Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia Kegiatan ini menurut Depkes (1993, 1b) dimaksudkan untuk memberikan bantuan, bimbingan, pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu maupun kelompok, seperti di rumah/lingkungan keluarga, Panti Werda maupun Puskesmas, yang diberikan oleh perawat. Untuk asuhan keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas social yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan langsung kepada waktu tenaga keperawatan melakukan melakukan asuhan keperawatan di rumah atau panti (Bandiyah, 2009). Adapun asuhan keperawatan dasar yang disesuaikan pada kelompok lanjut usia, apakah lanjut usia aktif atau pasif : a. Untuk lanjut Usia yang masih aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang personal hygiene, kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu, kebersihan diri termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata serta telinga, kebersihan lingkungan seperti tempat tidur dan ruangan, makanan yang sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariasi dan mudah dicerna, dan kesegaran jasmani (Bandiyah, 2009). 2. Asuhan Keperawatan Dasar pada Lansia Pasif Adapun keperawatan dasar yang diberikan disesuaikan pada kelompok lanjut usia, apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain : a. Untuk lanjut usia ynag masih aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang personal hygine, kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu, kebersihan diri termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata serta telinga, kebersihan lingkungan seperti tempat tidur dan ruangan, makanan yang sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariasi dan mudah dicerna, dan kesegaran jasmani. b. Untuk lanjut usia yang telah mengalami pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia pasif pada dasarnya sama seperti pada lanjut usia aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas, khususnya bagi yang lempuh, perlu dicegah agar tidak terjadi dekubitus (lecet) (Bandiyah, 2009). Dekubitus merupakan keadaan yang dapat dicegah, namun bila telah terlanjur terjadi akan memerlukan perawatan khusus. Adapun pengertian dekubitus adalah kerusakan kematian kulit sampai jaringan bawah kulit bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat (Bandiyah, 2009). Lanjut usia mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia, antara lain : 1) Berkurangnya jaringan lemak sebkutan 2) Berkurangnya jaringan kolagen dan elastisitas 3) Menurunnya efisiensi kolateral capital pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh 4) Ada kecenderungan lansia imobilisasi sehingga potensi terjadi dekubitus (Bandiyah, 2009). Disamping itu, faktor intrinsik (tubuh sendiri) juga berperan untuk terjadinya dekubitus, yakni : a) Status gizi (bisa underweight atau overweight) b) Anemia c) Adanya hipoalbuminemia d) Adanya penyakit – penyakit neurologic e) Adanya penyakit – penyakit pembuluh darah f) Adanya dehidrasi Faktor Ekstrinsik, yaitu : a) Kerang bersihnya tempat tidur b) Alat – alat yang kusut dan kotor a) Kurangnya perawatan/perhatian yang baik dari perawat (Bandiyah, 2009). 3. Pendekatan Perawatan Lanjut Usia a. Pendekatan fisik Perawatan yang memerhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan dan penyakit yang dapat dicegah atau ditekan progresivitasnya Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian: 1) Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-hari masih mampu melakukan sendiri 2) Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lanjut usia ini terutama rentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk mempertahankan kesehatannnya. Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, meningat sumber infeksi dapat timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian (Bandiyah, 2009). Disamping itu, kemunduran kondisi fisik akibat proses penuaan, dapat memengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar Untuk klien lanjut usia yang masih aktif dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan cara memakan obat dan cara pindah dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting karena meskipun tidak selalu keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala-gejala yang ditemukan memerlukan perawatan, tidak jarang para klien lanjut usia dihadapkaj pada dokter dalam keadaan gawat darurat sehingga meemerlukan perawatan intensif. Misalnya gangguan serebrovaskuler mendadak, trauma, intoksikasi dan kejang-kejnag untuk perlu penanganan secermat mungkin Adapun komponen-komponen pendekatan fisik yang lebih mendasar adalah memperhatikan dan membantu para klien lanjut usia untuk bernafas dengan lancar, makan, minum, menjaga sikap tubuh waktu berjalan, duduk merubah posisi tiduran, berisitirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukarkan pakaian, mempertahankan suhu badan, melindungi kulit dari kecelakaan (Bandiyah, 2009). b. Pendekatan psikis Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien lanjut usia, perawta dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip “Tripple S” yaitu sabar, simpatik dan service. Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kaih dari lingkungan, termasuk perawat yang memberikan asuhan keperawatan. Untuk itu perawat harus selalu menciptakan suasana yang aman, tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya (Bandiyah, 2009). c. Pendekatan sosial Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesame klien lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan sosial ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa prang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. dalam pelaksanaannya perawat dapat menciptakan hubungan sosial antara lanjut usia maupun lanjut usia dan perawat sendiri Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usai untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi, missal jalan pagi, menonton film, atau hiburan-hiburan lain Pada lanjut usia, perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar seperti menonton televise, membaca surat kabar dan majalah. Dapat disadari bahwa dengan upaya pengobatan media dalam proses penyembuhan atau ketenangan para klien lanjut usia (Bandiyah, 2009). d. Pendekatan spiritual Perawat harus memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya. Terutama bila klien lanjut usia dalam keadaan sakit atau mendekati kematian Perawat harus memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya. Terutama bila klien lanjut usia dalam keadaan sakit atau mendekati kematian (Bandiyah, 2009). 4. Peran Perawat Lanjut Usia Menurut Kozier (1995), peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran ini dipengaruhi oleh keadaan sosial, baik dari dalam maupun dari luar yang bersifat stabil. Peran adalah bentuk perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu. Dalam praktiknya, menurut Miller (1995), perawat gerontik memiliki berbagai peran dan fungsi sebagai berikut: a. Care provider, artinya memberikan asuhan keperawatan kepada lansia yang meliputi intervensi/tindakan keperawatan, observasi, pendidikan kesehatan, dan menjalankan tindakan medis sesuai dengan pendelegasian yang diberikan. b. Advocate, artinya perawat berfungsi sebagai penghubung antara klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan klien, dan membantu klien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun professional. Perawat juga berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak klien yang meliputi hak atas pelayanan yang sebaik-baiknya, hak informasi atas penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri, dan hak untuk mendapat ganti rugi akibat kelalaian. c. Educator, artinya perawat membantu lansia meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan medic yang diterima sehingga klien/keluarga dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahuinya. Sebagai pendidik, perawat juga dapat memberikan pendidikan kesehatan terhadap kelompok keluarga yang berisiko tinggi, kader kesehatan, dan lain sebagainya. d. Counselor, artinya perawat sebagai pemberi bimbingan/konseling. Perawat memberikan konseling/bimbingan kepada klien, keluarga, dan masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai prioritas. Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat-sakitnya. Adanya pola interaksi ini merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya. e. Motivator, artinya perawat member motivasi kepada lansia. f. Case manager, artinya perawat mengkoordinasi aktivitas anggota tim kesehatan lainnya, misalnya ahli gizi dan ahli terapi fisik, ketika mengatur kelompok yang memberikan perawatan pada klien. g. Consultant, artinya perawat sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan. h. Researcher, perawat sebagai peneliti di bidang keperawatan gerontik, di mana perawat diharapkan mampu mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan metode penelitian, serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan. Penelitian dalam bidang keperawatan berperan dalam mengurangi kesenjangan penguasaan teknologindi bidang kesehatan, karena temuan penelitian lebih memungkinkan terjadinya transformasi ilmu pengetahuan dan teknlogi, selain itu penting dalam memperkokoh upaya menetapkan dan memajukan profesi keperawatan. i. Collaborator, perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan guna memenuhi kebutuhan kesehatan klien. Sedangkan tanggung jawab perawat gerontik adalah: 1) Membantu lansia yang sehat memelihara kesehatan 2) Membantu lansia yang sakit memperoleh kembali kesehatan 3) Membantu lansia yang tak bisa disembuhkan untuk menyadari potensi 4) Membantu lansia yang menghadapi ajal untuk diperlakukan secara manusiawi (Sunaryo dkk, 2016, p. 17).
DAFTAR PUSTAKA
Bandiyah, S. (2009). Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika. Sunaryo dkk. (2016). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET.