Vous êtes sur la page 1sur 17

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Tonsil merupakan kumpulan besar jaringan limfoid di belakang faring
yang memiliki keaktifan imunologik. Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi
tidak menyebar ke seluruh tubuh dengan cara menahan kuman memasuki tubuh
melalui mulut, hidung dan tenggorokan, oleh karena itu, tidak jarang tonsil
mengalami peradangan.
Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi streptococcus beta
hemolitik, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi
virus.
Tonsilitis adalah peradangan amandel sehingga amandel menjadi
bengkak, merah, melunak dan memiliki bintik-bintik putih di permukaannya.
Pembengkakan ini disebabkan oleh infeksi baik virus atau bakteri yang biasa
terjadi pada anak anak.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Tonsilitis adalah
suatu peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok
Streptococcus beta hemolitik, Streptococcus viridons dan Streptococcus
pyrogenes namun disebabkan juga oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus.
Tonsilitis biasanya sering dialami anak-anak yang disertai demam dan nyeri pada
tenggorokan.

Klasifikasi Tonsilitis
1. Tonsillitis akut
Tonsilitis akut dengan gejala tonsil membengkak dan hiperemis
permukaannya yang diliputi eksudat (nanah) berwarna putih kekuning-
kuningan.
Dibagi lagi menjadi 2, yaitu :
1) Tonsilitis viral
Ini lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok.
Penyebab paling tersering adalah virus Epstein Barr.
2) Tonsilitis Bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A stereptococcus beta
hemoliticus yang dikenal sebagai strept throat, pneumococcus,
streptococcus viridian dan streptococcus piogenes. Detritus merupakan
kumpulan leukosit, bakteri yang mulai mati.
2. Tonsilitis Falikularis
Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat diliputi
bercak putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus. Detritus ini
terdapat leukosit, epitel yang terlepas akibat peradangan dan sisa-sisa
makanan yang tersangkut.

Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep


Profesi Ners STIKes WN Palu 2018
3. Tonsilitis membranosa
Tonsilitis membranosa dengan gejala eksudat yang menutupi permukaan
tonsil yang membengkak tersebut meluas menyerupai membran. Membran
ini biasanya mudah diangkat atau di buang dan berwarna putih kekuning-
kuningan.
4. Tonsilitis lakunaris dengan gejala bercak yang berdekatan, bersatu dan
mengisis lakuna (lekuk-lekuk) permukaan tonsil.
5. Angina Plout Vincent
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang
didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi
vitamin C. Gejala berupa demam sampai 39° C, nyeri kepala, badan lemah
dan kadang gangguan pecernaan.
6. Tonsilitis kronik
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis ialah rangsangan yang
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,
pengaruh cuaca kelemahan fisik dan pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat
kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang
kuman berubah menjadi kuman golongan gram negatif.

B. ANATOMI FISIOLOGI

Tonsil terbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil


mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam yang meluas ke jaringan tonsil.
Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah kosong di atasnya dikenal
sebagai fosa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada muskulus
konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan. Walaupun tonsil
terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil dapat meluas ke
arah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi velofaring atau
obstruksi hidung walau jarang ditemukan. Arah perkembangan tonsil tersering
adalah ke arah hipofaring, sehingga sering menyebabkan terjaganya anak saat
tidur karena gangguan pada jalan nafas.
Secara mikroskopik mengandung 3 unsur utama:
1. Jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah saraf.
2. Folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda.
3. Jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai
stadium.

Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep


Profesi Ners STIKes WN Palu 2018
Tonsil (amandel) dan adenoid merupakan jaringan limfoid yang terdapat
pada daerah faring atau tenggorokan. Keduanya sudah ada sejak anak dilahirkan
dan mulai berfungsi sebagai bagian dari sistem imunitas tubuh setelah imunitas
dari ibu mulai menghilang dari tubuh anak. Pada saat itu (usia lebih kurang 1
tahun) tonsil dan adenoid merupakan organ imunitas utama pada anak, karena
jaringan limfoid lain yang ada di seluruh tubuh belum bekerja secara optimal.
Sistem imunitas ada 2 macam yaitu imunitas seluler dan humoral.
Imunitas seluler bekerja dengan membuat sel (limfoid T) yang dapat
memakan kuman dan virus serta membunuhnya. Sedangakan imunitas humoral
bekerja karena adanya sel (limfoid B) yang dapat menghasilkan zat
immunoglobulin yang dapat membunuh kuman dan virus. Kuman yang dimakan
oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan tetap bersarang
disana serta menyebabklan infeksi amandel yang kronis dan berulang (Tonsilitis
kronis). Infeksi yang berulang ini akan menyebabkan tonsil dan adenoid bekerja
terus dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran tonsil dan
adenoid akan membesar dengan cepat melebihi ukuran yang normal. Tonsil dan
adenoid yang demikian sering dikenal sebagai amandel yang dapat menjadi
sumber infeksi (fokal infeksi) sehingga anak menjadi sering sakit demam dan
batuk pilek. Selain itu folikel infeksi pada amandel dapat menyebabkan penyakit
pada ginjal (Glomerulonefritis), katup jantung (Endokarditis), sendi (Rhematoid
Artritis) dan kulit. (Dermatitis). Penyakit sinusitis dan otitis media pada anak
seringkali juga disebabkan adanya infeksi kronis pada amandel dan adenoid.

C. ETIOLOGI
Penyebab tonsilitis bermacam – macam, diantaranya adalah yang tersebut
dibawah ini yaitu
 Streptococcus B hemoliticus grup A
 Streptococcus viridens
 Streptococcus pyogenes
 Staphilococcus
 Pneumococcus
 Virus
 Adenovirus
 ECHO
 Virus influenza serta herpes
Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah (droplet
infections).

Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep


Profesi Ners STIKes WN Palu 2018
Tonsilitis bakterialis supuralis akut paling sering disebabkan oleh
streptokokus beta hemolitikus grup A.
Tonsil berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme
lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan
oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang,
menyebabkan tonsillitis.

D. PATOFISIOLOGI
Tonsilitis terjadi karena bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui
saluran nafas bagian atas akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring
kemudian menyebar melalui sistem limpa ke tonsil. Adanya bakteri virus patogen
pada tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil
membesar dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga dapat
mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya eksudat
berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya sakit
tenggorokan, nyeri menelan, demam tinggi, bau mulut serta otalgia yaitu nyeri
yang menjalar ke telinga.
Tonsilitis akan berdampak terhadap sistem tubuh lainnya dan kebutuhan dasar
manusia meliputi :
1. Sistem Gastrointestinal
Klien sering merasa mual dan muntah, nyeri pada tenggorokan sulit untuk
menelan sehingga klien susah untuk makan dan sulit untuk tidur.
2. Sistem Pulmoner
Klien sering mengalami sesak nafas karena adanya pembengkakan pada
tonsil dan faring, klien sering batuk.
3. Sistem Imun
Tonsil terlihat bengkak dan kemerahan, daya tahan tubuh klien menurun,
klien mudah terserang demam.
4. Sistem Muskuloskeletal
Klien mengalami kelemahan pada otot, otot terasa nyeri keterbatasan gerak,
klien susah untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
5. Sistem Endokri
Adanya pembengkakan kelenjar getah bening, adanya pembesaran kelenjar
tiroid.

E. MANIFESTASI KLINIK
Pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan, terasa kering dan
pernafasan berbau, rasa sakit terus menerus pada kerongkongan dan sakit waktu
menelan. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan
ke jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang
purulen atau seperti keju. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput,
kadang-kadang seperti terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang
hiperemis, kripte yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan
mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak

Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep


Profesi Ners STIKes WN Palu 2018
permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat
dibagi menjadi:
 T0 : Tonsil masuk di dalam fossa
 T1 : <25 % volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
 T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
 T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
 T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
Manifestasi Klinis Menurut Smeltzer (2013)
1. Sistem Gastointestinal
 Nyeri pada tenggorokan, adanya virus dan bakteri
 Nyeri saat menelan, adanya pembengkakan pada tonsil
 Anoreksia : mual dan muntah
 Mulut berbau
 Bibir kering
 Nafsu makan berkurang
2. Sistem Pernafasan
 Sesak nafas karena adanya pembesaran pada tonsil
 Faring hiperimisis : terdapat detritus
 Pernafasn bising
 Edema faring
 Batuk
3. Sistem Imun
 Pembengkakan kelenjar limpah leher
 Pembesaran tonsil
 Tonsil Hiperemia
 Demam atau peningkatan seluruh tubuh
4. Sistem Muskuloskeletal
 Kelemahan pada otot
 Letargi
 Nyeri pada otot
 Malaise

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapatGdilakukan untuk memperkuat diagnosa
tonsilitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :
 Leukosit : terjadi peningkatan
 Hemoglobin : terjadi penurunan
 Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat
 Terapi
 Tes Schick atau tes kerentanan di ptori
 Audiometri : adenoid terinfeksi

Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep


Profesi Ners STIKes WN Palu 2018
G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan
pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana
penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan
gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama,
irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta
tonsillaris dengan alat irigasi gigi/oral. Ukuran jaringan tonsil tidak
mempunyai hubungan dengan infeksi kronis/berulang tonsilektomi merupakan
suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh Celsus dalam De Medicina(10
Masehi), tindakan ini juga merupakan tindakan pembedahan yang pertama kali
didokumentasikan oleh Lague dari Rheims (1757).

Penatalaksanaan Medis :

1. Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama 10


hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
2. Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika :
 Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun.
 Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2
tahun.
 Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3
tahun.
 Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik

Hemoragi merupakan komplikasi potensial setelah tonsilektomi. Jika


pasien memuntahkan banyak darah dengan warna yang berubah atau dengan
warna merah terang pada interval yang sering, atau bila frekuensi nadi dan
pernapasan meningkat dan pasien gelisah, segera beritahu dokter bedah.
Siapkan alat yang digunakan untuk memeriksa tempat operasi terhadap
pendarahan : sumber cahaya, cermin, kasa, hemostat lengkung, dan basin
pembuang. Kadang, akan berguna jika dilakukan menjahit atau meligasi
pembuluh yang berdarah. Jika tidak terjadi pendarahan lebih lanjut , beri
pasien es dan sesapan es. Pasien diinstruksikan untuk tidak banyak bicara dan
batuk karena dapat menyebabkan nyeri tenggorok.

Bilas mulut dengan alkalin dan larutan normal salin hangat


mengatasi lendir kental yang mungkin ada setelah operasi tonsilektomi
( masih dipertanyakan keefektivitasannya)

Diet cairan atau semicari beberapa hari . Serbat dan gelatin adalh
makanan yang dapat diberikan . Makanan yang harus dihindari adalah
makanan pedas, dingin, panas, asam, atau mentah. Makanan yang dibatasi
adalah makanan yang cenderung meningkatkan mukus yang terbentuk
misanya susu dan produk lunak (es krim).

Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep


Profesi Ners STIKes WN Palu 2018
Pendidikan yang dapat diberikan kepada pasien dan keluarga adalah
tentang tanda dan gejala hemoragi. Biasanya tanda dan gejala muncul 12-24
jam pertama. Paien diinstruksikan untuk melapor setiap pendarahan yang
terjadi.

3. Pasa operas
 Pemantauan keperawatan kontinu diperlukan pada pasca operasi segera
 Periode pemulihan karena risiko signifikan hemoragi
 Kepala dimiringkan kesamping memungkinkan drainase dari mulut dan
faring memberi kenyamanan posisi
 Napas oral dilepaskan jika menunjukkan reflek menelan
 Collar es dipasang pada leher, dan basin serta tisu disiapkan ekspectorasi
darah dan lendir
4. Analgetik
5. Antipiretik
 Indikasi untuk dilakukan tonsilektomi yaitu :
1. Obstruksi
 Hiperplasia tonsil dengan obstruksi.
 Sleep apnea atau gangguan tidur.
 Kegagalan untuk bernafas.
 Corpulmonale.
 Gangguan menelan.
 Gangguan bicara.
 Kelainan orofacial / dental yang menyebabkan jalan nafas sempit.
2. Infeksi
1) Tonsilitis kronika / sering berulang.
2) Tonsilitis dengan :
 Absces peritonsilar.
 Absces kelenjar limfe leher.
 Obstruksi Akut jalan nafas.
 Penyakit gangguan klep jantung.
3) Tonsilitis yang persisten dengan : Sakit tenggorok yang persisten.
4) Tonsilolithiasis Carrier Streptococcus yang tidak respon terhadap terapi.
5) Otitis Media Kronika yang berulang.
3. Neoplasia atau suspek neoplasia benigna / maligna.
4. Indikasi tonsilektomi secara garis besar terbagi 2,yaitu :
1) Indikasi absolut
 Tonsilitis akut/kronis berulang-ulang
 Abses peritonsillar
 Karier Difter
 Hipertrofi tonsil yang menutup jalan nafas dan jalan makanan
 Biopsi untuk menentukan kemungkinan keganasan
 Cor Pulmonale
2) Indikasi relatif
 Rinitis berulang-ulang

Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep


Profesi Ners STIKes WN Palu 2018
 Ngorok (snoring) dan bernafas melalui mulut
 Cervical adenopathy
 Adenitis TBC
 Penyakit-penyakit sistemik karena Streptokokus β hemolitikus:
demam rematik. Penyakit jantung rematik, nefritis, dll.
 Radang saluran nafas atas berulang-ulang
 Pertumbuhan badan kurang baik
 Tonsil besar
 Sakit tenggorokan berulang-ulang
 Sakit telinga berulang-ulang

Penatalaksanaan Keperawatan

1. Kompres air hangat


2. Istirahat yang cukup
3. Cairan diberikan adekuat
4. Banyak minum air hangat
5. Diit cairan atau lunak sesuai kondisi pasien

H. KOMPLIKASI
1. Komplikasi sekitar tonsil
a. Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus
dan abses.
b. Abses Peritonsilar (Quinsy)
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber
infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi,
menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.
c. Abses Parafaringeal
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah
bening/pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring,
sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, mastoid dan os
petrosus.
d. Abses retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya
terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang
retrofaring masih berisi kelenjar limfe.
e. Krista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh
jaringan fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil
berwarna putih/berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.
f. Tonsilolith (kalkulus dari tonsil)
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam
jaringan tonsil membentuk bahan keras seperti kapur.

Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep


Profesi Ners STIKes WN Palu 2018
2. Komplikasi ke organ jauh
a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik
b. Glomerulonefritis
c. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis
d. Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria danpurpura
e. Artritis dan fibrositis

Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep


Profesi Ners STIKes WN Palu 2018
BAB II

ASKEP TEORI

A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
Pengkajian dalam sistem imun meliputi riwayat kesehatan, pemeriksaan
fisik, dan prosedur diagnostik yang merupakan data yang menunjang keadaan
klinis dari pasien.
1. Identitas klien yang terdiri dari nama, umur, suku/bangsa, status
perkawinan, agama, pendidikan, alamat, nomor register, tanggal datang
ke rumah sakit.
2. Riwayat kesehatan yang terdiri dari :
a. Keluhan utama adalah keluhan atau gejala apa yang menyebabkan
pasien berobat atau keluhan atau gejala saat awal dilakukan
pengkajian pertama kali yang utama. Keluhan utama klien tonsilitis
biasanya nyeri pada tenggorokan dan pada saat menelan disertai
demam.
b. Riwayat kesehatan sekarang adalah faktor yang melatarbelakangi
atau mempengaruhi dan mendahuli keluhan, bagaimana sifat
terjadinya gejala (mendadak, perlahan-lahan, terus menerus atau
berupa serangan, hilang dan timbul atau berhubungan dengan waktu),
lokalisasi gejalanya dimana dan sifatnya bagaimana (menjalar,
menyebar, berpindah-pindah atau menetap). Bagaimana berat
ringannya keluhan berkurang, lamanya keluhan berlangsung atau
mulai kapan serta upaya yang telah dilakukan apa saja.
c. Riwayat kesehatan masa lalu dapat ditanyakan seperti riwayat
pemakaian jenis obat, jumlah dosis dan pemakaiannya, riwayat atau
pengalaman masa lalu tentang kesehatan atau penyakit yang pernah
dialami atau riwayat masuk rumah sakit atau riwayat kecelakaan.
d. Riwayat kesehatan keluarga
 Adakan keluarga yang menderita penyakit tonsilitis.
 Penyakit kronik yang lain seperti diabetes melitus, batu ginjal,
kardiovaskuler, hipertensi, kelainan bawaan.
e. Status Sosial ekonomi atau mempengaruhi tingkat pendidikan,
sedangkan tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat
pengetahuan klien dan hal ini akan berpengaruh pada pola hidup dan
kebiasaan sehari-hari yang akan mencerminkan tingkat kesehatan
klien.
f. Penampilan Umum
 Kulit pucat kering.
 Lemah
 Tanda-tanda vital : pola pernafasan dan suhu tubuh meningkat.

Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep


Profesi Ners STIKes WN Palu 2018
 Tingkat kesadaran : composmetis, somnolen, sofor, koma,
delirium
 Konsentrasi : mampu berkonsentrasi atau tidak.
 Kemampuan bicara : mampu bicara atau tidak.
 Gaya jalan : seimbang atau tidak
 Koordinasi anggota gerak : mampu menggerakan anggota tubuh
atau tidak.
3. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan adanya tanda dan gejala
yang menyebabkan klien mencari pertolongan kesehatan seperti :
nyeri pada tenggorokan, susah untuk menelan, peningkatan suhu
tubuh, kelemahan hebat, kehilangan perhatian pada lingkungan.
b. Riwayat penyakit tonsilitis akut atau kronik, menjalani tonsilektomi.
c. Pola nutrisi dan metabolik.
Anoreksia, mual, muntah, BB menurun karena intake kurang, nyeri
untuk menelan, nafas berbau, membran mukosa kering.
d. Pola eliminasi Warna urin kunin pekat, ureum meningkat.
e. Pola aktivitas dan latihan Kelelahan (fatique), kelemahan.
f. Pola tidur dan istirahat Gelisah tidur sering terganggu karena nyeri
pada tenggorokan.
g. Pola persepsi sensor dan kognitif
h. Kurangnya pendengaran perhatian berkurang atau menyempit,
kemampuan berfikir abstrak menurun, kehilangan perhatian untuk
lingkungan, sakit kepala.
i. Pola persepsi diri dan konsep diri.
Penurunan harga diri, perubahan konsep diri dan body image,
menurunnya harga diri, menurunnya tingkat kemandirian dan
perawatan diri.
j. Pola peran dan hubungan sesama
Tidak dapat menjalankan sekolah, penurunan kontak sosial dan
aktivitas.
k. Pola koping dan toleransi terhadap stress. Ketidak efektifan koping
individu dan keluarga, mekanisme pertahanan diri : denial proyeksi,
rasionalisasi, displasmen
l. Pola nilai dan kepercayaan.
Kehilangan kepercayaan kepada pemberi pelayanan kesehatan.
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi
wajah dan posisi pasien, kesadaran (GCS / Gaslow Coma Scale), yang
dapat meliputi penilaian secara kualitas seperti composmentis, apatis,
somnolen, sofor, koma, delirium, dan status gizinya.
a. Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi nadi, tekanan darah, pola
pernafasan dan suhu tubuh. Biasanya klien tonsilitis mengalami
kesulitan bernafas karena ada pembesaran pada tonsil dan mengalami
peningkatan suhu tubuh
b. Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening.

Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep


Profesi Ners STIKes WN Palu 2018
 Kulit meliputi warna (meliputi pigmentasi, sianosis, ikterik,
pucat, eritema), turgor, kelembaban kulit dan atau ada tidaknya
edema.
 Rambut meliputi dapat dinilai dari warna, kelebatan, distribusi
dan karakteristik.
 Kelenjar getah bening meliputi dapat dinilai dari bentuknya serta
tanda-tanda radang yang dapat dinilai di daerah servikal anterior,
inguinal oksiptil, dan retroavrikuler.
c. Pemeriksaan kepala dan leher
 Kepala meliputi dapat dinilai bentuk dan ukuran kepala, ubun-
ubun, wajahnya asimetris atau ada tidaknya pembengkakan, mata
dilihat dari visus palpebra, mata merah, alis, bulu mata,
konjungtiva, anemis karena Hb nya menurun, skelera, kornea,
pupil, lensa. Pada bagian telinga dapat dinilai pada daun telinga,
lubang telinga, membran timpani, mastoid, ketajaman
pendengaran hidung dan mulut ada tidaknya stismus.
 Leher meliputi kuku kuduk, ada tidaknya masa di leher, dengan
ditentukan ukuran, bentuk, posisi, konsistensi, dan ada tidaknya
nyeri tekan.
d. Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung, secara umum
bentuk dada, keadaan paru yang meliputi simetris atau tidaknya,
pergerakan nafas, ada tidaknya femitus suara, krepitasi serta dapat
dilihat batas ada saat perkuasi didapatkan (bunyi perkusinya
bagaimana apakah hipersenosor atau timpani). Pada pemeriksaan
jantung dapat diperiksa tentang denyut apeks atau dikenal dengan
siklus kordis dan aktivitas artikel, getaran bsising, bunyi jantung.
e. Pemeriksaan abdomen meliputi bentuk perut, dinding perut, bising
usus, adanya ketegangan dinding perut atau adanya nyeri tekan serta
dilakukan palpasi pada organ hati, limfa, ginjal, kandung kemih,
yang ditentukan ada tidaknya nyeri pada pembesaran pada organ
tersebut, kemudian pada daerah anus, rectum, serta genitalia.
f. Pemeriksaan anggota gerak dan neurologi meliputi adanya rentang
gerak keseimbangan dan gaya berjalan, genggaman tangan, otot kaki
dan lainnya.Prosedur Diagnostik
5. Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang
ada dalam tubuh pasien merupkan akteri gru A, karena grup ini disertai
dengan demam reumatik, glomerulnefritis.
a. Pemeriksaan Penunjang
Kulturdan uji resistensi bila diperlukan.
b. Terapi
Menggunakan antibiotic spectrum lebar dan sulfonamide, antipiretik,
dan obat kumur yang mengandung desinfektan.

Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep


Profesi Ners STIKes WN Palu 2018
B. Diagnosa keperawatan
1. Hipertermi
2. Nyeri akut
3. Ketidakefektifan jalan nafas
4. Kurang pengetahuan

Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep


Profesi Ners STIKes WN Palu 2018
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Christine. 2013. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. Jakarta: EGC

Carpenito, 2013 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek


Klinis, Edisi 6. Jakarta: EGC

Doenges, 2010 Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan


Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC

Hudak & Gallo. 2014. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2015. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.FKUI : Media


Aesculapius

Sjamsuhidayat. 2015, Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2015. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth


Ed.8 Vol.3. : Jakarta: EGC.

Suddarth & Brunner 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta :


EGC

Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep


Profesi Ners STIKes WN Palu 2018
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


1. Hipertermi Thermoregulation Fever treatment
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1. Monitor suhu sesering mungkin
diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria 2. Monitor IWL
hasil : 3. Monitor tekanan darah, suhu dan respirasi
 Suhu tubuh dalam rentang norma 4. Monitor intake dan output
 Nadi dan RR dalam rentang normal 5. Kompres pasien pada lipatan paha dan axila
 Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak 6. Lakukan tapid sponge bath
ada pusing 7. Beritahukan tentang indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan emergency yang
dilakukan
8. Selimuti pasien
9. Berikan pengobatan untuk mengatasi
penyebab demam

2. Nyeri Akut Pain level Pain management


Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
Comfort level konperhensif termasuk lokasi, karakteristik,
Setelah di lakukan tindakan keperawatan durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor
diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria presipitasi
hasil : 2. Observasi reaksi non verbal dari
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab ketidaknyamanan
nyeri, mampu menggunakan teknik 3. Tingkatkan isterahat klien
nonfarmakologi untukm mengurangi nyeri, 4. Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi
mencari bantuan) 5. Kurangi faktor presipetasi
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
enggunakan manajemen nyeri Analgesik administration
 Mampu mengenali nyeri 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat

Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep


Profesi Ners STIKes WN Palu 2018
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri 2. Cek riwayat alergi obat
berkurang 3. Tentukn analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
4. Berikan analgesik unuk mengurangi nyeri
5. Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan
gejala

3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Respiratory status : ventilation Airway suction


Respiratory status : airway patency 1. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
Setelah di lakukan tindakan keperawatan nafas tambahan
diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria 2. Monitor status oksigen
hasil : 3. Posisikan pasien unuk memaksimalkan
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara ventilasi
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan 4. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
dpnea (mampu mngeluarkan sputum, mampu jalan nafas buatan
bernafas dengan mudah, tidak ada pursed 5. Lakukan fisiotherapy dada jika perlu
lips) 6. Keluarkan secret dengan batuk atau suction
 Menunjukan jalan nafas yang paten (klien 7. Berikan O2 dengn mengggunakan nasal untuk
tidak merasa tercekik, iraa nafas, frekuensi memfasilitasi suction nasotrakeal
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada 8. Gunkn alat ang steril setiap melakukan
suara nafas abnormal) tindakan
 Maampu mengidentifikasikan dan mencegah
faktor yang dapat menghambat jalan nafas

4. Defisiensi pengetahuan Knowledge : disease process Teaching : disease process


Knowledge : healt behavior 1. Identifikasi kemungkinan penyebab dengan
Setelah di lakukan tindakan keperawatan cara yang tepat
diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria 2. Sediakan informasi kepada pasien tentang
hasil : kondisi, tentang cara yang tepat
1. Pasien dan kelurga menyatakan pemahaman 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
tentang penyakit, kondisi, prognosis da muncul pada penyakit dengan cara yang tepat

Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep


Profesi Ners STIKes WN Palu 2018
program pengobatan 4. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan mungkin di perlukan untuk mencegah
prosedur yang dijelaskan secara benar komplikasi di masa yang akan datang dan
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan proses pengontrolan penyakit
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim 5. Diskusikan pilihan therapy tau penanganan
kesehaan lainnya 6. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara
yang tepat atau diindikasikan
7. Berikan penilaian tentang tingkat
pengetahuan pasien tentang proses penyakit
yang spesifik

Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep


Profesi Ners STIKes WN Palu 2018

Vous aimerez peut-être aussi