Vous êtes sur la page 1sur 8

AKHLAQ KEPADA ALLAH SWT DAN ROSUL SAW

A. Akhlak kepada ALLAH SWT


Akhlak kepada Allah SWT dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan
yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan
sebagai khalik.Sikap atau perbuatan itu memiliki cirri-ciri perbuatan akhlak
sebagaimana telah disebut dalam latar belakang tadi.Sekurang-kurangnya ada
empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah SWT.
Pertama, karena Allah SWT –lah yang menciptakan manusia. Dia yang
menciptakan manusia dari air yang dikeluarkan dari tulang punggung dan tulang
rusuk, hal ini sebagaimana di firmankan Allah SWT dalam surat At-Thariq ayat 5-
7, sebagai berikut :
ُ ‫سانُِ فَ ْالــ َي ْن‬
ِ‫ظر‬ َ ‫( ُخلقَِ ممِ ْاْل ْن‬۵) َِ‫آء م ْنِ ُخلق‬
ِ ‫ق َم‬ ُِ ‫ن َي ْخ ُر‬
ِ ‫( َداف‬۶) ‫ج‬ ِ ‫( َوالت َرآئبِ الصِ ْلبِ َبي‬۷)
ِْ ‫ْن م‬
Artinyaِ :ِ “(5).ِ Makaِ hendaklahِ manusiaِ memperhatikanِ dariِ apakahِ diaِ
diciptakan?, (6). Dia diciptakan dari air (mani) yang terpancar, (7). Yang
terpancarِdariِtulangِsulbiِ(punggung)ِdanِtulangِdada”.
Kedua, karena Allah SWT –lah yang telah member perlengkapan panca
indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal fikiran dan hati sanubari,
disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Firman
Allah SWT dalam syrat An-Nahl ayat 78 :
ِ ‫ن أَخـْ َر َج ُك ِْم َو‬
ُ‫للا‬ ُ ُ‫لَ أُم َهات ُك ِْم ب‬
ِْ ‫ط ِْونِ م‬ ِ َِ‫ش ْيئًا ت َ ْعلَ ُم ْون‬
َ , ِ‫ارِ الس ْم َعِ لَ ُك ُِم َو َج َع َل‬
َ ‫ص‬َ ‫ َو ْاْل َ ْفئ َدِة َ َو ْاْل َ ْب‬,
‫( ت َ ْش ُك ُر ْونَِ َلـ َعل ُك ِْم‬۷۸)
Artinyaِ :ِ “(78).ِ Danِ Allahِ telahِ mengeluarkanِ kamuِ dariِ perutِ ibumuِ dalamِ
keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan DIa memberikan kamu pendengaran,
penglihatanِdanِhatiِagarِkamuِbersyukur”. Ketiga, karena Allah SWT –lah yang
menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan
hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air,
udara, binatang ternak dan lainnya. Firman Allah SWT dalam surat Al-Jasiyah
ayat 12-13 :
ُ‫للا‬
ِ ‫ي‬ ِْ ‫سخ َرِ الذ‬ َِ َ‫يِ ْالب‬
َ ‫حْر لَ ُك ُِم‬ َ ‫( ت َ ْش ُك ُر ْونَِ َولَعَل ُك ِْم فَضْلهِ م ْنِ َولت َ ْبتَغُ ْوا بأ َ ْمرهِ فيْهِ ْالفُ ْلكُِ لتَجْ ر‬۱۲)
َ ‫ م ْن ِه ُ َجم ْيعًا ْاْل َ ْرضِ فى َو َما الس َم َاواتِ فى َما لَ ُك ِْم َو‬, ِ‫( يَتَفَك ُر ْونَِ لقَ ْومِ ِليَات ذَالكَِ فى إن‬۱۳)
‫سخ َِر‬
Artinyaِ :ِ “(12).ِ Allahِ -lah yang menundukkan laut untuk mu agar kapal-kapal
dapat berlayar di atasnya dengan perintah-NYa, dan agar kamu bersyukur, (13).
Dan Dia menundukan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu
semuanya (sebagai rahmat) dari -Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang
berfikir.
Keempat, Allah SWT –lah yang memuliakan manusia dengan diberikannya
kemampuan daratan dan lautan. Firman Allah SWT dalam surat Al-Israa’ِayatِ70ِ
:
ِ‫ي كَر ْمنَا َولَ َق ْد‬ ِْ ‫حْر ْال َب ِر فى َو َح َم ْلنَا ُه ِْم أ َد َِم َبن‬
ِ ‫ات منَِ َو َرزَ ْقنَا ُه ِْم َو ْال َب‬
ِ ‫علَى َوفَض ْلنَا ُه ِْم الطي َب‬ ِْ ‫مم‬
َِ ِ‫ن كَثبْر‬
‫لً َخلَ ْقنَا‬
ِ ‫( ت َ ْفض ْي‬۷٠ )
Artinyaِ :ِ “(70).ِ Danِ sungguh,ِ Kamiِ telahِ muliakanِ anak-anak cucu Adam dan
Kami angkut mereka di darat dan di laut dan Kami beri mereka rezeki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka di ats banyak makhluk yang Kami ciptakan
denganِkelebihanِyangِsempurna”.
Dari sedikit uraian diatas, kita memang benar perlu untuk berakhlak
kepada Allah SWT. Karena alasan-alasan di atas adalah tolak ukur yang tepat
dan terdapat perintah Allah SWT di dalamnya bahwa kita sebagai seorang
muslim memang diharuskan untuk berakhlak kepada Sang Pencipta.
Macam Akhlak Kepada Allah SWT
1. Taat Terhadap Perintah-Nya
Hal pertama yang harus dilakukan seorang muslim dalam beretika
kepada Allah SWT, adalah dengan mentaati segala perintah-perintah –
Nya., padahal Allah SWT –lah yang telah memberikan segala-galanya
pada dirinya. Allah SWT berfirman dala Al-Qur’anِsuratِAn-Nisa ayat 65 :
Artinyaِ :ِ “Makaِ demiِ Tuhanmu,ِ merekaِ tidakِ berimanِ sebelumِ merekaِ
menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang
mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan
dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka
menerimaِdenganِsepenuhnya”.
Kendati demikian, taat keada Allah SWT merupakan konsekwensi
keimanan seorang muslim kepada Allah SWT. Tanpa adanya ketaatan,
maka ini merupakan salah satu indikasi tidak adanya keimanan. Dalam
Sebuah hadits, Rasulullah SAW juga menguatkan makna ayat diatas
dengan bersabda :
“Tidakِ berimanِ salahِ seorangِ diِ antaraِ kalian,ِ hingga hawa nafsunya
(keinginannya) mengikuti apa yang telah dating dariku (Al-Qur’anِ danِ
Sunnah)”.ِ(HR.ِAbiِAshimِAl-Syaibani)
2.2.2. Tawakal
Tawakal bukan berarti meninggalkan kerja dan usaha, dalam surat Al-
Mulk ayat 15 di jelaskan, bahwa manusia di syariatkan berjalan di muka
bumi utuk mecari rizki dengan berdagang, bertani dan lain sebagainya.
Sahl At-Tusturiِ mengatakan,ِ “Barangِ siapaِ mencelaِ usahaِ
(meninggalkan sebab) maka dia telah melncela sunatullah (ketetentuan
yang Allah SWT ciptakan).Barang siapa mencela tawakal (tidak mau
bersandarِpadaِAllahِSWT)ِmakaِdiaِtelahِmeninggalkanِkeimanan”.
2. Memiliki Rasa Tanggung Jawab Atas Amnanah Yang Di Embankan
Padanya
Etika kedua yang harus dilakukan seorang muslim kepada Allah SWT,
adalah memiliki rasa tanggung jawab terhadap amanah yang diberikan
padanya. Karena pada hakekatnya, kehidupan ini-pun merupakan
amanah dari Allah SWT. Oleh karenanya, seorang mukmin senantiasa
meyakini apapun yang Allah SWT berikan padanya, maka itu meruakan
amanah yang kelak akan diminta pertanggung jawaban dari Allah SWT.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda.
Dariِ‘UmarِR.A,ِRasulullahِSAWِbersabdaِ:
“Setiaِ kalianِ adalahِ peminpin,ِ danِ setiapِ kalianِ bertanggungِ jawabِ
terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang Amir (presiden/imam/ketua)
atas manusia, merupakan pemimpin, dan ia bertanggung jawab atas apa
yang dipimpinnya. Seorang suami merupakan pemimpin bagi
keluarganya, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.
Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya, dan ia bertanggung
jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Dan setiap kalian adalah
pemimpin,ِ danِ bertanggujngِ jawabِ atasِ aaِ yangِ dipimpinnya”.ِ (HR.ِ
Muslim).
3. Ridho terhadap ketentuan Allah SWT.
Etika berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah
SWT, adala ridla terhadap segala ketentuan yang telah Allah SWT
berikan pada dirinya. Seperti ketika ia dilahirkan baik oleh keluarga yang
berada maupun keluarga yang kurang mampu, bentuk fisik yang Allah
SWT berikan padanya, atau hal-hal lainnya. Karena pada hakekatnya,
sikap seorang muslim senantiasa yakin terhadap apaun yang Allah SWT
berikan padanya. Baik yang berupa kebaikan, atau berupa keburukan.
Rasulullah SAW bersabda :
“Sungguhِmempesonaِperkaraِorangِberiman.ِKarenaِsegalaِurusannyaِ
adalah dipandang baik bagi dirinya. Jika ia mendapatkan kebaikan, ia
bersyukur, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi
dirinya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena ia tahu bahwa
halِ tersebutِ merupakanِ halِ terbaikِ bagiِ dirinya.”ِ (HR.ِ Bukhari).
Apalagi terkadangsebagai seorang manusia, pengetahuan atau
pendangan kita terhadap sesuatu sangat terbatas.Sehingga bisa jadi,
sesuatu yang kita anggap baik, justru buruk, sementara sesuatu yang
dipandang buruk ternyata malah memiliki nilai kebaikan bagi diri kita.
4. Senantiasa Bertaubat Kepada-Nya
Sebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah luput dari
sifat lalai dan lupa. Karena hal ini merupakan sifat dan tabiat manusia.
Oleh karena itulah, etika kita kepada Allah SWT manakala kita sedang
terjerumusِ kedalamِ “kelupaan”ِ sehinggaِ berbuatِ kemaksiatanِ kepadaِ –
Nya adalah dengan segera bertaubat kepada Allah SWT. Dalam Al-
Qur’anِ Allahِ SWTِ berfirmanِ :
“Danِ jugaِ orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri mereka sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon
ampunterhadap dosa-dosa mereka. Dan siapakah yang dapat
mengampuni dosa selain Allah?dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinyaِituِsedangِmerekaِmengetahui”.
5. Merealisasikan Ibadah Kepada-Nya
Etika atau akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang mulim
terhadap Allah SWT adalah merealisasikan ibadah kepada Allah
SWT.Baik ibadah yang bersifat mahdloh, ataupun ibadah yang ghairu
mahdloh.Karena, pada hakekatnya seluruh aktivitas sehari-hari adalah
ibadah kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’anِAllahِSWTِberfirmanِ:
“Danِ tidaklahِ Akuِ ciptakanِ jinِ danِ manusia,ِ melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku”.
Oleh karenanya, sebagai aktivitas, gerak gerik, kehidupan sosial
dan lain sebagainya merupakan ibadah yang dilakukan seorang muslim
terhadap Allah SWT. Sehingga ibadah tidak hanya yang memiliki skup
mahdloh saja, seperti puasa, shalat, haji dan lain
sebagainya.Perealisasian ibadah yang paling penting untuk dilakukan
pada saat ini adalah beraktifitas dalam rangkaian tujuan untuk dapat
menerakpak hukum Allah SWT di muka bumi ini. Sehingga islam menjadi
pedoman hidup yang direalisasikan oleh masyarakat islam pada
khhususnya dan juga oleh masyarakat dunia pada umumnya.

B. Akhlak Kepada Rasulullah SAW


Selain berakhlak kepada Allah SWT, kita juga sebagai umat muslim di
haruskan untuk berakhlak kepada Nabi SAW. Karena dari beliaulah kita banyak
mendapatkan warisan yang bisa kita warikan lagi turun-menurun ke anak cucu
kita.Saat Rasulullah SAW wafat, beliau meninggalkan dua warisan yang
berharga, yakni Al-Qur’anِ danِ As-Sunnah. Orang yang berpegang teguh pada
keduanya dipastikan tidak akan tersesat selamanya. Saat ini, tidak sedikit orang
yang melupakan, bahkan mematikan sunnah beliau. Tidak hanya itu, mereka
kemudian malah beralih pada tradisi dan adat istiadat yang justru tidak sesuai
denganِsyari‘at.
Macam Akhlak Kepada Rasulullah SAW
1. Menghidupkan Sunnah
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda yang menerangkan
bahwa, kita sebagai umat muslim diperintahkan untuk menghidupkan
sunah-sunahِ yangِ telahِ beliauِ wariskan.ِ “Barangsiapaِ yangِ
menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan
oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala
orang-orang yang mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala
merekaِsedikitِpun.”(HRِIbnuِMajah).
Jika terjadi perbedaan pendapat di antara kaum muslimin atau antara
mereka dengan Ulil Amri atau sesama Ulil Amri maka wajib baginya
mengembalikan persoalan itu kepada Allah SWT dan Rasul-Nya yaitu
dgn merujuk kepada kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.
Jika benar-benar beriman seseorang hanya akan kembali kepada
kitabullah dan unnah Rasul-Nya dalam menyelesaikan segala perkara
dan tidak akan berhukum kepada selain keduanya. Jika tidak maka iman
seseorang dapat diragukan dari ketulusannya.
Jika seseorang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir ia
akan taat kepada Allah dan Rasul-Nya karena ia mengimani benar bahwa
Allah SWT sesungguhnya Maha Mengetahui segala sesuatu baik yang
nampak maupun yang tersembunyi. Iman kepada hari akhir akan
membuat seseorang berpikir akan akibat segala perbuatannya yg
dilakukannya di dunia. Pada hari akhir seluruh amal anak Adam akan
dibalas, jika baik maka baik pula balasannya, namun jika buruk maka
buruk pula balasannya. Boleh jadi seseorang dapat menghindari
hukuman di dunia namun tidak akan dapat seseorang menghindar dari
hukuman akhirat.
2. Mencintai Keluarga Nabi SAW
Rasulullahِ SAWِ bersabda,ِ “Wahaiِ manusiaِ sesungguhnyaِ akuِ
tinggalkan dua perkara yang besar untuk kalian, yang pertama adalah
Kitabullah (Al-Quran) dan yang kedua adalah Ithrati (Keturunan)
Ahlulbaitku.Barangsiapa yang berpegang teguh kepada keduanya, maka
tidak akan tersesat selamanya hingga bertemu denganku di telaga al-
Haudh.”(HR.ِ Muslimِ dalamِ Kitabnyaِ Sahihِ juz.ِ 2,ِ Tirmidzi,ِ Ahmad,
Thabrani dan dishahihkan oleh Nashiruddin Al-Albany dalam kitabnya
Silsilah Al-Hadits Al-Shahihah).
3. Ziarah
Kata ziarah berasal dari bahasa arab yaitu ziaroh, yang berarti masuk
atau mengunjungi. Yaitu kunjungan yang dilakukan oleh orang islam
ketempat tertentu yang dianggap memiliki nilai-nilai sejarah. Namun
sering kali kata ziarah disebut oleh kebanyakan orang adalah berkunjung
ke makam dan dan mendoakannya sambil mengingat akan diri sendiri
dan mengambil pelajaran tentang kematian. Kegiatan berziarah tersebut
terbagiِduaِbagian,ِyakniِbeerziarahِmenurutِsyari’atِdanِberziarahِyangِ
berbentukِ bid’ah.
Pada awal sejarah islam, yang namanya ziarah itu diharamkan bagi laki-
laki maupun perempuan, dikarenakan hawatir akan goncangnya
keimanan. Namun, ketika aqidah umat islam sudah demikian mantapdan
telah diketahui hukum berziarah serta tujuannya, maka dibolehkan karena
pulaِ adaِ haditsِ yangِ membolehkannya.ِ Madzhabِ syafi’iِ berpendapatِ
bahwa ziarah kubur hukumnya sunnah, sedangkan kaum wahabi
mengatakan bahwa ziarah kubur hukumnya mubah.
4. Melanjutkan Misi Rasulullah.
Misi Rasul adalah menyebarluaskan dan menegakkan nilai-nilai Islam.
Tugas yang mulia ini harus dilanjutkan oleh kaum muslimin, karena Rasul
telah wafat dan Allah tidak akan mengutus lagi seorang Rasul. Meskipun
demikian, menyampaikan nilai-nilai harus dengan kehati-hatian agar kita
tidak menyampaikan sesuatu yang sebenarnya tidak ada dari Rasulullah
Saw. Keharusan kita melanjutkan misi Rasul ini ditegaskan oleh Rasul
Saw: Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat, dan berceritalah
tentang Bani Israil tidak ada larangan. Barangsiapa berdusta atas (nama)
ku dengan sengaja, maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya
di neraka (HR. Ahmad, Bukhari dan Tirmidzi dari Ibnu Umar). Demikian
beberapa hal yang harus kita tunjukkan agar kita termasuk orang yang
memiliki akhlak yang baik kepada Nabi Muhammad Saw.
DAFTAR PUSTAKA

1. Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, PT. RajaGrafindo, Jakarta, 2002.

2. Bakar, Abu Jabir al-Jazairy, Pedoman dan program Hidup Muslim, CV


Toha Putra,Semarang, 1984, hlm 48. -
http://www.eramuslim.com/syariah/tsaqofah-islam/drs-h-ahmad-
yani- ketua-lppd-khairu-ummah-akhlak-kepada-rasul

3. Hasanuddin, Pengantar Studi Akhlak, RajaGrafindo, Jakarta, 2004

Vous aimerez peut-être aussi