Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................4
2.2 Ahwal..................................................................................................................5
2.3 Maqomat.............................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................18
ii
MAKALAH
Disusun Oleh :
JURUSAN TARBIYAH
SOREANG - BANDUNG
3
BAB I
PENDAHULUAN
1
amalan dan metode tetentu yang disebut tariqat dalam rangka mencapai ma’rifat.
Wilayah atau lingkup perjalanan menuju ma’rifat ini yang berlaku dikalangan sufi
disebut sebagai kerangka ‘irfani. Dalam tasawuf, manusia akan mengetahui Allah
dengan melakukan perjalanan. Apabila belum melakukan perjalanan menuju
Allah, maka sangat sulit untuk mencapainya, meskipun manusia tersebut beriman
secara aqliyah
Lingkup ‘irfani dalam rangka mencapai ma’rifat harus melalui proses yang
panjang. Dalam konteks tasawuf, proses ini dinamakan sebagai Ahwal (jamak dari
hal) dan Maqamat (jamak dari Maqam). Berdasarkan pemaparan di atas, penulis
tertarik untuk mengkaji tentang Ahwal dan Maqamat serta kerangka berfikir atau
metode ‘irfani.
Tujuan analitis terhadap tasawuf menunjukan bagaimana para sufi dengan
berbagai aliran yang dianutnya, memiliki satu konsepsi tentang jalan menuju
Allah. Jalan ini dimulai dari latihan-latihan rohaniah (riyadhah), lalu secara
bertahap menempuh berbagai fase, yang dikenal dengan maqam (tingkatan) dan
hal (keadaan), yang berakhir dengan mengenal ma’rifat Allah. Tingkatan ma’rifat
yang umumnya banyak dikejar oleh para sufi. Kerangka sikap dan perilaku sufi
diwujudkan dengan melalui amalan-amalan dan metode-metode tertentu yang
disebut thariqat, atau jalan dalam rangka menemukan pengenalan Allah.
Lingkup perjalanan menuju Allah untuk memperoleh ma’rifat yang
berlaku dikalangan sufi sering disebut sebagai sebuah kerangka
“Irfani”.
2
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa pengertian Berfikir Irfani.
2. Untuk mengetahui apa pengertian Ahwal.
3. Untuk mengetahui apa pengertian Maqomat.
4. Untuk mengetahui apa saja macam-macam Ahwal.
5. Untuk mengetahui apa saja macam-macam Maqomat.
6. Untuk mengetahui apa metode irfani.
7. Untuk mengetahui tahapan-tahapan Ahwal, untuk memperoleh ma’rifat.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
2.2 Ahwal
5
menjauhi perbuatan maksiat. Karena ia selalu khawatir kalau Allah
melupakannya atau takut kepada siksa Allah.
c. AR-RAJA’
Sikap ar-raja’ ini adalah suatu sikap mental optimisme dalam
memperoleh karunia dan nikmat Ilahi yang disediakan bagi hamba-
hambanya yang sholeh. Maka dari itu jiwanya selalu penuh pengharapan
untuk mendapat ampunan, merasa lapang dada, penuh gairah menanti
rahmat dan kasih sayang Allah, karena ia merasa hal itu akan terjadi.
Perasaan optimis akan memberikan semangat dan gairah melakukan
mujahadah demi terwujudnya keinginan yang ia inginkan.
d. AL-HUBB
Dalam pandangan tasawuf, mahabbah (cinta) merupakan pijakan
bagai segenap kemuliaan hal,seperti halnya tobat yang merupakan dasar
dari kemuliaan maqam. Karena mahabbah pada dasarnya adalah anugerah
yang menjadi dasar pijakan bagi segenap hal, kaum sufi menyebutnya
sebagai anugerah-anugerah (mawahib). Mahabbah adalah kecenderungan
hati untuk memerhatikan keindahan atau kecantikan.Berkenaan dengan
mahabbah, Suhrawardi pernah mengatakan “Sesungguhnya, mahabbah
(cinta) adalah suatu mata rantai keselarasan yang mengikat sang pecinta
kepada kekasihnya; suatu ketertarikan kepada kekasih, yang menarik sang
pencinta kepadanya, dan melenyapkan sesuatu dari wujudnya, sehingga
pertama-pertama ia mengusai seluruh sifat dalam dirinya, kemudian
menangkap zatnya dalam genggaman Qudrah (Allah)”.
e. ASY-SYAUQ
Selama masih ada cinta, syauq masih tetap diperlukan, dalam lubuk
jiwa, rasa rindu hidup dengan subur, yakni rindu ingin segera bertemu
dengan Tuhan. Ada yang mengatakan bahwa maut merupakan bukti cinta
yang benar. Lupa kepada Allah lebih berbahaya dari pada maut. Bagi sufi
yang rindu kepada Tuhan, kematian dapat berarti bertemu dengan Tuhan.
Sebab hidup merintangi pertemuan abadi dengan Ma’bud-nya.
6
Menurut Al-Ghozali, kerinduan kepada Allah dapat dijelaskan melalui
penjelasan tentang keberadaan cinta kepada-Nya. Pada saat tidak ada,
setiap yang dicintai pasti dirindukan orang yang mencintainya. Begitu
hadir dihadapannya, ia tidak dirindukan lagi. Kerinduan berarti menaati
sesuatu yang tidak ada. Bila sudah ada, tentunya ia tidak dirindu lagi.
f. AL-UNS
Dalam pandangan kaum sufi, sifat uns (intim) adalah sifat merasa
selalu berteman, tak pernah merasa sepi ungkapan berikut ini melukiskan
sifat uns.
“ada orang yang selalu merasa sepi dalam keramaian. Ia adalah
orang yang selalu memikirkan kekasihnya sebab sedang dimabuk cinta.,
seperti halnya muda mudi. Adapula orang yang merasa bising dalam
kesepian. Ia adalah orang yang selalu memikirkan atau merencanakan
tugas pekerjaannya semata-mata. Adapun engkau, selalu merasa
berteman dimanapun berada. Alangkah mulianya engkau berteman kau
selalu ada dengan Allah. Artinya engkau selalu berada dalam
pemeliharaan Allah.”
2.3 Maqomat
7
shabr, al-faqr, al-tawadlu’, al-taqwa, al-tawakkal, al-ridla, al-mahabbah
dan al-ma’rifah.
Sementara itu Abu Nasr al - Sarraj al - Tusi dalam kitab al - Luma’
menyebutkan jumlah maqamat hanya tujuh, yaitu al-taubah, al-wara’, al-
zuhud, al-faqr, al - tawakkal, al - mahabbah dan al - ridla.
Dan daripada itu Imam al - Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulum al - Din
mengatakan bahwa maqamat itu ada delapan, yaitu al-taubah, al-shabr, al-
zuhud, al-tawakkal, al-mahabbah, al-ma’rifah, al-ridla dan al-faqr.
8
atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara
perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang
mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang
aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian
kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
(Q. S. An-Nur, 24:31)
2. Al- Zuhud
Secara harfiah al-zuhud berarti tidak ingin kepada sesuatu yang
bersifat keduniawian, sedangkan menurut Harun Nasution zuhud artinya
keadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian. Selanjutnya al-
Qusyairi mengatakan bahwa zuhud adalah sebagai suatu sikap menerima
rezeki yang diterimanya. Dan juga mengatakan bahwa diantara para ulama
berbeda pendapat dalam mengartikan zuhud. Sebagian ada yang
mengatakan bahwa zuhud adalah mengurangi sikap keterikatan pada dunia
untuk menjauhinya dengan penuh kesadaran.
Zuhud termasuk salah satu ajaran agama yang sangat penting dalam
rangka mengendalikan diri dari pengaruh kehidupan dunia. Orang yang
zuhud lebih mengutamakan atau mengejar kebahagiaan hidup diakhirat
yang kekal dan abadi daripada mengejar kehidupan dunia yang fana dan
sepintas. Hal ini dapat difahami dari isyarat ayat yang berbunyi :
“Hai orang-orang yang beriman, Apakah sebabnya bila dikatakan
kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu
merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan
kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal
kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan)
diakhirat hanyalah sedikit. ( Q.S. at-Taubah, 9:38)
Ayat di atas memberikan petunjuk bahwa kehidupan dunia yang
sekejap ini dibandingkan dengan kehidupan akhirat yang kekal dan abadi.
Sungguh tidak sebanding. Kehidupan akhirat lebih baik dari kehidupan
dunia.
3. Al- Faqr
9
Al-faqr secara harfiah biasanya diartikan sebagai orang yang berhajat,
butuh atau orang miskin. Sedangkan dalam pandangan sufi fakir adalah
tidak menuntut lebih banyak dan merasa puas dengan apa yang sudah
dimiliki. Sehingga tidak meminta sesuatu yang lain. Merupakan benteng
yang kuat dalam menghadapi pengaruh kehidupan materi dan
pendisiplinan diri dalam mencari dan memanfaatkan fasilitas hidup. Sikap
faqr penting dimiliki orang yang berjalan dijalan menuju Allah, karna
kekayaan dan kebanyakan harta memungkinkan manusia dekat pada
kejahatan dan sekurang-kurangnya membuat jiwa menjadi tertambat
kepada selain Allah.
Sikap fakir selanjutnya akan memunculkan sikap Wara’. Secara harfiah
wara’ artinya saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Dan dalam
pengertian sufi wara’ adalah meninggalkan segala yang didalamnya
terdapat keragu-raguan antara halal dan haram (syubhat). Sesuai hadis
Nabi yang berbunyi : “Barangsiapa yang dirinya terbebas dari syubhat,
maka sesungguhnya ia terbebas dari yang haram. (H. R. Bukhari).
4. Al- Shabr (Sabar)
Secara harfiah sabar berarti tabah hati. Selanjutnya Ibnu Atha
mengatakan sabar artinya tetap tabah dalam menghadapi cobaan dengan
sikap yang baik. Dikalangan para sufi sabar diartikan sabar dalam
menjalankan perintah-perintah Allah dalam menjauhi segala larangan-Nya
dan dalam menerima segala percobaan-percobaan yang ditimpakan-Nya
pada diri kita. Sabar dalam menunggu datangnya pertolongan Allah, sabar
dalam menjalani cobaan dan tidak menunggu-nunggu datangnya
pertolongan. Sikap sabar dianjurkan dalam al-Qur’an, Allah berfirman:
Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai
keteguhan hati dari Rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu
meminta disegerakan (azab) bagi mereka. pada hari mereka melihat azab
yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di
dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (inilah) suatu pelajaran yang
cukup, Maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik. ( Q.S. al-
Ahqaf, 46: 35)
5. Al - Tawakkal (Tawakkal)
10
Secara harfiah tawakkal adalah menyerahkan diri atau segala urusan
kepada Allah. Menurut Hamdun al-Qashshar mengatakan tawakkal adalah
berpegang teguh pada Allah. Al-Qusyiri lebih lanjut mengatakan bahwa
tawakkal tempatnya didalam hati, dan timbulnya gerak dalam perbuatan
tidak mengubah tawakkal yang terdapat didalam hati. Setelah hamba
meyakini bahwa segala ketentuan hanya didasarkan pada ketentuan Allah.
Tawakkal terbagi pada tiga derajat : tawakkal, taslim dan tafwidh.
Tawakkal termasuk perbuatan yang diperintahkan oleh Allah. Dalam
firman-Nya :
Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa
yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung Kami, dan
hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal."
( Q. S. At-Taubah, 9: 51)
6. Ar-Ridha
Secara harfiah ridha artinya rela, suka senang. Ridha juga berarti
menerima dengan rasa puas terhadap apa yang dianugrahkan Allah SWT.
orang yang rela mampu melihat hikmah dan kebaikan dibalik cobaan yang
diberikan Allah dan tidak berburuk sangka terhadap ketentuan-Nya.
Bahkan, ia mampu melihat keagungan, kebesaran dan kemaha sempurnaan
Dzat yang memberikan cobaan kepadanya sehingga tidak mengeluh dan
tidak merasa sakit atas cobaan tersebut.
Dalam hadis Qudsi Nabi menegaskan yang artinya : “sesungguhnya
Aku ini Allah, tiada Tuhan selain Aku. Barang siapa yang tidak bersabar
atas cobaan-Ku, tidak bersyukur atas segala nikmat-Ku serta tidak rela
terhadap keputusan-Ku, maka hendaknya ia keluar dari kolong langit dan
cari Tuhan selain Aku”.
11
yang diperoleh lewat penyinaran hakikat oleh Tuhan kepada hambanya (al-kasy)
setelah melalui riyadhoh.
Contoh dari pendekatan irfani lainnya adalah falsafah isyraqi yang
memandang pengetahuan diskursif (al-hikmah al-batiniyyah) harus dipadu dengan
pengetahuan intuitif (al-hikmah al-zawqiyah). Dengan pemaduan tersebut
pengetahuan yang diperoleh menjadi pengetahuan yang mencerahkan, bahkan
akan mencapai al-hikmah al-haqiqiyyah. Pengalaman batin Rasulullah SAW
dalam menerima wahyu al-Quran merupakan contoh dari pengetahuan.
Implikasi dari pengetahuan irfani dalam konteks pemikiran keislaman,
adalah menghampiri agama-agama pada tataran substantif dan esensi spritualnya,
dan mengembangkannya dengan penuh kesadaran akan adanya pengalaman
keagamaan orang lain (the otherness) yang berbeda aksidensi dan ekspresinya,
namun memilki substansi dan esensi yang kurang lebih sama.
Dalam filsafat, irfani lebih dikenal dengan istilah intuisi. Dengan intuisi,
manusia memperolah pengetahuan secara tiba-tiba tanpa melalui proses penalaran
tertentu. Ciri khas intuisi antara lain: zauqi (rasa) yaitu melalui pengalaman
langsung, ilmu huduri yaitu kehadiran objek dalam diri subjek, dan eksistensial
yaitu tanpa melalui kategeorisasi akan tetapi mengenalnya secara intim. Henry
Bregson menganggap intuisi merupakan hasil dari evolusi pemikiran yang
tertinggi tetapi bersifat personal.
Mengenai taksonomi epistimologi pengetahuan irfani adalah dari segi
sumber pengetahuan, ia bersumber dari kedalaman wujud sang arif itu sendiri dari
segi media atau alat pengetahuan ia bersumber dari kedalaman kesejatian wujud
sang arif daris egi objek pengetahuan, ia menjadikan wujud sebagai objek
kajiannya dari segui cara memperoleh pengetahuan, ia diperoleh dengan cara
menyelami wujud kedirian melalui metode riyadhoh.
Dapat disimpulkan bahwa metode irfani (intuitif) digunakan untuk
memahami secara langsung realitas metafisis yang bersifat huduri dalam jiwa
manusia dan menghasilkan pengetahuan mistik.
12
1. Riyadhah
Riyadhah adalah latihan kejiwaan melalui upaya membiasakan diri agar
tidak melakukan hal-hal yang dapat mengotori jiwanya. Riadhah dapat pula
berarti proses internalisasi kejiwaan dengan sifat-sifat terpuji dan melatih
membiasakan meninggalkan sifat-sifat jelek.
Riyadhah harus disertai dengan mujahadah. Mujahadah yang dimaksudkan
disini adalah kesungguhan dalam perjuangan meninggalkan sifat-sifat jelek.
Perbedaan riyadhah dengan mujahadah adalah kalau Riyadhah berupa
tahapan-tahapan real, sedangkan mujahadah berjuang menekan pada masin-
masing riyadhah.
Riyadhah perlu dilakukan karena imu ma’rifat dapat diperoleh melalui
upaya melakukan perbuatan kesalehan atau kebaikan yang terus-menerus.
Dalam hal ini, riyadhah berguna untuk menempa tubuh jasmani dan akal budi
orang yang melakukan latihan-latihan itu sehingga mampu menangkap dan
menerima komunikasi dari alam ghaib (malakut) yang transcendental. Hal
terpenting dalam riyadhah adalah melatih jiwa melepaskkan ketergantungan
terhadap kelezatan duniawi yang fatamorgana, lalu menghubungkan diri
dengan realitas rohani dan Ilahi. Dengan demikian, riyadhah akan
mengantarkan seseorang selalu berada di bawah bayangan Yang Kudus.
2. Tafakur
Tafakur penting dilakukan oleh manusia yang menginginkan ma’rifat.
Sebab, tatkala jiwa telah belajar dan mengolah ilmu, lalu memikirkan
(bertafakur) dan menganalisanya, pintu kegaiban akan dibukakan untuknya.
Menuurut Al-Ghazali orang yang brfikir dengan benar akan menjadi dzawi al-
albab (ilmuwan) yang terbuka pintu kalbunya sehingga akan mendapat ilham.
Tafakur belansung secara internal dengan proses pembelajaran dari dalam
diri manusia melalui aktivitas berpikir yang menggunakan perangkat batiniah
(jiwa). Selanjutnya tafakur dilakukan dengan memotensikan nafs kulli (jiwa
universal). Validitas yang diperoleh melalui metode tafakur sangat tinggi
kualitasnya.sebab tafakur memotensikan nafs kulli (jiwa universal),
sebagaimana yang diungkapkan Al-Ghazali: “nafs kulli lebih besar dan lebih
13
kuat hasilnya dan lebih besar kemampuan perolehannya dalam proses
pembelajaran.”
3. Tazkiyat An-Nafs
Tazkiyat An-Nafs adalah proses penyucian jiwa manusia. Proses
penyucian jiwa dalam kerangka tasawuf ini dapat dilakukan melalui tahapan
takhalli dan tahalli. Tazkiyat An-Nafs merupakan inti kegiatan bertasawuf.
Upaya melakukan penyempuranaan jiwa perlu dilakukan oleh setiap orang
yang menginginkan ilmu ma’rifat. Ada lima hal yang menjadi penghalang
bagi jiwa dalan nenangkap hakikat, yaitu: pertama, jiwa yang belum
sempurna. Kedua, jiwa yang dikotori perbuatan-perbuatan maksiat. Ketiga,
menururti keinginan badan. Keempat, penutup yang menghalangi masuknya
hakikat kedalam jiwa (taqlid). Kelima, tidak dapat berpikir logis. Dibutuhkan
pengembalian jiwa kepada kesempurnaannya untuk menghilangkan
penghalang itu.dalam konteks inilah, penyempurnaan jiwa dapat dilakukan
dengan tazkiyat an-nafs.
Tazkiyat an-nafs dalam konsepsi tasawuf berdasar pada asumsi bahwa jiwa
manusia ibarat cermin, sedangkan ilmu ibarat gambar-gambar objek material.
Kegiatan mengetahui sesungguhnya ibarat cermin yang menangkap gambar-
ganbar. Banyaknya gambar yang tertangkap dan jelasnya tangkapan
bergantung pada kadar kebersihan cermin bersangkutan. Dengan demikian,
kesucian jiwa adalah syarat bagi masuknya hakikat-hakikat atau ilmu ma’rifat
ke dalam jiwa.
4. Dzikrullah
Secara etimologi, dzikir adalah mengingat, sedangkan secara istilah adalah
mambasahi lidah dengan ucapan-ucapan pujian kepada Allah. Dzikir
merupakan metode lain yang paling utama untuk memperoleh ilmu laduni.
Pentingnya dzikir untuk mendapatkan ilmu ma’rifat didasarkan atas
argumentasi tentang peranan dzikir itu sendiri bagi hati. Al-Ghazali dalam
Ihya’ menjelaskan bahwa hati manusia tak ubahnya seperti kolam yang
mengalir kedalamnya bermacam-macam air. Pengaruh yang datang ke dalam
hati adakalanya berasal dari luar, yaitu pancaindra, dan adakalanya dari dalam,
yaitu khayal, syahwat, amarah, dan akhlak atau tabiat manusia.
Dalam pandangan sufi, dzikir akan membuka tabir alam malakut, yakni
denggan datangnya malaikat. Sudah menjadi kesepakatan umum bahwa dzikir
14
merupakan kesepakatan alam ghaib, penarik kebaikan, penjinak was-was, dan
pembuka kewalian. Dzikir juga bermamfaat untuk membersihkan hati. Dalam
Ihya’, Al-Ghazali menjelaskan bahwa hati yang terang merupakan hasil dzikir
kepada Allah. Takwa merupakan pintu gerbang dzikir, sedangkan dzikir
merupakan pintu gerbang kasyaf (terbukanya hijab). Sedangkan kasyaf adalah
pintu gerbang kemenangan besar. Dzikir juga berfungsi untuk menghalangi
setan dari hati manusia. Pada saat itulah malaikat akan memberikan ilham ke
dalam hati.
15
BAB III
KESIMPULAN
3. Maqomat adalah suatu jalan penting yang harus ditempuh oleh seorang
sufi untuk berada dekat dengan Allah.
4. Macam-macam Ahwal :
a. AL-MURAQABAH
b. AL-KHAUF
c. AR-RAJA’
d. AL-HUBB
e. ASY-SYAUQ
f. AL-UNS
5. Macam-macam Maqomat :
a. At- Taubah
b. Al- Zuhud
c. Al- Faqr
d. Al- Shabr (Sabar)
e. Al- Tawakkal (Tawakkal)
f. Ar-Ridha
Yang menjadi sarana untuk memperoleh ma’rifat adalah hati (qalbu), hati
16
Upaya-upaya untuk menperoleh ilmu ma’rifat yaitu dengan Riyadhah,
17
DAFTAR PUSTAKA
http://tasawufislam.blogspot.com/2009/05/kerangka-berfikir-irfani.html
http://teguhmuwahhid.blogspot.com/2015/03/kerangka-berpikir-irfani.html
www.rumahbangsa.net › TASAWUF
ahmadbad.blogspot.com/2016/09/kerangka-berfikir-irfani-dasar-dasar.html
siredjacom.blogspot.com/2011/06/kerangka-berfikir-irfani-dasar-dasar_13.html
mnniam94.blogspot.com/2017/06/kerangka-berfikir-irfani-dasar-dasar.html
18