Vous êtes sur la page 1sur 21

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala


rahmat dan nikmat-Nya, sehingga kami dapat membuat sebuah makalah yang
berjudul “Kerangka Berfikir Irfani Mengenai Dasar-dasar Filosofi Ahwal dan
Maqomat”.
Tak lupa Shalawat teriring salam tercurah kepada penghulu para Nabi
dan Rasul-Nya Sayyidina, Wa Habibuna, Wa Syafii’una, Nabi Muhammad
baginda Rasulullah SAW yang telah membawa risalah ilmiah, sehingga manusia
ber-akhlaqul karimah dan mempunyai ilmu pengetahuan.
Selanjutnya dalam menyajikan sebuah makalah ini, kami sebagai
penyusun dengan segala upaya maksimal menggunakan bahasa sederhana dan
singkat agar uraian yang ada pada makalah ini dapat dipahami. Dan
kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, dikarenakan masih
banyak kekurangan dan kekeliruan. Dan untuk itu kami senantiasa mengharap
nasihat dan tegur sapa dari para pembaca untuk memperbaiki makalah yang
kami buat ini, Insyaallah kami akan terima dengan lapang dada dan akhir kata
kami mengucapkan terima kasih, seraya berharap semoga makalah sederhana ini
dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan para pembaca umumnya. Aamiin

Soreang, 18 Februari 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1

1.2 Rumusan Penulisan............................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................4

2.1 Pengertian Berfikir Irfani...................................................................................4

2.2 Ahwal..................................................................................................................5

2.2.1 Pengertian Ahwal.........................................................................................5

2.2.2 Macam – macam Ahwal...............................................................................5

2.3 Maqomat.............................................................................................................7

2.3.1 Pengertian Maqomat....................................................................................7

2.3.2 Macam-macam Maqomat............................................................................8

2.4 Metode Irfani....................................................................................................12

2.5 Tahapan-tahapan ahwal, untuk memperoleh ma’rifat....................................13

BAB III KESIMPULAN............................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................18

ii
MAKALAH

“KERANGKA BERFIKIR IRFANI MENGENAI DASAR-DASAR


FILOSOFI AHWAL DAN MAQOMAT”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Akhlak Tasawuf”

Dosen : Hery Saparudin, S.Pd.I, M.Pd.I

Disusun Oleh :

Anisah Febrianti 18.AI.2.0014

Asep Andrian 18.AI.2.0016

Asyfi Agistia Rabbiatsaniati 18.AI.2.0017

Basar Dauji 18.AI.2.0018

Dhiska Eva Seftiani 18.AI.2.0026

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM YAMISA

SOREANG - BANDUNG

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Islam merupakan agama yang lengkap, tidak hanya berorientasi pada aspek
akhirat saja, tetapi juga mengatur aspek dunia. Diskurus Islam juga dikaji secara
normatif (teks-ajaran) dan historis. Sejarah tentang perkembangan pemikiran
keislaman memiliki mata rantai yang cukup panjang dan kajian atas persoalan ini
pasti akan melibatkan kompleksitas, namun sejalan dengan itu upaya penggalian
informasi mengenai perkembangan pemikiran keislaman melalui naskah-naskah
yang dihasilkan oleh para ulama terdahulu menjadi sesuatu yang mutlak harus
terus dilakukan, mengingat tema yang terkandung dalam naskah-naskah tesebut
pun sangat beragam dan diantara tema yang banyak menarik perhatian para
peneliti naskah adalah tentang tasawuf.
Tasawuf atau sufisme adalah istilah yang khusus dipakai untuk
menggambarkan mistisesme dalam Islam. Adapun tujuan tasawuf ialah
memperoleh hubungan langsung dan dekat dengan Tuhan. Dalam islam kita
mengenal beberapa aliran tasawuf, diantaranya aliran tasawuf Akhlaqi, Tasawuf
Irfani dan Tasawuf Falsafi.
Diskursus tasawuf tidak bisa dilepaskan tentang ketuhanan (al-ma’arif al-
Ilahiyah). Biasanya pengetahuan tersebut tidak menggunakan ilmu dan
pembuktian ilmiah, tetapi dengan jalan penyaksian esoterik. Hal ini menunjukkan
pentingnya hati manusia agar dapat menyingkap tirai dan menangkap hakikat.
Dengan hati yang suci, seseorang dapat melihat esensi ketuhanan, asma-asma-
Nya, dan sifat-sifat-Nya.
Tinjauan terhadap tasawuf menunjukkan bagaimana para sufi memiliki suatu
konsepsi tentang jalan menuju Allah (thariqat). Jalan ini dimulai dengn latihan-
latihan rohaniah (riyadhah), lalu secara bertahap menempuh berbagai fase yang
dikenal dengan Maqam (tingkatan) dan hal (keadaan), yang berakhir dengan
ma’rifat kepada Allah. Kerangka sikap dan perilaku sufi diwujudkan melalui

1
amalan dan metode tetentu yang disebut tariqat dalam rangka mencapai ma’rifat.
Wilayah atau lingkup perjalanan menuju ma’rifat ini yang berlaku dikalangan sufi
disebut sebagai kerangka ‘irfani. Dalam tasawuf, manusia akan mengetahui Allah
dengan melakukan perjalanan. Apabila belum melakukan perjalanan menuju
Allah, maka sangat sulit untuk mencapainya, meskipun manusia tersebut beriman
secara aqliyah
Lingkup ‘irfani dalam rangka mencapai ma’rifat harus melalui proses yang
panjang. Dalam konteks tasawuf, proses ini dinamakan sebagai Ahwal (jamak dari
hal) dan Maqamat (jamak dari Maqam). Berdasarkan pemaparan di atas, penulis
tertarik untuk mengkaji tentang Ahwal dan Maqamat serta kerangka berfikir atau
metode ‘irfani.
Tujuan analitis terhadap tasawuf menunjukan bagaimana para sufi dengan
berbagai aliran yang dianutnya, memiliki satu konsepsi tentang jalan menuju
Allah. Jalan ini dimulai dari latihan-latihan rohaniah (riyadhah), lalu secara
bertahap menempuh berbagai fase, yang dikenal dengan maqam (tingkatan) dan
hal (keadaan), yang berakhir dengan mengenal ma’rifat Allah. Tingkatan ma’rifat
yang umumnya banyak dikejar oleh para sufi. Kerangka sikap dan perilaku sufi
diwujudkan dengan melalui amalan-amalan dan metode-metode tertentu yang
disebut thariqat, atau jalan dalam rangka menemukan pengenalan Allah.
Lingkup perjalanan menuju Allah untuk memperoleh ma’rifat yang
berlaku dikalangan sufi sering disebut sebagai sebuah kerangka
“Irfani”.

1.2 Rumusan Penulisan


1. Apa pengertian Berfikir Irfani?
2. Apa itu Ahwal?
3. Apa itu Maqomat?
4. Apa saja macam-macam Ahwal?
5. Apa saja macam-macam Maqomat?
6. Apa metode Irfani?
7. Apa tahapan-tahapan Ahwal, untuk memperoleh ma’rifat?

2
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa pengertian Berfikir Irfani.
2. Untuk mengetahui apa pengertian Ahwal.
3. Untuk mengetahui apa pengertian Maqomat.
4. Untuk mengetahui apa saja macam-macam Ahwal.
5. Untuk mengetahui apa saja macam-macam Maqomat.
6. Untuk mengetahui apa metode irfani.
7. Untuk mengetahui tahapan-tahapan Ahwal, untuk memperoleh ma’rifat.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Berfikir Irfani


Dalam ilmu tasawuf, kita sering mendengar istilah irfani. Selain tasawuf,
Islam juga mengenal ajaran ruhani (ilmu) lainnya yang disebut ’irfan. Menurut C.
Ramli Bihar Anwar mengatakan, irfan muncul untuk pertama kalinya sebagai
reaksi atas praktik-praktik tasawuf tertentu dalam dunia Syiah yang dianggap
telah menyimpang dari syariat. Karena itu, di dalam ’irfan sangat mementingkan
syariat sebagai dasar bertasawuf.
Irfan secara etimologi bermakna pengetahuan, sebab itu irfan dan tasawuf
Islam menunjukkan suatu bentuk pengetahuan, bahwa perjalanan syair suluk
(riyâdhâ) seorang hamba kepada Allah Swt. akan meniscayakan suatu bentuk
pengetahuan yang lebih hakiki dari pada pengetahuan konsepsi (tashawwur) dan
afirmasi (tashdiq) panca indra dan akal. Sebab itu bentuk pengetahuan irfani
adalah hudhuri (presentif), bahkan bentuk pengetahuan hudhuri yang memiliki
derajat tinggi.
Para sufi adalah urafa (jamak dari arif), yakni mereka yang memperoleh
pengetahuan hakiki ontologis (hakekat yang ada sebagai yang ada). Pengetahuan
yang diawali dengan ma’rifat nafs yang kemudian menyampaikan kepada ma’rifat
Rabb (Man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu ).
Menurut Rosihan Anwar dan Mukhtar Solihin (2000: 69), kerangka irfani
yaitu lingkup perjalanan menuju Allah untuk memperoleh pengenalan (ma’rifat)
yang berlaku di kalangan sufi secara rasa (rohaniah). Manusia tidak akan tahu
banyak mengenai penciptaan-Nya apabila belum melakukan perjalanan menuju
Allah walaupun ia adalah orang yang beriman secara aqliyah. Hal ini karena
adanya perbedaan yang dalam antara iman secara aqliyah atau logis teoritis (al-
iman, al-aqli, an-nazhari) dan iman secara rasa (al-iman, asy-syu’ri, ad-dzauqi).
Lingkup irfani ini tidak dapat dicapai dengan mudah atau secara spontanitas,
tetapi melalui proses yang panjang. Proses yang dimaksud yaitu maqam-maqam
(tingkatan atau stasiun) dan ahwal (jama’ dari hal).

4
2.2 Ahwal

2.2.1 Pengertian Ahwal


Menurut sufi, al-ahwal itu jama’ dari al-hal yang artinya keadaan,
adalah situasi kejiwaan yang diperoleh seorang sufi sebagai karunia Allah,
bukan hasil usahanya. Datangnya situasi atau kondisi psikis itu tidak
menentu, terkadang datang dan perginya berlangsung cepat, yang disebut
lawaih. Adapun yang datang dan perginya kondisi psikis itu dalam tempo
yang panjang serta lama, yang disebut bawadih. Apabila keadaan psikis itu
telah terkondisi dan menjadi kepribadian, itulah yang disebut al-hal.
Menurut al-Qusyairi, al-hal selalu bergerak naik setahap demi setahap
sampai ke tingkat puncak kesempurnaan rohani. Karena keadaannya terus
menerus bergerak dan selalu beralih/berganti itulah ia disebut al-hal.

2.2.2 Macam – macam Ahwal


Ahwal juga merupakan sebuah hasil dari latihan dan amalan yang para
sufi lakukan sesuai tingkatannya atau sesuai maqomnya. Kalau maqom
adalah tingkatan pelatihan dalam membina sikap hidup yang hasilnya
dapat dilihat dari perilaku seseorang. Adapun macam – macam Ahwal
yaitu :
a. AL-MURAQABAH
Sikap muraqabah ini adalah salah satu sikap yang selalu memandang
Allah dengan mata hatinya. Sebaliknya ia pun sadar bahwa Allah juga
selalu memandang kepadanya dengan penuh perhatian. Orang yang sudah
memperoleh sikap muraqabah ini sudah pasti akan selalu berusaha menata
dan membina kesucian diri dan amalnya. Karena ia selalu dalam
pengawasan Allah.
b. AL-KHAUF
Menurut sufi, berarti suatu sikap psikis merasa takut kepada Allah
karena kurang sempurna pengabdiannya. Sikap psikis ini merangsang
seseorang melakukan hal-hal yang baik dan mendorongnya untuk

5
menjauhi perbuatan maksiat. Karena ia selalu khawatir kalau Allah
melupakannya atau takut kepada siksa Allah.
c. AR-RAJA’
Sikap ar-raja’ ini adalah suatu sikap mental optimisme dalam
memperoleh karunia dan nikmat Ilahi yang disediakan bagi hamba-
hambanya yang sholeh. Maka dari itu jiwanya selalu penuh pengharapan
untuk mendapat ampunan, merasa lapang dada, penuh gairah menanti
rahmat dan kasih sayang Allah, karena ia merasa hal itu akan terjadi.
Perasaan optimis akan memberikan semangat dan gairah melakukan
mujahadah demi terwujudnya keinginan yang ia inginkan.
d. AL-HUBB
Dalam pandangan tasawuf, mahabbah (cinta) merupakan pijakan
bagai segenap kemuliaan hal,seperti halnya tobat yang merupakan dasar
dari kemuliaan maqam. Karena mahabbah pada dasarnya adalah anugerah
yang menjadi dasar pijakan bagi segenap hal, kaum sufi menyebutnya
sebagai anugerah-anugerah (mawahib). Mahabbah adalah kecenderungan
hati untuk memerhatikan keindahan atau kecantikan.Berkenaan dengan
mahabbah, Suhrawardi pernah mengatakan “Sesungguhnya, mahabbah
(cinta) adalah suatu mata rantai keselarasan yang mengikat sang pecinta
kepada kekasihnya; suatu ketertarikan kepada kekasih, yang menarik sang
pencinta kepadanya, dan melenyapkan sesuatu dari wujudnya, sehingga
pertama-pertama ia mengusai seluruh sifat dalam dirinya, kemudian
menangkap zatnya dalam genggaman Qudrah (Allah)”.
e. ASY-SYAUQ
Selama masih ada cinta, syauq masih tetap diperlukan, dalam lubuk
jiwa, rasa rindu hidup dengan subur, yakni rindu ingin segera bertemu
dengan Tuhan. Ada yang mengatakan bahwa maut merupakan bukti cinta
yang benar. Lupa kepada Allah lebih berbahaya dari pada maut. Bagi sufi
yang rindu kepada Tuhan, kematian dapat berarti bertemu dengan Tuhan.
Sebab hidup merintangi pertemuan abadi dengan Ma’bud-nya.

6
Menurut Al-Ghozali, kerinduan kepada Allah dapat dijelaskan melalui
penjelasan tentang keberadaan cinta kepada-Nya. Pada saat tidak ada,
setiap yang dicintai pasti dirindukan orang yang mencintainya. Begitu
hadir dihadapannya, ia tidak dirindukan lagi. Kerinduan berarti menaati
sesuatu yang tidak ada. Bila sudah ada, tentunya ia tidak dirindu lagi.
f. AL-UNS
Dalam pandangan kaum sufi, sifat uns (intim) adalah sifat merasa
selalu berteman, tak pernah merasa sepi ungkapan berikut ini melukiskan
sifat uns.
“ada orang yang selalu merasa sepi dalam keramaian. Ia adalah
orang yang selalu memikirkan kekasihnya sebab sedang dimabuk cinta.,
seperti halnya muda mudi. Adapula orang yang merasa bising dalam
kesepian. Ia adalah orang yang selalu memikirkan atau merencanakan
tugas pekerjaannya semata-mata. Adapun engkau, selalu merasa
berteman dimanapun berada. Alangkah mulianya engkau berteman kau
selalu ada dengan Allah. Artinya engkau selalu berada dalam
pemeliharaan Allah.”

2.3 Maqomat

2.3.1 Pengertian Maqomat


Secara harfiah maqamat berasal dari bahasa Arab yang berarti tempat
orang berdiri atau pangkal mulia. Istilah ini kemudian digunakan untuk
arti sebagai jalan penting yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk
berada dekat dengan Allah. Dalam bahasa Inggris maqamat dikenal
dengan istilah stages yang berarti tangga.
Tentang berapa jumlah tangga atau maqamat yang harus ditempuh
seorang sufi untuk sampai menuju Tuhan. Dalam para sufi tidak sama
pendapatnya. Muhammad al-Kalabazy dalam kitabnya at-Ta’arruf li
Mazhab ahl al-Tasawwuf, sebagai dikutip Harun Nasution misalnya
mengatakan maqamat itu berjumlah sepuluh, yaitu al-taubah, al-zuhud, al-

7
shabr, al-faqr, al-tawadlu’, al-taqwa, al-tawakkal, al-ridla, al-mahabbah
dan al-ma’rifah.
Sementara itu Abu Nasr al - Sarraj al - Tusi dalam kitab al - Luma’
menyebutkan jumlah maqamat hanya tujuh, yaitu al-taubah, al-wara’, al-
zuhud, al-faqr, al - tawakkal, al - mahabbah dan al - ridla.
Dan daripada itu Imam al - Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulum al - Din
mengatakan bahwa maqamat itu ada delapan, yaitu al-taubah, al-shabr, al-
zuhud, al-tawakkal, al-mahabbah, al-ma’rifah, al-ridla dan al-faqr.

2.3.2 Macam-macam Maqomat


Kutipan tersebut memperlihatkan keadaan variasi penyebutan
maqamat yang berbeda-beda, namun ada maqamat yang oleh mereka
disepakati, yaitu al - taubah, al zuhud, al-faqr, al-shabr, al - tawakkal
dan al - ridla. Sedangkan al - tawaddlu al - mahabbah dan al - ma’rifah
oleh mereka tidak disepakati sebagai maqamat. Untuk itu dalam uraian
ini, maqamat yang akan dijelaskan lebih lanjut adalah maqamat yang
sudah disepakati oleh mereka. Penjelasan masing - masing istilah tersebut
dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. At- Taubah
Al-Taubah berasal dari bahasa Arab taba, yatubu, taubatan yang artinya
kembali. Sedangkan taubat yang dimaksudkan oleh kalangan sufi adalah
memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan disertai janji yang
sungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut lagi,
yang disertai dengan melakukan amal kebaikan.
Di dalam Al-Qur’an banyak dijumpai ayat-ayat yang menganjurkan
manusia agar bertaubat , salah satu diantaranya yaitu ayat yang berbunyi :
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka
Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.
dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan
janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka,
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka,
atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka,

8
atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara
perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang
mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang
aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian
kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
(Q. S. An-Nur, 24:31)
2. Al- Zuhud
Secara harfiah al-zuhud berarti tidak ingin kepada sesuatu yang
bersifat keduniawian, sedangkan menurut Harun Nasution zuhud artinya
keadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian. Selanjutnya al-
Qusyairi mengatakan bahwa zuhud adalah sebagai suatu sikap menerima
rezeki yang diterimanya. Dan juga mengatakan bahwa diantara para ulama
berbeda pendapat dalam mengartikan zuhud. Sebagian ada yang
mengatakan bahwa zuhud adalah mengurangi sikap keterikatan pada dunia
untuk menjauhinya dengan penuh kesadaran.
Zuhud termasuk salah satu ajaran agama yang sangat penting dalam
rangka mengendalikan diri dari pengaruh kehidupan dunia. Orang yang
zuhud lebih mengutamakan atau mengejar kebahagiaan hidup diakhirat
yang kekal dan abadi daripada mengejar kehidupan dunia yang fana dan
sepintas. Hal ini dapat difahami dari isyarat ayat yang berbunyi :
“Hai orang-orang yang beriman, Apakah sebabnya bila dikatakan
kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu
merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan
kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal
kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan)
diakhirat hanyalah sedikit. ( Q.S. at-Taubah, 9:38)
Ayat di atas memberikan petunjuk bahwa kehidupan dunia yang
sekejap ini dibandingkan dengan kehidupan akhirat yang kekal dan abadi.
Sungguh tidak sebanding. Kehidupan akhirat lebih baik dari kehidupan
dunia.
3. Al- Faqr

9
Al-faqr secara harfiah biasanya diartikan sebagai orang yang berhajat,
butuh atau orang miskin. Sedangkan dalam pandangan sufi fakir adalah
tidak menuntut lebih banyak dan merasa puas dengan apa yang sudah
dimiliki. Sehingga tidak meminta sesuatu yang lain. Merupakan benteng
yang kuat dalam menghadapi pengaruh kehidupan materi dan
pendisiplinan diri dalam mencari dan memanfaatkan fasilitas hidup. Sikap
faqr penting dimiliki orang yang berjalan dijalan menuju Allah, karna
kekayaan dan kebanyakan harta memungkinkan manusia dekat pada
kejahatan dan sekurang-kurangnya membuat jiwa menjadi tertambat
kepada selain Allah.
Sikap fakir selanjutnya akan memunculkan sikap Wara’. Secara harfiah
wara’ artinya saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Dan dalam
pengertian sufi wara’ adalah meninggalkan segala yang didalamnya
terdapat keragu-raguan antara halal dan haram (syubhat). Sesuai hadis
Nabi yang berbunyi : “Barangsiapa yang dirinya terbebas dari syubhat,
maka sesungguhnya ia terbebas dari yang haram. (H. R. Bukhari).
4. Al- Shabr (Sabar)
Secara harfiah sabar berarti tabah hati. Selanjutnya Ibnu Atha
mengatakan sabar artinya tetap tabah dalam menghadapi cobaan dengan
sikap yang baik. Dikalangan para sufi sabar diartikan sabar dalam
menjalankan perintah-perintah Allah dalam menjauhi segala larangan-Nya
dan dalam menerima segala percobaan-percobaan yang ditimpakan-Nya
pada diri kita. Sabar dalam menunggu datangnya pertolongan Allah, sabar
dalam menjalani cobaan dan tidak menunggu-nunggu datangnya
pertolongan. Sikap sabar dianjurkan dalam al-Qur’an, Allah berfirman:
Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai
keteguhan hati dari Rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu
meminta disegerakan (azab) bagi mereka. pada hari mereka melihat azab
yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di
dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (inilah) suatu pelajaran yang
cukup, Maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik. ( Q.S. al-
Ahqaf, 46: 35)
5. Al - Tawakkal (Tawakkal)

10
Secara harfiah tawakkal adalah menyerahkan diri atau segala urusan
kepada Allah. Menurut Hamdun al-Qashshar mengatakan tawakkal adalah
berpegang teguh pada Allah. Al-Qusyiri lebih lanjut mengatakan bahwa
tawakkal tempatnya didalam hati, dan timbulnya gerak dalam perbuatan
tidak mengubah tawakkal yang terdapat didalam hati. Setelah hamba
meyakini bahwa segala ketentuan hanya didasarkan pada ketentuan Allah.
Tawakkal terbagi pada tiga derajat : tawakkal, taslim dan tafwidh.
Tawakkal termasuk perbuatan yang diperintahkan oleh Allah. Dalam
firman-Nya :
Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa
yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung Kami, dan
hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal."
( Q. S. At-Taubah, 9: 51)
6. Ar-Ridha
Secara harfiah ridha artinya rela, suka senang. Ridha juga berarti
menerima dengan rasa puas terhadap apa yang dianugrahkan Allah SWT.
orang yang rela mampu melihat hikmah dan kebaikan dibalik cobaan yang
diberikan Allah dan tidak berburuk sangka terhadap ketentuan-Nya.
Bahkan, ia mampu melihat keagungan, kebesaran dan kemaha sempurnaan
Dzat yang memberikan cobaan kepadanya sehingga tidak mengeluh dan
tidak merasa sakit atas cobaan tersebut.
Dalam hadis Qudsi Nabi menegaskan yang artinya : “sesungguhnya
Aku ini Allah, tiada Tuhan selain Aku. Barang siapa yang tidak bersabar
atas cobaan-Ku, tidak bersyukur atas segala nikmat-Ku serta tidak rela
terhadap keputusan-Ku, maka hendaknya ia keluar dari kolong langit dan
cari Tuhan selain Aku”.

2.4 Metode Irfani


Irfani merupakan bahasa arab yang memiliki makna asli, yaitu sesuatu yang
berurutan yang sambung satu sama lain dan bermakna diam dan tenang. Namun
secara harfiyah al-irfan adalah mengetahui sesuatu dengan berfikir dan mengkaji
secara dalam. Secara terminologi, irfani adalah pengungkapan atas pengetahuan

11
yang diperoleh lewat penyinaran hakikat oleh Tuhan kepada hambanya (al-kasy)
setelah melalui riyadhoh.
Contoh dari pendekatan irfani lainnya adalah falsafah isyraqi yang
memandang pengetahuan diskursif (al-hikmah al-batiniyyah) harus dipadu dengan
pengetahuan intuitif (al-hikmah al-zawqiyah). Dengan pemaduan tersebut
pengetahuan yang diperoleh menjadi pengetahuan yang mencerahkan, bahkan
akan mencapai al-hikmah al-haqiqiyyah. Pengalaman batin Rasulullah SAW
dalam menerima wahyu al-Quran merupakan contoh dari pengetahuan.
Implikasi dari pengetahuan irfani dalam konteks pemikiran keislaman,
adalah menghampiri agama-agama pada tataran substantif dan esensi spritualnya,
dan mengembangkannya dengan penuh kesadaran akan adanya pengalaman
keagamaan orang lain (the otherness) yang berbeda aksidensi dan ekspresinya,
namun memilki substansi dan esensi yang kurang lebih sama.
Dalam filsafat, irfani lebih dikenal dengan istilah intuisi. Dengan intuisi,
manusia memperolah pengetahuan secara tiba-tiba tanpa melalui proses penalaran
tertentu. Ciri khas intuisi antara lain: zauqi (rasa) yaitu melalui pengalaman
langsung, ilmu huduri yaitu kehadiran objek dalam diri subjek, dan eksistensial
yaitu tanpa melalui kategeorisasi akan tetapi mengenalnya secara intim. Henry
Bregson menganggap intuisi merupakan hasil dari evolusi pemikiran yang
tertinggi tetapi bersifat personal.
Mengenai taksonomi epistimologi pengetahuan irfani adalah dari segi
sumber pengetahuan, ia bersumber dari kedalaman wujud sang arif itu sendiri dari
segi media atau alat pengetahuan ia bersumber dari kedalaman kesejatian wujud
sang arif daris egi objek pengetahuan, ia menjadikan wujud sebagai objek
kajiannya dari segui cara memperoleh pengetahuan, ia diperoleh dengan cara
menyelami wujud kedirian melalui metode riyadhoh.
Dapat disimpulkan bahwa metode irfani (intuitif) digunakan untuk
memahami secara langsung realitas metafisis yang bersifat huduri dalam jiwa
manusia dan menghasilkan pengetahuan mistik.

2.5 Tahapan-tahapan ahwal, untuk memperoleh ma’rifat.


Seseorang harus melalui upaya-upaya tertentu. Upaya yang dimaksud antara
lain sebagai berikut.

12
1. Riyadhah
Riyadhah adalah latihan kejiwaan melalui upaya membiasakan diri agar
tidak melakukan hal-hal yang dapat mengotori jiwanya. Riadhah dapat pula
berarti proses internalisasi kejiwaan dengan sifat-sifat terpuji dan melatih
membiasakan meninggalkan sifat-sifat jelek.
Riyadhah harus disertai dengan mujahadah. Mujahadah yang dimaksudkan
disini adalah kesungguhan dalam perjuangan meninggalkan sifat-sifat jelek.
Perbedaan riyadhah dengan mujahadah adalah kalau Riyadhah berupa
tahapan-tahapan real, sedangkan mujahadah berjuang menekan pada masin-
masing riyadhah.
Riyadhah perlu dilakukan karena imu ma’rifat dapat diperoleh melalui
upaya melakukan perbuatan kesalehan atau kebaikan yang terus-menerus.
Dalam hal ini, riyadhah berguna untuk menempa tubuh jasmani dan akal budi
orang yang melakukan latihan-latihan itu sehingga mampu menangkap dan
menerima komunikasi dari alam ghaib (malakut) yang transcendental. Hal
terpenting dalam riyadhah adalah melatih jiwa melepaskkan ketergantungan
terhadap kelezatan duniawi yang fatamorgana, lalu menghubungkan diri
dengan realitas rohani dan Ilahi. Dengan demikian, riyadhah akan
mengantarkan seseorang selalu berada di bawah bayangan Yang Kudus.

2. Tafakur
Tafakur penting dilakukan oleh manusia yang menginginkan ma’rifat.
Sebab, tatkala jiwa telah belajar dan mengolah ilmu, lalu memikirkan
(bertafakur) dan menganalisanya, pintu kegaiban akan dibukakan untuknya.
Menuurut Al-Ghazali orang yang brfikir dengan benar akan menjadi dzawi al-
albab (ilmuwan) yang terbuka pintu kalbunya sehingga akan mendapat ilham.
Tafakur belansung secara internal dengan proses pembelajaran dari dalam
diri manusia melalui aktivitas berpikir yang menggunakan perangkat batiniah
(jiwa). Selanjutnya tafakur dilakukan dengan memotensikan nafs kulli (jiwa
universal). Validitas yang diperoleh melalui metode tafakur sangat tinggi
kualitasnya.sebab tafakur memotensikan nafs kulli (jiwa universal),
sebagaimana yang diungkapkan Al-Ghazali: “nafs kulli lebih besar dan lebih

13
kuat hasilnya dan lebih besar kemampuan perolehannya dalam proses
pembelajaran.”
3. Tazkiyat An-Nafs
Tazkiyat An-Nafs adalah proses penyucian jiwa manusia. Proses
penyucian jiwa dalam kerangka tasawuf ini dapat dilakukan melalui tahapan
takhalli dan tahalli. Tazkiyat An-Nafs merupakan inti kegiatan bertasawuf.
Upaya melakukan penyempuranaan jiwa perlu dilakukan oleh setiap orang
yang menginginkan ilmu ma’rifat. Ada lima hal yang menjadi penghalang
bagi jiwa dalan nenangkap hakikat, yaitu: pertama, jiwa yang belum
sempurna. Kedua, jiwa yang dikotori perbuatan-perbuatan maksiat. Ketiga,
menururti keinginan badan. Keempat, penutup yang menghalangi masuknya
hakikat kedalam jiwa (taqlid). Kelima, tidak dapat berpikir logis. Dibutuhkan
pengembalian jiwa kepada kesempurnaannya untuk menghilangkan
penghalang itu.dalam konteks inilah, penyempurnaan jiwa dapat dilakukan
dengan tazkiyat an-nafs.
Tazkiyat an-nafs dalam konsepsi tasawuf berdasar pada asumsi bahwa jiwa
manusia ibarat cermin, sedangkan ilmu ibarat gambar-gambar objek material.
Kegiatan mengetahui sesungguhnya ibarat cermin yang menangkap gambar-
ganbar. Banyaknya gambar yang tertangkap dan jelasnya tangkapan
bergantung pada kadar kebersihan cermin bersangkutan. Dengan demikian,
kesucian jiwa adalah syarat bagi masuknya hakikat-hakikat atau ilmu ma’rifat
ke dalam jiwa.
4. Dzikrullah
Secara etimologi, dzikir adalah mengingat, sedangkan secara istilah adalah
mambasahi lidah dengan ucapan-ucapan pujian kepada Allah. Dzikir
merupakan metode lain yang paling utama untuk memperoleh ilmu laduni.
Pentingnya dzikir untuk mendapatkan ilmu ma’rifat didasarkan atas
argumentasi tentang peranan dzikir itu sendiri bagi hati. Al-Ghazali dalam
Ihya’ menjelaskan bahwa hati manusia tak ubahnya seperti kolam yang
mengalir kedalamnya bermacam-macam air. Pengaruh yang datang ke dalam
hati adakalanya berasal dari luar, yaitu pancaindra, dan adakalanya dari dalam,
yaitu khayal, syahwat, amarah, dan akhlak atau tabiat manusia.
Dalam pandangan sufi, dzikir akan membuka tabir alam malakut, yakni
denggan datangnya malaikat. Sudah menjadi kesepakatan umum bahwa dzikir

14
merupakan kesepakatan alam ghaib, penarik kebaikan, penjinak was-was, dan
pembuka kewalian. Dzikir juga bermamfaat untuk membersihkan hati. Dalam
Ihya’, Al-Ghazali menjelaskan bahwa hati yang terang merupakan hasil dzikir
kepada Allah. Takwa merupakan pintu gerbang dzikir, sedangkan dzikir
merupakan pintu gerbang kasyaf (terbukanya hijab). Sedangkan kasyaf adalah
pintu gerbang kemenangan besar. Dzikir juga berfungsi untuk menghalangi
setan dari hati manusia. Pada saat itulah malaikat akan memberikan ilham ke
dalam hati.

15
BAB III
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari pembahasan ini adalah sebagai berikut :

1. Kerangka berfikir irfani yaitu lingkup perjalanan menuju Allah untuk


memperoleh pengenalan (ma’rifat) yang berlaku dikalangan sufi secara
rasa (rohaniah).
2. Ahwal adalah situasi kejiwaan yang diperoleh seorang sufi sebagai
karunia Allah, bukan hasil usahanya.

3. Maqomat adalah suatu jalan penting yang harus ditempuh oleh seorang
sufi untuk berada dekat dengan Allah.

4. Macam-macam Ahwal :

a. AL-MURAQABAH
b. AL-KHAUF
c. AR-RAJA’
d. AL-HUBB
e. ASY-SYAUQ
f. AL-UNS

5. Macam-macam Maqomat :

a. At- Taubah
b. Al- Zuhud
c. Al- Faqr
d. Al- Shabr (Sabar)
e. Al- Tawakkal (Tawakkal)
f. Ar-Ridha

Yang menjadi sarana untuk memperoleh ma’rifat adalah hati (qalbu), hati

akan mengetahui hakikat pengetahuan, karena hati telah dibekali potensi

untuk berdialog dengan tuhan .

16
Upaya-upaya untuk menperoleh ilmu ma’rifat yaitu dengan Riyadhah,

Tafakur, Tazkiyat An- Nafs, dan dengan Dzikrullah.

17
DAFTAR PUSTAKA

http://tasawufislam.blogspot.com/2009/05/kerangka-berfikir-irfani.html
http://teguhmuwahhid.blogspot.com/2015/03/kerangka-berpikir-irfani.html
www.rumahbangsa.net › TASAWUF
ahmadbad.blogspot.com/2016/09/kerangka-berfikir-irfani-dasar-dasar.html
siredjacom.blogspot.com/2011/06/kerangka-berfikir-irfani-dasar-dasar_13.html
mnniam94.blogspot.com/2017/06/kerangka-berfikir-irfani-dasar-dasar.html

18

Vous aimerez peut-être aussi