Vous êtes sur la page 1sur 18

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN CA PARU

1. Definisi Penyakit
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau
epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal,
tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel
bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa
prakanker disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel
dan menghilangnya silia (Robbin & Kumar, 2007).
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami
proliferasidalam paru (Underwood, Patologi, 2000).
Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalm
jaringan paru-paru dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen, lingkungan, terutama
asap rokok ( Suryo, 2010).

2. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala kanker paru yaitu:

1. Gejala awal. Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh
obstruksi pada bronkus.

2. Gejala umum.

a. Batuk : Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai
sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana
dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.

b. Hemoptisis : Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang
mengalami ulserasi.

c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.


3. Etiologi

Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari kanker paru masih belum
diketahui, namun diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang dari bahan – bahan
karsiogenik merupakan faktor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan perana
predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa atau ras serta status imunologis.
Sedangan faktor risiko yang menjadi penyebab terjadinya kanker paru, antara lain :

a. Merokok

Merokok merupakan salah satu yang mempunyai dampak buruk terhadap


kesehtaan. Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah
diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok
dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari,
lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok (Stoppler,2010). Merokok
merupakan penyebab utama Ca paru. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah
ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru
(karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih
besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan
telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam
waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari
tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.

b. Perokok pasif

Perokok pasif mempunyai efek yang lebih buruk dari pada perokok aktif, karena
perorok pasif menghirup asap dua kali lipat lebih banyak dari perokok aktif. Semakin
banyak orang yang berhubungan dekat antara perokok aktif dan pasif, maka risiko
terjadinya kanker paru akan semakin meningkat. Beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko
mendapat kanker paru meningkat dua kali (Wilson, 2005). Diduga ada 3.000 kematian
akibat kanker paru tiap tahun di Amerika Serikat terjadi pada perokok pasif
(Stoppler,2010).

c. Paparan zat karsinogen .

Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel
(pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru
hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga
mengalami peningkatan insiden. Contoh : radon, nikel, radiasi dan arsen.

d. Polusi Udara

Pulosi udara terutama di daerah kota-kota besar akan sangat mempunyai dampak
yang sangat tinggi terhadap kejadian kanker paru, namun polusi udara mempunyai
pengaruh kecil bila dibandingkan dengan merokok. Kematian akibat kanker paru
jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah
pedesaan. Karena banyak didaerah perkotaan sangat kurang lahan hijau untuk dapat
menyaring polusi-polusi udara akibat banyaknya kendaraan bermotor. Kurangnya lahan
hijau di daerah perkotaan dapat disebabkan karena pembangunan yang sangat besar dan
tidak diimbangi dengan lahan hijau sebagai keseimbangan lingkungan. Mereka yang
tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang
tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap
diesel dalam atmosfer di kota. Contoh: Polusi udara, pemaparan gas RT, asap kendaraan/
pembakaran (Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).

e. Genetik

Pengaruh dari faktor genetik berisiko lebih besar terkena penyakit ini. Penelitian
sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan bahwa mutasi gen-gen penekan tumor
memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru.
f. Penyakit paru

Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik dapat
menjadi risiko terjadinya kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik
berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari merokok
dihilangkan (Stoppler, 2010).

4. Patofisiologi

Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan


cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila
lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang
pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus
vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar.
Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di
bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu,
demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium
lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada
hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe,
dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
Pathway
5. Kemungkinan Data Fokus
a. Anamnesa

Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan kunci untuk diagnosis
tepat. Keluhan dan gejala klinis permulaan merupakan tanda awal penyakit kanker
paru. Batuk disertai dahak yang banyak dan kadang-kadang bercampur darah, sesak
nafas dengan suara pernafasan nyaring (wheezing), nyeri dada, lemah, berat badan
menurun, dan anoreksia merupakan keadaan yang mendukung. Beberapa faktor yang
perlu diperhatikan pada pasien tersangka kanker paru adalah faktor usia, jenis
kelamin, keniasaan merokok, dan terpapar zat karsinogen yang dapat menyebabkan
nodul soliter paru

b. Pemeriksaan fisik
1) Integument

Pucat atau sianosis sentral atau perifer, yang dapat dilihat pada bibir atau ujung
jari/dasar kuku mnandakan penurunan perfusi perifer.

2) Kepala dan leher

Peningkatan tekanan vena jugularis, deviasi trakea.

3) Telinga

Biasanya tak ada kelainan

4) Mata

Pucat pada konjungtiva sebagai akibat anemia atau gangguan nutrisi

5) Muka, hidung, dan rongga mulut

Pucat atau sianosis bibir / mukosa menandakan penurunan perfusi


Ketidakmampuan menelan Suara serak.
6) Thoraks dan paru-paru

Pernafasan takipnea (50/menit atau lebih pada saat istirahat) , Nafas dangkal,
Penurunan otot aksesoris pernafasan, Batuk kering / nyaring / non produktif atau
mungkin batuk terus menerus dengan atau tanpa sputum, Peningkatan fremitus,
kreleks inspirasi atau ekspirasi

7) System Kardiovakuler

Frekuensi jantung mungkin meningkat / takikardi (150/menit atau lebih pada sat
istirahat

Bunyi gerakan pericardial (pericardial effusion)

8) Abdomen

Bising usus meningkat / menurun,

9) System urogenital

Peningkatan frekuensi atau jumlah urine

10) System reproduksi

Ginekomastia, amenorrhea, impotensi

11) System limfatik

Pembesaran kelenjar limfe regional : leher, ketiak (metastase)

c. Pemeriksaan diagnostic
1. Radiologi.
1) Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.

Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya


kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan
massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau
vertebra.

2) Bronkhografi.

Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.

2. Laboratorium.
1) Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).

Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.

2) Pemeriksaan fungsi paru dan GDA

Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.

3) Tes kulit, jumlah absolute limfosit.

Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).

3. Histopatologi.

1) Bronkoskopi.

Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi


(besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).

2) Biopsi Trans Torakal (TTB).

Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2
cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.

3) Torakoskopi.

Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi.
4) Mediastinosopi.

Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.

5) Torakotomi.

Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam


prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.

4. Pencitraan.

1. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.


2. MR

d. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin muncul pada pasien dengan penyakit karsinoma paru
antara lain:

a) Hematotorak (darah pada rongga pleura)


b) Empiema (nanah pada rongga pleura )
c) Pneumotorak (udara pada rongga pleura )
d) Abses paru
e) Atelektasis (paru-paru mengerut )

3. Penatalaksaan Medis

Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk
mengangkat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin
fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker. Dapat dilakukan dengan cara :
1) Toraktomi eksplorasi.

Untuk mengkonfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya


karsinoma, untuk melakukan biopsy.

2) Pneumonektomi (pengangkatan paru).

Karsinoma bronkogenik bilamana dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.

3) Lobektomi (pengangkatan lobus paru).

Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula
emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.

4) Resesi segmental.

Merupakan pengangkatan satu atau lebih segmen paru.

5) Resesi baji.

Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang
terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji
(potongan es). Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris.

6) Kemoterapi

Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk


menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk
melengkapi bedah atau terapi radiasi. Kemoterapi merupakan pilihan pengobatan pada
klien dengan kanker paru, terutama pada SCLC karena metastasis. Kemoterapi dapat
juga diberikan bersamaan dengan terapi bedah.

Obat-obat kemoterapi yang biasanya diberikan untuk menangani kanker,


termasuk kombinasi dari obat-obat berikut : Cyclophosphamide, Dexorubicin,
Methrotexate, dan Procarbazine. Etoposide dan Cisplatin. Mitomycin, Vinblastine, dan
Cisplatin.
4. Kemungknan Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d adanya eksudat di alveolus
b. Pola nafas tidak efektif b/d sindrom hipoventilasi
c. Gangguan pertukaran gas b/d hipoventilasi
d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan
pemasukan/ mencerna/ mengabsorbsi zat-zat gizi karena factor biologis dan psikologi

5. Perencanaan

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI


1. Pola nafas Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Pemantauan
tidak efektif selama .. x 24jam diharapkan Pola nafas tidak pernapasan: pantau
b/d sindrom efektif kecepatan, irama,
hipoventilasi teratasi, dengan kriteria hasil: kedalaman dan
Indikator Saat dikaji Target upaya pernapasan
Frekuensi pernafasan 2. Perhatikan

Irama pernafasan pergerakan dada,

Kedalaman inspirasi amati kesimetrisan,


adanya penggunaan
Penggunaan otot bantu
otot-otot
nafas
3. Auskultasi suara
Suara nafas tambahan
napas
4. Catat perubahan
Note : 1. Berat ; 2. Cukup berat; 3. Sedang;
pada
4. Ringan 5. Tidak ada gangguan
Peemeriksaann
AGD
5. Informasikan
kepada pasien dan
keluarga tentang
tehnik relaksasi
untuk memperbaiki
pola pernapasan,
6. Instruksikan kepada
pasien dan keluarga
bahwa mereka
harus memberitahu
nakes pada saat
terjadiketidakefekti
fan pola pernapasan
7. Atur posisi pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi dan
meringankan sesak
nafas
8. Lakukan fisioterapi
dada
9. Berikan oksigen
10. Monitor aliran
oksigen
11. Berikan obat
bronkodilator
sesuai program
12. Berikan obat nyeri
untuk
mengoptimalkan
pola napas
2. Bersihan Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Kaji frekuensi,
jalan nafas selama …x24 jam diharapkan Bersihan jalan nafas kedalaman dan
tidak efektif tidak efektif dapat teratasi dengan kriteria hasil: upaya pernapasan
b.d adanya Indikator Saat Target 2. Kaji factor yang
eksudat di dikaj berhubungan
alveolus i seperti nyeri, batuk
Kemudahan bernapas tidak efektif, mucus

Frekuensi dan irama kental, dan

pernapasan keletihan

Pergerakan sputum keluar 3. auskultasi bagian

dari jalan napas dada anterior dan


posterior untuk
Pergerakan sumbatan
mengetahui
keluar dari jalan napas
penurunan atau
Nafas pendek
ketiadaan ventilasi
Batuk
dan adanya suara
Akumulasi Sputum
napas tambahan
4. Pantau status
Note : 1. Gangguan ekstrem; 2. Berat; 3. Sedang;
oksigen pasien dan
4. Ringan 5. Tidak ada gangguan
status hemodinamik
dan irama jantung
sebelum, selama
dan setelah
pengisapan
5. Catat jenis dan
jumlah sekrat yang
dikumpulkan
6. Instruksikan kepada
pasien tentang
batuk dan teknik
napas dalam
7. Berikan oksigen
yang telah
dihumidifikasi
sesuai dengan
instruksi
8. Kaji keefektifan
pemberian oksigen
dan terapi lain
9. Kaji kecenderungan
pada gas darah
arteri jika tersedia
10.
11. Lakukan atau bantu
dalam terapi
aerosol, nebulizer,
dan perawatan paru
lainnya sesuai
protocol
12. Beri tahu dokter
tentang hasil gas
darah yang
abnormal
3. Gangguan Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Kaji suara napas,
pertukaran selama .. x 24jam diharapkan Gangguan frekuensi
gas b.d pertukaran gas teratasi, dengan kriteria hasil: kedalaman dan
hipoventilasi Indikator Saat Target usaha napas, dan
dikaji produksi sputum

Tingkat pernafasan sebagai indicator

Irama pernafasan keefektifan

Kedalaman inspirasi penggunaan alat


penunjang
Saturasi oksigen
2. Pantau saturasi
Perfusi jaringan perifer
O2 dengan
oksimetri nadi
Note : deviasi 1. Berat; 2. Cukup Berat; 3. Sedang;
3. Pantau hasil gas
4. Ringan 5. Tidak ada
darah
4. Pantau hasil
elektrolit
5. Ajarkan kepada
pasien teknik
bernapas dan
relaksasi
6. Atur posisi untuk
memaksimalkan
potensia ventilasi
7. Atur posisi untuk
mengurangi
dispnea
8. Pasang jalan
napas melalui
mulut atau
nasoparing, sesuai
dengan kebutuhan
9. bersihkan secret
dengan
menganjurkan
batuk atau melalui
pengisapan
10. Dukung untuk
bernapas pelan,
dalam dan batuk
11. Bantu dengan
spirometer
insentif, jika perlu
12. Lakukan
fisioterapi dada,
jika perlu
13. Berikan Oksigen
14. Ajarkan tentang
batuk efektif
15. Berikan
bronkodilator, jika
perlu
4. Ketidakseimb Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Tentukan motivasi
angan nutrisi: selama …x24 jam diharapkan Ketidakseimbangan pasien untuk
kurang dari nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi mengubah
kebutuhan dengan kriteria hasil: kebiasaan makan
tubuh b.d Indikator Saat Target 2. Pantau nilai
ketidak dikaji laboratotium,
mampuan Makanan oral, pemberian khususnya Hb, Ht,
pemasukan/m makanan lewat selang, albumin, dan
encerna/meng atau nutrisi parenteral total elektrolit
absorbsi zat- Asupan cairan oral 3. Ketahui makanan
zat gizi atau IV kesukaan pasien
karenafaktor 4. Tentukan
biologis dan Ket : 1. Tidak adekuat 2. Sedikit adekuat; kemampuan
psikologis 3.Cukup adekuat 4. Adekuat 5. Sangat Adekuat pasien untuk
memenuhi
kebutuhan nutrisi
5. Pantau kandungan
nutrisi dan kalori
pada catatan
asupan
6. Timbang pasien
pada interval yang
tepat
7. Ajarkan metode
untuk
perencanaan
makan
8. Ajarkan pasien
dan keluarga
tentang makanan
yang berizi dan
tidak mahal
9. Manajemen
nutrisi: berikan
informasi yang
tepat tentang
kebutuhan nutrisi
dan bagaimana
memenuhinya
10. Diskusikan
dengan ahli gizi
dalam
menentukan
kebutuhan protein
pasien yang
mengalami
ketidakadekuatak
asupan protein

6. Daftar pustaka

Elizabeth, J. Corwin.2008. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: ECG

Price, Sylvia A and Wilson, Lorraine M. 1988. Patofisiologi. Konsep Klinik Proses-
proses Penyakit. Jakarta : EGC.

Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: B


First

Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3. Balai Penerbit
FKUI : Jakarta.

Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistematik. Edisi 2. EGC:Jakarta

Vous aimerez peut-être aussi