Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Siti Nur Azizah1,*, Sinar Yani2, Sjarif Ismail3,4, Masyudhi5, Endang Sawitri6
1)
Dentistry Education Study Program, Faculty of Medicine, Mulawarman University,
Indonesia
2)
Oral Biology Laboratory, Faculty of Medicine, Mulawarman University, Indonesia
3)
Pharmacology Laboratory, Faculty of Medicine, Mulawarman University, Indonesia
4)
Research Center on Drugs and Public Health, Mulawarman University, Indonesia
5)
Laboratory of Microbiology, Faculty of Medicine, Mulawarman University, Indonesia
6)
Physiology Laboratory, Faculty of Medicine, Mulawarman University, Indonesia
*Author for coresponding: sitinurazizah24101995@gmail.com
Abstract
Introduction
Penyakit periodontal merupakan penyakit gigi dan mulut yang sering diderita oleh manusia.
Periodontitis merupakan salah satu dari penyakit periodontal. Periodontitis merupakan
inflamasi pada jaringan penyangga gigi. Penyebab utamanya adalah bakteri spesifik pada plak
subgingiva. Bakteri plak subgingiva dapat menyebabkan respon inflamasi pada gingiva dan
berlanjut ke struktur jaringan penyangga gigi yaitu tulang alveolar, ligamen periodontal dan
sementum. Keadaan ini menyebabkan kehilangan perlekatan pada gingiva dan terjadi
kerusakan tulang alveolar, pembentukan pocket periodontal, dan menyebabkan mobility pada
gigi [1,2].
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa kasus penyakit periodontal di dunia
sebesar 10% dari 15% populasi dewasa dengan kedalaman pocket lebih dari 2 mm [3].
Prevalensi penyakit periodontal mencapai 46% diderita oleh manusia dewasa dengan
kehilangan attachment ≥3 mm mencapai 37.4% dari semua orang dewasa yang terkena
penyakit periodontal, berusia ≥30 tahun. Prevalensi kehilangan attachment ≥4 mm adalah
10.60%. Penyakit periodontal menduduki peringkat kedua setelah karies gigi [4]. Menurut
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDA) tahun 2013 masalah kesehatan gigi dan mulut di
Indonesia mencapai 25.9% dari jumlah penduduk secara keseluruhan [5].
Prophyromonas gingivalis adalah bakteri anaerob obligat Gram Negatif. Bakteri ini
merupakan bakteri predominan yang menyebabkan penyakit periodontitis, ditemukan lebih
dari 85% pada periodontitis. Kerusakan jaringan periodontal dikaitkan dengan virulensi dari
bakteri P. gingivalis dengan meningkatkan kolonisasi bakteri dan invasi bakteri ke dalam sel
pejamu, serta dapat merusak sel pejamu dengan menghasilkan endotoksin (LPS), enzim
kolagenase, fibrinolisin, enzim protease, dan induksi mediator inflamasi [6].
Experimental section
adalah metode Kirby-Bauer disc diffusion. Protokol penelitian ini sudah disetujui oleh Komisi
Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Mulawaraman.
Penelitian ini menggunakan media Brain Heart Infussion Agar (BHI-A) dan Brain Heart
Infussion Broth (BHI-B) dari OxoidTM yang telah disuplementasi vitamin K 0.5 μg/ml dan
hemin 5 μg/ml [9], blank disc OxoidTM yang berdiameter 6 mm, Prophyromonas gingivalis
ATCC® 33277 dari OxoidTM, CHX 2 mg/ml dari MINOSEP®, etanol 96%, 3-[4,5-
Dimethylthiazole-2-yl]-2,5-diphenylttetrazoliumbromide (MTT), disposable sterile petri dish
150 x 25 mm dari Thermo Scientific NuncTM, rotary evaporator, kertas saring Wathman
no.125, digital caliper dari TRICLE BRAND®, spektrofotometer, desiccator, lilin, dan cotton
swab sterile.
Penelitian ini menggunakan umbi E. bulbosa yang diambil dari sentra pertanian di Kota
Samarinda dan telah didentifikasi oleh ahli taksonomi Laboratorium Anatomi dan Sistematika
Tumbuhan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mulawarman.
Herbarium disimpan di Laboratorium Farmakologi dengan Nomor Voicher: EB 01/VI/2017.
Umbi E. bulbosa diekstrasi secara maserasi dengan pelarut etanol 96% selama 3 hari. Hasil
maserasi disaring menggunakan kertas saring Whatman no.125 dan filtrat dipekatkan
menggunakan alat rotary evaporator dengan suhu 50 oC sampai didapatkan ekstrak kasar yang
kental. Ekstrak kasar dikeringkan lebih lanjut dalam oven dengan suhu 60 oC sampai kadar air
<10%.
Uji aktivitas antibakteri menggunakan metode Kirby-Bauer disc diffusion dan diulang
sebanyak tujuh kali. Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan. Tahap awal adalah persiapan
suspensi bakteri P. gingivalis menggunakan media BHI-B. Suspensi bakteri P. gingivalis
sesuai dengan standar McFarland 0.5 atau setara dengan absorbansi 0.08 – 0.13 pada panjang
gelombang 625 nm yang diukur menggunakan spektrofotometer. Standar McFarland 0.5 setara
dengan 1.5 x 108 CFU/ml [10].
Tahapan kedua adalah uji disc diffusion, disc ditetesi dengan ekstrak E. bulbosa konsentrasi
0.1, 0.25, 0.5, 0.75, 1, 2.5, 5, 7.5, dan 10 mg/ml, sebagai kontrol digunakan CHX 2 mg/ml,
dan etanol 96%. Disc kemudian dikeringkan dalam oven suhu 60 oC selama 5 menit untuk
menguapkan sisa pelarut. Inokulasi 100 µl suspensi bakteri pada permukaan media BHI-A
secara merata. Kemudian letakkan disc ekstrak E. bulbosa berbagai konsentrasi, CHX 2
mg/ml dan etanol 96% pada lempeng yang telah diinokulasi bakteri. Inkubasi pada suhu 37 oC
selama 24 jam dalam kondisi anaerob. Visualisasi zona hambat dapat dipermudah dengan
menyemprotkan pereaksi methyltrazolium (MTT) pada lempeng agar, untuk kemudian dibaca
hasilnya sesaat kemudian. Tahap terakhir penelitian ini adalah pengukuran diameter zona
hambat menggunakan caliper.
Effect of Ethanol Extract of Eleutherine bulbosa (Mill.) Urb) on Bacteria Prophyromonas gingivalis In Vitro
Data Analaysis
Data disajikan dalam bentuk mean + SEM. Analisas data menggunakan program SPSS 22. Uji
statistik dengan t-test, berbeda bermakna jika p<0.05.
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran pada hasil penelitian, hasil penelitian menunjukkan
adanya diameter zona hambat pada kelompok ekstrak E. bulbosa dan CHX 2 mg/ml terhadap
bakteri P. gingivalis ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Diameter zona hambat ekstrak E. bulbosa dan CHX 2 mg/ml terhadap bakteri P.
gingivalis
Keterangan: Pengulangan tujuh kali, data disajikan dalam bentuk mean + SEM. Diameter disk 6 mm.
Uji statistik dengan t-test, berbeda bermakna jika p<0.05.
Pengukuran diameter zona hambat pada Kontrol Negatif etanol 96% (KN) yang digunakan
penelitian ini tidak menunjukkan adanya zona hambat bakteri, atau menghasilkan diameter
zona hambat yang sama dengan diameter disc yakni 6 mm (Gambar 1). Pada kontrol positif
CHX 2 mg/ml didapatkan zona hambatan (13.77 + 0.35) mm (Tabel 1). Hasil penelitian
membuktikan adanya diameter zona hambat bakteri pada semua konsentrasi ekstrak yang
diujikan artinya memiliki aktivitas antibakteri pada semua konsentrasi ekstrak yang diujikan.
Pendapat ini juga didukung oleh Penelitian yang dilakukan oleh Padhi dan Panda (2015),
bahwa suatu bahan dikatakan memiliki efek antibakteri apabila diameter zona hambat yang
terbentuk lebih besar dari diameter disc yaitu 6 mm [8].
Penentuan kekuatan efek antibakteri dengan metode disc diffusion diinterpretasikan dengan
kriteria Davis dan Stout tahun 1971, kriteria ini membagi 4 kekuatan efek antibakteri
berdasarkan diameter zona hambat yang terbentuk setelah masa inkubasi. Kriteria yang
Effect of Ethanol Extract of Eleutherine bulbosa (Mill.) Urb) on Bacteria Prophyromonas gingivalis In Vitro
dimaksud antara lain aktivitas antibakteri lemah jika diameter zona hambat 1- 4 mm, sedang
jika diameter zona hambat 5 - 10 mm, kuat jika diameter zona hambat 11 - 20 mm, dan sangat
kuat jika diameter zona hambat >20 mm. Interpretasi kekuatan efek antibakteri dilakukan
setelah zona hambat yang terbentuk dikurangi dengan diameter disc. Pada penelitian ini
ekstrak E. bulbosa konsentrasi 0.1, 0.25, 0.5, 0.75, 1, dan 2.5 mg/ml memiliki aktivitas
antibakteri lemah sedangkan konsentrasi 5, 7.5, dan 10 mg/ml memiliki aktivitas antibakteri
sedang [11].
Uji statistik dengan t-test memperlihatkan pada konsentrasi ekstrak E. bulbosa 0.1, 0.25, 0.5,
0.75, 1, 2.5, dan 5 mg/ml terhadap CHX 2 mg/ml terdapat perbedaan yang bermakna dengan
nilai p<0.05. Pada konsentrasi 7.5 dan 10 mg/ml terhadap CHX 2 mg/ml tidak terdapat
perbedaan yang bermakna dengan nilai p=0.087 dan 0.160 (Tabel 1). Hasil uji regresi
didapatkan efektivitas ekstrak E. bulbosa setara dengan CHX 2 mg/ml pada konsentrasi 9.1
mg/ml (Gambar 2).
BEFORE AFTER
Gambar 1. Zona hambat bakteri ekstrak E. bulbosa, CHX 2 mg/ml, etanol 96% terhadap
bakteri P. gingivalis sebelum dan sesudah disemprot dengan MTT
Effect of Ethanol Extract of Eleutherine bulbosa (Mill.) Urb) on Bacteria Prophyromonas gingivalis In Vitro
Eleutherine bulbosa memiliki beberapa metabolit sekunder yang telah disebutkan diatas,
semua metabolit sekunder tersebut memiliki efek antibakteri. Efek antibakteri yang ada dalam
ekstrak E. Bulbosa kemungkinan besar disebabkan oleh beberapa metabolit skunder tersebut,
sehingga mekanisme yang terjadi bukan mekanisme spesifik dari satu senyawa metabolit
skunder. Kesimpulan dari pernyataan tersebut adalah efek antibakteri ekstrak E. bulbosa
memiliki mekanisme yang kompleks melibatkan beberapa target di sel bakteri, seperti
menyebabkan gangguan membran sitoplasma, gangguan adhesi bakteri, gangguan transport
elektron, gangguan tranport aktif, dan sintesis DNA [12,13,14,15]. Diperlukan penelitian lebih
lanjut mengenai mekanisme antibakteri pada masing-masing senyawa metabolit sekunder
tersebut terhadap pertumbuhan bakteri P. gingivalis.
Penelitian yang dilakukan Ifesan et al. tahun 2010 mendapatkan hasil bahwa ekstrak E.
bulbosa lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri Gram Positif dibanding bakteri Gram
Negatif, penelitian yang dimaksud menggunakan konsentrasi 2.5 mg/ml dan tidak terdapat
zona hambat pada bakteri Gram Negatif anaerob [16]. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa
ekstrak E. bulbosa konsentrasi 2.5 mg/ml memiliki zona hambat pada bakteri Gram Negatif
anaerob P. gingivalis. Pernyataan ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Padhi
dan Panda tahun 2015, bahwa ekstrak E. bulbosa konsentrasi 30 mg/ml menunjukkan diameter
zona hambat pada bakteri Gram Negatif anaerob dan Gram Positif. Bakteri Gram Negatif
memiliki struktur dinding sel yang lebih kompleks dibanding bakteri Gram Positif. Bakteri
Gram negatif memiliki membran luar yang mengelilingi dinding sel, hal ini dapat
menyebabkan bakteri Gram Negatif lebih resistant terhadap aksi antibakteri [8].
Diameter zona hambat ekstrak E. bulbosa konsentrasi 0.1, 0.25, 0.5, 0.75, 1, 2.5, 5, dan 7.5
mg/ml lebih kecil dibandingkan dengan zona hambat dari CHX 2 mg/ml. Diameter zona
hambat ekstrak E. bulbosa konsentrasi 10 mg/ml lebih besar dibandingkan dengan zona
hambat dari CHX 2 mg/ml (Tabel 1). Penelitian yang dilakukan oleh Ferraz et al. tahun 2007
tentang efek antibakteri CHX 2 mg/ml terhadap P. gingivalis menghasilkan diameter zona
hambat bakteri 11.17 mm, jika dibandingkan dengan penelitian ini diameter zona hambat
bakteri yang terbentuk oleh CHX 2 mg/ml terhadap P. gingivalis menghasilkan diameter zona
hambat 13.77 mm [17].
Penelitian ini memiliki beberapa kekurangan antara lain adalah media agar yang digunakan
tidak sesuai dengan standar CLSI. Media agar yang digunakan pada penelitian ini adalah BHI-
A yang telah disuplementasi hemin dan vitamin K, sedangkan media yang direkomendasikan
oleh CLSI dalam metode Kirby-Bauer disc diffusion adalah media Muller Hinton Agar (MHA)
[10]. Pada penelitian ini mendapatkan hasil bahwa bakteri P. gingivalis tidak tumbuh subur
dengan menggunakan media MHA yang telah disuplementasi hemin dan vitamin K.
Conclusion
Acknowledgment
References
[1] Nair S, & Anoop K. 2012. Intraperiodontal pocket: An ideal route for local antimicrobial
drug delivery. Journal of Advanced Pharmaceutical Technology & Research, 3(1),9-15.
doi: 10.4103/2231-4040.93558.
[2] Langlais RP. 2013. Atlas Berwarna Lesi Mulut yang Sering Ditemukan, 4th ed., Rasyad
EM, editor, Jakarta: EGC.
[3] Petersen PE, & Ogawa H. 2012. The Global Burden of Periodontal Disease: Towards
Integration With Chronic Disease Prevention and Control, Periodontology 2000, 60(1),
15-39. doi: 10.1111/j.1600-0757.2011.00425.x.
[4] Eke P, Dye B, Wei L, Slade G, Thornton-Evans G, Borgnakke W, Taylor G, Page R, Beck
J, & Genco R. 2015. Update on Prevelence of Periodontitis in Adults in the United State:
NHANES 2009 to 2012. Journal of Periodontology, 86(5), 611-622. doi:
10.1902/jop.2015.140520.
[5] Badan Pengembangan dan Pembangunan Kesehatan. 2013. Riet Kesehatan Dasar,
RISKESDA 2013, Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
[6] Mysak J, Podzimek C, & Sammerova L. 2014. Review Articel Prophyromonas gingivalis:
Major Periodontopathic Pathogen Overview, Journal of Immunology Reaserch, 55-62.
doi: 10.1155/ 2014/476068.
[7] Puspadewi R, Adirestuti P, & Menawati R. 2013. Khasiat Umbi Bawang Dayak
(Eluetherine palmifolia (L.) Merr) Sebagai Herbal Antimikroba Kulit, Kartika Jurnal
ILmiah Farmasi, 31-37.
[8] Padhi L, & Panda S. 2015. Antibacterial Activity of Eleutherine bulbosa Againts
Multidrug Resistant Bacteria, Journal of Acute Medicine, 5(3), 53-61. doi: 10.
1016/j.jacme.2015.05.004.
[9] Henry L, Aruni W, Senbreg L, & Fletcher H. 2013. Proctetive Role of the PG1036-
PG1038 Operonin Oxidative Stress in Prophyromonas gingivalis W83, PLOS ONE, 8(8),
e69645 1-14 doi: 10.1371/journal.pone.0069645.
[10] Clinical and Laboratory Standards Institute. 2012. Performance Standards for
Antimicrobial Disc Susceptibility Test; Approved Standard-Eleventh Edition, CLSI
Document M02-A11, Wayne: Author. Available form https://clsi.org [Accesed 2017 July
23].
[11] Davis W, & Stout T. 1971. Disc Plate Method of Microbiological Antibiotic Assay:
Factor Influencing Variability and Error. Applied Microbiology, 22(4), 659-665.
Available form https://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pumbed/5002143/ [Accesed 2017 July
Effect of Ethanol Extract of Eleutherine bulbosa (Mill.) Urb) on Bacteria Prophyromonas gingivalis In Vitro
23].
[12] Ifesan B, Jaycharat N, & Voravuthikunchai S. 2009. The Mode of Antistaphylococcal
Action of Eleutherine americana, FEMS Immunol Med Microbial, 57, 193-201. doi:
10.1111/j. 1574-695X.2009.00599.x.
[13] Kumar S, & Pandey AK. 2013. Chemistry and Biological Activities of Flavonoids: An
Overview. The Scientific World Journal, 2013, 1-16. doi: 10.1155/2013/162750.
[14] Cushnie T, & Lamb A. 2005. Review Antimicrobial Activity of Flavonoids. International
Journal of Antimicrobial Agents, 26, 343-356. doi: 10.1016/j. ijantimicag.2005.09.002.
[15] Cushnie T, Cushnie B, & Lamb A. 2014. Alkaloids: An Overview of their Antibacterial,
Antibiotic-enchancing and Antivirulence Activity, International Journal of Antimicrobial
Agents, 44(2014), 377-386. doi: 10.1016/j.ijantimicag.2014.06.001.
[16] Ifesan B, Ibrahim D, & Voravuthikunchai S. 2010. Antimicrobial activity of crude
ethanolic extract from Eleutherine americana, Journal of Food, Agriculture &
Environment, 8, (3&4), 1233-1236. Available form https://world-food.net [Accesed 2017
June 13].
[17] Ferraz C, Gomes B, Alexander Z, Teixeria F, & Souza-Filho F. 2007. Comparative Study
of the Antimicrobial Efficacy of Clorhexidine Gel, Clorhexidine Solution and Sodium
Hypochlorite as Endodontic Irrigants, Braz Dent J, 18(4), 294-298. Available form
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/18278298/ [Accesed 2017 July 20].
[18] Anggayanti N, Adiatmika I, & Adiputra N. 2013. Berkumur dengan Teh Hitam Lebih
Efektif dari pada Clorhexidine Gluconate 0,2% untuk Menurunkan Akumulasi Plak,
Jurnal PDGI, 62, 35-34.