Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
INFEKSI DENGUE
Oleh:
Ulfah Arfi (1840312429)
Preseptor:
Dr.dr. Mayetti, Sp.A (K)
2
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Dengue merupakan suatu penyakit yang ditularkan nyamuk disebabkan oleh
satu dari empat serotipe virus dengue yaitu DENV-1, -2, -3, dan -4. Infeksi akibat
satu serotipe akan memberikan imunitas seumur hidup untuk serotipe tersebut
namun tidak untuk serotipe lainnya, sehingga seseorang dapat mengalami infeksi
setidaknya sebanyak empat kali semasa hidupnya. Virus dengue ditransmisikan dari
orang ke orang melalui nyamuk Aedes utamanya A. Aegypti1
3
dan distribusi dari virus yang meluas ke kepulauan Pasifik. Setiap 10 tahun, rata-
rata jumlah kasus yang dilaporkan ke WHO terus mengalami peningkatan secara
eksponensial. Dari tahun 2000 sampai 2008 rata-rata jumlah kasus yaitu sebanyak
1.656.870 atau sekitar tiga setengah kali dibandingkan tahun 1990 – 1999 dengan
jumlah 479.848 kasus. 3
Di Indonesia, infeksi virus dengue masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang utama. Seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan
penduduk, jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya makin meningkat.
Pada tahun 2015, terdapat sekitar 126.675 penderita di 34 provinsi dengan 1.299
diantaranya meninggal dunia. 4
4
1.4 Patofisiologi
Kebanyakan kasus infeksi dengue dengan entitas penyakit sebagai demam
berdarah dengue terjadi pada pasien dengan infeksi sekunder. Hubungan antara
kejadian demam berdarah dengue (DBD) atau sindroma syok dengue (SSD)
menunjukkan adanya keterlibatan sistem imun dalam patogenesis DBD. Baik
imunitas alamiah seperti sistem komplemen atau sel NK dan imunitas didapat baik
humoral dan selular terlibat dalam proses ini. Peningkatan aktivasi imun terutama
pada infeksi sekunder mengarah pada respon sitokin yang berlebihan menyebabkan
suatu perubahan pada permeabilitas kapiler. Sebagai tambahan, produk-produk
viral seperti NS1 kemungkinan memiliki peranan dalam aktivasi komplemen dan
permeabilitas kapiler 3
Petanda utama pada DBD adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler
menyebabkan kebocoran plasma, berkurangnya volume intravaskular dan
terjadinya syok pada kasus yang berat. Kebocoran yang terjadi bersifat unik dimana
terdapat kebocoran selektif plasma pada rongga pleura dan periotenal serta periode
kebocoran yang singkat (24 – 48 jam). Pemulihan cepat dari syok tanpa adanya
sekuele serta tidak ditemukannya inflamasi pada pleura dan peritoneum
mengindikasikan terjadinya perubahan fungsional pada vaskular dibandingkan
suatu kerusakan struktural pada endotel sebagai menkanisme yang mendasari.3
Berbagai sitokin dengan efek yang meningkatkan permeabilitas telah
diketahui berperan pada patogenesis DBD. Walaupun demikian, kepentingan
sitokin-sitokin pada DBD belum diketahui secara pasti. Penelitian menunjukkan
bahwa pola respon sitokin mungkin berhubungan dengan pengenalan dari sel T
yang spesifik terhadap dengue. Sel T yang reaktif tersebut diketahui memiliki
kekuragan fungsional dalam aktivitas sitolotik nya namun mengekspresikan
peningkatan produksi sitokin termasuk TNF-α, IFN-g dan kemokin lainnya. Pada
model hewan, TNF-α diketahui berpengaruh pada manifestasi berat termasuk
perdarahan. Aktivasi sitem komplemen juga dimungkinkan berperan dalam
meningkatkan permeabilitas kapiler, komplemen seperti C3a dan C5a diketahui
memiliki efek meningkatkan permeabilitas. Dalam penelitian terkini, antigen NS1
dari DENV diketahui mengatur aktivasi komplemen dan mungkin berperan dalam
patogenesis DBD 3
5
Faktor-faktor yang disebutkan tadi diperkirakan berinteraksi pada sel
endotel menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler melalui jalur nitrit
oksida.Sistem fibrinolitik diaktivasi dan faktor XII (faktor Hageman) ditekan.
Mekanisme perdarahan pada DBD belum diketahui, namun koagulasi intravaskular
diseminata yang ringan, kerusakan hepar, dan trombositopenia kemungkinan
bekerja sama secara sinergis. Permebilitas kapiler menyebabkan cairan, elektrolit,
protein kecil dan pada beberapa kasus sel darah merah bocor ke ruang
ekstravaskular. Hal tersebut ditambah dengan defisit akibat puasa, dan muntah
menyebabkan hemokonsentrasi, hipovolemia, peningkatan kerja jantung, hipoksia
jaringan, asidosis metabolik dan hiponatremia.5
Secara mikroskopis, terdapat edema perivaskular jaringan lunak dan
diapedesis sel darah merah secara luas. Terdapat pengehentian maturasi
megakariosit di sumsum tulang, namun mengalami peningkatan jumlah di kapiler
paru, glomerulus ginjal dan sinusoid hati serta limpa 5
6
1.5 Klasifikasi
Tanda dan gejala infeksi dengue tidak khas, sehingga menyulitkan
penegakkan diagnosis.Pendapat para pakar mengatakan bahwa dengue merupakan
suatu entitas penyakit dengan presentasi klinis beragam dan perubahan klinis serta
outcome yang tidak dapat diprediksi. WHO dalam panduannya telah melakukan
klasifikasi terhadap infeksi dengue mulai dari WHO 1997, kemudian WHO 2009
dan yang terakhir yaitu WHO 2011.6
7
1.6 Manifestasi Klinis
Infeksi dengue merupakan penyakit sistemik dan dinamis, terdapat
spektrum manifestasi klinis yang luas, setelah masa inkubasi penyakit mulai dengan
tiba-tiba dan diikuti oleh tiga fase – febris, kritis dan penyembuhan2
a. Fase febris
Pasien biasanya akan mengalami deman tinggi secara tiba-tiba. Fase ini
biasanya berlangsung kira-kira 2 – 7 hari diikuti oleh muka kemerahan, eritema
pada kulit, nyeri pada badan, myalgia, atralgia dan nyeri kepala.Beberapa pasien
mungkin mengalami suara serak, faring dan konjungtiva hiperemis.Anoreksia,
mual dan muntah sering terjadi.Sangat sulit membedakan dengue secara klinis
dengan demam non dengue pada fase ini. Tes tourniquet yang positif akan
meningkatkan kemungkinan diagnosis dari dengue. Gambaran-gambaran klinis
tersebut tidak bisa membedakan antara kasus berat dan yang tidak sehingga
pemantauan tanda-tanda bahaya serta parameter klinik lainnya penting untuk
diketahui dan diperhatikan.Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie atau
perdarahan mukosa mungkin dapat ditemukan.2
b. Fase kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa
transisi dari saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever defervescence)
ditandai dengan,
8
Komplikasi berupa asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan
elektrolit, kegagalan multipel organ, dan perdarahan hebat apabila syok
tidak dapat segera diatasi.2
c. Fase penyembuhan(convalescence, recovery)
Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu makan
kembali merupakan indikasi untuk menghentikan cairan pengganti. Gejala umum
dapat ditemukan sinus bradikardia/ aritmia dan karakteristik confluent petechial
rash seperti pada DD.2
1.7 Diagnosis
9
- Nyeri otot
- Nyeri sendi/tulang
- Ruam kulit makulopapular
- Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie.
Kriteria laboratorium
- Leukopenia ( ≤4.000 sel/mm3)
- Trombositopenia ( <100.000 sel/mm3)
- Peningkatan hematokrit (5%-10%)
Untuk membedakan demam dengue dari demam berdarah dengue adalah
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma,
trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Perbedaan kriteria klinis dan
laboratorium pada demam dengue dan demam berdarah dengue dapat terlihat pada
tabel 1.7
Tabel 1. Kriteria klinis dan laboratorium infeksi dengue.
DD/DBD Derajat Tanda dan gejala Laboratorium
DD Demam disertai minimal Leukopenia (jumlah
dengan 2 gejala leukosit ≤4000
- Nyeri kepala sel/mm3)
- Nyeri retro-orbital - Trombositopenia
- Nyeri otot (jumlah
- Nyeri sendi/ tulang trombosit
- Ruam kulit <100.000
makulopapular sel/mm3)
- Manifestasi perdarahan - Peningkatan
- Tidak ada tanda hematokrit (5%-
perembesan plasma 10%)
- Tidak ada bukti
perembesan
plasma
10
positif) dan tanda peningkatan
perembesan plasma hematokrit ≥20%
DBD II Seperti derajat I ditambah Trombositopenia
perdarahan spontan <100.000 sel/mm3;
peningkatan
hematokrit ≥20%
DBD III Seperti derajat I atau II Trombositopenia
ditambah kegagalan <100.000 sel/mm3;
sirkulasi (nadi lemah, peningkatan
tekanan nadi ≤ 20 mmHg, hematokrit ≥20%
hipotensi, gelisah, diuresis
menurun
DBD IV Syok hebat dengan Trombositopenia
tekanan darah dan nadi <100.000 sel/mm3;
yang tidak terdeteksi peningkatan
hematokrit ≥20%
11
7. Pembesaran liver > 2cm
8. Peningkatan progresif hematokrit
Peningkatan hematokrit progresif yang terjadi dalam 2 kali pengukuran
berturut-turut saat pasien dalam masa observasi, bersamaan dengan penurunan
jumlah trombosit yang cepat.7
1.8 Tatalaksana
Pada fase demam pasien dianjurkan tirah baring, selama masih demam
diberikan obat antipiretik atau kompres hangat. Untuk menurunkan suhu menjadi
<39oC, dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan
(kontraindikasi) oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan dan asidosis.
Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit peroral, jus buah, susu, selain air putih,
dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari. Tidak boleh dilupakan monitor
suhu, jumlah trombosit serta kadar hematokrit sampai normal kembali.7
1.8.1 Indikasi rawat
1. Penderita tersangka DBD derajat 1 dengan panas 3 hari atau lebih
2. Tersangka DBD derajat 1 disertai : hiperpireksia atau tidak mau makan
atau muntah-muntah atau kejang-kejang atau Hematokrit cenderung
meningkat, trombosit cenderung turun, atau trombosit <100.000/mm3.
3. Seluruh derajat II, III, IV. 7
1.8.2 Indikasi pulang
1. Keadaan umum baik dan masa kritis berlalu (>7 hari sejak panas)
2. Tidak demam selama 48 jam tanpa antipiretik
3. Nafsu makan membaik
4. Secara klinis tampak perbaikan
5. Hematokrit stabil
6. 3 hari setelah syok teratasi
7. Output urin >1 cc/kgbb/jam
8. Jumlah trombosit >50.000/uL dengan kecenderungan meningkat
9. Tidak dijumpai distress pernapasan (yang disebabkan oleh efusi pleura
atau asidosis)
Pada saat kita menjumpai pasien tersangka infeksi dengue, maka bagan 1
dapat dipergunakan. 7
12
Gambar 7. Tatalaksana kasus tersangka infeksi dengue7
13
Gambar 8. Tatalaksana kasus DBD Derajat 17
14
Gambar 9. Tatalaksana kasus DBD derajat 27
15
Gambar 10. Tatalaksana kasus DBD derajat 3 dan 47
16
harus segera dikurangi. Larutan laktar ringer dekstrosa segera ditukar dengan
larutan Nacl (0,9%) : glukosa (5%) = 3:1. Untuk mengurangi edema otak
diberikan kortikosteroid, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna
sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka
diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah
diusahakan >60 mg/dl, mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial
dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi
asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberiaan oksigen
yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin
dan laktulosa. Pada DBD ensefalopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder,
maka untuk mencegah dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi
ampisilin 100mg/kgbb/hari + kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari). Usahakan
tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti
muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi
obat dalam hati.5
b. Kelainan Ginjal
Kelainan ginjal akibat syok yang berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal
akut. Dalam keadaan syok harus yakin benar bahwa penggantian volume
intravascular telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis
belum mencukupi 2 ml/kgbb/jam, sedangkan cairan yang diberikan sudah
sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furosemide 1 mg/kgbb dapat diberikan.
Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum, dan
kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya
syok juga belum dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP
(central venous pressure) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan
selanjutnya. 5
c. Edema paru
Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga
sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan
menyebabkan edema paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi.
Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular, apabila
17
cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan
hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan
mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan
ditunjang dengan gambaran edem paru pada foto roentgen dada. Gambaran
edem paru harus dibedakan dengan perdarahan paru. 5
1.10 Prognosis
Renjatan (circulation shock) yang terjadi pada saat demam, prognosisnya
buruk. Dengan sifatnya yang self-limiting disease, angka kematian (mortality rate)
DF kurang dari 1%. Angka kematian untuk kasus DHF yang tertangani medis
adalah 2-5 %. Bila DHF tidak diobati, angka kematiannya meningkat sampai 50%.
Penderita yang sembuh biasanya tanpa sekuele dan tubuhnya akan membuat
imunitas terhadap serotipe virus yang menjangkitinya.3,7
18
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Nama : FRP
Umur/ Tanggal lahir : 7 tahun 4 bulan / 01 Desember 2011
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku bangsa : Minang
Pekerjaan : Pelajar kelas 1 SD
Alamat : Siteba, Padang, Sumatera Barat
Tanggal masuk RS : Minggu, 24 Maret 2019 (pukul 23.30 WIB)
Tanggal pemeriksaan : Selasa, 26 Maret 2019
Tanggal keluar : Jum/at, 29 Maret 2019
2.2 Anamnesis
Diberikan oleh : Ny.Welly (ibu kandung pasien)
Keluhan Utama :
Tangan dan kaki terasa dingin sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :
Demam tinggi sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, terus menerus,
tidak menggigil, tidak berkeringat, tidak disertai kejang.
Perdarahan dan ruam pada kulit, hidung, mulut, gusi, maupun keluhan cerna
tidak ada.
Nyeri perut sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, dirasakan hilang-
timbul pada seluruh bagian perut.
Nyeri kepala sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri diseluruh
kepala, muncul tanpa pencetus.
Sesak napas, batuk dan pilek tidak ada.
Nyeri persendian sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit dan saat ini sudah
hilang.
Nafsu makan menurun sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, biasanya
pasien makan 3-4x/hari menghabiskan 1 porsi, sejak sakit hanya mau makan
1-2 sendok makan/hari.
19
Mual-muntah ada 5 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak menyemprot,
sebanyak 4x muntah/hari, berjumlah 6 cc, berisi makanan yang dimakan,
tidak berdarah
Buang air besar belum ada sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.
Buang air kecil terakhir 6 jam sebelum masuk rumah sakit, jumlah sekitar
100 cc berwarna kuning kecokelatan..
Pasien sudah dibawa berobat ke bidan, dan dianjurkan ke rumah sakit
terdekat, pasien lalu dibawa ke rumah sakit Yarsi padang, dilakukan
pemasangan infus tapi tidak berhasil, kemudian pasien dirujuk ke RSUP Dr,
M. Djamil Padang dengan keterangan syok hipovolemik ec susp dengue
syok syndrome (DSS) + akses pembulih darah sulit didapatkan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak pernah menderita keluhan yang sama sebelumnya
Tidak pernah mederita DBD sebelumnya
Riwayat keluarga :
Tidak ada anggota keluarga, tetangga rumah dan teman sekolah yang
menderita keluhan yang sama atau mengalami DBD.
Riwayat persalinan:
Lama hamil : 37-38 minggu
Cara lahir : Spontan
Ditolong : Bidan
BB dan PB lahir : 3800 gr dan 58 cm
Saat lahir langsung menangis kuat
Riwayat Makanan dan Minuman
Bayi : ASI : 0-28 bulan Susu formula : tidak ada
Buah, Biskuit : 6-14 bulan Bubur susu : tidak ada
Nasi tim : 6-16 bulan Nasi biasa : 16 bulan -
sekarang
Anak : Makanan utama : Nasi 3-4x /hari, menghabiskan 1 porsi
Daging : 3 x/minggu
Ayam : 7-10 x/minggu
Ikan : 2 x/minggu
20
Telur : 3 x/minggu
Sayur : 0-1 x/minggu
Buah : 1 x/minggu
Kesan : ASI eksklusif, Gizi kualitas kurang bervariasi dan kuantitas cukup
Riwayat Imunisasi
Imunisasi Dasar/Umur Booster/Umur
BCG 2 bulan -
DPT : 1. 2 bulan -
2. 4 bulan
3. 6 bulan
Polio : 1. 0 bulan -
2. 2 bulan
3. 4 bulan
Hepatitis B : 1. 0 bulan -
2. 1 bulan
3. 6 bulan
Haemofilus influenza B : -
1. 2 bulan
2. 4 bulan
3. 6 bulan
Campak 9 bulan 6 tahun
21
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Riwayat keluarga :
Ayah Ibu
Nama : Rinaldi Welly
Umur : 45 tahun 43 tahun
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : Supir Ibu rumah tangga
Penghasilan : Rp. 3.000.000 -
Perkawinan : Pertama Pertama
Penyakit yang pernah diderita : Tidak Ada Tidak Ada
22
Saudara Kandung Umur Keadaan sekarang
1. Gilang 20 tahun Sehat
2. Kevin 19 tahun Sehat
3. Nadya 16 tahun Sehat
4. Ridho 14 tahun Sehat
5. Alif 11 tahun Sehat
6. Faiz (pasien) 7 tahun Pasien
Riwayat Perumahan dan Lingkungan
Rumah Tempat Tinggal : Rumah Permanen, pemukiman padat penduduk
Sumber Air Minum : Isi ulang
Buang Air Besar : Toilet dalam rumah
Pekarangan : Cukup luas
Sampah : Setiap hari dijemput petugas pengumpul sampah
Parit : Dibersihkan 6 bulan sekali
Kesan : Higiene dan sanitasi baik
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis tidak kopereatif
GCS : E4M6V3 (GCS 13)
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 96 x/ menit
Nafas : 25 x/ menit
Suhu : 38,8oC
Tinggi Badan : 136 cm Berat Badan : 41 kg
BB/U : 41/23 x 100% = 178 %
TB/ U : 136/122 x 100% = 111 %
BB/TB : 41/30 x 100% = 136 %
Gizi : obesitas
Kulit : teraba hangat, pucat (-), sianosis (-), ptekie (- )
Kepala : bulat, simetris, normocephal
Rambut : hitam, tidak mudah di cabut
23
Mata : konjungtiva anemis (-/-) , sklera tidak ikterik (-/-), palpebral
tidak edema (-/-)
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : tidak ada kelainan, epistaksis (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : mukosa bibir dan mulut kering, tonsil T1-T1, faring tidak
hiperemis
Leher : tidak teraba pembesaran KGB, JPV 5-2 cm H2O,
Dada :
Inspeksi : normochest, simetris saat dinamis dan statis, retraksi (-)
Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : sonor kiri dan kanan
Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : teraba ictus cordis di 1 jari medial dari linae mid clavicula
sinistra RIC V
Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-) gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : distensi tidak ada
Palpasi : supel, hepar teraba 1/3-1/3, pinggir tumpul, permukaan
rata, lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Alat kelamin : tidak diperiksa
Ekstremitas :
Atas : akral hangat, perfusi baik, CRT < 2 detik, refleks fisiologi
normal, refleks patologis tidak ada
Bawah : akral hangat, perfusi baik, CRT < 2 detik, refleks fisiologis
normal, refleks patologis tidak ada
24
Pemeriksaan Laboratorium :
Darah : (24/3/2019 pukul 00.15 WIB)
Hb :14,8 g/dL
Leukosit :7.890 /mm3
Trombosit :53.000 /mm3 (menurun)
Ht :43 %
Hitung jenis : B 0/E 0/NB 11/NS 47/L 37/M 5
GDR : 149 mg/dl
Ca : 7,6 mg/dl (menurun)
Na/K/Cl :118/35/ 93 Mmol/L (Na dan Cl menurun)
Kesan : Trombositopenia, Kalsium, Natrium, Klorida menurun
Darah : (25/3/2019)
Hb :11,0 g/dL
Leukosit :7.550 /mm3
Trombosit :101.000 /mm3 (menurun)
Ht :33 % (menurun)
Kesan : Trombositopenia, Hematokrit menurun
Darah : (26/3/2019)
Hb :11,2 g/dL
Leukosit :8.470 /mm3
Trombosit :177.000 /mm3
Ht :35 %
Kesan : Dalam batas normal
Diagnosa kerja :
- Ensefalopati Dengue
- Riwayat Dengue syok syndrome (DSS) (Syok telah teratasi)
- Dengue Hemoragic Fever (DHF) derajat 3 hari ke-2
- Obesitas
Daftar Masalah:
- Riwayat syok
- Riwayat demam tinggi
25
- Penurunan kesadaran: gelisah
- Nyeri perut
- Intake sulit
- Output sedikit
Tatalaksana :
Rawat PICU (tanggal 26 Maret), lalu rawatan HCU anak (tanggal 26-28
maret)
IVFD Asering 4 cc/jam
Paracetamol 3x500 mg (IV)
Ampicilin 4x750 mg (IV)
Kloramfenikol 4x500 mg (IV)
Makanan lunak 1000 kkal
Makanan cincang 4x200 cc
Edukasi :
Tirah baring
Minum air putih cukup, boleh ditambah dengan minuman lain seperti jus
buah, susu dll.
Melakukan 3M+ dilingkungan rumah (Menguras bak mandi, menutup
tempat penampungan air, menngubur sampah, memakai kelambu/obat
nyamuk).
Follow Up :
Rabu, 27-3-2019 (rawat HCU)
S/ -Demam tidak ada
-Mual dan muntah tidak ada
-Tidak ada perdarahan
-Anak sudah mulai tenang
-Intake masih sedikit
-Anak masih mengeluhkan nyeri perut
-BAB belum ada
-BAK jumlah dan warna biasa
26
O/ Keadaan umum: sakit sedang/ kesadaran: komposmentis
TD: 110/70 mmHg / HR: 110x/menit/ RR: 24x/menit/ T: 36,6OC
Mata: anemis tidak ada, ikterik tidak ada
Thoraks: retraksi tidak ada
Abdomen: distensi tidak ada, perut nyeri saat disentuh dan tidak disentuh
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik
A/ -Ensefalopati dengue
-Riwayat dengue syok syndrome (DSS) (syok sudah teratasi)
-DHF grade III (hari ke 3)
-Obesitas
P/ Pantau vital sign dan lanjutkan terapi
Follow Up :
Kamis, 28-3-2019 (rawat bangsal akut anak)
S/ -Demam tidak ada
-Mual dan muntah tidak ada
-Tidak ada perdarahan
-Anak sudah mulai tenang
-Intake masih sedikit
-Anak masih mengeluhkan nyeri perut
-BAB belum ada
-BAK jumlah dan warna biasa
O/ Keadaan umum: sakit sedang/ kesadaran: komposmentis
TD: 110/60 mmHg / HR: 88x/menit/ RR: 22x/menit/ T: 36,8OC
Mata: anemis tidak ada, ikterik tidak ada
Thoraks: retraksi tidak ada
Abdomen: distensi tidak ada, perut nyeri saat disentuh dan tidak disentuh
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik
A/ -Riwayat dengue syok syndrome (DSS) (syok sudah teratasi)
-DHF grade III (hari ke 4)
-Obesitas
P/ Pantau vital sign dan lanjutkan terapi
27
BAB 3
DISKUSI
28
sakit hanya mau makan 1-2 sendok makan/hari. Mual-muntah ada 5 hari sebelum
masuk rumah sakit, tidak menyemprot, sebanyak 4x muntah/hari, berjumlah 6 cc,
berisi makanan yang dimakan, tidak berdarah. Buang air besar belum ada sejak 5
hari sebelum masuk rumah sakit. Buang air kecil terakhir 6 jam sebelum masuk
rumah sakit, jumlah sekitar 100 cc berwarna kuning kecokelatan. Dari keterangan,
terdapat keccurigaan infeksi virus yang mengarah pada virus dengue dengan
warning signs yang terdapat pada pasien berupa nyeri perut, muntah persisten,
letargi, gelisah dan adanya pembesarah hepar pada saat dilakukan pemeriksaan
fisik, serta penurunan jumlah trombosit.7
Pemeriksaan fisik pada pasien tidak menunjukkan gelaja yang khas untuk
infeksi virus dengue. Pada pemeriksaan GCS untuk menilai kesadaran terdapat
E4M6V3 (GCS 13) dengan verbal mengalami perubahan yaitu pasien berkata hal
yang tidak sesuai dengan kenyataannya dan tidak nyambung dalam berbicara. Hal
ini merupakan salah satu warning sign yang terjadi pada pasien.7 Tidak terdapat
perdarahan dan ruam pada kulit, hidung, mulut, gusi, maupun saluran cerna. Pada
infeksi dengue adanya rash/bintik-bintik merah merupakan gejala yang ada pada
infeksi dengue, serta perdarahan pada mukosa juga merupakan salah satu warning
sign dengue, tapi pada pasien hal ini tidak ditemukan selama pasien dirawat di
RSUP Dr. M. Djamil Padang.7 Pada pemeriksaan hepar teraba hepar pinggir
tumpul, permukaan rata. Pembesaran hepar juga salah satu adanya warning sign
yang terjadi pada pasien.7
Hasil pemeriksaan status gizi pasien terdapat tinggi badan 136 cm, berat badan 41
kg, BB/U 178 %, TB/ U 111 %, BB/TB 136 %. Dari hasil pemeriksaan status gizi
pasien adalah pasien mengalami obesitas. Terdapat nilai BB/TB >120% dan
dikatakan normal jika rmal jika BB/TB 90-100%. 8
Hasil laboratorium pasien pada tanggal 24 Maet 2018 menunjukkan hasil berupa
trombositopenia, kalsium, natrium, klorida menurun. Jumlah trombosit 53.000
/mm3 dengan nilai rujukan 150.000-400.000 /mm3. Jumlah trombosit yang menurun
sudah meningkat pada pemeriksaan laboratorium tanggal 25Maret 2019 dengan
jumlah 101.000 /mm3, walau masih dibawah nilai rujukan tetapi jumlah trombosit
pasien sudah meningkat dibandingan 1 hari sebelumnya. Penurunan trombosit
merupakan tanda terjadinya infeksi virus dengue pada seseorang.7 Hematokrit
29
pasien pada pemeriksaan tanggal 24 Maret 2019 bernilai 43%, pada tanggal 25
Maret 2014 bernilai 33% (mengalami penurunan) dan pada tanggal 26 Maret 2019
35 % (mengalami peningkatan dari hari sebelumnya).
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik kita dapat memikirkan
kemungkinan demam yang dialami pasien adalah akibat infeksi virus dengue.
Nyamuk yang merupakan vektor dari virus dengue memiliki jarak terbang sejauh
kurang lebih 20 m. Hal ini dapat menyebabkan penularan infeksi dengue melalui
gigitan nyamuk terhadap orang- orang yang berada disekitar lingkungan pasien.7
Kecurigaan demam berdarah adalah grade 3 dengan kriteria kegagalan sirkulasi (nadi
lemah, tekanan nadi ≤ 20 mmHg, hipotensi, gelisah, diuresis menurun) dan adanya
trombositopenia <100.000 sel/mm3 serta peningkatan hematokrit ≥20%.7 Pada pasien
gejala ini mucul pada hari pertama rawatan tanggal 24 Maret 2019. Pasien juga didiagnosis
dengan dengue syok syndrome (DSS) dengan syok sudah teratasi sejak tanggal 25 Maret
2019. DSS pada pasien ditegakkan saat pasien di RS Yarsi Padang, pasien mengalami syok
dengan gejala nadi lemah, hipotensi, kaki dan tangan dingin serta terjadi penurunan
kesadaran, hal ini sesuai dengan kriteria DSS berupa nadi lemah, hipotensi, ekstremitas
dingin dan kadang berkeringat serta lembab dan penurunan kesadaran.7 Pada tanggal 25-26
Maret 2019 pasien mengalami gejala berupa penurunan kesadaran serta gaduh gelisah
dengan GCS 13 (E4M6V3) sehingga pasien dirawat di PICU dan dari klinis pasien
ditegakkan diagnosis ensefalopati dengue.
Pasien ini diberikan tatalaksana IVFD Asering 4 cc/jam karena hasil
labiratorium pasien didapatkan penurunan jumlah elektrolit berupa kalsium,
natrium dan klorida serta sebagai penambah glukosa dalam darah karena intake
pasien kurang (asering memiliki kandunga dextrose 50 gram), Paracetamol 3x500
mg (IV) untuk menurunkan demam pasien, Ampicilin 4x750 mg (IV) dan
Kloramfenikol 4x500 mg (IV) yang diberikan untuk mengatasi ensefalopati dengue
pasien. Pada DBD ensefalopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, maka untuk
mencegah dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin
100mg/kgbb/hari + kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari).5 Serta pasien mendapatkan
makanan lunak 1000 kkal dan makanan cincang 4x200 cc karena pasien masih
kekurangan intake akibat nafsu makan kurang. Disamping tatalaksana
medikamentosa, yang juga penting adalah bagaimana mengedukasi pasien dan
keluarga. Infeksi dengue merupakan suatu penyakit tropis yang berhubungan
30
dengan kebersihan lingkungan. Hal ini dikarenakan lingkungan yang tidak bersih
dan banyak genangan air merupakan tempat yang sangat baik untuk perkembangan
nyamuk Aedes aegypti, sebagai vector penularan infeksi dengue. Oleh karena itu
sangat perlu dilakukan usaha pencegahan infeksi dengue dengan cara
membersihkan lingkungan sekitar. Langkah-langkah yang bisa dilakukan adalah
melakukan 3M+ yaitu menguras bak mandi, menutup penampungan air, mengubur
barang-barang bekas, menggunakann obat nyamuk dan kelambu saat tidur.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Central for Disease Control and Prevention U.S Department of Health and
Human Services. Dengue and dengue hemorrhagic fever. San Juan: U.S
Department of Health and Human Services; 2008. h.1.
2. World Health Organization. Dengue Guideline for Diagnosis, Treatment,
Prevention and Control. France: WHO; 2009 [diakses 18/12 2017]; Diunduh
dari: http://www.who.int/tdr/dengue-diagnosis.
3. World Health Organization. Comprehensive of guidelines for prevention and
control of dengue and dengue haemorrhagic fever. India: WHO; 2011 [diakses
18/12 2017]; Diunduh dari: http://www.apps.searo.who.int/pds_docs.
4. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi DBD di
Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2016. h.2-4.
5. Halstead SB. Dengue fever & dengue hemorrhagic fever. Dalam: Behrman RE,
Kliegeman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. 17th
Ed. Philadelphia: Saunders; 2004. h.1092-1095.
6. Hadinegoro SRS. New dengue case classification. Dalam: Hadinegoro SR,
Kadim M, Devaera Y, Idris NS, Ambarsari CG, penyunting. Pendidikan
kedokteran berkelanjutan LXIII update management of infection diseases abd
gastrointestinal disorder. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-
RSCM; 2012. h.16-17
7. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku ajar infeksi & pediatri tropis.
Edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;2010. h.155-181.
8. Behrman, Kliegman, Nelson A. 1999. Ilmu kesehatan anak Nelson. Vol 1. Ed
XV. Jakarta: EGC;2010:60-3.
32