Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DOSEN PEMBIMBING
LUSI ANDRIANI, SST, M.Kes
DISUSUN OLEH:
T.A 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi, atas
berkah, rahmat, karunia dan hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Adapun tujuan disusunnya makalah ini ialah sebagai salah satu bahan kajian pelajaran
ginekologi yang harus ditempuh oleh mahasiswa/mahasiswi.
Tim penulis
2|Page
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………..……………………………………………....1
KATA PENGANTAR..........................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan.....................................................................................................17
B. Saran...............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA
3|Page
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4|Page
hingga kini. Kajian sunat perempuan yang dilakukan oleh Yayan Sakti dkk,(2004: 45-47)
mendeskripsikan bahwa sunat perempuan pada masyarakat urban Madura di Surabaya
dilakukan dengan alasan keyakinan/ kepercayaan untuk memenuhi ajaran agama (Islam),
tradisi (warisan budaya leluhur), untuk menyucikan anak perempuan, dan mitos bahwa
perempuan yang tidak disunat akan dianggap kotor dan tidak disayang suami serta bagi
yang masih gadis akan sulit mendapatkan jodoh. Dalam kajiannya tentang sunat
perempuan ia mengungkapkan bahwa kebiasaan suku-suku bangsa di Indonesia yang
melaksanakan sunat baik pada anak laki-laki maupun perempuan dalam rangka upacara
peralihan atau inisiasi kedewasaan bagi anak-anak menuju jenjang remaja atau dewasa.
Misalya pada suku Toraja Kuno di Pulau Sumba dan di Jawa Barat. Padahal akhir-akhir
ini praktek sunat perempuan menjadi topik pro dan kontra tentang pelaksanaannya. Para
aktivis perempuan serta para medis melihat praktek sunat perempuan sebagai tindakan
yang bisa merusak hak reproduksi perempuan. Sementara dari pemeluk agama Islam
masih terjadi perdebatan yang panjang mengenai hukum sunat bagi perempuan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah evidence based sunat pada bayi perempuan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui evidence based sunat pada bayi perempuan.
5|Page
BAB II
PEMBAHASAN
6|Page
dalam “pantauan radar” sunat perempuan (female genital mutilation/cutting) di
tingkat global, kini tiba-tiba muncul.
“Kita ingin melihat lebih dalam. Persentase 51,2 itu merupakan praktik sunat
perempuan yang seperti apa? Siapa yang melakukan tindak medikalisasi tersebut?
Selama ini, bayangan kita, sunat perempuan di Indonesia hanyalah simbolis karena
terkait tradisi, tidak sampai pada praktik-praktik yang membahayakan,” jelas Richard.
Sementara jika dilihat dari karakter wilayah, persentase pernah disunat pada
anak perempuan usia 0-11 tahun di perkotaan sebesar 55,8 persen. Angka ini lebih
tinggi dibandingkan di perdesaan, yakni 46,9 persen.
Peneliti PSKK UGM yang juga pemerhati isu-isu gender dan kesehatan
reproduksi, Dr. Dewi Haryani Susilastuti mengatakan, studi yang dilakukan ini
bukanlah replikasi dari Riskesdas. Studi ini bertujuan untuk membantu pemerintah di
7|Page
dalam mengambil kebijakan tentang sunat perempuan. Evidence-based policy agar
kebijakan yang diambil tersebut berdasarkan basis data yang bisa
dipertanggungjawabkan.
Studi ini akan dilakukan di tujuh provinsi dengan prevalensi sunat perempuan
tertinggi di Indonesia, antara lain Gorontalo, Banga Belitung, Banten, Riau,
Kalimantan Selatan, Jawa Barat. Sulawesi Barat. Ditambah, tiga provinsi yang
memiliki peraturan daerah yang mendukung praktik medikalisasi perempuan di
fasilitas pelayanan kesehatan, yakni Kalimantan Timur, Jambi, dan Nusa Tenggara
Barat.
8|Page
Saat ini, permenkes tersebut sudah dicabut dan dinyatakan tidak lagi berlaku
melalui Permenkes Nomor 6 Tahun 2014. Peraturan ini juga memberikan mandat
kepada Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’k untuk menerbitkan pedoman
penyelenggaraan sunat perempuan yang menjamin keselamatan dan kesehatan
perempuan yang disunat serta tidak melakukan mutilasi pada genital perempuan.
Ada beberapa tipe FMG sesuai dengan klasifikasi Badan Kesehatan Dunia
(WHO), yaitu mulai dari melukai, menusuk, atau menggores klitoris atau prepusium,
membuang sebagian atau seluruh klitoris, membuang seluruh klitoris dan sebagian
atau seluruh labia minor, hingga memotong seluruh klitoris dan seluruh labia minor
dan mayor dan menyisakan saluran kemih saja, seluruhnya tanpa indikasi medis.
WHO dan Persatuan Dokter Obstetri dan Ginekologi Dunia (the International
Federation of Gynecology and Obstetrics) menolak seluruh jenis FMG dan menyebut
tindakan tersebut sebagai “praktik medis yang tidak diperlukan, yang memiliki risiko
komplikasi serius dan mengancam nyawa”. Persatuan Dokter Anak Amerika juga
melarang seluruh anggotanya melakukan tindakan ini, untuk alasan di luar medis.
FMG dianggap mengancam nyawa karena terdapat banyak pembuluh darah di daerah
kemaluan perempuan sehingga memiliki risiko perdarahan yang hebat. Kebanyakan
praktik FMG dilakukan secara ilegal, menyebabkan meningkatnya risiko infeksi
akibat praktik medis tidak steril. Selain itu, perempuan yang mengalami FMG juga
akan mengalami ketidaknyamanan dalam melakukan hubungan seksual yang dapat
menyebabkan efek samping jangka panjang. Persatuan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia (POGI) tidak merekomendasikan sunat perempuan dalam arti pemotongan
klitoris. Hanya saja, pada keadaan tertentu seperti terdapatnya selaput di klitoris,
dapat dilakukan pembukaan selaput tersebut.
9|Page
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sunat, atau dalam bahasa medis disebut dengan sirkumsisi, sejatinya adalah
tindakan membuang sebagian atau seluruh kulit penutup bagian depan kelamin. Pada
anak laki-laki, tindakan ini dilakukan dengan membuang kulit penutup depan dari
glans penis, atau dikenal juga dengan nama prepusium. Tujuan melakukan sunat pada
anak laki-laki adalah menjaga agar kemaluan bersih dari tumpukan lemak yang
terdapat di lipatan kulit prepusium (dikenal sebagai smegma), menurunkan risiko
infeksi saluran kemih, infeksi pada penis, maupun risiko mengalami penyakit menular
seksual pada usia dewasa.
Tindakan sunat umum dilakukan pada anak laki-laki, namun ada kelompok
masyarakat yang melakukan tindakan sunat pada bayi perempuan. Dari segi medis,
tidak ada rekomendasi rutin untuk melakukan sunat pada bayi perempuan. Tindakan
sunat bayi perempuan ini biasanya dilakukan dengan memotong atau melukai sedikit
kulit penutup (prepusium) klitoris. Secara anatomis, tidak semua anak perempuan
mempunyai prepusium yang menutupi klitoris maupun saluran kemih sehingga secara
anatomis, tidak semua anak perempuan mempunyai prepusium yang menutupi klitoris
maupun saluran kemih sehingga sunat dinilai tidak perlu dilakukan pada setiap
perempuan.
B. Saran
Tidak ada kata sempurna yang pantas untuk segala hal di dunia, begitu juga
dengan makalah yang telah kami susun, oleh karena itu bagi pihak terkait kami
mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat. Amiin.
10 | P a g e
Daftar Pustaka
11 | P a g e