َُ َ ‫ِاَّٗ َٔب َٓض‬
ِ َٔ ُ‫ْا‬
‫ُ؟‬ٙ‫َ ر َ ْجز ُ ََ هَذَ َٓب‬٫ ْٕ َ ‫بء أ‬
Perumpamaan pemilik dunia adalah ibarat orang yang berjalan
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
90
di air. Adakah orang yang berjalan di air kakinya tidak basah?139

Perumpamaan dunia oleh Ali bin Abi Thalib ra digam-


barkan lain, sebagaimana surat yang pernah ia kirimkan
kepada Salman al-Farisi140 ra: “Perumpamaan dunia adalah
seperti ular, lunak sentuhannya dan racunnya membunuh.
Berpalinglah Anda dari hal-hal duniawi yang membuat
kamu takjub, karena kesedikitan sesuatu yang bersahabat
denganmu. Letakkanlah segala kesusahan dunia dari diri-
mu, karena kayakinanmu akan berpisah dengannya. Jadi-
lah kamu lebih menahan segala yang Engkau miliki de-
ngan lebih menghindari semua yang akan ada pada diri-
mu. Pemilik dunia tatkala hatinya merasa tenang dengan
menyenangi dunia, maka hal yang dibenci akan mengelu-
arkannya dari kesenangan tersebut.”

139 Dikeluarkan oleh Ibn Abi al-Dunya dan al-Bayhaqiy dalam al-Syu‟ab
dari riwayat Hasan al-Bashriy yang mengatakan, “Rasulullah saw telah
menyampaikan kepadaku ....” lalu al-Bayhaqiy menyampaikan dari
riwayat al-Hasan dari Anas ra
140 Nama aslinya adalah Abu Abdillah, pelayan Rasulullah saw, disebut

juga Salman al-Khayr, berasal dari Jik, Ramharmuz, Persia; namun ada
yang mengatakan dari Ashbehan. Sebelum masuk Islam, beliau dalam
mencari agama Allah swt pernah memeluk agama Nasrani dan lain-
lain. Setelah membaca berbagai kitab dan sabar terhadap kesulitan
yang menimpanya akhirnya diberi hidayah masuk Islam. Dalam riwa-
yat lain Rasulullah saw membelinya untuk dimerdekakan. Yazid bin
Habab meriwayatkan dari Husain bin Waqid dari Abdullah bin Buray-
dah dari bapaknya bahwa Salman menghadap Rasulullah dengan
membawa sesuatu dan berkata, “Ini adalah sedekah untuk Baginda
dan para sahabat yang lain.” Rasulullah saw menjawab, “Wahai Sal-
man, kami adalah Ahlul Bayt dan tidak halal menerima sedekah.” Ia
balik dan keesokan harinya kembali dengan membawa hal yang sama
lalu menyatakan, “Ini adalah hadiah.” Rasul bersabda kepada para sa-
habat, “Makanlah.” Lalu Rasulullah membeli Salman dari orang Yahu-
di
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
91
Menurut Nabi Isa as perumpamaan dunia diibaratkan se-
bagai peminum air laut. Tatkala bertambah banyak minum,
orang akan bertambah haus hingga mematikannya.

Barang siapa yang hatinya senang kepada dunia sedang-


kan ia yakin akan pergi dari dunia, maka ia adalah dalam
puncak ketololan. Di sini lain Imam al-Ghazali membuat
perumpamaan bahwa dunia adalah seperti rumah yang
oleh pemiliknya disediakan untuk tamu dan dihias guna
menjamu orang yang singgah. Kemudian masuklah sese-
orang ke dalam rumah tersebut. Pemilik rumah membawa-
kan talam emas bagi tamu tersebut dan di atas talam dile-
takkan bau busuk dan bau harum untuk dicium dan diting-
galkan bagi tamu berikutnya. Rupanya tamu kali ini bo-
doh. Ia menyangka bahwa talam tersebut diberikan kepa-
danya. Karena itu setelah hatinya lengket dengan talam
emas, ia merasa gelisah dan sakit ketika dipaksa untuk me-
ngembalikan talam tersebut.

Bagi orang yang paham terhadap gambaran ini, ia akan


mengambil manfaat. Ia berterima kasih kepada rumah du-
nia dan mengembalikannya dengan senang hati serta la-
pang dada. Demikianlah sunnah Allah di dunia. Sebenar-
nya dunia adalah rumah untuk menjamu orang-orang yang
lewat dan bukan orang yang mukim. Tamu tersebut diper-
silakan mengambil bekal dari dunia, dan memanfaatkan
sesuatu yang diperoleh secara gratis. Setelah itu mereka
tinggalkan dunia ini dengan senang hati tanpa ada ikatan
hati pada dunia demi untuk orang yang menyusul berikut-
nya.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
92

8. TAKABUR

A
da beberapa firman Allah swt dalam al-Quran dan
hadits Rasulullah saw yang menyatakan tentang
ketidakbaikan rasa takabur, yaitu:
ِ ِْ َ‫ ًُ َِّ ه‬٠ٰ َِ‫ػ‬
‫ت ُٓز َ ٌَ ِجّ ٍۢ ٍش َعج ٍۢ ٍَّبس‬ ْ ٣َ َ‫َُِي‬ٟ‫ًَز‬
َ ُ‫ط َج ُغ ٱ َّّلل‬
Seperti demikian Allah mengecap pada tiap-tiap hati yang
takabur dan ganas.141
َٖ٣‫ ٱ ُْ ُٔز َ ٌَجِّ ِش‬َٟٞ ْ‫ظ َٓض‬ َ َْٟٞ ‫ا أَث‬ٞٓ ُِ‫ ََ ٱ ْد ُخ‬٤ِ‫ه‬
َ ْ‫ب كَجِئ‬َٜ ٤ِ‫َٖ ك‬٣ِ‫ ُِذ‬ٟ‫َّ٘ َْ َؿ‬َٜ ‫ة َع‬
Dikatakan kepada mereka, “Masuklah kamu sekalian ke pintu ne-
raka serta kekal di dalamnya.” Maka itulah seburuk-buruk tem-
pat bagi orang yang sombong.142
َٖ٣‫ ٱ ُْ ُٔز َ ٌَ ِجّ ِش‬َٟٞ ْ‫ظ َٓض‬ َ َْٟٞ ‫ا أَث‬ٞٓ ُِ‫ٱ ْد ُخ‬
َ ْ‫ب كَجِئ‬َٜ ٤ِ‫َٖ ك‬٣ِ‫ ُِذ‬ٟ‫َّ٘ َْ َؿ‬َٜ ‫ة َع‬
“Masuklah kamu sekalian ke pintu neraka serta kekal di dalam-
nya.” Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang yang som-
bong.143
ُُٚ‫ظ ْٔز‬
َ َ‫ َٔب ه‬ِٜ ٤ْ ِ‫ ك‬٢ْ ِ٘‫ػ‬
َ َ‫ كَ َٔ ْٖ َٗبص‬١ ْ ُ‫ ْاُؼ‬َٝ ٢ْ ِ‫َب ُء ِسدَائ‬٣‫ ْاُ ٌِج ِْش‬: ٠َُ‫هَب ٍَ هللاُ رَؼَب‬
ْ ‫ظ َٔخُ اِصَ ِاس‬
Allah berfirman, ”Kesombongan adalah selendang-Ku dan ke-
agungan adalah pakaian-Ku. Barang siapa yang menandingi Aku
dalam kedua hal tersebut, maka Aku akan memusuhinya.”144
‫ ِٓضْوَب ٍُ َؽجَّ ٍخ ِٓ ْٖ خ َْشدَ ٍٍ ِٓ ْٖ ًِج ٍْش‬ِٚ ِ‫ هَ ِْج‬٢ْ ِ‫َ ْذ ُخ َُ ْاُ َغَّ٘خَ َٓ ْٖ ًَبَٕ ك‬٣ َ٫

141 Surat al-Mukmin/Ghafir ayat 35


142 Surat al-Zumar ayat 72
143 Surat al-Mukmin/Ghafir ayat 76
144 Hadits Qudsiy riwayat Ibn Majah, Ibn Hibban, dan Abu Dawud de-

ngan kalimat yang mirip, dan menurut Muslim ُٙ‫َب ُء ِسدَا ُء‬٣‫ْاُ ٌِج ِْش‬
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
93
Barang siapa yang di dalam hatinya ada rasa takabur meskipun
seberat biji sawi tidak akan masuk ke dalam surga.145
ُ ٢ْ ِ‫َب َٓ ِخ ك‬٤‫ َّ ْاُ ِو‬ْٞ َ٣ َْٕٝ ‫ ْاُ ُٔز َ ٌَجِ ُّش‬َٝ َْٕٝ ‫َّبس‬
َ َ٣ ‫ ِس اُزَّ ِ ّس‬َٞ ‫ط‬
ُ َُّ٘‫ ُْ ا‬ُٛ ُ‫طئ‬
‫بط‬ ُ ‫ُؾْ ش َُش ْاُ َغج‬٣
ََّ ‫ َع‬َٝ ‫ػ َّض‬ َ ِ‫ هللا‬٠َِ‫ػ‬َ ْْ ِٜ ِٗ‫ا‬َٞ َٜ ُِ
Orang-orang yang ganas dan yang takabur akan dihalau pada
hari kiamat dalam gambar debu yang diinjak-injak oleh manusia
karena kehinaannya bagi Allah Azza Wa Jalla.146
ْٕ َ ‫ُ أ‬َٚٗ‫ع ْج َؾب‬
ُ ِ‫ هللا‬٠َِ‫ػ‬
َ ‫ َؽ ٌّن‬. ‫ت‬ ُ َٜ ‫ ْج‬َٛ َُُٚ ٍُ ‫ُوَب‬٣ ‫ ثِئْ ٌش‬١ِ‫اد‬َٞ ُ‫ ْا‬٢ِ‫ك‬َٝ ‫ًب‬٣‫ا ِد‬َٝ َْ ََّٜ٘ ‫ َع‬٢ْ ِ‫اِ َّٕ ك‬
ٌُُُٚ٘ ‫َ ْغ‬٣ ْٖ َّٔ ِٓ َْٕٞ ٌُ َ ‫َ ٍُ أ َ ْٕ ر‬٬ِ‫َب ث‬٣ َ‫َّبى‬٣ِ‫َّبس كَب‬
ٍ ‫ُ ًُ ََّ َعج‬ٌَِٚ٘ ‫ُ ْغ‬٣
Sesungguhnya di neraka Jahanam ada jurang yang disebut
“Hab-hab”. Adalah hak Allah Yang Mahasuci untuk menempat-
kan setiap orang yang ganas di dalamnya. Hati-hatilah wahai Bi-
lal, jangan sampai Engkau termasuk orang yang menempati-
nya.147
ِ َ٣‫رُ ثِيَ ِٓ ْٖ َٗ ْل َخ ِخ ْاُ ٌِج ِْش‬ْٞ ‫ػ‬
‫بء‬ ُ َ ‫ أ‬٢ْ ِِّٗ‫ َّْ ا‬ُٜ َُِّ‫ا‬
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari datangnya takabur
yang tiba-tiba.148
ُ ْ٘ ٣َ َ٫
‫ َء‬٦٤َ ‫ُ ُخ‬ٚ‫ َث‬ْٞ َ ‫ َٓ ْٖ َع َّش ص‬٠َُ‫ظ ُش هللاُ ِا‬
Allah Taala tidak akan memandang kepada orang yang membiar-
kan ujung pakaian (sarung atau jubahnya) terseret karena som-
bong.149
َٕ‫ؼجَب‬ َ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬
ْ ‫ؿ‬ َ ‫ َُ ِو‬ِٚ ِ‫ز‬٤َ ‫ ِٓ ْش‬٢ْ ِ‫اخز َب ٍَ ك‬
َ َٞ ُٛ َٝ َ‫ هللا‬٢ َّ ‫َٓ ْٖ ر َ َؼ‬
ْ َٝ ِٚ ‫ َٗ ْل ِغ‬٢ْ ِ‫ظ َْ ك‬
Barang siapa yang membesarkan dalam dirinya dan sombong
dalam berjalan, maka ia akan bertemu Allah sedangkan Allah

145 Dikeluarkan oleh Muslim, al-Turmudziy, Abu Dawud, Ibn Majah,


dan Imam Ahmad dan dalam riwayat lain disebutkan ‫ِٓضْوَب ٍُ رَ َّس ٍح‬
146 Dikeluarkan oleh al-Bazzar dengan sanad hasan
147 Sabda Rasulullah saw ditujukan kepada Bilal, dikeluarkan oleh Abu

Ya‟la, al-Thabraniy, dan al-Hakim; didlaifkan oleh al-Iraqiy


148 Al-Iraqiy mengatakan tidak melihat hadits dengan kata ini, dan para

pemilik kitab Sunan dan semacamnya dari hadits Said al-Khudriy


149 HR Bukhariy Muslim, dan al-Turmudziy dengan kata ِٚ ‫ث‬َٞ‫ٍ ص‬
ِ ْ َ ‫ُ ثَ ْذ‬ٙ‫اس‬
َ َ‫اِص‬
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
94
murka kepadanya.150
ُ‫ُ هللا‬ٚ‫َّ َسكَ َؼ‬٫‫ػ َغ أ َ َؽذٌ ِ َّّللِ ِا‬
َ ‫ا‬ََٞ ‫ َٓب ر‬َٝ ‫َّ ِػ ًّضا‬٫‫ ِا‬ٍٞ ‫َٓب صَ ادَ هللاُ ِث َؼ ْل‬
Tidaklah Allah menambah seseorang hamba sebab memaafkan ke-
cuali kemuliaan, dan tidaklah seseorang berendah diri karena
Allah kecuali akan diangkat derajatnya.151
‫ ِْش َٓ ْغ ٌََ٘ ٍخ‬٤‫ؿ‬
َ ٢ْ ِ‫ػ َغ ك‬ ُ
َ ‫ا‬ََٞ ‫ ُِ َٔ ْٖ ر‬٠َ‫ث‬ْٞ ‫ؽ‬
Berbahagialah orang yang berendah diri dalam keadaan tidak me-
larat.152
َُٚ‫أ َ ُْضَ َّ هَ ِْج‬َٝ ٢ْ ‫ خ َِْ ِو‬٠َِ ‫ػ‬ َّ َ‫زَؼ‬٣َ ْْ َُ َٝ ٢ْ ِ‫ظ َٔز‬
َ ْْ ‫ظ‬ َ ‫ػ َغ ُِ َؼ‬ َ ‫ا‬ََٞ ‫َح َ َٓ ْٖ ر‬٬‫ط‬ َ َُ ‫ِاَّٗ َٔب أ َ ْه َج‬
٢ْ ِِ ْ‫د ِٓ ْٖ أَع‬ َّ ُ‫ ا‬ِٚ ‫ػ ْٖ َٗ ْل ِغ‬
ِ ‫ا‬َٞ َٜ ‫ش‬ َ ‫ق‬ َّ ًَ َٝ ١ْ ‫بس ِث ِز ًْ ِش‬ َ َ‫ه‬َٝ ٢ْ ‫ ِك‬َْٞ ‫خ‬
َ َٜ َُّ٘‫ط َغ ا‬
Aku akan menerima salat seseorang yang berendah diri karena
keagungan-Ku, tidak membesarkan dirinya kepada makhluk-Ku,
menetapkan hatinya takut kepada-Ku, menghabiskan siang hari
dengan mengingat-Ku, dan menahan dirinya dari syahwat kare-
na Aku.153
َ ‫ا‬ََٞ ‫َّ ِس ْكؼَخً كَز‬٫ِ‫ذُ ْاُؼَ ْجذَ ا‬٣ْ ‫َ ِض‬٣ َ٫ ‫ػ َغ‬
ُ‫ا َس ِؽ َٔ ٌُ ُْ هللا‬ْٞ ُ‫ػؼ‬ َ ‫ا‬َٞ َّ ‫اِ َّٕ اُز‬
Sesungguhnya berendah diri tidak menambah seseorang hamba
kecuali ketinggian derajat. Karena itu, berendah dirilah kamu, se-
moga Allah menyayangimu.154
‫غبثِؼَ ِخ‬
َّ ُ‫بء ا‬
ِ َٔ ‫غ‬ َ ْ‫ػ َغ ْاُؼَ ْجذُ ِ َّّللِ َسكَ َغ هللاُ َسأ‬
َّ ُ‫ ا‬٠َُِ‫ُ ا‬ٚ‫ع‬ َ ‫ا‬ََٞ ‫اِرَا ر‬
Jika seseorang hamba berendah diri karena Allah, maka akan di-
angkat kepalanya oleh Allah ke langit ketujuh.155
ِٚ ِ‫َ ْذكَ ُغ ث‬٣ ِٚ ِِ ْٛ َ ٧ِ ً‫َ٘خ‬ْٜ ِٓ َْٕٞ ٌُ َ٤َ‫ ك‬ِٙ ‫َ ِذ‬٣ ٢ْ ِ‫ َء ك‬٢ْ ‫ش‬ َّ ََ ِٔ ْ‫َؾ‬٣ ْٕ َ ‫ أ‬٢ْ ُِ٘‫ُ ْؼ ِغج‬٤َُ َُّٚٗ‫ِا‬
َّ ُ‫اُش ُع َُ ا‬
َ ‫ْاُ ٌِج َْش‬
ِٚ ‫ػ ْٖ َٗ ْل ِغ‬
Sungguh aku terherankan bila ada seorang laki-laki membawa se-
suatu di tangannya kemudian sesuatu itu menjadi kebaikan bagi

150 HR Ahmad, al-Thabraniy, dan al-Hakim disahihkan, dan al-Bayha-


qiy dan Bukhariy dalam al-Adab al-Mufrad, dan al-Haythamiy berkata
bahwa para pembawanya adalah rijal al-shahih
151 Dikeluarkan oleh Muslim
152 Dikeluarkan oleh al-Baghawiy, al-Thabraniy, dan al-Bazzar
153 Wahyu Allah swt kepada Nabi Musa as
154 HR Ibn „Adiy dengan sanad dlaif
155 Dikeluarkan oleh al-Bayhaqiy dengan sanad dlaif
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
95
keluarganya yang ia menolak takabur dari dirinya sebab pemberi-
an itu.156

Hakekat dan bahaya takabur


Takabur pada hakekatnya adalah keadaan seseorang yang
melihat dirinya melebihi orang lain dalam kesempurnaan,
sehingga timbul rasa sombong atau tinggi hati dan berse-
mangat untuk berbuat jahat karena sifat yang hina dan
keyakinan seperti ini. Oleh karena itu Rasulullah saw ber-
sabda,
ِ ٣َ ‫رُ ِثيَ ِٓ ْٖ َٗلَ َخ ِخ ْاُ ٌِج ِْش‬ْٞ ‫ػ‬
‫بء‬ ُ َ‫أ‬
Aku berlindung kepada-Mu ya Allah dari datangnya takabur
yang tiba-tiba.157 Umar bin Khatab ra juga berkata sewaktu
sebagian ulama meminta izin kepadanya untuk memberi
nasihat kepada sekelompok orang sesudah salat subuh,
“Aku benar-benar takut bila Anda menjadi takabur hingga
mencapai bintang Surayya.”

Perbuatan takabur akan menimbulkan tingkah laku atau


perangai seperti:
1. Duduk lebih tinggi dalam satu tempat.
2. Berjalan mendahului di jalanan.
3. Benci bila dinasihati.
4. Berlaku kasar jika memberi nasihat atau mengajar.
5. Memperkosa kebenaran sewaktu bertukar pikiran.
6. Memandang orang awam seperti keledai.
7. Marah dan memandang hina jika tidak diberi salam le-
bih dahulu.
8. Marah jika keperluan dan kehormatannya dikurangi.

156Al-Iraqiy mengatakan sebagai hadits gharib


157 Al-Iraqiy menyatakan tidak melihat hadits dengan kalimat seperti
ini, namun para ashhab al-Sunan meriwayatkannya dari Said al-Khudriy
sebagai telah disebutkan sebelumnya
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
96
Bahaya takabur sangat besar sehingga Rasulullah saw me-
nyatakan bahwa orang yang di dalam hatinya memiliki ra-
sa takabur meskipun seberat atom tidak akan masuk surga.
Efek samping dari takabur adalah bahaya yang ditimbul-
kan, yang merupakan kejahatan besar yaitu:
1. Orang yang takabur sebenarnya menentang Allah da-
lam sifat-sifat-Nya yang khusus, karena takabur adalah
selendang Allah. Keagungan adalah milik Allah, dan
tidak patut bagi seseorang. Firman Allah sebagaimana
dinyatakan oleh Rasulullah saw bahwa sesungguhnya
keagungan tidak patut kecuali pada Allah. Dari segi
mana keagungan patut bagi hamba yang hina yang ti-
dak menguasai urusan dirinya sendiri sedikitpun?
Apalagi urusan orang lain!
2. Orang yang takabur terbawa untuk memperkosa kebe-
naran dan melanggar hak asasi makhluk lain. Dalam
menjelaskan takabur, Rasulullah bersabda,
َ َُّ٘‫ض ا‬
‫بط‬ َ َٝ ‫َ ْاُ َؾ َّن‬َّٚ‫عل‬
َ َٔ ‫ؿ‬ َ ْٖ َٓ ‫ْاُ ٌِج ُْش‬
Takabur adalah menentang kebenaran dan mendustakan ma-
nusia.158 Menyombongi kebenaran adalah menutup pin-
tu kebahagiaan, demikian pula menghina manusia. Se-
bagian ulama berkata, “Sungguh Allah menyembunyi-
kan tiga hal di dalam tiga hal:
a. Menyembunyikan kerelaan-Nya dalam ketaatan ke-
pada-Nya. Karena itu janganlah sekali-kali mere-
mehkan ketaatan kepada Allah meskipun kecil, ba-
rangkali kerelaan-Nya ada di dalamnya.
b. Menyembunyikan murka-Nya dalam kemaksiatan
kepada-Nya. Karena itu janganlah sekali-kali mere-
mehkan kemaksiatan meskipun dosa kecil, barang-
kali murka-Nya ada di dalamnya.
c. Menyembunyikan perwalian-Nya dalam hamba-

158
ِ َُّ٘‫ؾ ا‬
HR Muslim dan al-Turmudziy dengan kalimat ‫بط‬ ِ ّ ‫ط ُش ْاُ َؾ‬
ُ َْٔ ‫ؿ‬َٝ ‫ن‬ ْ ‫ْاُ ٌِج ُْش َث‬
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
97
Nya. Karena itu janganlah sekali-kali menghina se-
seorang, barangkali dia adalah wali Allah Taala.”
3. Takabur menghalangi antara seseorang dengan semua
akhlak terpuji. Orang yang takabur tidak mampu men-
cintai orang lain sebagaimana mencintai dirinya sendi-
ri. Ia tidak mampu berendah diri dan meninggalkan
perasaan tinggi hati, hasud, serta marah. Tak mampu
pula ia menahan marah, berlaku lemah lembut dalam
memberi nasihat, dan meninggalkan riya. Bagi orang
yang takabur tak tersisa akhlak tercela kecuali terpaksa
mengalaminya, dan tak ada akhlak terpuji kecuali ter-
paksa meninggalkannya.

Cara pengobatan
Ada dua cara pengobatan agar rasa takabur hilang dari diri
seseorang. Cara pertama adalah secara global yaitu menge-
kang kehinaan takabur, dan kedua pengobatan secara rinci
yaitu dengan memperhatikan hal-hal yang menyebabkan
seseorang menjadi takabur.

Cara global, mengobati takabur dengan mengekang kehi-


naannya yaitu:
1. Hendaknya seseorang menyadari bahwa asal kejadian
dirinya adalah dari sperma yang menjijikkan dan akhir-
nya menjadi bangkai yang busuk.
2. Memahami bahwa keadaan dirinya di antara kedua hal
di atas selalu membawa kotoran dalam perutnya.
3. Memahami makna firman Allah swt,
ْ ُّٗ ِٖٓ ُٚ‫ءٍ َخَِوَۥ‬٠َ
َّْ ُ ‫ۥُ ص‬ٙ‫ۥُ كَوَذ ََّس‬َٚ‫طلَ ٍخ َخَِو‬ ّ ِ َ ‫ۥُ ِٓ ْٖ أ‬ٙ‫ ُٕ َٓب ٓ أ َ ًْلَ َش‬ٟ‫ٗظ‬
ْ ‫ش‬ٟ َ ٩ِ ْ ‫هُزِ ََ ٱ‬
ُ‫ۥ‬ٙ‫ۥُ كَؤ َ ْهجَ َش‬َٚ‫ۥُ ص ُ َّْ أ َ َٓبر‬ٙ‫غ َش‬
َّ َ٣ ََ ٤ِ‫غج‬َّ ُ‫ٱ‬
Terkutuklah manusia! Lantaran apa ia ingkar? Dari mana
asal kejadiannya? Dari setetes mani ia dijadikan, kemudian
ditentukan fase-fasenya. Lalu dimudahkan jalan keluarnya,
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
98
dan akhirnya dimatikan dan dikuburkan.159 Dengan demi-
kian diharapkan ia sadar bahwa (a)ia adalah ciptaan
dari simpanan ketiadaan dan bahwa sesungguhnya ia
sebelum diciptakan tidak menjadi apa-apa yang dapat
disebutkan, sehingga tak ada sesuatu yang lebih sedi-
kit dari ketiadaan, (b)kemudian Allah menciptakannya
dari tanah, nutfah, segumpal darah, sepotong daging,
yang tak berpendengaran, tak berpenglihatan, tak ber-
kehidupan, dan tak berkekuatan; dan (c)dalam keku-
rangan yang sangat, Allah menciptakan pendengaran,
penglihatan, kehidupan, dan kekuatan baginya.
4. Bahwa dirinya selalu dikuasai oleh penyakit, cacat, ta-
biat yang saling bertentangan dan saling menghancur-
kan satu sama lain, sehingga ia sakit dengan terpaksa,
lapar dengan terpaksa, haus dengan terpaksa, ingin
mengetahui sesuatu tetapi selalu bodoh, ingin melupa-
kan sesuatu tetapi selalu ingat, membenci sesuatu yang
ternyata berguna baginya, menyenangi sesuatu ternya-
ta memberi kesengsaraan kepadanya. Ia tidak aman
dari kehilangan nyawa, akal, kesehatan, atau salah satu
anggota badannya walau sekejap.
5. Akhirnya ia mati dan dihadapkan kepada siksa dan hi-
sab. Bila ia termasuk penghuni neraka, maka babi yang
dianggap jorok dan jelek adalah lebih mulia atau lebih
baik dari padanya.
6. Dari sudut pandang mana ia patut berbuat takabur,
sedangkan ia seorang hamba yang dikuasai, yang hina,
dan tidak berkuasa atas sesuatu. Dalam hal ini Hasan
al-Bashri berkata kepada salah seorang yang sedang
berjalan dengan congkak, “Apa arti kecongkakan jalan
bagi orang yang dalam perutnya ada tahi?”
7. Bagaimanakah orang yang memandikan kotoran ba-

159 Surat Abasa ayat 17-21


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
99
dannya sehari dua kali layak takabur, sedangkan ia se-
lalu membawa kotoran tersebut selamanya?

Cara rinci mengobati takabur yaitu dengan memperhatikan


faktor penyebab takabur. Faktor dimaksud meliputi 4 bi-
dang, yaitu:
1. Ilmu
Orang perlu memahami hadits Rasulullah saw:
‫ ُء‬٦َ٤‫آكَخُ ْاُ ِؼ ِْ ِْ ْاُ ُخ‬
Penyakit ilmu ialah sombong atau takabur.160 Juga per-
ingatan dari beliau:
ْْ ٌُ ِِ ْٜ ‫ ِػ ِْ ُٔ ٌُ ْْ ثِ َغ‬٢ْ ‫َ ِل‬٣ َ٬َ‫بء ك‬
ِ َٔ َُِ‫ا ِٓ ْٖ َعجَبثِ َشحِ ْاُؼ‬ْٞ ُْٗٞ ٌُ َ ‫َ ر‬٫
Janganlah engkau menjadi cendekiawan yang takabur, karena
ilmumu tidak memadai kebodohanmu.161

Sedikit sekali cendekiawan yang hatinya terhindar dari


takabur. Orang yang merasa sebagai cendekiawan me-
lihat dirinya lebih tinggi dari orang lain di bidang keil-
muan. Ia terkadang takabur di bidang agama, yaitu me-
lihat dirinya lebih utama dari orang lain. Di bidang du-
nia, ia dapat takabur karena melihat haknya pada
orang lain sebagai sesuatu yang wajib sehingga ia he-
ran jika melihat orang lain tidak merendahkan diri dan
hormat kepadanya. Orang semacam ini patut dijuluki
orang bodoh, sebab ilmu yang sejati adalah untuk me-
ngetahui Tuhan dan dirinya, sehingga ia mengkhawa-
tirkan akan kesudahan dirinya dan hujjah Allah atas di-
rinya. Oleh karena itu tatkala melihat orang bodoh ia

160 Dalam hadits lain disebutkan ‫َ ُء‬٬٤َ ‫آكَخُ ْاُ َغ َٔب ٍِ ْاُ ُخ‬َٝ ُٕ‫ب‬٤َ ‫( آكَخُ ْاُؼ ِِْ ِْ اُ ِّ٘ ْغ‬Penyakit
ilmu adalah lupa dan penyakit ketampanan dalah sombong) diriwayatkan
oleh al-Qadla‟iy dari Ali ra dengan sanad dlaif
161 Diriwayatkan dalam al-Ihya‟ dari perkataan Umar ra. Al-Zubaydiy

mengatakan bahwa al-Khatib meriwayatkan dalam al-Jami‟ dari hadits


Abu Hurayrah ra
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
100
berkata, “Sungguh ia durhaka kepada Allah karena ke-
bodohannya, sedangkan saya durhaka kepada Allah
karena kepandaianku. Maka hujjah Allah kepada diri-
ku adalah lebih kuat.” Ucapan ini sejalan dengan
pendapat Abu Darda‟162 ra yang berkata, “Barang siapa
yang bertambah ilmunya, maka ia harus bertambah ke-
rendahan dirinya.”

Dalam Allah Azza Wa Jalla telah berfirman,


َٖ٤ِِ٘ٓ ْ‫غ َعَ٘ب َؽيَ ُِ َٔ ِٖ ٱرَّجَؼَيَ َِٖٓ ٱ ُْ ُٔئ‬
ْ ‫ٱ ْخ ِل‬َٝ
Rendahkanlah sayapmu (berhina dirilah, jangan sombong)
kepada orang-orang beriman yang mengikutimu.163

Sabda Nabi saw,


َٕ‫َٕ هَ ْذ هَ َشأَْٗب ْاُوُ ْشآ‬ْٞ ُُْٞ ُ‫َو‬٣ ْْ ُٛ ‫َبع َش‬
ِ ٘‫ ُص َؽ‬ِٝ ‫ُ َغب‬٣ َ٬َ‫َٕ ْاُوُ ْشإَٓ ك‬ُْٝ ‫َ ْو َشإ‬٣ ٌّ ْٞ َ‫ ُٕ ه‬ْٞ ٌُ َ٣
ُ‫ ُ َّٓخ‬٧ْ‫ب ا‬َٜ ُّ٣َ‫ٓئِيَ ِٓ ْ٘ ٌُ ْْ أ‬ٍَٟ ُٝ‫ أ‬: ٍَ ‫هَب‬َٝ َ‫ َٓ ْٖ أ َ ْػَِ ُْ َِّٓ٘ب؟ ص ُ َّْ ْاُزَلَذ‬َٝ ‫كَ َٔ ْٖ أ َ ْه َشا ُ َِّٓ٘ب‬
ِ َُّ٘‫دُ ا‬ْٞ ُ‫ه‬َٝ َ‫ٓئِي‬ٍَٟ ُٝ‫أ‬
‫بس‬
Ada suatu kelompok orang yang membaca al-Quran. Sebe-
lum bacaannya melewati tenggorokan, mereka berkata, “Ka-
mi telah baca al-Quran. Siapa yang lebih banyak membaca al-
Quran ketimbang kami? Siapa pula yang lebih pandai dari
pada kami?” Kemudian Nabi saw menoleh dan bersabda,
”Mereka adalah dari kelompokmu sekalian wahai umat! Me-

162 Nama aslinya adalah Uwaimir bin Malik al-Khazraji, pedagang kaya
yang meninggalkan dunia dengan segala perhiasan dan kemegahan-
nya guna menekuni ibadah beserta kezuhudan setelah masuk Islam.
Dorongan masuk Islam karena arca sesembahannya dihancurkan oleh
kawan akrabnya, Abdullah bin Rawahah yang telah masuk Islam terle-
bih dahulu. Abu Darda‟ akhirnya sadar bahwa patung sesembahannya
ternyata tak mampu membela diri ketika dihancurkan. Pada masa pe-
merintahan Umar bin Khattab diangkat menjadi pejabat tinggi di Syam
tetapi ditolak, kecuali jika kepergiannya untuk mengajarkan al-Quran
dan sunah Rasulullah serta menegakkan salat.
163 Surat al-Syuara ayat 215
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
101
reka adalah umpan neraka!”164

Karena inilah para ulama salaf sangat berhati-hati, ti-


dak congkak seperti mereka yang mengaku cendekia-
wan masa kini. Ulama berlaku demikian karena mem-
perhatikan kerencahan hati seorang sahabat Rasulullah
saw, sampai suatu ketika Hudzayfah165 ra pernah salat
dengan sekelompok orang dan setelah salam beliau
berkata: “Hendaklah Engkau sekalian mencari imam
selain aku, atau salat sendiri-sendiri. Sungguh aku me-
lihat diriku bahwasanya dalam kelompok ini tak ada
yang lebih utama dari aku.”

Seseorang perlu ingat bahwa banyak orang Islam meli-


hat Umar bin Khatab ra sebelum masuk Islam dengan
pandangan hina. Namun pada akhir hayatnya sebagai-
mana kita yakini, Umar ra bahkan menjadi khalifah.
Barangkali orang Islam yang memandangnya hina
menjadi orang murtad. Dengan demikian ada kemung-
kinan orang yang takabur termasuk penghuni neraka

164Dikeluarkan oleh Ibn al-Mubarok dalam al-Zuhd


165Hudzaifah Ibnul Yaman, lahir dan dibesarkan di Madinah, cerdas,
cepat tanggap, dan memegang teguh rahasia serta berdisiplin tinggi.
Al-Yaman, ayah Hudzaifah, adalah orang Mekah Bani Abbas. Karena
hutang darah dalam kaumnya, ia menyingkir ke Madinah dan memin-
ta perlindungan serta bersumpah menjadi keluarga suku Abd Asyhal.
Ia menikah dengan suku Asyhal, dan lahirlah Hudzaifah. Al-Yaman
akhirnya bebas memasuki kota Mekah, menemui Rasulullah dan ma-
suk Islam sebelum Rasul hijrah ke Madinah. Setelah Rasul hijrah, Hu-
dzaifah selalu mendampingi beliau dan turut bersama-sama dalam se-
tiap peperangan kecuali dalam Perang Badar karena sedang pergi kelu-
ar Madinah bersama ayahnya. Dalam perjalanan pulang ditangkap
oleh kaum kafir Quraisy dan dibebaskan setelah ada perjanjian tidak
akan membantu Muhammad dan tidak akan memerangi mereka. Hu-
dzaifah ikut dalam Perang Uhud bersama ayahnya. Ia pulang dengan
selamat, tetapi bapaknya syahid oleh pedang kaum muslimin sendiri
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
102
sedangkan orang yang ditakaburi termasuk penghuni
surga. Oleh karena itu janganlah ada seseorang alim ke-
cuali dirinya harus menggambarkan bahwa mungkin
kejahatanlah yang mengakhiri hidupnya, dan kebaha-
giaanlah yang mengakhiri hidup orang bodoh.

Mengapa cendekiawan takabur dengan keilmuannya,


sedangkan Rasulullah saw telah bersabda,
‫ب ًَ َٔب‬َٜ ‫ ُس ِث‬ُْٝ ‫َذ‬٤َ‫ُ ك‬ُٚ‫بس كَز َ ْ٘ذَ ُِ ُن أ َ ْهز َبث‬ ِ َُّ٘‫ ا‬٢ِ‫ ك‬٠َ‫ ُِْو‬٤َ‫َب َٓ ِخ ك‬٤‫ّ ْاُ ِو‬ْٞ َ٣ ِْ ُِ ‫ ِث ْبُ َؼب‬٠َ ‫ُئْ ر‬٣
ُ‫ ًُ ْ٘ذ‬: ٍُ ْٞ ُ‫َو‬٤َ‫ َٓب َُيَ ؟ ك‬: َْٕٞ ُُْٞ ُ‫َو‬٤َ‫بسك‬ ِ َُّ٘‫ َُ ا‬ْٛ َ ‫ أ‬ِٚ ِ‫ْق ث‬
ُ ٤‫ ُِط‬٤َ‫بُش َؽب ك‬ ُ َٔ ‫ ُس ْاُ ِؾ‬ُْٝ ‫َذ‬٣
ّ ِ ‫بس ِث‬
َّ ُ‫ػ ِٖ ا‬
ِٚ ٤ْ ِ‫آر‬َٝ ‫ش ِ ّش‬ َ ٠َٜ ْٗ َ ‫أ‬َٝ ِٚ ٤ْ ِ‫َ آر‬٫َٝ ‫ ِْش‬٤‫آ ُٓ ُش ِث ْبُ َخ‬
Pada hari kiamat akan didatangkan orang alim kemudian di-
lempar ke dalam neraka. Isi perutnya keluar. Ia berputar de-
ngan isi perutnya seperti khimar yang memutar gilingan.
Lalu penghuni neraka mengelilinginya seraya bertanya,
“Apa balasan bagi ilmu Anda?” Ia menjawab, “Sewaktu di
dunia saya menyuruh orang berbuat baik, tetapi aku tidak
mengerjakannya. Aku melarang orang berbuat jahat, tetapi
aku sendiri mengerjakannya.”166

Mana ada orang pintar yang selamat dari hal tersebut?


Kalau tidak ada, mengapa rasa takutnya tidak dapat
membuat dirinya sibuk untuk menghindari takabur?
Allah Taala berfirman tentang Bal‟am bin Ba‟ura, salah
seorang tokoh ulama Bani Israel pada masa Nabi Musa
as, keturunan Kan‟an,167
ْ َٜ ِْ ٣َ ًُْٚ ‫ رَزْ ُش‬ْٝ َ ‫ش أ‬
ۚ‫ش‬ ْ َٜ ِْ ٣َ ِٚ ٤ْ َِ‫ػ‬ ِ ِْ ٌَ ُْ ‫ۥُ ًَ َٔض َ َِ ٱ‬َُِٚ‫كَ َٔض‬
َ َْ ِٔ ْ‫ت ِإ رَؾ‬
Maka ibaratnya adalah seperti anjing yang apabila kamu
bawa, ia menjulurkan lidahnya; dan jika kau tinggalkan juga
menjulurkan lidahnya.168

166 HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zayd ra


167 Ittihaf, vol. 10 hal. 346
168 Surat al-A‟raf ayat 175
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
103

Allah swt juga berfirman tentang ulama Yahudi,


ِ َٔ ‫ًَ َٔض َ َِ ٱ ُْ ِؾ‬
ً ٍۢ َ‫َؾْ ِٔ َُ أ َ ْعل‬٣ ‫بس‬
‫بسا‬
Maka ibaratnya adalah seperti khimar atau keledai yang mem
bawa lampiran-lampiran kitab.169 Pengibaratan ini di-
maksudkan agar orang alim mempunyai rasa takut me-
menangkan keinginannya untuk takabur karena ilmu
yang dimiliki.

Bila ada cendekiawan yang tetap dalam ketakaburan-


nya, maka jelas ia sibuk dengan ilmu yang tak berguna
bagi agama, seperti ilmu berdebat, ilmu bahasa, dan
lain-lainnya; atau ia sibuk dengan ilmu tetapi hatinya
memang jahat sehingga ilmunya dipergunakan untuk
menambah kejahatannya.

2. Wira‟i dan ibadah


Meskipun dalam melakukan ibadah, hati seseorang ti-
dak bebas dari rasa takabur. Sebagian dari yang demi-
kian karena ketololannya dengan beranggapan bahwa
musibah yang diderita dan kesenangan yang diterima
orang lain adalah karena kekeramatannya. Jika ada
orang yang menyakitinya kemudian orang tersebut sa-
kit atau meninggal, ia berkata, “Kau telah melihat apa
yang diperbuat Allah kepadanya.” Kalau ada seseorang
yang menyakitinya, ia berkata, “Engkau akan melihat
apa yang akan terjadi terhadapnya.”

Orang tolol seperti ini tidak mengerti dan tidak menya-


dari bahwa sekumpulan orang kafir telah memukul pa-
ra Nabi dan menyakiti mereka, namun orang kafir ter-
sebut bersenang-senang di dunia; sementara itu tak se-

169 Surat al-Jumuah ayat 5


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
104
orang nabi pun yang membalas dendam kepada mere-
ka. Di antara orang kafir itu ada pula yang masuk Islam
dan mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat. Jika
dikomparasikan dengan kondisi para nabi, orang yang
tolol seolah-olah melihat bahwa dirinya lebih utama
dari para nabi, dan orang-orang yang menyakitinya le-
bih hina dari pada orang-orang kafir.

Hak orang yang selalu beribadah adalah apabila ia me-


lihat kepada orang alim hendaknya merendahkan diri
karena kebodohannya. Bila ia melihat orang fasik hen-
daknya menduga barangkali dalam diri orang yang
fasik itu ada akhlak tersembunyi yang dapat menutup
kemaksiatannya yang nampak, dan barangkali dalam
batin dirinya sendiri terdapat hasud, riya, ataupun ke-
jahatan yang tersembunyi yang menyebabkan Allah
mengutuknya, sehingga Allah tidak menerima amal
perbuatannya yang nampak. Sungguh Allah memper-
hatikan kepada hati dan bukan kepada bentuk.

Sebagian dari kejahatan batin adalah takabur. Alkisah,


ada seorang penjahat lelaki Bani Israil. Suatu hari pen-
jahat tersebut pergi ke rumah seorang ahli ibadah sera-
ya berkata, “Barangkali Allah akan memberi rahmat ke-
padaku berkat ibadahnya.” Si ahli ibadah berkata da-
lam hatinya, “Bagaimana orang fasik seperti ini duduk
bersamaku?” Kemudian berkatalah si ahli ibadah kepa-
da penjahat tersebut, “Silakan Saudara pergi dari sini!”
Allah swt lalu memberi wahyu kepada Nabinya, “Su-
ruhlah keduanya berlomba amal, sebab Aku telah am-
punkan penjahat tersebut dan telah menghapus amal si
ahli ibadah.”

Meskipun rasa takabur tersimpan dalam batin, Allah


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
105
tetap tidak berkenan. Sebagai ilustrasi lain, diriwayat-
kan pula ada seorang lelaki bersetubuh dengan budak
milik seorang ahli ibadah, dan laki-laki tersebut bersu-
jud minta ampun. Melihat demikian, si ahli ibadah ber-
kata, “Bangun! Demi Allah, Allah tidak akan mengam-
punkan dosamu!” Kemudian Allah memberi ilham ke-
padanya, “Wahai orang yang berpura-pura menjadi
wali atas-Ku, bahkan Aku tidak mengampunkan dosa-
mu!”

Orang yang cerdik ialah yang menjauhkan dirinya dari


takabur seperti ceritera di atas. Bila ada sesuatu musi-
bah yang menimpa orang lain, ia merasa bahwa hal ter-
sebut justru akibat keberadaannya. Atho‟ al-Sulamiy,
misalnya, adalah seorang yang sangat wirai. Tatkala
terjadi angin topan, ia berkata, “Segala yang menimpa
manusia adalah sebab aku. Seandainya Atho‟ mati, nis-
caya mereka selamat.” Ucapan seorang wirai lain misal-
nya yang dikatakan seseorang di padang Arafah, “Saya
mengharap rahmat untuk orang-orang yang wukuf, se-
andainya aku tidak ada di antara mereka.”

Jumlah orang yang ikhlas beramal dan berbuat wirai


sangat sedikit dibandingkan dengan orang yang me-
maksa dirinya mengerjakan perbuatan nyata yang ba-
rangkali tidak terhindar dari unsur riya atau unsur pe-
nyakit amal lainnya. Golongan kedua biasanya ber-
angan-angan untuk mendapat kerelaan Allah dengan
amalnya, sementara golongan pertama justru mengkha-
watirkan dirinya sendiri. Orang yang sudah sampai pa-
da tingkat seperti golongan pertama terkadang malah
dicemoohkan oleh orang dari golongan kedua sebagai
penganut aliran pesimistis.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
106
3. Nasab/keturunan
Faktor ketiga yang biasa dijadikan sarana untuk taka-
bur adalah nasab atau keturunan. Untuk mengobatinya
dapat dilakukan dengan cara memperhatikan asal usul-
nya, yaitu bahwa orang tuanya berasal dari sperma dan
neneknya berasal dari tanah. Keduanya tak dapat di-
banggakan, karena sperma wujudnya sebagai sesuatu
yang menjijikkan, sedangkan tanah wujudnya sebagai
sesuatu yang hina terinjak-injak oleh manusia.

Jika orang yang membanggakan nasabnya karena alas-


an lain, maka nenek moyangnya, seandainya bisa, nis-
caya berkata, “Siapa kamu sebenarnya? Kamu sebenar-
nya berasal dari ulat air kencing dari orang yang mem-
punyai amal baik.” Sehubungan dengan ini, ada syair
Arab:
* ‫ت‬
ٍ ‫غ‬
َ َٗ ١ ِ َ‫َُئِ ْٖ كَ ِخ ْشدَ ثِآث‬
ْ ِٝ َ‫بء ر‬
َ ْ‫َُ ٌِ ْٖ ثِئ‬َٝ َ‫طذَ ْهذ‬
‫ا‬ُٝ‫َُذ‬َٝ ‫ظ َٓب‬ َ ‫َُوَ ْذ‬
Jika engkau membanggakan diri dengan nenek moyang yang
memiliki keturunan atau nasab baik,
sungguh benar engkau. Tetapi, alangkah jeleknya anak yang
mereka lahirkan.

Mengapa orang bertakabur sebagai keturunan orang ka


ya? Padahal orang tuanya mungkin menjadi bahan
bakar neraka, yang ingin sekali andaikata mereka di du
nia menjadi babi atau anjing supaya selamat dari siksa
api neraka.

Mengapa orang bertakabur sebagai keturunan orang


ahli agama? Padahal orang tua mereka tidak berbuat
takabur, yang kemuliaannya adalah sebab agama dan
merendahkan diri. Semua orang ahli agama disibukkan
oleh rasa takut kepada kesudahan hidupnya dari taka
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
107
bur dengan ilmu dan amal yang mereka miliki.

Karena itu kiranya perlu dicamkan dan direnungkan


sendiri mengapa orang harus takabur sebab keturunan,
sedangkan dia sendiri tidak memiliki kebaikan seperti
mereka?

4. Harta, kecantikan, dan pengikut


Takabur sebab harta, kecantikan, dan pengikut adalah
bodoh sebab hal-hal tersebut berada di luar pribadinya.
Mengapa orang bertakabur dengan harta yang dapat
dicuri dan diambil orang lain? Mengapa pula orang
bertakabur dengan kecantikan yang dapat rusak karena
sakit atau tertimpa musibah?

Jika orang cantik memikirkan kotoran perutnya, pasti


hal itu akan membuat kecut hatinya ketika menghias
wajahnya. Bila orang yang cantik tidak mandi dan ti-
dak membersihkan badannya selama tujuh hari, pasti
baunya lebih busuk dari pada bangkai sebab perubah-
an bau mulut, bau kencing, bau tahi, bau kotoran ba-
dan, bau ingus, dan bau ketiaknya. Patutkah jamban
atau WC membanggakan diri karena indahnya? Manu-
sia pada hakekatnya adalah jamban, karena ia adalah
tempat keluarnya kotoran dan najis.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
108
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
109

9. KAGUM

K
agum atau takjub sering dilakukan oleh orang yang
biasanya tidak merasa bahwa sifat tersebut terma-
suk deretan akhlak tercela. Allah swt menjelaskan
tentang hal yang berkaitan dengan kekaguman dalam ber-
bagai firman-Nya, seperti:
ْْ ٌُ ُ ‫ ٍْٖ ۙ اِ ْر أ َ ْػ َغجَزْ ٌُ ْْ ًَضْ َشر‬٤َ٘‫ َّ ُؽ‬ْٞ َ٣َٝ
Dan pada hari perang Hunain, tatkala jumlahmu yang banyak
menjadikan kamu sekalian takjub.170
ُ َُٕٞ٘‫ُؾْ ِغ‬٣ ْْ ُٜ ََّٗ‫َٕ أ‬ُٞ‫غج‬
‫ط ْ٘ؼًب‬ َ ْ‫َؾ‬٣ ْْ ُٛ َٝ
Mereka mengira bahwa mereka memperindah suatu pekerjaan.171
٠ٓ ٰ َ‫ أ َ ْػَِ ُْ ثِ َٔ ِٖ ٱرَّو‬َٞ ُٛ ْْ ٌُ ‫غ‬
َ ُ‫ا أَٗل‬ٞٓ ًُّ َ‫ رُض‬٬َ َ‫ك‬
Janganlah kamu sekalian mensucikan dirimu. Dia (Allah) lebih
tahu terhadap orang yang takwa.172

Kekaguman terhadap dirinya sendiri merupakan salah satu


faktor yang mencelakakan diri seseorang. Rasulullah saw
bersabda,
ِٚ ‫بة ْاُ َٔ ْش ِء ِثَ٘ ْل ِغ‬
ُ ‫اِ ْػ َغ‬َٝ ‫ ُٓزَّجَ ٌغ‬ًَٟٞ َٛٝ ‫ع‬ َ ُٓ ‫ش ٌّؼ‬
ٌ ‫طب‬ ٌ َ٬َ‫ص‬
ُ : ٌ‫ ٌَِِبد‬ْٜ ُٓ ‫س‬
Ada tiga hal yang mencelakakan yaitu sifat bakhil yang ditaati,
hawa nafsu yang diikuti, dan kekaguman seseorang terhadap diri

170 Surat al-Tawbah ayat 25


171 Surat al-Kahfi ayat 104
172 Surat al-Najm ayat 32
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
110
sendiri.173

Takjub atau kagum dikategorikan sebagai sesuatu yang di-


khawatirkan oleh Rasulullah saw karena dapat berakibat
lebih besar dari pada dosa yang diperbuat manusia. Sabda-
nya,
ُ ْ‫ت ْاُؼُغ‬
‫ت‬ ُ ْ‫ظ ُْ ِٓ ْٖ رَُِيَ ْاُؼُغ‬
َ ‫ أ َ ْػ‬ْٞ ُٛ ‫ ٌُ ْْ َٓب‬٤ْ َِ‫ػ‬
َ ُ‫ا َُ ِخ ْلذ‬ُْٞ ‫ َُ ْْ ْ ر ُ ْزِٗج‬َُٞ
Seandainya kamu sekalian tidak berbuat dosa, maka pasti aku ta-
kut atasmu hal yang lebih besar dari pada dosa, yaitu kagum, dan
kagum!174

Atsar para sahabat yang berkaitan dengan celaan terhadap


ketakjuban seseorang misalnya perkataan Ibnu Mas‟ud ra,
“Kecelakaan itu dalam dua hal yaitu putus asa dan ka-
gum.” Menurut Ibnu Mas‟ud ra, maksud kecelakaan terse-
but adalah bahwa orang yang putus asa tidak berupaya
mencapai kebahagiaan karena keputusasaannya, sedang-
kan orang yang kagum karena dugaannya bahwa ia telah
memperolehnya.

Kekaguman seseorang yang menyangka bahwa dirinya


adalah orang baik ternyata menurut isteri Rasulullah saw
malah jelek. Seseorang pernah bertanya kepada Aisyah ra,
“Bilamanakah seseorang menjadi orang jelek?” Aisyah ra
menjawab, “Tatkala ia mengira bahwa ia adalah orang
yang baik.”

Kiranya orang perlu melakukan introspeksi, adakah rasa

173 Dikeluarkan oleh al-Bazzar, al-Thabraniy, dan al-Bayhaqiy dalam al-


Syu‟ab dari Anas ra dengan sanad dlaif
174 Dikeluarkan oleh al-Bazzar dan Ibn Hibban dalam al-Dlu‟afa dan al-

Bayhaqiy dalam al-Syu‟ab dari Anas ra dan di dalamnya ada orang


yang masih diperselisihkan; al-Mundziriy menyatakan bahwa sanad al-
Bazzar bagus
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
111
kagum menempel pada dirinya. Perbuatan seseorang un-
tuk memperindah salat atau doa tatkala dilihat orang lain
termasuk kategori kagum. Basyar bin Manshur pernah
memperlama salatnya dan memperindah ibadahnya ketika
dipandang oleh seseorang. Setelah selesai beliau berkata,
“Engkau jangan sampai tertipu oleh perbuatan yang kau
lihat padaku. Sebab sesungguhnya Iblis telah menyembah
Allah puluhan tahun, kemudian menjadi terkutuk seperti
yang dialaminya.”

Hakekat kagum
Kagum pada hakekatnya adalah memandang besar kepada
dirinya karena hal-hal yang dimilikinya, misalnya karena
nikmat yang dimilikinya dan senang kepada kenikmatan
tersebut, serta lupa bahwa nikmat tersebut berasal dari
Allah, pemberi nikmat, karena merasa aman dari lenyap-
nya nikmat-nikmat tersebut.

Apabila ia menyandarkan kepada Allah kemudian ia meli-


hat hak dan kedudukan dirinya di sisi Allah, maka hal itu
disebut menunjuk-nunjukkan (id-lal). Dalam hadits dise-
butkan bahwa salat orang yang disertai dengan perbuatan
menunjuk-nunjukkan tidak akan naik ke atas kepalanya.
Tanda dari id-lal adalah bila ia kagum terhadap orang yang
menolak permintaannya dan terhadap keadaan orang yang
menyakiti dia yang tak ada perubahan. Kagum merupakan
penyebab takabur, akan tetapi takabur mengajak orang
yang takabur untuk berbuat kagum.

Rasa kagum terbatas pada perseorangan. Seseorang yang


melihat nikmat-nikmat Allah atas dirinya sebab amal, ilmu,
atau lainnya, tetapi ia takut kehilangan nikmat tersebut dan
senang pada nikmat Allah pada dirinya dengan menyadari
bahwa nikmat-nikmat itu dari Allah, bukanlah orang yang
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
112
termasuk kagum. Jadi perasaan kagum adalah bila ia me-
rasa aman dan lupa menyandarkan kepada pemberi nik-
mat, yaitu Allah.

Cara Mengobati Rasa Kagum


Rasa kagum adalah kebodohan yang murni. Obatnya ada-
lah ilmu yang murni. Orang yang mengagumi kekuatan,
kecantikan atau hal yang tidak bersangkut paut dengan
usahanya, maka ia adalah bodoh karena hal itu bukan dise-
babkan oleh usahanya. Ia sepatutnya mengagumi Dzat
yang memberinya tanpa hak. Patut pula ia berpikir tentang
lenyapnya hal yang dikagumi itu pada waktu dekat de-
ngan penyakit yang paling ringan atau kelemahan dirinya.

Jika orang mengagumi ilmu dan amalnya atau apa-apa


yang termasuk dalam ikhtiarnya, sepatutnya ia memikir-
kan amal-amal itu, hingga dapat dikerjakan dengan mudah
olehnya. Sesungguhnya amal-amal itu tidak terlaksana de-
ngan mudah kecuali dengan anggota dan kekuatan, kehen-
dak, dan pengetahuan. Itu semua dari ciptaan Allah Azza
wa Jalla.

Jika Allah menciptakan anggota, kekuatan, memberikan


dorongan dan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan, maka
hasil pekerjaan itu adalah terpaksa. Tidak patut bagi orang
yang dipaksa mengagumi hal-hal yang dihasilkan karena
keterpaksaaan, sedangkan ia terpaksa untuk mengusaha-
kannya. Sungguh ia dapat berbuat kalau ia menghendaki,
akan tetapi kalau Allah berkehendak, Ia dapat berkehen-
dak atau tidak berkehendak meskipun telah diciptakan ke-
inginan pada dirinya. Demikianlah dalam semua pokok
dan kebutuhan. Firman Allah dalam al-Quran menyatakan:
َٖ٤ِٔ َُٟ‫شب ٓ َء ٱ َّّللُ َسةُّ ٱ ُْ َغ‬
َ َ٣ َٕ‫ أ‬٥َّ ‫َٕ ِا‬ٝ‫شب ٓ ُء‬
َ َ ‫ َٓب ر‬َٝ
Dan tidaklah engkau sekalian berkehendak, kecuali apabila Allah
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
113
seru sekalian alam berkehendak.175

Jadi kunci amal adalah ketetapan keinginan dan keterarah-


an dorongan-dorongan yang mengarahkan beserta kesem-
purnaan kemampuan dan anggota. Tiap-tiap dari yang de-
mikian itu berada di tangan Allah Taala.

Adakah kau lihat, kalau seadainya di tangan seorang raja


ada kunci gudang, kemudian raja memberikannya kepada-
mu lalu kau ambil harta dari gudang itu? Adakah engkau
kagum terhadap kedermawanan raja itu apabila ia membe-
rikan kunci itu kepadamu tanpa hak, atau dengan kesem-
purnaan dalam mengambil kunci itu? Kesempurnaan yang
manakah dalam pengambilan sesudah terwujud?

Rasa kagum yang mengherankan


Termasuk hal yang mengherankan adalah jika orang yang
berakal mengagumi ilmu dan akalnya, sehingga ia merasa
heran kalau Allah memberikan kefakiran kepadanya dan
memberikan kekayaan kepada sebagian orang-orang bo-
doh seraya berkata, “Mengapa Allah melapangkan kenik-
matan kepada orang bodoh dan menahannya dari diriku?”
Jawaban kepadanya adalah, “Mengapa Allah memberi eng-
kau ilmu dan akal dan mencegah keduanya kepada orang
yang bodoh? Ilmu adalah pemberian dari Allah. Adakah
pemberian itu kau jadikan sebab untuk mendapatkan hak
memperoleh pemberian yang lain? Bahkan kalau Allah
memberimu akal dan kekayaan namun mencegah kedua-
nya pada orang bodoh, maka hal itu yang lebih patut kau
herankan!”

Tiadalah kekaguman orang yang berakal seperti contoh di

175 Surat al-Takwir ayat 29


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
114
atas kecuali seperti kekaguman seseorang yang diberi ken-
daraan oleh raja, sementara raja itu memberi pelayan kepa-
da orang lain. Kemudian orang yang diberi kendaraan ber-
kata, “Mengapa raja itu memberi pelayan kepada orang
yang tidak mempunyai kendaraan dan tidak memberikan-
nya kepadaku, sedangkan aku mempunyai kendaraan?”
Padahal ia menjadi pemilik kendaraan adalah karena pem-
berian raja. Kemudian pemberian itu dijadikan dasar untuk
memperoleh hak atas pemberian yang lain! Itulah wujud
kebodohan. Seharusnyalah orang yang berakal itu selama-
nya kagum terhadap keutamaan Allah dan kedermawan-
annya. Karena Allah telah memberi dia ilmu dan akal dan
menolong dia berbuat ibadah tanpa menunjukkan hal-hal
untuk memperoleh hak dari padanya dan Allah mencegah
hal itu pada orang lain serta memberikan dorongan kepada
orang lain untuk berbuat kerusakan. Allah telah memaksa-
nya menghilangkan dorongan-dorongan kebaikan darinya.
Hal itupun bukan karena dosa yang telah dilakukannya.
Apabila orang yang berakal itu menyaksikan hal yang se-
demikian itu dengan sebenarnya, maka pastilah rasa takut-
nya yang menang. Karena terkadang ia berkata, “Allah te-
lah memberikan kenikmatan kepada saya di dunia tanpa
sebab dan mengistimewakan saya dari orang-orang lain.
Siapakah yang akan berbuat seperti ini tanpa sebab?”

Allah dapat menyiksa seseorang dan mencabut kenikmatan


seseorang tanpa dosa dan tanpa sebab. Apa yang akan ku-
perbuat jika sekiranya hal yang diberikan oleh Allah kepa-
daku berupa kenikmatan itu ternyata merupakan tipuan
atau pembinasaan?

Allah Subhanahu Wa Taala berfirman dalam al-Quran,


ُْٛ ‫ْ ثَ ْـز َ ٍۭخً كَبِرَا‬ُٛ َٟٕ‫ا أ َ َخ ْز‬ٞٓ ُ ‫ر‬ُٝ‫ا ثِ َٔب ٓ أ‬ٞ‫ اِرَا كَ ِش ُؽ‬٠ٓ ٰ َّ ‫ءٍ َؽز‬٠َ َ َْٟٞ ‫ ْْ أَث‬ِٜ ٤ْ َِ‫ػ‬
ْ ‫ة ًُ َِّ ش‬ َ ‫كَزَؾْ َ٘ب‬
َٕٞ‫غ‬
ُ ِِ ‫ُّٓ ْج‬
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
115
Kami bukakan atas mereka pintu-pintu dari segala sesuatu, se-
hingga bila mereka bersenang-senang dengan hal yang telah dibe-
rikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-
konyong.176

Firman Allah swt yang lain menyatakan,


َُٕٞٔ َِ‫ ْؼ‬٣َ ٫َ ‫ْش‬
ُ ٤‫ْ ِ ّٓ ْٖ َؽ‬ُٜ ‫عَ٘ ْغزَذ ِْس ُع‬
َ
Akan Kami celakakan mereka (dengan kenikmatan) dari
arah yang tidak mereka ketahui.177

176 Surat al-An‟am ayat 44


177 Surat al-A‟raf ayat 182 dan surat Nun Wal Qolam ayat 44
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
116
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
117

10. RIYA/PAMER/SHOW

R
iya, pamer, show, atau menampakkan sesuatu per-
buatan atau lainnya termasuk induk akhlak yang
tercela. Allah swt mencela orang yang melakukan
salat yang disertai rasa riya,
َٕٝ‫ َُشآ ُء‬٣ ْْ ُٛ َٖ٣ِ‫َٕ ٱَُّز‬ُٞٛ ‫عب‬
َ ْْ ِٜ ِ‫ر‬٬َ ‫ط‬ َ ُٔ ِْ ُِّ ٌَ ٍۭ ٣ْ َٞ َ‫ك‬
َ ْْ ُٛ َٖ٣ِ‫َٖ ٱَُّز‬٤ِِّ‫ظ‬
َ ٖ‫ػ‬
Celaka bagi mereka yang salat, yang mereka lalai dari salat, lagi
pula mereka memamerkan.178

Perbuatan yang baik adalah jika dilakukan tanpa unsur ri-


ya, dan hanya mengharap keridlaan Allah semata. Di da-
lam al-Quran disebutkan:
ً ٌُ ‫ش‬
‫سا‬ٞ ْ ُٗ ‫ِاَّٗ َٔب‬
ُ ٫َ َٝ ‫ذُ ِٓ٘ ٌُ ْْ َعضَ آ ًٍۭء‬٣‫ ُٗ ِش‬٫َ ِ‫ ٱ َّّلل‬ِٚ ْ‫ع‬َٞ ُِ ْْ ٌُ ُٔ ‫ط ِؼ‬
Sesungguhnya kami memberi makan kepadamu sekalian karena
mengharapkan keridlaan Allah Taala. Kami tak menginginkan
balasan darimu dan/atau tanda terima kasih.179

Dengan demikian perbuatan yang dilakukan haruslah de-


ngan ikhlas. Allah memerintahkan berbuat demikian yaitu
dengan mengerjakan amal baik lagi jangan syirik atau me-
nyekutukan. Firman-Nya,
‫ۦ أ َ َؽ ٍۢذًا‬ٚٓ ِ ّ‫ُ ْش ِش ْى ثِ ِؼجَبدَحِ َس ِث‬٣ ٫َ َٝ ‫ ُِ ٍۭ ًؾب‬ٟ‫ص‬ َ َْ َٔ ‫َ ْؼ‬٤ِْ َ‫ۦ ك‬ِٚ ّ‫ا ُِوَب ٓ َء َس ِث‬ٞ‫َ ْش ُع‬٣ َٕ‫كَ َٖٔ ًَب‬
َ ٬ً ٍۭ َٔ ‫ػ‬
Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka

178 Surat al-Maun ayat 4-6


179 Surat al-Dahr atau al-Insan ayat 9
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
118
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhan-
nya.180

Riya adalah termasuk perbuatan syirik. Ditegaskan oleh


ّ ِ ُ‫بء ا‬
Nabi saw, ” ُ‫ش ْشى‬ ّ ِ ٠َٗ‫( ”اِ َّٕ أ َ ْد‬Serendah-rendah tingkatan ri-
ِ َ٣‫اُش‬
ya adalah syirik).181

Karena itu Nabi saw mengkhawatirkan jangan sampai per-


buatan seseorang termasuk hal tersebut. Kekhawatiran Na-
bi terangkum dalam hadits seperti yang pernah beliau je-
laskan,
ٍُ ْٞ ُ‫َو‬٣ ‫َب ُء‬٣‫اُش‬ ّ ِ :ٍَ ‫؟ هَب‬َٞ ُٛ ‫ َٓب‬:ََ ٤ْ ِ‫ ه‬.‫طـ َُش‬ ْ َ ٧ْ‫ش ْشىُ ا‬ ّ ِ ُ‫ ٌُ ْْ ا‬٤ْ َِ ‫ػ‬ ُ ‫ف َٓب أَخ‬
َ ‫َبف‬ ُ َٞ ‫ِا َّٕ أ َ ْخ‬
ْْ ُ ‫َْٖ ًُ ْ٘ز‬٣‫ اَُّ ِز‬٠َُ‫ا ِا‬ُْٞ ‫ج‬َٛ ‫ اِ ْر‬: ْْ ِٜ ُِ ‫ ْاُ ِؼ َجبدُ ِثؤ َ ْػ َٔب‬ٟ َ‫ب َٓ ِخ ِارَا َعبص‬٤َ ‫ َّ ْاُ ِو‬ْٞ ٣َ ََّ ‫ َع‬َٝ ‫ػ َّض‬
َ ُ‫هللا‬
ْ
‫ ُْ اُ َغضَ ا َء؟‬ُٛ َ‫َٕ ِػ ْ٘ذ‬ُْٝ ‫ ََْ ر َِغذ‬ٛ ‫ا‬ْٝ ‫َٕ كَب ْٗزُ ُس‬ُٝ‫اإ‬ ْ ‫ ر ُ َش‬ِٚ ‫ِث‬
Sesungguhnya yang lebih aku takutkan dari hal yang menimpa
atasmu adalah syirik kecil.” Ditanyakan: “Apakah syirik kecil
itu?” Nabi saw menjawab: “Riya! Allah Azza Wa Jalla akan ber-
firman pada hari kiamat tatkala memberi balasan kepada para
hamba terhadap amal-amal mereka: Pergilah kepada orang-orang
yang kau pameri! Adakah Engkau dapatkan balasan di sisi mere-
ka?182

Dalam hadits yang cukup panjang Rasulullah saw antara


lain bersabda bahwa banyak orang yang nampaknya
berbuat kebaikan ketika hidup di dunia, namun di akhirat
bahkan diseret ke neraka karena perbuatannya disertai
riya. Sabdanya,
ٌٕ َ٬ُ‫ُوَب ٍَ ك‬٣ ْٕ َ ‫ كَ َؼ ِْذُ ًَزَا ًَزَّثْذَ أ َ َس ْددَ أ‬:ٍَ ‫ن ِارَا هَب‬
ِ ‫ ْاُ ُٔ ْ٘ ِل‬َٝ ِْ ُِ ‫ ْاُ َؼب‬َٝ ١ ِ ‫ُوَب ٍُ ُِ ِْـ‬٣
ْ ‫َبص‬
180 Surat al-Kahfi ayat 110
181 Dikeluarkan oleh al-Hakim dan al-Thabraniy. Al-Iraqiy menyatakan
sanadnya dlaif
182 Dikeluarkan oleh Ahmad dan al-Bayhaqiy dalam al-Syu‟ab dan para

perawinya tsiqah, dan diriwayatkan oleh al-Thabraniy dalam al-Kabir


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
119
‫بس‬ ُ ٛ‫ُ ْز‬٤َ‫ة ك‬
ِ َُّ٘‫ ا‬٠َُ‫ ِا‬ِٚ ‫َت ِث‬ ِ َ‫ ه‬ْٝ َ ‫ادٌ أ‬َّٞ ‫ َع‬ْٝ َ ‫ع أ‬
ٌ ‫بس‬ ُ ْٝ َ ‫ػب ُِ ٌْ أ‬
ٌ ‫ش َغب‬ َ
Dikatakan kepada orang yang berperang, orang alim, dan orang
yang bersedekah ketika ia berkata: “Aku telah berbuat demikian
dan demikian.” Maka dikatakan: “Engkau ingin dikatakan seba-
gai si Fulan, atau si Pemberani, atau si Dermawan, atau si
Orang Alim.” Maka ia diseret ke neraka.183

Bagi ulama yang pamer, nantinya akan diseret ke Jurang


Kedukaan yang berada di neraka Jahanam sebagaimana
diterangkan oleh Nabi,
ِ ‫َّ٘ َْ أ ُ ِػذَّ ُِ ِْوُ َّش‬َٜ ‫ َع‬٢ْ ‫ا ٍد ِك‬َٝ :ٍَ ‫؟ هَب‬َٞ ُٛ ‫ َٓب‬:ََ ٤ْ ‫ ِه‬. ِٕ ‫ت ْاُ ُؾ ْض‬
‫اء‬ ِ ّ ‫ا ثِبهللِ ِٓ ْٖ ُع‬ْٝ ُ‫ز‬٤ْ ‫اِ ْعز َ ِؼ‬
َْٖ٤‫ْاُ ُٔ َشا ِئ‬
Berlindunglah kamu sekalian dari Jurang Kedukaan. Ditanyakan:
“Apakah Jurang Kedukaan itu?” Rasulullah saw menjawab, “Se-
buah jurang di neraka Jahanam yang disediakan bagi para ulama
atau penuntut ilmu yang pamer.”184

Melakukan perbuatan dengan pamer berarti menyekutu-


kan Tuhan, karena sebenarnya ia melakukan ibadah atau
kebaikan bukan untuk Tuhan melainkan untuk lainnya.
Hal tersebut diterangkan oleh Nabi saw dalam hadits qud-
siy,
٠َ٘‫أََٗب أ َ ْؿ‬َٝ ‫ ٌء‬١
ْ ‫ُ َث ِش‬ْٚ٘ ِٓ ‫أََٗب‬َٝ ًُُُِّٚ َُُٚ َٞ ُٜ َ‫ ك‬١ َ ِٚ ٤ْ ِ‫ً أ َ ْش َشىَ ك‬٬َٔ ‫ػ‬
ْ ‫ ِْش‬٤‫ؿ‬ َ ٢ْ ُِ ََ ِٔ ‫ػ‬َ ْٖ َٓ
ّ ِ ُ‫ػ ِٖ ا‬
‫ش ْش ِى‬ َ ‫بء‬ ِ ٤َ ِ٘ ‫ َ ْؿ‬٧ْ‫ا‬
Barang siapa yang mengerjakan sesuatu amal untuk Aku yang ia
sekutukan dengan selain Aku dalam pekerjaan itu, maka
pekerjaan itu bagi selain Aku semuanya. Sedangkan Aku tidak
ikut campur dari pekerjaan itu. Aku adalah yang paling tidak me-
merlukan persekutuan.185

183 HR Muslim, al-Turmudziy, al-Nasaiy, dan Ahmad


184 Dikeluarkan oleh Ibn Majah dan al-Turmudziy, dikatakan gharib.
Ibn „Adiy mengatakan dlaif
185 Dikeluarkan oleh Ahmad tanpa kata
ْ ‫ُ ثَ ِش‬ْٚ٘ ِٓ ‫أََٗب‬َٝ , dan dikeluarkan
‫ ٌء‬١
oleh Muslim dan Ibn Majah dengan sanad sahih
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
120

Sesuai dengan hal tersebut, maka amal atau perbuatan


yang disertai unsur riya tidak akan diterima oleh Allah
swt. Sabda Rasululullah saw,
‫بء‬ ُ َ‫ ِٓ ْوذ‬ِٚ ٤ْ ِ‫ً ك‬٬َٔ ‫ػ‬
ّ ِ َِٖٓ ٍ‫اس رَ َّسح‬
ِ َ٣‫اُش‬ َ ُ‫َ ْوجَ َُ هللا‬٣ َ٫
Allah tidak menerima sesuatu amal yang di dalamnya terdapat
riya meski sebesar atom.186

Untuk menutupi amal kebajikan, Nabi Isa as berpesan,


”Tatkala salah seorang dari kamu memasuki hari puasa,
hendaklah ia meminyaki kepala dan jenggotnya serta
mengusap bibirnya agar orang tidak melihat bahwa ia se-
dang berpuasa. Jika tangan kanannya bersedekah, hendak-
lah ia sembunyikan dari tangan kirinya. Jika ia salat, hen-
daklah ia rapatkan tutup pintunya. Sesungguhnya Allah
Taala membagi pujian sebagaimana Ia membagi rizki.”

Ketika melihat seseorang yang menundukkan tengkuk ke-


palanya, Sayyidina Umar ra berkata, “Hai pemilik tengkuk,
angkatlah tengkukmu! Khusyuk bukan terletak pada teng-
kuk, tetapi di dalam hati.”

Menurut Qatadah187 rahmatullah ‟alayh, orang yang berbuat


riya sama saja mengejek Tuhan. Katanya bahwa bila sese-
orang berbuat riya, maka Allah berfirman, ”Lihatlah, bagai-
mana ia mengejek Aku.” Pada hari kiamat nanti, orang
yang berbuat riya akan dipanggil dengan empat sebutan
yang jelek sebagaimana sabda Rasulullah saw,
ِ َ‫َب ك‬٣ ١
‫َب‬٣ ‫بع ُش‬ ُّ ِ‫َب ُٓ َشائ‬٣ :‫َب َٓ ِخ ثِؤ َ ْسثَؼَ ِخ أ َ ْع َٔب َء‬٤‫ َّ ْاُ ِو‬ْٞ َ٣ َٟ‫َُ٘بد‬٣ ٢
ُّ ِٝ ‫َب ؿَب‬٣ ٢ َّ ِ‫اِ َّٕ ْاُ ُٔ َشائ‬

Al-Iraqiy mengatakan tidak menemukan yang demikian, dan al-Zu-


186

baydiy mengatakan bahwa itu adalah perkataan Yusuf bin Asbath se-
bagaimana tersebut dalam Ittihaf vol. 10 hal. 74
187
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
121
‫َ أَعْ َش َُيَ ِػ ْ٘ذََٗب‬٬َ‫ُ ك‬َُٚ َ‫ػ ِٔ ِْذ‬
َ ْٖ َّٔ ِٓ َ‫َتْ كَ ُخ ْز أَعْ َشى‬ٛ‫خَب ِع ُش ا ْر‬
Sesungguhnya orang yang pamer akan dipanggil pada hari kia-
mat dengan empat sebutan: “Hai orang yang pamer, hai orang
yang sesat, hai orang yang durhaka, hai orang yang rugi! Pergi-
lah dan ambillah pahalamu dari orang yang kau pameri ketika
kau beramal. Sama sekali tak ada pahala bagimu di sisi-Ku.”188

Untuk menghindari perilaku riya, al-Hasan rahmatullah


‟alayh berkata, “Saya berkawan dengan sekelompok orang
jika di antara mereka ada yang memiliki ilmu menonjol.
Jika ia berkata tentang ilmunya, ilmu tersebut bermanfaat
bagi dirinya dan bagi sahabatnya. Tidak ada yang mence-
gah dia dari ilmu itu kecuali kemasyhuran.”

Hakekat riya dan yang dipamerkan


Hakekat riya adalah mencari kedudukan di hati manusia
dengan berbuat ibadat dan amal kebaikan lainnya. Hal
yang dipamerkan ada 6 macam, yaitu riya dari segi badan,
riya dalam tingkah laku, riya dalam pakaian, riya dalam
ucapan, riya dengan amal, dan riya dengan kolega.

Pertama, riya dari segi badan. Perbuatan yang dilakukan


antara lain:
1. Menampakkan keletihan dan kepucatan badan supaya
disangka tidak tidur dan menjalankan puasa.
2. Menampakkan kesusahan supaya disangka bahwa ia
sangat memperhatikan urusan agama.
3. Menampakkan kekusutan rambutnya supaya disangka
bahwa ia terlalu tenggelam dalam urusan agama, se-
hingga tidak ada kesempatan baginya untuk mengurus
dirinya.
4. Menampakkan kekeringan bibirnya untuk membukti-

188 HR Ibn Abi al-Dunya dan sanadnya dlaif


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
122
kan atas puasanya.
5. Merendahkan suaranya untuk membuktikan kelemah-
an dirinya sebab selalu mujahadah, yaitu memerangi
hawa nafsu, memerangi kemungkaran, dan memerangi
kekafiran.

Kedua, riya dalam tingkah laku, misalnya:


1. Mencukur kumis.
2. Mengangguk-anggukkan kepala ketika berjalan.
3. Pelan-pelan dalam bergerak.
4. Membiarkan bekas sujud di dahinya.
5. Memejamkan kedua matanya agar disangka sedang
berhadapan dengan Tuhan dan mukasyafah atau se-
dang menyelam dalam berpikir.

Ketiga, riya dalam pakaian, seperti:


1. Memakai pakaian sufi, pakaian kasar, dan merendah-
kannya sampai betis.
2. Memendekkan lengan baju dan membiarkan pakaian
sobek lagi kotor agar disangka bahwa ia menghabiskan
waktu untuk ibadah dan tidak ada kesempatan meng-
urus pakaian.
3. Memakai pakaian bertambal dan sajadah agar disangka
ahli tasawuf, sedang nyatanya sama sekali tidak me-
ngerti hakekat tasawuf.
4. Memakai baju kurung dengan lengan longgar agar di-
sangka bahwa ia seorang alim dan pura-pura rela be-
serta kain sarung.
5. Membiarkan pakaiannya terkena debu jalan agar di-
sangka ia sangat wirai.
6. Memakai pakaian buruk untuk mencari kedudukan di
hati ahli kebaikan dan jika memakai pakaian baru, ma-
ka tingkahnya seperti binatang yang disembelih karena
takut dikatakan ia tidak zuhud lagi.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
123
7. Mencari kedudukan di hati para penguasa dan peda-
gang sebab jika ia memakai pakaian yang rusak pasti ia
mengkhianatinya dan jika ia memakai pakaian mewah
maka para penguasa dan pedagang tidak meyakini zu-
hudnya.
8. Mencari kain bagus dan sarung tipis serta bulu yang
halus sehingga harga dan mahalnya seperti pakaian
orang-orang kaya; sedangkan bentuknya seperti pakai-
an orang-orang ahli tasawuf. Jika dipaksa memakai pa-
kaian buruk pasti tingkahnya seperti binatang yang di-
sembelih karena martabatnya akan cepat jatuh di mata
orang-orang kaya. Kalau dipaksa memakai pakaian su-
tera, pakaian dari bulu, pakaian hijau yang bersinar,
dan pakaian yang harganya cukup mahal pasti mereka
sangat takut kedudukannya akan jatuh di mata ahli sufi
lantaran akan dikatakan bahwa ia telah meninggalkan
zuhud.

Keempat, riya dalam ucapan, yaitu riya yang dilakukan oleh


ahli nasihat dan ahli memperingatkan. Misalnya:
1. Membuat indah suaranya dan memberi semangat.
2. Mengucapkan kata-kata hikmah, hadits, dan ucapan
ulama salaf dengan suara pelan dan menampakkan ke-
susahan; padahal batinnya sunyi dari kebenaran dan
keikhlasan.
3. Mengaku hafal hadits dan bertemu dengan guru-guru
atau para ulama.
4. Cepat-cepat mengatakan tentang hadits bahwa hadits
itu sahih atau lemah supaya disangka bahwa ilmunya
deras.
5. Menggerakkan kedua bibir dengan dzikir, amar makruf
dan nahi mungkar di hadapan umum; padahal hatinya
kosong dari rasa terkejut terhadap kemaksiatan.
6. Menampakkan rasa marah terhadap kemungkaran dan
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
124
penyesalan terhadap kemaksiatan; padahal hatinya ko-
song dari rasa sakit terhadapnya.

Kelima, riya dengan amal, seperti:


1. Memperlama berdiri waktu salat, memperbagus rukuk
dan sujud, serta menghentakkan kepala dan memperse-
dikit melirik.
2. Bersedekah, berpuasa, berhaji, berjalan seraya menun-
duk dan membiarkan tangan terjuntai padahal Allah
mengetahui batinnya bahwa apabila dalam keadaan
sepi pasti tidak melakukan sesuatu dari yang tersebut.
Bahkan mempermudah salat dan berjalan cepat. Terka-
dang ia berlaku demikian waktu berjalan, tetapi kalau
ia merasa dilihat orang lain, maka ia kembali tenang su-
paya disangka khusyuk.

Keenam, riya dengan kolega, misalnya:


1. Riya dengan banyaknya murid, teman, dan banyaknya
menyebut para ulama supaya disangka bahwa dirinya
banyak bertemu dengan para ulama yang banyak.
2. Senang didatangi para ulama dan pejabat supaya dika-
takan bahwa ia termasuk orang yang mendapat berkah
dari kedatangan itu.

Ini semua adalah hal yang dipamerkan dalam agama. Ma-


sing-masing perbuatan tersebut adalah haram, bahkan ter-
masuk dosa besar. Adapun mencari kedudukan di hati ma-
nusia dengan perbuatan yang bukan ibadah dan amal ke-
agamaan tidak haram selama di dalamnya tidak terdapat
tipuan sebagaimana yang telah disebutkan dalam bahasan
tentang mencari kedudukan atau pangkat.

Para ahli dunia terkadang mencari kedudukan atau pang-


kat dengan banyaknya harta, anak buah, pakaian yang in-
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
125
dah lagi mewah serta menjaga rambut, ilmu kedokteran,
ilmu hitung, ilmu nahwu, ilmu bahasa dan lain sebagainya.
Perbuatan tersebut tidak haram selagi tidak sampai menya-
kiti orang lain karena takabur dan sampai kepada akhlak
yang tercela.

Imam al-Ghazali menyebutkan rinci bagian-bagian riya ka-


rena riya merupakan sebagian besar dari akhlak tercela
yang menonjol dalam diri manusia. Dengan demikian, di-
harapkan hal tersebut dapat dihindari. Hal ini dengan
asumsi bahwa siapa saja yang tidak mengenal kepada keja-
hatan dan tempat-tempatnya, maka ia tidak mungkin un-
tuk dapat menghindarinya.

Kejahatan riya
Ada beberapa tingkat kejahatan riya yang berkaitan de-
ngan keagamaan dan ibadah. Tingkat pertama adalah riya
yang tidak haram karena tidak bermaksud untuk dikata-
kan sebagai orang wirai dan saleh, misalnya dalam hal:
1. Orang yang memakai pakaian bagus untuk bepergian
berbeda dengan yang dipakai di rumah.
2. Orang yang membelanjakan harta untuk jamuan ma-
kan.
3. Orang kaya yang membelanjakan harta agar dikatakan
dermawan.

Riya pada tingkatan seperti tersebut tidak haram karena


usahanya dalam memiliki atau menguasai hati orang lain
seperti usahanya memiliki harta. Sekedar berlaku riya sedi-
kit dalam hal tersebut termasuk hal yang baik dan berman-
faat, tetapi jika banyak dapat melengahkan kepada meng-
ingat Allah sebagaimana harta yang banyak. Terlebih lagi
jika riya yang dilakukan semacam itu didorong oleh ke-
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
126
inginan untuk memperluas kehormatannya, maka akan
membawa kepada kelalaian dan kemaksiatan. Karena itu,
hal-hal yang seperti itu perlu dihindarkan.

Tingkat kedua adalah riya yang diharamkan, misalnya mela-


kukan seperti hal tersebut di atas, yaitu memakai pakaian
bagus untuk bepergian yang berbeda dengan yang dipakai
di rumah, dan sebagainya, namun dimaksudkan agar
orang percaya bahwa dirinya taat agama dan wirai. Keha-
ramannya disebabkan oleh kefasikan dan maksiat yang
dilakukan, yaitu:
1. Jika seseorang ingin agar orang lain meyakini bahwa ia
seorang yang ikhlas, taat kepada Allah, dan cinta aga-
ma maka sungguh ia telah menipu. Kalau ia berniat se-
perti ini maka ia menjadi orang yang fasik dan terkutuk
di sisi Allah.
2. Jika sekiranya seseorang menyerahkan uang kepada se-
jumlah orang dan berangan-angan agar orang menju-
lukinya sebagai dermawan padahal uang tersebut ada-
lah pinjaman, maka ia telah berbuat maksiat. Hal terse-
but disebabkan ia menyerupakan diri atau menipu
meskipun ia tidak menuntut diyakini sebagai orang
yang baik, lantaran ia memiliki atau menguasai hati de-
ngan berpura-pura atau menipu. Perbuatan semacam
ini adalah haram.

Tingkat ketiga adalah riya yang termasuk syirik, yaitu jika


dalam beribadah kepada Allah seseorang bermaksud kepa-
da makhluk Allah. Perbuatan semacam ini berarti meng-
ejek Allah. Perumpamaannya adalah seperti orang yang
menghadap seorang raja dalam rangka memenuhi tugas
kewajiban atau berkhidmat, tetapi orang tersebut bertujuan
lain yaitu ingin memperhatikan para pelayan wanita. Pikir-
kanlah, apa kira-kira yang akan diterimanya dari raja se-
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
127
bagai balasan ejekannya kepada raja tersebut? Jika sese-
orang beribadah bermaksud kepada makhluk, berarti ia te-
lah berkeyakinan bahwa makhluk itu lebih mampu mem-
beri manfaat dan kemelaratan kepada dirinya dari pada
Allah. Karena kebesaran makhluk telah ada dalam hati se-
seorang, maka akan mengajak untuk memperindah ibadah-
nya kepada Allah di sisi makhluk tersebut. Di sinilah riya
disebut dengan “syirik kecil”.

Dosa riya dapat meningkat menurut kadar kerusakan mak-


sud dan niat. Ada sebagian orang yang riya semata-mata
untuk mencari kedudukan atau kehormatan. Sebagian lain
bermaksud agar diserahi harta peninggalan, wakaf, atau
harta anak yatim dengan niat supaya dapat bersenang-
senang dengan harta tersebut secara berkhianat. Maksud
dan niat seperti itu pasti lebih jahat. Sebagian yang lain ber-
buat riya dengan bermaksud kepada wanita dan anak-anak
agar ia dapat menikmati kemaksiatan atau memperbanyak
uang guna membeli minuman keras atau membiayai mu-
sik. Kejahatan tersebut adalah yang paling besar, sebab ia
jadikan ibadahnya kepada Allah sebagai alat untuk men-
durhakai-Nya. Na‟udzu billah min dzalik.

Daya dorong riya


Riya dapat menjadi besar dan dosanya menjadi besar pula
disebabkan oleh perbedaan tujuan yang mendorongnya.
Motivasi yang berbeda tersebut dapat memperbesar hal
yang dipamerkan akibat kekuatan dari maksud riya. Hal-
hal yang dipamerkan ada tiga gradasi yaitu berat, sedang,
dan ringan.

Tingkatan yang berat adalah jika yang dipamerkan meru-


pakan pokok-pokok keimanan. Misal orang munafik yang
menampakkan dirinya sebagai seorang muslim padahal
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
128
hatinya tidak Islam, atau orang atheis dan orang yang tidak
mempunyai pendirian (plintat plintut) yang menampakkan
dirinya sebagai seorang yang selalu beriman padahal hati-
nya kosong dari keimanan. Tingkatan sedang adalah riya
terhadap pokok-pokok ibadah seperti orang yang salat dan
mengeluarkan zakat di muka orang, padahal Allah menge-
tahui batinnya bahwa jika ia sendirian tidak akan melaku-
kan hal itu. Tingkatan yang ringan ialah riya terhadap hal-
hal yang sunnah, bukan hal-hal yang wajib. Misal orang
memperbanyak ibadah sunnah, memperbagus perlilaku
ibadah fardlu, mengeluarkan zakat dengan harta yang pa-
ling baik, mengerjakan salat tahajud, berpuasa hari Arafah
dan Asyura; sedangkan Allah mengetahui batinnya bahwa
jika ia sendirian pasti tidak melakukan satu pun dari hal
tersebut. Hal seperti ini juga haram meskpun tidak menda-
tangkan siksa yang berat sebagaimana riya terhadap po-
kok-pokok ibadah.

Besarnya riya sebab tujuan ialah jika sesuatu perbuatan di-


kerjakan semata-mata hanya untuk pamer. Misalnya sese-
orang mengerjakan salat tanpa bersuci, atau berpuasa keti-
ka ada orang lain sedangkan jika sendirian ia batalkan pua-
sanya. Perbuatan seperti ini terkadang ditambahkan mak-
sud ibadah, yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga:
1. Niat ibadah merupakan dorongan tersendiri. Meskipun
ia sendirian, ia tetap melaksanakan ibadah tersebut. Te-
tapi bila dilihat atau disaksikan oleh orang lain menjadi
bertambah semangat. Dengan demikian semangat ber-
ibadah kuat atau lemah bergantung kepada penyaksian
orang. Semoga kadar riya demikian tidak menghapus
amal perbuatannya, bahkan sah dan mendapat pahala.
Sekiranya Allah akan menyiksa, semoga karena mak-
sud riya tersebut atau cukup dengan mengurangi paha-
lanya.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
129
2. Niat berbuat ibadah lemah. Orang seperti ini tidak akan
berbuat ibadah jika tidak ada orang yang menyaksikan.
Jika seandainya ia ternyata melakukan ibadah karena
disaksikan oleh orang lain, maka ibadahnya tidak sah.
Niat ibadah yang lemah tidak akan meniadakan kutuk-
an yang hebat.
3. Niat berbuat ibadah dan pamer sama kuat. Dalam kon-
disi seperti ini perbuatan ibadah tidak akan terwujud
oleh salah satu dari kedua niat tersebut. Ibadah terlak-
sana karena keduanya. Jika demikian, ia berarti mela-
kukan perbaikan dan perusakan dalam satu hal. Secara
normal, orang tidak menyerahkan kepala untuk men-
dapatkan kepala. Dengan kata lain, jika kedua niat sa-
ma maka yang satu sebagai ganti lainnya. Padahal
Allah berfirman dalam hadits qudsi,
ّ ِ ُ‫ػ ِٖ ا‬
‫ش ْش ِى‬ ِ ٤َ ِ٘‫ َ ْؿ‬٧ْ‫ ا‬٠َ٘‫أََٗب أ َ ْؿ‬َٝ
َ ‫بء‬
Aku adalah yang paling tidak memerlukan persekutuan.189

Allah tidak akan menerima amal yang disertai riya dan ti-
dak pula akan memberi pahala atasnya. Jika dikatakan bah-
wa Allah akan menyiksa seseorang atas perbuatan riya,
maka Imam al-Ghazali berpendapat bahwa hal tersebut
tergantung pada dorongan yang lebih kuat, dan yang me-
ngetahui hal itu hanya Allah. Tak seorang manusia yang
bersih dari perbuatan dosa atau terhindar dari siksa kecuali
nabi.

Jenis riya
Ada tiga macam riya, yaitu: jelas, samar, dan sangat samar.
Riya yang tersamar diibaratkan kesamarannya melebihi ke-
samaran semut hitam di malam kelam. Riya yang jelas ya-

189Dikeluarkan oleh Ahmad, Muslim dan Ibn Majah dengan sanad


sahih
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
130
itu riya yang mendorong terwujudnya sesuatu perbuatan.
Tanda riya semacam ini adalah ada rasa senang ketika me-
lakukan perbuatan.

Riya yang samar yaitu riya yang tidak mampu mewujud-


kan perbuatan, tetapi menambah senang dalam melakukan
perbuatan. Orang yang riya seperti ini tandanya akan le-
mah semangatnya jika melakukan perbuatan tanpa ada un-
sur riya. Misal, orang yang melakukan salat tahajud ber-
tambah semangatnya ketika ia mempunyai tamu. Hal yang
lebih samar adalah tidak menambah semangat tahajudnya,
tetapi apabila ia sedang atau telah melakukan salat tahajud
lalu dilihat orang lain timbul rasa gembira dan dalam diri-
nya terdapat rasa puas. Ini menunjukkan bahwa riya terse-
but berada di tengah-tengah hati sebagaimana terpendam-
nya api di bawah rasa cinta. Rasa senang terbuka tatkala
disaksikan, sedangkan hatinya telah lupa terhadap kecinta-
an itu.

Riya yang tersamar, yaitu orang yang melakukan perbu-


atan tidak merasa senang dengan dilihat oleh orang, tetapi
timbul rasa riya ketika perbuatannya hampir selesai. Ia me-
rasa heran terhadap orang yang berbuat jahat kepadanya,
tidak mau bertoleransi dalam muamalah, dan tidak mau
menghormatinya. Hal itu menunjukkan bahwa amal per-
buatannya ditujukan kepada manusia, seolah-olah ia mem-
berikan penghormatan kepada manusia dengan perbuatan
ibadah namun menyembunyikan rasa riya terhadap manu-
sia. Hanya orang-orang sidik yang dapat terhindar dari
riya tersamar. Riya yang tersamar pun dosa, dan dikhawa-
tirkan dapat menghapus pahala amal perbuatannya.

Bergembira dalam melakukan perbuatan sebab disaksikan


oleh orang lain memang diperbolehkan jika kesenangannya
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
131
ditujukan kepada Allah, karena Allah telah menampakkan
keindahan dan menutupi keburukan dari dirinya sementa-
ra ia bermaksud menutupi keduanya. Jadi kesenangan ter-
sebut adalah terhadap kelembutan perbuatan Allah dan ka-
bar gembira dari Allah kepadanya, yaitu sebagaimana
Allah membaguskan pekerjaan-Nya di dunia, demikian
pula Ia akan berbuat di akhirat. Dapat pula terjadi, bahwa
kesenangannya dimaksudkan agar diikuti oleh orang yang
melihatnya, atau orang yang melihat akan mentaati Allah
sebab pujiannya kepada Allah. Tanda kesenangan yang di-
perbolehkan seperti ini adalah ia juga senang jika melihat
orang lain yang diharapkan mengikutinya melakukan iba-
dah serupa.

Orang yang berhati-hati berupaya untuk menutup pintu


riya dan mengenyahkannya dari batin. Cara yang dilaku-
kan antara lain dengan menghindarkan diri dari berbuat
seperti disebutkan di atas dan menyembunyikan ibadah-
nya serta memerangi hawa nafsunya.

Orang yang tergolong sebagai jajaran para ulama pun ma-


sih perlu berhati-hati dalam hal riya agar di hari kiamat
mendapat pahala dari amal ibadahnya. Sayidina Ali karro-
mallahu wajhah berkata, “Sesungguhnya Allah Azza Wa
Jalla berfirman kepada para ulama pada hari kiamat, “Tia-
dakah Allah meringankan lapar atasmu? Tiadakah kamu
memulai memberi salam? Tiadakah semua hajatmu telah
terpenuhi? Sama sekali tak ada pahala bagimu sebab paha-
lamu telah dicukupi.”

Kiat yang dapat dilakukan oleh seseorang agar terhindar


dari riya menurut al-Ghazali adalah ikhlas. Upaya yang di-
lakukan agar orang dapat berbuat ikhlas adalah mengang-
gap semua orang sebagai binatang dan anak-anak. Ini ber-
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
132
arti bahwa dalam beribadah janganlan seseorang membe-
dakan apakah ada orang atau tidak, apakah mereka meli-
hat kamu atau tidak, apakah mereka memperhatikan iba-
dahmu atau tidak. Adakah orang yang senang dipuji atau
puas karena pamer ibadahnya kepada binatang? Jika demi-
kian, maka kita harus ridla dan mencukupkan diri hanya
dengan diketahui oleh Allah saja. Kita harus mencari paha-
la dari Allah, sebab Allah tidak akan menerima amal ke-
cuali dari orang yang ikhlas. Dengan demikian kita tidak
tercegah untuk mendapatkan manfaat dalam waktu-waktu
yang paling kita perlukan.

Pengaruh riya pada amal perbuatan


Bagaimana kalau ada orang yang berkata, “Aku tak mam-
pu untuk melepaskan riya yang samar seperti yang dijelas-
kan oleh Imam al-Ghozali tadi. Namun aku sanggup jika
melepaskan riya yang jelas. Apakah ibadahku sah?”

Dalam hal ini kita harus mengetahui bahwa dalam setiap


perbuatan selalu datang rasa riya. Kedatangannya dapat
terjadi pada awal, atau pada waktu berlangsung, bahkan
setelah perbuatan selesai. Bila riya datang pada waktu per-
mulaan perbuatan sehingga menjadi dorongan yang mem-
beri bekas terlaksananya perbuatan, maka riya tersebut
membatalkan dan mencegah keabsahan amal. Karena itu
dalam memulai perbuatan kita diwajibkan ikhlas.

Sebenarnya amal menjadi batal karena riya yang mendo-


rong kepada pangkal amal. Menurut Imam al-Ghazali bila
riya hanya berfungsi untuk mempercepat terlaksananya
perbuatan pada waktu memulai, hanya Allah yang menge-
tahui hakekatnya, maka amal tersebut sah. Misalnya dalam
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
133
hal salat. Hanya saja fadlilah atau keutamaan dari memper-
cepat mengerjakan salat hilang. Orang yang melakukan sa-
lat berarti maksiat kepada Allah sesuai dengan riya yang
dilakukan, namun kewajiban melakukan salat telah gugur.

Bila rasa riya datang pada waktu perbuatan berlangsung


sehingga membatalkan dorongan yang semula, maka hal
tersebut membatalkan amal. Misal di tengah-tengah mela-
kukan salat tiba-tiba riya datang atau mengalihkan perhati-
an seperti teringat telah lupa akan sesuatu yang andaikata
ia sendirian pasti dibatalkan salatnya. Tetapi karena malu
kepada orang lain ia terpaksa menyempurnakan salatnya.
Dalam hal ini penyelesaian salat tidak menggugurkan ke-
wajibannya sebab niat salat dan dorongan ibadahnya telah
terputus. Jika niatnya tidak terputus namun kesadarannya
terkalahkan sehingga ia tidak sadar, misalnya hatinya sa-
ngat senang karena dilihat oleh orang yang baru datang
lalu dorongan ibadahnya terlupakan, maka salatnya rusak.
Oleh al-Ghazali ditambahkan bahwa kondisi tersebut jika
ketidaksadaran berlangsung sampai seseorang menyelesai-
kan satu rukun dan dorongan asal belum kembali ke dalam
kesadarannya.

Bagaimana jika riya datang pada waktu berniat memulai


ibadah dan tidak menghilangkan kesadaran dirinya dari
dorongan ibadah, semata-mata kesenangan dalam beriba-
dah bertambah, dan tidak berpengaruh kepada pelaksana-
an ibadah kecuali hanya memperbagus saja? Al-Ghazali
mempunyai dugaan yang kuat bahwa ibadahnya tidak ru-
sak dan kewajibannya tertunaikan.

Riya yang datang setelah selesai menunaikan salat, misal-


nya dengan menyebut-nyebut atau memamerkannya, tidak
mempengaruhi kepada salat yang telah dilakukan. Namun
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
134
orang tersebut maksiat kepada Allah dan berdosa. Siksa
yang akan diterima disesuaikan dengan kadar memamer-
kannya. Meskipun yang tampak pada dirinya adalah do-
rongan menyebutkan ibadah, baik dengan terus terang
maupun dengan sindiran, hal tersebut menunjukkan bah-
wa riya tersembunyi dalam batinnya.

Cara mengobati riya


Setelah mengetahui hakekat riya dan kadar riya yang ma-
suk dalam amal ibadah, kita harus bersungguh-sungguh
dalam mengobati jiwa agar dapat terhindar dari riya. Cara
pengobatannya adalah dengan menolak penyebab utama
yang mendorong seseorang berbuat riya, yaitu senang pu-
jian, takut celaan, dan tamak.

Pertama, riya yang disebabkan karena senang pujian. Orang


yang riya karena senang pujian misalnya maju ke garis ter-
depan dalam medan pertempuran agar dikatakan bahwa ia
seorang pemberani, atau orang yang menampakkan iba-
dahnya agar dikatakan bahwa ia seorang wirai. Cara peng-
obatannya seperti mengobati gila pangkat, yaitu menyadari
bahwa pangkat adalah kesempurnaan tipuan, bukan ke-
sempurnaan sejati. Dalam riya, cara pengobatannya lebih
khusus, yaitu:
1. Mengikrarkan kepada dirinya tentang kemudlaratan-
nya. Meskipun madu terasa lezat, namun jika diberi
tahu bahwa di dalamnya terdapat racun pasti orang
mudah meninggalkannya.
2. Menegaskan kepada dirinya bahwa pada hari kiamat
akan dipanggil lantaran riya yang dilakukan dengan
panggilan, “Hai orang yang durhaka, hai orang yang
sesat, Engkau telah mengejek Allah Yang Maha Agung,
Engkau telah memperhatikan manusia, Engkau telah
mencintai manusia, Engkau telah membeli pujian ma-
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
135
nusia dengan celaan Allah, Engkau telah mencari keri-
dlaan manusia dengan murka Allah, tidakkah sese-
orang itu lebih berat atasmu dari pada Allah?” Andai-
kata tak ada siksa lain kecuali hinaan dan dipermalu-
kan dengan panggilan tersebut, pasti sudah cukup un-
tuk menahan diri dari riya. Apalagi jika masih diberi
siksaan lain dan terhapusnya amal ibadah! Hal yang
lebih memberatkan lagi adalah jika setelah ditimbang
amal buruk dan amal baiknya ternyata amal buruknya
lebih berat hingga menjadi penyebab kecelakaannya.

Kedua, riya yang disebabkan takut celaan manusia. Peng-


obatannya adalah dengan cara:
1. Menegaskan kepada dirinya bahwa celaan manusia ti-
dak akan membuatnya melarat bila ia terpuji di sisi
Allah Azza Wa Jalla serta tidak menentang celaan dan
murka Allah.
2. Sadar bahwa seandainya orang tahu yang ada di dalam
batinnya berupa tujuan riya, pasti orang akan mengu-
tuknya. Sedangkan Allah tidak rela kecuali membuka
rahasianya, sehingga orang lain mengetahui kepalsuan
lalu mengutuknya setelah dikutuk oleh Allah.
3. Ikhlas dengan memalingkan hatinya dari manusia, pan-
dangannya hanya ditujukan kepada Allah semata. De-
ngan demikian Allah akan membuka keikhlasan hati-
nya kepada orang lain sehingga mereka mencintainya.

Ketiga, riya yang disebabkan oleh tamak. Cara pengobatan-


nya:
1. Menyadari bahwa tamak adalah perbuatan menyang-
ka, sedangkan kerelaan Allah adalah pasti.
2. Menyadari bahwa hanya Allah yang menguasai selu-
ruh hati manusia.
3. Menyadari bahwa orang yang tamak tidak terbebas da-
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
136
ri hinaan.
4. Menyadari bahwa berpaling dari tamak terhadap
makhluk akan dicukupi oleh Allah, dan Allah akan
menggerakkan semua hati untuk dia.
5. Menyadari bahwa kenikmatan akhirat dan derajat ting-
gi akan terlepas jika berbuat riya. Karena itu ia paling-
kan hatinya dari tamak terhadap manusia dan bercita-
cita hanya untuk akhirat, pasti cahaya keikhlasan ter-
pancar dari hatinya lalu Allah akan mengulurkan per-
tolongan dan bimbingan-Nya.

Riya yang spontan muncul


Dengan menggunakan berbagai cara pengobatan riya, sese-
orang dapat yakin dan sadar untuk menghindarkan diri
dari riya. Tetapi kadangkala rasa riya datang dengan tiba-
tiba ketika melakukan suatu perbuatan ibadah, khususnya
ketika dilihat oleh orang lain. Bagaimana cara mengobati
hal demikian?

Resep yang diberikan oleh Imam al-Ghazali adalah dengan


menyembunyikan ibadah sebagaimana kita sembunyikan
perbuatan keji kita. Di situlah terdapat keselamatan. Ilus-
trasi dalam menyikapi resep tersebut adalah riwayat ten-
tang sebagian sahabat dari Abi Hafs al-Haddad190 yang
mencela dunia dan ahli dunia. Kata Abi Hafs kepada mere-
ka, “Kau telah menampakkan sesuatu yang mestinya harus
kau rahasiakan. Karena itu janganlah kau datang kepadaku
setelah ini.”

190Abu Hafs „Amr ibn Salama al-Haddad, seorang pandai besi dari
Naisabur, mengunjungi Baghdad dan bertemu dengan al-Junaid yang
mengagumi pengabdian. Ia juga bertemu al-Syibli dan mistikus lainnya
dari Baghdad. Kembali ke Naisabur, ia melanjutkan berdagang dan
meninggal di sana tahun 265 H.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
137
Menyembunyikan ibadah memang sukar, terutama pada
tahap permulaannya. Tetapi kalau sudah menjadi adat atau
kebiasaan, akan terasa kelezatan ibadah dalam kesunyian.
Jika sewaktu-waktu riya datang, obatilah dengan cara
memperbarui makrifat yang telah meresap di dalam hati-
mu, yaitu menyadari bahwa riya akan menghadapkan diri
pada murka Allah, sedangkan manusia tak mampu mem-
beri manfaat dan kemelaratan. Dengan demikian akan tim-
bul kebencian terhadap dorongan riya.

Memang syahwat manusia selalu mengajak untuk meneri-


ma riya dengan cara memperbagus amal dan senang kepa-
danya. Sedangkan kebencian terhadap riya akan mengajak
untuk berpaling dan menolaknya. Tenaga manusia akan
tergerak mengikuti dorongan yang lebih kuat. Karena itu,
jika kebencian terhadap riya lebih kuat sehingga dapat
mencegah riya dalam melakukan ibadah, dengan perkata-
an lain bahwa ibadah tak akan bertambah dan berkurang
karena riya, atau tidak memaksa timbul perbuatan dan tak
tampak efeknya, maka seseorang terselamatkan dari riya.
Ia tidak dipaksa untuk berbuat lebih dari itu.

Menolak kekhawatiran dan tabiat yang cenderung kepada


ucapan orang tidak termasuk kewajiban kita untuk meno-
laknya. Sebab puncak dari tuntutan kewajiban adalah
membenci dan tidak rela terhadap penerimaan dorongan
riya.

Taat boleh ditampakkan


Memperlihatkan ketaatan diperkenankan dengan maksud
agar diikuti oleh orang lain dan untuk menimbulkan kese-
nangan orang lain kepada ketaatan. Hal ini diperbolehkan
jika niatnya benar dan tidak disertai oleh syahwat yang sa-
mar. Tanda niat yang benar adalah jika seseorang mampu
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
138
untuk tidak senang memperlihatkan ketaatannya ketika
orang lain telah mengikuti dan telah senang terhadap keta-
atan, lagi pula sudah diberi tahu bahwa pahala terletak da-
lam merahasiakan perbuatannya.

Sebaliknya, jika hatinya lebih cenderung agar dirinya men-


jadi ikutan, maka jelas di dalam hatinya terdapat dorongan
riya. Sebab seandainya ia mencari kebahagiaan dan kesela-
matan orang lain, maka hal itu telah berhasil dengan orang
lain yang telah mengikuti. Adapun kecenderungan hatinya
tidak memberi manfaat kecuali menampakkan dirinya.

Menyembunyikan perbuatan maksiat dan dosa juga diper-


bolehkan dengan syarat tidak bertujuan untuk diyakini se-
bagai orang yang wirai atau diyakini sebagai bukan orang
fasik. Merasa senang dengan perbuatan maksiat yang dila-
kukan tertutup dan sedih jika kemaksiatan tersebut terung-
kap adalah diperbolehkan. Mungkin kesenangannya ditu-
jukan kepada tutup Allah atas kemaksiatannya, dan mung-
kin senang karena dapat memenuhi perintah Allah dalam
hal merahasiakan perbuatan maksiat dan tidak berterang-
terangan melakukan maksiat.

Orang yang menyembunyikan kemaksiatan terkadang di-


sebabkan oleh ketidaksenangan dicela orang lain sehingga
merasa sakit hati. Dalam hal ini orang tersebut tidak diha-
ramkan karena tabiat manusia memang demikian. Namun
yang diharamkan adalah jika ia senang pujian orang lain
karena perbuatan ibadahnya. Pujian terhadap ibadah iba-
ratnya adalah upah yang diambil dari ibadah tersebut.

Sikap orang yang berbuat maksiat memang berlainan. Ada


orang yang takut bermaksud jahat jika perbuatan maksiat-
nya diketahui oleh orang lain. Ia malu kalau perbuatan
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
139
maksiatnya dilihat. Rasa malu seperti ini bukan riya, tetapi
terkadang bercampur dengan riya. Analog, ada orang yang
meninggalkan perbuatan taat lantaran takut kalau berbuat
riya dalam perbuatan taat tersebut. Namun alasan ini tidak
dapat dibenarkan.

Fudlail191 berkata, “Riya adalah meninggalkan amal karena


takut terhadap riya. Amal perbuatan yang dilakukan kare-
na manusia disebut syirik. Orang wajib melakukan amal
kebajikan dan berbuat ikhlas. Lain halnya dengan perbuat-
an yang bersangkut paut dengan orang lain seperti meme-
nuhi hajat, menjadi imam, atau memberi nasihat. Jika orang
yang akan melakukan mengetahui bahwa dirinya sesudah
melakukan tidak dapat menguasai dirinya sendiri dan cen-
derung untuk mengikuti dorongan hawa nafsunya, maka

191 Nama lengkapnya al-Fudhail bin „Iyadh, dilahirkan di Samarqand,


dibesarkan di Abi Warda, Khurasan, usianya mencapai 80 tahun dan
wafat di Makkah pada Muharram 187 H. Dalam Siyar A‟lam al-Nubala
dari al-Fadhl bin Musa, disebutkan bahwa dulunya beliau adalah pe-
nyamun di daerah antara Abu Warda dan Sirjis, kemudian Allah mem-
berikan petunjuk sebab mendengar sebuah ayat al-Quran. Beliau terpi-
kat oleh seorang wanita, dipanjatlah tembok guna melaksanakan has-
ratnya. Tiba-tiba didengar ayat:
َ َ ‫ا ْاُ ٌِز‬ُٞ‫ر‬ْٝ ُ ‫َْٖ أ‬٣‫ا ًَبَُّ ِز‬ُْٞٗٞ ٌُ ٣َ َ٫َٝ ‫ن‬
َُ ‫بة ِٓ ْٖ َه ْج‬ ِ ّ ‫ َٓب َٗضَ ٍَ ِٓ َٖ ْاُ َؾ‬َٝ ِ‫ ْْ ُِ ِز ًْ ِش هللا‬ُٜ ُ‫ث‬ْٞ ُُِ‫ش َغ ه‬ َ ‫ا أ َ ْٕ ر َْخ‬َُٞ٘ٓ ‫َْٖ آ‬٣‫ؤ ْ ِٕ َُِِّ ِز‬٣َ ْْ ََُ‫أ‬
َْٕٞ ُ‫ ْْ كب َ ِعو‬ُٜ ْ٘ ِٓ ‫ ٌْش‬٤‫ ًَ ِض‬َٝ ْْ ُٜ ُ‫ث‬ْٞ ُُِ‫ذ ه‬
ْ ‫غ‬َ َ‫ َ َٓذُ كَو‬٧ْ‫ ُْ ا‬ِٜ ٤ْ َِ‫ػ‬
َ ٍَ ‫طب‬ َ َ‫ك‬
Belumkah datang waktunya bagi orang–orang yang beriman untuk tunduk
hatinya guna mengingat Allah serta tunduk kepada kebenaran yang telah
turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang–orang yang
sebelumnya telah turun al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang
panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasiq. (Al Hadid: 16).

Diurungkan niatnya dan ketika tengah berlindung, sekelompok orang


yang sedang lewat berkata, “Kita jalan terus sampai pagi, karena biasa-
nya al-Fudhail menghadang kita di jalan ini.” Beliau bertaubat lalu
tinggal di Baitul Haram, tidak memberi makan keluarga kecuali yang
halal.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
140
ia wajib berpaling dan melarikan diri dari perbuatan di-
maksud. Lebih-lebih jika yang mendorong semata-mata
niat riya, maka amal tersebut tidak sah dan wajib diting-
galkan.”

Bagaimana jika sedang melakukan perbuatan ada sekelom-


pok orang datang lalu ia khawatir kalau dirinya berbuat ri-
ya? Dalam hal ini ia tidak patut meninggalkan perbuatan
tersebut, tetapi hendaknya menyelesaikan perbuatannya
sambil berjuang memerangi dorongan riya yang muncul.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
141

PENUTUP

K
ita telah mengetahui bahwa akhlak yang tercela cu-
kup banyak. Namun pokok-pokoknya kembali ke
dalam 10 induk sebagaimana telah dituturkan da-
lam bab 1 sampai dengan bab 10. Orang tidak cukup hanya
membersihkan hatinya dari sebagian dari akhlak tercela,
tetapi harus membersihkannya dari seluruhnya.

Tempat Akhlak Bertumpu


Jika seseorang membiarkan salah satu dari akhlak tercela
bersemayam dan menguasai dirinya, maka akhlak yang sa-
tu itu akan mengajak dirinya untuk melakukan akhlak ter-
cela lainnya. Akhlak yang tercela tidak hanya berkait satu
dengan yang lain, melainkan yang satu menimbulkan yang
lainnya. Orang tidak akan dapat selamat dari akhlak terse-
but kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati
yang selamat.

Keselamatan yang mutlak tidak akan dapat diperoleh


dengan menolak sebagian dari akhlak yang tercela, tetapi
harus dengan menolak seluruhnya. Kecantikan seseorang
tidak akan dapat dihasilkan hanya dengan kecantikan se-
bagian anggota badan saja tanpa kecantikan seluruh ang-
gota badan dan akhlak yang baik. Rasulullah saw bersab-
da,
ِ َ‫ْض‬٤ِٔ ُ‫ ْا‬٢‫ػ ُغ ِك‬
َ ‫إ ُخُِ ٌن َؽ‬
ٌٖ ‫غ‬ َ ُْٞ ٣ ‫أَصْوَ َُ َٓب‬
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
142
Seberat-berat barang yang diletakkan pada timbangan di
hari kiamat adalah akhlak yang baik.192 Sabdanya pula,
ِ ٌَ َٓ َْ َّٔ ِ ‫ُر‬٧ِ ُ‫ثُ ِؼضْذ‬
ِ َ٬‫ َ ْخ‬٧ْ‫بس َّ ا‬
‫م‬
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia.193

Ketika Nabi saw ditanya oleh sahabatnya, “Apakah yang


disebut agama?” Jawab Nabi,
َ ‫“ ْاُ ُخُِ ُن ْاُ َؾ‬
” ُٖ ‫غ‬
Akhlak yang baik. 194

Akhlak yang baik adalah akhlak Allah sebagaimana


sabdanya,
ِ ُِ‫” ُؽغ ُْٖ ْاُ ُخ‬
َ ‫ َ ْػ‬٧ْ‫ن ُخُِ ُن هللاِ ا‬
” ِْ ‫ظ‬
Akhlak yang baik adalah akhlak Allah Yang Maha Agung.195

Nabi menyatakan,
” ‫خُِوًب‬ َ ْ‫ َٔبًٗب أَؽ‬٣ْ ِ‫َْٖ ا‬٤ِِ٘ٓ ْ‫ؼ َُ ْاُ ُٔئ‬
ُ ْْ ُٜ ُ٘‫غ‬ َ ‫”أ َ ْك‬
Sesempurna iman orang mukmin adalah sebaik-baik akhlak mere-
ka.196

Telah banyak pembahasan tentang hakekat akhlak serta ke-


terangan dan definisinya. Sebagian besar mengemukakan
tentang buah dari akhlak, namun pembahasannya tidak
meliputi seluruh rincian akhlak. Sesuatu yang nampak dari
hakekat akhlak adalah pengertian terhadap akhlak.

192 HR Abu Dawud dan al-Turmudziy, dinyatakan hasan sahih


193 HR Ahmad, al-Bayhaqiy, al-Hakim dan disahihkan; serta riwayat
Malik dalam al-Muwaththa‟ serta al-Thabraniy
194 Dikeluarkan oleh Muhammad bin Nashr, mursal
195 Dikeluarkan oleh al-Thabraniy dalam al-Awsath dari Imar bin Yasar

dengan sanad dlaif


196 HR Ibn Majah dan al-Hakim, dan dikeluarkan oleh Abu Dawud, al-

Turmudziy, dan al-Nasaiy dengan kata َْٖ٤ِ٘ ِٓ ْ‫أ َ ًْ َٔ َُ ْاُ ُٔئ‬


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
143

Gambaran terhadap akhlak ada dua macam, yaitu akhlak


sebagai bentuk gambaran lahir dan sebagai bentuk gam-
baran batin. Hal ini disebabkan manusia terdiri dari jasad
yang dapat dicapai dengan pandangan mata, dan dari ruh
serta jiwa yang hanya dapat dicapai dengan mata hati. Ma-
sing-masing dari keduanya, yaitu jasmani dan rohani, me-
miliki tingkah baik dan buruk. Sedangkan jiwa yang dapat
dicapai dengan mata hati memiliki kekuasaan yang lebih
besar. Karena itu Allah swt menyandarkan jiwa kepada
Dzat-Nya dan menyandarkan badan jasmani kepada tanah.
Firman-Nya,
ِ ‫ ِٖٓ ُّس‬ِٚ ٤ِ‫َٗلَ ْخذُ ك‬َٝ ُ‫ۥ‬ُٚ‫ز‬٣ْ َّٞ ‫ع‬
٠‫ؽ‬ٝ ٍ ٍۢ ‫ ُِ ٍۢ ٌن ثَش ٍۭ ًَشا ِ ّٖٓ ِؽ‬ٟ‫ َؿ‬٠ِّٗ ‫ِا‬
َ ‫ٖ كَبِرَا‬٤
Sungguh Aku yang menciptakan manusia dari tanah. Setelah
Aku sempurnakan kejadiannya, Aku tiupkan padanya dari ruh-
Ku.197

Allah telah memberi sifat kepada ruh sebagai “urusan


ketuhanan” sebagaimana firman-Nya:
٠ِّ‫ ُػ ِٓ ْٖ أ َ ْٓ ِش َسث‬ٝ‫ُش‬
ُّ ‫ػِ هُ َِ ٱ‬ٝ‫ُش‬ َ َ‫َٗي‬َُِٞٔ‫غْـ‬٣َ َٝ
ُّ ‫ػ ِٖ ٱ‬
Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh.
Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku!”198

Yang dimaksud dengan ruh dan jiwa di sini adalah dalam


arti yang satu, yaitu jauhar dari manusia yang arif dan da-
pat mencapai ilham dari Allah Taala. Hal ini ditegaskan
dalam al-Quran:
‫َبة‬ َ ‫ب كُ ُغ‬َٜ َٔ َٜ ُْ َ ‫ب كَؤ‬َٜ ‫ ٰى‬َّٞ ‫ع‬
َ ‫هَ ْذ خ‬َٝ ‫ب‬َٜ ‫ب هَ ْذ أ َ ْكَِ َؼ َٖٓ صَ ًَّ ٰى‬َٜ ‫ ٰى‬َٞ ‫ر َ ْو‬َٝ ‫َب‬ٛ‫س‬ٞ َ ‫ َٓب‬َٝ ‫َٗ ْل ٍ ٍۢظ‬َٝ
‫ب‬َٜ ‫ع ٰى‬
َّ َ‫َٖٓ د‬
Demi jiwa dan demi badan yang menyempurnakannya. Allah
memberi ilham kepada jiwa tentang durhaka dan takwanya.

197 Surat Shad ayat 70-71


198 Surat al-Isra ayat 85
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
144
Sungguh telah berbahagia orang yang menyucikannya dan sung-
guh rugi orang yang mengotorinya.199

Kecantikan lahiriah adalah komponen atau unsur yang


mengikutinya, yaitu mata, hidung, mulut, dan pipi. Secara
lahiriah, jika semua unsur tersebut tidak cantik, maka tidak
disifati dengan cantik. Demikian pula halnya dengan gam-
bar batin. Jika unsur gambar batin cantik semua, maka akh-
lak menjadi cantik. Unsur batin meliputi empat hal yaitu
kekuatan ilmu, kekuatan marah, kekuatan syahwat, dan
kekuatan adil yang berada di antara tiga kekuatan sebe-
lumnya. Apabila keempat unsur tersebut normal dan se-
imbang serta saling mengatur, maka tumbuh akhlak yang
baik.

Kriteria normalitas dari keempat hal tersebut adalah seba-


gai berikut:
1. Kekuatan ilmu. Kenormalan dan kebaikan kekuatan il-
mu adalah jika dengan kekuatan tersebut dapat dicapai
perbedaan antara kebenaran dan kedustaan ucapan,
antara kebenaran dan kebatilan keyakinan, dan antara
keindahan dan kejelekan amal perbuatan. Bila kekuatan
untuk membedakan hal-hal tersebut dapat dihasilkan,
maka berhasillah buah ilmu yang disebut dengan hik-
mah. Hikmah adalah pangkal dari keutamaan (ra‟sul fa-
dlail). Firman Allah,
ُ ُ
ُ
‫ا‬ُٞٝ‫ أ‬٥َّ ِ‫َزَّ ًَّ ُش ا‬٣ ‫ َٓب‬َٝ ۗ ‫شا‬٤ َ ِ‫ر‬ٝ‫ُئْ دَ ٱ ُْ ِؾ ٌْ َٔخَ كَوَذْ أ‬٣ َٖٓ َٝ ‫شب ٓ ُء‬
ً ٍۭ ِ‫ ٍۭ ًْشا ًَض‬٤‫ َخ‬٠ َ َ٣ َٖٓ َ‫ ٱ ُْ ِؾ ٌْ َٔخ‬٠ِ‫ُئْ ر‬٣
‫ة‬ َ ُْ َ ٧ْ ‫ٱ‬
ِ ٟ‫ت‬
Dan barang siapa yang diberi hikmah, maka sungguh ia telah
diberi kebaikan yang banyak dan tiadalah memberi peringatan ke-
cuali mereka yang mempunyai akal.)200

199 Surat al-Syamsi ayat 7-10


200 Surat al-Baqarah ayat 269
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
145
2. Kekuatan marah dan kekuatan syahwat. Kenormalan-
nya adalah jika berhasil menahan dan melepasnya me-
nurut isyarat ilmu dan syarak.
3. Kekuatan adil. Kekuatan adil dihasilkan dalam menge-
kang kekuatan marah dan kekuatan syahwat di bawah
isyarat agama dan akal. Penjelasan tentang ini adalah:
a. Akal, kedudukannya adalah sebagai “penasihat.”
b. Kekuatan adil merupakan kemampuan (qudrat), se-
dangkan kedudukannya sebagai “pelaksana” yang
menjalankan isyarat akal, marah, dan syahwat.
c. Kekuatan marah dan syahwat diibaratkan sebagai
anjing dan kuda bagi pemburu. Dari keduanyalah
terlaksana isyarat dimaksud. Bila salah satu baik se-
dangkan yang lain tidak, bak seperti anggota muka
yang baik sebagian saja sehingga sebutan “cantik”
tidak dapat digunakan untuknya. Jika semua baik
dan normal, semua akhlak akan bercabang darinya.
d. Kekuatan marah, yang dapat menjelma berbagai
macam yaitu:
1) Syaja‟ah atau pemberani, jika kekuatan marah
normal. Dari kenormalan kekuatan marah, tum-
buh akhlak lain seperti mulia, berani, tegas, le-
mah lembut, konsisten atau tetap dalam pendiri-
an, menahan marah, dan berjiwa besar.
2) Tahawwur atau ngawur, jika terlalu berlebihan.
Hasilnya adalah berani tanpa perhitungan, cong-
kak, tinggi hati, mudah marah, takabur, dan
sombong.
3) Jubnun atau pengecut, jika terlalu sedikit. Sifat
yang timbul adalah pengecut, lemah, merasa hi-
na, merasa kurang derajatnya, tidak mempunyai
semangat, lemah penjagaan terhadap isteri, dan
merasa jiwanya kecil.
e. Kekuatan syahwat, yang dapat menimbulkan berba-
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
146
gai sifat:
1) Perwira (‟iffah), jika normal. Sifat ini akan me-
numbuhkan sifat lain seperti dermawan, malu,
sabar, toleransi, ridla, menjauhi barang haram
(wara‟), menolong, cerdik, dan kurang tamak.
2) Tamak, jika berlebihan. Sifat ini menimbulkan si-
fat kurang baik lainnya, seperti loba, tamak, ce-
roboh, tak tahu malu, boros, bakhil terhadap ke-
luarga, pamer, merusak, tebal muka (rahi gedhek:
tak tahu malu, Jawa), menjilat, memaki, beren-
dah diri kepada orang kaya, dan menghina
orang fakir/miskin.
3) Impoten, jika kurang.
f. Kekuatan akal, yang dapat menimbulkan berbagai
sifat:
1) Jika normal, muncul sifat-sifat pandai mengatur,
bermurah hati, tajam pandangannya, tepat du-
gaannya, teliti dalam persoalan yang pelik, me-
nyembunyikan penyakit-penyakit jiwa.
2) Jika berlebihan, timbul sifat-sifat ingin menjeru-
muskan, memperdayakan, makar, dan mengatur
tipuan.
3) Jika kurang atau lemah, menjadi bebal, tolol, dan
mudah tertipu.

Itulah hubungan-hubungan dari akhlak. Arti dari kebaikan


akhlak adalah moderate, yaitu pertengahan antara berle-
bihan dan kurang, atau antara plus dan minus. Ini berarti
bahwa sebaik-baik hal adalah yang tengah-tengah. Kedua
ujungnya (plus dan minus) adalah tercela. Karena itu Allah
berfirman dalam al-Quran,
ِ ‫ب ًُ ََّ ٱ ُْجَغ‬َٜ ‫ط‬
‫ ًٍۭٓب‬َُِٞٓ َ‫ْؾ كَز َ ْوؼُذ‬ ْ ‫غ‬ ُ ٠ٰ َُِ‫َُخً ا‬ُِٞ‫َذَىَ َٓ ْـ‬٣ َْ َ‫ رَغْ ؼ‬٫َ َٝ
ُ ‫ ر َ ْج‬٫َ َٝ َ‫ػُ٘وِي‬
‫سا‬ٞ
ً ‫غ‬ ُ ْ‫َّٓؾ‬
Janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu ke kudukmu
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
147
(bakhil) dan jangan kau lepaskan selepas-lepasnya, maka engkau
akan duduk dengan tercela dan rugi.201

Dalam surat al-Furqan Allah berfirman,


‫ا ًٍۭٓب‬َٞ َ‫َُِيَ ه‬ٟ‫َْٖ ر‬٤َ‫ ًَبَٕ ث‬َٝ ‫ا‬ٝ‫َ ْوز ُ ُش‬٣ ْْ ََُٝ ‫ا‬ُٞ‫ُغ ِْشك‬٣ ْْ َُ ‫ا‬ُٞ‫َٖ ِارَآ أَٗلَو‬٣ِ‫ٱَُّز‬َٝ
Mereka yang tatkala membelanjakan tiada boros dan tidak bakhil;
dan yang lurus adalah di antara keduanya.202

Firman-Nya dalam surat al-Fath,


ِ َّ‫ ٱ ُْ ٌُل‬٠َِ‫ػ‬
ْْ ُٜ َ٘٤ْ َ‫بس ُس َؽ َٔب ٓ ُء ث‬ َ ‫ۥُ أ َ ِشذَّآ ُء‬ٚٓ َ‫َٖ َٓؼ‬٣ِ‫ٱَُّز‬َٝ
Mereka (orang-orang mukmin) berkeras hati kepada orang kafir
dan berkasih sayang antara mereka.203

Kecenderungan kepada berlebih-lebihan atau kurang ter-


hadap hal tersebut berarti akan jauh dari kesempurnaan
akhlak yang baik.

Cara Memperbaiki Akhlak


Cara yang ditempuh oleh agama Islam untuk memperbaiki
akhlak adalah dengan mujahadah atau berjuang, dan de-
ngan riyadlah atau latihan. Mujahadah berarti seseorang
harus memaksa sifat-sifat yang lebih menguasai diri de-
ngan menyalahi keinginan sifat tersebut dan melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan tujuan sifat tersebut.
Misal, kalau sifat bakhil menguasai diri seseorang, maka
hendaklah ia selalu memaksa dirinya untuk mendermakan
harta dengan berjuang melawan sifat kebakhilan. Hal terse-
but harus dilakukan terus menerus hingga memdermakan
harta menjadi mudah baginya.

201 Surat al-Isra ayat 29


202 Surat al-Furqan ayat 67
203 Surat al-Fath ayat 29
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
148
Bagaimana halnya dengan orang yang dikuasai dengan si-
fat boros? Al-Ghazali menganjurkan agar ia memaksa diri-
nya untuk menyimpan hingga perbuatan menyimpan men-
jadi kebiasaan dan mudah baginya untuk melakukannya.
Demikian pula halnya dengan sifat takabur dan akhlak la-
innya yang telah disebutkan secara rinci dalam bab
“Latihan Mental”, karangan Imam al-Ghazali.

Perlu diketahui bahwa orang yang mendermakan hartanya


dengan terpaksa bukanlah orang dermawan. Orang yang
berendah hati secara terpaksa padahal perbuatan tersebut
terasa berat dalam hatinya, maka sebenarnya ia adalah
orang yang kosong hatinya dari akhlak rendah hati. Me-
ngapa demikian? Sebab yang disebut dengan akhlak ada-
lah gejala dari kondisi kejiwaan yang keluar dari padanya
perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa susah payah
dan paksaan. Meskipun demikian, paksaan merupakan ca-
ra untuk memperbaiki akhlak secara mendetail. Manusia
sebenarnya selalu terpaksa pada awal mulanya, lama kela-
maan paksaan tersebut menjadi tabiat dan adat kebiasaan-
nya.

Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa orang


yang bakhil terkadang mendermakan hartanya, sedangkan
orang yang dermawan terkadang menahan hartanya. Kare-
na itu janganlah memandang kepada perbuatan tersebut,
melainkan pandanglah kepada kondisi kejiwaan yang me-
resap, yang dari padanya keluar perbuatan-perbuatan de-
ngan mudah tanpa paksaan.

Perbedaan manusia tentang kebaikan batinnya adalah se-


perti perbedaan di antara mereka dalam bentuk kecantikan
lahiriah. Tak ada orang yang cantik secara mutlak. Kalau-
pun toh ada, sangat jarang sekali. Adapun orang yang ke-
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
149
cantikan batinnya selamat dari cacat secara mutlak adalah
Rasulullah saw. Karena itu Allah Taala memujinya dengan
firman-Nya,
ْ٤ٍ ٍۢ ‫ػ ِظ‬ ٍ ُِ‫ ُخ‬٠ٰ َِ‫ ِاَّٗيَ َُ َؼ‬َٝ
َ ‫ن‬
Sungguh engkau memiliki akhlak yang agung.204

Namun demikian keselamatan tidaklah terhenti pada ke-


sempurnaan yang benar-benar sempurna, melainkan ada
pada kecenderungan yang lebih banyak ke arah kebaikan.
Kejelekan lahiriah yang mutlak adalah dikutuk dan diben-
ci, sedangkan kecantikan yang mutlak sangat digandrungi
orang. Di antara keduanya terdapat tingkatan. Orang yang
dekat dengan kecantikan mutlak lebih bahagia di dunia da-
ri pada orang yang dekat dengan kejelekan mutlak. Demi-
kian pula halnya perbedaan kebahagiaan manusia di akhi-
rat, semuanya tergantung kepada perbedaan kecantikan
batiniahnya.

Pandangan Terhadap Akhlak Manusia


Seseorang kadangkala menyangka bahwa dirinya telah me-
miliki akhlak yang baik, padahal sebenarnya justru sebalik-
nya. Karena itu orang harus berhati-hati jangan sampai ter-
tipu. Sebelum menetapkan tentang kebaikan akhlak diri-
nya, sebaiknya ia bertanya kepada temannya yang awas
pandangan mata hatinya serta tidak mau berbohong. Jika
orang lain telah mengkategorikannya ke dalam akhlak
yang jelek, maka berarti ia telah dekat dengan akhlak yang
jelek. Karena sebagian besar akhlak bertautan dengan yang
lain, sebaiknya ia tampakkan kepada temannya.

Tipuan yang sering membuat orang salah sangka terhadap


perilaku atau akhlak dirinya misalnya:

204 Surat Nun atau al-Qalam ayat 4


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
150
1. Seseorang sedang marah kemudian ia menyangka bah-
wa ia marah karena Allah.
2. Seseorang sedang menampakkan perbuatan ibadahnya,
kemudian ia menyangka bahwa ia berbuat demikian
supaya ditiru oleh orang lain.

Analog, seseorang yang tidak makan, tidak mencari dunia,


menahan marah dan lain sebagainya, kemudian ia me-
nyangka bahwa perbuatan yang dilakukan adalah dibenar-
kan oleh agama. Untuk menghindari hal-hal tersebut, cara
yang mudah adalah menyadari bahwa mungkin yang me-
nyertai perbuatan tersebut adalah riya. Masih banyak mo-
dus tipuan yang dapat dibaca dalam buku karangan Imam
al-Ghazali yang khusus mengulas hal tersebut. Sedangkan
contoh dalam pembahasan di sini dicukupkan saja.

Kerelaan Manusia Bersusah Payah di Dunia


Bagi orang yang ingin mendapatkan akhlak yang baik pan-
tas untuk memulai hal-hal yang paling penting. Hal yang
terpenting adalah agar ia menghadapi sifat yang paling
menguasai dirinya, kemudian melemahkannya sedikit de-
mi sedikit. Pada umumnya sifat yang paling menguasai di-
ri seseorang adalah senang dunia. Sedangkan semua per-
buatan maksiat dan akhlak tercela lainnya mengikuti sifat
tersebut.

Orang tak mungkin dapat menyelamatkan diri dari sifat


senang dunia, kecuali ia mencari tempat yang sepi, sunyi,
tempat ia memikirkan mengapa ia menghadapi dunia dan
berpaling dari akhirat. Setelah memikirkan hal tersebut
pasti ia tak akan mendapatkan sebab-sebabnya kecuali ka-
rena kebodohan dan kelengahannya.

Orang harus berpikir bahwa meskipun umurnya di dunia


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
151
mencapai seratus tahun dan seandainya semua kerajaan di
muka bumi dari timur sampai ke barat diserahkan kepada-
nya selama seratus tahun, adakah karena sifatnya itu ia ti-
dak kehilangan kerajaan untuk masa yang tak ada kesu-
dahannya, yaitu kerajaan akhirat? Jika pikiran yang demi-
kian tak pernah terlintas dalam benaknya selama-lamanya,
hendaknya ia memperbandingkan bahwa seandainya selu-
ruh dunia penuh dengan biji-bijian dengan seekor burung
yang dalam tiap sejuta tahun mengambil dan merusakkan
sebuah biji saja, maka tidaklah hal itu berarti mengurangi
jumlah biji-bijian tersebut sedikit pun. Sebab biji yang ter-
tinggal akan tumbuh tanpa berkesudahan sebagaimana se-
belum burung tersebut mengambil sebutir dari biji yang
ada.

Mari kita perhatikan keadaan manusia. Kita lihat bahwa


manusia rela bersusah payah dengan hampa dalam meng-
urus dagangan atau mencari kekuasaan. Susah payah yang
diderita untuk memenuhi sesuatu yang diduga terkadang
sebelum berhasil telah didahului oleh kematian. Terkadang
dalam bersusah payah hatinya belum yakin akan memper-
oleh hasil. Mengapa demikian? Manusia rela berbuat demi-
kian karena ia membandingkan dengan sisa umurnya.
Jumlah umur manusia seluruhnya jika dibandingkan de-
ngan kekekalan adalah jauh sangat sedikit dari pada se-
tahun, bahkan bukan bandingannya. Kalau orang mau ber-
pikir demikian dalam waktu dekat akan terbuka kebodoh-
an dirinya.

Bisa saja orang yang melakukan hal tersebut berkata bahwa


ia mengerjakannya dengan menantikan maaf. Bukankah
Allah Maha Mulia lagi Maha Pengasih? Jawaban terhadap
perbuatan seperti itu adalah: “Mengapa ia tidak mening-
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
152
galkan sawah dan dagangannya, lalu mencari harta untuk
menanti kejatuhan gudang yang dalam kehancuran?”
Sungguh Allah Maha Mulia, sedikitpun tak akan mengu-
rangi milik-Nya andaikata Allah menampakkan kepadanya
dalam mimpinya sebuah gedung milik Allah kemudian ia
mengambilnya. Kalau ia menjawab bahwa hal itu jarang
terjadi meski masuk dalam kekuasaan Allah, maka jawab-
nya adalah bahwa menantikan maaf dengan menghancur-
kan amal perbuatan dan akhlak bak seperti menantikan se-
buah gedung dalam kehancuran, bahkan lebih jauh dan
lebih jarang. Bukankah Allah telah memperingatkan dalam
firman-Nya dalam al-Quran:
َ ‫ َٓب‬٫َّ ‫ ِٕ ِا‬ٟ‫ٗظ‬
٠ٰ َ‫عؼ‬ َ ٪ َ ٤َُّ َٕ‫أ‬َٝ
ِ ْ ُِ ‫ْظ‬
Tiadalah balasan bagi manusia kecuali yang telah ia kerjakan.205

Dan firman-Nya dalam surat Shad,


ِ ‫ َ ْس‬٧ْ ‫ ٱ‬٠ِ‫َٖ ك‬٣ِ‫د ًَٲ ُْ ُٔ ْل ِغذ‬
‫ع‬ َ َٝ ‫ا‬َُٞ٘ٓ ‫َٖ َءا‬٣ِ‫أ َ ّْ َٗغْ َؼ َُ ٱَُّز‬
َّٟ ‫ا ٱ‬ُِِٞٔ ‫ػ‬
ِ ٟ‫ُض ُِ َؼ‬
Adakah Kami jadikan mereka yang beriman dan berbuat baik se-
perti orang yang berbuat kerusakan di bumi?206

Terhadap orang yang mencari harta, Allah peringatkan


sebagaimana tercantum dalam surat Hud,
ِ ‫ َ ْس‬٧ْ ‫ ٱ‬٠ِ‫ َٓب ِٖٓ دَآثَّ ٍۢ ٍخ ك‬َٝ
َ ٫َّ ِ‫ع ا‬
‫ب‬َٜ ُ‫ ٱ َّّللِ ِس ْصه‬٠َِ‫ػ‬
Dan tiadalah makhluk yang berjalan di bumi kecuali rizkinya
atas tanggungan Allah.207

Jika demikian lalu apa arti omongan orang tentang kemu-


liaan Allah di dunia, sedangkan ia tidak bertawakal kepa-
da-Nya? Ia lalu menipu dirinya tentang kemuliaan yang
akan diterima di akhirat, padahal ia tahu bahwa Tuhan

205 Surat al-Najm ayat 39


206 Surat Shad ayat 28
207 Surat Hud ayat 6
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
153
dari dunia sampai akhirat hanyalah satu.

Keyakinan Manusia Terhadap Akhirat


Bisa jadi orang akan berkata bahwa akibat-akibat dari ma-
salah duniawi telah terbuka baginya dengan pandangan
matanya, dan hatinya telah tenang dengan akibat tersebut.
Namun terhadap masalah akhirat ia belum menyaksikan-
nya dan belum mendapatkan kebenaran yang sejati dalam
hatinya. Karena itu kesenangannya masih ragu-ragu untuk
meninggalkan dunia dengan segera guna menghadapi
akhirat yang dijanjikan dan belum dipercaya dengan pasti.

Nasihat terhadap orang semacam ini adalah seandainya ia


termasuk orang yang tajam pandangan mata hatinya, maka
akan terbukalah baginya semua masalah akhirat dengan je-
las sebagaimana terbuka urusan duniawi baginya. Jika ia
bukan termasuk orang yang tajam pandangan mata hati-
nya, hendaknya ia memikirkan tentang ucapan-ucapan
orang yang tajam pandangan mata hatinya.

Sikap manusia terhadap masalah akhirat ada empat:


1. Mereka yang menetapkan bahwa surga dan neraka ek-
sis, sebagaimana yang diterangkan oleh al-Quran. Me-
reka telah mendengar keterangan al-Quran tentang ma-
cam-macam kenikmatan surga serta macam-macam
siksa neraka.
2. Mereka yang belum dapat menetapkan keberadaan ke-
lezatan surga dan kepedihan siksa neraka dengan pera-
saan, tetapi mereka menetapkan tentang dua hal terse-
but dengan jalan mengkhayalkan seperti dalam mimpi,
sehingga ia mengetahui sendiri orang yang ada dalam
surga atau neraka. Mereka berpendapat bahwa penga-
ruh dari hal yang demikian seperti pengaruh kejadian
yang sebenarnya. Sakit yang dirasakan oleh orang yang
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
154
tidur seperti sakit yang dirasakan oleh orang yang jaga.
Hanya saja kalau mereka yang merasakan sendiri da-
lam mimpi dapat terhindar dari rasa sakit dengan jalan
bangun. Rasa sakit yang demikian di akhirat kelak akan
kekal dan tidak berkesudahan.
3. Mereka yang menetapkan keberadaan siksa neraka dan
nikmat surga secara akal pikiran atau rasionya. Kelom-
pok ini berpendapat bahwa cara itu lebih besar penga-
ruhnya dari pada dengan perasaan batin. Mereka
mengibaratkan hal itu dengan merasakan kelezatan
dan merasakan lenyapnya. Kelenyapan hal yang dimi-
liki akan berpengaruh pada sakit badan yang banyak
disebabkan oleh keuntungan yang didapat musuh yang
merampas miliknya dan menguasai dirinya. Padahal
keuntungan musuh tidak langsung menyakiti badan-
nya. Kelompok ini termasuk golongan ahli nadhar dan
terdiri dari para nabi, wali, dan ahli hikmah atau ahli
ilmu. Mereka sepakat dalam menetapkan eksistensi ke-
bahagiaan yang kekal dan kecelakaan yang kekal pula.
Menurut mereka kebahagiaan tidak dapat dicapai ke-
cuali dengan meninggalkan dunia dan menghadap ke-
pada Allah Azza Wa Jalla. Seandainya seseorang se-
dang sakit, padahal ia bukan ahli bidang kedokteran
dan tahu kelebihan yang dimiliki oleh para dokter yang
sepakat menetapkan obatnya, mengapa ia terhenti un-
tuk mengikuti nasihat dokter tersebut?
4. Mereka yang bukan ahli nadhar atau ahli menyelidiki
tentang urusan ketuhanan tetapi termasuk golongan
para dokter dan ahli perbintangan. Pandangan mereka
terbatas pada tabiat dari keempat unsur manusia dan
percampurannya. Mereka melihat bahwa keberadaan
ruh terhenti pada tabiat dari unsur-unsur tersebut dan
tidak memperhatikan terhadap hakekat ruh ketuhanan
yang sejati, yaitu ruh yang dapat mengenal Allah Taala.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
155
Bahkan pengetahuan mereka tidak mencapai kecuali
pada ruh jasmaniah yang tak lain hanyalah uap dari pe-
manasan badan, pada panasnya hati yang disebarkan
ke seluruh otot yang menyebabkan panas badan. De-
ngan itu terjadilah perasaan dan gerakan. Ruh sema-
cam itu juga terdapat pada binatang.

Adapun ruh kemanusiaan yang khusus telah dinisbat-


kan kepada Allah swt dalam firman-Nya,
ِ ‫ ِٖٓ ُّس‬ِٚ ٤ِ‫َٗلَ ْخذُ ك‬َٝ
٠‫ؽ‬ٝ
Dan Aku tiupkan pada manusia dari ruh-Ku.208

Mereka tidak meneliti hal ini dan mengira bahwa mati


itu tak ada. Menurut mereka mati adalah kembali pada
rusaknya percampuran unsur-unsur.

Pendirian mereka dapat ditanggapi dari dua segi yaitu


mengetahui kesalahan mereka, dan mengetahui dengan
pasti akan kebenaran pendapat mereka.

Tanggapan pertama, orang yang mengetahui kesalahan


mereka harus berpaling dari dunia tanpa menghirau-
kan alternatif kedua yaitu pendapatnya benar. Pikir-
kanlah, jika seseorang benar-benar lapar kemudian ia
memperoleh makanan yang akan segera disantapnya.
Tiba-tiba ada seorang anak yang memberitahu bahwa
makanan tersebut terkontaminasi oleh racun ular yang
menjilatnya. Pasti orang tersebut melupakan rasa lapar-
nya dan meninggalkan makanan tersebut. Ia akan ber-
pikir, “Jika anak tersebut berdusta, maka aku hanya
kehilangan kelezatan makan saja. Tetapi kalau ia benar,
maka aku akan celaka.” Dengan probabilitas seperti ini

208 Surat al-Hijr ayat 29 dan surat Shad ayat 72


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
156
ia tak akan mungkin menantang kepada kecelakaan ter-
sebut. Andaikata perasaan seseorang dapat menyertai
kemungkinan kekal di neraka, mengapa orang yang
berakal meremehkan dengan menerjang kecelakaan
itu? Mengapa ia tak yakin dalam menghindarkan diri
seperti orang yang lapar dalam contoh tadi?

Syair Arab mengatakan:


‫ َٔب‬ُٛ َ٬ًِ ‫ْت‬ َّ َٝ ُْ ‫ػ َْ ْاُ ُٔ٘ ِ َّغ‬
ُ ٤‫اُط ِج‬ َ َ‫ص‬
‫ ٌُ َٔب‬٤ْ َُ‫ادُ هُ ِْذُ ِا‬َٞ ْٓ َ ٧ْ‫َ رُؾْ ش َُش ا‬٫
‫ُُ ٌُ َٔب كََِ ْغذُ ِثخَب ِع ٍش‬ْٞ َ‫ط َّؼ ه‬
َ ْٕ ‫ِا‬
‫ ٌُ َٔب‬٤ْ َِ‫ػ‬
َ ‫بس‬
ُ ‫غ‬َ ‫ كَ ْبُ َخ‬٢ْ ُِ ْٞ َ‫ط َّؼ ه‬
َ ْٝ َ ‫أ‬
Ahli astronomi dan ahli kedokteran menyangka,
bahwa orang mati tak dibangkitkan di padang mahsyar,
maka kukatakan kepadamu hai astronom dan dokter,
“Jika benar pendapatmu maka aku tak merugi,
tapi jika benar pendapatku maka kamulah yang merugi.”

Tanggapan kedua, orang yang membenarkan pendapat


ahli perbintangan dan ahli kedokteran. Jika orang ber-
kata bahwa ia mengetahui kebenaran yang pasti dari
ahli perbintangan dan ahli kedokteran yaitu mati tidak
ada, siksa tidak ada, pahala tidak ada, para nabi dan
para wali adalah orang yang tertipu atau orang yang
berpura-pura, maka orang tersebut menyangka bahwa
pengetahuannya bagaikan kepastian bahwa dua adalah
lebih banyak dari pada satu. Kondisi demikian menun-
jukkan bahwa percampuran unsur-unsur rusak, akal-
nya lemah, dan dirinya jauh dari menerima obat. Na-
mun ia berkata bahwa seseorang yang ingin mencari
kesenangan di dunia, akalnya harus diajak memerangi
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
157
dan melemahkan syahwat. Sesungguhnya kesenangan
justru ada dalam kebebasan dan setelah selesai mele-
mahkan syahwat, bukan terdapat dengan menuruti
syahwat. Kalau syahwat menguasai jiwa seseorang,
maka hal tersebut merupakan rasa sakit yang benar-
benar karena jiwa akan menanggung setiap kehinaan
dan kesengsaraan.

Orang yang menuntut duniawi selalu memperhatikan du-


nia. Jika ia mau berpikir sedikit, maka akan berpendapat
bahwa orang yang hatinya kosong dari kesibukan dunia
pasti akan meninggalkannya. Hal tersebut disebabkan du-
nia banyak meminta perhatian, cepat hancur, dan kehinaan
orang yang berserikat dengan dunia.

Bila orang tidak dapat memuji urusan akhirat dan tidak da-
pat menyaksikan bahaya dari dunia dengan pasti, maka ia
adalah orang yang tolol dan tertipu. Hendaknya ia mem-
pelajari penjelasannya sesudah itu. Karena itu Allah berfir-
man,
َُٕٞٔ َِ‫َ ْؼ‬٣ ‫ف‬ َ َ‫ َ َٓ َُ ك‬٧ْ ‫ ُْ ٱ‬ِٜ ِٜ ُِْ ٣َٝ ‫ا‬ُٞ‫َز َ َٔزَّؼ‬٣َٝ ‫ا‬ًُُِٞ ْ ‫َؤ‬٣ ْْ ُٛ ‫رَ ْس‬
َ ْٞ ‫غ‬
Biarkan mereka makan dan bersenang-senang serta dipermainkan
oleh angan-angan. Mereka akan tahu!209

Depok, 28 Rabiul Awwal 1431


14 Maret 2010

209 Surat al-Hijr ayat 3


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
158

Biografi Abu Hamid Muhammad


bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazaliy210

Imam al-Ghazaliy, nama yang tidak


asing di telinga kaum muslimin. Tokoh
terkemuka dalam kancah filsafat dan ta-
sawuf. Beliau memiliki pengaruh dan
pemikiran yang telah menyebar ke se-
antero dunia Islam. Ironisnya sejarah
dan perjalanan hidup beliau masih te-
rasa asing. Kebanyakan kaum musli-
min belum mengerti dan mengenali be-
liau. Berikut adalah sebagian sisi kehi-
dupannya agar dapat diambil hikmah
dari sejarah hidup beliau.

Nama, Nasab, dan Kelahiran


Beliau adalah Zainuddin, Hujjatul Islam, Abu Hamid Muham-
mad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazaliy al-Thusi al-
Naysaburiy, al-Faqih al-Shufiy, al-Syafiiy, al-Asy‟ariy. Dilahir-
kan dan wafat di kota Thus, kota kedua di Provinsi Khurasan
setelah Naisabur, Iran. Lahir tahun 450 H/1058 dan wafat tahun
505 H/1111, dimakamkan di al-Thabaran. Memiliki seorang sau-
dara bernama Ahmad. Beliau bernama Muhammad bin Mu-
hammad bin Muhammad bin Ahmad al-Thusi, Abu Hamid al-
Ghazaliy. Nama al-Ghazaliy masih diperselisihkan. Sebagian

210Dirangkum dari berbagai situs web antara lain muslim.or.id, rauf-


leader.blogspot.com, id.wikipedia.org, Juni 2009
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
159
mengatakan nama ini dinisbahkan kepada daerah kelahirannya,
Ghazalah di Thusi sebagaimana disebut al-Fayumi dalam al-
Mishbah al-Munir. Sebagian mengatakan nisbah kepada pencaha-
rian dan keahlian keluarganya yaitu menenun, sehingga nisbat-
nya ditasydid yaitu al-Ghazzaliy sebagaimana pendapat Ibnul
Atsir. Imam Nawawi menyatakan bahwa tasydid dalam al-
Ghazzaly adalah yang benar. Ibnu Assam‟ani telah bertanya ke-
pada penduduk Thusi tentang daerah Ghazalah namun mereka
mengingkari keberadaannya.

Kehidupan dan Perjalanannya Menuntut Ilmu


Ayah beliau adalah seorang pengrajin kain shuf dari kulit dom-
ba dan menjualnya di kota Thusi. Menjelang wafat, ia mewasiat-
kan pemeliharaan kedua anaknya kepada temannya dari kalang-
an orang yang baik. Pesannya, “Saya menyesal tidak belajar khat
Arab dan ingin memperbaiki yang telah saya alami pada kedua
anak saya. Saya mohon engkau mengajarinya dan harta yang sa-
ya tinggalkan boleh dihabiskan untuk keduanya.“
Keduanya diajarkan ilmu hingga habis harta peninggalannya.
Teman si ayah minta maaf tak dapat melanjutkan wasiat orang
tuanya dan berkata, “Ketahuilah bahwa saya telah membelanja-
kan harta kalian. Saya seorang fakir dan miskin yang tidak me-
miliki harta. Saya anjurkan kalian berdua masuk ke madrasah
seolah-olah sebagai penuntut ilmu agar memperoleh makanan
yang dapat membantu kalian berdua.“
Keduanya melaksanakan anjuran tersebut yang menyebabkan
kebahagiaan dan ketinggian mereka. Al-Ghazaliy berkata, “Ka-
mi menuntut ilmu bukan karena Allah, akan tetapi ilmu enggan
kecuali hanya karena Allah.”
Ayah al-Ghazaliy seorang fakir yang salih, tidak makan kecuali
hasil dari kerajinan membuat pakaian kulit. Beliau berkeliling
mengunjungi ahli fikih dan bermajelis dengan mereka, serta
memberikan nafkah semampunya. Bila mendengar perkataan
ahli fikih, beliau menangis dan berdoa memohon diberi anak
yang faqih. Apabila hadir di majelis ceramah nasihat, beliau me-
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
160
nangis dan memohon kepada Allah untuk diberikan anak yang
ahli dalam ceramah nasihat. Allah mengabulkan kedua doanya.
Imam al-Ghazaliy menjadi seorang yang faqih dan saudaranya,
Ahmad, menjadi seorang yang ahli dalam memberi ceramah
nasihat.
Pada masa kanak-kanak beliau belajar fikih di Thus kepada
Syaikh Imam Ahmad bin Muhammad al-Radzakani. Semasa
muda dituntutnya ilmu ke Jurjan untuk menimba ilmu dari
Imam Abu Nashr al-Ismaili dan menulis buku al-Ta‟liqat, kemu-
dian pulang ke Thus. Beliau datangi kota Naisabur dan berguru
kepada Imam Haramain Abu Ma‟ali al-Juwaini pada sekolah
tinggi Nidhamiyah dengan penuh kesungguhan hingga me-
nguasai fikih madzhab Syafii dan fikih khilaf, ilmu kalam al-
Asy‟ari, ilmu perdebatan, ushul, manthiq, hikmah dan filsafat.
Beliau menyusun tulisan yang membuat kagum guru beliau,
yaitu al-Juwayniy. Setelah itu pindah ke Mu‟askar tempat beliau
berhubungan dengan Nidham al-Mulk, Perdana Menteri Bani
Saljuk yang kemudian mengangkatnya menjadi guru di Univer-
sitas Nidhamiyah di Bangdad. Di kota itu namanya terkenal lu-
as, halaqah pengajiannya membesar dan produktivitas tulisan-
nya cukup tinggi. Namun ia lebih menyukai kehidupan spiritual
daripada material.
Setelah Imam Haramain meninggal, Imam al-Ghazaliy berang-
kat ke perkemahan al-Wazir Nidhamul Mulk. Majelisnya tempat
berkumpul para ahli ilmu, dan beliau melakukan debat dengan
para ulama dan mengalahkan mereka. Nidhamul Mulk meng-
angkatnya menjadi pengajar di madrasahnya di Baghdad dan
memerintahkannya untuk pindah ke sana. Pada tahun 484 H be-
liau ke Baghdad dan mengajar di Madrasah al-Nidhamiyah da-
lam usia 30-an tahun. Beliau menjadi terkenal dan mencapai ke-
dudukan yang sangat tinggi.
Gurunya membanggakan dan mempercayakan kepadanya ke-
dudukannya. Beliau mendapat sambutan hangat. Majelis Ni-
dham al-Mulk senantiasa dipadati ulama dan didatangi para
imam. Pada satu kesempatan al-Ghazaliy mengemukakan pan-
dangannya yang sesuai dengan pandangan para tokoh masa itu,
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
161
maka mencuatlah namanya. Lalu Nidham al-Mulk memerintah-
kan beliau pergi ke Baghdad untuk mengajar di al-Madrasah an-
Nizhamiyyah. Beliau dikagumi semua orang karena pengajaran
dan pandangannya. Maka ia menjadi imam penduduk Irak sete-
lah menjadi Imam di Khurasan.

Al-Ghazaliy dan penggemarnya


Di antara pandangannya yang dapat menyejukkan para murid
adalah pertanyaan yang disampaikan kepadanya. Pertama,
“Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?” Murid-
muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, teman, dan
kerabatnya. Al-Ghazaliy menjelaskan semua jawaban itu benar,
tetapi yang paling dekat dengan kita adalah „kematian‟. Janji
Allah bahwa ۚۗ ‫د‬ِ ْٞ َٔ ُْ ‫) ًُ َُّ َٗ ْل ٍ ٍۢظ رَآ ِئوَخ ُ ٱ‬setiap yang bernyawa pasti akan
mati.211

Kedua, “Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?” Mu-
rid-muridnya ada yang menjawab negara Cina, bulan, matahari,
dan bintang-bintang. Al-Ghazaliy menjelaskan bahwa semua
jawaban yang mereka berikan adalah benar, tetapi yang paling
jauh adalah „masa lalu‟. Bagaimanapun kita, apapun kendaraan
kita, kita tidak dapat kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita
harus menjaga keseharian kita dengan perbuatan yang sesuai
dengan ajaran agama.
Ketiga, “Apa yang paling besar di dunia ini?” Murid-muridnya
ada yang menjawab gunung, bumi, dan matahari. Semua jawab-
an dikatakan benar, tetapi yang paling besar adalah ‟nafsu‟. Ka-
rena itu kita harus hati-hati jangan sampai nafsu membawa kita
ke neraka. ٫َّ ٌُٖ ٍۭ ٤‫ ْْ أ َ ْػ‬ُٜ ََُٝ ‫ب‬َٜ ‫َٕ ِث‬ُٜٞ َ‫ ْلو‬٣َ ٫َّ ‫ة‬ٌٍۭٞ ُُِ‫ ْْ ه‬ُٜ َُ ‫ٗظ‬ ً ٍۭ ‫َّ٘ َْ ًَض‬َٜ ‫َُوَ ْذ رَ َسأَْٗب ُِ َغ‬َٝ
ِ ٩ِ ْ ‫ٱ‬َٝ ِّٖ ‫شا ِ َّٖٓ ٱ ُْ ِغ‬٤ِ
ُ ْ ُ َ َ ْ ُ
َ ‫ ْْ أ‬ُٛ َْ َ‫ ِّ ث‬ٟ‫ ْٗ َغ‬٧‫ٓئِيَ ًَٲ‬ٍَٟ ٝ‫ب ٓ أ‬َٜ ِ‫َٕ ث‬ُٞ‫َ ْغ َٔؼ‬٣ ٫ ٕ‫ا‬
َِِٕٞ‫ك‬ٟ‫ ُْ ٱُ َؾ‬ُٛ َ‫ٓئِي‬ٍَٟ ٝ‫ػ َُّ أ‬ َّ ٌ ٍۭ َ‫ ْْ َءار‬ُٜ ََُٝ ‫ب‬َٜ ِ‫َٕ ث‬ٝ‫ْظ ُش‬ ِ ‫ُج‬٣.
(Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam
kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah; dan mereka mem-
punyai mata tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat tanda-tanda

211 Surat Ali Imran ayat 185


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
162
kekuasaan Allah; dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergu-
nakannya untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu seperti bina-
tang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang
yang lalai.)212
Keempat, “Apa yang paling berat di dunia ini?” Ada yang men-
jawab baja, besi, dan gajah. Semua jawaban dikatakan benar,
tetapi yang paling berat adalah memegang „amanah‟. Tetumbuh-
an, binatang, gunung, dan malaikat tidak mampu ketika diminta
Allah SWT untuk menjadi kalifah (pemimpin) di dunia. Namun
manusia dengan kesombongannya menyanggupi permintaan
Allah, sehingga banyak yang masuk ke neraka karena tidak da-
pat memegang amanahnya. ٍِ ‫ٱ ُْ ِغ َجب‬َٝ ‫ع‬ ِ ‫ َ ْس‬٧ْ ‫ٱ‬َٝ ‫د‬ َ َ‫ َ َٓبَٗخ‬٧ْ ‫ػَ٘ب ٱ‬
ِ َٟٝ ََّْٟ ‫ ٱُغ‬٠َِ‫ػ‬ َ ‫ِاَّٗب‬
ْ ‫ػ َش‬
ُ
ً ٍۭ ُٜ ‫ ًٍۭٓب َع‬ِٞ‫ظ‬
٫ٞ َ َٕ‫ۥ ُ ًَب‬َِّٚٗ‫ُٕ ا‬ٟ‫ٗظ‬ ْ ْ َ ْ َ َ
َ ٩ِ ‫ب ٱ‬َٜ ََِٔ ‫ َؽ‬َٝ ‫ب‬َٜ ْ٘ ِٓ َٖ‫أ ْشلَو‬َٝ ‫ب‬َٜ َِ٘ ِٔ ْ‫َؾ‬٣ ٕ‫َْٖ أ‬٤َ‫( كَؤث‬Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-
gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh
manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dhalim dan amat bodoh.)213
Kelima, “Apa yang paling ringan di dunia ini?” Ada yang men-
jawab kapas, angin, debu, dan dedaunan. Semua dinyatakan be-
nar, tetapi yang paling ringan adalah ‟meninggalkan salat‟. Kita
berani tinggalkan salat lantaran pekerjaan, meeting dan hal-hal
sepele seperti menonton TV.
Keenam, “Apakah yang paling tajam di dunia ini?” Dijawab oleh
muridnya dengan serentak, “Pedang!” Jawaban itu dibenarkan,
tetapi yang paling tajam adalah „lidah manusia‟. Melalui lidah,
manusia dengan gampangnya menyakiti hati dan melukai pera-
saan saudaranya sendiri.

Pengaruh Filsafat Dalam Dirinya


Pengaruh filsafat sangat kental dalam dirinya. Beliau menyusun
buku yang berisi celaan terhadap filsafat, seperti kitab al-Tahafut
yang membongkar kejelekan filsafat. Tetapi beliau menyetujui

212 Surat al-A‟raf ayat 179


213 Surat al-Ahzab ayat 72
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
163
mereka dalam beberapa hal yang disangkanya benar. Hanya saja
kehebatan beliau tidak didasari dengan ilmu atsar dan keahlian
dalam hadits-hadits Nabi yang dapat menghancurkan filsafat.
Beliau gemar meneliti kitab Ikhwanush Shafa dan kitab-kitab Ibnu
Sina. Oleh karena itu Ibnu Taimiyah berkata, “Al-Ghazaliy da-
lam perkataannya sangat dipengaruhi filsafat dari karya-karya
Ibnu Sina dalam kitab al-Syifa‟, Risalah Ikhwan al-Shafa dan karya
Abu Hayan al-Tauhidi.” Hal ini jelas terlihat dalam Ihya‟ Ulu-
middin, sehingga Ibnu Taimiyah berkata, “Perkataannya di Ihya‟
Ulumiddin pada umumnya baik, tetapi di dalamnya terdapat isi
yang merusak berupa filsafat, ilmu kalam, cerita bohong sufiyah
dan hadits-hadits palsu.” Al-Dzahabi berkata, “Kalaulah Abu
Hamid bukan seorang yang jenius dan orang yang mukhlis,
niscaya ia telah binasa.”

Polemik Kejiwaan Imam al-Ghazaliy


ُ‫هِجَخ‬ٟ‫ٱ ُْ َغ‬َٝ ‫غب ٍۭدًا‬ ِ ‫ َ ْس‬٧ْ ‫ ٱ‬٠ِ‫ا ك‬ًّٞ ٍۭ ُِ‫َٕ ُػ‬ُٝ‫ذ‬٣‫ ُِش‬٣ ٫َ َٖ٣ِ‫ب َُِِّز‬َٜ ُِ‫اخ َشح ُ َٗغْ َؼ‬
َ َ‫ ك‬٫َ َٝ ‫ع‬ ُ ‫ِر ِْيَ ٱُذ‬
ِ ‫َّاس ٱ ٍْ َء‬
َٖ٤ِ‫ُِ ِْ ُٔزَّو‬
Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin
menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan
kesudahan (yang baik) adalah bagi orang-orang yang bertakwa.214
Alunan ayat suci al-Quran itu berkumandang pada malam nan
sepi, dibawa angin malam hingga masuk ke telinga seorang al-
Ghazaliy yang sedang merenung dan memandang ke cakrawala
luas, lalu meresap ke dalam lubuk hatinya yang paling dalam.
Beliau bergumam, “Maha Suci Engkau, oh Tuhanku! Engkau se-
lalu mengirimkan cahaya petunjuk-Mu setiap aku sedang dilan-
da keraguan.”
Umurnya sejak muda dihabiskan untuk menuntut ilmu dan pe-
ngetahuan sampai akhirnya mencapai tingkat yang paling ting-
gi. Beliau dicari oleh para raja. Para ulama pun menghormati-
nya. Namun hatinya sedih dan bimbang, dirasakan masih ada

214 Surat al-Qashash ayat 83


Akhlak Tercela al-Ghazaliy
164
yang kurang, dicarilah sesuatu yang lebih tinggi dari perhiasan
dan kesenangan dunia, cahaya yang lebih tinggi dari pengetahu-
an manusia. Beliau mencari petunjuk dan keyakinan yang tetap
dan mantap. Jam tidurnya sering dikurangi hingga matanya
sakit dan sembab karena mencari kebenaran yang hak. Dipe-
lajarinya ilmu fiqih, ilmu kalam, dan ilmu filsafat kebanggaan
akal manusia. Beliau ingin memuaskan akalnya dengan teori-
teori filsafat. Akan tetapi filsafat dirasakannya justru semakin
menambah keraguan dan kebimbangan, bahkan mengajaknya
lari dari pertimbangan akal.
Dalam keadaan seperti itu al-Ghazaliy memutuskan untuk lari
dari manusia dan ilmu pengetahuan. Beliau berharap dapat me-
nemukan tanda-tanda kekuasaan Allah Yang Maha Agung.
Akhirnya beliau bertemu dan berguru dengan seorang waliyu-
llah, Syekh Yusuf an-Nassaj. Gemblengan gurunya melalui latih-
an jiwa (mujahadah) mengantarkannya ke suatu tingkatan hing-
ga dapat berkomunikasi dengan Allah Ta‟ala .
Dalam pengembaraan mimpinya, ia melihat Allah Ta‟ala. Terde-
ngarlah suara, “Hai Abu Hamid!” Al-Ghazaliy menjawab, “Se-
tankah yang berbicara denganku?” ”Tidak, tetapi Aku-lah Allah
yang meliputi enam arahmu,” jawab-Nya. Kemudian Allah me-
lanjutkan, “Hai Abu Hamid, bersahabatlah dengan kaum yang
Aku jadikan sebagai obyek pandangan-Ku di bumi-Ku. Mereka
adalah orang-orang yang telah menjual dua alamnya (dunia dan
akhirat) dengan kecintaan kepada-Ku.” ”Demi Izzah-Mu oh Tu-
han, tanamkanlah prasangka baik dalam hatiku terhadap mere-
ka,” pinta al-Ghazaliy. Allah menjawab, “Sudah Aku lakukan.
Sebenarnya yang memisahkan engkau dan mereka adalah kare-
na kesibukanmu mencintai dunia. Maka keluarlah engkau de-
ngan pilihanmu sendiri sebelum engkau keluar darinya dalam
keadaan terhina. Aku telah menganugerahkan kepadamu caha-
ya dari sisi Qudus-Ku.”
Al-Ghazaliy terbangun dengan perasaan senang dan gembira, la-
lu pergi menemui gurunya, Syekh Yusuf An-Nassaj dan men-
ceritakan tentang mimpinya. Syekh Yusuf tersenyum sambil ber-
kata, “Wahai Abu Hamid, itu hanyalah permulaan. Seandainya
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
165
engkau terus menerus menemaniku, akan kucelaki matamu de-
ngan ta‟yid sehingga engkau dapat memandang „arsy dan hal-hal
yang berada di sekelilingnya. Engkau tidak rela sampai dapat
menyaksikan hal-hal yang tidak dapat dicapai dengan mata.
Akhirnya tabiat atau watakmu menjadi jernih, naik ke atas ke-
kuasaan akalmu, dan engkau akan mendengar ucapan Allah
Ta‟ala seperti ucapan-Nya kepada Nabi Musa as.”
Kesibukan dunia adalah penghalang yang harus dihilangkan
oleh al-Ghazaliy. Kecintaan kepada Allah serta menyatu dalam
ibadah-Nya adalah tetesan cahaya pertama dalam anugerah. Ka-
rena itulah kemudian al-Ghazaliy menempuh jalan tasawuf dan
berjuang keras hingga akhirnya menjadi salah seorang tokoh
dan pemukanya yang terkenal.
Semua kesenangan dunia bergantung pada nafsu dan nafsu
akan lenyap bersama kematian. Sebaliknya, kelezatan makrifat
kepada Allah bergantung pada kalbu dan kalbu tidak akan ru-
sak bersama kematian. Bahkan kelezatannya akan lebih banyak
dan cahayanya akan lebih besar, sebab ia keluar dari kegelapan
menuju cahaya. Al-Ghazaliy telah menjelaskan dengan yakin
dan pasti bahwa kehidupan yang utama dan bahagia adalah
makrifatullah (mengenal Allah) dan mahabbatullah (cinta Allah).
Sedangkan ibadah kepada Allah merupakan tujuan yang paling
tinggi dan mulia. Semua kenikmatan selain dari ibadah adalah
fana. Semua tujuan selain ibadah adalah sia-sia. Karena itulah
risalah al-Ghazaliy teringkas dalam kalimat pendek: „Kehidupan
adalah cinta dan ibadah.‟
Kedudukan dan ketinggian jabatan beliau tidak membuatnya
congkak dan cinta dunia. Bahkan dalam jiwanya berkecamuk
perang batin yang membuatnya senang menekuni ilmu kezu-
hudan. Beliau menolak jabatan tinggi dan kembali ke ibadah,
ikhlas, dan perbaikan jiwa. Bulan Dzul Qa‟dah 488 H beliau ber-
haji dan mengangkat saudaranya, Ahmad, sebagai penggan-
tinya.
Tahun 489 H beliau masuk kota Damaskus dan tinggal beberapa
hari. Kemudian menziarahi Baitul Maqdis beberapa lama dan
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
166
kembali ke Damaskus beri‟tikaf di menara barat masjid Jami‟
Damaskus. Beliau banyak duduk di pojok tempat Syaikh Nashr
bin Ibrahim al-Maqdisi di masjid Jami‟ Umawi (sekarang dina-
mai Al-Ghazaliyyah), tinggal di sana, dan menulis kitab Ihya
Ulumiddin, al-Arba‟in, al-Qisthas, dan Mahakkun Nadzar. Beliau
tinggal di Syam sekitar 10 tahun. Ibnu Asakir berkata, “Abu Ha-
mid rahimahullah mendengarkan kitab Shahih Bukhari dari Abu
Sahl Muhammad bin Ubaidilah al-Hafshi.” Ibnu Khallakan me-
nyatakan bahwa al-Ghazaliy tinggal menetap di Damaskus bebe-
rapa lama kemudian pindah ke Baitul Maqdis, lalu ke Mesir,
tinggal beberapa lama di Iskandariyah, lalu kembali ke Thusi.
Ketika Wazir Fakhrul Mulk menjadi penguasa Khurasan, beliau
diminta tinggal di Naisabur dan mengajar di madrasah an-Ni-
dhamiyah beberapa saat. Setelah berapa tahun, beliau pulang
dengan menekuni ilmu dan menjaga waktu untuk ibadah. Beliau
mendirikan madrasah di samping rumahnya dan asrama untuk
orang-orang shufi. Sisa waktunya dihabiskan dengan mengkha-
tam al-Quran, berkumpul dengan ahli ibadah, mengajar, mela-
kukan salat dan puasa, serta ibadah lainnya sampai meninggal
dunia.

Karya Ilmiah
Karya ilmiah beliau sangat banyak. Di antara karyanya yang ter-
kenal adalah:
1. Kitab al-Arba‟in Fi Ushuliddin, merupakan juz kedua dari ki-
tab beliau Jawahir al-Qur‟an, yang sebagian diterjemahkan
menjadi buku ini.
2. Qawa‟id al-‟Aqaid, yang beliau satukan dengan Ihya‟ Ulumid-
din pada jilid pertama.
3. Al Iqtishad fi`al-I‟tiqad.
4. Ad-Durrah al-Fakhirah fi Kasyf Ulum al-Akhirah.
5. Maqasid al-Falasifah.
6. Tahafut al-Falasifah, berisi bantahan terhadap pendapat dan
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
167
pemikiran para filosof dengan menggunakan kaidah madz-
hab Asy‟ariyah.
7. Faishal al-Tafriqah Baina al-Islam Wa Zanadiqah.
8. Al-Mustashfa Min Ilmi al-Ushul, merupakan kitab yang sa-
ngat terkenal dalam ushul fiqih. Kepopuleran kitab ini kare-
na pengantar manthiq dan pembahasan ilmu kalamnya. Da-
lam kitab ini al-Ghazaliy membenarkan perbuatan ahli ka-
lam yang mencampuradukkan pembahasan ushul fiqih de-
ngan pembahasan ilmu kalam dalam pernyataannya, “Para
ahli ushul dari kalangan ahli kalam banyak sekali memasuk-
kan pembahasan kalam ke dalam ushul fiqih lantaran kalam
telah menguasainya. Dengan demikian kecintaannya terse-
but telah membuatnya mencampuradukkannya.” Tetapi ke-
mudian beliau berkata, “Setelah kita mengetahui sikap ke-
terlaluan mereka mencampuradukkan permasalahan ini,
maka kita memandang perlu menghilangkan dari hal terse-
but dalam kumpulan ini. Karena melepaskan dari sesuatu
yang sudah menjadi kebiasaan sangat sukar.”215 Lebih jauh
pernyataan beliau dalam Mukaddimah manthiqnya, “Muka-
dimah ini bukan termasuk dari ilmu ushul dan bukan mu-
kadimah khusus untuknya, tetapi merupakan mukadimah
semua ilmu. Siapa pun yang tidak memiliki hal ini, tidak
dapat dipercaya pengetahuannya.”216 Kemudian hal ini
dibantah oleh Ibnu Shalah, “Ini tertolak karena setiap orang
yang akalnya sehat, berarti ia itu manthiqi. Lihatlah berapa
banyak para imam yang sama sekali tidak mengenal ilmu
manthiq!”217 Demikianlah, karena para sahabat juga tidak
mengenal ilmu manthiq, padahal pengetahuan serta pe-
mahamannya jauh lebih baik dari para ahli manthiq.
9. Mahakun Nadzar fi al-Manthiq.
10. Mi‟yar al-Ilmi.

215Mauqif Ibnu Taimiyah Min al-Asya‟irah dari Al-Mustashfa hal. 17 dan 18


216Ibid., hal. 19
217 Adz Dzahabi dalam Siyar A‟lam Nubala 19, hal. 329
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
168
11. Ma‟arif al-Aqliyah.
12. Misykat al-Anwar.
13. Al-Maqshad al-Asna Fi Syarhi Asma Allah al-Husna.
14. Mizan al-Amal.
15. Al-Madlmun Bihi Ala Ghayri Ahlihi. Keabsahan dan ontetifi-
kasi sebagai karya al-Ghazaliy diperselisihkan diantaranya
Imam Ibnu Shalah yang menyatakan, “Kitab al-Madlmun
Bihi Ala Ghayri Ahlihi bukan karya beliau. Aku telah melihat
transkipnya dengan khat al-Qadhi Kamaluddin Muhammad
bin Abdillah asy-Syahruzuri yang menunjukkan bahwa hal
itu dipalsukan atas nama al-Ghazaliy. Beliau sendiri telah
menolaknya dengan kitab Tahafut.”218 Ulama yang menetap-
kan keabsahannya antara lain Syaikhul Islam, “Mengenai
kitab al-Madhmun Bihi Ala Ghayri Ahlihi, sebagian ulama
mendustakan penetapan ini. Tetapi para pakar yang menge-
nalnya dan keadaannya akan mengetahui bahwa semua ini
merupakan perkataannya.”219
16. Al-Ajwibah al-Ghazaliyah Fi al-Masail al-Ukhrawiyah.
17. Ma‟arij al-Qudsi fi Madariji Ma‟rifati al-Nafsi.
18. Qanun al-Ta‟wil.
19. Fadlaih al-Bathiniyah dan al-Qisthas al-Mustaqim. Kedua kitab
ini merupakan bantahan terhadap sekte batiniyah.
20. Iljamul „Awam „An Ilmi al-Kalam.
21. Raudhah al-Thalibin Wa Umdah al-Salikin.
22. Al-Risalah al-Laduniyah.
23. Ihya‟ Ulumiddin.
24. Al-Munqidl Min al-Dlalal, tulisan yang banyak menjelaskan
sisi biografinya.

218 Ibid.
219 Ibid.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
169
25. Al-Wasith.
26. Al-Basith.
27. Al-Wajiz.
28. Al-Khulashah.

Akidah dan Madzhab Beliau


Dalam masalah fikih beliau seorang yang bermadzhab Syafi‟i.
Nampak dari karyanya al-Wasith, al-Basith, dan al-Wajiz. Bahkan
kitab beliau al-Wajiz220 termasuk buku induk dalam madzhab
Syafi‟i mendapat perhatian khusus dari para ulama Syafi‟iyah.
Imam al-Dzahabi menjelaskan mazhab fikih beliau dengan per-
nyataannya, “Syaikh Imam, Hujjatul Islam, A‟jubatuz Zaman,
Zainuddin Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Mu-
hammad bin Ahmad al-Thusiy al-Syafi‟iy.”
Dalam bidang akidah beliau terkenal dan termasyhur sebagai se-
orang yang bermadzhab Asy‟ariyah, banyak membela Asy‟ari-
yah dalam membantah Bathiniyah, para filosof, serta kelompok
yang menyelisihi mazhabnya. Oleh karena itu beliau mena-
makan kitab akidahnya yang terkenal dengan judul al-Iqtishad Fil
I‟tiqad. Karya beliau dalam akidah dan cara pengambilan dalil
hanyalah merupakan ringkasan dari karya tokoh ulama Asy‟-
ariyah pendahulunya. Tidak ada sesuatu yang baru dalam
madzhab Asy‟ariyah karena beliau hanya memaparkan dalam
bentuk baru dan cara yang cukup mudah. Keterkenalan al-Gha-
zaliy sebagai tokoh Asy‟ariyah juga dibarengi dengan kesufian-
nya. Beliau menjadi patokan marhalah yang sangat penting
menyatunya Sufiyah ke dalam Asy‟ariyah.
Di bidang tasawuf agak sulit menentukan beliau. Sering sesuatu
dibantah, namun kemudian beliau jadikan sebagai akidahnya.
Beliau mengingkari filsafat dalam kitab Tahafut, tetapi beliau

220Kitab wajib pegangan penyadur dalam pembahasan masalah fiq-


hiyyah di forum Majlis al-Bahtsi wa al-Muhadlarah al-Diniyyah di Ma-
lang, Jawa Timur pimpinan K.H. Oesman Mansoer 1969-1979
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
170
sendiri menekuni filsafat dan menyetujuinya.
Ketika berbicara dengan Asy‟ariyah tampaklah sebagai seorang
Asy‟ari tulen. Ketika berbicara tasawuf, dia menjadi sufi. Beliau
menjadi Asy‟ari bersama Asy‟ariyah, sufi bersama sufiyah, dan
filosof bersama filsafat.221 Orang yang menelaah kitab dan karya
beliau seperti Misykah al-Anwar, al-Ma‟arif Aqliyah, Mizan al-Amal,
Ma‟arij al-Quds, Raudhah al-Thalibin, al-Maqshad al-Asna, Jawahir
al-Qur‟an, dan al-Madlmun Bihi Ala Ghayri Ahlihi akan mengeta-
hui bahwa tasawuf beliau berbeda dengan tasawuf orang sebe-
lumnya. Tasawuf Al Ghazali dilandasi filsafat Isyraqi222 yang di-
kembangkan akibat pengaruh karya-karya Ibnu Sina dan Ikhwa-
nush Shafa.
Pada akhir hayatnya beliau kembali kepada ajaran Ahlusunnah
Wal Jamaah, meninggalkan filsafat dan ilmu kalam, dengan me-
nekuni Shahih Bukhari dan Muslim.

Masa Akhir Kehidupannya


Akhir kehidupan beliau dihabiskan dengan kembali mempela-
jari hadits. Imam al-Dzahabi menyatakan bahwa pada akhir
kehidupannya beliau tekun menuntut ilmu hadits dan berkum-
pul dengan ahlinya serta menelaah shahihain (Shahih Bukhari
dan Muslim). Seandainya beliau berumur panjang, niscaya dapat
menguasai semuanya dalam waktu singkat. Beliau belum sem-
pat meriwayatkan hadits. Beliau memiliki keturunan beberapa
orang putri.
Ibnu al-Jauzi dalam al-Muntazim mengatakan bahwa menjelang
wafat beliau diminta sahabatnya untuk memberikan wasiat. Ja-

221
Mukadimah Bughyatul Murtad, hal. 110.

222Madzhab Isyraqi dalam filsafat ialah mazhab yang menyatukan pe-


mikiran dan ajaran dalam agama-agama kuno, Yunani dan Parsi, ter-
masuk bagian dari filsafat Yunani dan Neo-Platoisme. Lihat al-Mau-
su‟ah al-Muyassarah Fi al-Adyan Wa al-Madzahibi Wa al-Ahzab al-Mu‟a-
shirah, karya Dr. Mani‟ bin Hamad Al Juhani, Vol. 2 hal. 928-929).
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
171
wabnya, “Hendaklah engkau ikhlas.” Beliau sering mengulangi-
nya hingga meninggal.
Abul Faraj Ibnul Jauzi menyampaikan kisah meninggalnya da-
lam kitab al-Tsabat „Inda al-Mamat. Cerita Ahmad, saudaranya,
pada subuh hari Senin, 14 Jumada Akhir 505 H, Abu Hamid ber-
wudhu dan salat, lalu meminta untuk dibawakan kain kafan. La-
lu beliau mengambil dan menciumnya serta meletakkannya di
kedua matanya, seraya berkata, “Saya patuh dan taat untuk me-
nemui Malaikat Maut.” Beliau luruskan kakinya dan mengha-
dap kiblat, dan meninggal menjelang pagi hari sebelum langit
menguning. Inna lillah wa inna ilayhi rajiun. Semoga pembaca bu-
ku ini mendapat petunjuk dan hidayah Allah swt. Amin.
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
ix
DAFTAR ISI
Halaman
Pengantar .................................................................................. iii
Pengantar Penyadur ................................................................. v
Kata Pengantar Terbitan Pertama ........................................ vii
Daftar Isi .................................................................................... ix

PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1. SUKA MAKAN ...................................................................... 5
Bahaya Perut Kenyang ................................................................ 5
Rahasia Lapar dan Persesuaiannya ke Jalan Akhirat.............. 7
Cara Meninggalkan Tamak Makan ......................................... 11
2. BANYAK BICARA ............................................................... 16
Pengendalian Banyak Bicara .................................................... 16
Bahaya Banyak Omong ............................................................. 18
Akibat Banyak Omong .............................................................. 19
Berdusta .......................................................................................... 20
Menggunjing .................................................................................. 25
Berbantah ........................................................................................ 34
Bergurau ......................................................................................... 35
Memuji .................................................................................... 36
3. MARAH ................................................................................. 42
Hakekat marah ........................................................................... 43
Cara pengobatan ........................................................................ 43
4. IRI HATI ................................................................................ 47
Cara pengobatan ........................................................................ 48
Kiat menghindari iri hati ........................................................... 50
5. PELIT & SENANG HARTA ................................................ 53
Pelit vs Senang Harta ................................................................. 55
Hakekat harta dan bahayanya ................................................. 57
Kadar kecukupan ....................................................................... 60
Fungsi harta ................................................................................ 63
Kriteria bakhil ............................................................................. 64
Cara pengobatan ........................................................................ 66
6. AMBISI & GILA PANGKAT .............................................. 69
Hakekat pangkat ........................................................................ 71
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
x
Kesempurnaan sejati dan semu ............................................... 74
Cara pengobatan ........................................................................ 77
7. SENANG DUNIA................................................................. 81
Materi Dunia ............................................................................... 81
Bagian Seseorang di Dunia ....................................................... 82
Kesibukan mengurus dunia ..................................................... 83
Hakekat dunia ............................................................................ 83
Sikap positif................................................................................. 85
Tipuan dunia............................................................................... 89
8. TAKABUR ............................................................................. 92
Hakekat dan bahaya takabur.................................................... 95
Cara pengobatan ........................................................................ 97
Ilmu ................................................................................................. 99
Wira'i dan ibadah ........................................................................ 103
Nasab/keturunan ........................................................................ 106
Harta, kecantikan, dan pengikut ........................................... 107
9. KAGUM ............................................................................... 109
Hakekat kagum ........................................................................ 111
Cara Mengobati Rasa Kagum ................................................. 112
Rasa kagum yang mengherankan.......................................... 113
10. RIYA/PAMER/SHOW ................................................... 117
Hakekat riya dan yang dipamerkan ...................................... 121
Kejahatan riya ........................................................................... 125
Daya dorong riya ..................................................................... 127
Jenis riya .................................................................................... 129
Pengaruh riya pada amal perbuatan ..................................... 132
Cara mengobati riya ................................................................ 134
Riya yang spontan muncul ..................................................... 136
Taat boleh ditampakkan.......................................................... 137
PENUTUP................................................................................ 141
Tempat Akhlak Bertumpu ...................................................... 141
Cara Memperbaiki Akhlak ..................................................... 147
Pandangan Terhadap Akhlak Manusia ................................ 149
Kerelaan Manusia Bersusah Payah di Dunia ....................... 150
Keyakinan Manusia Terhadap Akhirat................................. 153
Biografi Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Mu-
hammad al-Ghazaliy ……………………………………..167
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
iii

PENGANTAR

A
lhamdu lillah buku Akhlak Tercela yang diterbitkan ter-
akhir tahun 2001 dapat disajikan lagi dalam bentuk yang
lebih sempurna dari sebelumnya. Penyempurnaan di-
maksud berupa penulisan al-Quran dan al-Hadits dalam tulisan
Arab, serta catatan kaki terhadap rujukan ayat dan hadits Rasul.
Catatan kaki yang lain adalah terhadap nama yang disebutkan
dalam buku ini. Penyempurnaan tersebut adalah respon atas ko-
mentar dari beberapa sahabat yang mempertanyakan tentang
nama yang disebutkan di dalam buku ini. Oleh karena itu kami
ucapkan terima kasih kepada para pembaca yang membuat pe-
nyempurnaan sajian kali ini.

Dalam buku ini juga ditambah biografi pengarang, Hujjatul Is-


lam al-Imam al-Ghazaliy yang diletakkan di bagian akhir buku.
Kami tetap mengharapkan teguran dan perbaikan dari para ahli
karena keterbatasan dalam kosakata dan merangkai kalimat
yang sesuai. Semoga Allah swt memberikan taufik dan hidayah
kepada para pembaca. Amin.

Depok, 14 Maret 2011


Penyadur,

Ahmed Machfudh
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
iv
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
v

PENGANTAR PENYADUR

D
engan asma Allah yang Maha Kasih dan Maha Sayang,
penyadur tergelitik untuk menyampaikan ulang terje-
mahan induk akhlak tercela karangan Hujjatul Islam al-
Imam al-Ghazaliy. Keinginan tersebut sudah timbul semenjak
pindah ke Jakarta tahun 1979 dan selesai 20 tahun kemudian.
Penyadur mengucap syukur ke hadirat Allah swt yang telah
memberikan kekuatan untuk menyelesaikan penyaduran buku
yang isinya dapat menggugah manusia dari kesilapan dan kesi-
lauan gebyar dunia. Betapa tidak, tiga tahun yang lalu pengetikan
telah selesai, namun tiba-tiba file ketikan dirusak virus. Ketika
perbaikannya selesai pada Maret 1999, giliran program pengetik-
an yang mengacaukan ketikan. Karenanya pada Ramadlan 1422
ini penyuntingan dilakukan tanpa tulisan Arab.
Saduran ini dimaksudkan untuk mempermudah pemaham-
an terhadap terjemahan dari kitab aslinya oleh al-Mukarrom
K.H. Drs. Achmad Masduqi Machfudh. Penerjemahan dilakukan
dalam kapasitasnya sebagai dosen mata kuliah Akhlak pada IAIN
Sunan Ampel (sekarang STAIN) Malang sejak tahun 1960-an.
Apalagi banyak permintaan dari kawan-kawan agar mutiara da-
ri al-Ghazaliy bisa dinikmati banyak orang.
Penyadur mohon maaf jika tulisan ini memiliki banyak kesa-
lahan dan kekurangan. Teguran dan perbaikan dari para pemba-
ca senantiasa kami terima dengan tangan terbuka.

Depok, 6 Desember 2001


Penyadur,

Ahmed Machfudh
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
vi
Akhlak Tercela al-Ghazaliy
vii

KATA PENGANTAR
(Terbitan pertama)

S
egala puji bagi Allah yang telah memerintahkan hamba-
Nya untuk menyucikan hati dari akhlak yang tercela dan
menghiasinya dengan akhlak yang mulia. Salawat dan sa-
lam semoga tetap atas Nabi Muhammad saw yang telah dipuji
Allah sebagai orang yang berakhlak luhur. Juga atas keluarga
dan para sahabat beliau serta orang-orang yang mengikuti jejak
langkah beliau sepanjang masa.
Beberapa orang kawan telah meminta kami untuk menerje-
mahkan bagian ketiga dari kitab al-Arbain fiy Ushuliddin karang-
an Imam al-Ghazaliy yang berisi pokok akhlak-akhlak yang ter-
cela. Penerjemahan diperlukan agar isi dan maknanya dapat mu-
dah dipahami bagi mereka yang tidak menguasai bahasa Arab.
Mengingat pentingnya maksud dan isi dan pembahasan
yang ringkas, maka kami memberanikan untuk memenuhinya
meski belum menguasai bahasa Arab sepenuhnya. Kami berha-
rap agar terjemahan ini bisa memiliki manfaat dan berguna seba-
gaimana kitab aslinya. Terjemahan dibuat secara bebas sesuai
dengan kemampuan kami dengan tujuan agar mudah dipahami
isinya.
Akhirnya hanya karena kebodohan dan kurangnya perben-
daharaan kata kami jika ternyata terjemahan ini banyak keku-
rangan dan kesalahan. Karenanya teguran dari para ahli sangat
kami harapkan untuk perbaikan selanjutnya.

Malang, awal September 1969


Penerjemah,

Achmad M. Machfudh
al-Imâm Hujjatul Islâm
Abû Hâmid Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad al-Ghazâliy

Akhlak Tercela

Disadur oleh: Ahmed Machfudh


Judul asli:

Tazkiyah al-Qalb „an al-Akhlâq al-Madzmûmah

‫تزكية القلب عن‬


‫األخالق المذمومة‬
Pengarang: Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn
Muhammad al-Ghazali

Penerjemah: Achmad M. Machfudh

Penyadur: Ahmed Machfudh

Maret 2010
K.H. Drs. Achmad Masduqi Machfudh adalah pengasuh
PP Salafiyah Syafiiyah Nurul Huda, Mergosono, Malang.
Lahir tahun 1935 di Jepara. Sambil menuntut ilmu di
SGHA (Sekolah Guru dan Hakim Agama) di Yogyakarta,
beliau mengaji di PP Krapyak asuhan K.H. Ali Maksum.
Sejak 1957 mengajar di berbagai sekolah di Kalimantan,
seperti di Tenggarong, Samarinda, dan Tarakan. Tahun
1964 melanjutkan studi di IAIN Sunan Ampel Malang( sekarang UIN
Malang), sekaligus sebagai dosen Tadribul Qiroah (Bimbingan Membaca
Kitab), bahasa Arab, akhlak, dan tasawuf. Di tengah kesibukan sebagai
dosen dan pengasuh pesantren, beliau “melayani” pengajian di ber-
bagai masjid di daerah Malang dan Jawa Timur terutama yang sulit
dijangkau oleh kebanyakan dai, mubaligh, dan kiyai. Pemahamannya
terhadap kitab kuning sangat mumpuni baik ketika pembahasan masa-
lah di forum Majlisul Bahtsi wal Muhadlaratud Diniyyah, kodifikasi
hukum Islam, bahtsul masail, maupun tanya jawab hukum Islam pada
majalah Aula. Beliau pernah menjabat Katib Syuriyah selama 15 tahun
dan Rois Syuriyah PWNU Jawa Timur beberapa tahun lamanya.

Ahmed Machfudh, kelahiran Jepara 6 Oktober 1950,


jebolan Monterey Institute of International Studies, Cali-
fornia tahun 1991 setelah selesai nyantri di PP Nurul Hu-
da, Mergosono, Malang dan studi di Fakultas Tarbiyah
IAIN Sunan Ampel Malang tahun 1977. Sejak kecil me-
nekuni bidang agama di madrasah diniyah meski prog-
ram studi terakhir di bidang public administration jurusan international
management. Tahun 1972-1979 sebagai guru bahasa Inggris di SPIAIN,
Muallimat NU, Pesantren Luhur Islam, dan IAIN di Malang. Tahun
1977 sebagai sekretaris MUI Kodya Malang sampai kepindahannya se-
bagai pegawai Departemen Agama Pusat tahun 1979. Waktu senggang-
nya pada sore hari sejak 1991 dimanfaatkan untuk mengajar Akun-
tansi, Sistem Informasi Akuntansi, dan Statistik Bisnis di Institut Mana-
jemen dan Bisnis Indonesia, Jakarta. Tahun 1994-2002 sebagai guru
pendidikan agama Islam di Fakultas Ekonomi Universitas Pancasila,
Jakarta. Kegiatan mengajar pada diklat banyak terkait dengan teknolo-
gi informasi dan komunikasi. Pernah menjadi pelayan di Kementerian
Agama Pusat antara lain sebagai Kepala Biro Organisasi, Kepala Biro
Hukum dan Hubungan Masyarakat, Sekretaris Inspektorat Jenderal,
Kepala Pusat Informasi Keagamaan, Sekretaris Ditjen Bimas Islam, dan
Staf Ahli Menteri Agama Bidang Pemikiran dan Paham Keagamaan.
Sejak tahun 2010 bergabung di Sekolah Tinggi Agama Islam al-Hikmah
Jakarta menjadi tenaga edukatif.

Vous aimerez peut-être aussi