Vous êtes sur la page 1sur 11

LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN PENDAHULUAN PARAPLEGIA


DI RUANG 28 RSU DR.SAIFUL ANWAR
MALANG

Oleh :

HESTI DWI KURNIAWATI


2018.04.058

PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BANYUWANGI
PARAPLEGIA

A. PENGERTIAN

Paraplegia adalah kondisi di mana bagian bawah tubuh (ekstermitas bawah) mengalami
kelumpuhan atau paralysis yang disebabkan karena lesi transversal pada medulla spinalis.
(Bimaariotejo. 2010)

Lesi total transversal medula spinalis segmen thorako lumbal adalah lesi yang mengenai
seluruh medula spinalis pada segmen thorakolumbal yang bermanifestasi dengan
kelumpuhan anggota gerak bawah.

Paraplegia merupakan paralysis permanen dari tubuh yang disebabkan oleh luka atau
penyakit yang dipengaruhi oleh medulla spinalis. (Sudoyo, 2012).

Paraplegia merupakan kehilangan gerak dan sensasi pada ekstermitas bawah


dan semua atau sebagian badan sebagai akibat cedera pada torakal atau medulla. Spinalis
lumbal atau radiks sakral. (Smeilzer, Suzanne C. 2011).

B.ETIOLOGI

Penyebab lesi total transversal medula spinalis meliputi :


1. Cedera Medula Spinalis Akibat Kecelakaan
2. Kista / Tumor: siringomielia, Meningioma, Schwannoma, Glioma, Sarkoma. Dan tumor
metastase.
3. Infeksi : spondilitis tuberkulosa, meningitis atau herpes zoster
4. Kelainan tulang vertebra: Kolaps tulang belakang yang terjadi karena pengeroposan
tulang akibat kanker, osteoporosis atau cedera yang hebat, Artritis degeneratif
(osteoartritis) yang menyebabkan terbentuknya penonjolan tulang yang tidak beraturan
(taji tulang) yang menekan akar saraf, Stenosis spinalis (penyempitan rongga di sekitar
korda spinalis), sering terjadi pada usia lanjut
5. Hematoma Spinalis.
C. TANDA DAN GEJALA

Akibat lesi di medula spnalis dapat terjadi manifestasi:


1. Gangguan fungsi motorik

a. Gangguan motorik di tingkat lesi:. Karena lesi total juga merusak kornu anterior
medula spinalis dapat terjadi kelumpuhan LMN pada otot-otot yang dipersyarafi
oleh kelompok motoneuron yang terkena lesi dan menyebabkan nyeri punggung
yang terjadi secara tiba-tiba.
b. Gangguan motorik di bawah lesi: dapat terjadi kelumpuhan UMN karena jaras
kortikospinal lateral segmen thorakal terputus.
Gerakan refleks tertentu yang tidak dikendalikan oleh otak akan tetap utuh atau
bahkan meningkat.
Contohnya, refleks lutut tetap ada dan bahkan meningkat. Meningkatnya refleks ini
menyebabkan kejang tungkai. Refleks yang tetap dipertahankan menyebabkan otot
yang terkena menjadi memendek, sehingga terjadi kelumpuhan jenis spastik. Otot
yang spastik teraba kencang dan keras dan sering mengalami kedutan.
2. Gangguan fungsi sensorik : karena lesi total juga merusak kornu posterior medula
spinalis maka akan terjadi penurunan atau hilang fungsi sensibilitas dibawah lesi.
Sehingga klien tidak dapat merasakan adanya rangsang taktil, rangsang nyeri,
rangsang thermal, rangsang discrim dan rangsang lokalis1.
3. Gangguan fungsi autonom: karena terputusnya jaras ascenden spinothalamicus maka
klien akan terjadi kehilangan perasaan akan kencing dan alvi1.

D. PEMERIKSAAN

1. Laboratorium:
a. Hematology:
Hemoglobin dapat menurun karena destruksi sumsum tulang vertebra atau
perdarahan. Peningkatan Leukosit menandakan selain adanya infeksi juga stress fisik
ataupun terjadi kematian jaringan.
b. Kimia klinik:
PT / PTT untuk melihat fungsi pembekuan darah sebelum pemberian terapi
antikoagulan.
Dapat terjadi gangguan elektrolit karena terjadi gangguan dalam fungsi perkemihan,
dan fungsi gastrointerstinal.

2. Radiodiagnostik:
1. CT Scan: untuk melihat adanya edema, hematoma, iskemi dan infark
2. MRI : menunjukkan daerah yang mengalami fraktur, infark, hemoragik.
3. Rontgen: menunjukkan daerah yang mengalami fraktur, dan kelainan tulang,
gambaran infeksi TB paru.telah terjadi kerusakan jaras ascenden spinotalamikus
dimana klien sudah tidak bisa merasakan sensasi ingin kencing dan BAB.
4. Nyeri yang diraskan dapat dilakukan dengan tehnik masase atau dengan distraksi.

E. PENATALAKSANAAN

1. Penatanalaksanaan Medis

a. Obat

Metyl prednisolon 30 mg/kb BB, 45 menit setelah bolus selama 23 jam. Hasil
optimal bila pemberian dilakukan <8 jam onset.

Tambahkan profilaksi stress ukus: Antacid/antagonis H2. Jika pemulihan


sempurna, pengobatan tidak diperlukan

Berikan Antibiotik, biasanya untuk menyembuhkan. Jika terjadi infeksi.

b. Operasi

Dengan menggunakan teknik Harrison roda stabilization (instrument Harrison)


yaitu menggunakan batang distraksi baja tahan karat untuk mengoreksi dan
stabilisasi deformitas vertebra.

2. Penatanalaksanaan Keperawatan

a. Memberikan alat bantu

b. Pemanasan Dengan air hangat atau sinar


c. Latihan

Disebut dengan Range of Motion (ROM) untuk mengetahui luas gerak sendi.

d. Refleksi Ganda

Penekukan maksimal pada jari kaki keempat.

e. Refleksi Bing

Memberikan rangsangan tusuk pada kulit yang menutupi metatarsal kelima.

G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnose medis.
b. Keluhan utama
Biasanya didapatkan laporan kelemahan dan kelumpuhan ekstrimitas, inkontinensia
defekasi dan berkemih
c. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya terjadi riwayat trauma, pengkajian yang didapat meliputi hilanya
sensibilitas, paralisis, ieus paralitik, retensi urine, hilangnya refleks.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat infeksi, tumor, cedera tulang belakang, DM, jantung, anemia, obat
antikoagulan, alkohol.
e. Riwayat penyakit keluarga.
Mengkaji adanya generasi dahulu yang menderita hipertensi atau DM.
f. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Aktifitas /Istirahat
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi. Kelemahan umum
/kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
2) Sirkulasi
Hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.
3) Eliminasi
Retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis berwarna
seperti kopi tanah /hematemesis.
4) Integritas Ego
Takut, cemas, gelisah, menarik diri.
5) Makanan /cairan
Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
6) Higiene
Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi)
7) Neurosensori
Kesadaran: GCS
Fungsi motorik: Kelumpuhan, kelemahan
Fungsi sensorik: Kehilangan sensasi / sensibilitas.
Refleks fisiologis: Kehilangan refleks /refleks asimetris termasuk tendon dalam.
Kehilangan tonus otot /vasomotor,
Refleks patologis: munculnya refleks patologis,
Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh yang terkena karena
pengaruh trauma spinal.
8) Nyeri /kenyamanan
Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
9) Pernapasan
Pernapasan dangkal, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat, sianosis.
10) Keamanan
Suhu yang berfluktasi, jatuh.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuron fungsi
motorik dan sesorik.
2. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan penurunan
immobilitas, penurunan sensorik.
3. Retensi urine yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkemih secara
spontan, terputusnya jaras spinothalamikus.
4. Konstipasi berhubungan dengan adanya atoni usus sebagai akibat gangguan
autonomik, terputusnya jaras spinothalamikus.
5. Nyeri yang berhubungan dengan pengobatan, immobilitas lama, cedera psikis.

3. Intervensi

1.Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuron, fungsi


motorik dan sesorik.
Tujuan:
Memperbaiki mobilitas
Kriteria Hasil: Mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tak adanya kontraktur,
footdrop, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit /kompensasi,
mendemonstrasikan teknik /perilaku yang memungkinkan melakukan kembali
aktifitas.
1. Kaji fungsi-fungsi sensori dan motorik pasien setiap 4 jam.
2. Ganti posisi pasien setiap 2 jam dengan memperhatikan kestabilan tubuh dan
kenyamanan pasien.
3. Beri papan penahan pada kaki
4. Gunakan otot orthopedhi, edar, handsplits
5. Lakukan ROM Pasif setelah 48-72 setelah cedera 4-5 kali /hari
6. Monitor adanya nyeri dan kelelahan pada pasien.
7. Konsultasikan kepada fisiotrepi untuk latihan dan penggunaan otot seperti splints

Rasional :1. Menetapkan kemampuan dan keterbatasan pasien setiap 4 jam.

2. Mencegah terjadinya dekubitus.


3. Mencegah terjadinya foodrop
4. Mencegah terjadinya kontraktur.
5. Meningkatkan stimulasi dan mencegah kontraktur
6. Menunjukan adanya aktifitas yang berlebihan.
7. Memberikan pancingan yang sesuai.

2.Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan penurunan


immobilitas, penurunan sensorik.
Tujuan : Mempertahankan Intergritas kulit
Kriteria Hasil : Keadaan kulit pasien utuh, bebas dari kemerahan, bebas dari infeksi
pada lokasi yang tertekan.
1. Kaji faktor resiko terjadinya gangguan integritas kulit
2. Kaji keadaan pasien setiap 8 jam
3. Gunakan tempat tidur khusus (dengan busa)
4. Ganti posisi setiap 2 jam dengan sikap anatomis
5. Pertahankan kebersihan dan kekeringan tempat tidur dan tubuh pasien.
6. Lakukan pemijatan khusus / lembut diatas daerah tulang yang menonjol setiap 2
jam dengan gerakan memutar.
7. Kaji status nutrisi pasien dan berikan makanan dengan tinggi protein
8. Lakukan perawatan kulit pada daerah yang lecet / rusak setiap hari

Rasional
1. Salah satunya yaitu immobilisasi, hilangnya sensasi, Inkontinensia bladder
/bowel.
2. Mencegah lebih dini terjadinya dekubitus.
3. Mengurangi tekanan 1 tekanan sehingga mengurangi resiko dekubitas
4. Daerah yang tertekan akan menimbulkan hipoksia, perubahan posisi
meningkatkan sirkulasi darah.
5. Lingkungan yang lembab dan kotor mempermudah terjadinya kerusakan
kulit
6. R/ Meningkatkan sirkulasi darah
7. Mempertahankan integritas kulit dan proses penyembuhan
8. Mempercepat proses penyembuhan

3.Retensi urine yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkemih secara


spontan, terputusnya jaras spinothalamikus.
Tujuan : Peningkatan eliminasi urine
Kriteria Hasil : Pasien dpat mempertahankan pengosongan blodder tanpa residu dan
distensi, keadaan urine jernih, kultur urine negatif, intake dan output cairan seimbang
1. Kaji tanda-tanda infeksi saluran kemih
2. Kaji intake dan output cairan
3. Lakukan pemasangan kateter sesuai program.
4. Anjurkan pasien untuk minum 2-3 liter setiap hari
5. Cek bladder pasien setiap 2 jam
6. Lakukan pemeriksaan urinalisa, kultur dan sensitibilitas
7. Monitor temperatur tubuh setiap 8 jam

Rasional
1. Efek dari tidak efektifnya bladder adalah adanya infeksi saluran kemih
2. Mengetahui adekuatnya gunsi gnjal dan efektifnya blodder.
3. Efek trauma medulla spinalis adlah adanya gangguan refleks berkemih
sehingga perlu bantuan dalam pengeluaran urine
4. Mencegah urine lebih pekat yang berakibat timbulnya infeksi
5. Mengetahui adanya residu sebagai akibat autonomic hyperrefleksia
6. Mengetahui adanya infeksi
7. Temperatur yang meningkat indikasi adanya infeksi.

4.Konstipasi berhubungan dengan adanya atoni usus sebagai akibat gangguan


autonomik, terputusnya jaras spinothalamikus.
Tujuan : Memperbaiki fungsi usus
Kriteria hasil : Pasien bebas konstipasi, keadaan feses yang lembek, berbentuk.
1. kaji pola eliminasi bowel
2. Berikan minum 1800 – 2000 ml/hari jika tidak ada kontraindikasi
3. Auskultasi bising usus, kaji adanya distensi abdomen
4. Hindari penggunaan laktasif oral
5. Lakukan mobilisasi jika memungkinkan
6. Evaluasi dan catat adanya perdarah pada saat eliminasi
7. Berikan suppositoria sesuai program
8. Berikan diet tinggi serat

Rasional

1. Menentukan adanya perubahan eliminasi


2. Mencegah konstipasi
3. Bising usus menentukan pergerakan perstaltik
4. Kebiasaan menggunakan laktasif akan tejadi ketergantungan
5. Meningkatkan pergerakan peritaltik
6. Kemungkinan perdarahan akibat iritasi penggunaan suppositoria
7. Pelunak feses sehingga memudahkan eliminasi
8. Serat meningkatkan konsistensi feses

5.Nyeri yang berhubungan dengan pengobatan, immobilitas lama, cedera psikis.


Tujuan : Memberikan rasa nyaman: nyeri
Kriteria hasil : Melaporkan penurunan rasa nyeri /ketidak nyaman,
mengidentifikasikan cara-cara untuk mengatasi nyeri, mendemonstrasikan
penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan sesuai kebutuhan individu.
1. Kaji terhadap adanya nyeri, bantu pasien mengidentifikasi dan menghitung nyeri,
misalnya lokasi, tipe nyeri, intensitas pada skala 0 – 1.
2. Berikan tindakan kenyamanan, misalnya, perubahan posisi, masase, kompres
hangat / dingin sesuai indikasi.
3. Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya, pedoman imajinasi visualisasi,
latihan nafas dalam.
4. kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, relaksasi otot, misalnya dontren
(dantrium); analgetik; antiansietis.misalnya diazepam (valium)

Rasional
1. Pasien biasanya melaporkan nyeri diatas tingkat cedera misalnya dada / punggung atau
kemungkinan sakit kepala dari alat stabilizer
2. Tindakan alternatif mengontrol nyeri digunakan untuk keuntungan emosionlan, selain
menurunkan kebutuhan otot nyeri / efek tak diinginkan pada fungsi pernafasan.
3. Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol, dan dapat meningkatkan
kemampuan koping
4. Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme /nyeri otot atau untuk menghilangkan-ansietas
dan meningkatkan istrirahat.

Vous aimerez peut-être aussi