Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Oleh:
Kms. M. Alwan Dwiputra, S.Ked 04011181520050
Nadia Madina Rahma, S.Ked 04011181520051
Pembimbing:
dr. Herman Bermawi, Sp.A(K)
1
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Oleh:
Kms. M. Alwan Dwiputra, S.Ked 04011181520050
Nadia Madina Rahma, S.Ked 04011181520051
Telah diterima sebagai salah satu dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Umum
Pusat Moehammad Hoesin Palembang.
2
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Bayi Berat Lahir Rendah +
Sepsis”. Laporan Kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Herman Bermawi, Sp.A(K) selaku
pembimbing yang telah membantu penulisan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada setiap pihak yang telah membantu penyelesaian laporan kasus ini, hingga selesainya
laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam laporan ini tentu masih terdapat kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan.
Akhir kata, penulis berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,
khususnya dalam memperkaya wawasan dan pengetahuan
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………….ii
KATA PENGANTAR………………………………………………….iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………iv
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................... 1
BAB 2 STATUS PASIEN ...................................................................... 2
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 14
BAB 4 ANALISIS KASUS .................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 53
4
BAB I
PENDAHULUAN
Sepsis adalah suatu kondisi systemic inflammatory response syndrome (SIRS) yang disertai
dengan infeksi. Sepsis neonatorum merupakan sepsis yang terjadi pada neonatus, sehingga sepsis
neonatorum dapat diartikan sebagai sindroma klinis penyakit sistemik akibat infeksi yang terjadi
dalam 1 bulan pertama kehidupan.1
Insiden sepsis neonatorum berbeda ditiap negara dengan variasi mulai dari 1 sampai 4 dalam
1000 kelahiran hidup di negara maju dan 10 sampai 50 dalam 1000 kelahiran hidup di negara
berkembang. Penelitian retrospektif pada 125 kasus sepsis neonatorum tahun 2010 di RSUP Sanglah,
Denpasar, memberikan gambaran sepsis neonatorum terjadi pada 56,8% laki-laki, 72% lahir spontan,
64% lahir dengan asfiksia, 56% berat lahir rendah dan 68,8% prematur.2
Sepsis neonatorum merupakan penyakit multifaktorial yang dapat disebabkan oleh beberapa
faktor risiko, baik faktor dari ibu maupun faktor dari bayi itu sendiri. Faktor risiko dari ibu yang
berperan dalam kejadian sepsis neonatorum diantaranya persalinan dan kelahiran kurang bulan,
ketuban pecah lebih dari 18-24 jam, chorioamnionitis, persalinan dengan tindakan, demam pada ibu
(>38,4oC), infeksi saluran kencing pada ibu, dan faktor sosial ekonomi serta gizi ibu. Sedangkan
faktor risiko dari bayi diantaranya asfiksia perinatal, berat badan lahir, bayi kurang bulan, prosedur
invasif, dan kelainan bawaan.3
Dilihat dari faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum diatas, BBLR dan prematuritas
merupakan faktor risiko sepsis neonatorum. BBLR memiliki risiko yang lebih lebih tinggi untuk
terkena sepsis.4 Tingginya angka kejadian sepsis neonatorum pada neonatus dengan faktor risiko
BBLR menjadikan laporan ini penting dilakukan guna mencegah dan membuat rencana penanganan
sepsis neonatorum terutama pada bayi-bayi BBLR.
5
BAB II
STATUS NEONATUS
I. IDENTIFIKASI
Nama : By. Ny. DN
Umur : 26 hari (20 Februari 2019)
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan Lahir : 1600 gr
Panjang Badan : 42 cm
Agama : Islam
Alamat : Jl Angkatan 66 No. 937 Palembang
Kebangsaan : Indonesia
No. Med. Reg. : 1108769
MRS : 20 Februari 2019
II. ANAMNESA
(Alloanamnesis tanggal 18 Maret 2019, diberikan oleh ibu pasien)
Keluhan Utama : bayi lahir merintih
Keluhan Tambahan : berat badan lahir bayi rendah
Riwayat Kehamilan
GPA : G3P1A1
HPHT : 5 Juli 2018
Periksa Hamil : 3x, di bidan
Kebuasaan Ibu sebelum/selama kehamilan
Minum Alkohol : disangkal
Merokok : disangkal
Makan Obat-Obatan tertentu : disangkal
Penyakit atau Komplikasi Kehamilan ini : Tidak ada
Riwayat Persalinan
Presentasi : Presentasi belakang kepala
Cara Persalinan : Sectio caesaria
KPSW : Tidak ada
Riwayat Demam Saat Persalinan : Ada
Riwayat Ketuban Kental, Hijau, Bau : Tidak Ada
7
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : tampak sesak
Kesadaran : Compos Mentis
Berat Badan : 2330 gr
Panjang Badan : 42 cm
Lingkar Kepala : 30 cm
Lengkar Lengan Atas : 9 cm
Aktivitas : Hipoaktif
Refleks Hisap : Lemah
Tangis : Lemah
Anemis : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Dispneu : Ada
HR : 165x/menit
Pernafasan : 48x/menit
Suhu : 36,8 °C
Keadaan Spesifik
Kepala
Lingkar Kepala : 30 cm
Mata : Nistagmus (-), pupil bulat isokor, refleks cahaya (+/+), mata
cekung (-), sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-)
Hidung : Napas cuping hidung (-), epistaksis (-), tidak ada sekret keluar
dari hidung dan mulut
Trauma Lahir : Caput succadeneum (-)
Cephal hematome (-)
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Cor : HR 165x/menit, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-/-), wheezing
(-/-)
Abdomen : Datar, saat inspirasi terlihat lemah, bising
usus (+) normal, cubitan perut kembali cepat
Lipat Paha dan Genitalia : Tidak ada pembesaran KGB, anus ada
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 3 detik
8
Refleks Primitif
Oral : (+)
Moro : (+)
Tonic Neck : (+)
Withdrawal : (+)
Plantar Grasp : (+)
Palmar Grasp : (+)
9
Cairan Tubuh
Analisa Cairan Otak:
LCS
I. Makroskopi
Volume 0,8 mL
Warna Agak kemerahan Transudat: kekuningan
Eksudat: kuning s/d
merah
Kejernihan Agak keruh Transudat: jernih
Eksudat: keruh
Bau Tidak berbau Transudat: tidak berbau
Eksudat: berbau busuk
Berat jenis 1,005 Transudat: <1.016
Eksudat: >1.016
Bekuan Negatif Transudat: negatif
Eksudat: positif
pH 9,0 Transudat: 7,4-7,6
Eksudat: <7,3
II. Mikroskopi
Jumlah lekosit 31,0 Transudat: <500 Sel/uL
Eksudat: >500
Hitung jenis
PMN Sel 39 Transudat: Lebih %
Sedikit
Eksudat: Lebih Banyak
MN Sel 61 Transudat: Lebih %
banyak
Eksudat: lebih sedikit
III. Kimia Hasil menyusul
Nonne Negatif
Pandy Positif
Protein 274,8 20-40 mg/dL
LDH 43 Transudat: <200 U/L
Eksudat: >200
Glukosa 67 40-70 mg/dL
Klorida 118 98-107 mEq/L
V. RESUME
Seorang bayi perempuan, lahir dari ibu G2P1A1 dirawat di NICU dengan berat lahir 1600
gr pada tanggal 20 Februari 2019 dengan bantuan residen di OK RSMH. Saat lahir bayi
merintih, tampak sesak, APGAR score 7/8, tidak sianosis, tidak ikterik, keadaan compos
mentis, aktivitas hipoktif, reflex hisap lemah, dan tangis lemah. Dari hasil pemeriksaan
penunjang didapatkan bayi mengalami sepsis dan meningitis.
10
VI. DIAGNOSIS SEMENTARA
Neonatus : Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan (NKB-
SMK)
Lahir : Sectio Caesaria
Ibu : G3P1A1
Anak : BBLR + Sepsis + Meningitis
VII. PENATALAKSANAAN
IVFD D10 1/5 NS kec 4,5 cc/jam
Aminofilin 3,2 mg/8jam IV
Ampicilllin 80g/12 jam IV
Ceftazidine 80g/8 jam IV
Meropenem 65mg/8jam IV
ASI 8x25cc via NGT
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam: Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
IX. FOLLOW UP
Tanggal- Catatan Kemajuan (S/O/A) Rencana Tatalaksana
Jam
20/03/19 S: demam (-), sesak (-) P: Aminosteril 3,5cc/jam,
06.30 wib Aminofilin 3x3,2 mg,
O: RR 42x/menit; HR 144x/menit; T Meropenem 3x70 mg
36,7oC
Atifitas aktif, refleks hisap kuat, tangis Diagnosis:
kuat NKB-SMK+BBLR +Meningitis
Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-),
Dyspnea (-) Terapi:
Keadaan spesifik: Melanjutkan pemberian
Kepala: NCH (-), konjungtiva anemis (-), antibiotik
sklera ikterik (-), sianosis (-), dispnea (-)
11
Thoraks: simetris, retraksi (-) Diet:
Cor: Bunyi jantung I-II normal, murmur (- ASI 8x25 mg / hari + ASI On
), gallop (-) Demand
Pulmo: vesikuler (+) normal, ronkhi (-/-),
wheezing (-/-) Monitoring:
Abdomen: datar, lemas, bising usus (+) Cek tanda-tanda vital
normal Latih reflek hisap
Ekstremitas: akral hangat, CRT <3” Monitor BB
A: NKB-SMK+BBLR+Sepsis+Meningitis
12
22/03/18 S: Sesak (-), demam (-) P: Meropenem 3x70 mg
06.30 wib O: HR 138x/min, RR 38x/m, T 36,8 oC
Aktifitas aktif, R. Hisap kuat, Tangis kuat, Diagnosis:
Anemis (-), Sianosis (-), Ikterik (-), NKB-SMK+BBLR +Meningitis
Dyspnea (-)
Kepala: NCH (-), Sklera ikterik (-/-), Terapi:
Konjungtiva anemis (-/-) Melanjutkan pemberian
Thorax: Simetris, Retraksi (-) antibiotik
Cor: BJ I-II Normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: Vesikuler (+), ronkhi (-/-), Diet:
wheezing (-/-) ASI 8x25 mg / hari + ASI On
Abdomen: datar, lemas, bising usus Demand
normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 3 detik Monitoring:
A: NKB-SMK+BBLR +Meningitis Cek tanda-tanda vital
Monitor reflek hisap
Monitor BB
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 BBLR
13
3.1.1 Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang usia gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir jika pengukuan dilakukan di Rumah
Sakit, Puskesmas atau Polindes, sedangkan bayi yang lahir di rumah waktu
pengukuran berat badan dapat dilakukan dalam waktu 24 jam. BBLR dapat terjadi
pada bayi kurang bulan (<37minggu) atau pada bayi cukup bulan yang mengalami
hambatan pertumbuhan selama kehamilan (Intrauterine growth
restriction/IUGR).5
World Health Organization (WHO) pada tahun 1961 menyatakan bahwa
semua bayi baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gram
disebut low birth weight infant, karena morbiditas dan mortalitas neonatus tidak
hanya bergantung pada berat badannya tetapi juga pada tingkat kematangan
(maturitas) bayi tersebut. Definisi WHO tersebut dapat disimpulkan secara
ringkas bahwa bayi dengan berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat
badan kurang atau sama dengan 2500 gram. Serta, BBLR tidak hanya dapat
terjadi pada bayi prematur, tapi juga pada bayi cukup bulan yang mengalami
hambatan pertumbuhan selama kehamilan.6
3.1.2 Epidemiologi
Angka kematian anak atau lebih khusus lagi angka kematian bayi (AKB)
di Indonesia berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2012 masih berkisar 32 per 1000 kelahiran hidup. Dua pertiga kematian
bayi terjadi pada masa neonatal, dan dua pertiga kematian neonatus terjadi pada
usia 0-6 hari.7
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) hingga saat ini masih menjadi masalah
di dunia karena merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada masa bayi baru
lahir. Prevalensi BBLR masih cukup tinggi terutama di negara-negara dengan
sosio-ekonomi rendah. Secara statistik di seluruh dunia, 15,5% dari seluruh
kelahiran adalah BBLR, 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang
dan angka kematiannya 20-35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat
lahir >2500gram.5
14
Kota tahun 2014 diketahui jumlah bayi BBLR di Jawa Timur mencapai 20.290
bayi dari 606.306 bayi lahir hidup dan kematian terbesar pada neonatal karena
BBLR sebesar 38,3%.6
3.1.3 Klasifikasi
2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya
untuk masa gestasi itu. Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan
15
intrauterine dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilan
(KMK). Retardasi pertumbuhan intrauterine berhubungan dengan keadaan
yang menganggu sirkulasi dan efisiensi plasenta dengan pertumbuhan dan
perkembangan janin atau dengan keadaan umum dan gizi ibu. Keadaan ini
Ada 3 kelompok bayi yang termasuk bayi KMK: KMK lebih bulan, KMK
cukup bulan dan KMK kurang bulan.9
16
mengakibatkan kurangnya oksigen dan nutrisi secara kronik dalam waktu yang
lama untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Kematangan fungsi organ
tergantung pada usia kehamilan walaupun berat lahirnya kecil.
Berikut beberapa etiologi terjadinya BBLR:
1. Fetal
- fetal distress
- erythroblastosis
- hydrops non imun
- cacat bawaan
- infeksi
2. plasenta
- disfungsi plasenta
- plasenta previa
- abruptio plasenta
- kehamilan kembar
4. Maternal
- Usia ibu
- Paritas
- Riwayat kelahiran prematur sebelumnya
- Perdarahan antepartum
- Malnutrisi
- Penyakit medis kronis (contoh: penyakit jantung, hipertensi, penyakit
ginjal)
- Infeksi
- Penyalahgunaan obat
- Kebiasaan: (contoh: pekerjaan yang melelahkan, merokok, alkohol dan
lain-lain)
5. Lainnya
- Ruptur membran plasenta prematur
- Polihidroamnion
- Iatrogenik
- Trauma
1. Usia Ibu
WHO merekomendasikan bahwa usia yang dianggap paling aman
17
menjalani kehamilan dan persalinan adalah 20 hingga 35 tahun. Kehamilan di
bawah umur 20 tahun atau lebih 30 tahun merupakan kehamilan yang beresiko
tinggi. Persentase tertinggi bayi dengan berat badan lahir rendah terdapat pada
kelompok remaja dan wanita berusia lebih dari 40 tahun. Ibu yang terlalu muda
seringkali secara emosional dan fisik belum matang. Sedangkan pada ibu yang
sudah tua meskipun mereka berpengalaman, tetapi kondisi tubuh dan
kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat mempengaruhi janin intra
uteri dan dapat menyebabkan kelahiran BBLR.10
Secara umum seorang perempuan disebut siap secara fisik jika ia telah
menyelesaikan pertumbuhan tubuhnya, yaitu sekitar usia 20 tahun ketika
tubuhnya berhenti tumbuh. Kehamilan pada usia muda (< 20 tahun) kondisi ibu
masih dalam pertumbuhan sehingga asupan makanan lebih banyak digunakan
untuk mencukupi kebutuhan ibu. Hambatan yang akan terjadi pada kehamilan
dengan usia kurang dari 20 tahun yaitu pada saat hamil kurang memperhatikan
2. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik
lahir hidup maupun lahir meninggal. Seorang ibu yang sering melahirkan
mempunyai resiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak
memperhatikan kebutuhan nutrisinya, sebab selama hamil zat-zat gizi akan terbagi
18
untuk ibu dan janin yang dikandungnya. Paritas yang beresiko melahirkan BBLR
adalah paritas 0 yaitu bila ibu pertama kali hamil dan mempengaruhi kondisi
kejiwaan serta janin yang dikandungnya, dan paritas lebih dari 4 dapat
berpengaruh pada kehamilan berikutnya kondisi ibu belum pulih jika hamil
kembali. Paritas yang aman ditinjau dari sudut kematian maternal adalah paritas 1-
4.10
Paritas ibu diklasifikasikan menjadi primipara (ibu yang melahirkan anak
pertama), multipara (ibu yang melahirkan anak kedua dan ketiga), dan
grandemultipara (ibu yang melahirkan anak keempat atau lebih). Ibu dengan
paritas lebih dari empat anak beresiko 2,4 kali lebih besar untuk melahirkan
BBLR karena setiap proses kehamilan dan persalinan menyebabkan trauma fisik
dan psikis, semakin banyak trauma yang ditinggalkan menyebabkan penyulit pada
kehamilan dan persalinan berikutnya. Kehamilan grande multipara (paritas tinggi)
menyebabkan kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang
kali direngangkan oleh kehamilan sehingga cenderung untuk timbul kelainan letak
ataupun kelainan pertumbuhan plasenta dan pertumbuhan janin sehingga
melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR). Hal ini dapat mempengaruhi suplai
gizi dari ibu ke janin dan semakin tinggi paritas maka resiko nuntuk melahirkan
BBLR semakin tinggi.10
3. Kehamilan ganda10
Berat badan janin pada kehamilan kembar lebih ringan daripada janin pada
kehamilan tunggal pada umur kehamilan yang sama. Sampai kehamilan 30
minggu kenaikan berat badan janin kembar sama dengan janin kehamilan tunggal.
Setelah itu, kenaikan berat badan lebih kecil karena regangan yang berlebihan
sehingga menyebabkan peredaran darah plasenta mengurang. Berat badan satu
janin pada kehamilan kembar rata-rata 1000 gram lebih ringan daripada
kehamilan tunggal.
Berat badan kedua janin pada kehamilan kembar tidak sama, dapat
berbeda antara 50-1000 gram, karena pembagian darah pada plasenta untuk kedua
janin tidak sama. Pada kehamilan ganda distensi uterus berlebihan, sehingga
melewati batas toleransi dan sering terjadi partus prematurus. Kebutuhan ibu akan
zat-zat makanan pada kehamilan ganda bertambah, yang akan menyebabkan
anemia dan penyakit defisiensi lain, sehingga sering lahir bayi yang kecil.
5. Perdarahan antepartum
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan pervaginam yang terjadi
pada kehamilan di atas 28 minggu atau lebih. Karena perdarahan antepartum
terjadi pada usia kehamilan lebih dari 28 minggu maka sering disebut atau
digolongkan perdarahan pada trimester tiga. Komplikasi dari perdarahan
antepartum tersebut dalah kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak
terhidarkan sebagian karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa
dilakukan dalam kehamilan yang belum aterm.10
Gambaran klinis dari bayi BBLR tergantung dari tuanya usia kehamilan.
Makin muda usia kehamilan makin jelas tanda-tanda imaturitas. Karakteristik
untuk bayi BBLR adalah berat lahir sama atau kurang dari 2500 gram, panjang
badan kurang atau sama dengan 45 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar
kepala kurang dari 33cm.
Kepala relatif lebih besar dari badannya, kulit tipis, transparan, lanugonya
banyak, lemak subkutan kurang, sering tampak peristaltik usus. Tangisnya lemah
dan jarang, pernafasan tidak teratur dan sering terjadi apnea. Bila hal ini sering
terjadi dan tiap serangan lebih dari 20 detik maka kemungkinan timbulnya
kerusakan otak yang permanen lebih besar. Otot-otot masih hipotonik, sehingga
sikap selalu dalam keadaan kedua paha abduksi, sendi lutut dan pergelangan kaki
dalam keadaan fleksi atau lurus dan kepala mengarah ke satu sisi.
Refleks tonik-leher dan refleks Moro positif. Gerakan otot jarang akan
tetapi lebih baik dari bayi cukup bulan. Daya isap lemah terutama dalam hari-hari
pertama. Bayi yang lapar akan menangis, gelisah dan menggerak-gerakkan
20
tangannya. Bila tanda-tanda lapar itu tidak muncul dalam 96 jam, maka harus
curiga akan terjadinya perdarahan intraventikuler atau infeksi. Edema biasanya
sudah terlihat segera sesudah lahir dan makin bertambah jelas dalam 24-28 jam
berikutnya. Kulit mengkilat, licin, pitting edema dan edema ini dapat berpindah
dengan perubahan posisi. Edema ini sering berhubungan dengan perdarahan
antepartum, toksemia gravidarum dan diabetes mellitus. Frekuensi nadi berkisar
antara 100-140 kali permenit. Pada hari pertama frekuensi pernafasan 40-50 kali
permenit. Pada hari-hari berikutnya 35-45 kali permenit.
21
4. Bila kurang bulan, jaringan payudara kecil, puting kecil. Namun bila
cukup bulan payudara dan puting sesuai masa kehamilan.
5. Bayi perempuan bila cukup bulan labia mayora menutupi labia minora.
6. Bayi laki-laki testis mungkin telah turun.
7. Rajah telapak kaki lebih dari 1/3 bagian.
8. Mengisap cukup kuat.
3.1.7 Diagnosis5
B. Pemeriksaan Fisik
Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara lain:
- Berat badan < 2500 gram
Bayi dapat didiagnosis BBLR jika beratnya kurang dari 2500 g. Jika
penimbangan tidak memungkinkan, dilakukan pengukuran lingkar lengan
atas atau lingkar dada. Pengukuran lingkar lengan atas dilakukan pada
pertengahan lengan atas menggunakan pita ukur. Jika lingkar lengan atas
<9,5 cm maka bayi dapat didiagnosis BBLR. Pengukuran lingkar dada
dilakukan dengan menggunakan pita pengukur lingkar dada yang ditandai
dengan angka dalam satuan sentimeter (cm), dengan ketelitian 0,1 cm dan
terdapat warna penanda yang terdiri dari warna merah, kuning dan hijau.
22
Disepanjang pita ditengahnya terdapat garis mendatar disertai ukuran
dikiri dan kanannya. Batas ambang pita:
Warna merah: < 27,0 cm
Warna kuning: 27,0 – 29,4 cm
Warna hijau : > 29,5 cm
Arti warna pada pita adalah: warna merah setara dengan < 2000 gra,,
warna kuning artinya berat bayi setara dengan 2000 – 2499 gram, warna
hijau artinya berat bayi setara dengan 2500 gram. Hasil pengukuran
lingkar dada dengan warna merah dan kuning mengindikasikan bahwa
bayi menderita BBLR.8
- Tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan)
- Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa
kehamilan)
Pada pemeriksaan fisik, bayi tampak lebih kecil dari bayi-bayi yang lahir
normal, pergerakan kurang dan masih lemah, kepala lebih besar daripada badan.
Pada kulit dan kelamin dijumpai kulit tipis dan transparan sehingga pembuluh-
pembuluh darahnya mudah dilihat dan lanugonya banyak, rambut halus dan tipis,
genitalia belum sempurna. Pada sistem saraf dijumpai refleks moro dan refleks
menghisap, menelan dan batuk belum sempurna. Pada sistem muskuloskeletal,
axifikasi tengkorak sedikit, ubun-ubun dan sutura lebar, tulang-tulang rawan
elastis kurang, otot-otot hipotonik, tungkai abduksi, sendi lutu dan kaki fleksi,
kepala menghadap pada satu sisi. Pernafasan pada bayi BBLR frekuensinya
bervariasi karena belum teratur dan sering apneu.5
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
Pemeriksaan skor Ballard
Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan
Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas
diperiksa kadar elektrolit dan analisa gas darah.
Foto rontgen dada diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur
kehamilan kurang bulan dan mengalami sindrom gangguan napas.
23
Penilaian Umur bayi menurut Ballard
Skor Ballard merupakan suatu versi pendek sistem Dubowitz. Pada
prosedur ini penggunaan kriteria neurologis tidak tergantung pada keadaan bayi
yang tenang dan beristirahat, sehingga lebih dapat diandalkan selama beberapa
jam pertama kehidupan. Penilaian menurut Ballard adalah dengan
menggabungkan hasil penilaian maturitas neuromuskuler dan maturitas fisik.
Kriteria pemeriksaan maturitas fisik digabungkan, kemudian dengan
menggunakan tabel nilai kematangan dicari usia kehamilannya.
24
Gambar 2 : Maturitas Fisik (Skor Ballard)
Setelah didapatkan jumlah skor dari pemeriksan neuromuskuler dan
maturasi fisik, maka kedua skor itu dijumlahkan. Hasil penjumlahan tersebut
dicocokkan dengan tabel nilai kematangan (disamping kanan), sehingga
didapatkan usia kehamilan dalam minggu. Kemudian dengan menggunakan grafik
dari Battaglia f dan Lubchenco (Gambar 3) dicari titik-titik perpotongan antara
umur kehamilan yang didapatkan dengan berat badan lahir bayi, sehingga
didapatkan interpretasi apakah bayi tersebut Besat Masa Kehamilan (BMK),
Sesuai Masa Kehamilan (SMK), atau Kecil Masa Kehamilan (KMK).
25
Gambar 3 : Grafik dari Battaglia F dan Lubchenco L
Cara menilai aktivitas neuromuskukar
Posture : dinilai bila bayi dalam posisi telentang dan tenang
Square window : tangan bayi difleksikan diantara ibu jari dan telunjuk
pemeriksa lalu diukur sudut antara hypothenar emirence dan forearm.
Arm recoil : lakukan fleksi lengan bawah selama 5 detik, kemudian lengan
tersebut diekstensikan dan dilepas. Nilailah derajat kembalinya keposisi
fleksi.
Popliteal angle : bayi tidur terlentang, paha dipegang sedemikian rupa
sehingga terdapat posisi lutut-datar (knee-chest position). Setelah itu
dilakukan ekstensi tungkai bawah, ukurlah sudut dibawah lutut tersebut.
Scarf sign : posisi terlentang, peganglah salah satu lengan bayi dan
usahakan tangan tersebut mencapai leher posterior dari bahu sisi lainnya.
Angkat dan geserlah siku bayi diatas dadanya dan lihat sampai dimana
siku tersebut dapat digeser. Makin muda bayi makin mudah menggeser
sikunya melewati garis tengah kesisi lain.
26
Heal to hear : posisi terlentang, gerakkan kai bayi ke telinga dari sisi yang
sama. Perhatikan jarah yang tidak mencapai telinga dan ekstensi lutut.
3.1.8 Penatalaksanaan
27
b. Pemberian, Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini adalah
menentukan pilihan asupan nutrisi, cara pemberian dan jadwal pemberian yang
sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR. Asupan nutrisi misalnya air susu ibu (ASI)
merupakan pilihan pertama jika bayi mampu menghisap. ASI merupakan
makanan paling utama sehingga ASI didahulukan untuk diberikan. ASI juga dapat
dikeluarkan dan diberikan pada bayi yang tidak bisa untuk menghisap. Bila faktor
menghisapnya kurang, ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok dengan
perlahan atau dengan memasang sonde ke lambung.8
Pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan
khususnya untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam
usus. Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat untuk menghisap dan sianosis
ketika minum dapat melalui botol atau menetek pada ibunya dengan melalui
nasogastrik tube (NGT). Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan
kebutuhan dan berat badan bayi BBLR. Pemberian makanan interval tiap jam
dilakukan pada bayi dengan berat badan yang lebih rendah. Alat pencernaan bayi
belum sempurna, lambung kecil, enzim pencernaan belum matang.8
ASI merupakan pilihan utama
1. Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup
dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan
bayi menghisap paling kurang sehari sekali.
2. Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik
20g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu
3. Indikasi nutrisi parenteral yaitu status kardiovaskular dan respirasi yang
tidak stabil, fungsi usus belum berfungsi/terdapat anomali mayor saluran
cerna, necrotizing enterocolitis (NEC), IUGR berat dan berat lahir < 1000
gram.
4. Pada bayi sakit, pemberian minum tidak pelu dengan segera ditingkatkan,
selama tidak ditemukan tanda dehidrasi dan kadar natrium serta glukosa
normal.
28
Berikut panduan pemberian minum berdasarkan BB:
- Berat lahir < 1000 gram
Minum melalui pipa lambung
Pemberian minum awal : < 10ml/kg/hari
ASI perah/ term formula/ half-stregth preterm formula
Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan toleransi yang baik:
tambahan 0,5-1 ml, interval 1 jam, setiap > 24 jam.
Setelah 2 minggu: ASI perah + HMF (human milk fortifier)/ full-stregth
preterm formula sampai berat badan mencapai 2000 g.
- Berat lahir 1000-1500 gram
Pemberian minum melalui pipa lambung (gavage feeding)
Pemberian minum awal : < 10 ml/kg/hari
Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan toleransi yang baik:
tambahan 1-2 ml, interval 2 jam, setiap > 24 jam.
Setelah 2 minggu: ASI perah + HMF (human milk fortifier)/ full-stregth
preterm formula sampai berat badan mencapai 2000 g.
- Berat lahir 1500-2000 gram
Pemberian minum melalui pipa lambung (gavage feeding)
Pemberian minum awal : < 10 ml/kg/hari
Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan toleransi yang baik:
tambahan 2-4 ml, interval 3 jam, setiap >12-24 jam.
Setelah 2 minggu: ASI perah + HMF (human milk fortifier)/ full-
stregth preterm formula sampai berat badan mencapai 2000 g.
- Berat lahir 2000-2500 gram
Apabila mampu sebaiknya diberikan minum per oral
ASI perah/term formula
29
- Bayi sakit
Apabila bayi memerlukan cairan intravena, berikan cairan intravena
hanya selama 24 jam pertama. Mulai berikan minum per oral pada hari ke-
2 atau segera setelah bayi stabil. Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada
dan bayi menunjukkan tanda-tanda siap untuk menyusu. Apabila masalah
sakitnya menghalangi proses menyusui (contoh: gangguan nafas, kejang),
berikan ASI peras melalui pipa lambung. Berikan ASI dan cairan IV
menurut umur.9
Pemberian minum awal : < 10ml/kg/hari
Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan toleransi yang
baik: tambahan 3-5 ml, interval 3 jam, setiap > 8 jam.5
30
d. Pengawasan jalan nafas
Jalan nafas merupakan jalan udara melalui hidung, faring, trakhea, alveoli,
bronkhiolus, bronkheolus respiratorius dan duktus alveolus ke alveoli.
terhambatnya jalan nafas dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia, dan kematian.5
e. Tumbuh kembang 5
- Pantau berat bayi secara periodik
- Bayi akan kehilangan berat selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk
bayi dengan berat lahir > 1500 gram dan 15% untuk bayi berat lahir <1500
gram). Berat lahir biasanya tercapai kembali dalam 14 hari kecuali apabila
terjadi komplikasi.
- Bila bayi sudah mendapat ASI secara penuh (pada semua kategori berat
lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari, tingkatkan jumlah ASI dengan 20
ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 180ml/kg/hari. Tingkatkan jumlah ASI
sesuai dengan kenaikan berat badan bayi agar jumlah pemberian ASI tetap
180ml/kg/hari
- Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian
ASI sampai 200ml/kg/hari
- Timbang berat badan setiap hari, ukur panjang badan dan lingkar kepala
setiap minggu.
3.1.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada bayi berat badan lahir rendah adalah sebagai
berikut:
1. Hipotermi
2. Hipoglikemi
3. Hiperbilirubinemia
4. Respiratory distress Syndrome (RDS)
5. Intracerebral and intraventricular haemorrhage (IVH)
6. Infeksi bakteri
31
7. Kesulitan minum
8. Necrotizing enterocolitis (NEC)
9. Apnea of Prematurity (AOP)
10. Disabilitas mental dan fisik
11. Disabilitas mental dan fisik
- Keterlambatan perkembangan
- CP (cerebral palsy)
- gangguan pendengaran
- gangguan penglihatan seperti ROP (Retinopathy of
prematurity).5
3.1.10 Prognosis
32
3.2 Sepsis Neonatorum
3.2.1 Definisi
Sepsis adalah suatu kondisi SIRS yang disertai dengan infeksi.
Sepsis neonatorum merupakan sepsis yang terjadi pada neonatus, sehingga
sepsis neonatorum dapat diartikan sebagai sindroma klinis penyakit
sistemik akibat infeksi yang terjadi dalam 1 bulan pertama kehidupan.
Menurut pendapat lain, sepsis neonatorum adalah infeksi aliran darah yang
bersifat invasif dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan
tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau air kemih.1,3
33
- Frekuensi nafas rata-rata diatas 2 SD normal sesuai umur atau
ventilasi mekanik yang tidak berhubungan dengan penyakit
neuromuskular sebelumnya atau sedang menerima anestesi umum.
- Penurunan atau peningkatan jumlah leukosit sesuai umur (bukan
akibat sekunder karena leukopenia yang diinduksi kemoterapi) atau
> 10% neutrofil imatur.
b. Infeksi
Dicurigai atau terbukti infeksi (dengan hasil kultur positif, sisa
jaringan, atau tes PCR) disebabkan oleh kuman patogen ATAU
sindrom klinik yang berhubungan dengan kemungkinan infeksi yang
sangat tinggi. Bukti infeksi termasuk didapatnya tanda positif pada
pemeriksaan klinis, pencitraan atau tes laboratorium (contoh: sel
leukosit dalam cairan tubuh yang seharusnya steril, perforasi visera,
foto thoraks dengan gambaran pneumonia, rash petekie atau purpura,
atau purpura fulminan).
c. Sepsis
SIRS karena adanya atau akibat infeksi, baik yang dicurigai maupun
yang sudah terbukti.
d. Sepsis berat
Sepsis ditambah salah satu berikut: disfungsi organ kardiovaskuler atau
sindrom distress pernafasan akut atau disfungsi dua atau lebih organ.
e. Syok septik
Sepsis dan disfungsi kardiovaskular.
34
Tabel 1. Tanda-Tanda Vital dan Hasil Laboratorium Sesuai Umur
Denyut jantung, x/menit Jumlah Tekanan
Frekuensi
Leukosit, Darah
Kelompok Napas,
leukosit × Sistolik,
Umur Takikardi Bradikardi x/menit 10 3/mm mmHg
3.2.2 Epidemiologi
Di negara berkembang, sepsis neonatorum merupakan penyebab
utama kematian dan kesakitan meskipun sudah ada kemajuan terbaru
dalam bidang teknologi dan terapi. Insiden sepsis neonatorum bervariasi
dari 1 sampai 4 dalam 1000 kelahiran hidup di negara maju dan 10 sampai
50 dalam 1000 kelahiran hidup di negara berkembang.2 Menurut Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian Kesehatan (2007), penyebab
kematian pada neonatus untuk usia 0-6 hari di Indonesia adalah asfiksia
(37%), prematuritas (34%), dan sepsis (12%). Sedangkan penyebab
kematian neonatus usia 7-28 hari adalah sepsis (20,5%), kelainan
kongenital (19%), pneumonia (17%), respiratory dystress syndrome/ RDS
(14%), dan prematuritas (14%).
3.2.3 Klasifikasi
Berdasarkan awitan, sepsis neonatorum terbagi menjadi:11
a. EOS atau SNAD
Timbul pada usia 48-72 jam setelah lahir (beberapa menyebutkan <7
hari), biasanya mikroorganisme berasal dari ibu atau lingkungan.
b. LOS atau SNAL
35
Timbul pada usia lebih dari 48-72 jam setelah lahir, biasanya didapat
dari mikroorgaisme nosokomial, dikenal dengan istilah healtcare-
associated infection (HAI).
3.2.4 Etiologi
Infeksi pada neonatus disebabkan oleh berbagai macam patogen,
baik dari golongan bakteri maupun golongan nonbakteri seperti virus, dan
jamur. Berdasarkan cara terjadnya infeksi, etiologi sepsis neonatorum
dibedakan menjadi:3,12
1. Transmisi vertikal
Terjadi pada EOS, patogen penyebab infeksi dari ibu yang didapat
sebelum atau selama proses persalinan:
a. Infeksi transplasenta intrauterin: syphilis, rubella, CMV,
toxoplasmosis, parvovirus B19, dan varicella.
b. Intrapartum: HIV, HSV, HBV.
c. Postpartum, kontak dengan ibu yang terinfeksi: TB atau HIV
d. Bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi: GBS, E. colli.
e. Virus yang paling sering menyebabkan infeksi: CMV, HSV,
enterovirus, dan HIV.
2. Transmisi horizontal
Terjadi pada LOS, didapat pada saat dirawat di rumah sakit atau dari
lingkungan. Healthcare associated infections berperan dalam
morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir yang dirawat di rumah
sakit. Penyebab tersering pada HAI adalah Staphylococcus koagulase
negatif (CoNS) terutama Staphylococcus epidermidis, diikuti dengan
gram negatif (Pseudomonas, Klebsiella, dan Proteus), S. aureus, GBS
dan jamur. Dari golongan virus ada RSV, varicella, influenza,
rotavirus, dan enterovirus.
36
1. Prematuritas dan BBLR (bayi berat lahir rendah).
2. Ketuban pecah (rupture of membrane) ≥ 18 jam.
9. Faktor lainnya, seperti laki-laki terpapar 4 kali lebih sering dari pada
perempuan, bottle-feeding, dll.
3.2.6 Patogenesis
Selama didalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi
karena terlindungi oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput
amnion, khorion, dan beberapa faktor antiinfeksi pada cairan amnion.
Walaupun demikian kemungkinan kontaminasi kuman dapat timbul
melalui berbagai cara antara lain:3
1. Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai
janin melalui aliran darah menembus barier plasenta dan masuk
sirkulasi janin. Keadaan ini ditemukan pada infeksi TORCH,
Triponema pallidum atau Listeria dll.
2. Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor aseptik/antiseptik
misalnya saat pengambilan contoh darah janin, bahan vili khorion atau
37
amniosintesis. Paparan kuman pada cairan amnion saat prosedur
dilakukan akan menimbulkan amnionitis dan pada akhirya terjadi
kontaminasi kuman pada janin.
3. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan
lebih berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina
masuk kedalam rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman
melalui saluran pernapasan ataupun saluran cerna. Kejadian
kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan meningkat
apabila ketuban pecah lebih dari 18-24 jam.13
38
Setelah lahir kontaminasi kuman terjadi dari lingkungan bayi baik
karena infeksi silang ataupun karena alat-alat yang digunakan bayi, bayi
yang mendapat prosedur invasif seperti kateterisasi umbilikus, bayi dalam
ventilator, kurang memperhatikan tindakan aseptik/antiseptis, rawat inap
yang terlalu lama dan hunian terlalu padat, dll.
Bayi yang terpapar sejak dalam kandungan dikelompokan dalam
kelompok pasien sepsis dengan awitan dini, sedangkan bayi yang terpapar
setelah lahir dikelompokan kedalam pasien sepsis awitan lambat. Bila
paparan kuman pada kedua kelompok berlanjut dan memasuki aliran darah
maka akan terjadi respon tubuh yang berperan untuk mengeluarkan kuman
dari tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula
bermacam gejala klinis pada pasien. Tergantung dari perjalanan penyait,
gambaran klinis yang terlihat akan berbeda, karenanya penatalaksaan
penderita selain pemberian antibiotik, harus memperhatikan pula
gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakit.
Sepsis biasanya akan dimulai dengan adanya respon sistemik tubuh
dengan gambaran proses inflamasi, koagulopati, gangguan fibrinolisis
yang selanjutnya menimbulkan gangguan sirkulasi dan perfusi yang
berakhir dengan gangguan fungsi organ.
Patogenesis dan perjalanan penyakit penderita sepsis berupa adanya
gambaran klinis infeksi degan respon sistemik (SIRS) yang pada stadium
lanjut menimbulkan perubahan fungsi berbagai organ tubuh yang disebut
MODS. Pada bayi baru lahir (BBL) terdapat berbagai tingkat defisiensi
pertahanan tubuh, sehingga respon sistemik pada janin dan BBL akan
berlainan dengan pasien dewasa. Pada infeksi awitan dini respons sistemik
pada BBL mungkin terjadi saat bayi masih didalam kandungan yang
dikenal dengan FIRS, yaitu infeksi janin atau BBL terjadi karena
penjalaran infeksi kavum vagina, ascending infection atau infeksi yang
menjalar secara hematogen dari ibu yang menderita infeki. Dengan
demikian pada BBL dengan infeksi awitan dini, perjalanan penyakit
bermula dengan FIRS, sepsis, sepsis berat, syok septik, disfungsi
39
multiorgan dan akhirnya kematian). Sedangkan pada infeksi awitan
lambat, perjalanan penyakit berawal dari SIRS, sepsis, sepsis berat, syok
septik, disfungsi multiorgan dan akhirnya kematian.
40
3.2.8 Diagnosis Banding
Tanda dan gejala sepsis neonatorum tidak spesifik, sehingga
penyakit noninfeksius harus dipertimbangkan (Tabel 2).4
41
3.2.9 Diagnosis
Diagnosis dini sepsis neonatorum penting artinya dalam
penatalaksanaan dan prognosis pasien. Keterlambatan diagnosis berpotensi
mengancam kelangsungan hidup bayi dan memperburuk prognosis pasien.
Diagnosis sepsis neonatorum sulit karena gambaran klinis pasien tidak
spesifik. Tanda dan gejala sepsis neonatorum tidak berbeda dengan gejala
penyakit noninfeksius berat lain pada BBL. Sehingga dalam menentukan
diagnosis sepsis neonatorum diperlukan berbagai informasi berupa faktor
risiko, manifestasi klinis, dan pemeriksaan penunjang.3
42
- Tanda mulai muncul sesudah hari keempat
Kulit
- Perfusi kulit kurang, sianosis, petekie, ruam, sklerema,
ikterik Kardiopulmonal
- Takipnu, distres respirasi (napas cuping hidung, merintih, retraksi),
takikardi, hipotensi
43
Foto toraks dilakukan jika ada distres pernapasan. Pada foto toraks
dapat ditemukan:
- Pneumonia kongenital berupa konsolidasi bilateral atau efusi
pleura.
- Pneumonia karena infeksi intrapartum, berupa infiltrasi dan
destruksi jaringan bronkopulmoner, atelektasis segmental atau
lobaris, gambaran retikulogranular difus (seperti penyakit membran
hialin) dan efusi pleura.
3.2.10 Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan sepsis adalah eliminasi kuman penyebab
dari sepsis tersebut. Karena untuk mengetahui jenis kuman penyebab
dibutuhkan hasil kultur darah yang cenderung memakan waktu lama, maka
pengobatan diawali dengan pemberian antibiotik secara empiris dengan
memperhatikan pola kuman penyebab tersering dan pola resistensi kuman
di kinik/rumah sakit tersebut. Setelah hasil kultur darah didapat, antibiotik
yang sesuai dengan kuman penyebab dan pola resistensinya harus segera
diberikan.3
44
Lamanya pengobatan tergantung pada jenis kuman penyebab.
Pengobatan antibiotik untuk sepsis yang disebabkan Gram Positif selama
10-14 hari, sedangkan pada Gram Negatif pengobatan diteruskan sampai
2-3 minggu.
3.2.11 Prognosis
Diagnosis dan penatalaksanaan dini dapat memperbaiki keadaan
neonatus dan mencegah timbulnya masalah jangka panjang. Meskipun
demikian, angka kematian bayi karena EOS masih terhitung tinggi
terutama pada bayi dengan VLBW.12
Laporan hasil penelitian Putra (2012)2 tentang insiden dan faktor-faktor
yang mempengaruhi sepsis neonatorum dengan menggunakan design penelitian
retrospektif di RSUP Sanglah Denpasar mulai Januari 2010 sampai Desember
2010, Tingkat kematian dari sepsis neonatal 30,4%. Angka kematian sepsis
neonatus berhubungan dengan berat lahir rendah dan usia kehamilan.
3.2.12 Preventif
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
infeksi neonatal:4,12
1. Strategi maternal
- Imunisasi maternal, untuk mencegah infeksi intrauterin (rubella,
hepatitis B, VZV) dan untuk mencegah janin mendapatkan transfer
pasif dari antibodi maternal protektif (tetanus).
45
- Tatalaksana maternal, ibu yang dicurigai chorioamnionitis diterapi
dengan antibiotik selama proses bersalin, infeksi vertikal GBS dan
onset awal penyakit GBS dikurangi dengan pemberian selective
intrapartum chemoprophylaxix, infeksi Chlamydia pada neonatus
dicegah dengan mengobati ibu yang terinfeksi, penularan HIV dari
ibu dikurangi dengan terapi ARV selama hamil dan melahirkan,
cesarean section (SC) sebelum ketuban pecah, dan pemberian ARV
pada bayi baru lahir.
2. Profilaksis antifungal
Pemberian flukonazole pada 6 minggu pertama kehidupan mengurangi
kolonisasi dan infeksi jamur pada ELBW (berat badan <1000 g) dan
VLBW yang dirawat di NICU.
3. Pencegahan terjadinya HAI dan sepsis nosokomial pada bayi prematur
di NICU
- Pemeberian suplementasi lactoferrin dan probiotic untuk mencegah
HAI. Suplementasi BLF (Bovine Lactoferrine) dengan atau tanpa
probiotic dapat menurunkan LOS.
- Salah satu penyebab sepsis nosokomial adalah central line-
associated bloodstream infection (CLABSIs). Upaya primer untuk
mencegah terjadinya CLABSIs adalah dengan meminimalisasi
penggunaan central lines, novel technologies seperti menggunakan
kateter yang sudah ada antiseptik atau antimikroba merupakan
faktor yang berperan penting dalam mencegah CLABSIs
disamping cara perawatan yang baik selama pemasangan dan
pemakaian PICC.
46
BAB IV
ANALISIS KASUS
Bayi perempuan lahir dari ibu G3P1A1 hamil 32 minggu dengan sectio
caesaria a.i perdarahan antepartum ec plasenta previa totalis. Bayi lahir kurang
bulan, ketika lahir bayi menangis merintih, dengan berat lahir 1600 gr, panjang
badan lahir 42 cm,APGAR score 7/8, riwayat ibu demam (+), riwayat KPD (-),
riwayat ketuban warna hijau (-),kental (-), berbau (-), bayi langsung masuk ke
NICU.
Berdasarkan kasus di atas, BB lahir pasien adalah 1600 gram. Berat badan
pasien tersebut termasuk dalam kriteria Bayi berat lahir rendah (BBLR). BBLR
adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang masa gestasi.
Menurut data yang didapatkan selama alloanamnesis, ibu pasien
menyampaikan bahwa usia kehamilan ibu pasien adalah kurang bulan yaitu
sekitar 32 minggu. Berdasarkan data yang disampaikan tersebut, usia kehamilan
cukup bulan adalah > 37 minggu ( sekitar 37 – 42 minggu). masa kehamilannya.
Hubungan antara berat badan pasien dan masa kehamilan ini dapat dilihat melalui
47
Kurva Lubchenco.
Dari data diatas, hubungan usia kehamilan dan berat badan lahir dengan persentil
50% menandakan bayi neonatus kurang bulan, sesuai masa kehamilan.
Masalah yang terjadi pada bayi dengan berat lahir rendah (BBLR)
terutama yang prematur terjadi karena ketidakmatangan sistem organ pada bayi
tersebut. Masalah pada BBLR yang sering terjadi adalah gangguan pada sistem
pernapasan, susunan syaraf pusat, kardiovaskuler, gastrointestinal, hematologi,
penglihatan, perkemihan.10
Bayi dengan BBLR umumnya mengalami kesulitan untuk bernapas segera
setelah lahir disebabkan oleh jumlah alveoli yang berfungsi masih sedikit,
kekurangan surfaktan (zat di dalam paru yang melapisi bagian dalam alveoli,
sehingga alveoli tidak kolaps pada saat respirasi), lumen sistem pernapasan yang
kecil, kolaps atau obstruksi jalan napas, insufisiensi kalsifikasi dari tulang thoraks.
Hal-hal inilah yang menganggu usaha bayi untuk bernapas dan sering
mengakibatkan gawat napas (distres pernapasan). Gangguan napas yang sering
terjadi adalah Sindrom Gangguang Napas (SGN) dikenal juga sebagai penyakit
Membran Hialin dan Asfiksia. Membran Hialin dapat mengenai bayi dismatur
yang preterm, terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu.11
Bayi BBLR akan cepat mengalami kehilangan panas badan atau suhu tubuh
dan dapat menjadi hipotermia atau hipertermia. Hal ini disebabkan oleh pusat
pengaturan suhu tubuh belum berfungsi dengan baik atau sistem metabolisme
yang rendah. Hipotermia adalah penurunan suhu di bawah 36,5̊C sedangkan
hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh > 37,50C. Suhu tubuh normal terjadi
jika ada keseimbangan antara produksi panas dan hilangnya panas. Suhu tubuh
dijaga pada suhu 36,5 – 37,5̊C.13
Diperlukannya penanganan yang tepat untuk mencegah terjadinya
hipotermia atau hipertermia serta menjaga suhu tubuh tetap berada dalam keadaan
normal, yaitu dengan cara proteksi termal/warm chain. Jika sudah terjadi
perubahan suhu badan bayi, dilakukan penangan yang lebih khusus yakni dengan
cara penggunaan inkubator, radiant warmer atau dengan cara metode kangguru.
48
Pasien lahir dari ibu dengan riwayat demam, maka diagnosis awal yang
dapat ditegakkan adalah pasien dikategorikan tersangka infeksi. Tersangka infeksi
adalah bila bayi baru lahir mempunyai faktor resiko / predisposisi untuk infeksi
adalah:15
• Suhu ibu >38oC
• Leukosit ibu >15.000/mm3
• Air ketuban keruh dan bau busuk
• Ketuban pecah >12 jam
• Partus kasep
Pasien dipantau di NICU, didapatkan pasien demam dengan bayi, tampak
sesak, aktivitas hipoktif, reflex hisap lemah, dan tangis lemah. Dari pemeriksaan
awal bayi diduga menderita sepsis. Gejala klinis sepsis terdiri atas:15
a. Gejala umum: bayi tampak lemah, terdapat gangguan minum yang disertai
penurunan berat badan, keadaan umum memburuk hipotermi/hipertermi
b. Gejala SSP: letargi, iritabilitas, hiporefleks, tremor, kejang,
hipotoni/hipertoni, serangan apnea, gerak bola mata tidak terkoordinasi.
c. Gejala pernapasan: dispnu, takipnu, apnu, dan sianosis
d. Gejala TGI: muntah, diare, meteorismus, hepatomegali
e. Kelainan kulit: purpura, eritema, pustula, sklerema
f. Kelainan sirkulasi: pucat/sianosis, takikardi/aritmia, hipotensi, edema,
dingin.
g. Kelainan hematologi: perdarahan, ikterus, purpura
Dilakukan pemeriksaan penunjang didapatkan lekosit 37.500/mm3, maka
dapat ditegakkan pasien menderita sepsis. Sepsis ditegakkan dengan gejala klinis
+ satu hasil biakan atau laboratorium yang mendukung (leukosit < 5000/mm3 atau
> 34.000/mm3, I/T ratio 0,2 atau lebih, mikro LED>15 mm/jam, CRP > 9mg/dL).
Faktor Risiko untuk Terjadinya Sepsis Neonatal pada pasien ini adalah
Prematuritas dan berat lahir rendah; Ibu demam pada masa peripartum dan
Perawatan di NICU (neonatal intensive care unit) yang terlalu lama.
BBLR lebih rentan untuk terkena infeksi terutama pada BBLR dengan
prematuritas karena kadar imunoglobulin serum yang lebih rendah, ketidak
49
matangan kulit yang melemahkan pertahanan imunitas bayi, belum sempurnanya
fungsi sekretori IgA di mukosa usus yang merupakan lapisan pelindung terhadap
invasi bakteri di usus, dan respon imun adaptif terhadap berbagai patogen masih
belum sempurna.16
Secara normal pertahanan tubuh terhadap agen infeksi selalu melewati
kombinasi penghalang fisik, termasuk kulit, membran mukosa, lapisan mukosa
dan sel epitel bersilia (mekanisme pertahanan non spesifik) serta berbagai
komponen sistem imun (mekanisme pertahanan spesifik). Komponen sistem imun
ini terdiri atas sel-sel T, B dan natural killer, sel fagosit dan protein-protein
komplemen. Selain itu juga akan dihasilkan lima isotipe imunoglobulin (IgG,
IgM, IgA, IgE, IgD) untuk proteksi terhadap agen infeksi.17
IgG ada dalam semua cairan tubuh, dimana janin mulai mendapat
sejumlah IgG ibu yang berarti melalui transplasenta pada sekitar usia kehamilan
12 minggu, dan jumlahnya naik secara mantap sampai pada saat lahir. Antibodi
IgG yang diturunkan ibu cukup berperan sebagai opsonin stabil-panas pada
kebanyakan bakteri gram positif, dan antibodi IgG terhadap virus memberikan
proteksi yang cukup terhadap agen-agen tersebut. Pada bayi prematur yang
cendrung BBLR mendapatkan lebih sedikit IgG ibu pada saat lahir dibandingkan
dengan dengan bayi cukup bulan, sehingga aktivitas opsonik serumnya lebih
rendah untuk semua tipe organisme yang akan meningkatkan risiko BBLR untuk
terkena infeksi.17
IgA merupakan imunoglobulin protektif utama sekresi eksterna yaitu
sekresi saluran gastrointestinal, respirasi, dan urogenital, tetapi juga ada dalam
sirkulasi. IgA bisa diproduksi oleh kelenjer mamae. Kelenjer mamae adalah
bagian dari integral sistim imun mukosa, limfosit yang terlihat di kelenjar mamae
berasal dari BALT atau GALT. Antibodi ASI ini diperlukan untuk melawan agen
infeksius dari lingkungan ibu, dimana mukosa merupakan tempat tersering
masuknya agen infeksius. Di pihak lain masa neonatus adalah masa kritis terhadap
patogen mukosa karena imaturitas mukosa pada masa ini. ASI akan merangsang
pembentukan IgA pada mukosa neonatus, sementara pada bayi yang lahir dengan
50
BBLR sering mengalami masalah pada refleks hisap ASI, sehingga hal tersebut
juga akan meningkatkan risiko terjadinya sepsis pada neonatus.18
Karena pasien menunjukkan klinis sepsis +BBLR, maka pasien diperiksa
cairan serebrospinal. Diagnosis meningitis ditegakkan bila terdapat gejala klinis
sepsis + hasil pemeriksan cairan serebrospinalis : 15
Tes Pandy : + atau ++
Jumlah sel :
o umur 0 s/d 48 jam : >100/mm3
o umur 2 s/d 7 hari : >50/mm3
o umur >7 hari : >32/mm3
Diff. count : PMN meningkat, protein meningkat dan glukosa menurun.
Pemeriksaan cairan LCS pada pasien menunjukkan protein meningkat, tes pandy
+, PMN meningkat menunjukkan pasien menderita meningitis. Diagnosis akhir
ditegakkan adalah NKB-SMK + Sepsis + Meningitis.
Tatalaksana pada pasien mencakup tatalaksana BBLR dan Sepsis +
meningitis. Pada pasien diberi Ampicilllin 80mg/12 jam IV, inj Ceftazidine 80g/8
jam IV, inj Meropenem 65mg/8jam IV, dan ASI 8x10cc via NGT. Karena pasien
lahir merintih dengan refleks hisap lemah, pasien diberi NGT untuk mencegah
terjadinya aspirasi ke paru-paru. Kebutuhan cairan pada bayi disesuaikan perhari.
Pasien juga diberi terapi aminofilin untuk menurunkan kejadian apneu pada
prematur dengan mekanisme melalui eksitasi respiratory neural ouput kemudian
memblokade reseptor adenosin A1 dan A2A yang terletak pada neuron γ-
aminobutyric acidergic. Reseptor adenosin dengan polimorfisme spesifik A1 dan
A2A dikaitkan dengan tingginya risiko apneu pada bayi prematur serta variasi
respon terhadap metilxantin. 19
Pengobatan sepsis dan meningitis biasanya dengan memberikan antibiotik
kombinasi dengan tujuan untuk memperluas cakupan mikroorganisme patogen
yang mungkin menginfeksi pasien. Kombinasi antibotik tersebut diupayakan
mempunyai sensitifitas yang baik terhadap Gram Positif ataupun Gram Negatif.
Biasanya antibiotik yang sering digunakan adalah golongan
51
ampisilin/kloksasilin/vankomisin dan golongan aminoglikosid/ sefalosporin. Pada
pasien ini diberikan inj Ceftazidine 80g/8 jam IV, inj Meropenem 65mg/8jam IV.
Prognosis pasien ini adalah dubia ad bonam. Diagnosis dan
penatalaksanaan dini dapat memperbaiki keadaan neonatus dan mencegah
timbulnya masalah jangka panjang. Meskipun demikian, angka kematian bayi
karena EOS masih terhitung tinggi terutama pada bayi dengan VLBW.12
Laporan hasil penelitian Putra (2012)2 tentang insiden dan faktor-faktor
yang mempengaruhi sepsis neonatorum dengan menggunakan design penelitian
retrospektif di RSUP Sanglah Denpasar mulai Januari 2010 sampai Desember
2010, Tingkat kematian dari sepsis neonatal 30,4%. Angka kematian sepsis
neonatus berhubungan dengan berat lahir rendah dan usia kehamilan.
52
DAFTAR PUSTAKA
1. Goldstein, B., Giroir, B., Randolph, A., & the Members of the International
Consensus Conference on Pediatric Sepsis. (2005). International pediatric sepsis
consensus conference: Definitions for sepsis and organ dysfunction in pediatrics.
Pediatr Crit Care Med, 6 (1), 1-8.
2. Putra, J.P. (2012, Oktober). Insiden dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
sepsis neonatus di RSUP Sanglah Denpasar. Sari Pediatri, 14 (3), 205-210.
3. Aminullah, A. (2014). Sepsis pada bayi baru lahir. Dalam M.S. Kosim, A.
Yunanto, R. Dewi, G.I. Sarosa, & A. Usman (Eds.), Buku ajar neonatologi edisi 1
(pp. 170-187). Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
4. Stoll, B.J. & Shane, A.L. (2015). Infections of the neonatal infant. Dalam
Behrman, R.E. (Ed.), Nelson Textbook of Pediatrics 20th edition (pp. 909-925).
Canada: Elsavier.
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI.
6. Dinas kesehatan Republik Indonesia. 2014. Profil Kesehatan Dasar
Indonesia, 2014. Jakarta: DinkesRI.
7. Pantiawati I., 2010. Bayi dengan BBLR. Yogjakarta:Nuha Medika.
8. Proverawati A., 2010. BBLR. Yogjakarta: Nuha Medika.
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI.
10. Ness A., Blumenfeld, Y., & Sung, J.F. (2010). Preterm labor. Dalam V. Breghella
(Ed.). Preterm birth prevention and management (pp. 198-216). Singapore: Wiley-
Blackwell.
11. Russell, A.B., & Isaacs, R.D. (2012). Infection in the newborn. Dalam J.M.
Rennie (Ed.), Rennie & Robertson’s textbook of neonatology 5th edition (pp.
1013-1052). China: Elsevier.
53
12. Gomella, T.L. (Ed.). (2013). Neonatology: management, procedures, on-call
problems, diseases and drugs 7th edition. New York: McGraw-Hill Education.
13. Anderson-Berry, A. L. (2015). Neonatal sepsis. Diunduh
dari http://www.emedicine.com/ped/topic2630.htm.
14. IDAI. (2009). Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak indonesia.
Jakarta:Pengurus Pusat IDAI.
15. Departemen Kesehatan Anak. (2014). Panduan praktek klinik (PKK) divisi
neonatologi. Palembang: Departemen Kesehatan Anak RSUP Dr. Mohammad
Hoesin.
16. Riskawa HK, Hilmanto D, Chairulfatah A. Perbandingan kadar calprotectin serum
pada bayi kurang bulan antara sepsis neonatorum dan tanpa sepsis neonatorum. J
Indon Med Assoc. 2012;62 (4):127-31.
17. Gotoff SP. Sepsis dan meningitis neonatus. Dalam: Wahab AS, penterjemah.
Nelson ilmu kesehatan anak .Volume 1. Edisi ke-15. Jakarta: EGC. 2000.hlm.653-
5.
18. Akib AAP, Munasir Z, Kurniati N. Buku ajar alergi imunologi anak. Edisi ke-2.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010.
19. Schoen K, Yu T, Stockmann C, Spigarelli MG, Sherwin CM. Use of
methylxanthine therapies for the treatment and prevention of apnea of
prematurity. Paediatr Drugs 2014;16:169-77.
54