Vous êtes sur la page 1sur 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan perekonomian Indonesia akan diikuti pula
dengan kebijakan-kebjakan di bidang perpajakan.Oleh karena itu,pajak
merupakan fenomena yang selalu berkembang di masyarakat.Tidak dapat
dipungkiri lagi dalam beberapa tahun terakhir ini sektor pajak mendapatkan
perhatian yang luas.Peran pajak dalam APBN yang semakin meningkat membuat
pemerintah harus melakukan berbagai upaya.
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk
memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja
Perangkat Daerah, Institusi lainnya yang prosesnya dimula dari perencanaan
kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang
dan Jasa. Pengadaan Barang dan Jasa di K/L/D/I yang bersifat permanen, dapat
berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada. Sehubungan dengan hal
tersebut, Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah ini
dimaksudkan untuk memberikan pedoman pengaturan mengenai tata cara
Pengadaan Barang dan Jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai
dengan tata kelola yang baik. Pengaturan mengenai tata cara Pengadaan
Barang dan jasa Pemerintah dalam Peraturan Presiden ini diharapkan dapat
meningkatkan iklim investasi yang kondusif, efisiensi belanja negara, dan
percepatan pelaksanaan APBN/APBD.
Selain itu Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang berpedoman pada
Peraturan Presiden ini ditujukan untuk meningkatkan keberpihakan terhadap
industri nasional dan usaha. Mengenai pelaksanaan pengadaan Barang dan Jasa
yang dilakukan pemerintah ternyata sering dilakukan tidak sesuai dengan prosedur
yang berlaku karena tidak adanya undang-undang yang memberikan sanksi
terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh aparatur negara sehingga pelaksanaan
pengadaan Barang dan Jasa menimbulkan keresahan di masyarakat.

1
Untuk itu peran dan dukungan serta partisipasi masyarakat sangatlah
penting,hal ini memerlukan adanya pemahaman terhadap pegetahuan tentang
perpajakan.
Keputusan Dirjen Pajak no. 69 th. 2007, pasal 1 ayat (3) dan pasal 2 ayat
(2) secara gamblang menjelaskan bahwa SKF (Surat Keterangan Fiskal) adalah
bagian dari persyaratan Administrasi penawaran selain yang tertera dalam kepres
80 tahun 2003. Dalam kondisi tertentu seperti dalam proses pengajuan tender
untuk pengadaan barang/jasa di instansi pemerintah, seringkali disebutkan adanya
persyaratan bahwa calon penyedia barang/jasa harus memenuhi seluruh kewajiban
perpajakannya terlebih dahulu. Untuk keperluan tersebut, Direktorat Jenderal
Pajak menerbitkan Surat Keterangan Fiskal (SKF) untuk memberikan informasi
kepada pihak-pihak yang membutuhkan data pemenuhan kewajiban perpajakan
atas Wajib Pajak tertentu (peserta tender).
Ada beberapa hal yang harus diketahui dan proses yang harus di ikuti oleh
wajib pajak yang ingin melakukan proses pengajuan tender untuk pengadaan
barang/jasa di instansi pemerintah tersebut.
Hal inilah yang menjadi acuan dan dasar pemikiran penulis untuk mencoba
meneliti dan membahas untuk menuangkan dan mengangkatnya menjadi sebuah
karya ilmiah yang berjudul : “Tata Cara Pemberian Surat Keterangan Fiskal
(SKF) Dalam Rangka Pengadaan Barang Dan Jasa Untuk Keperluan
Instansi Pemerintah”.

B. Tujuan dan Manfaat


1. Untuk mengetahui tata cara pengajuan permohonan Surat Keterangan
Fiskal (SKF).
2. Untuk mengetahui masalah maupun kendala yang dihadapi dalam
pelaksanaan pengajuan permohonan Surat Keterangan Fiskal (SKF).

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengadaan barang dan jasa di Pemerintahan

Dalam menjalankan fungsi pemerintahan, sudah pasti dibutuhkan logistic,


peralatan dan jasa yang menunjang optimalnya kerja instansi tersebut. Kebutuhan
ini dipenuhi oleh beberapa pihak, baik itu perusahaan milik pemerintah maupun
swasta.
Berbeda dengan pengadaan barang dan jasa di instansi dan perusahaan
swasta, pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintahan lebih rumit karena
berhubungan dengan perhitungan APBN/APBD yang digunakan untuk membayar
barang atau jasa tersebut.
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Jenderal Pajak Nomor PER-
32/PJ/2014 Tentang Tata Cara pemberian Surat Keterangan Fiskal tanggal 29
Desember 2014, maka atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
44/PJ/2013 tentang Tata Cara Pemberian Surat Keterangan Fiskal Dalam Rangka
Pengadaan Barang dan/atau Jasa Untuk Keperluan Instansi Pemerintah, dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Peraturan ini dibuat dengan menimbang.
Dalam proses pengadaan barang dan jasa ini, ada beberapa istilah yang
perlu diketahui agar tidak menimbulkan ambiguitas dan misinterpretasi. Beberapa
diantaranya adalah:
1) Barang, merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut benda, baik
dalam bentuk bahan baku, setengah jadi, maupun barang jadi yang
menjadi objek dari pengadaan barang pemerintah.
2) Jasa, terbagi menjadi Jasa Konsultasi, Jasa Pemborongan dan Jasa lainnya.
3) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), merupakan pemilik pekerjaan yang
bertanggung jawab atas pelaksaan proses pengadaan barang dan jasa
pemerintah, yang diangkat oleh Pengguna Anggaran / Kuasa Pengguna
Anggaran.
4) Penyedia barang jasa, merupakan perusahaan maupun badan usaha
perseorangan yang menyediakan barang/jasa

3
1. Perubahan Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Sebagai penjelas dan pelengkap dari aturan yang berlaku sebelumnya,
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2013 tentang Tata Cara
Pemberian Surat Keterangan Fiskal Dalam Rangka Pengadaan Barang dan/atau
Jasa Untuk Keperluan Instansi Pemerintah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
lagi. Peraturan ini dibuat dengan menimbang Peraturan Jenderal Pajak Nomor
PER-32/PJ/2014 Tentang Tata Cara pemberian Surat Keterangan Fiskal tanggal
29 Desember 2014.
a) Pengadaan Pekerjaan Konstruksi
1) Pelelangan Umum , metode pelelangan umum merupakan yang paling
sering dilakukan untuk memilih penyedia barang/jasa yang akan
mendapatkan proyek pengadaan pekerjaan konstruksi.
2) Pemilihan Langsung, metode untuk memilih penyedia jasa untuk
proyek yang maksimal bernilai 200 juta.
3) Pengadaan Langsung, digunakan untuk proyek pengadaan jasa
konstruksi yang termasuk kebutuhan operasional dan bernilai paling
tinggi 100 juta.
4) Pelelangan Terbatas, dilakukan jika pekerjaan yang dibutuhkan
dianggap kompleks dan penyedianya terbatas.
5) Penunjukkan Langsung, dilakukan untuk proyek konstruksi tertentu
dengan persetujuan dari jajaran di instansi pemerintah terkait.

b) Pengadaan Barang / Jasa Lainnya


1) Pelelangan Umum, paling umum dilakukan untuk proyek pengadaan
barang dan jasa pemerintah.
2) Pelelangan Sederhana, dilakukan jika proyek yang ada bernilai paling
tinggi 200 juta dan tidak bersifat kompleks.
3) Pengadaan Langsung, dilakukan jika proyek yang ada berupa
pengadaan barang/jasa operasional yang beresiko kecil, berteknologi
sederhana dan bernilai maksimal 100 juta.
4) Penunjukkan Langsung.

4
5) Kontes/ Sayembara. Kontes dilakukan dengan memperlombakan
gagasan, kreativitas maupun inovasi tertentu yang telah ditentukan
harga/biaya satuannya., sedangkan Sayembara dilakukan untuk kriteria
yang belum ditentukan harga/nilai satuannya di pasaran. Biasanya
kontes diaplikasikan untuk pengadaan barang, dan sayembara untuk
pengadaan jasa.

c) Pengadaan Jasa Konsultasi


1) Seleksi Umum, merupakan metode paling utama untuk memilih
penyedia jasa yang akan menangami penyedian jasa konsultasi
pemerintah.
2) Seleksi Sederhana, dilakukan untuk pengadaan jasa konsultansi untuk
proyek yang bernilai maksimal 200 juta.
3) Pengadaan Langsung, dilakukan jika proyek pengadaan jasa bernilai
tidak lebih dari 50 juta.
4) Penunjuk Langsung.
5) Sayembara

2. Swakelola Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah


Selain memilih penyedia jasa dari luar, pengadaan barang dan jasa
pemerintah juga bisa dilakukan secara mandiri oleh instansi tersebut. Hal ini
memang telah dijelaskan di dalam peraturan yang berlaku. Berbeda dengan
menggunakan penyedia barang/jasa diluar institusi, swakelola mengandalkan
sumber daya yang ada didalam instansi tersebut untuk merencanakan,
mengorganisasi, mengerjakan dan mengawasi secara mandiri proses pengadaan
barang dan jasa.
Sistem ini bisa dilakukan untuk pekerjaan dengan kriteria khusus seperti :
1) Pekerjaan yang besaran nilai, sifat, lokasi maupun besaran tidak diminati
oleh penyedia jasa.
2) Pekerjaan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan SDM
internal institusi tersebut.

5
3) Pekerjaan yang pelaksanaan dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi
masyarakat atau SDM instansi tersebubut.
4) Penyelenggaraan diklat, penataran, lokakarya, seminar, kursus maupun
penyuluhan
5) Pekerjaan yang tidak bisa dihitung secara rinci yang menempatkan
penyedia jasa di dalam posisi yang kurang menguntungkan.
6) Pekerjaan yang berhubungan dengan proses data, pengujian laboratorium,
perumusan kebijakan pemerintah serta system penelitian tertentu.
7) Proyek percontohan khusus yang belum pernah dilakukan oleh penyedia
barang/jasa.
8) Pekerjaan yang bersifat rahasia di lingkungan instansi tersebut.
Dari kriteria diatas, kita mengetahui bahwa swakelola pengadaan barang
dan jasa pemerintah hanya bisa dilakukan pada keadaan tertentu. Meskipun telah
diatur dengan aturan diatas, sering ditemui kesalahan interpretasi dan persepsi di
dalam instalasi tersebut. Oleh karenanya, perlu dilakukan penjabaran yang
spesifik sebelum memutuskan untuk menjalankan metode swakelola.

3. Panitia Pengadaan dan Penyedia Barang/Jasa


Saat kita membahas pengadaan barang dan jasa, panitia pengadaan dan
penyedia barang/jasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Perlu diketahui
bahwa panitia pengadaan hanya dibentuk untuk menangani proyek yang bernilai
lebih dari 100 juta. Jika nilainya kurang dari jumlah tersebut, proses pengadaan
barang/jasa akan ditangani ole pejabat pengadaan yang ditunjuk oleh instansi
tersebut.
Anggota panitia harus memenuhi beberapa persyaratan termasuk
penguasaan tentang prosedur pengadaan, substsansi pengadaan, jenis pekerjaan
yang akan dilakukan, serta memiliki sertifikat pengadaan barang/jasa pemerintah
dan tidak mempunyai hubungan keluarga dengan pejabat pengangkat.
Sama halnya dengan panitia pengadaan, pengadaan barang dan jasa
pemerintah juga diharuskan memenuhi kriteria tertentu yang ditentukan dalam
peraturan tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah.

6
Ketidaklengakapan persyaratan ini dapat menjadi penyebab tidak
diakuinya penyedia barang/jasa dalam lelang atau penunjukan oleh instansi
terkait.
Berikut ini beberapa criteria penyedia barang / jasa :
1) Memiliki keahlian, kemampuan manajerial dan teknis yang memadai,
berpengalaman yang sesuai dengan persyaratan yang diminta oleh
instansi yang memberikan proyek pengadaan barang/jasa.
2) Memenuhi aturan menjalankan usaha seperti yang ditentukan oleh
perundang-undangan menyangkut bentuk dan legalitas usaha.
3) Mempunyai kapasitas hukum untuk menandatangani kontrak untuk
proyek yang akan dikerjakan.
4) Bebas dari keadaan pailit, pengawasan pengadilan maupun memiliki
direksi yang tidak dalam proses hukum.
5) Memenuhi kewajiban sebagain wajib pajak pada tahun sebelumnya
yang dibuktikan dengan pelampiran SPT dan SSP tahun terakhir.
6) Pernah menangani proyek pengadaan barang/jasa untuk institusi
swasta maupun pemerintah dalam kurun waktu 4 tahun terakhir. Poin
ini termasuk pengalaman subkontrak pengadaan barang / jasa.
7) Tidak masuk daftar hitam penyedia barang/jasa

Selain kriteria yang telah disampaikan diatas, masih ada beberapa aturan
tambahan mengenai pelaksaan pengadaan jasa konsultasi. Untuk lebih jelasnya,
bisa dilihat dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010.

B. Definisi Pajak
Beberapa definisi pajak menurut para ahli:
1. Prof.Dr.Rochmat Soemitro, SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang
yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2006 : 1)

7
2. Prof. Dr. P. J. A. Adriani
Pajak adalah iuran wajib masyarakat kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) dengan tidak mendapat
prestasi kembali yang langsung dapat ditunjukan dan yang gunanya adalah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan
tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. (Waluyo, 2003 : 4)
3. Dr.N.J.Feldman.
Pajak adalah prestasi yang dipaksakan oleh sepihak dan terutang kepada
pengusaha oleh pihak yang terutang kepada pengusaha (menurut norma-
norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi dan
semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
(Resmi, 2003:1)

C. Pengertian Wajib Pajak


Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(Pasal 1 angka 2 UU KUP).
1. Jenis Pajak
a. Menurut Golongannya
 Pajak Langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib
Pajak (WP) dan tidak dapat di bebankan atau di limpahkan kepada
orang lain.Contohnya pajak penghasilan.
 Pajak Tidak Langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dibebankan
atau dilimpahkan kepada orang lain,contohnya Pajak Pertambahan
Nilai.
b. Menurut Sifatnya Pajak
 Pajak Subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjek pajaknya.Contohnya Pajak Penghasilan.
 Pajak Objektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

8
objeknya tanpa memperhatikan keadaan Wajib Pajak.Contohnya
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
c. Menurut Lembaga Pemungutnya
 Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.Contoh:Pajak
Penghasilan,Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang
Mewah,Pajak Bumi Bangunan,dan Bea Materai.
 Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.Pajak
Daerah terdiri dari Pajak Provinsi (Kendaraan Bermotor dan Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ), Pajak Kabupaten dan Kota (
Pajak Hotel,Pajak Restoran dan Pajak Hiburan).
2. Sistem Pemungutan Pajak
a. Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak.
b. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak.
c. Witholding System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan)
untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh Wajb Pajak
(Mardiasmo, 2009 : 2)

D. Surat Keterangan Fiskal (SKF)


Surat Keterangan Fiskal (SKF) adalah Surat yag diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Pajak yang berisi data pemenuhan kewajiban perpajakan
Wajib Pajak untuk masa dan tahun pajak tertentu.

9
Surat Keterangan Fiskal adalah surat yang diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal Pajak yang berisi data pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak
untuk Masa dan Tahun Pajak tertentu. Wajib Pajak adalah Wajib Pajak yang
sedang dalam proses pengajuan tender untuk pengadaan barang/jasa untuk
keperluan instansi Pemerintah.
Kegunaan Surat Keterangan Fiskal (SKF) Surat Keterangan Fiskal
dipergunakan oleh Wajib Pajak untuk memenuhi persyaratan pada saat hendak
melakukan penawaran barang dan atau jasa untuk keperluan pemerintah. (Pasal 2
ayat (2) PER-69/PJ./2007)

1. Tata Cara Pemberian Surat Keterangan Fiskal


Bagi Wajib Pajak, Surat Keterangan Fiskal dipergunakan untuk memenuhi
persyaratan bagi yang bersangkutan pada saat hendak melakukan penawaran
pengadaan barang dan atau jasa untuk keperluan Pemerintah.
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan Surat Keterangan Fiskal
kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Wajib Pajak yang
mengajukan permohonan Surat keterangan Fiskal Wajib memenuhi persyaratan:
a) Tidak sedang dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
b) Mengisi formulir permohonan yang ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak
dengan melampirkan :
1) Fotokopi Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan
untuk tahun terakhir beserta tanda terima penyerahan SPT Tahunan
tersebut;
2) Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dan Surat
Tanda Terima Setoran Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir dan;
3) Fotokopi Surat Setoran Bea (SSB) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB), khusus untuk Wajib Pajak yang baru
memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan baik karena
pemindahan hak antara lain jual beli, tukar menukar, hibah,
pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, maupun
pemberian hak baru.

10
2. Kewajiban Kantor Pelayanan Pajak
a) Menerima permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan Fiskal dari
Wajib Pajak;
b) Melakukan penelitian atas permohonan Wajib Pajak;
c) Bila Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen,
Kantor Pelayanan Pajak segera menyampaikan kepada Wajib Pajak
untuk melengkapi dokumen-dokumen yang masih harus dilengkapi
melalui faksimili atau sarana komunikasi lainnya, melalui surat resmi;
d) Kantor Pelayanan Pajak dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja wajib
menerbitkan Surat Keterangan Fiskal apabila Wajib Pajak telah
memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen, atau Surat Penolakan
Pemberian Surat Keterangan Fiskal.
Untuk memberi kejelasan dan kepastian hukum dalam penerbitan Surat
Keterangan Fiskal (SKF), seperti tercantum dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang dan Jasa diubah menjadi Perpres Nomor 70 Tahun
2012 sebagaimana disyaratkan dalam pasal 19 ayat (1) aturan tersebut bahwa:
1. Penyedia Barang atau Jasa dalam pelaksanaan Barang atau Jasa memenuhi
kewajiban perpajakan tahun terakhir;
2. Memiliki laporan bulanan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25/29
dan PPN 3(tiga) bulan terakhir atau
3. Dapat diganti dengan SKF.
Pengertian ini menyatakan bahwa Surat Keterangan Fiskal (SKF)
dipergunakan untuk memenuhi persyaratan bagi Wajib Pajak dalam melakukan
pengadaan barang dan/atau jasa untuk keperluan Instansi Pemerintah.

3. Dasar Hukum
a) Kepres Nomor 80 Tahun 2003 jo. Perpres Nomor 95 Tahun 2007 telah
dicabut dengan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang
dan Jasa Pemerintah dan terakhir diubah berdasarkan Perpres Nomor 70
Tahun 2012

11
b) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 s.t.d.t dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
c) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008.
d) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2009.
e) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan s.t.td dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994;
f) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang
dan/Jasa Pemerintah sebagaiman telah diubah dengan Peraturan Presiden
Nomor 70 Tahun 2012;
g) Peraturan Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2014 Tentang Tata Cara
pemberian Surat Keterangan Fiskal tanggal 29 Desember 2014.

4. Syarat Dan Pengajuan Permohonan


Sebagai persyaratan untuk mengajukan penawaran barang/jasa di Instansi
Pemerintah maka Wajib Pajak (dengan status pusat) dapat mengajukan
permohonan Surat Keterangan Fiskal kepada Direktur Jenderal Pajak melalui
Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Dan bagi WP
Mempunyai Cabang, Permohonan diajukan ke KPP tempat SPT Tahunan PPh di
administrasikan.
Surat Keterangan Fiskal diberikan kepada Wajib Pajak yang mengajukan
permohonan dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Tidak sedang dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
2. Tidak mempunyai Utang Pajak baik di Kantor Pelayanan Pajak tempat
Kantor Pusat terdaftar maupun di Kantor Pelayanan Pajak tempat Kantor
Cabang terdaftar, kecuali dalam hal Wajib Pajak mendapatkan ijin untuk

12
menunda atau mengangsur pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam
Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang KUP, mengajukan keberatan
sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat (3a) Undang-Undang KUP, atau
mengajukan banding sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (5a) Undang-
Undang KUP;
3. Telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
untuk tahun pajak terakhir dan Surat Pemberitahuan Masa untuk 3 (tiga)
Masa Pajak terakhir; dan
4. Mengisi formulir permohonan dengan menggunakan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal ini yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Adapun dokumen yang wajib dilampirkan dalam rangka permohonan
Surat Keterangan Fiskal adalah :
1. Fotokopi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk tahun
pajak terakhir beserta:
a) Fotokopi tanda terima pelaporan; dan
b) Fotokopi Surat Setoran Pajak dalam hal terdapat pembayaran;
dan/atau fotokopi surat persetujuan mengangsur atau menunda
pembayaran pajak yang terutang, dalam hal Wajib Pajak
mengajukan permohonan menunda atau mengangsur pembayaran
pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4)
Undang-Undang KUP;
2. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dan Surat Tanda Terima
Setoran Pajak Bumi dan Bangunan Tahun Pajak terakhir, dalam hal
kewenangan pemungutannya berada di Direktorat Jenderal Pajak;
3. Fotokopi Surat Pemberitahuan Masa untuk 3 (tiga) Masa Pajak terakhir
beserta fotokopi bukti pelaporan dan Surat Setoran Pajak, dalam hal
terdapat pembayaran dalam Surat Pemberitahuan Masa dimaksud.
Pengertian tahun pajak terakhir/masa pajak terakhir adalah Surat
Pemberitahuan dan/atau pelunasan pajak untuk Masa Pajak dan Tahun Pajak
terakhir sebelum surat permohonan Surat Keterangan Fiskal diajukan harus sudah

13
dilaporkan dan/atau dilunasi pada saat surat permohonan Surat Keterangan Fiskal
dimaksud diajukan dan diterima oleh Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor
Pelayanan Pajak.

5. Tidak Memenuhi Persyaratan


Apabila permohonan Surat Keterangan Fiskal Wajib Pajak tidak
memenuhi persyaratan dokumen, maka :
 Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat permohonan Surat Keterangan
Fiskal diterima, meny ampaikan permintaan kepada Wajib Pajak untuk
melengkapi dokumen yang masih harus dilengkapi.
 Kelengkapan dokumen harus diterima oleh Kepala Kantor Pelayanan
Pajak tempat Wajib Pajak mengajukan permohonan paling lama 5 (lima)
hari kerja sejak formulir permintaan kelengkapan dikirim oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak, yang penyampaiannya dapat dilakukan secara
langsung, melalui pos, dan/atau sarana komunikasi lainnya.

6. Penelitian Pemenuhan Persyaratan


Petugas di Kantor Pelayanan Pajak tempat Kantor Pusat Wajib Pajak
terdaftar akan melakukan penelitian pemenuhan seluruh persyaratan pemberian
Surat Keterangan Fiskal termasuk pemenuhan kewajiban perpajakannya di Kantor
Pelayanan Pajak tempat Kantor Cabang Wajib Pajak terdaftar.
Dalam melakukan penelitian kewajiban perpajakan Kantor Cabang Wajib
Pajak Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Kantor Pusat Wajib Pajak terdaftar
melakukan konfirmasi pemenuhan kewajiban perpajakan ke Kepala Kantor
Pelayanan Pajak tempat Kantor Cabang Wajib Pajak terdaftar dengan
mengirimkan surat konfirmasi.
Selanjutnya Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Kantor Cabang Wajib
Pajak terdaftar, akan memberikan jawaban atas surat konfirmasi paling lama 3
(tiga) hari kerja sejak formulir permohonan konfirmasi kewajiban perpajakan
dikirim oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Kantor Pusat Wajib Pajak

14
terdaftar, yang penyampaiannya dapat dilakukan secara langsung, melalui pos,
dan/atau sarana komunikasi lainnya.

7. Penerbitan Dan Penolakan SKF


Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak akan
menerbitkan Surat Keterangan Fiskal untuk Wajib Pajak yang telah memenuhi
persyaratan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan
Wajib Pajak secara lengkap.
Sebaliknya Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal
Pajak juga akan menerbitkan surat penolakan pemberian Surat Keterangan Fiskal,
dalam hal Wajib Pajak :
 Tidak memenuhi persyaratan
 Tidak menyampaikan kelengkapan dokumen sampai dengan batas waktu
yang telah ditetapkan dalam surat permintaan kelengkapan dokumen.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan salah satu cara untuk
mencapai tujuan dari instansi pemerintahan. Pengadaan barang dan jasa menjadi
penting karena berhubungan dengan APBN / APBD mengenei pembiayaan barang
dan jasa itu sendiri. Artinya adalah setiap pembiayaan yang digunakan untuk
pengadaan barang dan jasa bersumber dari APBN / APBD yang bersangkutan.
Pengadaan barang dan jasa dapat dilakukan oleh perusahaan pemerintah
maupun swasta. Namun untuk menentukan siapa pelaksana dari pengadaan barang
dan jasa tersebut tidak bisa dilimpahkan secara sembarangan. Ada kriteria –
kriteria khusus untuk menentukan siapa – siapa pelaksana dari pengadaan barang
dan jasa tersebut.
Oleh karena itu kita sebagai masyarakat seharusnya lebih perduli terhadap
apa – apa yang sedang di jalankan pemerintah. Karena dana yang digunakan
pemerintah sebagian berasal dari rakyat berupa pajak. Sehingga jika terjadi
sesuatu yang buruk pada pelaksanaan proyek pemerintah, rakyat juga akan sangat
dirugikan.
Dalam rangka tertib pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai
dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBN/APBD) dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien
dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka dan perlakuan yang adil bagi
semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik,
keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah dan pelayanan
masyarakat. Dimana salah satu syarat bagi penyedia Barang/Jasa tersebut adalah
memiliki Surat Keterangan Fiskal (SKF) dalam rangka Pengadaan Barang
dan/atau Jasa Untuk Keperluan Instansi Pemerintah, dimana Surat Keterangan
Fiskal adalah surat yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang berisi
keterangan mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak untuk masa
pajak dan tahun pajak tertentu.

16
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diambil, maka penulis mencoba
memberikan beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1) Fiskal merupakan sarana yang paling tepat digunakan perusahaan dalam
menentukan jumlah pajak penghasilan terutang dan dapat diterapkan bagi
setiap wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan.
2) Dengan diberlakukannya peraturan ini diharapkan dapat memudahkan
Wajib Pajak dalam melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya dan
terlebih lagi bagi Direktur Jenderal Pajak dapat merealisasikan target
Perpajakan dengan fair tanpa adanya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

17
DAFTAR PUSTAKA

Andriyanto, R.Weddie, Einde Evana. Perbedaan Laporan Keuangan Komersial


dengan Laporan Keuangan Fiskal, Jurnal Akuntansi Keuangan &
Perpajakan Vol. 1 No 2, Maret 2008.

Boediono. 2000.Perpajakan Indonesia, Teori Perpajakan, Kebijakan Perpajakan,


Pajak Luar Negri. Jakarta : Diadit Media

Direktorat Jendral Pajak (2008). Undang – undang No. 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang – Undang No. 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan . Jakarta : Departemen Keuangan Republik Indonesia.

Direktorat Jendral Pajak (2007). Undang – undang No. 28 Tahun 2007 tentang
Perubahan Keempat atas Undang – Undang No.6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta : Departemen
Keuangan Republik Indonesia.

Diana Anastasia, Lilis S. 2010. Perpajakan Indonesia: Konsep, Aplikasi, &


Penuntun Praktis. Edisi 3. Andi: Yogyakarta.

Donald E. Kieso, Jerry J. Weygandt, dan Terry D. Warfield. 2002. Akuntansi


Intermediate, Jilid 3 ; Edisi Kesepuluh.Jakarta : Erlangga

Prof. Dr. Miftah Thoha, MPA. Manajemen Kepegawaian Sipil Di Indonesia,


Penerbit Kencana Prenada Media Group, Cetakan Kedua, Jakarta 2007

Sastra Djatmika, S.H. dan Drs. Marsono, Hukum Kepegawaian di Indonesia,


Penerbit Djambatan, Cetakan kesembilan (Edisi Revisi), Jakarta 1995

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 98 Tahun 2000 Tentang


Pengadaan Pegawai Negeri Sipil

Peraturan Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2014 Tentang Tata Cara pemberian


Surat Keterangan Fiskal tanggal 29 Desember 2014.

18

Vous aimerez peut-être aussi