Vous êtes sur la page 1sur 10

A.

TUJUAN PENGAUDITAN ATAS LAPORAN KEUANGAN


Standar Audit 200 (Paragraf 3) berbunyi sebagai berikut: Tujuan suatu audit adalah
untuk meningkatkan keyakinan pengguna laporan keuangan yang dituju. Hal itu laporan
keuangan suatu opini oleh auditor tentang apakah kerangka pelaporan dalam semua hal
yang material, sesuai dengan keuangan yang berlaku.
Tahapan yang ditempuh auditor dalam mengembangkan adalah sebagai berikut:
1. Memahami tujuan dan tanggungjawab suatu audit.
2. Membagi laporan keuangan menjadi siklus-siklus.
3. Memahami asersi asersi manajemen tentang laporan keuangan.
4. Memahami tujuan umum audit untuk golongan golongan transaksi, akun-akun,
dan pengungkapannya.
5. Memahami tujuan khusus (spesifik) audit untuk kelompok golongan transaksi,
akun-akun, dan pengungkapannya.

B. TANGGUNGJAWAB MANAJEMEN
Tanggungjawab untuk mengadopsi kebijakan akuntansi yang tepat, menerapkan
pengendalian internal yang memadai, dan membuat penyajian yang wajar dalam laporan
keuangan adalah tanggungjawab manajemen, bukan tanggungjawab auditor. Karena
manajemen perusahaan mengoperasikan bisnis sehari-hari, mereka mengetahui lebih
banyak tentang transaksi perusahaan, serta aset, kewajiban, dan ekuitas terkait,
dibandingkan dengan auditor. Sebaliknya, auditor mengetahui hal-hal tersebut dan
pengendalian internal terbatas pada apa yang diperolehnya selama audit berlangsung.

C. TANGGUNGJAWAB AUDITOR
Kesalahan penyajian material
Sebagai basis untuk opini auditor, SA mengharuskan auditor untuk memperoleh
keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari
kesalahan penyajian material, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan.
Meskipun tidak mudah mengkuantifikasi ukuran materialitas, auditor bertanggungjawab
untuk mendapatkan keyakinan memadai bahwa persyaratan materialitas ini telah
terpenuhi.

Keyakinan memadai
Keyakinan memadai merupakan suatu tingkat keyakinan yang tinggi. Keyakinan
tersebut diperoleh ketika auditor telah mendapatkan bukti audit yang cukup dan tepat
untuk menurunkan risiko audit (risiko bahwa auditor menyatakan suatu opini yang tidak
tepat ketika laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian material) ke suatu
tingkat rendah yang bisa diterima.

Skeptisisme Profesional
Standar auditing mensyaratkan agar suatu audit dirancang untuk mendapatkan
keyakinan memadai untuk mendeteksi kesalahan dan kecurangan material yang terdapat

1
dalam laporan keuangan. Untuk mencapai hal tersebut, audit harus dirancang dan
dilaksanakan dengan sikap skeptisisme profesional dalam semua aspek pengauditan.
Aspek Skeptisisme Profesional
Skeptisisme profesional terdiri dari dua komponen utama, yaitu: (1) suatu pikiran
yang selalu mempertanyakan dan (2) sikap waspada atau kritis dalam menilai bukti audit.

Pertimbangan Profesional
Karakteristik pertimbangan profesional yang diharapkan dari seorang auditor adalah
pertimbangan yang dibuat oleh seorang auditor yang pelatihan, pengetahuan, dan
pengalamannya telah membantu pengembangan kompetensi yang diperlukan untuk
mencapa pertimbangan-pertimbangan wajar yang dibuatnya.

TANGGUNGJAWAB AUDITOR UNTUK MENEMUKAN KESALAHAN DAN


KECURANGAN MATERIAL
Standar auditing membedakan dua tipe salah saji, yaitu kesalahan dan kecurangan.
Kedua tipe salah saji ini bisa material dan material. Kesalahan adalah salah saji dalam
laporan keuangan yang tidak disengaja, sedangkan kecurangan adalah salah saji yang
disengaja. Contoh kesalahan, misalnya salah dalam melakukan perkalian antara jumlah
unit dengan harga per unit dalam membuat faktur penjualan, salah dalam menerapkan
metoda harga wajar persediaan untuk persediaan yang telah lama tidak laku.
Tanggungjawab untuk Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan
SA 240 (Paragraf 4) menyebutkan sebagai berikut: Tanggungjawab utama untuk
pencegahan dan pendeteksian kecurangan berada pada dua pihak yaitu yang
bertanggungjawab atas tata kelola entitas dan manajemen.
Tanggungjawab Auditor
Paragraf 5 SA 240 menyebutkan Auditor yang melaksanakan audit berdasarkan SA
bertanggung jawab untuk memperoleh keyakinan memadai apakah laporan keuangan
secara keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material, yang disebabkan oleh
kecurangan atau kesalahan.
Karakteristik Kecurangan
Kecurangan, apakah dalam pelaporan keuangan atau penyalahgunaan aset, dapat
terjadi karena: (1) dorongan (insentif) atau tekanan untuk melakukan pelaporan keuangan
yang mengandung kecurangan, (2) peluang untuk melakukan kecurangan, dan (3)
pembenaran atas tindakan tersebut.

TANGGUNGJAWAB AUDITOR TENTANG PERTIMBANGAN ATAS


PERUNDANG-UNDANGAN DALAM AUDIT ATAS LAPORAN KEUANGAN
Dalam mendapatkan keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari
kesalahan penyajian material, auditor harus memperhatikan kerangka peraturan atau
perundangan-undangan yang relevan dengan klien. Dampak peraturan perundang-
undangan terhadap laporan keuangan sangat bervariasi.
Tanggungjawab untuk Mematuhi Peraturan Perundang-undangan

2
Adalah merupakan tanggungjawab manajemen, dengan pengawasan dari pihak yang
bertanggungjawab atas tata kelola, untuk memastikan bahwa operasi entitas dijalankan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk kepatuhan terhadap
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang menentukan jumlah dan
pengungkapan yang harus dilaporkan dalam laporan keuangan suatu entitas.
Tanggungjawab Auditor
Standar Audit (SA) 250 mengatur tentang Pertimbangan Atas Peraturan Perundang-
undangan Dalam Audit Atas Laporan Keuangan. Ketentuan dalam SA tersebut dirancang
untuk membantu auditor dalam mengidentifikasi kesalahan penyajian material dalam
laporan keuangan yang disebabkan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan. Namun, auditor tidak bertanggungjawab untuk mencegah dan tidak dapat
diharapkan untuk mendeteksi ketidakpatuhan terhadap semua peraturan perundang-
undangan.
Prosedur Audit pada saat Ketidakpatuhan Teridentifikasi atau Diduga Terjadi
Jika auditor mengetahui informasi mengenai suatu kejadian ketidakpatuhan atau
dugaan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, auditor harus
memperoleh: (a) Pemahaman atas sifat ketidakpatuhan dan kondisi terjadinya b)
ketidakpatuhan, dan untuk mengevaluasi dampak yang mungkin Informasi lebih terjadi
terhadap laporan keuangan.
Pelaporan atas Ketidakpatuhan yang Diidentifikasi atau Diduga Terjadi
Jika auditor dihalangi oleh manajemen atau pihak yang bertanggungjawab atas tata
kelola untuk memperoleh bukti audit cukup dan tepat untuk mengevaluasi apakah
ketidakpatuhan yang mungkin berdampak material terhadap laporan keuangan telah atau
kemungkinan telah terjadi, maka auditor harus menyatakan opini wajar dengan
pengecualian atau penyataan tidak memberikan opini atas laporan keuangan karena
adanya pembatasan ruang lingkup audit.

D. PENDEKATAN SIKLUS DALAM PENGAUDITAN


Audit atas laporan keuangan biasanya dilakukan dengan cara memecah laporan
keuangan menjadi segmen-segmen atau komponen yang lebih kecil. Dengan pemecahan
semacam ini audit menjadi lebih mudah dilaksanakan, dan mempermudah pembagian
tugas diantara para anggota tim audit.

SEGMENTASI AUDIT DENGAN PENDEKATAN SIKLUS


Sepanjang dimungkinkan, pendekatan siklus menggabungkan transaksi transaksi yang
dicatat dalam jurnal yang berbeda-beda dengan saldo akun buku besar yang dihasilkan
dari transaksi-transaksi tersebut. Auditor bisa memecah aktivitas entitas yang diauditnya
menjadi siklus-siklus. Salah satu contoh siklus yang ditetapkan auditor dalam
pengauditan laporan keuangan adalah:
o Siklus penjualan dan pengumpulan piutang
o Siklus pembelian dan pembayaran
o Siklus penggajian dan personalia.
o Siklus persediaan

3
o Siklus perolehan modal dan pengembaliannya

E. PENETAPAN TUJUAN AUDIT


Dalam pengauditan laporan keuangan dengan menggunakan pendekatan siklus,
auditor melakukan hal-hal berikut: (1) pengujian atas transaksi transaksi yang
membentuk saldo saldo akhir akun, (2) pengujian audit atas saldo akhirakun, (3)
pengujian atas pengungkapan saldo akhir dalam laporan keuangan.
Untuk setiap golongan transaksi tertentu, perlu dipenuhi sejumlah tujuan audit
sebelum auditor dapat menarik kesimpulan bahwa transaksi telah dicatat dengan tepat.
Hal tersebut dinamakan tujuan spesifik audit untuk golongan transaksi. Sebagai contoh,
ada sejumlah tujuan spesifik audit untuk transaksi penjualan, dan ada sejumlah tujuan
spesifik audit untuk transaksi retur penjualan. Demikian pula, sejumlah tujuan audit
tertentu perlu dipenuhi untuk setiap saldo akun. Hal tersebut dinamakan tujuan spesifik
audit untuk saldo. Sebagai contoh, ada sejumlah tujuan spesifik untuk audit saldo piutang
usaha, dan sejumlah tujuan spesifik untuk audit saldo utang usaha. Dalam uraian di
belakang nanti, akan kita lihat bahwa tujuan spesifik audit untuk transaksi sedikit
berbeda dibandingkan dengan tujuan spesifik audit keduanya berkaitan erat. Tujuan audit
kategori ketiga berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan informasi dalam laporan
keuangan. Hal ini disebut tujuan spesifik audit penyajian dan pengungkapan. Sebagai
contoh ada tujuan spesifik audit untuk penyajian dan pengungkapan piutang usaha, dan
ada tujuan spesifik audit untuk penyajian dan pengungkapan persediaan.

F. ASERSI-ASERSI MANAJEMEN
Asersi asersi manajemen adalah pernyataan yang dibuat manajemen secara eksplisit
atau implisit tentang golongan transaksi dan saldo akun yang bersangkutan serta
pengungkapan dalam laporan keuangan. Sebagian besar pernyataan manajemen tersebut
bersifat implisit.
Asersi manajemen berkaitan langsung dengan kerangka pelaporan keuangan yang
digunakan perusahaan (Standar Akuntansi Keuangan Indonesia atau IFRS), karena hal
itu merupakan bagian dari kriteria yang digunakan manajemen untuk mencatat dan
mengungkapkan informasi akuntansi dalam laporan keuangan.
ASERSI-ASERSI TENTANG GOLONGAN TRANSAKSI DAN KEJADIAN
Keterjadian
Asersi keterjadian berhubungan dengan apakah transaksi yang telah dibukukan dan
dicantumkan dalam laporan keuangan sungguh-sungguh terjadi pada periode akuntansi
yang bersangkutan. Sebagai contoh, manajemen menyatakan bahwa transaksi penjualan
yang telah dicatat mencerminkan pertukaran barang dan jasa yang sungguh-sungguh
terjadi Kelengkapan
Asersi ini berhubungan dengan apakah seluruh transaksi yang seharusnya
dicantumkan dalam laporan keuangan benar-benar telah dibukukan. Sebagai contoh,
manajemen menyatakan bahwa seluruh penjualan barang dan jasa telah dicatat dan
dicantumkan dalam laporan.
Keakurasian

4
Asersi keakurasian berhubungan dengan apakah transaksi-transaksi telah dibukukan
dengan jumlah yang benar. Penggunaan harga yang salah untuk mencatat sebuah
transaksi penjualan dan suatu kesalahan dalam membuat perkalian antara harga dengan
kuantitas adalah contoh pelanggararan asersi keakurasian.
Penggolongan
Asersi klasifikasi berhubungan dengan apakah transaksi telah dibukukan dalam akun
yang tepat. Pencatatan transaksi pembayaran gaji pegawai bagian administrasi yang
dibukukan sebagai harga pokok penjualan adalah contoh pelanggaran atas asersi
klasifikasi. Pisah Batas
Pisah batas berhubungan dengan apakah transaksi-transaksi dibukukan pada periode
akuntansi yang tepat. Sebagai contoh, pencatatan transaksi penjualan di bulan Desember
padahal barang baru pada bulan Januari merupakan pelanggaran atas asersi pisah batas.

ASERSI-ASERSI TENTANG SALDO AKHIR TAHUN


Keberadaan
Asersi keberadaan berhubungan dengan apakah aset, liabilitas, dan ekuitas yang
dicantumkan dalam neraca benar-benar ada pada tanggal neraca. Sebagai contoh,
manajemen menyatakan bahwa persediaan barang dagangan yang dicantumkan dalam
neraca benar-benar ada dan tersedia untuk dijual pada tanggal neraca.
Kelengkapan
Asersi ini berhubungan dengan apakah seluruh akun dan seluruh jumlah yang
seharusnya dicantumkan dalam laporan keuangan sungguh sungguh telah tercantum.
Sebagai contoh, manajemen menyatakan bahwa utang wesel di neraca telah mencakup
seluruh kewajiban yang seharusnya dilaporkan pada tanggal neraca.
Pengalokasian
Asersi penilaian dan pengalokasian berhubungan dengan apakah aset, liabilitis, dan
ekuitas telah dimasukkan dalam laporan keuangan dengan jumlah yang tepat, termasuk
semua penyesuaian penilaian agar jumlah aset mencerminkan nilai bersih bisa direalisasi.
Sebagai contoh, manajemen menyatakan bahwa properti dicatat sebesar biaya historis
dan biaya tersebut secara sistimatis dialokasikan ke periode periode akuntansi yang
sesuai melalui depresiasi.
Hak dan Kewajiban
Asersi ini berhubungan dengan apakah aset adalah hak entitas dan apakah liabilitas
merupakan kewajiban entitas pada tanggal neraca Sebagai contoh, manajemen
menyatakan bahwa aset adalah milik perusahaan, atau bahwa jumlah kapitalisasi untuk
lease di neraca mencerminkan biaya perolehan dari hak perusahaan atas lease properti
dan bahwa kewajiban lease yang berkaitan mencerminkan kewajiban entitas.

ASERSI-ASERSI TENTANG PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN


Asersi ini berhubungan dengan apakah kejadian yang diungkapkan telah terjadi dan
merupakan hak dan kewajiban dari entitas. Sebagai contoh, apabila klien
mengungkapkan bahwa klien telah membeli perusahaan lain, asersi ini menyetakan
bahwa transaksi telah berlangsung (telah selesai dilaksanakan)
Kelengkapan

5
Asersi ini berhubungan dengan apakah seluruh pengungkapan yang disyaratkan telah
dicantumkan dalam laporan keuangan. Sebagai contoh, manajemen menyatakan bahwa
seluruh transaksi material dengan pihak yang mempunyai hubungan instimewa telah
diungkapkan dalam laporan keuangan.
Keakurasian dan Penilaian
Asersi keakurasian dan penilaian berhubungan dengan apakah informasi keuangan
telah diungkapkan dengan wajar dan dengan jumlah yang tepat. Contoh asersi ini,
misalnya manajemen mengungkapkan asumsi yang digunakan yang mendasari jumlah
jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan.
Klasifikasi dan Keterpahaman
Asersi ini berkaitan dengan apakah jumlah jumlah telah digolongkan dengan tepat
dalam laporan keuangan dan catatan kaki, dan apakah penjelasan atas saldo dan
pengungkapannya dapat dipahami. Sebagai contoh, manajemen menyatakan bahwa
penggolongan persediaan menjadi persediaan barang jadi, persediaan barang dalam
proses, dan persediaan bahan baku adalah tepat, dan pengungkapan metoda yang
digunakan untuk penilaian persediaan bisa dipahami.

G. TUJUAN AUDIT ATAS GOLONGAN TRANSAKSI


TUJUAN UMUM AUDIT TRANSAKSI
Keterjadian-Transaksi yang dibukukan benar-benar terjadi
Tujuan audit ini berkaitan dengan apakah transaksi yang dibukukan sungguh sungguh
telah terjadi. Membukukan suatu transaksi penjualan dalam jurnal penjualan padahal
tidak terjadi transaksi demikian, merupakan pelanggaran terhadap tujuan keterjadian.

Kelengkapan yang terjadi telah dibukukan


Tujuan audit berhubungan dengan apakah semua transaksi yang dibukukan ke dalam
jurnal, sungguh-sungguh dibukukan.
Keakurasian Transaksi telah dicatat dengan jumlah yang benar
Tujuan audit ini berkaitan dengan keakurasian informasi untuk transaksi- transaksi
akuntansi dan merupakan satu bagian dari asersi keakurasian untuk golongan transaksi.
Posting dan Pengikhtisaran Transaksi yang dicatat telah dimasukkan dengan benar
ke dalam Master File dan dibuat ikhtisarnya dengan benar
Tujuan ini berhubungan dengan keakurasian transfer informasi dari catatan transaksi
dalam jurnal buku besar dan buku pembantu. Tujuan ini juga merupakan bagian dari
asersi keakurasian untuk golongan transaksi.
Penggolongan Transaksi yang dicatat dalam jurnal klien telah dogolongkan dengan
tepat
Tujuan ini berhubungan dengan apakah transaksi telah dibukukan dalam akun yang
tepat. Contoh kesalahan dalam penggolongan, misalnya transaksi penjualan tunai dicatat
sebaga penjualan kredit, atau penjualan aset tetap dimasukkan sebagai pendapatan
penjualan.
Ketepatan waktu Transaksi telah dibukukan pada tanggal yang tepat
Tujuan audit ini berhubungan dengan apakah transaksi telah dibukukan pada tanggal
yang tepat. Tujuan ini selaras dengan asersi manajemen tentang pisah batas pembukuan

6
saat pembukuan terjadi misalnya apabila transaksi tidak dibukukan pada saat teriadinya
transaksi tersebut. Sebagai contoh, transaksi penjualan harus dibukukan pada tanggal
pengiriman.

TUJUAN SPESIFIK AUDIT TRANSAKSI


Setelah tujuan umum audit untuk transaksi ditetapkan, selanjutnya dapatlah
ditentukan tujuan spesifik audit transaksi untuk setiap golongan transaksi yang material.
Golongan-golongan transaksi spesifik tersebut biasanya meliputi penjualan, penerimaan
kas, pembelian barang dan penggajian, dan sebagainya.

H. TUJUAN AUDIT SALDO AKUN


Tujuan audit saldo akun serupa dengan tujuan audit golongan transaksi seperti telah
diuraikan di atas. Tujuan audit inijuga mengikuti asersi-asersi manajemen dan memberi
kerangka kerja untuk membantu auditor dalam mengumpulkan bukti kompeten yang
cukup untuk saldo-saldo akun yang bersangkutan.
TUJUAN UMUM AUDIT SALDO AKUN
Keberadaan
Tujuan ini berhubungan dengan apakah jumlah yang dicantumkan dalam laporan
keuangan memang seharusnya dimasukkan Sebagai contoh, dimasukannya suatu piutang
kepada pelanggan dalam daftar piutang usaha, padahal tidak ada piutang kepada
pelanggan tersebut merupakan pelanggaran terhadap tujuan keberadaan.

Kelengkapan
Tujuan ini berhubungan dengan apakah semua jumlah yang seharusnya dimasukkan
telah diikutsertakan dengan jumlah yang suatu piutang usaha kepada seorang.
Keakurasian
Tujuan ini berkaitan dengan apakah jumlah yang dicantumkan telah dinyatakan dalam
jumlah yang benar.
Penggolongan
Tujuan ini menyangkut penentuan apakah hal-hal yang dimasukkan dalam daftar oleh
klien telah dimasukkan dalam akun yang benar di buku besar.
Pisah Batas
Dalam melakukan pengujian tentang pisah batas saldo- saldo akun, tujuan auditor
adalah menentukan apakah transaksi telah dibukukan dan dimasukkan ke dalam saldo
periode yang tepat.
Kecocokan
Saldo-saldo akun yang tercantum dalam laporan keuangan didukung oleh catatan rinci
di dalam master file dan daftar yang dibuat klien.
Nilai Bersih Bisa Direalisasi
Tujuan iniberkaitan dengan apakah suatu saldo akun telah diturunkan dari biaya
perolehan historis (cost) menjadi nilai bersih bisa direalisasi atau bila standar akuntansi
mengharuskan menjadi nilai pasar.
Hak dan kewajiban

7
Selain harus ada, sebagian besar aset harus dimiliki sebelum bisa dimasukkan ke
dalam laporan keuangan. Demikian pula, kewajiban harus benar-benar merupakan utang
perusahaan.

TUJUAN SPESIFIK AUDIT SALDO AKUN


Seperti halnya tujuan audit golongan transaksi, setelah ditentukan tujuan umum audit
saldo akun, dapatlah dikembangkan tujuan spesifik audit saldo untuk setiap akun yang
tercantum dalam laporan keuangan. Paling sedikit satu tujuan spesifik audit saldo akun
harus dimasukkan untuk setiap tujuan umum audit saldo akun, kecuali bila auditor
berkeyakinan bahwa tujuan umum audit akun tertentu.

I. TUJUAN AUDIT ATAS PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN


Tujuan audit atas penyajian dan pengungkapan identik dengan asersi manajemen
untuk penyajian dan pengungkapan seperti telh diutarakan di atas. Konsep-konsep yang
diterapkan pada tujuan audit saldo akun diterapkan pula untuk tujuan audit atas penyajian
dan pengungkapan.

J. BAGAIMANA MEMENUHI TUJUAN AUDIT


Auditor harus memutuskan tujuan audit yang tepat dan buktiyang dikumpulkan untuk
memenuhi tujuan-tujuan audit tersebut untuk setiap audit. Untuk melakukan itu, auditor
harus mengikuti suatu proses audit, yaitu metoda yang dirancang dengan cermat untuk
mengorganisasikan suatu audit untuk memastikan diperolehnya bukti kompeten yang
cukup, dan tercapainya semua tujuan audit yang diperlukan.
PERENCANAAN DAN PERANCANGAN SUATU PENDEKATAN AUDIT
(TAHAP 1)
Mendapatkan Pemahaman tentang Entitas dan Lingkungannya
Agar dapat menetapkan risiko salah saji dalam laporan keuangan secara memadai dan
membuat kesimpulan atas informasi yang diperoleh selama audit berlangsung, auditor
harus memiliki pengalaman yang cukup tentang bisnis klien dan lingkungan yang
bersangkutan, termasuk pengetahuan tentang strategi dan proses.
Memahami Pengendalian Internal dan Menetapkan Risiko Pengendalian
Auditor harus mengidentifikasi pengendalian internal danb mengevaluasi
efektivitasnya, suatu proses yang disebut menetapkan risiko pengendalian. Apabila
pengendalian internal dipandang efektif, risiko pengendalian direncanakan bisa
diturunkan dan jumlah bukti audit yang harus dikumpulkan dapat dikurangi secara
signifikan dibandingkan dengan bilamana pengendalian internal tidak memadai.

PENGUJIAN PENGENDALIAN DAN PENGUJIAN SUBSTANTIF GOLONGAN


TRANSAKSI (TAHAP 2)
Sebelum auditor memutuskan untuk menurunkan risiko pengendalian direncanakan,
seandainya pengendalian internal dipandang efektif, auditor pertama-tama harus menguji
efektivitas pengendalian tersebut. Prosedur untuk jenis pengujian semacam ini disebut

8
pengujian pengendalian. Auditor juga menilai catatan transaksi yang dibuat klien dengan
melakukan verifikasi atas jumlah-jumlah rupiah transaksi, suatu proses yang disebut
pengujian substantive transaksi.

PROSEDUR ANALITIS DAN PENGUJIAN RINCI SALDO (TAHAP 3)


Prosedur analitis menggunakan perbandingan dan hubungan untuk menetapkan
apakah saldo-saldo akun dan data lainnya nampak masuk akal. Pengujian rinci saldo
adalah prosedur spesifik yang dimasukkan untuk menguji salah saji material dalam
saldo-saldo yang tercantum dalam laporan keuangan.

PENYELESAIAN AUDIT DAN PENERBITAN LAPORAN AUDIT (TAHAP 4)


Setelah auditor menyelesaikan semua prosedur untuk setiap tujuan audit dan untuk
setiap akun laporan keuangan beserta pengungkapan yang bersangkutan, auditor harus
menerbitkan laporan audit.

9
DAFTAR PUSTAKA

Jusup, Al Haryono. Auditing. 2011. Yogyakarta:Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu


Ekonomi YKPN

10

Vous aimerez peut-être aussi