Vous êtes sur la page 1sur 47

Akhi Jamal Ansharul Hadits

" Jalan Keselamatan Untuk Mencapai Kebahagiaan Hidup Di


Dunia Dan Di Akhirat Hanya dengan Perpedoman Atau
Berpegang Teguh Kepada Kitab Suci Al-Qur'an Dan Al-Hadits
Atau As-Sunnah. Islam Adalah Sunnah Dan Sunnah Adalah
Islam Tidak Akan Tegak Salah Satunya Kecuali Dengan Yang
Lain. Para Malaikat Adalah Penjaga Wahyu Di Langit
Sedangkan Para Ulama Hadits Adalah Penjaga Wahyu Di Bumi
"
Lanjut ke konten

 BERANDA
 #109 (TANPA JUDUL)

 VIDEO KAJIAN

Meraih Iman Yang Sempurna


Tinggalkan Balasan
Meraih Iman yang Sempurna

Label: Akidah, Penyejuk Hati

Permasalahan iman merupakan permasalahan terpenting seorang muslim, sebab iman menentukan
nasib seorang didunia dan akhirat. Bahkan kebaikan dunia dan akhirat bersandar kepada iman yang
benar. Dengan iman seorang akan mendapatkan kehidupan yang baik di dunia dan akhirat dan
keselamatan dari segala keburukan dan adzab Allah. Dengan iman seorang akan mendapatkan
pahala besar yang menjadi sebab masuk ke dalam syurga dan selamat dari neraka. Lebih dari itu
semua, mendapatkan keridhaan Allah yang maha kuasa sehingga Dia tidak akan murka kepadanya
dan dapat merasakan kelezatan melihat wajah Allah di akhirat nanti. Dengan demikian
permasalahan ini seharusnya mendapatkan perhatian lebih dari kita semua.

Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah menuturkan:


Hasil usaha jiwa dan kalbu yang terbaik dan penyebab seorang hamba mendapatkan ketinggian
didunia dan akhirat adalah ilmu dan iman, oleh karena itu Allah subhanahu wa ta’ala menggabung
keduanya dalam firman-Nya yang artinya:

“Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang yang
kafir): “Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari
berbangkit.” (Qs. Ar-Ruum: 30/56)

Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:


“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Qs. Al-Mujaadilah: 58/11)

Mereka inilah inti dan pilihan dari yang ada dan mereka adalah orang yang berhak mendapatkan
martabat tinggi. Namun kebanyakan manusia keliru dalam (memahami) hakikat ilmu dan iman ini,
sehingga setiap kelompok menganggap ilmu dan iman yang dimilikinyalah satu-satunya yang dapat
mengantarkannya kepada kebahagiaan, padahal tidak demikian. Kebanyakan mereka tidak memiliki
iman yang menyelamatkan dan ilmu yang mengangkat (kepada ketinggian derajat), bahkan mereka
telah menutup untuk diri mereka sendiri jalan ilmu dan iman yang diajarkan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan menjadi dakwah beliau kepada umat. Sedangkan yang berada diatas iman dan
ilmu (yang benar) adalah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya setelah beliau
serta orang-orang yang mengikuti mereka diatas manhaj dan petunjuk mereka….” (al-Fawaaid hal.
191)
Demikian bila kita melihat kepada pemahaman kaum muslimin saja tentang iman didapatkan
demikian banyaknya kekeliruan dan penyimpangan. Sebagai contoh banyak dikalangan kaum
muslimin ketika berbuat dosa yang menyatakan: “Yang penting kan hatinya.” Ini semua tentunya
membutuhkan pelurusan dan pencerahan bagaimana sesungguhnya konsep iman yang benar
tersebut.

Makna Iman
Dalam bahasa Arab, ada yang mengartikan kata iman
dengan tashdiq (membenarkan); thuma’ninah(ketentraman); dan iqrar (pengakuan). Makna ketiga
inilah yang paling tepat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
“Telah diketahui bahwa iman adalah iqrar (pengakuan), tidak semata-mata tashdiq (membenarkan).
Dan iqrar(pengakuan) itu mencakup perkataan hati, yaitu tashdiq (membenarkan), dan perbuatan
hati, yaitu inqiyad(ketundukan hati)”.(1)

Dengan demikian, iman adalah iqrar (pengakuan) hati yang mencakup:

1. Keyakinan hati, yaitu membenarkan terhadap berita.


2. Perkataan hati, yaitu ketundukan terhadap perintah.

Yaitu: keyakinan yang disertai dengan kecintaan dan ketundukan kepada terhadap semua yang
dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Adapun secara syar’i (agama), iman yang sempurna mencakup qaul (perkataan) dan amal
(perbuatan). Syaikul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dan di antara prinsip Ahlus sunnah
wal jama’ah adalah ad-din (agama/amalan) dan al-iman adalah perkataan dan perbuatan, perkataan
hati dan lisan, perbuatan hati, lisan dan anggota badan.”(2)

Dalil Bagian-Bagian Iman


Dari perkataan Syaikhul Islam di atas, nampak bahwa iman menurut Ahlus sunnah wal jama’ah
mencakup lima perkara, yaitu perkataan hati, perkataan lisan, perbuatan hati, perbuatan lisan dan
perbuatan anggota badan.

Banyak dalil yang menunjukkan masuknya lima perkara di atas dalam kategori iman, di antaranya
adalah sebagai berikut:

1. Perkataan hati, yaitu pembenaran dan keyakinan hati.


Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang hanya beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa
mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (Qs. Al-Hujurat/49:15)

2. Perkataan lisan, yaitu mengucapkan syahadat La ilaaha illallah dan syahadat Muhammad
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan lisan dan mengakui kandungan syahadatain
tersebut.

Di antara dalil hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

‫ص ُم ْوا مِ نِي ِد َما َءهُ ْم‬


َ ‫ع‬ َ َ‫الزكَاة َ فَإِذَا فَعَلُ ْوا ذَلِك‬
َّ ‫صالَة َ َويُؤْ ت ُ ْوا‬ ُ ‫َّللاُ َوأ َ َّن ُم َح َّمدًا َر‬
ِ َّ ‫س ْو ُل‬
َّ ‫َّللا َويُ ِق ْي ُم ْوا ال‬ َ َّ‫أُمِ ْرتُ أ َ ْن أُقَاتِ َل الن‬
َّ َّ‫اس َحتَّى يَ ْش َهد ُْوا أ َ ْن الَ إِلَهَ إِال‬
ِ‫َّللا‬
َّ ‫على‬ َ َ ‫سابُ ُه ْم‬ َ ْ
َ ِ‫ق ا ِإل ْسال ِم َوح‬ َّ َ َ
ِ ‫َوأ ْم َوال ُه ْم إِال بِ َح‬

“Aku diperintah (oleh Allah) untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada
yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, dan sampai mereka
menegakkan shalat, serta membayar zakat. Jika mereka telah melakukan itu, maka mereka telah
mencegah darah dan harta mereka dariku kecuali dengan hak Islam, dan perhitungan mereka pada
tanggungan Allah.” (HR. al-Bukhâri, no: 25, dari `Abdullâh bin Umar radhiallahu ‘anhu)

Pada hadits lain disebutkan dengan lafazh:

َ َّ‫… أُمِ ْرتُ أ َ ْن أُقَاتِ َل الن‬


َّ َّ‫اس َحتَّى يَقُولُ ْوا الَ إِلَهَ إِال‬
ُ‫َّللا‬

“Aku diperintah (oleh Allah) untuk memerangi manusia sampai mereka mengatakan ‘La ilaaha
illallah’.” (HR. al-Bukhâri, no: 392, dari Anas bin Mâlik rahimahullah)

3. Perbuatan hati, yaitu gerakan dan kehendak hati, seperti ikhlas, tawakal, mencintai Allah
subhanahu wa ta’ala, mencintai apa yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala, rajaa’ (berharap
rahmat/ampunan Allah subhanahu wa ta’ala), takut kepada siksa Allah subhanahu wa ta’ala,
ketundukan hati kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dan lain-lain yang mengikutinya. Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, hati
mereka gemetar, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka
(karenanya) dan kepada Rabbnya mereka bertawakkal.” (Qs. Al-Anfâl/8:2)

Dan dalil-dalil lainnya yang menunjukkan amalan-amalan hati termasuk iman.

4. Perbuatan lisan/lidah, yaitu amalan yang tidak dilakukan kecuali dengan lidah. Seperti
membaca al-Qur’ân, dzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala, doa, istighfâr, dan lainnya. Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya:

“Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Rabb-mu (al-Qur’ân). Tidak ada
(seorang pun) yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya.” (Qs. Al-Kahfi/18:27)

Dan dalil-dalil lainnya yang menunjukkan amalan-amalan lisan termasuk iman.

5. Perbuatan anggota badan. Yaitu amalan yang tidak dilakukan kecuali dengan anggota badan.
Seperti: berdiri shalat, rukuu’, sujud, haji, puasa, jihad, membuang barang mengganggu dari jalan,
dan lain-lain. Allah berfirman yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah, sujudlah, sembahlah Rabbmu dan berbuatlah kebajikan
supaya kamu mendapat kemenangan.” (Qs. al-Hajj/22:77)

Rukun-Rukun Iman
Sesungguhnya iman memiliki bagian-bagian yang harus ada, yang disebut dengan rukun-rukun
(tiang; tonggak) iman. Ahlus sunnah wal jamâ’ah meyakini bahwa rukun iman ada enam. Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata pada permulaan kitab beliau, Aqidah al-Wasithiyah, “Ini
adalah aqidah Firqah an-Nâjiyah al-Manshurah (golongan yang selamat, yang ditolong) sampai hari
kiamat, Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Yaitu: beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, kebangkitan setelah kematian, dan beriman kepada
qadar, yang baik dan yang buruk”.(3)

Dalil rukun iman yang enam ini adalah sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
malaikat Jibrîl, ketika menjelaskan tentang iman:
‫س ِل ِه َو ْاليَ ْو ِم ْاْلخِ ِر َوتُؤْ مِ نَ بِ ْالقَ َد ِر خ‬ ِ َّ ِ‫ي ِْر ِه َوش َِر ِه ََأ َ ْن تُؤْ مِ نَ ب‬
ُ ‫اَّلل َو َمالَئِ َكتِ ِه َو ُكتُبِ ِه َو ُر‬

“Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-


Nya, hari akhir, dan engkau beriman kepada qadar, yang baik dan yang buruk.” (HR. al-
Bukhâri, no.50; Muslim, no. 9)

Rukun iman ini wajib diyakini oleh setiap Mukmin, barangsiapa mengingkari salah satunya, maka dia
kafir! Syaikh Muhammad Khalîl Harrâs rahimahullah berkata:
“Enam perkara ini adalah rukun-rukun iman. Iman seseorang tidak sempurna kecuali jika dia
beriman kepada semuanya dengan bentuk yang benar sebagaimana ditunjukkan oleh al-Kitab dan
Sunnah. Barangsiapa mengingkari sesuatu darinya, atau beriman kepadanya dengan bentuk yang
tidak benar, maka dia telah kafir.”(4)

Iman Bertambah dan Berkurang


Sudah dimaklumi banyak terdapat nash-nash al-Qur`an dan as-Sunnah yang menjelaskan
pertambahan iman dan pengurangannya. Menjelaskan pemilik iman yang bertingkat-tingkat
sebagiannya lebih sempurna imannya dari yang lainnya, ada diantara mereka yang
disebut assaabiq bil khoiraat, al-Muqtashid dan zhalim linafsihi. Ada juga al-Muhsin, al-
Mukmin dan al-Muslim. Semua ini menunjukkan mereka tidak berada dalam satu martabat dan iman
itu bisa bertambah dan berkurang.

Diantara dalil yang menunjukkan pertambahan iman dan pengurangannya adalah:

1. Firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:


“(yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang
mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu,
karena itu takutlah kepada mereka”, Maka Perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka
menjawab: “Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung.” (Qs.
ali-Imran: 3/173)

Para ulama ahlussunnah menjadikan ayat ini sebagai dasar adanya pertambahan dan pengurangan
iman, sebagaimana pernah ditanyakan kepada imam Sufyaan bin ‘Uyainah rahimahullah apakah
iman itu bertambah atau berkurang, beliau rahimahullah menjawab:

“Tidakkah kalian mendengar firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Maka Perkataan itu menambah
keimanan mereka.” (Qs. ali-Imran: 3/173)

Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” (Qs. al-
Kahfi: 19/13) dalam beberapa ayat lainnya”. Ada yang bertanya: “Bagaimana berkurang?” Beliau
menjawab: “Tidak ada sesuatu yang bisa bertambah kecuali ia juga bisa berkurang.”(5)

2. Firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:


“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. dan amal-amal
saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya.” (Qs.
Maryam: 19/76)

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di menjelaskan tafsir ayat ini dengan menyatakan: Terdapat dalil yang
menunjukkan pertambahan iman dan pengurangannya, sebagaimana pendapat para as-Salaf ash-
Shaalih. Hal ini dikuatkan juga dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:
“Dan supaya orang yang beriman bertambah imannya.” (Qs. al-Mudatstsir:74/31) dan firman Allah
subhanahu wa ta’ala yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang
bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya
bertambahlah iman mereka (karenanya).” (Qs. Al-Anfaal: 8/2)

Juga dikuatkan dengan kenyataan bahwa iman itu adalah perkataan kalbu dan lisan, amalan kalbu,
lisan dan anggota tubuh. Juga kaum mukminin sangat bertingkat-tingkat dalam hal ini. (6)

3. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

‫الزانِي حِ ينَ يَ ْزنِي َوه َُو ُمؤْ مِ ٌن َو َال يَ ْش َربُ ْالخ َْم َر حِ ينَ يَ ْش َربُ َوه َُو ُمؤْ مِ ن‬
َّ ‫ٌَال يَ ْزنِي‬
َ ٌ‫َو َال يَس ِْرقُ حِ ينَ يَس ِْرقُ َوه َُو ُمؤْ مِ ن‬
“Tidaklah seorang pezina berzina dalam keadaan mukmin dan tidaklah minum minuman keras
ketika minumnya dalam keadaan mukmin serta tidaklah mencuri ketika mencuri dalam keadaan
mukmin.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Ishaaq bin Ibraahim an-Naisaaburi berkata: Abu Abdillah (imam Ahmad) pernah ditanya tentang
iman dan berkurangnya iman. Beliau menjawab: berkurangnya iman ada pada sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam: Tidaklah seorang pezina berzina dalam keadaan mukmin dan tidaklah
mencuri dalam keadaan mukmin. (7)

4. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

َ ‫ش ْعبَةً فَأ َ ْف‬


‫ضل ُ َها قَ ْو ُل َال ِإلَهَ ِإ َّال الل‬ ْ ‫س ْبعُونَ أ َ ْو ِب‬
ُ َ‫ض ٌع َو ِستُّون‬ ِ ْ ََ ‫ان‬
ْ ‫اإلي َمانُ ِب‬
َ ‫ض ٌع َو‬ ِ ‫اإلي َم‬ ُ ‫ق َو ْال َحيَا ُء‬
ِ ْ ‫ش ْعبَةٌ مِ ْن‬ َّ ‫ع ْن‬
ِ ‫الط ِري‬ َ ‫ه ُ َوأ َ ْدنَاهَا ِإ َما‬
َ ‫طةُ ْاْلَذَى‬

“Iman itu lebih dari tujuh puluh atau lebih dari enampuluh. Yang paling utama adalah perkataan:
“Laa Ilaaha Illa Allah” dan yang terendah adalah membersihkan gangguan dari jalanan dan rasa
malu adalah satu cabang dari iman.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Hadits yang mulia ini menjelaskan bahwa iman memiliki cabang-cabang, ada yang tertinggi dan ada
yang terendah. Cabang-cabang iman ini bertingkat-tingkat dan tidak berada dalam satu derajat
dalam keutamaannya, bahkan sebagiannya lebih utama dari lainnya. Oleh karena itu imam at-
Tirmidzi memuat bab dalam Sunannya: “Bab Peyempurnaan Iman, pertambahan dan
pegurangannya.”

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah dalam mensyarah hadits ini menyatakan:


“Ini jelas sekali menunjukkan iman itu bertambah dan berkurang sesuai dengan pertambahan aturan
syariat dan cabang-cabang iman serta amaln hamba tersebut atau tidak mengamalkannya. Sudah
dimaklumi bersama bahwa manusia sangat bertingkat-tingkat dalam hal ini. Siapa yang berpendapat
iman itu tidak bertambah dan berkurang maka telah menyelisihi realita yang nyata disamping
menyelisihi nash-nash syariat sebagaimana telah diketahui.” (8)

Sedangkan pendapat dan atsar as-Salaf ash-Shaalih sangat banyak sekali dalam menetapkan
keyakinan bahwa iman itu bertambah dan berkurang, diantaranya:

a. Dari kalangan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya:


Satu ketika Khalifah ar-Rasyid Umar bin al-Khathaab radhiallahu ‘anhu pernah berkata kepada para
sahabatnya:

‫َهلُ ُّم ْوا ن َْز َدا ُد إِ ْي َمانًا‬

“Marilah kita menambah iman kita.”(9)

Sahabat Abu ad-Darda` Uwaimir al-Anshaari radhiallahu ‘anhu berkata:


ُ ُ‫اإليْمِ انُ يَ ْز َدا ُد َو يَ ْنق‬
‫ص‬ ِ

“Iman itu bertambah dan berkurang.”(10)

b. Dari kalangan Tabi’in, diantaranya:


Abu al-Hajjaaj Mujaahid bin Jabr al-Makki (wafat tahun 104 H) menyatakan:

ُ ُ‫ع َم ٌل يَ ِز ْي ُد َو يَ ْنق‬
‫ص‬ َ ‫اإليْمِ انُ قَ ْول َو‬
ِ

“Iman itu adalah perkataan dan perbuatan bertambah dan berkurang.”(11)

Abu Syibl ‘Al-qamah bin Qais an-Nakhaa’i (wafat setelah tahun 60 H) berkata kepada para
sahabatnya:

‫ْامش ُْوا بِنَا ن َْز َد ُد ِإ ْي َمانًا‬

“Berangkat kita menambah iman.”(12)

c. Kalangan tabi’ut Tabi’in, diantaranya:


Abdurrahman bin ‘Amru al-‘Auzaa’i (wafat tahun 157 H) menyatakan:
ِ ‫ع َم أ َ َّن‬
‫اإليْمِ انَ الَ يَ ِز ْي ُد َو الَ يَ ْنق‬ ُ ُ‫ع َم ٌل يَ ِز ْي ُد َو يَ ْنق‬
َ َ‫ص فَ َم ْن ز‬ ِ ٌ‫ص فَاحْ ذَ ُر ْوه فَإِنَّهُ ُم ْبت َ ِدع‬
َ ‫َُاإليْمِ انُ قَ ْول َو‬ ُ
“Iman adalah perkataan dan perbuatan bertambah dan berkurang. Siapa yang menyakini iman itu
tidak bertambah dan tidak berkurang maka berhati-hatilah terhadapnya karena ia adalah seorang
ahli bid’ah.”(13)

Beliau juga ditanya tentang iman apakah akan bertambah? Beliau menjawab: Iya hingga menjadi
seperti gunung. Beliau ditanya lagi: “Apakah akan berkurang?” Beliau radhiallahu ‘anhu menjawab:
Ia hingga tidak sisa sedikitpun darinya.”(14)

d. Imam Fikih yang empat (Aimmah arba’ah), diantaranya:


Muhammad bin Idris asy-Syaafi’I rahimahullah menyatakan:

ُ ُ‫ع َم ٌل يَ ِز ْي ُد َو يَ ْنق‬
‫ص‬ َ ‫اإليْمِ انُ قَ ْول َو‬
ِ

“Iman itu adalah perkataan dan perbuatan bertambah dan berkurang.”(15)

Ahmad bin Hambal rahimahullah menyatakan:


“Iman itu sebagiannya lebih unggul dari yang lainnya, bertambah dan berkurang. Pertambahannya
dalam amal dan berkurangnya dengan tidak beramal, karena perkataan adalah yang
mengakuinya.”(16)

Demikianlah pernyataan dan pendapat para ulama ahlus sunnah seluruhnya, sebagaimana
dijelaskan syaikh Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam pernyataan beliau:
“Para as-Salaf telah berijma’ bahwa iman adalah ucapan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.”

Sebab-Sebab Bertambah dan Berkurangnya Iman


Setelah mengetahui iman itu bertambah dan berkurang, maka mengenal sebab-sebab bertambah
dan berkurangnya iman memiliki manfaat dan menjadi sangat penting sekali. Sudah sepantasnya
seorang muslim mengenal kemudian menerapkan dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-
hari, agar bertambah sempurna dan kuat imannya. Juga untuk menjauhkan diri dari lawannya yang
menjadi sebab berkurangnya iman sehingga dapat menjaga diri dan selamat di dunia dan akhirat.
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menerangkan bahwa seorang hamba yang
mendapatkan taufiq dari Allah subhanahu wa ta’ala selalu berusaha melakukan dua perkara:

1. Merealisasikan iman dan cabang-cabangnya dan menerapkannya baik secara ilmu dan amal
secara bersama.
2. Berusaha menolak semua yang menentang dan menghapus iman atau menguranginya dari
fitnah-fitnah yang Nampak dan yang tersembunyi, mengobati kekurangan dari awal dan
mengobati yang seterusnya dengan taubat nasuha serta mengetahui satu perkara sebelum
hilang.(17)

Mewujudkan iman dan mengokohkannya dilakukan dengan mengenal sebab-sebab bertambahnya


iman dan melaksanakannya. Sedangkan berusaha menolak semua yang menghapus dan
menentangnya dilakukan dengan mengenal sebab-sebab berkurangnya iman dan berhati-hati dari
terjerumus padanya.

Diantara sebab-sebab bertambahnya iman yang disampaikan para ulama adalah:

1. Belajar ilmu yang manfaat yang bersumber dari al-Qur`an dan as-Sunnah.
Hal ini menjadi sebab pertambahan iman yang terpenting dan bermanfaat, karena ilmu menjadi
sarana beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan mewujudkan tauhid dengan benar dan
pas. Pertambahan iman yang didapatkan dari ilmu bias terjadi dari beraneka ragam sisi, di
antaranya:

 a. Sisi keluarnya ahli ilmu dalam mencari ilmu.


 b. Duduknya mereka dalam halaqah ilmu.
 c. Mudzakarah (diskusi) diantara mereka dalam masalah ilmu.
 d. Penambahan pengetahuan terhadap Allah dan syariat-Nya.
 e. Penerapan ilmu yang telah mereka pelajari.
 f. Tambahan pahala dari orang yang belajar dari mereka.

2. Merenungi ayat-ayat Allah kauniyah. Merenungi dan meneliti keadaan dan keberadaan makhluk-
makhluk Allah subhanahu wa ta’ala yang beraneka ragam dan menakjubkan merupakan faktor
pendorong yang sangat kuat untuk beriman dan mengokohkan iman.

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menyatakan:


“Diantara sebab dan faktor pendorong keimanan adalah tafakur kepada alam semesta berupa
penciptaan langit dan bumi serta makhluk-makhuk penghuninya dan meneliti diri manusia itu sendiri
beserta sifat-sifat yang dimiliki. Ini semua adalah faktor pendorong yang kuat untuk iman”.(18)

3. Berusaha sungguh-sungguh melaksanakan amalan shalih dengan ikhlas, memperbanyak dan


mensinambungkannya. Hal ini karena semua amalan syariat yang dilaksanakan dengan ikhlas akan
menambah iman, sebab iman bertambah dengan pertambahan amalan ketaatan dan banyaknya
ibadah.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah pernah menuturkan:


“Bahwa diantara sebab pertambahan iman adalah melakukan ketaatan, sebab iman akan
bertambah sesuai dengan bagusnya pelaksanaan, jenis amalan dan banyaknya. Semakin baik
amalan semakin besar penambahan iman dan bagusnya pelaksanaan ada dengan sebab ikhlas dan
mutaba’ah (nyontoh Nabi). Sedangkan jenis amalan, maka yang wajib lebih utama dari yang sunnah
dan sebagian amal ketaatan lebih ditekankan dan utama dari yang lainnya. Semakin lebih utama
ketaatan tersebut maka semakin besar juga penambahan imannya. Adapun banyak (kwantitas)
amalan, maka akan menambah keimanan, sebab amalan termasuk bagian iman, sehingga pasti
iman bertambah dengan bertambahnya amalan.”(19)

Sedangkan sebab-sebab berkurangnya iman ada yang berasal dari dalam diri manusia sendiri
(intern) dan ada yang berupa faktor luar (ekstern).

Diantara faktor internal manusia sendiri yang memiliki pengaruh besar dalam melemahkan
iman adalah:

1. Kebodohan. Ini adalah sebab terbesar dari pengurangan iman, sebagaimana ilmu adalah
sebab terbesar pertambahan iman.
2. Kelalaian, sikap berpaling dari kebenaran dan lupa. Tiga perkara ini adalah salah satu sebab
penting berkurangnya iman.
3. Perbuatan maksiat dan dosa. Jelas kemaksiatan dan dosa sangat merugikan dan memiliki
pengaruh jelek terhadap iman. Sebagaimana pelaksanaan perintah Allah subhanahu wa
ta’ala menambah iman, demikian juga pelanggaran atas larangan Allah subhanahu wa ta’ala
mengurangi iman. Namun tentunya dosa dan kemaksiatan bertingkat-tingkat derajat,
kerusakan dan kerugian yang ditimbulkannya, sebagaimana disampaikan ibnu al-Qayyim
rahimahullah dalam ungkapan beliau: “Sudah pasti kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan
bertingkat-tingkat sebagaimana iman dan amal shalih pun berderajat-derajat”.(20)
4. Nafsu yang mengajak kepada keburukan (an-nafsu ammarat bissu’). Inilah nafsu yang ada
pada manusia dan tercela. Nafsu ini mengajak kepada keburukan dan kebinasaan,
sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala jelaskan dalam menceritakan istri al-Aziz: “Dan aku
tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya
Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (Qs. Yusuf:13/53) Nafsu ini menyeret
manusia kepada kemaksiatan dan kehancuran iman, sehingga wajib bagi kita berlindung
kepada Allah subhanahu wa ta’ala darinya dan berusaha bermuhasabah sebelum beramal
dan setelahnya.

Sedangkan diantara faktor eksternal adalah:

1. Syaitan musuh abadi manusia yang merupakan satu sebab penting eksternal yang
mempengaruhi iman dan mengurangi kekokohannya.
2. Dunia dan fitnahnya. Menyibukkan diri dengan dunia dan perhiasannya termasuk sebab
yang dapat mengurangi iman, sebab sebesar semangat manusia memiliki dunia dan
keridhaannya terhadap dunia maka semakin memberatkan dirinya berbuat ketaatan dan
mencari kebahagian akhirat, sebagaiman dituturkan imam ibnu al-Qayyim.
3. Teman bergaul yang jelek. Teman yang jelek dan jahat menjadi sesuatu yang sangat
berbahaya terhadap keimanan, akhlak dan agamanya. Karena itu Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam telah memperingatkan kita dari hal ini dalam sabda beliau:

ُ ‫ِين َخلِي ِل ِه فَ ْليَ ْن‬


‫ظ ْر أ َ َح ُد ُك ْم َم ْن يُخَا ِل ُل‬ ِ ‫علَى د‬
َ ‫الر ُج ُل‬
َّ
“Seorang itu berada diatas agama kekasihnya, maka hendaknya salah seorang kalian melihat siapa
yang menjadi kekasihnya.” (21)

Demikianlah perkara yang harus diperhatikan dalam iman, mudah-mudahan hal ini dapat
menggerakkan kita untuk lebih mengokohkan iman dan menyempurnakannya.

Wabillahittaufiq.
Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel: EkonomiSyariat.com
Footnes:
(1) Majmû’ Fatâwa 7/638
(2) Syarh Aqîdah Wâsithiyah, hlm. 231, karya Syaikh Muhammad Khalîl Harrâs, takhrîj: ‘Alwi bin
Abdul Qadir as-Saqqâf
(3) Syarh Aqîdah Wâsithiyah, hlm: 60-61, karya Syaikh Muhammad Khalîl Harrâs, takhrîj: ‘Alwi bin
Abdul Qadir as-Saqqâf
(4) Syarh Aqîdah Wâsithiyah, hlm: 61-62, karya Syaikh Muhammad Khalîl Harrâs, takhrîj: ‘Alwi bin
Abdul Qadir as-Saqqâf
(5) Diriwayatkan kisah ini oleh al-Aajuriy dalam kitab asy-Syari’at hlm 117
(6) Tafsir as-Sa’di 5/33
(7) Diriwayatkan oleh al-Kholaal dalam kitab as-Sunnah no. 1045
(8) At-Taudhih wa al-Bayaan Lisyajarat al-Imaan hlm 14
(9) Diriwayatkan ibnu Abi Syaibah dalam al- Mushannaf 11/26 dengan sanad shahih
(10) Diriwayatkan Abdullah bin Ahmad dalam kitab as-Sunnah 1/314
(11) Diriwayatkan Abdullah bin Ahmad dalam kitab as-Sunnah 1/335
(12) Diriwayatkan ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf 11/25 dan dinilai hasan oleh al-Albani
dalam komentar beliau terhadap kitab al-Iman karya ibnu Abi Syaibah
(13) Diriwayatkan al-Aajuuri dalam kitab asy-Syari’at hlm 117
(14) Diriwayatkan al-Laalakai dalam Ushul I’tiqaad 5/959
(15) Diriwayatkan Abu Nu’aim dalam al-Hilyah 10/115
(16) Diriwayatkan al-Khalaal dalam kitab as-Sunnah 2/678
(17) At-taudhih wa al-Bayaan Lisyajarat al-Imaan hlm 38
(18) Ibid hlm 31
(19) Fathu rabbi al-Bariyah hlm 65
(20) Ighaatsatu al-Lahafaan 2/142
(21) HR at-Tirmidzi 4/589 dan dinilai hasan oleh iman al-Albani

Cara Dahsyat Meningkatkan


Keimanan (1)
Sa'id Abu Ukkasyah 6 April 2017 0 Comments

 Share on Facebook
 Share on Twitter



Membaca Al-Qur`an dan
Mentadaburinya[1]adalah Cara
Dahsyat untuk Meningkatkan
Keimanan
Sobat, Anda Tahu kan bahwa Iman Itu Bisa Bertambah dan
Berkurang?
Sudah dimaklumi banyak terdapat nash-nash Al-Qur`an dan As-Sunnah yang
menjelaskan pertambahan iman dan pengurangannya. Menjelaskan pemilik
iman yang bertingkat-tingkat sebagiannya lebih sempurna imannya dari yang
lainnya. Ada di antara mereka yang disebut assaabiq bil khairaat (terdepan
dalam kebaikan), al-Muqtashid (pertengahan) dan zhalim
linafsihi (menzhalimi diri sendiri). Ada juga al-Muhsin, al-Mukmin dan al-
Muslim. Semua ini menunjukkan mereka tidak berada dalam satu martabat.
Ini menandakan bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang.[2] Oleh karena
itu, saat Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah menjelaskan tentang
keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah tentang iman, beliau mengatakan,
‫ان‬ ‫ص بِ إال ِع إ‬
ِ ‫ص َي‬ ُ ُ‫ َو َي إنق‬,‫ع ِة‬ َّ ‫ َي ِزيدُ ِب‬,‫ع إقدٌ ِب إال َجنَا ِن‬
َ ‫الطا‬ ِ ‫ع َم ٌل ِب إاْل َ إر َك‬
َ ‫ان َو‬ َ ‫ َو‬،‫ان‬
ِ ‫س‬ ِ ‫ان قَ إو ٌل ِب‬
َ ‫الل‬ ِ ‫َو إ‬
ُ ‫اْلي َم‬
“Iman adalah ucapan dengan lisan, amal dengan anggota badan, keyakinan
(dan amal) hati. Ia dapat bertambah dengan sebab ketaatan, dan berkurang
dengan sebab kemaksiatan‫[”ز‬3]

Siapa sih yang Gak Pengen Bertam


bah Keimanannya?
Sobat, perlu difahami bahwa suka perkara yang baik, cinta
ketaatan, pengen iman bertambah adalah dambaan setiap orang yang benar
keimanannya.
Dan suka keimanan merupakan anugerah dari Allah Ta’ala untuk hamba
yang disayangi-Nya. Oleh karena itu, perbanyaklah memohon kepada Allah
Ta’ala agar Dia menghiasi keimanan dalam hati Anda, simaklah firman Allah
Ta’ala berikut ini,
‫صيَانَ ۚ أُو َٰلَئِ َك ُه ُم‬
‫سوقَ َو إال ِع إ‬
ُ ُ‫اْلي َمانَ َوزَ يَّنَهُ فِي قُلُوبِ ُك إم َو َك َّرهَ ِإلَ إي ُك ُم إال ُك إف َر َو إالف‬
ِ ‫ب إِلَ إي ُك ُم إ‬ َّ ‫َو َٰلَ ِك َّن‬
َ َّ‫َّللاَ َحب‬
َ‫الرا ِشدُون‬َّ
“Tetapi Allah menjadikan kalian cinta kepada keimanan dan menjadikan
keimanan itu indah di dalam hati kalian serta menjadikan kalian benci
kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang
yang mengikuti jalan yang lurus” (QS. Al-Hujurat: 7).

Suka Iman Bertambah Saja Tidaklah


cukup
Sobat, cukupkah anda suka makanan saja, tapi setiap hari tidak mau makan?
Apakah cukup anda suka uang saja, tapi tidak mau bekerja? Anda ingin
sembuh, tapi gak mau berobat? Tentu tidak bukan? Dalam agama kita, orang
yang ingin berjumpa dengan Allah dan melihat wajah-Nya diperintahkan
untuk beramal shaleh.
Coba deh, simak Kalam Ilahi berikut ini,

َ ‫إك ِب ِع َبادَ ِة َر ِب ِه أ َ َحدااِِفَ َم إن َكانَ َي إر ُجو ِلقَا َء َر ِب ِه فَ إل َي إع َم إل‬


َ ‫ع َم اًل‬
‫صا ِل احا َو ََل يُ إشر‬
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang
pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”
Dengan demikian, tidak cukup seseorang hanya suka imannya bertambah,
namun tidak mau berusaha menambah keimanannya.
Kalo mau bertakwa, ya laksanakan perintah Allah.
Mau iman naik? Ya lakukan ketaatan kepada Rabb Anda.

Cara Dahsyat Meningkatkan


Keimanan
Syaikh Prof. Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafizhahullah di
dalam kitabnya Asbab Ziyadatil Iman wa Nuqshanihi menyebutkan
setidaknya terdapat tiga cara dahsyat dalam meningkatkan keimanan.

1. Mempelajari ilmu yang bermanfaat, di antaranya adalah membaca Al-


Qur`an dan mentadaburinya, mempelajari nama dan sifat Allah Ta’ala,
memperhatikan keindahan agama Islam, membaca sirah Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan membaca sirah Salafush
Shaleh.

2. Memperhatikan ayat-ayat Allah yang kauniyyah.

3. Bersungguh-sungguh dalam beramal shaleh, baik dengan hati, lisan,


maupun anggota tubuh lahiriyah, termasuk berdakwah di jalan Allah
Ta’ala dan menjauhi sebab-sebab yang mengurangi keimanan.

[Bersambung]

Cara Dahsyat Meningkatkan


Keimanan (2)
Sa'id Abu Ukkasyah 7 April 2017 0 Comments

 Share on Facebook
 Share on Twitter



Al-Qur`an Al-Karim adalah Petunjuk,
Rahmat, Cahaya, Kabar Gembira,
dan Peringatan
Sobat, sesungguhnya di antara faktor paling besar yang menyebabkan
meningkatnya keimanan kita adalah membaca Al-Qur`an dan
mentadaburinya. Karena Allah Ta’ala menurunkan Al-Qur`an Al-Karim itu
sebagai petunjuk, rahmat, cahaya, kabar gembira, dan peringatan bagi orang
yang mengingat Allah dengan baik. Allah Ta’ala berfirman dalam beberapa
ayat-Nya tentang hal ini,
َ‫ِق الَّذِي بَيإنَ يَدَ إي ِه َو ِلت ُ إنذ َِر أ ُ َّم إالقُ َر َٰى َو َم إن َح إولَ َها ۚ َوالَّذِينَ يُؤإ ِمنُون‬ ُ ‫صد‬
َ ‫اركٌ ُم‬ ٌ ‫َو َٰ َهذَا ِكت‬
َ َ‫َاب أ َ إنزَ إلنَاهُ ُمب‬
َ‫ظون‬ ُ ِ‫ص ًَلتِ ِه إم يُ َحاف‬ َ ‫ِب إاْل ِخ َرةِ يُؤإ ِمنُونَ ِب ِه ۖ َو ُه إم‬
َ ‫علَ َٰى‬
“Dan ini (Al-Qur`an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang
diberkahi; menyatakan benarnya kitab-kitab (Allah) yang (diturunkan)
sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul
Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. Orang-orang
yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya
(Al-Qur`an) dan mereka selalu memelihara shalatnya” (QS. Al-An’am: 92).
ٌ ‫إر َح ُمونَ ُِ َو َٰ َهذَا ِكت‬
َ َ‫َاب أ َ إنزَ إلنَاهُ ُمب‬
‫اركٌ فَاتَّبِعُوهُ َواتَّقُوا لَعَلَّ ُك إم ت‬
“Dan Al-Qur`an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkahi, maka
ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat” (QS. Al-An’am:
155).
‫علَ َٰى ِع إل ٍم ُهداى َو َرحإ َمةا ِلق‬
َ ُ‫ص إلنَاه‬ ٍ ‫ِولَقَ إد ِجئإنَا ُه إم ِب ِكت َا‬
َّ َ‫ب ف‬ َ َ َ‫إو ٍم يُؤإ ِمنُون‬
“Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al-Qur`an)
kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan
(Kami); menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman” (QS. Al-A’raf: 52).
‫َاب‬ َ ‫علَ َٰى َٰ َهؤُ ََل ِء ۚ َون ََّز إلنَا‬
َ ‫علَي َإك إال ِكت‬ َ ‫ث فِي ُك ِل أ ُ َّم ٍة َش ِهيداا‬
َ ‫علَ إي ِه إم ِم إن أ َ إنفُ ِس ِه إم ۖ َو ِجئإنَا بِ َك‬
َ ‫ش ِهيداا‬ ُ َ‫َويَ إو َم نَ إبع‬
َ‫ش إيءٍ َو ُهداى َو َرحإ َمةا َوبُ إش َر َٰى ِل إل ُم إس ِل ِمين‬ َ ‫تِ إبيَاناا ِل ُك ِل‬
“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat
seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu
(Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan
kepadamu Al Kitab (Al-Qur`an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah
diri” (QS. An-Nahl: 89).

ِ ‫اركٌ ِليَدَّب َُّروا آيَاتِ ِه َو ِليَتَذَ َّك َر أُولُو إاْل َ إلبَا‬


‫ب‬ َ َ‫َاب أ َ إنزَ إلنَاهُ ِإلَي َإك ُمب‬
ٌ ‫ِكت‬
“Ini adalah sebuah Kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan
berkah supaya merekamemperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat
pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran” (QS. Shad: 29).
‫ت أ َ َّن لَ ُه إم أَج‬
ِ ‫صا ِل َحا‬ َ ‫يراإِ ِإ َّن َٰ َهذَا إالقُ إرآنَ َي إهدِي ِللَّ ِتي ِه‬
َّ ‫ي أ َ إق َو ُم َويُ َبش ُِر إال ُمؤإ ِم ِنينَ الَّذِينَ َي إع َملُونَ ال‬ ‫ارا َك ِب ا‬
“Sesungguhnya Al-Qur`an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang
paling lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang mukmin
yang mengerjakan amal shaleh bahwa bagi mereka ada pahala yang
besar” (QS. Al-Isra`: 9).
‫ارا‬
‫س ا‬ َّ ُ‫آن َما ُه َو ِشفَا ٌء َو َرحإ َمةٌ ِل إل ُمؤإ ِمنِينَ ۙ َو ََل يَ ِزيد‬
َ ‫الظا ِل ِمينَ إِ ََّل َخ‬ ِ ‫َونُن َِز ُل ِمنَ إالقُ إر‬
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang mengandung penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur`an itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian” (QS. Al-Isra`:
82).
‫س إم َع و‬ ٌ ‫ش ِهيدٌَِ ِإ َّن فِي َٰذَ ِل َك لَ ِذ إك َر َٰى ِل َم إن َكانَ لَهُ قَ إل‬
َّ ‫ب أ َ إو أ َ إلقَى ال‬ َ ‫ُه َو‬
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan
bagi orang-orang yang mempunyai hati (untuk memahaminya) atau yang
menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya” (QS. Qaf: 37).
[Bersambung]

10 DOA PALING DAHSYAT DALAM AL


QURAN
18 Oktober 2015 · by Umat Indonesia · in Tak Berkategori. ·
10 Doa Paling Dahsyat Dalam Al Quran
1. Doa Sapu Jagad

َ َ‫سنَةا َوقِنَا َعذ‬


ِ ‫اب ٱل َّن‬
‫ار‬ َ ‫سنَةا َوفِى ٱلإ َءاخِ َرةِ َح‬
َ ‫َربَّنَآ َءاتِنَا فِى ٱلدُّ إنيَا َح‬

Robbana a’tina fid’dun yaa hasanah, wafil a’ khirotil hasanah, waqinaa azab’bannar

Ya Tuhan, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan selamatkanlah kami dari siksa neraka. QS. Al-Baqarah
201

Penjelasan: Doa ini merupakan doa yang singkat tapi sangat berguna karena mencakup semua aspek kehidupan diantaranya
memiliki kandungan, memohon kebaikan di dunia, kebaikan di akhirat dan keselamatan dari siksa api neraka. Doa ini baik dibaca
dalam setiap kesempatan.

Sebab Turunnya Ayat:


Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari Ibnu Abbas, katanya, “Suatu golongan dari kalangan Arab biasa datang ke tempat
berwukuf lalu berdoa, ‘Ya Allah! Jadikanlah tahunku ini tahun hujan dan tahun kesuburan, serta tahun kasih sayang dan
kebaikan,’ tanpa menyebut-nyebut soal akhirat walau sedikit pun.” Allah pun menurunkan tentang mereka, “Di antara manusia
ada yang mengatakan, ‘Ya Tuhan kami berilah kami (kebaikan) di dunia, tetapi tiadalah bagian di akhirat.’ (Q.S. Al-Baqarah
200) Setelah itu datanglah golongan lain yakni orang-orang beriman yang memohon, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di
dunia dan kebaikan di akhirat, serta lindungilah kami dari siksa neraka. Mereka itulah yang beroleh bagian dari apa yang mereka
usahakan, dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.'” (Q.S. Al-Baqarah 201)
2. Doa Diterima Amalan
‫َربَّنَا تَقَبَّلإ مِ نَّآ ۖ ِإنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِ ي ُع إٱلعَلِي ُم‬

Rabbanaa taqabbal minnaa, innaka antas sami’ul ‘alimu

Ya Tuhan kami terimalah (amalan) daripada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. QS.
Al-Baqarah 127

Penjelasan: Doa ini menjelaskan bahwa segala amalan yang dikerjakan oleh Nabi Ibrahim dipersembahkan semata-mata hanya
untuk Allah. Nabi Ibrahim menyebutkan dua sifat Allah, yaitu Maha Mendengar bahwa Allah mendengar doa hamba-Nya dalam
arti diterima oleh Allah dan Maha Mengetahui segala alasan dari doa yang dipanjatkan.

3. Doa Kesabaran dan Minta Pertolongan

َ‫صب اإرا َوثَ ِبتإ أَ إقدَا َمنَا َوٱنصُرإ نَا َعلَى إٱلقَ إو ِم إٱل َٰ َكف ِِرين‬ ‫َربَّنَآ أَ إف ِر إ‬
َ ‫غ َعلَ إينَا‬

Rabbanaa afrigh ‘alaynaa shabran watsabbit aqdaamanaa waunshurnaa ‘alaa alqawmi alkaafiriina

Ya Tuhan, limpahkanlah kesabaran atas diri kami, kokohkanlah pendirian kami, serta tolonglah kami dalam mengalahkan orang-
orang kafir. QS. Al-Baqarah 250
Penjelasan: Doa ini dipanjatkan Thalut dan bala tentaranya dalam menghadapi Jalut dan bala tentaranya, dalam perang ini
pasukan Thalut dapat mengalahkan Jalut dan Daud membunuh Jalut.

4. Doa Perlindungan dari Kesesatan

ُ‫غ قُلُوبَنَا بَ إعدَ إِ إذ َهدَ إيتَنَا َوهَبإ لَنَا مِ ن لَّدُنكَ َرحإ َمةا ۚ إِنَّكَ أَنتَ إٱل َو َّهاب‬
‫َربَّنَا ََل ت ُ ِز إ‬

Rabbanaa laa tuzigh quluubanaa ba’da idz hadaitanaa wahab lanaa min ladunka rahmatan innaka antal wahhaabu

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau berikan petunjuk kepada kami,
dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu; Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi (karunia). QS. Ali-Imran 8

Penjelasan: Ayat ini merupakan doa saat kita menghadapi segala soal di dalam hidup ini. Selama petunjuk Allah SWT masih
membimbing kita akan selamatlah kita. Jangan kita berani berjalan dengan kemauan sendiri, memperturutkan kehendak hawa-
nafsu, niscaya kita akan sesat. Semoga Allah SWT akan menjauhkan kita dari kesesatan itu. Tidaklah hidup di dunia yang paling
sengsara daripada sesat sesudah petunjuk, atau kepadaman suluh di tengah jalan. Teringat kepada nikmat iman yang pernah
dirasai, sekarang telah hilang dan payah buat kembali ke sana. Orang lain kelihatan maju terus menuju ridha Allah SWT, sedang
diri sendiri telah terbenam ke dalam lumpur kesesatan. Itu sebabnya selalu kita hendaknya memohonkan rahmat yang datang
Iangsung dari Allah SWT, rahmat ke dalam hati dan sikap hidup, yang memancar kepada amal dan perbuatan. Sampai kelak kita
meninggal dunia dengan khusnul khatimah.

5. Doa Kekuatan Iman

َ َ‫َربَّنَآ إِنَّنَآ َءا َمنَّا فَٱ إغفِرإ لَنَا ذُنُوبَنَا َو ِقنَا َعذ‬
ِ ‫اب ٱل َّن‬
‫ار‬

Rabbanaa innanaa aamannaa faaghfir lanaa dzunuubanaa waqinaa ‘adzaabannaari

Ya Tuhan kami, kami benar-benar beriman, maka ampunilah dosa-dosa kami dan selamatkanlah kami dari siksa neraka. QS. Ali-
Imran 16

Penjelasan: Dalam ayat ini menjelaskan tentang pengakuan telah beriman, cara hidupmu dirubah. Tidak lagi semata-mata
mengejar “perhiasan dunia”, tetapi mengingat lagi akan perjuangan kelak di kemudian hari dengan Allah. Lantaran telah
beriman, mengakuilah bahwa di zaman yang sudah-sudah memang hidup itu hanya ingat dunia saja, sebab itu memohon ampun
kepada Tuhan atas dosa-dosa yang telah lalu itu, dan memohonkan lagi kepada Tuhan peliharakanlah kiranya daripada siksaan
neraka itu. Sebab dengan adanya iman di dalam hati kami, kami telah mendapat suluh dan telah jelas oleh kami jalan yang akan
ditempuh. Cuma kadang-kadang mendapat gangguanlah kami daripada hawa nafsu kami dan perdayaan syaitan.
6. Doa Mohon Anugerah Kekuatan, Kekuasaan, dan Rezeki

‫َنزعُ إٱل ُم إلكَ ِم َّمن تَشَآ ُء َوتُع ُِّز َمن تَشَآ ُء َوت ُ ِذ ُّل َمن تَشَآ ُء ۖ بِيَدِكَ إٱل َخي ُإر ۖ إِنَّكَ َعلَ َٰى ُك ِل ش إ‬
‫َىءٍ قَدِير‬ ِ ‫ٌِٱللَّ ُه َّم َٰ َملِكَ إٱل ُم إلكِ تُؤإ تِى إٱل ُم إلكَ َمن تَشَآ ُء َوت‬

Allahumma maalikal mulki tu’tiil mulka man tasyaa-u watanzi’ul mulka mimman tasyaa-u watu’izzu man tasyaa-u watudzillu
man tasyaa-u biyadikal khairu innaka ‘ala kulli syai-in qadiirun
Wahai Tuhan Pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapapun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut
kekuasaan dari siapapun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapapun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan
siapapun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Makakuasa atas segala sesuatu. QS.
Ali-Imran 26

Penjelasan: Dalam ayat ini Allah menyuruh Nabi Nya untuk menyatakan bahwa Allah lah Yang Maha Suci yang mempunyai
kekuasaan tertinggi dan Maha Bijaksana dengan tindakan Nya yang sempurna di dalam menyusun, mengurus, dan
merampungkan segala perkara dan yang menegakkan neraca undang-undang umum di alam ini. Maka Allah lah yang
memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki Nya di antara hamba-hamba Nya. Ada kalanya Allah memberikan itu
bersamaan dengan pangkat kenabian seperti keluarga Ibrahim, dan ada kalanya hanya memberikan pemerintahan saja menurut
hukum kemasyarakatan yaitu dengan menyusun kabilah-kabilah dan bangsa-bangsa. Dan Allah juga yang mencabut
pemerintahan dari orang-orang yang Dia kehendaki disebabkan mereka berpaling dari jalan yang lurus, jalan yang dapat
memelihara pemerintahan, karena meninggalkan keadilan, berlaku curang dalam pemerintahan. Demikianlah hal itu telah berlaku
pula terhadap Bani Israel dan lain-lain bangsa disebabkan kelaliman dan kerusakan budi mereka.

7. Doa Mohon Pertolongan

َّ ‫ِربَّنَآ أَ إخ ِرجإ نَا مِ إن َٰ َه ِذ ِه إٱلقَرإ يَ ِة‬


‫ٱلظال ِِم أ َ إهلُ َها َوٱ إجعَل لَّنَا مِ ن لَّدُنكَ َو ِليًّا َوٱجإ عَل لَّنَا م‬ َ ِ ‫يرا‬ ِ ‫ن لَّدُنكَ ن‬
‫َص ا‬

Rabbanaa akhrijnaa min haazihil qaryatiz zaalimi ahluhaa, waj’al lanaa mil ladunkawaliyyaan, waj’al lanaa mil ladunka nasiraan

Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang penduduknya zalim. Berilah kami pelindung dari sisi-Mu dan
berilah kami penolong dari sisi-Mu. QS. An-Nisa 75

Penjelasan: Dalam ayat ini Allah SWT memotivasi hamba-hamba-Nya yang beriman untuk berjihad di jalan-nya dan berusaha
menyelamatkan kaum lemah yang terjebak di Mekah. Doa ini adalah doa kaum lemah yang terjebak di Mekah.
8. Doa Curahan Rizqi

‫س َمآءِ تَكُونُ لَنَا عِيداا ِْل َ َّو ِلنَا َو َءاخِ ِرنَا َو َءايَةا مِ نكَ ۖ و‬ َّ َٰ ‫ٱرإ زُ إقنَا َوأَنتَ َخي ُإر‬
ِ َ‫ٱلر ِزقِينَ َِ َربَّنَآ أ‬
َّ ‫نزلإ َعلَ إينَا َمآئِدَةا مِ نَ ٱل‬

Rabbanaa anzil ‘alainaa maa’idatam minas samaa’i takuunu lanaa’idal li’awwalinaa wa aakhirinaa wa aayatam minka warzuqnaa
wa anta khairur raaziqin(a)

Ya Allah Tuhan kami, turunkanlah kepada kami hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami,
yaitu bagi orang-orang yang bersama kami ataupun yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau,
berilah kami rezeki, dan Engkaulah sebaik-baik pemberi rezeki. QS. Al-Ma’idah 114

Penjelasan: Dalam Al-Qur’an dijelaskan, bahwa Nabi lsa berdo’a memohon diturunkannya hidangan dari langit itu atas
permintaan kaumnya yang masih ragu atas kerasulan beliau. Dan menurut keterangan ahli tafsir, sebelum Nabi Isa berdo’a
dengan do’a di atas, beliau terlebih dahulu mengerjakan sholat dua raka’at, menundukkan kepala sambil menangis lalu berdo’a.
Dan Allah pun mengabulkan do’a beliau, sehingga dalam waktu singkat hidangan dari langit itupun di datangkan, dan mereka
makan bersama-sama

9. Doa Mohon Ampunan dan Rahmat

َ‫سنَا َوإِن لَّ إم ت َ إغفِرإ لَنَا َوتَرإ َح إمنَا لَنَ ُكون ََّن مِ نَ إٱل َخس ِِرين‬
َ ُ‫ظلَ إمنَآ أَنف‬
َ ‫َربَّنَا‬
Rabbana zalamna anfusana wa illam tagfir lana wa tarhamna lanaku nanna minal khasirina

Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami,
niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi. QS. Al-A’raf 23

Penjelasan: Dalam ayat ini terdapat doa tobat Nabi Adam a.s dan Siti Hawa yang telah terbujuk tipu daya setan, dengan
melanggar larangan Allah SWT, ketika mereka mencicipi buah khuldi yang dilarang Allah untuk memakannya

10. Doa Mohon Kasih Sayang untuk Orang Tua

‫ِير‬
‫صغ ا‬َ ‫ب ارإ َح إم ُه َما َك َما َربَّيَانِي‬
ِ ‫َر‬

Rabbiirhamhumaa kamaa rabbayaanii shaghiiran

Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil. QS. Al-Isra 24

Penjelasan: Dalam ayat ini terdapat doa mohon kasih sayang untuk kedua orang tua. Makna dari doa ini adalah bahwa kita harus
berbakti kepada kedua orang tua hingga mereka lanjut usia, bahkan setelah mereka wafat
TUNTUNAN SHALAT BERJAMA’AH MENURUT SUNNAH
RASULULLAH SAW

sholat berjamaah

1. Fikih Praktis Shalat Jama’ah


A. Hukum Shalat Berjama’ah
Shalat berjama’ah itu adalah wajib bagi tiap-tiap mukmin, tidak ada keringanan untuk
meninggalkannya terkecuali ada udzur (yang dibenarkan dalam agama). Hadits-hadits yang
menjadi dalil tentang hukum ini sangat banyak diantaranya :
“Dari Abu Hurairah ia berkata : “Rasulullah SAW bersabda, Demi Dzat yang jiwaku berada
di tangan-Nya, sungguh aku pernah berniat memerintahkan shalat agar didirikan, kemudian
akan kuperintahkan salah seorang untuk mengimami shalat, lalu aku bersama beberapa orang -
sambil membawa beberapa ikat kayu bakar- mendatangi orang-orang yang tidak hadir dalam
shalat berjama’ah, dan aku akan bakar rumah-rumah mereka itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi SAW bersabda, ‘Barangsiapa mendengar panggilan
adzan namun tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya, terkecuali karena udzur
(yang dibenarkan dalam agama)’.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan lainnya, hadits shahih).
B. Keutamaan Shalat Berjama’ah
Shalat berjama’ah mempunyai keutamaan dan pahala yang sangat besar, banyak sekali hadits-
hadits yang menerangkan hal tersebut, diantaranya adalah :
“Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Bersabda Rasulullah SAW, ‘Shalat seseorang dengan
berjama’ah lebih besar pahalanya sebanyak 25 atau 27 derajat daripada shalat di rumahnya
atau di pasar (maksudnya shalat sendirian). Hal itu dikarenakan apabila seseorang diantara
kamu telah berwudhu dengan baik kemudian pergi ke masjid, tidak ada yang menggerakkan
untuk itu kecuali karena dia ingin shalat, maka tidak satu langkahpun yang dilangkahkannya
kecuali dengannya dinaikkan satu derajat baginya dan dihapuskan satu kesalahan darinya
sampai dia memasuki masjid. Dan apabila dia masuk masjid, maka ia terhitung shalat selama
shalat menjadi penyebab baginya untuk tetap berada di dalam masjid itu, dan malaikat pun
mengucapkan shalawat kepada salah seorang dari kamu selama dia duduk di tempat shalatnya.
Para malaikat berkata, ‘Ya Allah, berilah rahmat kepadanya, ampunilah dia dan terimalah
taubatnya.’ Selama ia tidak berbuat hal yang mengganggu dan tetap berada dalam keadaan
suci’.” (Muttafaq ‘alaih).
C. Hukum Menghadiri Shalat Berjama’ah di Masjid Bagi Kaum Hawa
Bagi kaum wanita, diperbolehkan keluar ke masjid dan turut menghadiri shalat jama’ah
dengan syarat mereka harus menghindari segala yang memberikan pengaruh syahwat dan
mengundang fitnah berupa memakai perhiasan dan wewangian.
Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian larang kaum wanita untuk mengambil bagian
mereka di masjid jika mereka telah meminta izin kepada kalian”.(HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa wanita yang bersuami harus terlebih dahulu meminta izin
kepada suaminya, dan bagi anak perempuan hendaknya minta izin kepada walinya. Nabi SAW
bersabda, “Wanita manapun yang mengenakan wewangian kemudian keluar ke masjid, maka
tidak diterima shalat darinya hingga ia mandi.” (Ibnu Majah. Lihat Shahihul Jami’ nomor 2700)
2. Beberapa Udzur yang Membolehkan Untuk Tidak Menghadiri Shalat Jama’ah
Tidak ada ruhshah meninggalkan jama’ah kecuali oleh udzur yang umum atau khusus,
seperti berikut ini :
1. Derasnya hujan di malam atau siang hari, kencangnya angin di malam yang gelap lagi dingin,
banjir, cuaca yang sangat dingin, sangat becek lagi licin, panas terik di siang hari dan
sebagainya.
2. Sakit, yaitu sakit yang berat yang merepotkan jika harus menghadiri jama’ah. Adapun sakit
ringan seperti pusing biasa dan lainnya tidaklah termasuk udzur.
3. Takut, yaitu takut dan khawatir terjadinya bahaya dan kehancuran pada jiwa, harta atau
kehormatannya.
4. Menahan ahbatsan (kencing dan berak) atau salah satunya. Orang yang menahan kencing dan
berak akan mengurangi kekhusyu’annya dan kesempurnaan shalatnya. Rasulullah SAW
bersabda; “Tidak ada shalat bagi yang telah dihidangkan makanan dan bagi mereka yang
menahan kencing dan berak.” (Muslim, 1/393)
5. Dihidangkannya makanan.
6. Mengonsumsi makanan yang berbau tidak sedap. Kewajiban jama’ah gugur dari orang yang
habis makan buah lobak, bawang merah, bawang bakung, bawang putih, atau bahan-bahan
mentah yang meninggalkan bau tidak sedap, jika memang tidak mungkin menghilangkan bau
tersebut. Karena mulut yang berbau karena makanan tersebut menyakiti dan mengganggu orang
lain (lawan bicara) dan membuat mereka lari atau menghindar dari orang yang telah
memakannya.
7. Sama sekali tidak memiliki pakaian untuk pergi jama’ah.
8. Sedang dalam perjalanan dan takut tertinggal.
9. Sedang mengurus penyelenggaraan jenazah.
10. Termasuk udzur yang membolehkan meninggalkan jama’ah adalah ketika seseorang sedang
dikucilkan atau diboikot oleh kaum muslimin. Hal itu sebagaimana yang diperbuat Hilal bin
Umayyah dan Murarah bin Ar-Rabi, mereka shalat di rumah dan tidak menghadiri jama’ah
(yakni ketika mereka dikucilkan).
3. Adab – Adab Mendatangi Dan Meninggalkan Shalat Berjama’ah
1. Hendaknya ia tidak merapatkan (saling bertaut) antar jari-jemarinya, karena Rasulullah SAW
bersabda: “Bila seseorang diantara kamu telah mengambil air wudhu dan menyempurnakan
kemudian sengaja keluar menuju masjid (untuk shalat) dan tidak menautkan jari-jemarinya, ia
benar-benar dalam shalat.” (Sunan Abu Dawud 1/380 No. 562 kitab as Shalah bab 51)
2. Demikian pula hendaknya ia dalam keadaan bersih dan bagus dengan memakai pakaian yang
indah, karena Islam telah memberi wasiat kepada para pengikutnya agar selalu baik
pandangannya dan mulia keadaannya, semua ini merupakan bagian dari adab-adab menunaikan
shalat. Allah berfirman : indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan
janganlah berlebih-lebihan. (QS. Al-A’raf : 31)
3. Di antara adab mendatangi shalat jama’ah yang lainnya adalah dalam keadaan bersih dan suci
dari segala sesuatu yang mencacatkannya. Maka disyari’atkan untuk membersihkan mulut dan
membersihkan gigi. Dari Abi Umamah, Nabi SAW bersabda: “Bersiwaklah kalian,
sesungguhnya siwak merupakan pembersih mulut dan mendatangkan keridhaan Rabbmu. Jibril
tidak datang kepadaku kecuali berwasiat kepadaku untuk melakukan siwak, hingga aku takut
siwak diwajibkan kepadaku dan umatku. Bila tidak karena takut akan memberatkan umatku
niscaya aku mewajibkannya pada mereka.” (Sunan Ibnu Majah 1/68 bab 7 no 288 bab
Thaharah)
4. Hendaknya berjalan menuju masjid dengan tidak tergesa-gesa tapi berjalan dengan penuh
ketenangan. Imam Muslim dalam shahihnya, meriwayatkan dari Abu Hurairah, Nabi
bersabda: “Bila shalat telah dikumandangkan iqamat janganlah kamu mendatanginya dengan
berlari, datangilah dengan berjalan, hendaknya kamu tenang, maka bila kamu masih mendapati
shalat, shalatlah dan yang tak kamu dapatkan sempurnakanlah.”
5. Di antara adab-adab shalat yang lain adalah, tatkala keluar dari rumah supaya mengucapkan doa
seperti yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam sunannya, dari Anas bin Malik Nabi bersabda:
“Apabila seseorang telah keluar dari rumahnya kemudian berdoa: Bismillahi tawakaltu ‘alallah
laa haula walaa quwwata illa billahi, “Ketika itu dikatakan: Kamu telah diberi petunjuk, diberi
dan dijaga, maka syetan menjauh darinya, kemudian syetan yang lain berkata: Bagaimana kamu
(berbuat) dengan lelaki yang telah diberi petunjuk dan telah dijaga serta dipelihara?”.
6. Setiba di masjid, dengan mendahulukan kaki kanan (ketika memasukinya) dan berdoa dengan
doa yang ma’tsur, seperti yang telah diriwayatkan oleh Fatimah binti Nabi SAW, ia berkata:
Apabila beliau masuk masjid, beliau berdoa: Allahumma fatahlii abwaaba rahmatik. Yang
artinya: “Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu untukku.” (HR. Muslim 1/494. Dalam Sunan
Ibnu Majah, dari hadits Fathimah“Allahummagh fir li dzunubi waftahli abwaba rahmatik”).
Sedang jika keluar beliau membaca : Allahumma inni as aluka min fadhlik. Yang artinya: “Ya
Allah, sesungguhnya aku minta kepada-Mu dari karunia-Mu. (LihatShahih Ibnu Majah 129).
Sesampai di masjid sebelum duduk terlebih dahulu melaksanakan shalat tahiyatul masjid, seperti
sabda Rasulullah SAW: “Apabila seseorang telah masuk ke dalam masjid shalatlah dua rakaat
sebelum duduk. (Shahih Muslim 1/495 no. 714)
Kemudian mencari tempat duduk di shaf awal sebelah kanan yang masih longgar (dengan tidak
berdesakan). Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat mendoakan
orang yang duduk di shaf sebelah kanan”. Senantiasa sibuk dan membawa hati berdzikir kepada
Allah, tidak melangkahi orang lain, tidak menggeser orang orang lain dari tempat duduknya atau
mempersempit (mendesak) shaf orang lain, tidak meludah, tidak berdahak, tidak menepuk atau
menelusupkan jari-jemarinya serta menjalankan semua yang tidak sesuai dengan ketentuan
masjid dan hak-hak Allah.
4. Beberapa Tips Praktis dan Panduan Umum Pelaksanaan Shalat Berjama’ah

1. Rapikan barisan / shaf dalam shalat.


Sesungguhnya lurusnya shaf adalah kesempurnaan dari shalat berjama’ah. Rasulullah SAW
bersabda: “... sempurnakanlah shaf, karena menyempurnakan shaf termasuk kebagusan
shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim). Kesempurnaan shaf adalah dengan bertemunya pundak
dengan pundak, ujung tumit dengan ujung tumit dan kelurusan barisan, tidak ada sedikit maju ke
depan atau mundur ke belakang. Jika shaf yang memiliki celah, maka syetan akan masuk dalam
barisan tersebut, sehingga dengan leluasa ia akan mengganggu kekhusyu’an orang yang shalat.

2. Dimana posisi makmum jika ia shalat sendirian di belakang imam ?


Jika ia shalt sendirian di belakang imam, maka hendaknya ia berdiri tepat di samping imam,
tidak maju dan tidak mundur sedikitpun. Hal itu sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat
Ibnu Abbas r.a : Nabi SAW berdiri dan shalat, maka aku berdiri di sebelah kiri beliau. Beliau
menarik daun telingaku dan memutar badanku berpindah ke sebelah kanan beliau. (HR. Bukhari
Muslim). Syaikh bin Bazz berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa jika makmum sendirian,
maka posisinya di sebelah kanan imam, sejajar dengannya, tidak lebih ke depan dan juga lebih
ke belakang.” (Al Imamah fish Shalah: 55)
3. Apa yang harus dilakukan jika makmum kentut (batal shalatnya) ?
Jika seorang makmum kentut atau melakukan perbuatan lain yang membatalkan shalatnya
ketika berjama’ah, maka ia diperbolehkan untuk keluar dari shaf dengan melewati orang yang
sedang shalat. Ia tidak dilarang untuk lewat di depan orang yang shalat berjama’ah. Larangan
lewat hanya berlaku jika yang dilewati adalah imam atau orang yang sedang
sendirian. Hal itu sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Ibnu Abbas: “Saya datang
dengan naik keledai, sedang saya pada waktu itu mendekati baligh. Rasulullah SAW sedang
shalat bersama orang-orang di Mina menghadap ke dinding. Maka saya lewat di depan
sebagian shaf, lain turun dan saya biarkan keledai saya, maka saya masuk ke dalam shaf dan
tidak ada seorangpun yang mengingkari perbuatan saya.” (HR. Al Jama’ah). Ibnu Abdil Barr
berkata, “Hadits Ibnu Abbas ini menjadi pengkhususan dari hadits Abu Sa’id yang
berbunyi, “Jika salah seorang dari kalian shalat, maka jangan biarkan seorangpun lewat di
depannya.” (Fathul Bari: 1/572)
4. Bolehkah seseorang shalat sendirian di belakang shaf ?
Hukum asalnya adalah dilarang, namun jika ia tidak lagi mendapatkan celah yang
memungkinkan dirinya untuk masuk ke dalam shaf, maka tidak mengapa baginya untuk shalat
sendirian. Adapun mencolek punggung orang agar berbaris bersamanya, maka hadits tentang hal
itu adalah dha’if, sehingga ia tidak bisa dijadikan hujjah. Inilah pendapat yang dipilih oleh
Sayikhul Islam Ibnu Taimiyah, Syaikh bin Bazz dan Al Albani. Larangan shalat di belakang shaf
berlaku jika shaf yang ada di depan masih kosong atau memungkinkan untuk dimasuki.
5. Jangan mendahului gerakan imam.
Termasuk adab yang perlu dijaga adalah agar seseorang tidak mendahului, menyamai atau
mengakhirkan gerakannya dari gerakan imam. Yang benar adalah mengikuti gerakan imam. Jika
seseorang mendahului gerakan imam dalam gerakan takbiratul ihram dan salam, maka shalatnya
batal dan wajib untuk diulangi. Adapun jika ia mendahului pada selain dari dua rukun tersebut,
maka shalatnya cacat.
6. Kriteria seorang imam.
Seorang imam hendaknya dipilih berdasarkan kriteria sebagaimana yang diisyaratkan oleh
Nabi SAW. Dia hendaknya orang yang paling baik bacaannya (tajwid, tartil, kemerduan suara
dan banyak hafalan), paling menguasai hukum-hukum fiqih (terutama tentang fiqih shalat),
paling dahulu masuk Islam dan paling tua usiannya. Hal itu sebagaimana yang dikatakan
Rasulullah SAW: Yang berhak mengimami shalat adalah orang yang paling baik (bacaan) Al-
Qur’annya. Kalau dalam hal Al-Qur’an memiliki kemampuan yang sama, dipilih yang mengerti
tentang ajaran sunnah. Kalau dalam sunnah juga sama, dipilih yang lebih dahulu berhijrah.
Kalau dalam berhijrah sama, dipilih yang dahulu masuk Islam. (HR. Muslim)
7. Imam boleh menggunakan mushaf.
Jika diperlukan, seorang imam boleh menggunakan mushaf ketika mengimami shalat,
sebagaimana yang dibolehkan ketika shalat tarawih bagi orang yang tidak hafal ayat-ayat yang
akan dibaca. Memperpanjang bacaan pada shalat Subuh disunnahkan, sementara si imam
terkadang tidak hafal surat-surat yang agak panjang atau ayat lainnya. Maka ia diperbolehkan
untuk membacanya dari mushaf. Namun ia ditekankan untuk bekerja keras menghafal Al-
Qur’an. (Majmu’ Fatawa, Syaikh bin Bazz IV; 388)
8. Jika mendengar iqamat, makmum jangan tergesa-gesa.
Termasuk adab yang perlu diperhatikan adalah jika seseorang hendak menuju masjid, lalu
mendengar iqamat dikumandangkan. Hendaknya ia tetap berjalan dengan tenang dan jangan
tergesa-gesa untuk masuk ke dalam barisan. Dasarnya adalah sabda Nabi SAW: Kalau kalian
mendengar suara iqamat, segeralah datang ke masjid untuk shalat, dan berjalanlah dengan
tenang dan penuh wibawa, jangan kalian tergesa-gesa. Ikutilah jama’ah sebatas yang bisa
kalian ikuti, dan lanjutkanlah bagian yang belum kalian ikuti...” (HR. Bukhari dan Muslim)
9. Jika sedang shalat sunnah, lalu mendengar iqamat, apa yang harus dilakukan ?
Jika seseorang sedang mengerjakan shalat sunnah, lalu iqamat dikumandangkan, maka ia
dihukumi sebagai berikut :
a. Jika ia baru memulai takbir, maka hendaknya shalat itu dibatalkan.
b. Jika ia belum menyempurnakan satu raka’at, sebaiknya juga dibatalkan.
c. Jika ia telah memasuki raka’at kedua di posisi ruku’ dan setelahnya, maka tidak mengapa jika
melanjutkan shalat sunnah tersebut. Hal itu sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah
riwayat, “Apabila iqamat telah dikumandangkan, maka tidak ada shalat kecuali yang
wajib.” (HR. Muslim)
10. Membawa anak kecil ke masjid.
Para ulama memakruhkan membawa anak kecil yang belum mumayyiz ke dalam masjid,
khawatir akan gangguan mereka atau najis yang boleh jadi ada pada mereka. Jika anak tersebut
telah mengetahui adab-adab masjid, bisa dipahamkan oleh orang tuanya untuk tidak membuat
gaduh dan bisa menjaga kesucian dirinya, maka hal seperti itu tidak dimakruhkan.
Panduan Lengkap Tata Cara Sholat
Berjamaah Sesuai Sunnah Nabi SAW
By
Tongkrongan Islami

Share

Advertisement
Tata Cara Sholat Berjamaah – Sholat berjamaah adalah sholat yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih yang terdiri dari imam dan makmum. Satu
orang menjadi imam (pemimpin) dan yang lainnya menjadi makmun. Sehingga
dapat dikatakan bila terdapat dua orang yang sedang sholat dan satunya
menjadi imam dan lainya menjadi makmum, maka sudah dikategorikan
berjamaah.

Tata cara sholat berjamaah umummnya sama dengan sholat fardhu maupun
sholat sunnah lainnya yang dikerjakan dengan cara sendiri. Dimulai dengan
takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam. Perbedaan di antara sholat sendiri
dan berjamaah adalah terkait dengan ketentuan dalam menjadi imam dan
makmum, maka tulisan di bawah ini akan bersinggungan langsung dengan
permasalahan-permsalahan yang terkait di dalamnya.

Hukum Sholat Berjamaah

Ada pendapat terkait pelaksanaan shoalt berjamaah. Sebagian ulama


mengatakan wajib, sebagian yang lainnya mengatakan sunnah. Berikut
ulasannya:

‫ص ََلَة َ َوأَقِي ُموا‬


َّ ‫الزكَاَة َ َو َءاتُوا ال‬
َّ ‫ار َكعُوا‬
ْ ‫الرا ِكعِينََ َم َعَ َو‬
َّ

Tegakan shalat dan bayarlah zakat dan rukuklah kamu bersama dengan orang-
orang yang rukuk”( al-Baqarah :43 )

َّ ‫طائِفَةَ فَ ْلتَقُ َْم ال‬


‫ص ََلَة َ لَ ُه ُمَ فَأَقَ ْمتََ فِي ِه ْمَ ُك ْنتََ َوإِذَا‬ َ ‫… َمعَكََ مِ ْن ُه َْم‬.‫األية‬

Dan jika kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabat) lalu kamu hendak
mendirikan shalat bersama-sama mereka maka hendaklah segolongan dari
mereka berdiri bersamamu…..” ( An Nissa’ : 102 )
‫قائد لي ليس انه هللا رسول يا فقال اعمى رجل سلم و عليه هللا صلى هللا رسول اتى قال انه عنه هللا رضي هريرة ابي عن‬
‫تسمع هل له فقال سلم و عليه هللا صلى دعاه ولي فلما له يرخص سلم و عليه هللا صلى هللا رسول سال و المسجد الى ني يقود‬
‫فاجب قال نعم قال النداء؟‬

Dari Abu Hurairah ra berkata: seorang laki-laki buta datang kepada Nabi SAW
dan berkata wahai Rasulullah, tidak ada Padaku seorang yang akan
menuntunku pergi ke masjid! Dia minta kepada Rasulullah untuk meminta
kemurahan (izin) kepada beliau, akan tetapi setelah orang tersebut pergi, tiba-
tiba Rasulullah memanggilnya seraya bertanya: Apakah kamu mendengar
panggilan adzan? jawabnya, Ya.Lalu Rasulullah bersabda: Penuhilah panggilan
itu! (HR. Muslim dan Nasa’i)

Dalil Ulama yang berpendapat sunah

‫عسرين و بسبع الفد صَلة تفضل الجماعة الصَلة قال سلم و عليه هللا صلى هللا رسول ان عنهما هللا رضي عمر ابن عن‬
‫درجة‬

Dari ibnu umar ra bahwasanya Rasulullah bersabda: “shalat jama’ah lebih tinggi
dua puluh tujuh derajat dibanding shalat sendirian” (HR Bukhari )

‫سوقه في صَلته و بيته في صَلته على تزيد جماعة في رجل صَلة قال سلم و عليه هللا صلى هللا رسول ان هريرة ابي عن‬
‫درجة عسرين و بسبع‬

Dari Abu Haurairah ra bahwasanya Rasulullah bersabda: “Shalat seseorang


berjamaah lebih tinggi dua puluh tujuh derajat dibanding dengan shalat
sendirian dirumah dan di pasar” ( Muttafaqun alaih )

‫يصلون والقوم المسجد دخل ثم بيته في احدكم صلى اذا سلم و عليه هللا صلى هللا رسول قال قال سرجس بن عبدهللا عن‬
‫نافلة له تكون معهم فليصل‬

Dari Abdullah bin sarjis bahwasanya Rasullah bersabda: “Apabila shalat salah
seorang dari kamu dirumah kemudian masuk masjid dan mendapatkan orang
banyak sedang mengerjakan shalat maka hendaknya shalat bersama mereka
sebagai nafilah” ( HR Thabrani, Hadis ini Hasan menurut As Suyuti )

Bagi yang berpendirian jama’ah bukan wajib hukumnya, mereka berpendapat


bahwa hadits yang menyebutkan Rasulullah mengancam orang yang tidak
jamaah akan dibakar rumahnya merupakn ancaman bagi orang-orang yang
meninggalkan jamaah karena nilai nifaq.

Dari semua dalil–dalil yang menerangkan wajibnya ataupun tidak wajibnya


jama’ah diatas, menurut cara jamak dan taufiq dapat diambil pengertian bahwa
shalat jamaah adalah fardhu kifayah (kewajiban akan gugur saat ada yang
mewakili), hanya saja shalat jamaah tetap anjuran yang perlu mendapat
perhatian bagi kita.

KriteriaَImamَpadaَSholatَJama’ah

‫سواء القرأة في كانوا فإن هللا لكتاب اقرؤهم القوم يؤمَ سلم و عليه هللا صلى هللا رسول قال عنه هللا رضي عمرو بن عقبة عن‬
‫بإذنه إال تكرمته على بيته في يقعد وال صلطانه في الرجل يؤمن وال سنا فاقدمهم سواء الهجرة في فإكانوا هجرة فأعلمهم‬

Dari Abu masud Uqbah bin Amr berkata bahwa RasulAllah SAW bersabda:
“Hendaklah menjadi imam pada suatu kaum orang yang lebih ahli membaca
qur’an, jika dalam hal ini mereka bersamaan maka yang lebih mahir dalam hal
sunah (Hadis), apabila dalam hal inipun mereka bersamaan juga, maka yang
lebih dahulu mengikuti hijrah, kalau tentang hal ini mereka bersamaan juga
maka yang lebih dahulu islamnya (atau yang lebih tua umurnya). (H.R. Ahmad
dan Muslim).

Bolehkah orang yang Buta atau Hamba Sahaya menjadi imam?

‫أعمى وهو بهم يصلى مرتين المدينة على مكتوم أمَ ابن استخلف سلم و عليه هللا صلى النبي أنَ أنس عن‬
Dari Anas bahwa Nabi SAW menguasakan pada Ibnu Umi Maktum atas Madinah
dua kali yaitu mengimami penduduk Madinah padahal beliau adalah seorang
yang buta. (H.R.Ahmad dan Abu Dawud).

‫سالم يؤمهم كان سلم و عليه هللا صلى النبى مقدم قبل بقباء موضعا العصبة نزلوا األولون المهاجرون قدم لما عمر إبن عن‬
‫األسد عبد ابن سلمة وأبو الخطاب عمربن فيهم وكان قرآنا أكثرهم وكان خذيفة أبي مولى‬

Dari Ibnu Umar ketika orang-orang muhajirin yang pertama-tama sampai di


‘Usbah yaitu suatu tempat di Quba sebelum kedatangan Nabi SAW yang
mengimami mereka adalah Salim hamba sahaya Abu Hudzaifah, karena dialah
yang lebih banyak pengertiannya tenteng Al-Qur’an, padahal di tengah-tengah
mereka terdapat juga ‘Umar bin Khattabdan Abu Salamah bin Abdul As’ad.
(H.R.Bukhari dan Abu Dawud)

Posisi Makmum yang Sendirian.

Makmum yang sendirian hendaklah berdiri di sebelah kanan imam,


berdasarkan:

‫ثم يمينه عن فجعلنى فنهانى يساره عن فقمت فجئت المغرب يصلى سلم و عليه هللا صلى النبي قام قال عبدهللا بن جابر عن‬
‫خلفه فصففنا لى صاحب جاء‬

Dari Jabir bin Abdullah berkata : berdirilah Nabi SAW mengerjakan shalat
maghrib, lalu aku datang dan aku berdiri di sebelah kiri Nabi, maka Nabi
menahanku kemudian Nabi SAW meletakkanku di sebelah kanannya, kemudian
datanglah sahabatku, maka kami membuat shaf di belakang Beliau.(H.R.Abu
Dawud)

Sebagian ulama telah menukil adanya kesepakatan bahwa apabila makmum


satu orang maka ia berdiri di sebelah kanan imam, hal ini berdasarkan :
‫فصلى جاء ثم العشاء سلم و عليه هللا صلى هللا رسول فصلى ميمونة خالتى بيت في بتَ قال عنهما هللا رضي عباس إبن عن‬
‫سمعت حتى نام ثم ركعتين صلى ثم ركعات خمس فصلى يمينه عن فجعلنى يساره عن فقمت فجئت نام ثم ركعات أربع‬
‫الصَلة الى خرج ثم خطيطه قال او عطيطه‬

Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata : Aku bermalam di rumah bibiku Maimunah lalu
Nabi SAW mengerjakan shalat ‘isya, kemudian Nabi mengerjakan shalat empat
rakaat setelah itu Nabi tidur, kemudian Nabi mengerjakan shalat lalu aku
datang dan berdiri di sebelah samping kirinya, lalu Nabi menempatkanku
disamping kanannya. Beliau shalat lima rakaat kemudian dua rakaat. Kemudian
Beliau tidur hingga aku mendengar suara dengkurnya.-atau ia berkata: suara
nafasnya.- kemudian Nabi keluar untuk menunaikan shalat subuh.(H.R.Bukhari)

Dalam pendapat ini tidak ada yang menyelisihinya kecuali Ibrahim an-Nakhoi
dia berkata : Apabila makmum satu orang maka ia berdiri di belakang imam,
jika sampai imam rukuk dan belum datang seorangpun maka ia maju dan
mengambil posisi di sebelah kanan imam. Pendapat ini di riwayatkan oleh Sa’id
bin Mansur. Sebagian ‘ulama mencoba memberi penjelasan tentang pendapat
An-nakhoi tersebut, mereka berpedomanan bahwa imam merupakan tempat
berkumpulnya jama’ah, berdasarkan hal itu maka makmum harus berada di
belakang imam, akan tetapi pendapat tersebut menyalahi nash sehingga di
anggap analogi (qias) yang rancu.

Ibnu Hajar Al-atsqolani berkomentar bahwa Ibrahim An-nakhoi mengatakan hal


itu di karenakan ia dalam kondisi adanya keyakinan yang kuat akan datangnya
makmum yang kedua. Sa’id bin Mansur meriwayatkan dari An-nakhoi bahwa dia
berkata terkadang aku berdiri di belakang Al-Aswad seorang diri hingga
muadzin datang. (terjemahan Fathul Baari jilid 4).

Perintah untuk Meluruskan Shof dalam Sholat Berjamaah

‫الصَلة تمام من الصفوف تسوية فإنَ صفوفكم سووا قال سلم و عليه هللا صلى النبيَ أنَ أنس عن‬
Dari Anas r.a. bahwa Nabi SAW bersabda : “Ratakanlah shofmu karena
meratakan shof itu termasuk dari sebagian kesempurnaan
shalat”.(H.R.Bukhaori Muslim).

‫واعتدلوا تراصوا فيقول يكبر أن قبل بوجهه علينا يقبل سلم و عليه هللا صلى هللا رسول كان أنس عن‬

Dari Anas r.a. adalah Nabi SAW menghadapkan mukanya kepada kita sebelum
bertakbir seraya bersabda :” rapatkan dan luruskanlah shofmu”.(H.R.Bukhari
Muslim)Shof Wanita di Belakang Shof Pria

‫عليه هللا صلى النبي جنب إلى وأنا خلفنا تصلى معنا وعائشة سلم و عليه هللا صلى النبي جنب إلى صليت قال عباس ابن عن‬
‫معه أصلى سلم و‬

Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata : “Aku shalat di samping Nabi SAW sedang ‘Aisyah
bersama kami dia shalat di belakang kami dan aku di sisi Nabi SAW.”
(H.R.Ahmad dan Nasa’i)

‫خلفنا سليمّ أم وأمي سلم و عليه هللا صلى النبي خلف واليتيم أنا صليت قال أنس عن‬

Dari Anas r.a. berkata : “Aku shalat bersama-sama anak yatim di belakang Nabi
SAW sedang ibuku Ummu Sulaim di belakang kami”.(H.R.Bukhari)

Mengenai posisi jamaah wanita yang berada di samping jamah laki-laki yang
banyak kita dapati di masyarakat, untuk sementara ini belum kami dapati
dalilnya yang menerangkan tentang hal itu.

Larangan Mendahului Imam

‫قال عنه هللا رضي هريرة أبي عن‬: َ‫وال فكبروا كبر فإذا به ليؤتمَ اإلمام جعل إنما قال سلم و عليه هللا صلى هللا رسول أن‬
‫يسجد حتى تسجدوا وال فاسجدوا سجد وإذا يركعوا حتى تركعوا وال فاركعوا ركع وإذا يكبروا حتى تكبروا‬

Dari Abu Hurairoh r.a. bahwa Rasulullah bersabda : “Sungguh bahwa imam itu
di angkat untuk diikuti, oleh karena itu apabila ia bertakbir maka bertakbirlah
kamu dan janganlah kamu bertakbir hingga ia bertakbir dan apabila ia telah
ruaku’ maka rukuklah kamu dan janganlah kamu rukuk hingga ia rukuk. Dan
apabila ia telah bersujud maka bersujudlah kamu dan janganlah kamu bersujud
hingga ia sujud”.(H.R. Ahmad dan Abu Dawud).

Memperhatikan bacaan imam & wajibnya membaca fatihah


bagi makmum

‫الكتاب تحة بفا يقراء لمن الصَلة قال سلم و عليه هللا صلى هللا رسول ان قال عنه هللا رضى صامت بن دة عبا عن‬

Dari ‘Ubadah bin Shomit bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Tiada sah shalat
orang yang tidak membaaca ummul kitab (Al Fatihah)”.(H.R.Bukhari Muslim).

‫أراكم اني قال انصرف فلما القراءة عليه فثقلت الصبح سلم و عليه هللا صلى هللا رسول صلى قال صامت بن عبادة عن‬
‫القرآن بأمَ اال التفعلوا قال وهللا اي هللا رسول يا قلنا قال إمامكم وراء تقرؤون‬

Dari ‘Ubadah bin Shamit berkata Rasulullah SAW shalat shubuh lalu beliau
mendengar orang-orang makmum yang nyaring bacaannya. Setelah selesai
shalat beliau menegur : Aku kira kamu sam membaca di belakang imammu?.
Kata ‘Ubadah : kita sama menjawab : Ya, wahai Rasulullah, demi Allah benar.
Maka beliau bersabda : Janganlah kau mengerjakan yan demikian, kecuali
dengan bacaan fatihah.(H.R.Ahmad, Daruqutni, Baihaqi).

Dari anas r.a. ia berkata bahwa Rasulullah bersabda : “Apakah engkau


membaca dalam shalatmu di belakang imammu, padahal imam itu membaca?
Janganlah kamu mengerjakannya, hendaklah seseorang membaca fatihah pada
dirinya sendiri. (yaitu dengan suara yang rendah yang di dengar
sendiri)”.(H.R.Ibnu Hibban).

Sebagian ulama berpendapat tidak wajib bagi makmum untuk membaca fatihah
dalam shalat jahr di belakang imam. Berdasarkan :

َ ‫صتُوا لَ َهُ فَا ْستَمِ عُوا ْالقُ ْر َءانَُ قُ ِر‬


‫ئَ َوإِذَا‬ ِ ‫ت ُ ْر َح ُمونََ لَعَلَّ ُك َْم َوأ َ ْن‬
Dan apabila di bacakan Al-qur’an maka dengarkanlah olehmu dan diamlah
kamu agar supaya kamu mendapat rahmat.(Al A’raf : 204)

‫فانصتوا قرأ اذا و فكبروا كبر فإذا به ليؤتمَ اإلمام جعل انما‬

Hanya saja di jadikan imam untuk diikuti apabila ia takbir maka bertakbirlah
kamu dan apabila membaca diamlah kamu (memperhatikan) (H.R Ahmad)

‫اإلمام قراءة فحسبه اإلمام خلف احدكم صلى اذا يقول اإلمام؟ خلف احد يقرا هل سئل اذا عمر بن هللا عبد كان‬

Adalah Abdullah bin Umar ketika ditanya apakah seseorang (makmum)


membaca dibelakang imam? Berkatalah dia: Apabila seseorang shalat
dibelakang imam maka bacaan imam sudah mencukupinya. (HR Imam Malik).

Membaca Amien dengan Suara Keras

‫فقولوا ”الضالين وال عليهم المغضوب غير“ اإلمام قال إذا سلم و عليه هللا صلى هللا رسول أنَ عنه هللا رضي هريرة أبي عن‬
‫آمين‬. َ‫آمين يقول اإلمامة وإنَ آمين تقول المَلئكة فإن‬. ‫ذنبه من تقدم ما له غفر المَلئكة تئمين تئمينه وافق فمن‬

Dari Abu Hurairah berkata: bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “Apabila


imam telah membaca Ghairil maghdlu bi’alaihim waladl dlallin maka bacalah A-
mi-, karena sesungguhnya malaikat membaca A-mi-n bersama-sama dengan
imam membaca A-mi-n. Barang siapa membaca A-mi-n bersmaan dengan
bacaan para malaikat niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalau.(HR
Ahmad dan Nasa’I)

‫للجة للمسجد إنَ الحرام بالمسجد وراءه ومن هو يأمن كان عنهما هللا رضي زبير ابن أنَ عطاء عن‬

Dari Atha’ bahwa Ibnu Zubair ra membaca A-mi-n bersama-sama dengan orang
yang shalat dibelakangnya (di Masjidil Haram) sehingga masjid itu bergemuruh
suaranya. (HR Bukhari)
Imam mengeraskan takbir intiqal dan dibolehkannya mengangkat seorang
muballigh (penyambung takbir imam agar sampai kepada makmaum)

‫ قال الحارث سعيد عن‬:‫من قام وحين رفع وحين سجد وحين السجود من رئسه رفع حين بالتكبير فجهر سعيد أبوا لنا صلى‬
‫سلم و عليه هللا صلى هللا رسول رئيت هكذا زقال الركعتين‬

Dari Said Ibnu Harits berkata: Abu said bershalat menjadi imam kita, maka ia
membsca takbir dengggan nyaring tatkala mengangkat kepalanya, bangun dari
sujud, ketika akan sujud, ketika bangun dan ketika berdiri dari dua rakaat.
Selanjutnya dikatakan Demikian aku melihat Rasullah SAW”.(HR Bukhari dan
Ahmad)

‫قال جابر عن‬: ‫تكبيره الناس يسمع بكر وأبو قاعد وهو وراءه فصلينا سلم و عليه هللا صلى هللا رسول اشتكى‬

Dari Jabir ra berkata: Rasulullah pada suatu ketika menderita sakit, kemudian
kami shalat dibelakangnya, dan beliau shalat dengan duduk, serta AbuBakar
memperdengarkan (menyambung) takbir beliau kepada orang banyak”. (HR
Ahmad, Muslim, Nassa’I dan Ibnu Majah)

Makmum yang masbuq dan mendapati imam sudah mulai


mengerjakan shalat, maka bertakbir dan langsung mengikuti
gerakan imam.

‫الركعة أدرك ومن تعدوها فاسجدواوال سجود ونحن الصَلة إلى جئتم إذا سلم و عليه هللا صلى هللا رسول قال هريرة أبى عن‬
‫الصَلة أدرك فقد‬

Dari Abu Hurairah berkata: Bahwa Rasulullah SAW bersabda “Apabila kamu
datang untuk shalat (jamaah) padahal kita sedang sujud, maka sujudlsh dan
kamu jangan menghitungnya satu raka’at.Dan barang siapa menjumpai
rukuknya imam berarti dia menjumpai shalat (mendapati satu raka’at
sempurna)”. (HR Abudawud, Hakim dan Ibnu Khuzaimah)
‫حال على واإلمام الصَلة أحدكم أتى إذا سلم و عليه هللا صلى هللا رسول قال قال جبل بن ومعاذ طالب أبى بن على عن‬
‫اإلمام يضع كما فاليضع‬

Dari Ali bin Abi Thalib dan Muad bin Jabal keduanya berkata “apabila salah
seoranng diantaramu mendataaangi shalat (jama’ah), pada waktu imam sedang
berada dalam suatu keadaan, maka hendaklah ia kerjakan sebagaimana apa
yang dikerjakan oleh imam.”(HR Tirmidzy)

Dari keterangan hadis diatas dapat disimpulkan apabila ma’mum yang masbuq
hendaklah segera bertakbir dan segera mengikuti gerakan imam baik rukuk,
sujud, duduk diantara dua sujud dan duduk takhiat awal ataupun akhir.

Rukuknya Makmum yang Masbuk Bersama Imam dihitung satu


Rakaat

‫أدركها فقد صلبه اإلمام يقيم أن قبل الصَلة من ركعة أدرك من سلم و عليه هللا صلى هللا رسول قال‬

Bahwa Rasulullah bersabda: Barang siapa yang menjumpai rukuk dari shalat
sebelum imam berdiri tegak dari rukuknya maka berarti dia telah mendapati
satu rakaat yang sempuna. (HR Daruqutni dan dishohihkan oleh Ibnu Hibban)

‫الصَلة أدرك فقد اإلمام مع الصَلة من ركعة أدرك من قال سلم و عليه هللا صلى النبى أنَ هريرة أبى عن‬

Dari Abu Hurairah berkata bahwasanya Nabi SAW bersabda: Barang siapa
mendapati rukuk dari pada shalat berarti dia telah mendapati shalat (satu
rakaat sempurna). (HR Bukhari dan Muslim)

Ada juga yang berpendapat rukuknya makmum yang masbuk yang menjumpai
rukuk bersama imam tidak dapat dihitung satu rakaat, karena makmum tidak
membaca Fatihah ataupun mendengar bacaan Fatihah dari imam, karena pada
dasarnya seorang makmum wajib membaca Fatihah pada tiap-tiap satu rakaat
yaitu dengan mendengarkan bacaan Fatihah imam. Hal ini berdasarkan:
‫متفق( الكتاب تحة بفا يقراء لمن الصَلة قال سلم و عليه هللا صلى هللا رسول ان قال عنه هللا رضى صامت بن دة عبا عن‬
‫عليه‬

Dari Ubadah Bin Shamit r.a Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Tiadalah
shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah.”(HR Bukhari dan Muslim).

Permasalahan makmum masbuq menepuk pundak imam yang sering kita dapati
dimasyarakat, untuk sementara ini belum kita dapati dalilnya, kami
menyimpulkan bahwa hal itu (menepuk pundak) di lakukan hanya untuk
memberi tahu kepada imam bahwa ada makmum dibelakangnya, akan tetapi
kalau hal ini dilakukan akan mengganggu shalat imam seyogyanya makmum
mengucapkan takbiratul ihram dengan keras agar imam tahu bahwa
dibelakangnya ada makmum, dan hal ini sebagai pengganti menepuk pundak
imam untuk memberi tahu bahwa dibelakangnya terdapat makmaum.

Imam menghadap kearah makmum sesudah selesainya shalat

‫ قال سمورة عن‬: ‫بوجهه علينا أقبل صَلة صلى إذا سلم و عليه هللا صلى النبي كان‬

Dari Samurah ra berkata :” adalah Rasulullah SAW apabila telah selesai


mengerjakan shalat beliau menghadapkan mukanya kepada kita”. (HR Bukhari)

‫ قال عازب بن البراء عن‬:‫بوجهه علينا فيقبل يمينه عن نكون أن أحببنا سلم و عليه هللا صلى هللا رسول خلف صلينا إذا كنا‬

Dari Bara’ bin Azib berkata: ” apabila kita shalat dibelakang Rasulullah SAW kita
senang berada di sebelah kanan beliau, supaya setalah selesai beliau
menghadapkan mukanya kepada kita”. (HR Muslim dan Abu Dawud)

Membuat sutrah dan larangan melewati didepan orang shalat

‫الناس و إليها فيصلى يديه بين فتوضع بالحربة أمر العيد يوم خرج إذا كان سلم و عليه هللا صلى هللا رسول أنَ عمر ابن عن‬
‫السفر فى ذلك يفعل وكان وراءه‬.َ‫اإلمراء اتخذها ثم‬
Dari Ibnu Umar ra. Bahwasanya Rasulullah saw apabila keluar pada hari raya
beliau meminta lembing, kemudian dipancangkan didepannya dan lalu shalat
menghadap kearahnya sedang orang banyak shalat dibelakangnya. Beliau
kerjakan yang demikian itu juga pada waktu bepergian. Berdasarkan pekerjaan
Nabi tersebut maka kepala negarapun menjalankan yang demikian itu. (HR.
Muslim)

‫ قال جهيم أبي عن‬: ‫خيرا أربعين يكف أن لكان عليه ماذ المصلى يدي بين المارَ يعلم لو سلم و عليه هللا صلى هللا رسول قال‬
‫سنة أو شهرا أو يوما أربعين يديه بين يمرَ أن من له‬

Dari Abu Juhaim berkata: bahwa Rasulullah saw bersabda: “andaikata orang
yang lewat di depan orang yana shalat itu mengerti besarnya dosa yang
dipikulkan kepadanya, niscaya akan lebih baik dia menunggu selama empat
puluh dari pada lewat di depan orang yang shalat, yaitu empat puluh hari,
empat puluh bulan atau empat puluh tahun”. (HR. Jama’ah)

Bacaan Basmalah Dalam Shalat Jahr

a. Fuqoha Madinah, Bashroh, dan Syam berpendapat bahwa basmalah adalah


pembatas dari satu surat ke surat yang lain sehingga mereka berpendapat
basmalah bukanlah termasuk dari surat al-fatihah. Oleh karena itu Imam Malik
berpendapat tidak membaca basmalah ketika membaca al-fatihah dalam shalat.

b. Ahli qiro’ah kufah dan mekkah begitu pula Imam Syafi’I berpendapat bahwa
basmalah adalah termasuk dalam surat al-fatihah, oleh karena itu Imam Syai’I
berpendapat basmalah di baca dengan keras di dalam shalat, baik shalat jahr
ataupun sirr.
Basmalah Apakah Di baca Jahr atau sirr dalam shalat

Dalam menunaikan shalat telah di tuntunkan oleh Rasulullah saw dan para
sahabatnya untuk membaca basmalah dalam mengawali surat al-fatihah
Bacaan basmalah ini dapat di baca dengan jahr ataupun sirr di dalam shalat (
karena dalam putusan tarjih tidak disebutkan secara rinci apakah bacaan
basmalah dibaca jahr atau sirr dalam shalat ).

HukumَWanitaَBerjama’ahَdiَMasjid

Hadis yang menerangkan wanita lebih utama shalat di rumah

‫بيوتهنَ قعر النساء مساجد خير قال سلم و عليه هللا صلى هللا رسول عن سلمة أم عن‬

Dari Ummu Salamah dari Rasulullah saw bersabda :” sebaik-baik tempat sujud
wanita adalah di bilik rumahnya” (HR. Ahmad, Thobroni dalam kitab al-kabir)

Didalam sanadnya terdapat Ibnu Lahi’ah, juga Ibnu Khizaimah meriwayatkan


dalam kitab shohehnya sdan Al-Hakim dari Duraij Abis Samhi dari Sa’ib budak
Ummu Salamah dari Ummu Salamah. Dan Ibnu Khuzaimah berkata aku tidak
kenal apakah Sa’ib itu orang yang adil atau tercela, tetapi Al-Hakim berkata
sanadnya shoheh.

Sedangkan hadis yang membolehkan wanita jama’ah di masjid.

‫هللا مساجد هللا إماء التمنعوا سلم و عليه هللا صلى لقوله أفضل الجماعة أن العلم مع مصَلهنَ النساء التمنعوا‬

Janganlah kamu melarang wanita-wanita pergi ke musholla setelah diketahui


shalat jama’ah itu lebih utama. Karena dasar hadis : Janaganlah kamu
melarang hamba-hamba wanita Allah pergi ke masjid-masjid Allah. (HR Bukhari
Muslim )

‫قال عمر ابن عن‬: ‫درجة وعشرين بسبع الفذَ صَلة من أفضل الجماعة صَلة سلم و عليه هللا صلى هللا رسول قال‬

Dari Ibnu ‘Umar berkata Rasulullah saw bersabda: “Shalat jama’ah itu lebih
uatama dengan shalat sendirian dengan kelipatan 27 derajat” ( HR . Bukhari )
Dengan cara jamak dan taufiq dua hadis yang bertentangan di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa bagi wanita apabila tidak ada halangan pergi ke
masjid atau musholla, sebaiknya jama’ah di masjid atau di musholla bersama
dibolehkannya shalat berjama’ah di rumahnya.

Pandangan Para Fuqoha Mengenai Wanita Berjama’ah di Masjid

Abu Hanifah dan sahabatnya berpendapat hukumnya makruh bagi wanita yang
masih berusia muda berjama’ah di masjid, karena ditakutkan akan terjadinya
fitnah. Sedangakan Abu Hanifah sendiri berpendapat wanita yang sudah tua
dibolehkan berjama’ah di masjid akan tetapi dengan wakyu-waktu tertentu,
yaitu pada waktu shol;at subuh, maghrib dan ‘isya, selain dari waktu-wakyu
tersebut di makruhkan. Karena diwaktu subuh dan ‘isya adalah disaat waktunya
orang-orang fasiq tidur, sedangakn waktu maghrib adalah wakltunya orang-
orang fasiq makan malam.

Malikiyah (Pengikut Imam Maliki) berpendapat wanita boleh berjama’ah di


masjid apabila tidak dikhatuirkan akan terjadinya fitnah, apabila ditakutkan
terjadinya fitnah maka wanita dilarang keluar untuk berjama’ah di masjid.

Syafi’iyyah dan Imam Ahamad Bin Hambal berpendapat hukumnya makruh bagi
wanita yang masih berusia muda untuk keluar menghadiri shalat jama’ah laki-
laki karena akan mendatangankan fitnah dan yang lebih baik adalah ia shalat di
rumahnya. Dibolehkan shalat berjama’ah di masjid bagi wanita dengan syarat
mendapat izin dari suaminya dan keluarnya tanpa menggunakan wewangian
akan tetapi apabila ia shalat di rumahnya lebih baik.

Kesimpulan : bahwa hukumnya makruh bagi wanita berjama’ah di masjid


karena ditakutkan akan terjadinya fitnah, dibolehkan berjama’ah di masjid bagi
wanita yang sudah tua. (Fiqih Islam wa adillatuhu hal 1172 jilid 2)

Berjabatَtanganَsesudahَshalatَjama’ah
Berjabat tangan jika dikaitkan dengan contoh dari Nabi khususnya sesudah
selesai shalat jama’ah belum terdapat dalil yang menerangkannya, kecuali hadis
yang nenerangkan jabat tangan dalam peristiwa shalat jama’ah yaitu shalat
jama’ah yang sudah selesai sama sekali, dan jama’ah mulai bubar
meninggalkan masjid yaitu hadis yang diriwatkan oleh imam Bukhari yang
menyatakan ketika itu Nabi datang di sebuah wilayah yang baru didatangai oleh
Nabi, sehingga masyarakat beramai-ramai ingin lebih dekat mengenal pada
Nabi, pada waktu itu Nabi membiarkan tangannya sehingga para jama’ah
memengang tangan beliau.

Dari keterngan di atas dapat diambil kesimpulan berjabat tangan sesudah


shalat jama’ah tidak ada tuntunanya. Kerena tiadanya hadis yang
menerangankan hal itu. Sebenarnya yang diperintahkan oleh Rasulullah
susudah shalat adalah berzikir dan berdoa, berjabat tangan dengan sesama
jama’ah boleh-boleh saja sekiranya dikerjakan sesudah selesai sama sekali dari
pelaksanaan shalat-shalat jama’ah (bubarnya para jama’ah). (Tanya Jawab
Agama IV & V)

Zikir Bersama-samaَSesudahَShalatَJama’ah

…..َ‫ِيرا ََربَّكََ َوا ْذ ُك ْر‬


ً ‫س ِبحَْ َكث‬ َ ‫َارَ ِب ْالعَش‬
َ ‫ِي ِ َو‬ ِ ْ ‫َو‬
ِ ‫اإل ْبك‬

…Dan ingatlah (nama) dengan sebaik-baiknya pada waktu petang dan pagi hari
(Ali Imran : 41)

َ َ ‫ل مِ نََ ْال َج ْه ِرَ َودُونََ َوخِ يفَ َةً ت‬


َ‫ض ُّرعًا نَ ْفسِكََ فِي َربَّكََ َوا ْذ ُك ْر‬ َِ ‫ل بِ ْالغُد ُِوَ ْالقَ ْو‬ َ ‫ال َو ْاْل‬
َِ ‫صا‬ َْ ‫ْالغَافِلِينََ مِ نََ ت َ ُك‬
ََ ‫ن َو‬

Dan ingatlah (nama TuhanMu) dalam dirimu dengan merendahkan diri dan
meringankan suara tanpa mengeraskan suara di waktu pagi dan petang dan
janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai (al-A’raf: 205)
sedangkan dalam hadis tidak didapati anjuran untuk berzikir dengan suara
keras apalagi dikerjakan di dalam mesjid yang dapat menganggu orang lain
yang sedang mengerjakan shalat.

Kesimpulannya berzikir memang ada tuntunanya, akan tetapi zikir bersama-


sama dengan suara keras tidak didapati tuntunannya. (Tanya Jawab Agama Jilid
I)

Mengusap Muka sesudah Salam

Belum ditemukan dalil yang menerangkan mengusap muka atau dahi sesudah
salam dalam shalat, oleh karena itu hal ini tidak perlu kita lakukan, yaitu
mengusap muka sesudah salam.

Sumber: https://www.tongkronganislami.net/tata-cara-sholat-berjamaah/

Vous aimerez peut-être aussi