Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Johnny mengangakan mulutnya tidak percaya. Ia menunjuk pria cantik didepannya ini ragu.
Memandang dari atas ke bawah dan begitu seterusnya hingga berulang kali.
“K-kau hamil?” cicitnya dengan bibir agak kaku. Sedangkan pria yang berstatus sebagai istrinya sejak
dua tahun lalu itu mendesah keras dan mengangguk.
“Ini sungguhan?”
“Aku sudah mencoba tiga kali, John. Dan hasilnya semua sama. Positif! Kau ingin aku mencoba
testpack yang ke empat langsung didepanmu, huh?” sungut pria cantik bernama Hansol itu kesal. Tapi
setelah itu ia mengusap-usap perutnya dan menormalkan deru nafasnya agar normal kembali.
Johnny terdiam. Ia blank. Bibirnya mengatup rapat.
“Sebentar. Aku butuh udara segar” Johnny berucap agak gemetar lalu berbalik begitu saja
meninggalkan rumahnya dan Hansol.
Sepeninggal Johnny, Hansol langsung terduduk lemas di sofa ‘Masa iya Johnny tidak senang kalau
aku hamil, sih?’
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Johnny sebenarnya agak was-was waktu tangannya membuka pintu rumah. Ia pikir, ia bakal dilempar
gelas atau piring atau apapun itu oleh Hansol, tapi nyatanya ia cuma disuguhi dengan suasana gelap.
Maksudnya, lampu rumahnya mati semua.
Hansol sudah tidur. Pria itu tidur pulas dengan selimut tebal yang menggelung tubuhnya, Johnny
rasanya jadi ingin menangis kalau teringat kejadian tadi. Dia bodoh sekali, eh tapi kalau ia bodoh
kenapa dia bisa jadi dokter?-_-
Ia jadi gamang. Namun akhirnya Johnny lebih pilih tidur disamping istrinya sambil memeluk erat
tubuh itu. Lihat, ia jadi ingin mewek parah.
.
.
.
.
.
.
.
Pagi itu, jam delapan. Johnny bangun akibat sinar matahari yang mengintip dari balik gorden. Hansol
sudah menghilang dan Johnny jadi panik sendiri.
“Hansol? Hansol, kau dimana?”
Johnny melewati dapur. Sudah ada segelas jus jeruk dan roti panggang untuknya, tapi Hansol tidak
ada. Ia setengah berlari ke bagian samping rumah. Rupanya, Hansol sedang menjemur pakaian disana.
“Hfft, kukira kau kabur dari rumah” sahutnya kalem sambil mengelus dada. Paniknya langsung
hilang. Ia mendekati Hansol dan membantu istrinya jemur-jemur pakaian.
“Heh? Kau ngelindur ya?” Hansol terkekeh pelan. Seperti tidak ingat kalau semalam ia sakit hati
karena suami bodohnya ini.
“Kau marah?”
Hansol mendengus lalu menutup kepala Johnny dengan selimut yang seharusnya ia jemur tadi, ia
memiting kepala suaminya di ketiak sampai Johnny berteriak heboh.
“Aduh, ampun. Sakit. Hansol, lepaskan aku! Aku tahu aku memang menyebalkan, tapi begini-begini
aku suamimu. Kalau aku mati-“
“Apa? Apa? Kau mau bilang apa?” tanya Hansol bersungut-sungut. Tapi lama-kelamaan tangannya ia
lepas dari kepala Johnny dan membiarkan pria itu melempar selimut setengah basah tadi ke
sembarang arah.
“Aku minta maaf, oke?” Johnny menangkup ringan pipi Hansol “Bukannya aku tidak senang kalau
kau hamil-“
“Tapi kau-“
Johnny mengapit bibir mungil Hansol menggunakan jarinya “Jangan salah paham. Apalagi sampai
berpikir yang tidak tidak” ucapnya lembut. Hansol mengangguk kecil.
“Aku terlalu senang sampai lupa caranya bernapas, sayang” lanjutnya lagi kali ini sambil memutar
bola matanya, lupakan tingkahnya yang sangat ooc semalam.
“Jadi, mari rawat bayi ini dan hidup lebih bahagia mulai dari sekarang”
Johnny melepaskan apitan jarinya dari bibir Hansol dan menggantinya dengan bibirnya sendiri.
Hansol tersenyum lebar di sela-sela ciuman mereka, dan tangannya lebih erat memeluk pundak
Johnny. Sementara Johnny, sudah jangan tanya lagi. Ia menangis parah dari tadi.
Hansol yang lebih dulu menyudahi ciuman mereka dan mengusap air mata yang masih mengalir deras
di pipi Johnny “Sudah berhenti menangis, kau sudah besar John” lanjutnya dengan tawa berderai.
“Kau tidak tahu bagaimana nano-nano nya hatiku, Hansol. Duh, kupikir kau bakal pergi
meninggalkanku”
“Mana mungkin. Aku cuma cinta Johnny Seo” hiburnya sambil menepuk-nepuk punggung Johnny
“Tapi awas saja kalau kau pergi mendadak seperti kemarin!”
“Tidak, aku janji. Kalau aku lari, tendang saja pantatku, sayang”
“Omonganmu selalu saja tentang itu” Hansol memukul kepala Johnny. Johnny terkekeh lebar. “Sudah
mandi sana”
Pria campuran amerika itu mengangguk patuh, sebelum ia melesat ke kamar mandi, Johnny mencium
bibir Hansol lagi, lalu turun ke perut istrinya. “Hmm, semoga laki-laki..”
.
.
.
.
.
.