Vous êtes sur la page 1sur 54

Laporan Kasus

BAYI BERAT LAHIR RENDAH + SEPSIS

Oleh:
Kms. M. Alwan Dwiputra, S.Ked 04011181520050
Nadia Madina Rahma, S.Ked 04011181520051

Pembimbing:
dr. Herman Bermawi, Sp.A(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSMH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

BAYI BERAT LAHIR RENDAH + SEPSIS

Oleh:
Kms. M. Alwan Dwiputra, S.Ked 04011181520050
Nadia Madina Rahma, S.Ked 04011181520051

Telah diterima sebagai salah satu dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Umum
Pusat Moehammad Hoesin Palembang.

Palembang, April 2019


Pembimbing

dr. Herman Bermawi, Sp.A(K)

2
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Bayi Berat Lahir Rendah +
Sepsis”. Laporan Kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Herman Bermawi, Sp.A(K) selaku
pembimbing yang telah membantu penulisan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada setiap pihak yang telah membantu penyelesaian laporan kasus ini, hingga selesainya
laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam laporan ini tentu masih terdapat kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan.
Akhir kata, penulis berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,
khususnya dalam memperkaya wawasan dan pengetahuan

Palembang, April 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………….ii
KATA PENGANTAR………………………………………………….iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………iv
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................... 1
BAB 2 STATUS PASIEN ...................................................................... 2
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 14
BAB 4 ANALISIS KASUS .................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 53

4
BAB I
PENDAHULUAN

Sepsis adalah suatu kondisi systemic inflammatory response syndrome (SIRS) yang disertai
dengan infeksi. Sepsis neonatorum merupakan sepsis yang terjadi pada neonatus, sehingga sepsis
neonatorum dapat diartikan sebagai sindroma klinis penyakit sistemik akibat infeksi yang terjadi
dalam 1 bulan pertama kehidupan.1
Insiden sepsis neonatorum berbeda ditiap negara dengan variasi mulai dari 1 sampai 4 dalam
1000 kelahiran hidup di negara maju dan 10 sampai 50 dalam 1000 kelahiran hidup di negara
berkembang. Penelitian retrospektif pada 125 kasus sepsis neonatorum tahun 2010 di RSUP Sanglah,
Denpasar, memberikan gambaran sepsis neonatorum terjadi pada 56,8% laki-laki, 72% lahir spontan,
64% lahir dengan asfiksia, 56% berat lahir rendah dan 68,8% prematur.2
Sepsis neonatorum merupakan penyakit multifaktorial yang dapat disebabkan oleh beberapa
faktor risiko, baik faktor dari ibu maupun faktor dari bayi itu sendiri. Faktor risiko dari ibu yang
berperan dalam kejadian sepsis neonatorum diantaranya persalinan dan kelahiran kurang bulan,
ketuban pecah lebih dari 18-24 jam, chorioamnionitis, persalinan dengan tindakan, demam pada ibu
(>38,4oC), infeksi saluran kencing pada ibu, dan faktor sosial ekonomi serta gizi ibu. Sedangkan
faktor risiko dari bayi diantaranya asfiksia perinatal, berat badan lahir, bayi kurang bulan, prosedur
invasif, dan kelainan bawaan.3
Dilihat dari faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum diatas, BBLR dan prematuritas
merupakan faktor risiko sepsis neonatorum. BBLR memiliki risiko yang lebih lebih tinggi untuk
terkena sepsis.4 Tingginya angka kejadian sepsis neonatorum pada neonatus dengan faktor risiko
BBLR menjadikan laporan ini penting dilakukan guna mencegah dan membuat rencana penanganan
sepsis neonatorum terutama pada bayi-bayi BBLR.

5
BAB II
STATUS NEONATUS

I. IDENTIFIKASI
Nama : By. Ny. DN
Umur : 26 hari (20 Februari 2019)
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan Lahir : 1600 gr
Panjang Badan : 42 cm
Agama : Islam
Alamat : Jl Angkatan 66 No. 937 Palembang
Kebangsaan : Indonesia
No. Med. Reg. : 1108769
MRS : 20 Februari 2019

II. ANAMNESA
(Alloanamnesis tanggal 18 Maret 2019, diberikan oleh ibu pasien)
Keluhan Utama : bayi lahir merintih
Keluhan Tambahan : berat badan lahir bayi rendah

Riwayat Perjalanan Penyakit


Bayi perempuan lahir dari ibu G3P1A1 hamil 32 minggu dengan sectio caesaria a.i
perdarahan antepartum ec plasenta previa totalis. Bayi lahir kurang bulan, ketika lahir
bayi menangis merintih, dengan berat lahir 1600 gr, panjang badan lahir 42 cm,APGAR
score 7/8, riwayat ibu demam (+), riwayat KPD (-), riwayat ketuban warna hijau (-
),kental (-), berbau (-), bayi langsung masuk ke NICU.
Saat masuk NICU bayi mengalami demam (+), diberi parasetamol tapi demam tidak
turun. Bayi kemudian menjadi tersangka infeksi dilakukan pemeriksaan lab dan LCS pada
hari ke-8 dan ke-9 di NICU didapatkan hasil meningitis dan sepsis pada bayi.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat sering keputihan selama masa kehamilan (+)
 Riwayat perut diurut-urut (+)
 Riwayat trauma pada kehamilan (-)
 Riwayat sakit gigi (-)
 Riwayat berhubungan terakhir (+)
 Riwayat darah tinggi (-)
6
 Riwayat konsumsi obat antimalaria selama kehamilan (-)
 Riwayat konsumsi jamu-jamuan selama kehamilan (-)
 Riwayat transfusi selama kehamilan (-)
 Riwayat ibu kontak dengan kucing selama kehamilan (-)

Riwayat Sosial Eknonomi


Os adalah anak kedua dari pasangan Tn. A usia 27 tahun dengan pendidikan terakhir
SMA dan bekerja sebagai supir dengan Ny. D usia 29 tahun dengan pendidikan terakhir
SMA dan pekerjaan ibu rumah tangga. Penghasilan perbulan rata-rata Rp1. 000.000,-.

Riwayat Kehamilan
GPA : G3P1A1
HPHT : 5 Juli 2018
Periksa Hamil : 3x, di bidan
Kebuasaan Ibu sebelum/selama kehamilan
Minum Alkohol : disangkal
Merokok : disangkal
Makan Obat-Obatan tertentu : disangkal
Penyakit atau Komplikasi Kehamilan ini : Tidak ada

Riwayat Persalinan
Presentasi : Presentasi belakang kepala
Cara Persalinan : Sectio caesaria
KPSW : Tidak ada
Riwayat Demam Saat Persalinan : Ada
Riwayat Ketuban Kental, Hijau, Bau : Tidak Ada

Keadaan Bayi Saat Lahir


Jenis Kelamin : Perempuan
Kelahiran : Tunggal
Kondisi Saat Lahir : Bayi lahir langsung menangis merintih, tampak sesak nafas,
sianosis (-), ikterik (-), APGAR Score 7/8

7
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : tampak sesak
Kesadaran : Compos Mentis
Berat Badan : 2330 gr
Panjang Badan : 42 cm
Lingkar Kepala : 30 cm
Lengkar Lengan Atas : 9 cm
Aktivitas : Hipoaktif
Refleks Hisap : Lemah
Tangis : Lemah
Anemis : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Dispneu : Ada
HR : 165x/menit
Pernafasan : 48x/menit
Suhu : 36,8 °C

Keadaan Spesifik
Kepala
Lingkar Kepala : 30 cm
Mata : Nistagmus (-), pupil bulat isokor, refleks cahaya (+/+), mata
cekung (-), sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-)
Hidung : Napas cuping hidung (-), epistaksis (-), tidak ada sekret keluar
dari hidung dan mulut
Trauma Lahir : Caput succadeneum (-)
Cephal hematome (-)
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Cor : HR 165x/menit, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-/-), wheezing
(-/-)
Abdomen : Datar, saat inspirasi terlihat lemah, bising
usus (+) normal, cubitan perut kembali cepat
Lipat Paha dan Genitalia : Tidak ada pembesaran KGB, anus ada
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 3 detik
8
Refleks Primitif
Oral : (+)
Moro : (+)
Tonic Neck : (+)
Withdrawal : (+)
Plantar Grasp : (+)
Palmar Grasp : (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasil Laboratorium (Tanggal 28 Februari 2019)
Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
Hb 15,9 13,4-19,8 g/dL
RBC 4,84 5,33-5,47 106/mm3
WBC 37,51 6-17,5 103/mm3
Ht 43 47-57 %
Trombosit 277 217-497 103/uL
RDW-CV 22,2 11-15 %
LED 2 <20 mm/jam
Diff count Hasil menyusul
Basofil Hasil menyusul
Eosinofil Hasil menyusul
Netrofil Hasil menyusul
Limfosit Hasil menyusul
Monosit Hasil menyusul
IT Rasio Hasil menyusul
Kimia Klinik Hati
Bilirubin total 8,10 0,1-1 mg/dL

Hasil Laboratorium (Tanggal 1 Maret 2019)


Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan

9
Cairan Tubuh
Analisa Cairan Otak:
LCS
I. Makroskopi
Volume 0,8 mL
Warna Agak kemerahan Transudat: kekuningan
Eksudat: kuning s/d
merah
Kejernihan Agak keruh Transudat: jernih
Eksudat: keruh
Bau Tidak berbau Transudat: tidak berbau
Eksudat: berbau busuk
Berat jenis 1,005 Transudat: <1.016
Eksudat: >1.016
Bekuan Negatif Transudat: negatif
Eksudat: positif
pH 9,0 Transudat: 7,4-7,6
Eksudat: <7,3
II. Mikroskopi
Jumlah lekosit 31,0 Transudat: <500 Sel/uL
Eksudat: >500
Hitung jenis
PMN Sel 39 Transudat: Lebih %
Sedikit
Eksudat: Lebih Banyak
MN Sel 61 Transudat: Lebih %
banyak
Eksudat: lebih sedikit
III. Kimia Hasil menyusul
Nonne Negatif
Pandy Positif
Protein 274,8 20-40 mg/dL
LDH 43 Transudat: <200 U/L
Eksudat: >200
Glukosa 67 40-70 mg/dL
Klorida 118 98-107 mEq/L

Hasil kultur LCS: steril

V. RESUME
Seorang bayi perempuan, lahir dari ibu G2P1A1 dirawat di NICU dengan berat lahir 1600
gr pada tanggal 20 Februari 2019 dengan bantuan residen di OK RSMH. Saat lahir bayi
merintih, tampak sesak, APGAR score 7/8, tidak sianosis, tidak ikterik, keadaan compos
mentis, aktivitas hipoktif, reflex hisap lemah, dan tangis lemah. Dari hasil pemeriksaan
penunjang didapatkan bayi mengalami sepsis dan meningitis.
10
VI. DIAGNOSIS SEMENTARA
Neonatus : Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan (NKB-
SMK)
Lahir : Sectio Caesaria
Ibu : G3P1A1
Anak : BBLR + Sepsis + Meningitis

VII. PENATALAKSANAAN
 IVFD D10 1/5 NS kec 4,5 cc/jam
 Aminofilin 3,2 mg/8jam IV
 Ampicilllin 80g/12 jam IV
 Ceftazidine 80g/8 jam IV
 Meropenem 65mg/8jam IV
 ASI 8x25cc via NGT

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam: Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

IX. FOLLOW UP
Tanggal- Catatan Kemajuan (S/O/A) Rencana Tatalaksana
Jam
20/03/19 S: demam (-), sesak (-) P: Aminosteril 3,5cc/jam,
06.30 wib Aminofilin 3x3,2 mg,
O: RR 42x/menit; HR 144x/menit; T Meropenem 3x70 mg
36,7oC
Atifitas aktif, refleks hisap kuat, tangis Diagnosis:
kuat NKB-SMK+BBLR +Meningitis
Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-),
Dyspnea (-) Terapi:
Keadaan spesifik: Melanjutkan pemberian
Kepala: NCH (-), konjungtiva anemis (-), antibiotik
sklera ikterik (-), sianosis (-), dispnea (-)

11
Thoraks: simetris, retraksi (-) Diet:
Cor: Bunyi jantung I-II normal, murmur (- ASI 8x25 mg / hari + ASI On
), gallop (-) Demand
Pulmo: vesikuler (+) normal, ronkhi (-/-),
wheezing (-/-) Monitoring:
Abdomen: datar, lemas, bising usus (+) Cek tanda-tanda vital
normal Latih reflek hisap
Ekstremitas: akral hangat, CRT <3” Monitor BB

A: NKB-SMK+BBLR+Sepsis+Meningitis

21/03/18 S: Sesak (-), demam (-) P: Aminosteril 3,5cc/jam,


06.30 wib O: HR 138x/min, RR 38x/m, T 36,8 oC Meropenem 3x70 mg
Aktifitas aktif, R. Hisap kuat, Tangis kuat,
Anemis (-), Sianosis (-), Ikterik (-), Diagnosis:
Dyspnea (-) NKB-SMK+BBLR +Meningitis
Kepala: NCH (-), Sklera ikterik (-/-),
Konjungtiva anemis (-/-) Terapi:
Thorax: Simetris, Retraksi (-) Melanjutkan pemberian
Cor: BJ I-II Normal, murmur (-), gallop (-) antibiotik
Pulmo: Vesikuler (+), ronkhi (-/-),
wheezing (-/-) Diet:
Abdomen: datar, lemas, bising usus ASI 8x25 mg / hari + ASI On
normal Demand
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 3 detik
A: NKB-SMK+BBLR +Meningitis Monitoring:
Cek tanda-tanda vital
Pertahankan teknik aseptik
Monitor BB

12
22/03/18 S: Sesak (-), demam (-) P: Meropenem 3x70 mg
06.30 wib O: HR 138x/min, RR 38x/m, T 36,8 oC
Aktifitas aktif, R. Hisap kuat, Tangis kuat, Diagnosis:
Anemis (-), Sianosis (-), Ikterik (-), NKB-SMK+BBLR +Meningitis
Dyspnea (-)
Kepala: NCH (-), Sklera ikterik (-/-), Terapi:
Konjungtiva anemis (-/-) Melanjutkan pemberian
Thorax: Simetris, Retraksi (-) antibiotik
Cor: BJ I-II Normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: Vesikuler (+), ronkhi (-/-), Diet:
wheezing (-/-) ASI 8x25 mg / hari + ASI On
Abdomen: datar, lemas, bising usus Demand
normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 3 detik Monitoring:
A: NKB-SMK+BBLR +Meningitis Cek tanda-tanda vital
Monitor reflek hisap
Monitor BB

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 BBLR

13
3.1.1 Definisi

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang usia gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir jika pengukuan dilakukan di Rumah
Sakit, Puskesmas atau Polindes, sedangkan bayi yang lahir di rumah waktu
pengukuran berat badan dapat dilakukan dalam waktu 24 jam. BBLR dapat terjadi
pada bayi kurang bulan (<37minggu) atau pada bayi cukup bulan yang mengalami
hambatan pertumbuhan selama kehamilan (Intrauterine growth
restriction/IUGR).5
World Health Organization (WHO) pada tahun 1961 menyatakan bahwa
semua bayi baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gram
disebut low birth weight infant, karena morbiditas dan mortalitas neonatus tidak
hanya bergantung pada berat badannya tetapi juga pada tingkat kematangan
(maturitas) bayi tersebut. Definisi WHO tersebut dapat disimpulkan secara
ringkas bahwa bayi dengan berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat
badan kurang atau sama dengan 2500 gram. Serta, BBLR tidak hanya dapat
terjadi pada bayi prematur, tapi juga pada bayi cukup bulan yang mengalami
hambatan pertumbuhan selama kehamilan.6

3.1.2 Epidemiologi

Angka kematian anak atau lebih khusus lagi angka kematian bayi (AKB)
di Indonesia berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2012 masih berkisar 32 per 1000 kelahiran hidup. Dua pertiga kematian
bayi terjadi pada masa neonatal, dan dua pertiga kematian neonatus terjadi pada
usia 0-6 hari.7
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) hingga saat ini masih menjadi masalah
di dunia karena merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada masa bayi baru
lahir. Prevalensi BBLR masih cukup tinggi terutama di negara-negara dengan
sosio-ekonomi rendah. Secara statistik di seluruh dunia, 15,5% dari seluruh
kelahiran adalah BBLR, 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang
dan angka kematiannya 20-35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat
lahir >2500gram.5

Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan


daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter
diperoleh angka BBLR dengan rentang 2,1%-17,2%. Dari laporan Kabupaten/

14
Kota tahun 2014 diketahui jumlah bayi BBLR di Jawa Timur mencapai 20.290
bayi dari 606.306 bayi lahir hidup dan kematian terbesar pada neonatal karena
BBLR sebesar 38,3%.6

3.1.3 Klasifikasi

Ada beberapa pengelompokkan untuk BBLR yaitu:8


a. Menurut harapan hidupnya
1. Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500 gram.
2. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir 1000-1500
gram.
3. Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) dengan berat lahir
kurang dari 1000 gram.
b. Menurut masa gestasinya, BBLR dibagi menjadi dua golongan:
1. Prematuritas murni
Bayi lahir pada umur kehamilan antara 28-36 minggu. Pada
prematuritas murni, berat badan bayi sesuai dengan berat badan untuk
masa gestasi atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa
kehamilan (NKB-SMK). Karakteristik klinis pada bayi prematuritas murni
yaitu berat badan <2.500 gram, panjang badan ≤45 cm, lingkaran dada <30
cm, dan lingkaran kepala <33 cm. Pada umumnya bayi kurang bulan
disebabkan uterus tidak mampu menahan janin, gangguan selama
kehamilan, lepasnya plasenta lebih cepat dari waktunya atau rangsangan
yang memudahkan terjadinya kontraksi uterus sebelum cukup bulan. Bayi
prematur memiliki organ dan alat tubuh yang belum berfungsi normal
untuk bertahan hidup diluar rahim. Semakin muda umur kehamilan, fungsi
organ tubuh semakin belum sempurna dan prognosisnya semakin kurang
baik. Kelompok BBLR yang diakibatkan prematuritas ini sering
mendapatkan penyulit atau komplikasi akibat kurang matangnya organ.9

2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya
untuk masa gestasi itu. Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan
15
intrauterine dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilan
(KMK). Retardasi pertumbuhan intrauterine berhubungan dengan keadaan
yang menganggu sirkulasi dan efisiensi plasenta dengan pertumbuhan dan
perkembangan janin atau dengan keadaan umum dan gizi ibu. Keadaan ini
Ada 3 kelompok bayi yang termasuk bayi KMK: KMK lebih bulan, KMK
cukup bulan dan KMK kurang bulan.9

3.1.4 Patofisiologi dan Etiologi10

Patofisiologi terjadinya BBLR tergantung terhadap faktor-faktor yang


berkaitan dengan prematuritas dan IUGR. Sangat sulit memisahkan secara tegas
antara faktor-faktor yang berkaitan dengan prematur dan faktor-faktor yang
berkaitan dengan IUGR yang menyebabkan terjadinya BBLR.
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor
yang berasal dari ibu seperti umur, paritas dan lain-lain. Faktor yang berasal dari
plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar, dan lain-lain. Serta faktor
yang berasal dari janin merupakan penyebab terjadinya BBLR.
kelahiran prematur dari BBLR yang sesuai masa kehamilan dihubungkan
dengan kondisi medis yang berhubungan dengan ketidakmampuan uterus untuk
mempertahankan janin, tindakan-tindakan selama masa kehamilan, ketuban pecah
dini, solusio plasenta atau rangsangan-rangsangan yang tidak dapat dijelaskan
yang dapat menimbulkan kontraksi uterus sebelum waktunya.

Infeksi bakterial baik yang menimbulkan gejala klinis atau asimtomatik


pada cairan amnion dan membrannya (chorioamnionitis) dapat menyebabkan
kelahiran prematur. Produk bakteri dapat menstimulasi produksi dari mediator
inflamasi lokal (interleukin-6 dan prostaglandin) yang dapat menginduksi
kontraksi uterus prematur atau respon inflamasi lokal yang dapat menyebabkan
ruptur membran fokal.

Terjadinya IUGR berkaitan dengan kondisi medis yang mengganggu


sirkulasi dan efisiensi dari plasenta, dengan perkembangan dan pertumbuhan dari
fetus, atau dengan kondisi kesehatan umum dan nutrisi ibu. Keadaan ini

16
mengakibatkan kurangnya oksigen dan nutrisi secara kronik dalam waktu yang
lama untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Kematangan fungsi organ
tergantung pada usia kehamilan walaupun berat lahirnya kecil.
Berikut beberapa etiologi terjadinya BBLR:
1. Fetal
- fetal distress
- erythroblastosis
- hydrops non imun
- cacat bawaan
- infeksi
2. plasenta
- disfungsi plasenta
- plasenta previa
- abruptio plasenta
- kehamilan kembar
4. Maternal
- Usia ibu
- Paritas
- Riwayat kelahiran prematur sebelumnya
- Perdarahan antepartum
- Malnutrisi
- Penyakit medis kronis (contoh: penyakit jantung, hipertensi, penyakit
ginjal)
- Infeksi
- Penyalahgunaan obat
- Kebiasaan: (contoh: pekerjaan yang melelahkan, merokok, alkohol dan
lain-lain)
5. Lainnya
- Ruptur membran plasenta prematur
- Polihidroamnion
- Iatrogenik
- Trauma

3.1.5 Faktor Resiko

1. Usia Ibu
WHO merekomendasikan bahwa usia yang dianggap paling aman

17
menjalani kehamilan dan persalinan adalah 20 hingga 35 tahun. Kehamilan di
bawah umur 20 tahun atau lebih 30 tahun merupakan kehamilan yang beresiko
tinggi. Persentase tertinggi bayi dengan berat badan lahir rendah terdapat pada
kelompok remaja dan wanita berusia lebih dari 40 tahun. Ibu yang terlalu muda
seringkali secara emosional dan fisik belum matang. Sedangkan pada ibu yang
sudah tua meskipun mereka berpengalaman, tetapi kondisi tubuh dan
kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat mempengaruhi janin intra
uteri dan dapat menyebabkan kelahiran BBLR.10
Secara umum seorang perempuan disebut siap secara fisik jika ia telah
menyelesaikan pertumbuhan tubuhnya, yaitu sekitar usia 20 tahun ketika
tubuhnya berhenti tumbuh. Kehamilan pada usia muda (< 20 tahun) kondisi ibu
masih dalam pertumbuhan sehingga asupan makanan lebih banyak digunakan
untuk mencukupi kebutuhan ibu. Hambatan yang akan terjadi pada kehamilan
dengan usia kurang dari 20 tahun yaitu pada saat hamil kurang memperhatikan

kehamilannya termasuk kontrol kehamilan yang akan berdampak pada


meningkatnya resiko komplikasi kehamilan.10
Pada wanita yang hamil pada umur lebih dari 35 tahun juga menjadi salah
satu faktor penyebab terjadinya komplikasi kehamilan, terutama meningkatnya
kasus melahirkan bayi dengan BBLR. Hal ini disebabkan karena resiko
munculnya masalah kesehatan kronis. Anatomi tubuh mulai mengalami
degenerasi sehingga memperbesar resiko kelahiran dengan kelainan kongenital
dan beresiko untuk mengalami kelahiran prematur. Hal ini memungkinkan terjadi
komplikasi pada saat kehamilan dan persalinan, akibatnya akan terjadi kematian
perinatal.10

2. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik
lahir hidup maupun lahir meninggal. Seorang ibu yang sering melahirkan
mempunyai resiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak
memperhatikan kebutuhan nutrisinya, sebab selama hamil zat-zat gizi akan terbagi
18
untuk ibu dan janin yang dikandungnya. Paritas yang beresiko melahirkan BBLR
adalah paritas 0 yaitu bila ibu pertama kali hamil dan mempengaruhi kondisi
kejiwaan serta janin yang dikandungnya, dan paritas lebih dari 4 dapat
berpengaruh pada kehamilan berikutnya kondisi ibu belum pulih jika hamil
kembali. Paritas yang aman ditinjau dari sudut kematian maternal adalah paritas 1-
4.10
Paritas ibu diklasifikasikan menjadi primipara (ibu yang melahirkan anak
pertama), multipara (ibu yang melahirkan anak kedua dan ketiga), dan
grandemultipara (ibu yang melahirkan anak keempat atau lebih). Ibu dengan
paritas lebih dari empat anak beresiko 2,4 kali lebih besar untuk melahirkan
BBLR karena setiap proses kehamilan dan persalinan menyebabkan trauma fisik
dan psikis, semakin banyak trauma yang ditinggalkan menyebabkan penyulit pada
kehamilan dan persalinan berikutnya. Kehamilan grande multipara (paritas tinggi)
menyebabkan kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang
kali direngangkan oleh kehamilan sehingga cenderung untuk timbul kelainan letak
ataupun kelainan pertumbuhan plasenta dan pertumbuhan janin sehingga
melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR). Hal ini dapat mempengaruhi suplai
gizi dari ibu ke janin dan semakin tinggi paritas maka resiko nuntuk melahirkan
BBLR semakin tinggi.10

3. Kehamilan ganda10
Berat badan janin pada kehamilan kembar lebih ringan daripada janin pada
kehamilan tunggal pada umur kehamilan yang sama. Sampai kehamilan 30
minggu kenaikan berat badan janin kembar sama dengan janin kehamilan tunggal.
Setelah itu, kenaikan berat badan lebih kecil karena regangan yang berlebihan
sehingga menyebabkan peredaran darah plasenta mengurang. Berat badan satu
janin pada kehamilan kembar rata-rata 1000 gram lebih ringan daripada
kehamilan tunggal.
Berat badan kedua janin pada kehamilan kembar tidak sama, dapat
berbeda antara 50-1000 gram, karena pembagian darah pada plasenta untuk kedua
janin tidak sama. Pada kehamilan ganda distensi uterus berlebihan, sehingga
melewati batas toleransi dan sering terjadi partus prematurus. Kebutuhan ibu akan
zat-zat makanan pada kehamilan ganda bertambah, yang akan menyebabkan
anemia dan penyakit defisiensi lain, sehingga sering lahir bayi yang kecil.

4. Ketuban Pecah Dini


Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
19
persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu
disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur. Selaput ketuban pecah
terjadinya karena ketidakseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular
matriks, perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen. Salah satu
komplikasi dari ketuban pecah dini adalah meningkatkan resiko persalinan
prematur dan melahirkan bayi dengan berat lahir rendah. Biasanya setelah ketuban
pecah disusul persalinan, pada kehamilan antara 28-34 minggu. 50 % persalinan
terjadi dalam 24 jam. Ketuban pecah dini juga menyebabkan oligohidromnion
yang akan menekan tali pusat sehingga terjadi asfiksia dan hipoksia pada janin
dan membuat nutrisi ke janin berkurang serta pertumbuhannya terganggu.10

5. Perdarahan antepartum
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan pervaginam yang terjadi
pada kehamilan di atas 28 minggu atau lebih. Karena perdarahan antepartum
terjadi pada usia kehamilan lebih dari 28 minggu maka sering disebut atau
digolongkan perdarahan pada trimester tiga. Komplikasi dari perdarahan
antepartum tersebut dalah kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak
terhidarkan sebagian karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa
dilakukan dalam kehamilan yang belum aterm.10

3.1.6 Gambaran Klinis9

Gambaran klinis dari bayi BBLR tergantung dari tuanya usia kehamilan.
Makin muda usia kehamilan makin jelas tanda-tanda imaturitas. Karakteristik
untuk bayi BBLR adalah berat lahir sama atau kurang dari 2500 gram, panjang
badan kurang atau sama dengan 45 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar
kepala kurang dari 33cm.
Kepala relatif lebih besar dari badannya, kulit tipis, transparan, lanugonya
banyak, lemak subkutan kurang, sering tampak peristaltik usus. Tangisnya lemah
dan jarang, pernafasan tidak teratur dan sering terjadi apnea. Bila hal ini sering
terjadi dan tiap serangan lebih dari 20 detik maka kemungkinan timbulnya
kerusakan otak yang permanen lebih besar. Otot-otot masih hipotonik, sehingga
sikap selalu dalam keadaan kedua paha abduksi, sendi lutut dan pergelangan kaki
dalam keadaan fleksi atau lurus dan kepala mengarah ke satu sisi.
Refleks tonik-leher dan refleks Moro positif. Gerakan otot jarang akan
tetapi lebih baik dari bayi cukup bulan. Daya isap lemah terutama dalam hari-hari
pertama. Bayi yang lapar akan menangis, gelisah dan menggerak-gerakkan
20
tangannya. Bila tanda-tanda lapar itu tidak muncul dalam 96 jam, maka harus
curiga akan terjadinya perdarahan intraventikuler atau infeksi. Edema biasanya
sudah terlihat segera sesudah lahir dan makin bertambah jelas dalam 24-28 jam
berikutnya. Kulit mengkilat, licin, pitting edema dan edema ini dapat berpindah
dengan perubahan posisi. Edema ini sering berhubungan dengan perdarahan
antepartum, toksemia gravidarum dan diabetes mellitus. Frekuensi nadi berkisar
antara 100-140 kali permenit. Pada hari pertama frekuensi pernafasan 40-50 kali
permenit. Pada hari-hari berikutnya 35-45 kali permenit.

- Gambaran klinis umum BBLR yaitu:


1. Berat badan kurang dari 2.500 gram.
2. Panjang badan kurang dari 45 cm.
3. Lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm.
4. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.

- Gambaran klinis bayi prematur yaitu:


1. Kulit tipis dan mengkilap.
2. Tulang rawan telinga sangat lunak.
3. Lanugo banyak dijumpai terutama pada punggung.
4. Jaringan payudara belum terlihat, puting berupa titik.
5. Pada bayi perempuan labia mayora belum menutupi labia minora.
6. Pada bayi laki-laki skrotum belum banyak lipatan, testis terkadang belum
turun.
7. Rajah telapak kaki kurang dari 1/3 bagian atau belum terbentuk.
8. Terkadang disertai dengan pernapasan tidak teratur.
9. Aktifitas dan tangisannya lemah.
10. Menghisap dan menelan tidak efektif/lemah.

- Gambaran klinis bayi kecil masa kehamilan (KMK) yaitu:5


1. Umur janin dapat cukup, dapat kurang atau lebih bulan tetapi beratnya
kurang dari 2.500 gram.
2. Gerakannya cukup aktif, tangisan cukup kuat.
3. Kulit keriput, lemak bawah kulit tipis.

21
4. Bila kurang bulan, jaringan payudara kecil, puting kecil. Namun bila
cukup bulan payudara dan puting sesuai masa kehamilan.
5. Bayi perempuan bila cukup bulan labia mayora menutupi labia minora.
6. Bayi laki-laki testis mungkin telah turun.
7. Rajah telapak kaki lebih dari 1/3 bagian.
8. Mengisap cukup kuat.

3.1.7 Diagnosis5

Diagnosis BBLR dapat ditegakkan dengan melakukan penimbangan


segera setelah bdannya dikeringkan dari air ketuban atau paling lambat satu hari
setelah lahir.
A. Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamnesis adalah untuk
mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR,
antara lain:
- umur ibu
- riwayat hari pertama haid terakhir
- riwayat persalinan sebelumnya
- paritas, jarak kelahiran sebelumnya
- kenaikan berat badan selama hamil
- aktivitas
- penyakit yang diderita selama hamil
- obat-obatan yang diminum selama hamil

B. Pemeriksaan Fisik
Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara lain:
- Berat badan < 2500 gram
Bayi dapat didiagnosis BBLR jika beratnya kurang dari 2500 g. Jika
penimbangan tidak memungkinkan, dilakukan pengukuran lingkar lengan
atas atau lingkar dada. Pengukuran lingkar lengan atas dilakukan pada
pertengahan lengan atas menggunakan pita ukur. Jika lingkar lengan atas
<9,5 cm maka bayi dapat didiagnosis BBLR. Pengukuran lingkar dada
dilakukan dengan menggunakan pita pengukur lingkar dada yang ditandai
dengan angka dalam satuan sentimeter (cm), dengan ketelitian 0,1 cm dan
terdapat warna penanda yang terdiri dari warna merah, kuning dan hijau.

22
Disepanjang pita ditengahnya terdapat garis mendatar disertai ukuran
dikiri dan kanannya. Batas ambang pita:
 Warna merah: < 27,0 cm
 Warna kuning: 27,0 – 29,4 cm
 Warna hijau : > 29,5 cm
Arti warna pada pita adalah: warna merah setara dengan < 2000 gra,,
warna kuning artinya berat bayi setara dengan 2000 – 2499 gram, warna
hijau artinya berat bayi setara dengan 2500 gram. Hasil pengukuran
lingkar dada dengan warna merah dan kuning mengindikasikan bahwa
bayi menderita BBLR.8
- Tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan)
- Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa
kehamilan)
Pada pemeriksaan fisik, bayi tampak lebih kecil dari bayi-bayi yang lahir
normal, pergerakan kurang dan masih lemah, kepala lebih besar daripada badan.
Pada kulit dan kelamin dijumpai kulit tipis dan transparan sehingga pembuluh-
pembuluh darahnya mudah dilihat dan lanugonya banyak, rambut halus dan tipis,
genitalia belum sempurna. Pada sistem saraf dijumpai refleks moro dan refleks
menghisap, menelan dan batuk belum sempurna. Pada sistem muskuloskeletal,
axifikasi tengkorak sedikit, ubun-ubun dan sutura lebar, tulang-tulang rawan
elastis kurang, otot-otot hipotonik, tungkai abduksi, sendi lutu dan kaki fleksi,
kepala menghadap pada satu sisi. Pernafasan pada bayi BBLR frekuensinya
bervariasi karena belum teratur dan sering apneu.5

C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
 Pemeriksaan skor Ballard
 Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan
 Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas
diperiksa kadar elektrolit dan analisa gas darah.
 Foto rontgen dada diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur
kehamilan kurang bulan dan mengalami sindrom gangguan napas.

 USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan <35


minggu, dimulai pada umur 2 hari dan dilanjutkan sesuai hasil
yang didapat.5

23
Penilaian Umur bayi menurut Ballard
Skor Ballard merupakan suatu versi pendek sistem Dubowitz. Pada
prosedur ini penggunaan kriteria neurologis tidak tergantung pada keadaan bayi
yang tenang dan beristirahat, sehingga lebih dapat diandalkan selama beberapa
jam pertama kehidupan. Penilaian menurut Ballard adalah dengan
menggabungkan hasil penilaian maturitas neuromuskuler dan maturitas fisik.
Kriteria pemeriksaan maturitas fisik digabungkan, kemudian dengan
menggunakan tabel nilai kematangan dicari usia kehamilannya.

Gambar 1: Maturitas Neuromuskular (Skor Ballard)

24
Gambar 2 : Maturitas Fisik (Skor Ballard)
Setelah didapatkan jumlah skor dari pemeriksan neuromuskuler dan
maturasi fisik, maka kedua skor itu dijumlahkan. Hasil penjumlahan tersebut
dicocokkan dengan tabel nilai kematangan (disamping kanan), sehingga
didapatkan usia kehamilan dalam minggu. Kemudian dengan menggunakan grafik
dari Battaglia f dan Lubchenco (Gambar 3) dicari titik-titik perpotongan antara
umur kehamilan yang didapatkan dengan berat badan lahir bayi, sehingga
didapatkan interpretasi apakah bayi tersebut Besat Masa Kehamilan (BMK),
Sesuai Masa Kehamilan (SMK), atau Kecil Masa Kehamilan (KMK).

25
Gambar 3 : Grafik dari Battaglia F dan Lubchenco L
Cara menilai aktivitas neuromuskukar
 Posture : dinilai bila bayi dalam posisi telentang dan tenang
 Square window : tangan bayi difleksikan diantara ibu jari dan telunjuk
pemeriksa lalu diukur sudut antara hypothenar emirence dan forearm.
 Arm recoil : lakukan fleksi lengan bawah selama 5 detik, kemudian lengan
tersebut diekstensikan dan dilepas. Nilailah derajat kembalinya keposisi
fleksi.
 Popliteal angle : bayi tidur terlentang, paha dipegang sedemikian rupa
sehingga terdapat posisi lutut-datar (knee-chest position). Setelah itu
dilakukan ekstensi tungkai bawah, ukurlah sudut dibawah lutut tersebut.
 Scarf sign : posisi terlentang, peganglah salah satu lengan bayi dan
usahakan tangan tersebut mencapai leher posterior dari bahu sisi lainnya.
Angkat dan geserlah siku bayi diatas dadanya dan lihat sampai dimana
siku tersebut dapat digeser. Makin muda bayi makin mudah menggeser
sikunya melewati garis tengah kesisi lain.

26
 Heal to hear : posisi terlentang, gerakkan kai bayi ke telinga dari sisi yang
sama. Perhatikan jarah yang tidak mencapai telinga dan ekstensi lutut.

3.1.8 Penatalaksanaan

Bayi dengan BBLR memiliki imunitas yang belum berkembang sempurna


sehingga sangat mudah terserang penyakit. Selain itu lapisan lemak subkutannya
sangat tipis sehingga mudah terserang hipotermi bahkan saat suhu udara tidak
terlalu rendah. Karena sifatnya yang sangat rentan tersebut maka penatalaksanaan
bayi dengan BBLR harus dilakukan dengan hati-hati.5
Bayi dibersihkan dengan menggunakan kain lembut yang bersih dan
kering segera setelah BBLR dilahirkan. Agar tidak terjadi hipotermi, bayi tidak
boleh dimandikan tiga sampai tujuh hari atau paling tidak hingga bayi
menunjukkan kondisi yang lebih kuat. Bayi cukup dibersihkan dengan kain bersih
dan diolesi minyak telon agar tubuhnya hangat. Bayi hendaknya diletakkan di
ruangan yang memiliki penghangat atau bila tidak memungkinkan, suhu badan
bayi dapat dijaga dengan meletakkan botol-botol berisi air hangat yang ditutup
rapat dan dibungkus dengan kain disekitar tubuh bayi.5
Karena BBLR lebih mudah terserang infeksi dibandingkan bayi normal,
maka pemotongan dan perawatan tali pusat harus dilakukan dengan sangat hati-
hati dan steril. Bayi harus diberikan ASI sesering mungkin untuk meningkatkan
berat badan bayi dengan cepat, tapi tetap tidak boleh berlebihan. Pemberian ASI
bisa dilakukan setiap 2-3 kali pada pagi, siang, sore dan malam hari. Bayi dengan
BBLR yang lahir prematur harus dirawat dalam inkubator. Jika bayi dengan
BBLR mengalami komplikasi maka harus diberikan perawatan tambahan untuk
mengatasi komplikasi yang terjadi.9
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada BBLR antara lain:
a. Medikamentosa
Pemberian vitamin K1 dengan cara injeksi IM 1 mg atau 2 mg 3 kali
pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari dan umur 4-6 minggu).

27
b. Pemberian, Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini adalah
menentukan pilihan asupan nutrisi, cara pemberian dan jadwal pemberian yang
sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR. Asupan nutrisi misalnya air susu ibu (ASI)
merupakan pilihan pertama jika bayi mampu menghisap. ASI merupakan
makanan paling utama sehingga ASI didahulukan untuk diberikan. ASI juga dapat
dikeluarkan dan diberikan pada bayi yang tidak bisa untuk menghisap. Bila faktor
menghisapnya kurang, ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok dengan
perlahan atau dengan memasang sonde ke lambung.8
Pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan
khususnya untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam
usus. Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat untuk menghisap dan sianosis
ketika minum dapat melalui botol atau menetek pada ibunya dengan melalui
nasogastrik tube (NGT). Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan
kebutuhan dan berat badan bayi BBLR. Pemberian makanan interval tiap jam
dilakukan pada bayi dengan berat badan yang lebih rendah. Alat pencernaan bayi
belum sempurna, lambung kecil, enzim pencernaan belum matang.8
ASI merupakan pilihan utama
1. Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup
dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan
bayi menghisap paling kurang sehari sekali.
2. Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik
20g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu
3. Indikasi nutrisi parenteral yaitu status kardiovaskular dan respirasi yang
tidak stabil, fungsi usus belum berfungsi/terdapat anomali mayor saluran
cerna, necrotizing enterocolitis (NEC), IUGR berat dan berat lahir < 1000
gram.
4. Pada bayi sakit, pemberian minum tidak pelu dengan segera ditingkatkan,
selama tidak ditemukan tanda dehidrasi dan kadar natrium serta glukosa
normal.

28
Berikut panduan pemberian minum berdasarkan BB:
- Berat lahir < 1000 gram
 Minum melalui pipa lambung
 Pemberian minum awal : < 10ml/kg/hari
 ASI perah/ term formula/ half-stregth preterm formula
 Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan toleransi yang baik:
tambahan 0,5-1 ml, interval 1 jam, setiap > 24 jam.
 Setelah 2 minggu: ASI perah + HMF (human milk fortifier)/ full-stregth
preterm formula sampai berat badan mencapai 2000 g.
- Berat lahir 1000-1500 gram
 Pemberian minum melalui pipa lambung (gavage feeding)
 Pemberian minum awal : < 10 ml/kg/hari
 Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan toleransi yang baik:
tambahan 1-2 ml, interval 2 jam, setiap > 24 jam.
 Setelah 2 minggu: ASI perah + HMF (human milk fortifier)/ full-stregth
preterm formula sampai berat badan mencapai 2000 g.
- Berat lahir 1500-2000 gram
 Pemberian minum melalui pipa lambung (gavage feeding)
 Pemberian minum awal : < 10 ml/kg/hari
 Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan toleransi yang baik:
tambahan 2-4 ml, interval 3 jam, setiap >12-24 jam.
 Setelah 2 minggu: ASI perah + HMF (human milk fortifier)/ full-
stregth preterm formula sampai berat badan mencapai 2000 g.
- Berat lahir 2000-2500 gram
 Apabila mampu sebaiknya diberikan minum per oral
 ASI perah/term formula

29
- Bayi sakit
Apabila bayi memerlukan cairan intravena, berikan cairan intravena
hanya selama 24 jam pertama. Mulai berikan minum per oral pada hari ke-
2 atau segera setelah bayi stabil. Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada
dan bayi menunjukkan tanda-tanda siap untuk menyusu. Apabila masalah
sakitnya menghalangi proses menyusui (contoh: gangguan nafas, kejang),
berikan ASI peras melalui pipa lambung. Berikan ASI dan cairan IV
menurut umur.9
 Pemberian minum awal : < 10ml/kg/hari
 Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan toleransi yang
baik: tambahan 3-5 ml, interval 3 jam, setiap > 8 jam.5

c. Mempertahankan suhu tubuh bayi


Pada bayi BBLR akan cepat mengalami kehilangan panas dan menjadi
hipotermia, karena pengaturan pusat panas badan belum berfungsi dengan baik,
metabolismenya rendah, dan permukaan badan relatif luas. Oleh karena itu, bayi
prematur harus dirawat di dalam inkubator, sehingga panas badannya mendekati
dalam rahim. BBLR dirawat dalam inkubator yang modern dilengkapi dengan alat
pengatur suhu dan kelembabannya agar bayi dapat mempertahankan suhu
tubuhnya yang normal, alat oksigen yang dapat diatur. Pemberian oksigen untuk
mengurangi bahaya hipoksia dan sirkulasi yang tidak memuaskan harus berhati-
hati agar tidak terjadi hiperoksia yang dapat menyebabkan hiperoplasia retrorental
dan fibroplasis paru. bila mungkin pemberian oksigen dilakukan melalui tudung
kepala dengan alat CPAP (continues positif airway preasurre) atau dengan
endotrakeal untuk pemberian konsentrasi oksigen yang aman dan stabil.
Lakukanlah perawatan kulit-ke-kulit di antara kedua payudara ibu atau
beri pakaian di ruangan yang hangat atau dalam humidicrib jika staf telah
berpengalaman dalam menggunakannya. Jika tidak ada penghangat bertenaga
listrik, botol air panas yang dibungkus dengan handuk bermanfaat untuk menjaga
bayi tetap hangat. Pertahankan suhu inti tubuh sekitar 36.5 – 37.50 C dengan kaki
tetap hangat dan berwarna kemerahan.9

30
d. Pengawasan jalan nafas
Jalan nafas merupakan jalan udara melalui hidung, faring, trakhea, alveoli,
bronkhiolus, bronkheolus respiratorius dan duktus alveolus ke alveoli.
terhambatnya jalan nafas dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia, dan kematian.5
e. Tumbuh kembang 5
- Pantau berat bayi secara periodik
- Bayi akan kehilangan berat selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk
bayi dengan berat lahir > 1500 gram dan 15% untuk bayi berat lahir <1500
gram). Berat lahir biasanya tercapai kembali dalam 14 hari kecuali apabila
terjadi komplikasi.
- Bila bayi sudah mendapat ASI secara penuh (pada semua kategori berat
lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari, tingkatkan jumlah ASI dengan 20
ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 180ml/kg/hari. Tingkatkan jumlah ASI
sesuai dengan kenaikan berat badan bayi agar jumlah pemberian ASI tetap
180ml/kg/hari
- Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian
ASI sampai 200ml/kg/hari
- Timbang berat badan setiap hari, ukur panjang badan dan lingkar kepala
setiap minggu.

3.1.9 Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul pada bayi berat badan lahir rendah adalah sebagai
berikut:
1. Hipotermi
2. Hipoglikemi
3. Hiperbilirubinemia
4. Respiratory distress Syndrome (RDS)
5. Intracerebral and intraventricular haemorrhage (IVH)
6. Infeksi bakteri

31
7. Kesulitan minum
8. Necrotizing enterocolitis (NEC)
9. Apnea of Prematurity (AOP)
10. Disabilitas mental dan fisik
11. Disabilitas mental dan fisik
- Keterlambatan perkembangan
- CP (cerebral palsy)
- gangguan pendengaran
- gangguan penglihatan seperti ROP (Retinopathy of
prematurity).5

3.1.10 Prognosis

Prognosis BBLR ini tergantung masa gestasi (makin muda masa


gestasi/makin rendah berat badan, maka makin tinggi angka kematian),
komplikasi dan pendidikan orang tua dalam merawat bayi dengan BBLR.5

32
3.2 Sepsis Neonatorum
3.2.1 Definisi
Sepsis adalah suatu kondisi SIRS yang disertai dengan infeksi.
Sepsis neonatorum merupakan sepsis yang terjadi pada neonatus, sehingga
sepsis neonatorum dapat diartikan sebagai sindroma klinis penyakit
sistemik akibat infeksi yang terjadi dalam 1 bulan pertama kehidupan.
Menurut pendapat lain, sepsis neonatorum adalah infeksi aliran darah yang
bersifat invasif dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan
tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau air kemih.1,3

Berdasarkan International Pediatric Sepsis Consensus Conference


tahun 2005, yang membahas definisi dari sapsis dan disfungsi organ pada
pediatrik, didapatkan hasil sebagai berikut:1
a. SIRS
Paling sedikitnya terdapat 2 dari 4 kriteria dengan salah satunya berupa
kelainan suhu atau jumlah leukosit:
- Suhu tubuh >38.5°C atau <36°C.
- Takikardi, yaitu denyut jantung rata-rata lebih dari 2 SD normal
sesuai umur, tanpa stimulus eksternal, pengobatan lama, atau
stimulus nyeri atau kenaikan persisten yang tidak diketahui
sebabnya selama periode 30 menit sampai dengan 4 jam ATAU
untuk anak < 1 tahun : bradikardi, yaitu denyut jantung rata-rata
dibawah persentil 10 sesuai umur tanpa stimulus vagal, obat β-
bloker, atau penyakit jantung kongenital, atau penurunan persisten
yang tidak diketahui sebabnya selama lebih dari 30 menit.

33
- Frekuensi nafas rata-rata diatas 2 SD normal sesuai umur atau
ventilasi mekanik yang tidak berhubungan dengan penyakit
neuromuskular sebelumnya atau sedang menerima anestesi umum.
- Penurunan atau peningkatan jumlah leukosit sesuai umur (bukan
akibat sekunder karena leukopenia yang diinduksi kemoterapi) atau
> 10% neutrofil imatur.
b. Infeksi
Dicurigai atau terbukti infeksi (dengan hasil kultur positif, sisa
jaringan, atau tes PCR) disebabkan oleh kuman patogen ATAU
sindrom klinik yang berhubungan dengan kemungkinan infeksi yang
sangat tinggi. Bukti infeksi termasuk didapatnya tanda positif pada
pemeriksaan klinis, pencitraan atau tes laboratorium (contoh: sel
leukosit dalam cairan tubuh yang seharusnya steril, perforasi visera,
foto thoraks dengan gambaran pneumonia, rash petekie atau purpura,
atau purpura fulminan).
c. Sepsis
SIRS karena adanya atau akibat infeksi, baik yang dicurigai maupun
yang sudah terbukti.
d. Sepsis berat
Sepsis ditambah salah satu berikut: disfungsi organ kardiovaskuler atau
sindrom distress pernafasan akut atau disfungsi dua atau lebih organ.
e. Syok septik
Sepsis dan disfungsi kardiovaskular.

34
Tabel 1. Tanda-Tanda Vital dan Hasil Laboratorium Sesuai Umur
Denyut jantung, x/menit Jumlah Tekanan
Frekuensi
Leukosit, Darah
Kelompok Napas,
leukosit × Sistolik,
Umur Takikardi Bradikardi x/menit 10 3/mm mmHg

0 hari-1 ming >180 <100 >50 >34 <65


1ming-1bln >180 <100 >40 >19,5 atau <5 <75
1bln-1 th >180 <90 >34 >17,5 atau <5 <100
2-5 th >140 NA >22 >15,5 atau <6 <94
6-12 th >130 NA >18 >13,5 atau <4,5 <105
13- <18 th >110 NA >14 >11 atau <4,5 <117
Sumber: International Pediatric Sepsis Consensus Conference (2005).
Keterangan:
NA: tidak dapat diterapkan

3.2.2 Epidemiologi
Di negara berkembang, sepsis neonatorum merupakan penyebab
utama kematian dan kesakitan meskipun sudah ada kemajuan terbaru
dalam bidang teknologi dan terapi. Insiden sepsis neonatorum bervariasi
dari 1 sampai 4 dalam 1000 kelahiran hidup di negara maju dan 10 sampai
50 dalam 1000 kelahiran hidup di negara berkembang.2 Menurut Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian Kesehatan (2007), penyebab
kematian pada neonatus untuk usia 0-6 hari di Indonesia adalah asfiksia
(37%), prematuritas (34%), dan sepsis (12%). Sedangkan penyebab
kematian neonatus usia 7-28 hari adalah sepsis (20,5%), kelainan
kongenital (19%), pneumonia (17%), respiratory dystress syndrome/ RDS
(14%), dan prematuritas (14%).

3.2.3 Klasifikasi
Berdasarkan awitan, sepsis neonatorum terbagi menjadi:11
a. EOS atau SNAD
Timbul pada usia 48-72 jam setelah lahir (beberapa menyebutkan <7
hari), biasanya mikroorganisme berasal dari ibu atau lingkungan.
b. LOS atau SNAL

35
Timbul pada usia lebih dari 48-72 jam setelah lahir, biasanya didapat
dari mikroorgaisme nosokomial, dikenal dengan istilah healtcare-
associated infection (HAI).

3.2.4 Etiologi
Infeksi pada neonatus disebabkan oleh berbagai macam patogen,
baik dari golongan bakteri maupun golongan nonbakteri seperti virus, dan
jamur. Berdasarkan cara terjadnya infeksi, etiologi sepsis neonatorum
dibedakan menjadi:3,12
1. Transmisi vertikal
Terjadi pada EOS, patogen penyebab infeksi dari ibu yang didapat
sebelum atau selama proses persalinan:
a. Infeksi transplasenta intrauterin: syphilis, rubella, CMV,
toxoplasmosis, parvovirus B19, dan varicella.
b. Intrapartum: HIV, HSV, HBV.
c. Postpartum, kontak dengan ibu yang terinfeksi: TB atau HIV
d. Bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi: GBS, E. colli.
e. Virus yang paling sering menyebabkan infeksi: CMV, HSV,
enterovirus, dan HIV.
2. Transmisi horizontal
Terjadi pada LOS, didapat pada saat dirawat di rumah sakit atau dari
lingkungan. Healthcare associated infections berperan dalam
morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir yang dirawat di rumah
sakit. Penyebab tersering pada HAI adalah Staphylococcus koagulase
negatif (CoNS) terutama Staphylococcus epidermidis, diikuti dengan
gram negatif (Pseudomonas, Klebsiella, dan Proteus), S. aureus, GBS
dan jamur. Dari golongan virus ada RSV, varicella, influenza,
rotavirus, dan enterovirus.

3.2.5 Faktor Risiko


Faktor risiko dari sepsis neonatorum adalah:12

36
1. Prematuritas dan BBLR (bayi berat lahir rendah).
2. Ketuban pecah (rupture of membrane) ≥ 18 jam.

3. Ibu demam pada masa peripartum atau infeksi maternal peripartum,


misalnya: chorioamnionitis, urinary tract infections (UTI) terutama
GBS bakteriuria, kolonisasi GBS pada retrovaginal, kolonisasi E. colli
pada perineal.
4. Riwayat melahirkan bayi dengan penyakit GBS.
5. Fetal dan Intrapartum distress, misalnya: intrapartum fetal
tachycardia, air ketuban bercampu mekonium, trauma lahir, prosedur
intubasi dan resusitasi.
6. Multiple gestation atau kehamilan kembar.
7. Prosedur invasif, misalnya: fetal scalp electrodes, kateterisasi
intravaskular (Percutaneous inserted central catheter (PICC) dan
kateter umbilical), intubasi endotracheal, nutrisi parenteral total.
8. Faktor metabolik, misalnya hipoksia, asidosis, galaktosemia, immune
defect.

9. Faktor lainnya, seperti laki-laki terpapar 4 kali lebih sering dari pada
perempuan, bottle-feeding, dll.

3.2.6 Patogenesis
Selama didalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi
karena terlindungi oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput
amnion, khorion, dan beberapa faktor antiinfeksi pada cairan amnion.
Walaupun demikian kemungkinan kontaminasi kuman dapat timbul
melalui berbagai cara antara lain:3
1. Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai
janin melalui aliran darah menembus barier plasenta dan masuk
sirkulasi janin. Keadaan ini ditemukan pada infeksi TORCH,
Triponema pallidum atau Listeria dll.
2. Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor aseptik/antiseptik
misalnya saat pengambilan contoh darah janin, bahan vili khorion atau

37
amniosintesis. Paparan kuman pada cairan amnion saat prosedur
dilakukan akan menimbulkan amnionitis dan pada akhirya terjadi
kontaminasi kuman pada janin.
3. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan
lebih berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina
masuk kedalam rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman
melalui saluran pernapasan ataupun saluran cerna. Kejadian
kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan meningkat
apabila ketuban pecah lebih dari 18-24 jam.13

38
Setelah lahir kontaminasi kuman terjadi dari lingkungan bayi baik
karena infeksi silang ataupun karena alat-alat yang digunakan bayi, bayi
yang mendapat prosedur invasif seperti kateterisasi umbilikus, bayi dalam
ventilator, kurang memperhatikan tindakan aseptik/antiseptis, rawat inap
yang terlalu lama dan hunian terlalu padat, dll.
Bayi yang terpapar sejak dalam kandungan dikelompokan dalam
kelompok pasien sepsis dengan awitan dini, sedangkan bayi yang terpapar
setelah lahir dikelompokan kedalam pasien sepsis awitan lambat. Bila
paparan kuman pada kedua kelompok berlanjut dan memasuki aliran darah
maka akan terjadi respon tubuh yang berperan untuk mengeluarkan kuman
dari tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula
bermacam gejala klinis pada pasien. Tergantung dari perjalanan penyait,
gambaran klinis yang terlihat akan berbeda, karenanya penatalaksaan
penderita selain pemberian antibiotik, harus memperhatikan pula
gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakit.
Sepsis biasanya akan dimulai dengan adanya respon sistemik tubuh
dengan gambaran proses inflamasi, koagulopati, gangguan fibrinolisis
yang selanjutnya menimbulkan gangguan sirkulasi dan perfusi yang
berakhir dengan gangguan fungsi organ.
Patogenesis dan perjalanan penyakit penderita sepsis berupa adanya
gambaran klinis infeksi degan respon sistemik (SIRS) yang pada stadium
lanjut menimbulkan perubahan fungsi berbagai organ tubuh yang disebut
MODS. Pada bayi baru lahir (BBL) terdapat berbagai tingkat defisiensi
pertahanan tubuh, sehingga respon sistemik pada janin dan BBL akan
berlainan dengan pasien dewasa. Pada infeksi awitan dini respons sistemik
pada BBL mungkin terjadi saat bayi masih didalam kandungan yang
dikenal dengan FIRS, yaitu infeksi janin atau BBL terjadi karena
penjalaran infeksi kavum vagina, ascending infection atau infeksi yang
menjalar secara hematogen dari ibu yang menderita infeki. Dengan
demikian pada BBL dengan infeksi awitan dini, perjalanan penyakit
bermula dengan FIRS, sepsis, sepsis berat, syok septik, disfungsi

39
multiorgan dan akhirnya kematian). Sedangkan pada infeksi awitan
lambat, perjalanan penyakit berawal dari SIRS, sepsis, sepsis berat, syok
septik, disfungsi multiorgan dan akhirnya kematian.

3.2.7 Manifestasi Klinis


Diagnosis awal sepsis neonatorum sangat diperlukan untuk memulai
terapi, untuk itu, kita dapat menggunakan gambaran klinis penyakit
sebelum hasil kultur diperoleh. Tanda dan gejala klinis yang mengarah
pada diagnosa sepsis neonatorum antara lain:12
1. Temperatur yang tidak stabil. Pada bayi prematur yang mengalami
sepsis bakterial, gejala hipotermi lebih sering muncul daripada demam.
Hipertermi lebih sering terjadi pada bayi cukup bulan dan pada infeksi
virus (misalnya, herpes).
2. Perubahan kebiasaan seperti letargi, iritabilitas, atau perubahan tonus.
3. Tanda pada kulit seperti kurangnya perfusi peripheral, sianosis,
mottling, pallor, petechiae, rashes, sclerema, jaundice.
4. Masalah gastrointestinal seperti feeding intolerance, vomiting, diare,
distensi abdomen dengan atau tanpa adanya bowel loops.
5. Gejala gangguan cardiopulmonary. Tachypnea, distress pernapasan
(grunting, flaring, dan retraksi), apnea dalam 24 jam pertama setelah
lahir atau onset baru (biasanya setelah usia 1 minggu), tachycardia,
dan hipotensi.

6. Perubahan metabolik berupa hipoglikemi, hiperglikemi, atau asidosis


metabolik.
7. Infeksi fokal seperti selulitis, impegtigo, abses jaringan lunak,
omphalitis, conjunctivitis, otitis media, meningitis, atau osteomyelitis.
Infeksi fokal biasanya terjadi sebelum atau bersamaan dengan LOS.

40
3.2.8 Diagnosis Banding
Tanda dan gejala sepsis neonatorum tidak spesifik, sehingga
penyakit noninfeksius harus dipertimbangkan (Tabel 2).4

Tabel 2. Penyakit Sistemik Serius pada Bayi Baru Lahir: Diagnosa


Banding Sepsis Neonatorum
Kardiak
- Kongenital: hypoplastic left heart syndrome, penyakit struktural
lain, persistent pulmonary hypertension of the newborn (PPHN)
- Didapat: miokarditis, hipovolemi atau syok kardiogenik,
PPHN Gastrointestinal
- Necrotizing enterocolitis
- Perforasi gastrointestinal spontan
- Abnormalitas struktural
- Hepaticfailure(kesalahan metabolik bawaan, penyakit
penyimpanan besi neonatal)
Hematologik
- Neonatal purpura fulminans
- Immune-mediated thrombocytopenia
- Immune-mediated neutropenia
- Anemia berat
- Keganansan (leukemia kongenital)
- Histiositosis sel langerhans
- Hereditary clotting disorders
- Familial hemophagocytosis syndrome
Metabolik
- Hipoglikemi
- Kelainan adrenal: perdarahan adrenal, insufisiensi adrenal,
hiperplasia adrenal kongenital
- Klainan metabolisme bawaan: Organic acidurias, asidosis laktat,
kelainan siklus urea, galaktosemia
Neurologik
- Perdarahan intrakranial: spontans, disebabkan oleh child abuse
- Hypoxic-ischemic encephalopathy (HIE)
- Neonatal seizures
- Infant botulism
Respiratori
- Respiratory distress syndrome (RDS)
- Pneumonia aspirasi: cairan ketuban, mekonium, atau cairan
lambung
- Lung hypoplasia
- Tracheoesophageal fistula
- Transient tachypnea pada bayi baru lahir
Sumber: Nelson's Textbook of Pediatric 20th edition

41
3.2.9 Diagnosis
Diagnosis dini sepsis neonatorum penting artinya dalam
penatalaksanaan dan prognosis pasien. Keterlambatan diagnosis berpotensi
mengancam kelangsungan hidup bayi dan memperburuk prognosis pasien.
Diagnosis sepsis neonatorum sulit karena gambaran klinis pasien tidak
spesifik. Tanda dan gejala sepsis neonatorum tidak berbeda dengan gejala
penyakit noninfeksius berat lain pada BBL. Sehingga dalam menentukan
diagnosis sepsis neonatorum diperlukan berbagai informasi berupa faktor
risiko, manifestasi klinis, dan pemeriksaan penunjang.3

Diagnosis sepsis neonatorum ditegakan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sebagai berikut:14
1. Anamnesis
- Riwayat ibu mengalami infeksi intrauterin, demam dengan
kecurigaan infeksi berat atau ketuban pecah dini
- Riwayat persalinan tindakan, penolong persalinan, lingkungan
persalinan yang kurang higienis
- Riwayat lahir asfiksia berat, bayi kurang bulan, berat lahir rendah
- Riwayat air ketuban keruh, purulen atau bercampur mekonium
- Riwayat bayi malas minum, penyakitnya cepat memberat
- Riwayat keadaan bayi lunglai, mengantuk, aktivitas kurang atau
iritabel/rewel, muntah, perut kembung, tidak sadar, kejang
2. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
- Suhu tubuh tidak normal (lebih sering hipotermi)
- Letargi atau lunglai, mengantuk atau aktivitas berkurang
- Malas minum setelah sebelumnya minum dengan baik
- Iritabel atau rewel
- Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis
Gastrointestinal
- Muntah, diare, perut kembung, hepatomegali

42
- Tanda mulai muncul sesudah hari keempat
Kulit
- Perfusi kulit kurang, sianosis, petekie, ruam, sklerema,
ikterik Kardiopulmonal
- Takipnu, distres respirasi (napas cuping hidung, merintih, retraksi),
takikardi, hipotensi

- Iritabilitass, penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun membonjol,


kaku kuduk sesuai dengan meningitis
3. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis secara serial untuk
menilai perubahan akibat infeksi, adanya leukositosis atau
leukopeni, neutropeni, peningkatan rasio neutrofil imatur/total (I/T)
lebih dari 0,2.
- Peningkatan protein fase akut (C-reactive protein), peningkatan
igM.
- Ditemukan kuman pada pemeriksaan kultur dan pengecatan Gram
pada sampel darah, urin dan cairan serebrospinal serta dilakukan uji
kepekaan kuman.
- Analisis gas darah: hipoksia, asidosis metabolik, asidosis laktat.
- Pada pemeriksaan cairan serebrospinal ditemukan peningkatan
jumlah leukosit terutama PMN, jumlah leukosit ≥20/mL (umur
kurang dari 7 hari) atau ≥10/mL (umur lebih dari 7 hari),
peningkatan kadar protein, penurunan kadar glukosa serta
ditemukan kuman pada pengecatan Gram. Gambaran ini sesuai
denga meningitis yang sering terjadi pada sepsis awitan lambat.
- Gangguan metabolik hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis
metabolik.
- Peningkatan kadar bilirubin.
4. Radiologis

43
Foto toraks dilakukan jika ada distres pernapasan. Pada foto toraks
dapat ditemukan:
- Pneumonia kongenital berupa konsolidasi bilateral atau efusi
pleura.
- Pneumonia karena infeksi intrapartum, berupa infiltrasi dan
destruksi jaringan bronkopulmoner, atelektasis segmental atau
lobaris, gambaran retikulogranular difus (seperti penyakit membran
hialin) dan efusi pleura.

- Pada pneumonia karena infeksi pascanatal, gambarannya sesuai


dengan pola kuman setempat.
Jika ditemukan gejala neurologis, dapat dilakukan CT scan kepala,
dapat ditemukan obstruksi aliran cairan serebrospinal, infark atau
abses. Pada ultrasonografi dapat ditemukan ventrikulus. Pemeriksaan
lain sesuai penyakit yang menyertai.

3.2.10 Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan sepsis adalah eliminasi kuman penyebab
dari sepsis tersebut. Karena untuk mengetahui jenis kuman penyebab
dibutuhkan hasil kultur darah yang cenderung memakan waktu lama, maka
pengobatan diawali dengan pemberian antibiotik secara empiris dengan
memperhatikan pola kuman penyebab tersering dan pola resistensi kuman
di kinik/rumah sakit tersebut. Setelah hasil kultur darah didapat, antibiotik
yang sesuai dengan kuman penyebab dan pola resistensinya harus segera
diberikan.3

Pengobatan biasanya dengan memberikan antibiotik kombinasi


dengan tujuan untuk memperluas cakupan mikroorganisme patogen yang
mungkin menginfeksi pasien. Kombinasi antibotik tersebut diupayakan
mempunyai sensitifitas yang baik terhadap Gram Positif ataupun Gram
Negatif. Biasanya antibiotik yang sering digunakan adalah golongan
ampisilin/kloksasilin/vankomisin dan golongan aminoglikosid/
sefalosporin.

44
Lamanya pengobatan tergantung pada jenis kuman penyebab.
Pengobatan antibiotik untuk sepsis yang disebabkan Gram Positif selama
10-14 hari, sedangkan pada Gram Negatif pengobatan diteruskan sampai
2-3 minggu.

Pengobatan tambahan yang dapat diberikan untuk memperbaiki


mortalitas bayi diantaranya:3
1. Pemberian immunoglobulin secara intravena (IVIG)
2. Pemberian fresh froze plasma (FPP)
3. Tindakan transfusi tukar
4. Transfusi granulosit
5. Transfusi pocket red blood cells

3.2.11 Prognosis
Diagnosis dan penatalaksanaan dini dapat memperbaiki keadaan
neonatus dan mencegah timbulnya masalah jangka panjang. Meskipun
demikian, angka kematian bayi karena EOS masih terhitung tinggi
terutama pada bayi dengan VLBW.12
Laporan hasil penelitian Putra (2012)2 tentang insiden dan faktor-faktor
yang mempengaruhi sepsis neonatorum dengan menggunakan design penelitian
retrospektif di RSUP Sanglah Denpasar mulai Januari 2010 sampai Desember
2010, Tingkat kematian dari sepsis neonatal 30,4%. Angka kematian sepsis
neonatus berhubungan dengan berat lahir rendah dan usia kehamilan.

3.2.12 Preventif
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
infeksi neonatal:4,12
1. Strategi maternal
- Imunisasi maternal, untuk mencegah infeksi intrauterin (rubella,
hepatitis B, VZV) dan untuk mencegah janin mendapatkan transfer
pasif dari antibodi maternal protektif (tetanus).

45
- Tatalaksana maternal, ibu yang dicurigai chorioamnionitis diterapi
dengan antibiotik selama proses bersalin, infeksi vertikal GBS dan
onset awal penyakit GBS dikurangi dengan pemberian selective
intrapartum chemoprophylaxix, infeksi Chlamydia pada neonatus
dicegah dengan mengobati ibu yang terinfeksi, penularan HIV dari
ibu dikurangi dengan terapi ARV selama hamil dan melahirkan,
cesarean section (SC) sebelum ketuban pecah, dan pemberian ARV
pada bayi baru lahir.
2. Profilaksis antifungal
Pemberian flukonazole pada 6 minggu pertama kehidupan mengurangi
kolonisasi dan infeksi jamur pada ELBW (berat badan <1000 g) dan
VLBW yang dirawat di NICU.
3. Pencegahan terjadinya HAI dan sepsis nosokomial pada bayi prematur
di NICU
- Pemeberian suplementasi lactoferrin dan probiotic untuk mencegah
HAI. Suplementasi BLF (Bovine Lactoferrine) dengan atau tanpa
probiotic dapat menurunkan LOS.
- Salah satu penyebab sepsis nosokomial adalah central line-
associated bloodstream infection (CLABSIs). Upaya primer untuk
mencegah terjadinya CLABSIs adalah dengan meminimalisasi
penggunaan central lines, novel technologies seperti menggunakan
kateter yang sudah ada antiseptik atau antimikroba merupakan
faktor yang berperan penting dalam mencegah CLABSIs
disamping cara perawatan yang baik selama pemasangan dan
pemakaian PICC.

- Hand hygiene atau menjaga kebersihan tangan merupakan suatu


upaya yang sangat penting untuk mencegah transmisi yang
mengkontaminasi di NICU
- Promosi breast-feeding, pemberian ASI yang banyak mengandung
substansi yang bertanggung jawab untuk imunitas bawaan dan
imunitas humoral terhadap patogenesis

46
BAB IV
ANALISIS KASUS

Bayi perempuan lahir dari ibu G3P1A1 hamil 32 minggu dengan sectio
caesaria a.i perdarahan antepartum ec plasenta previa totalis. Bayi lahir kurang
bulan, ketika lahir bayi menangis merintih, dengan berat lahir 1600 gr, panjang
badan lahir 42 cm,APGAR score 7/8, riwayat ibu demam (+), riwayat KPD (-),
riwayat ketuban warna hijau (-),kental (-), berbau (-), bayi langsung masuk ke
NICU.
Berdasarkan kasus di atas, BB lahir pasien adalah 1600 gram. Berat badan
pasien tersebut termasuk dalam kriteria Bayi berat lahir rendah (BBLR). BBLR
adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang masa gestasi.
Menurut data yang didapatkan selama alloanamnesis, ibu pasien
menyampaikan bahwa usia kehamilan ibu pasien adalah kurang bulan yaitu
sekitar 32 minggu. Berdasarkan data yang disampaikan tersebut, usia kehamilan
cukup bulan adalah > 37 minggu ( sekitar 37 – 42 minggu). masa kehamilannya.
Hubungan antara berat badan pasien dan masa kehamilan ini dapat dilihat melalui

47
Kurva Lubchenco.
Dari data diatas, hubungan usia kehamilan dan berat badan lahir dengan persentil
50% menandakan bayi neonatus kurang bulan, sesuai masa kehamilan.
Masalah yang terjadi pada bayi dengan berat lahir rendah (BBLR)
terutama yang prematur terjadi karena ketidakmatangan sistem organ pada bayi
tersebut. Masalah pada BBLR yang sering terjadi adalah gangguan pada sistem
pernapasan, susunan syaraf pusat, kardiovaskuler, gastrointestinal, hematologi,
penglihatan, perkemihan.10
Bayi dengan BBLR umumnya mengalami kesulitan untuk bernapas segera
setelah lahir disebabkan oleh jumlah alveoli yang berfungsi masih sedikit,
kekurangan surfaktan (zat di dalam paru yang melapisi bagian dalam alveoli,
sehingga alveoli tidak kolaps pada saat respirasi), lumen sistem pernapasan yang
kecil, kolaps atau obstruksi jalan napas, insufisiensi kalsifikasi dari tulang thoraks.
Hal-hal inilah yang menganggu usaha bayi untuk bernapas dan sering
mengakibatkan gawat napas (distres pernapasan). Gangguan napas yang sering
terjadi adalah Sindrom Gangguang Napas (SGN) dikenal juga sebagai penyakit
Membran Hialin dan Asfiksia. Membran Hialin dapat mengenai bayi dismatur
yang preterm, terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu.11
Bayi BBLR akan cepat mengalami kehilangan panas badan atau suhu tubuh
dan dapat menjadi hipotermia atau hipertermia. Hal ini disebabkan oleh pusat
pengaturan suhu tubuh belum berfungsi dengan baik atau sistem metabolisme
yang rendah. Hipotermia adalah penurunan suhu di bawah 36,5̊C sedangkan
hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh > 37,50C. Suhu tubuh normal terjadi
jika ada keseimbangan antara produksi panas dan hilangnya panas. Suhu tubuh
dijaga pada suhu 36,5 – 37,5̊C.13
Diperlukannya penanganan yang tepat untuk mencegah terjadinya
hipotermia atau hipertermia serta menjaga suhu tubuh tetap berada dalam keadaan
normal, yaitu dengan cara proteksi termal/warm chain. Jika sudah terjadi
perubahan suhu badan bayi, dilakukan penangan yang lebih khusus yakni dengan
cara penggunaan inkubator, radiant warmer atau dengan cara metode kangguru.

48
Pasien lahir dari ibu dengan riwayat demam, maka diagnosis awal yang
dapat ditegakkan adalah pasien dikategorikan tersangka infeksi. Tersangka infeksi
adalah bila bayi baru lahir mempunyai faktor resiko / predisposisi untuk infeksi
adalah:15
• Suhu ibu >38oC
• Leukosit ibu >15.000/mm3
• Air ketuban keruh dan bau busuk
• Ketuban pecah >12 jam
• Partus kasep
Pasien dipantau di NICU, didapatkan pasien demam dengan bayi, tampak
sesak, aktivitas hipoktif, reflex hisap lemah, dan tangis lemah. Dari pemeriksaan
awal bayi diduga menderita sepsis. Gejala klinis sepsis terdiri atas:15
a. Gejala umum: bayi tampak lemah, terdapat gangguan minum yang disertai
penurunan berat badan, keadaan umum memburuk hipotermi/hipertermi
b. Gejala SSP: letargi, iritabilitas, hiporefleks, tremor, kejang,
hipotoni/hipertoni, serangan apnea, gerak bola mata tidak terkoordinasi.
c. Gejala pernapasan: dispnu, takipnu, apnu, dan sianosis
d. Gejala TGI: muntah, diare, meteorismus, hepatomegali
e. Kelainan kulit: purpura, eritema, pustula, sklerema
f. Kelainan sirkulasi: pucat/sianosis, takikardi/aritmia, hipotensi, edema,
dingin.
g. Kelainan hematologi: perdarahan, ikterus, purpura
Dilakukan pemeriksaan penunjang didapatkan lekosit 37.500/mm3, maka
dapat ditegakkan pasien menderita sepsis. Sepsis ditegakkan dengan gejala klinis
+ satu hasil biakan atau laboratorium yang mendukung (leukosit < 5000/mm3 atau
> 34.000/mm3, I/T ratio 0,2 atau lebih, mikro LED>15 mm/jam, CRP > 9mg/dL).
Faktor Risiko untuk Terjadinya Sepsis Neonatal pada pasien ini adalah
Prematuritas dan berat lahir rendah; Ibu demam pada masa peripartum dan
Perawatan di NICU (neonatal intensive care unit) yang terlalu lama.
BBLR lebih rentan untuk terkena infeksi terutama pada BBLR dengan
prematuritas karena kadar imunoglobulin serum yang lebih rendah, ketidak

49
matangan kulit yang melemahkan pertahanan imunitas bayi, belum sempurnanya
fungsi sekretori IgA di mukosa usus yang merupakan lapisan pelindung terhadap
invasi bakteri di usus, dan respon imun adaptif terhadap berbagai patogen masih
belum sempurna.16
Secara normal pertahanan tubuh terhadap agen infeksi selalu melewati
kombinasi penghalang fisik, termasuk kulit, membran mukosa, lapisan mukosa
dan sel epitel bersilia (mekanisme pertahanan non spesifik) serta berbagai
komponen sistem imun (mekanisme pertahanan spesifik). Komponen sistem imun
ini terdiri atas sel-sel T, B dan natural killer, sel fagosit dan protein-protein
komplemen. Selain itu juga akan dihasilkan lima isotipe imunoglobulin (IgG,
IgM, IgA, IgE, IgD) untuk proteksi terhadap agen infeksi.17
IgG ada dalam semua cairan tubuh, dimana janin mulai mendapat
sejumlah IgG ibu yang berarti melalui transplasenta pada sekitar usia kehamilan
12 minggu, dan jumlahnya naik secara mantap sampai pada saat lahir. Antibodi
IgG yang diturunkan ibu cukup berperan sebagai opsonin stabil-panas pada
kebanyakan bakteri gram positif, dan antibodi IgG terhadap virus memberikan
proteksi yang cukup terhadap agen-agen tersebut. Pada bayi prematur yang
cendrung BBLR mendapatkan lebih sedikit IgG ibu pada saat lahir dibandingkan
dengan dengan bayi cukup bulan, sehingga aktivitas opsonik serumnya lebih
rendah untuk semua tipe organisme yang akan meningkatkan risiko BBLR untuk
terkena infeksi.17
IgA merupakan imunoglobulin protektif utama sekresi eksterna yaitu
sekresi saluran gastrointestinal, respirasi, dan urogenital, tetapi juga ada dalam
sirkulasi. IgA bisa diproduksi oleh kelenjer mamae. Kelenjer mamae adalah
bagian dari integral sistim imun mukosa, limfosit yang terlihat di kelenjar mamae
berasal dari BALT atau GALT. Antibodi ASI ini diperlukan untuk melawan agen
infeksius dari lingkungan ibu, dimana mukosa merupakan tempat tersering
masuknya agen infeksius. Di pihak lain masa neonatus adalah masa kritis terhadap
patogen mukosa karena imaturitas mukosa pada masa ini. ASI akan merangsang
pembentukan IgA pada mukosa neonatus, sementara pada bayi yang lahir dengan

50
BBLR sering mengalami masalah pada refleks hisap ASI, sehingga hal tersebut
juga akan meningkatkan risiko terjadinya sepsis pada neonatus.18
Karena pasien menunjukkan klinis sepsis +BBLR, maka pasien diperiksa
cairan serebrospinal. Diagnosis meningitis ditegakkan bila terdapat gejala klinis
sepsis + hasil pemeriksan cairan serebrospinalis : 15
 Tes Pandy : + atau ++
 Jumlah sel :
o umur 0 s/d 48 jam : >100/mm3
o umur 2 s/d 7 hari : >50/mm3
o umur >7 hari : >32/mm3
 Diff. count : PMN meningkat, protein meningkat dan glukosa menurun.

Pemeriksaan cairan LCS pada pasien menunjukkan protein meningkat, tes pandy
+, PMN meningkat menunjukkan pasien menderita meningitis. Diagnosis akhir
ditegakkan adalah NKB-SMK + Sepsis + Meningitis.
Tatalaksana pada pasien mencakup tatalaksana BBLR dan Sepsis +
meningitis. Pada pasien diberi Ampicilllin 80mg/12 jam IV, inj Ceftazidine 80g/8
jam IV, inj Meropenem 65mg/8jam IV, dan ASI 8x10cc via NGT. Karena pasien
lahir merintih dengan refleks hisap lemah, pasien diberi NGT untuk mencegah
terjadinya aspirasi ke paru-paru. Kebutuhan cairan pada bayi disesuaikan perhari.
Pasien juga diberi terapi aminofilin untuk menurunkan kejadian apneu pada
prematur dengan mekanisme melalui eksitasi respiratory neural ouput kemudian
memblokade reseptor adenosin A1 dan A2A yang terletak pada neuron γ-
aminobutyric acidergic. Reseptor adenosin dengan polimorfisme spesifik A1 dan
A2A dikaitkan dengan tingginya risiko apneu pada bayi prematur serta variasi
respon terhadap metilxantin. 19
Pengobatan sepsis dan meningitis biasanya dengan memberikan antibiotik
kombinasi dengan tujuan untuk memperluas cakupan mikroorganisme patogen
yang mungkin menginfeksi pasien. Kombinasi antibotik tersebut diupayakan
mempunyai sensitifitas yang baik terhadap Gram Positif ataupun Gram Negatif.
Biasanya antibiotik yang sering digunakan adalah golongan

51
ampisilin/kloksasilin/vankomisin dan golongan aminoglikosid/ sefalosporin. Pada
pasien ini diberikan inj Ceftazidine 80g/8 jam IV, inj Meropenem 65mg/8jam IV.
Prognosis pasien ini adalah dubia ad bonam. Diagnosis dan
penatalaksanaan dini dapat memperbaiki keadaan neonatus dan mencegah
timbulnya masalah jangka panjang. Meskipun demikian, angka kematian bayi
karena EOS masih terhitung tinggi terutama pada bayi dengan VLBW.12
Laporan hasil penelitian Putra (2012)2 tentang insiden dan faktor-faktor
yang mempengaruhi sepsis neonatorum dengan menggunakan design penelitian
retrospektif di RSUP Sanglah Denpasar mulai Januari 2010 sampai Desember
2010, Tingkat kematian dari sepsis neonatal 30,4%. Angka kematian sepsis
neonatus berhubungan dengan berat lahir rendah dan usia kehamilan.

52
DAFTAR PUSTAKA

1. Goldstein, B., Giroir, B., Randolph, A., & the Members of the International
Consensus Conference on Pediatric Sepsis. (2005). International pediatric sepsis
consensus conference: Definitions for sepsis and organ dysfunction in pediatrics.
Pediatr Crit Care Med, 6 (1), 1-8.
2. Putra, J.P. (2012, Oktober). Insiden dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
sepsis neonatus di RSUP Sanglah Denpasar. Sari Pediatri, 14 (3), 205-210.
3. Aminullah, A. (2014). Sepsis pada bayi baru lahir. Dalam M.S. Kosim, A.
Yunanto, R. Dewi, G.I. Sarosa, & A. Usman (Eds.), Buku ajar neonatologi edisi 1
(pp. 170-187). Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
4. Stoll, B.J. & Shane, A.L. (2015). Infections of the neonatal infant. Dalam
Behrman, R.E. (Ed.), Nelson Textbook of Pediatrics 20th edition (pp. 909-925).
Canada: Elsavier.
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI.
6. Dinas kesehatan Republik Indonesia. 2014. Profil Kesehatan Dasar
Indonesia, 2014. Jakarta: DinkesRI.
7. Pantiawati I., 2010. Bayi dengan BBLR. Yogjakarta:Nuha Medika.
8. Proverawati A., 2010. BBLR. Yogjakarta: Nuha Medika.
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI.
10. Ness A., Blumenfeld, Y., & Sung, J.F. (2010). Preterm labor. Dalam V. Breghella
(Ed.). Preterm birth prevention and management (pp. 198-216). Singapore: Wiley-
Blackwell.
11. Russell, A.B., & Isaacs, R.D. (2012). Infection in the newborn. Dalam J.M.
Rennie (Ed.), Rennie & Robertson’s textbook of neonatology 5th edition (pp.
1013-1052). China: Elsevier.

53
12. Gomella, T.L. (Ed.). (2013). Neonatology: management, procedures, on-call
problems, diseases and drugs 7th edition. New York: McGraw-Hill Education.
13. Anderson-Berry, A. L. (2015). Neonatal sepsis. Diunduh
dari http://www.emedicine.com/ped/topic2630.htm.
14. IDAI. (2009). Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak indonesia.
Jakarta:Pengurus Pusat IDAI.
15. Departemen Kesehatan Anak. (2014). Panduan praktek klinik (PKK) divisi
neonatologi. Palembang: Departemen Kesehatan Anak RSUP Dr. Mohammad
Hoesin.
16. Riskawa HK, Hilmanto D, Chairulfatah A. Perbandingan kadar calprotectin serum
pada bayi kurang bulan antara sepsis neonatorum dan tanpa sepsis neonatorum. J
Indon Med Assoc. 2012;62 (4):127-31.
17. Gotoff SP. Sepsis dan meningitis neonatus. Dalam: Wahab AS, penterjemah.
Nelson ilmu kesehatan anak .Volume 1. Edisi ke-15. Jakarta: EGC. 2000.hlm.653-
5.
18. Akib AAP, Munasir Z, Kurniati N. Buku ajar alergi imunologi anak. Edisi ke-2.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010.
19. Schoen K, Yu T, Stockmann C, Spigarelli MG, Sherwin CM. Use of
methylxanthine therapies for the treatment and prevention of apnea of
prematurity. Paediatr Drugs 2014;16:169-77.

54

Vous aimerez peut-être aussi