Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BERANDA
#109 (TANPA JUDUL)
VIDEO KAJIAN
Permasalahan iman merupakan permasalahan terpenting seorang muslim, sebab iman menentukan
nasib seorang didunia dan akhirat. Bahkan kebaikan dunia dan akhirat bersandar kepada iman yang
benar. Dengan iman seorang akan mendapatkan kehidupan yang baik di dunia dan akhirat dan
keselamatan dari segala keburukan dan adzab Allah. Dengan iman seorang akan mendapatkan
pahala besar yang menjadi sebab masuk ke dalam syurga dan selamat dari neraka. Lebih dari itu
semua, mendapatkan keridhaan Allah yang maha kuasa sehingga Dia tidak akan murka kepadanya
dan dapat merasakan kelezatan melihat wajah Allah di akhirat nanti. Dengan demikian
permasalahan ini seharusnya mendapatkan perhatian lebih dari kita semua.
“Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang yang
kafir): “Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari
berbangkit.” (Qs. Ar-Ruum: 30/56)
Mereka inilah inti dan pilihan dari yang ada dan mereka adalah orang yang berhak mendapatkan
martabat tinggi. Namun kebanyakan manusia keliru dalam (memahami) hakikat ilmu dan iman ini,
sehingga setiap kelompok menganggap ilmu dan iman yang dimilikinyalah satu-satunya yang dapat
mengantarkannya kepada kebahagiaan, padahal tidak demikian. Kebanyakan mereka tidak memiliki
iman yang menyelamatkan dan ilmu yang mengangkat (kepada ketinggian derajat), bahkan mereka
telah menutup untuk diri mereka sendiri jalan ilmu dan iman yang diajarkan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan menjadi dakwah beliau kepada umat. Sedangkan yang berada diatas iman dan
ilmu (yang benar) adalah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya setelah beliau
serta orang-orang yang mengikuti mereka diatas manhaj dan petunjuk mereka….” (al-Fawaaid hal.
191)
Demikian bila kita melihat kepada pemahaman kaum muslimin saja tentang iman didapatkan
demikian banyaknya kekeliruan dan penyimpangan. Sebagai contoh banyak dikalangan kaum
muslimin ketika berbuat dosa yang menyatakan: “Yang penting kan hatinya.” Ini semua tentunya
membutuhkan pelurusan dan pencerahan bagaimana sesungguhnya konsep iman yang benar
tersebut.
Makna Iman
Dalam bahasa Arab, ada yang mengartikan kata iman
dengan tashdiq (membenarkan); thuma’ninah(ketentraman); dan iqrar (pengakuan). Makna ketiga
inilah yang paling tepat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
“Telah diketahui bahwa iman adalah iqrar (pengakuan), tidak semata-mata tashdiq (membenarkan).
Dan iqrar(pengakuan) itu mencakup perkataan hati, yaitu tashdiq (membenarkan), dan perbuatan
hati, yaitu inqiyad(ketundukan hati)”.(1)
Yaitu: keyakinan yang disertai dengan kecintaan dan ketundukan kepada terhadap semua yang
dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Adapun secara syar’i (agama), iman yang sempurna mencakup qaul (perkataan) dan amal
(perbuatan). Syaikul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dan di antara prinsip Ahlus sunnah
wal jama’ah adalah ad-din (agama/amalan) dan al-iman adalah perkataan dan perbuatan, perkataan
hati dan lisan, perbuatan hati, lisan dan anggota badan.”(2)
Banyak dalil yang menunjukkan masuknya lima perkara di atas dalam kategori iman, di antaranya
adalah sebagai berikut:
2. Perkataan lisan, yaitu mengucapkan syahadat La ilaaha illallah dan syahadat Muhammad
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan lisan dan mengakui kandungan syahadatain
tersebut.
Di antara dalil hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Aku diperintah (oleh Allah) untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada
yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, dan sampai mereka
menegakkan shalat, serta membayar zakat. Jika mereka telah melakukan itu, maka mereka telah
mencegah darah dan harta mereka dariku kecuali dengan hak Islam, dan perhitungan mereka pada
tanggungan Allah.” (HR. al-Bukhâri, no: 25, dari `Abdullâh bin Umar radhiallahu ‘anhu)
“Aku diperintah (oleh Allah) untuk memerangi manusia sampai mereka mengatakan ‘La ilaaha
illallah’.” (HR. al-Bukhâri, no: 392, dari Anas bin Mâlik rahimahullah)
3. Perbuatan hati, yaitu gerakan dan kehendak hati, seperti ikhlas, tawakal, mencintai Allah
subhanahu wa ta’ala, mencintai apa yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala, rajaa’ (berharap
rahmat/ampunan Allah subhanahu wa ta’ala), takut kepada siksa Allah subhanahu wa ta’ala,
ketundukan hati kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dan lain-lain yang mengikutinya. Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, hati
mereka gemetar, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka
(karenanya) dan kepada Rabbnya mereka bertawakkal.” (Qs. Al-Anfâl/8:2)
4. Perbuatan lisan/lidah, yaitu amalan yang tidak dilakukan kecuali dengan lidah. Seperti
membaca al-Qur’ân, dzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala, doa, istighfâr, dan lainnya. Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya:
“Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Rabb-mu (al-Qur’ân). Tidak ada
(seorang pun) yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya.” (Qs. Al-Kahfi/18:27)
5. Perbuatan anggota badan. Yaitu amalan yang tidak dilakukan kecuali dengan anggota badan.
Seperti: berdiri shalat, rukuu’, sujud, haji, puasa, jihad, membuang barang mengganggu dari jalan,
dan lain-lain. Allah berfirman yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah, sujudlah, sembahlah Rabbmu dan berbuatlah kebajikan
supaya kamu mendapat kemenangan.” (Qs. al-Hajj/22:77)
Rukun-Rukun Iman
Sesungguhnya iman memiliki bagian-bagian yang harus ada, yang disebut dengan rukun-rukun
(tiang; tonggak) iman. Ahlus sunnah wal jamâ’ah meyakini bahwa rukun iman ada enam. Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata pada permulaan kitab beliau, Aqidah al-Wasithiyah, “Ini
adalah aqidah Firqah an-Nâjiyah al-Manshurah (golongan yang selamat, yang ditolong) sampai hari
kiamat, Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Yaitu: beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, kebangkitan setelah kematian, dan beriman kepada
qadar, yang baik dan yang buruk”.(3)
Dalil rukun iman yang enam ini adalah sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
malaikat Jibrîl, ketika menjelaskan tentang iman:
س ِل ِه َو ْاليَ ْو ِم ْاْلخِ ِر َوتُؤْ مِ نَ بِ ْالقَ َد ِر خ ِ َّ ِي ِْر ِه َوش َِر ِه ََأ َ ْن تُؤْ مِ نَ ب
ُ اَّلل َو َمالَئِ َكتِ ِه َو ُكتُبِ ِه َو ُر
Rukun iman ini wajib diyakini oleh setiap Mukmin, barangsiapa mengingkari salah satunya, maka dia
kafir! Syaikh Muhammad Khalîl Harrâs rahimahullah berkata:
“Enam perkara ini adalah rukun-rukun iman. Iman seseorang tidak sempurna kecuali jika dia
beriman kepada semuanya dengan bentuk yang benar sebagaimana ditunjukkan oleh al-Kitab dan
Sunnah. Barangsiapa mengingkari sesuatu darinya, atau beriman kepadanya dengan bentuk yang
tidak benar, maka dia telah kafir.”(4)
Para ulama ahlussunnah menjadikan ayat ini sebagai dasar adanya pertambahan dan pengurangan
iman, sebagaimana pernah ditanyakan kepada imam Sufyaan bin ‘Uyainah rahimahullah apakah
iman itu bertambah atau berkurang, beliau rahimahullah menjawab:
“Tidakkah kalian mendengar firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Maka Perkataan itu menambah
keimanan mereka.” (Qs. ali-Imran: 3/173)
Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” (Qs. al-
Kahfi: 19/13) dalam beberapa ayat lainnya”. Ada yang bertanya: “Bagaimana berkurang?” Beliau
menjawab: “Tidak ada sesuatu yang bisa bertambah kecuali ia juga bisa berkurang.”(5)
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di menjelaskan tafsir ayat ini dengan menyatakan: Terdapat dalil yang
menunjukkan pertambahan iman dan pengurangannya, sebagaimana pendapat para as-Salaf ash-
Shaalih. Hal ini dikuatkan juga dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:
“Dan supaya orang yang beriman bertambah imannya.” (Qs. al-Mudatstsir:74/31) dan firman Allah
subhanahu wa ta’ala yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang
bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya
bertambahlah iman mereka (karenanya).” (Qs. Al-Anfaal: 8/2)
Juga dikuatkan dengan kenyataan bahwa iman itu adalah perkataan kalbu dan lisan, amalan kalbu,
lisan dan anggota tubuh. Juga kaum mukminin sangat bertingkat-tingkat dalam hal ini. (6)
الزانِي حِ ينَ يَ ْزنِي َوه َُو ُمؤْ مِ ٌن َو َال يَ ْش َربُ ْالخ َْم َر حِ ينَ يَ ْش َربُ َوه َُو ُمؤْ مِ ن
َّ ٌَال يَ ْزنِي
َ ٌَو َال يَس ِْرقُ حِ ينَ يَس ِْرقُ َوه َُو ُمؤْ مِ ن
“Tidaklah seorang pezina berzina dalam keadaan mukmin dan tidaklah minum minuman keras
ketika minumnya dalam keadaan mukmin serta tidaklah mencuri ketika mencuri dalam keadaan
mukmin.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Ishaaq bin Ibraahim an-Naisaaburi berkata: Abu Abdillah (imam Ahmad) pernah ditanya tentang
iman dan berkurangnya iman. Beliau menjawab: berkurangnya iman ada pada sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam: Tidaklah seorang pezina berzina dalam keadaan mukmin dan tidaklah
mencuri dalam keadaan mukmin. (7)
“Iman itu lebih dari tujuh puluh atau lebih dari enampuluh. Yang paling utama adalah perkataan:
“Laa Ilaaha Illa Allah” dan yang terendah adalah membersihkan gangguan dari jalanan dan rasa
malu adalah satu cabang dari iman.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Hadits yang mulia ini menjelaskan bahwa iman memiliki cabang-cabang, ada yang tertinggi dan ada
yang terendah. Cabang-cabang iman ini bertingkat-tingkat dan tidak berada dalam satu derajat
dalam keutamaannya, bahkan sebagiannya lebih utama dari lainnya. Oleh karena itu imam at-
Tirmidzi memuat bab dalam Sunannya: “Bab Peyempurnaan Iman, pertambahan dan
pegurangannya.”
Sedangkan pendapat dan atsar as-Salaf ash-Shaalih sangat banyak sekali dalam menetapkan
keyakinan bahwa iman itu bertambah dan berkurang, diantaranya:
ُ ُع َم ٌل يَ ِز ْي ُد َو يَ ْنق
ص َ اإليْمِ انُ قَ ْول َو
ِ
Abu Syibl ‘Al-qamah bin Qais an-Nakhaa’i (wafat setelah tahun 60 H) berkata kepada para
sahabatnya:
Beliau juga ditanya tentang iman apakah akan bertambah? Beliau menjawab: Iya hingga menjadi
seperti gunung. Beliau ditanya lagi: “Apakah akan berkurang?” Beliau radhiallahu ‘anhu menjawab:
Ia hingga tidak sisa sedikitpun darinya.”(14)
ُ ُع َم ٌل يَ ِز ْي ُد َو يَ ْنق
ص َ اإليْمِ انُ قَ ْول َو
ِ
Demikianlah pernyataan dan pendapat para ulama ahlus sunnah seluruhnya, sebagaimana
dijelaskan syaikh Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam pernyataan beliau:
“Para as-Salaf telah berijma’ bahwa iman adalah ucapan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.”
1. Merealisasikan iman dan cabang-cabangnya dan menerapkannya baik secara ilmu dan amal
secara bersama.
2. Berusaha menolak semua yang menentang dan menghapus iman atau menguranginya dari
fitnah-fitnah yang Nampak dan yang tersembunyi, mengobati kekurangan dari awal dan
mengobati yang seterusnya dengan taubat nasuha serta mengetahui satu perkara sebelum
hilang.(17)
1. Belajar ilmu yang manfaat yang bersumber dari al-Qur`an dan as-Sunnah.
Hal ini menjadi sebab pertambahan iman yang terpenting dan bermanfaat, karena ilmu menjadi
sarana beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan mewujudkan tauhid dengan benar dan
pas. Pertambahan iman yang didapatkan dari ilmu bias terjadi dari beraneka ragam sisi, di
antaranya:
2. Merenungi ayat-ayat Allah kauniyah. Merenungi dan meneliti keadaan dan keberadaan makhluk-
makhluk Allah subhanahu wa ta’ala yang beraneka ragam dan menakjubkan merupakan faktor
pendorong yang sangat kuat untuk beriman dan mengokohkan iman.
Sedangkan sebab-sebab berkurangnya iman ada yang berasal dari dalam diri manusia sendiri
(intern) dan ada yang berupa faktor luar (ekstern).
Diantara faktor internal manusia sendiri yang memiliki pengaruh besar dalam melemahkan
iman adalah:
1. Kebodohan. Ini adalah sebab terbesar dari pengurangan iman, sebagaimana ilmu adalah
sebab terbesar pertambahan iman.
2. Kelalaian, sikap berpaling dari kebenaran dan lupa. Tiga perkara ini adalah salah satu sebab
penting berkurangnya iman.
3. Perbuatan maksiat dan dosa. Jelas kemaksiatan dan dosa sangat merugikan dan memiliki
pengaruh jelek terhadap iman. Sebagaimana pelaksanaan perintah Allah subhanahu wa
ta’ala menambah iman, demikian juga pelanggaran atas larangan Allah subhanahu wa ta’ala
mengurangi iman. Namun tentunya dosa dan kemaksiatan bertingkat-tingkat derajat,
kerusakan dan kerugian yang ditimbulkannya, sebagaimana disampaikan ibnu al-Qayyim
rahimahullah dalam ungkapan beliau: “Sudah pasti kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan
bertingkat-tingkat sebagaimana iman dan amal shalih pun berderajat-derajat”.(20)
4. Nafsu yang mengajak kepada keburukan (an-nafsu ammarat bissu’). Inilah nafsu yang ada
pada manusia dan tercela. Nafsu ini mengajak kepada keburukan dan kebinasaan,
sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala jelaskan dalam menceritakan istri al-Aziz: “Dan aku
tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya
Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (Qs. Yusuf:13/53) Nafsu ini menyeret
manusia kepada kemaksiatan dan kehancuran iman, sehingga wajib bagi kita berlindung
kepada Allah subhanahu wa ta’ala darinya dan berusaha bermuhasabah sebelum beramal
dan setelahnya.
1. Syaitan musuh abadi manusia yang merupakan satu sebab penting eksternal yang
mempengaruhi iman dan mengurangi kekokohannya.
2. Dunia dan fitnahnya. Menyibukkan diri dengan dunia dan perhiasannya termasuk sebab
yang dapat mengurangi iman, sebab sebesar semangat manusia memiliki dunia dan
keridhaannya terhadap dunia maka semakin memberatkan dirinya berbuat ketaatan dan
mencari kebahagian akhirat, sebagaiman dituturkan imam ibnu al-Qayyim.
3. Teman bergaul yang jelek. Teman yang jelek dan jahat menjadi sesuatu yang sangat
berbahaya terhadap keimanan, akhlak dan agamanya. Karena itu Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam telah memperingatkan kita dari hal ini dalam sabda beliau:
Demikianlah perkara yang harus diperhatikan dalam iman, mudah-mudahan hal ini dapat
menggerakkan kita untuk lebih mengokohkan iman dan menyempurnakannya.
Wabillahittaufiq.
Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel: EkonomiSyariat.com
Footnes:
(1) Majmû’ Fatâwa 7/638
(2) Syarh Aqîdah Wâsithiyah, hlm. 231, karya Syaikh Muhammad Khalîl Harrâs, takhrîj: ‘Alwi bin
Abdul Qadir as-Saqqâf
(3) Syarh Aqîdah Wâsithiyah, hlm: 60-61, karya Syaikh Muhammad Khalîl Harrâs, takhrîj: ‘Alwi bin
Abdul Qadir as-Saqqâf
(4) Syarh Aqîdah Wâsithiyah, hlm: 61-62, karya Syaikh Muhammad Khalîl Harrâs, takhrîj: ‘Alwi bin
Abdul Qadir as-Saqqâf
(5) Diriwayatkan kisah ini oleh al-Aajuriy dalam kitab asy-Syari’at hlm 117
(6) Tafsir as-Sa’di 5/33
(7) Diriwayatkan oleh al-Kholaal dalam kitab as-Sunnah no. 1045
(8) At-Taudhih wa al-Bayaan Lisyajarat al-Imaan hlm 14
(9) Diriwayatkan ibnu Abi Syaibah dalam al- Mushannaf 11/26 dengan sanad shahih
(10) Diriwayatkan Abdullah bin Ahmad dalam kitab as-Sunnah 1/314
(11) Diriwayatkan Abdullah bin Ahmad dalam kitab as-Sunnah 1/335
(12) Diriwayatkan ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf 11/25 dan dinilai hasan oleh al-Albani
dalam komentar beliau terhadap kitab al-Iman karya ibnu Abi Syaibah
(13) Diriwayatkan al-Aajuuri dalam kitab asy-Syari’at hlm 117
(14) Diriwayatkan al-Laalakai dalam Ushul I’tiqaad 5/959
(15) Diriwayatkan Abu Nu’aim dalam al-Hilyah 10/115
(16) Diriwayatkan al-Khalaal dalam kitab as-Sunnah 2/678
(17) At-taudhih wa al-Bayaan Lisyajarat al-Imaan hlm 38
(18) Ibid hlm 31
(19) Fathu rabbi al-Bariyah hlm 65
(20) Ighaatsatu al-Lahafaan 2/142
(21) HR at-Tirmidzi 4/589 dan dinilai hasan oleh iman al-Albani
Share on Facebook
Share on Twitter
Membaca Al-Qur`an dan
Mentadaburinya[1]adalah Cara
Dahsyat untuk Meningkatkan
Keimanan
Sobat, Anda Tahu kan bahwa Iman Itu Bisa Bertambah dan
Berkurang?
Sudah dimaklumi banyak terdapat nash-nash Al-Qur`an dan As-Sunnah yang
menjelaskan pertambahan iman dan pengurangannya. Menjelaskan pemilik
iman yang bertingkat-tingkat sebagiannya lebih sempurna imannya dari yang
lainnya. Ada di antara mereka yang disebut assaabiq bil khairaat (terdepan
dalam kebaikan), al-Muqtashid (pertengahan) dan zhalim
linafsihi (menzhalimi diri sendiri). Ada juga al-Muhsin, al-Mukmin dan al-
Muslim. Semua ini menunjukkan mereka tidak berada dalam satu martabat.
Ini menandakan bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang.[2] Oleh karena
itu, saat Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah menjelaskan tentang
keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah tentang iman, beliau mengatakan,
ان ص بِ إال ِع إ
ِ ص َي ُ ُ َو َي إنق,ع ِة َّ َي ِزيدُ ِب,ع إقدٌ ِب إال َجنَا ِن
َ الطا ِ ع َم ٌل ِب إاْل َ إر َك
َ ان َو َ َو،ان
ِ س ِ ان قَ إو ٌل ِب
َ الل ِ َو إ
ُ اْلي َم
“Iman adalah ucapan dengan lisan, amal dengan anggota badan, keyakinan
(dan amal) hati. Ia dapat bertambah dengan sebab ketaatan, dan berkurang
dengan sebab kemaksiatan[”ز3]
[Bersambung]
Share on Facebook
Share on Twitter
Al-Qur`an Al-Karim adalah Petunjuk,
Rahmat, Cahaya, Kabar Gembira,
dan Peringatan
Sobat, sesungguhnya di antara faktor paling besar yang menyebabkan
meningkatnya keimanan kita adalah membaca Al-Qur`an dan
mentadaburinya. Karena Allah Ta’ala menurunkan Al-Qur`an Al-Karim itu
sebagai petunjuk, rahmat, cahaya, kabar gembira, dan peringatan bagi orang
yang mengingat Allah dengan baik. Allah Ta’ala berfirman dalam beberapa
ayat-Nya tentang hal ini,
َِق الَّذِي بَيإنَ يَدَ إي ِه َو ِلت ُ إنذ َِر أ ُ َّم إالقُ َر َٰى َو َم إن َح إولَ َها ۚ َوالَّذِينَ يُؤإ ِمنُون ُ صد
َ اركٌ ُم ٌ َو َٰ َهذَا ِكت
َ ََاب أ َ إنزَ إلنَاهُ ُمب
َظون ُ ِص ًَلتِ ِه إم يُ َحاف َ ِب إاْل ِخ َرةِ يُؤإ ِمنُونَ ِب ِه ۖ َو ُه إم
َ علَ َٰى
“Dan ini (Al-Qur`an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang
diberkahi; menyatakan benarnya kitab-kitab (Allah) yang (diturunkan)
sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul
Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. Orang-orang
yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya
(Al-Qur`an) dan mereka selalu memelihara shalatnya” (QS. Al-An’am: 92).
ٌ إر َح ُمونَ ُِ َو َٰ َهذَا ِكت
َ ََاب أ َ إنزَ إلنَاهُ ُمب
اركٌ فَاتَّبِعُوهُ َواتَّقُوا لَعَلَّ ُك إم ت
“Dan Al-Qur`an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkahi, maka
ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat” (QS. Al-An’am:
155).
علَ َٰى ِع إل ٍم ُهداى َو َرحإ َمةا ِلق
َ ُص إلنَاه ٍ ِولَقَ إد ِجئإنَا ُه إم ِب ِكت َا
َّ َب ف َ َ َإو ٍم يُؤإ ِمنُون
“Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al-Qur`an)
kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan
(Kami); menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman” (QS. Al-A’raf: 52).
َاب َ علَ َٰى َٰ َهؤُ ََل ِء ۚ َون ََّز إلنَا
َ علَي َإك إال ِكت َ ث فِي ُك ِل أ ُ َّم ٍة َش ِهيداا
َ علَ إي ِه إم ِم إن أ َ إنفُ ِس ِه إم ۖ َو ِجئإنَا بِ َك
َ ش ِهيداا ُ ََويَ إو َم نَ إبع
َش إيءٍ َو ُهداى َو َرحإ َمةا َوبُ إش َر َٰى ِل إل ُم إس ِل ِمين َ تِ إبيَاناا ِل ُك ِل
“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat
seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu
(Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan
kepadamu Al Kitab (Al-Qur`an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah
diri” (QS. An-Nahl: 89).
Robbana a’tina fid’dun yaa hasanah, wafil a’ khirotil hasanah, waqinaa azab’bannar
Ya Tuhan, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan selamatkanlah kami dari siksa neraka. QS. Al-Baqarah
201
Penjelasan: Doa ini merupakan doa yang singkat tapi sangat berguna karena mencakup semua aspek kehidupan diantaranya
memiliki kandungan, memohon kebaikan di dunia, kebaikan di akhirat dan keselamatan dari siksa api neraka. Doa ini baik dibaca
dalam setiap kesempatan.
Ya Tuhan kami terimalah (amalan) daripada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. QS.
Al-Baqarah 127
Penjelasan: Doa ini menjelaskan bahwa segala amalan yang dikerjakan oleh Nabi Ibrahim dipersembahkan semata-mata hanya
untuk Allah. Nabi Ibrahim menyebutkan dua sifat Allah, yaitu Maha Mendengar bahwa Allah mendengar doa hamba-Nya dalam
arti diterima oleh Allah dan Maha Mengetahui segala alasan dari doa yang dipanjatkan.
َصب اإرا َوثَ ِبتإ أَ إقدَا َمنَا َوٱنصُرإ نَا َعلَى إٱلقَ إو ِم إٱل َٰ َكف ِِرين َربَّنَآ أَ إف ِر إ
َ غ َعلَ إينَا
Rabbanaa afrigh ‘alaynaa shabran watsabbit aqdaamanaa waunshurnaa ‘alaa alqawmi alkaafiriina
Ya Tuhan, limpahkanlah kesabaran atas diri kami, kokohkanlah pendirian kami, serta tolonglah kami dalam mengalahkan orang-
orang kafir. QS. Al-Baqarah 250
Penjelasan: Doa ini dipanjatkan Thalut dan bala tentaranya dalam menghadapi Jalut dan bala tentaranya, dalam perang ini
pasukan Thalut dapat mengalahkan Jalut dan Daud membunuh Jalut.
ُغ قُلُوبَنَا بَ إعدَ إِ إذ َهدَ إيتَنَا َوهَبإ لَنَا مِ ن لَّدُنكَ َرحإ َمةا ۚ إِنَّكَ أَنتَ إٱل َو َّهاب
َربَّنَا ََل ت ُ ِز إ
Rabbanaa laa tuzigh quluubanaa ba’da idz hadaitanaa wahab lanaa min ladunka rahmatan innaka antal wahhaabu
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau berikan petunjuk kepada kami,
dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu; Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi (karunia). QS. Ali-Imran 8
Penjelasan: Ayat ini merupakan doa saat kita menghadapi segala soal di dalam hidup ini. Selama petunjuk Allah SWT masih
membimbing kita akan selamatlah kita. Jangan kita berani berjalan dengan kemauan sendiri, memperturutkan kehendak hawa-
nafsu, niscaya kita akan sesat. Semoga Allah SWT akan menjauhkan kita dari kesesatan itu. Tidaklah hidup di dunia yang paling
sengsara daripada sesat sesudah petunjuk, atau kepadaman suluh di tengah jalan. Teringat kepada nikmat iman yang pernah
dirasai, sekarang telah hilang dan payah buat kembali ke sana. Orang lain kelihatan maju terus menuju ridha Allah SWT, sedang
diri sendiri telah terbenam ke dalam lumpur kesesatan. Itu sebabnya selalu kita hendaknya memohonkan rahmat yang datang
Iangsung dari Allah SWT, rahmat ke dalam hati dan sikap hidup, yang memancar kepada amal dan perbuatan. Sampai kelak kita
meninggal dunia dengan khusnul khatimah.
َ ََربَّنَآ إِنَّنَآ َءا َمنَّا فَٱ إغفِرإ لَنَا ذُنُوبَنَا َو ِقنَا َعذ
ِ اب ٱل َّن
ار
Ya Tuhan kami, kami benar-benar beriman, maka ampunilah dosa-dosa kami dan selamatkanlah kami dari siksa neraka. QS. Ali-
Imran 16
Penjelasan: Dalam ayat ini menjelaskan tentang pengakuan telah beriman, cara hidupmu dirubah. Tidak lagi semata-mata
mengejar “perhiasan dunia”, tetapi mengingat lagi akan perjuangan kelak di kemudian hari dengan Allah. Lantaran telah
beriman, mengakuilah bahwa di zaman yang sudah-sudah memang hidup itu hanya ingat dunia saja, sebab itu memohon ampun
kepada Tuhan atas dosa-dosa yang telah lalu itu, dan memohonkan lagi kepada Tuhan peliharakanlah kiranya daripada siksaan
neraka itu. Sebab dengan adanya iman di dalam hati kami, kami telah mendapat suluh dan telah jelas oleh kami jalan yang akan
ditempuh. Cuma kadang-kadang mendapat gangguanlah kami daripada hawa nafsu kami dan perdayaan syaitan.
6. Doa Mohon Anugerah Kekuatan, Kekuasaan, dan Rezeki
َنزعُ إٱل ُم إلكَ ِم َّمن تَشَآ ُء َوتُع ُِّز َمن تَشَآ ُء َوت ُ ِذ ُّل َمن تَشَآ ُء ۖ بِيَدِكَ إٱل َخي ُإر ۖ إِنَّكَ َعلَ َٰى ُك ِل ش إ
َىءٍ قَدِير ِ ٌِٱللَّ ُه َّم َٰ َملِكَ إٱل ُم إلكِ تُؤإ تِى إٱل ُم إلكَ َمن تَشَآ ُء َوت
Allahumma maalikal mulki tu’tiil mulka man tasyaa-u watanzi’ul mulka mimman tasyaa-u watu’izzu man tasyaa-u watudzillu
man tasyaa-u biyadikal khairu innaka ‘ala kulli syai-in qadiirun
Wahai Tuhan Pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapapun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut
kekuasaan dari siapapun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapapun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan
siapapun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Makakuasa atas segala sesuatu. QS.
Ali-Imran 26
Penjelasan: Dalam ayat ini Allah menyuruh Nabi Nya untuk menyatakan bahwa Allah lah Yang Maha Suci yang mempunyai
kekuasaan tertinggi dan Maha Bijaksana dengan tindakan Nya yang sempurna di dalam menyusun, mengurus, dan
merampungkan segala perkara dan yang menegakkan neraca undang-undang umum di alam ini. Maka Allah lah yang
memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki Nya di antara hamba-hamba Nya. Ada kalanya Allah memberikan itu
bersamaan dengan pangkat kenabian seperti keluarga Ibrahim, dan ada kalanya hanya memberikan pemerintahan saja menurut
hukum kemasyarakatan yaitu dengan menyusun kabilah-kabilah dan bangsa-bangsa. Dan Allah juga yang mencabut
pemerintahan dari orang-orang yang Dia kehendaki disebabkan mereka berpaling dari jalan yang lurus, jalan yang dapat
memelihara pemerintahan, karena meninggalkan keadilan, berlaku curang dalam pemerintahan. Demikianlah hal itu telah berlaku
pula terhadap Bani Israel dan lain-lain bangsa disebabkan kelaliman dan kerusakan budi mereka.
Rabbanaa akhrijnaa min haazihil qaryatiz zaalimi ahluhaa, waj’al lanaa mil ladunkawaliyyaan, waj’al lanaa mil ladunka nasiraan
Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang penduduknya zalim. Berilah kami pelindung dari sisi-Mu dan
berilah kami penolong dari sisi-Mu. QS. An-Nisa 75
Penjelasan: Dalam ayat ini Allah SWT memotivasi hamba-hamba-Nya yang beriman untuk berjihad di jalan-nya dan berusaha
menyelamatkan kaum lemah yang terjebak di Mekah. Doa ini adalah doa kaum lemah yang terjebak di Mekah.
8. Doa Curahan Rizqi
س َمآءِ تَكُونُ لَنَا عِيداا ِْل َ َّو ِلنَا َو َءاخِ ِرنَا َو َءايَةا مِ نكَ ۖ و َّ َٰ ٱرإ زُ إقنَا َوأَنتَ َخي ُإر
ِ َٱلر ِزقِينَ َِ َربَّنَآ أ
َّ نزلإ َعلَ إينَا َمآئِدَةا مِ نَ ٱل
Rabbanaa anzil ‘alainaa maa’idatam minas samaa’i takuunu lanaa’idal li’awwalinaa wa aakhirinaa wa aayatam minka warzuqnaa
wa anta khairur raaziqin(a)
Ya Allah Tuhan kami, turunkanlah kepada kami hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami,
yaitu bagi orang-orang yang bersama kami ataupun yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau,
berilah kami rezeki, dan Engkaulah sebaik-baik pemberi rezeki. QS. Al-Ma’idah 114
Penjelasan: Dalam Al-Qur’an dijelaskan, bahwa Nabi lsa berdo’a memohon diturunkannya hidangan dari langit itu atas
permintaan kaumnya yang masih ragu atas kerasulan beliau. Dan menurut keterangan ahli tafsir, sebelum Nabi Isa berdo’a
dengan do’a di atas, beliau terlebih dahulu mengerjakan sholat dua raka’at, menundukkan kepala sambil menangis lalu berdo’a.
Dan Allah pun mengabulkan do’a beliau, sehingga dalam waktu singkat hidangan dari langit itupun di datangkan, dan mereka
makan bersama-sama
َسنَا َوإِن لَّ إم ت َ إغفِرإ لَنَا َوتَرإ َح إمنَا لَنَ ُكون ََّن مِ نَ إٱل َخس ِِرين
َ ُظلَ إمنَآ أَنف
َ َربَّنَا
Rabbana zalamna anfusana wa illam tagfir lana wa tarhamna lanaku nanna minal khasirina
Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami,
niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi. QS. Al-A’raf 23
Penjelasan: Dalam ayat ini terdapat doa tobat Nabi Adam a.s dan Siti Hawa yang telah terbujuk tipu daya setan, dengan
melanggar larangan Allah SWT, ketika mereka mencicipi buah khuldi yang dilarang Allah untuk memakannya
ِير
صغ اَ ب ارإ َح إم ُه َما َك َما َربَّيَانِي
ِ َر
Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil. QS. Al-Isra 24
Penjelasan: Dalam ayat ini terdapat doa mohon kasih sayang untuk kedua orang tua. Makna dari doa ini adalah bahwa kita harus
berbakti kepada kedua orang tua hingga mereka lanjut usia, bahkan setelah mereka wafat
TUNTUNAN SHALAT BERJAMA’AH MENURUT SUNNAH
RASULULLAH SAW
sholat berjamaah
Share
Advertisement
Tata Cara Sholat Berjamaah – Sholat berjamaah adalah sholat yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih yang terdiri dari imam dan makmum. Satu
orang menjadi imam (pemimpin) dan yang lainnya menjadi makmun. Sehingga
dapat dikatakan bila terdapat dua orang yang sedang sholat dan satunya
menjadi imam dan lainya menjadi makmum, maka sudah dikategorikan
berjamaah.
Tata cara sholat berjamaah umummnya sama dengan sholat fardhu maupun
sholat sunnah lainnya yang dikerjakan dengan cara sendiri. Dimulai dengan
takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam. Perbedaan di antara sholat sendiri
dan berjamaah adalah terkait dengan ketentuan dalam menjadi imam dan
makmum, maka tulisan di bawah ini akan bersinggungan langsung dengan
permasalahan-permsalahan yang terkait di dalamnya.
Tegakan shalat dan bayarlah zakat dan rukuklah kamu bersama dengan orang-
orang yang rukuk”( al-Baqarah :43 )
Dan jika kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabat) lalu kamu hendak
mendirikan shalat bersama-sama mereka maka hendaklah segolongan dari
mereka berdiri bersamamu…..” ( An Nissa’ : 102 )
قائد لي ليس انه هللا رسول يا فقال اعمى رجل سلم و عليه هللا صلى هللا رسول اتى قال انه عنه هللا رضي هريرة ابي عن
تسمع هل له فقال سلم و عليه هللا صلى دعاه ولي فلما له يرخص سلم و عليه هللا صلى هللا رسول سال و المسجد الى ني يقود
فاجب قال نعم قال النداء؟
Dari Abu Hurairah ra berkata: seorang laki-laki buta datang kepada Nabi SAW
dan berkata wahai Rasulullah, tidak ada Padaku seorang yang akan
menuntunku pergi ke masjid! Dia minta kepada Rasulullah untuk meminta
kemurahan (izin) kepada beliau, akan tetapi setelah orang tersebut pergi, tiba-
tiba Rasulullah memanggilnya seraya bertanya: Apakah kamu mendengar
panggilan adzan? jawabnya, Ya.Lalu Rasulullah bersabda: Penuhilah panggilan
itu! (HR. Muslim dan Nasa’i)
عسرين و بسبع الفد صَلة تفضل الجماعة الصَلة قال سلم و عليه هللا صلى هللا رسول ان عنهما هللا رضي عمر ابن عن
درجة
Dari ibnu umar ra bahwasanya Rasulullah bersabda: “shalat jama’ah lebih tinggi
dua puluh tujuh derajat dibanding shalat sendirian” (HR Bukhari )
سوقه في صَلته و بيته في صَلته على تزيد جماعة في رجل صَلة قال سلم و عليه هللا صلى هللا رسول ان هريرة ابي عن
درجة عسرين و بسبع
يصلون والقوم المسجد دخل ثم بيته في احدكم صلى اذا سلم و عليه هللا صلى هللا رسول قال قال سرجس بن عبدهللا عن
نافلة له تكون معهم فليصل
Dari Abdullah bin sarjis bahwasanya Rasullah bersabda: “Apabila shalat salah
seorang dari kamu dirumah kemudian masuk masjid dan mendapatkan orang
banyak sedang mengerjakan shalat maka hendaknya shalat bersama mereka
sebagai nafilah” ( HR Thabrani, Hadis ini Hasan menurut As Suyuti )
KriteriaَImamَpadaَSholatَJama’ah
سواء القرأة في كانوا فإن هللا لكتاب اقرؤهم القوم يؤمَ سلم و عليه هللا صلى هللا رسول قال عنه هللا رضي عمرو بن عقبة عن
بإذنه إال تكرمته على بيته في يقعد وال صلطانه في الرجل يؤمن وال سنا فاقدمهم سواء الهجرة في فإكانوا هجرة فأعلمهم
Dari Abu masud Uqbah bin Amr berkata bahwa RasulAllah SAW bersabda:
“Hendaklah menjadi imam pada suatu kaum orang yang lebih ahli membaca
qur’an, jika dalam hal ini mereka bersamaan maka yang lebih mahir dalam hal
sunah (Hadis), apabila dalam hal inipun mereka bersamaan juga, maka yang
lebih dahulu mengikuti hijrah, kalau tentang hal ini mereka bersamaan juga
maka yang lebih dahulu islamnya (atau yang lebih tua umurnya). (H.R. Ahmad
dan Muslim).
أعمى وهو بهم يصلى مرتين المدينة على مكتوم أمَ ابن استخلف سلم و عليه هللا صلى النبي أنَ أنس عن
Dari Anas bahwa Nabi SAW menguasakan pada Ibnu Umi Maktum atas Madinah
dua kali yaitu mengimami penduduk Madinah padahal beliau adalah seorang
yang buta. (H.R.Ahmad dan Abu Dawud).
سالم يؤمهم كان سلم و عليه هللا صلى النبى مقدم قبل بقباء موضعا العصبة نزلوا األولون المهاجرون قدم لما عمر إبن عن
األسد عبد ابن سلمة وأبو الخطاب عمربن فيهم وكان قرآنا أكثرهم وكان خذيفة أبي مولى
ثم يمينه عن فجعلنى فنهانى يساره عن فقمت فجئت المغرب يصلى سلم و عليه هللا صلى النبي قام قال عبدهللا بن جابر عن
خلفه فصففنا لى صاحب جاء
Dari Jabir bin Abdullah berkata : berdirilah Nabi SAW mengerjakan shalat
maghrib, lalu aku datang dan aku berdiri di sebelah kiri Nabi, maka Nabi
menahanku kemudian Nabi SAW meletakkanku di sebelah kanannya, kemudian
datanglah sahabatku, maka kami membuat shaf di belakang Beliau.(H.R.Abu
Dawud)
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata : Aku bermalam di rumah bibiku Maimunah lalu
Nabi SAW mengerjakan shalat ‘isya, kemudian Nabi mengerjakan shalat empat
rakaat setelah itu Nabi tidur, kemudian Nabi mengerjakan shalat lalu aku
datang dan berdiri di sebelah samping kirinya, lalu Nabi menempatkanku
disamping kanannya. Beliau shalat lima rakaat kemudian dua rakaat. Kemudian
Beliau tidur hingga aku mendengar suara dengkurnya.-atau ia berkata: suara
nafasnya.- kemudian Nabi keluar untuk menunaikan shalat subuh.(H.R.Bukhari)
Dalam pendapat ini tidak ada yang menyelisihinya kecuali Ibrahim an-Nakhoi
dia berkata : Apabila makmum satu orang maka ia berdiri di belakang imam,
jika sampai imam rukuk dan belum datang seorangpun maka ia maju dan
mengambil posisi di sebelah kanan imam. Pendapat ini di riwayatkan oleh Sa’id
bin Mansur. Sebagian ‘ulama mencoba memberi penjelasan tentang pendapat
An-nakhoi tersebut, mereka berpedomanan bahwa imam merupakan tempat
berkumpulnya jama’ah, berdasarkan hal itu maka makmum harus berada di
belakang imam, akan tetapi pendapat tersebut menyalahi nash sehingga di
anggap analogi (qias) yang rancu.
الصَلة تمام من الصفوف تسوية فإنَ صفوفكم سووا قال سلم و عليه هللا صلى النبيَ أنَ أنس عن
Dari Anas r.a. bahwa Nabi SAW bersabda : “Ratakanlah shofmu karena
meratakan shof itu termasuk dari sebagian kesempurnaan
shalat”.(H.R.Bukhaori Muslim).
واعتدلوا تراصوا فيقول يكبر أن قبل بوجهه علينا يقبل سلم و عليه هللا صلى هللا رسول كان أنس عن
Dari Anas r.a. adalah Nabi SAW menghadapkan mukanya kepada kita sebelum
bertakbir seraya bersabda :” rapatkan dan luruskanlah shofmu”.(H.R.Bukhari
Muslim)Shof Wanita di Belakang Shof Pria
عليه هللا صلى النبي جنب إلى وأنا خلفنا تصلى معنا وعائشة سلم و عليه هللا صلى النبي جنب إلى صليت قال عباس ابن عن
معه أصلى سلم و
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata : “Aku shalat di samping Nabi SAW sedang ‘Aisyah
bersama kami dia shalat di belakang kami dan aku di sisi Nabi SAW.”
(H.R.Ahmad dan Nasa’i)
خلفنا سليمّ أم وأمي سلم و عليه هللا صلى النبي خلف واليتيم أنا صليت قال أنس عن
Dari Anas r.a. berkata : “Aku shalat bersama-sama anak yatim di belakang Nabi
SAW sedang ibuku Ummu Sulaim di belakang kami”.(H.R.Bukhari)
Mengenai posisi jamaah wanita yang berada di samping jamah laki-laki yang
banyak kita dapati di masyarakat, untuk sementara ini belum kami dapati
dalilnya yang menerangkan tentang hal itu.
قال عنه هللا رضي هريرة أبي عن: َوال فكبروا كبر فإذا به ليؤتمَ اإلمام جعل إنما قال سلم و عليه هللا صلى هللا رسول أن
يسجد حتى تسجدوا وال فاسجدوا سجد وإذا يركعوا حتى تركعوا وال فاركعوا ركع وإذا يكبروا حتى تكبروا
Dari Abu Hurairoh r.a. bahwa Rasulullah bersabda : “Sungguh bahwa imam itu
di angkat untuk diikuti, oleh karena itu apabila ia bertakbir maka bertakbirlah
kamu dan janganlah kamu bertakbir hingga ia bertakbir dan apabila ia telah
ruaku’ maka rukuklah kamu dan janganlah kamu rukuk hingga ia rukuk. Dan
apabila ia telah bersujud maka bersujudlah kamu dan janganlah kamu bersujud
hingga ia sujud”.(H.R. Ahmad dan Abu Dawud).
الكتاب تحة بفا يقراء لمن الصَلة قال سلم و عليه هللا صلى هللا رسول ان قال عنه هللا رضى صامت بن دة عبا عن
Dari ‘Ubadah bin Shomit bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Tiada sah shalat
orang yang tidak membaaca ummul kitab (Al Fatihah)”.(H.R.Bukhari Muslim).
أراكم اني قال انصرف فلما القراءة عليه فثقلت الصبح سلم و عليه هللا صلى هللا رسول صلى قال صامت بن عبادة عن
القرآن بأمَ اال التفعلوا قال وهللا اي هللا رسول يا قلنا قال إمامكم وراء تقرؤون
Dari ‘Ubadah bin Shamit berkata Rasulullah SAW shalat shubuh lalu beliau
mendengar orang-orang makmum yang nyaring bacaannya. Setelah selesai
shalat beliau menegur : Aku kira kamu sam membaca di belakang imammu?.
Kata ‘Ubadah : kita sama menjawab : Ya, wahai Rasulullah, demi Allah benar.
Maka beliau bersabda : Janganlah kau mengerjakan yan demikian, kecuali
dengan bacaan fatihah.(H.R.Ahmad, Daruqutni, Baihaqi).
Sebagian ulama berpendapat tidak wajib bagi makmum untuk membaca fatihah
dalam shalat jahr di belakang imam. Berdasarkan :
فانصتوا قرأ اذا و فكبروا كبر فإذا به ليؤتمَ اإلمام جعل انما
Hanya saja di jadikan imam untuk diikuti apabila ia takbir maka bertakbirlah
kamu dan apabila membaca diamlah kamu (memperhatikan) (H.R Ahmad)
اإلمام قراءة فحسبه اإلمام خلف احدكم صلى اذا يقول اإلمام؟ خلف احد يقرا هل سئل اذا عمر بن هللا عبد كان
فقولوا ”الضالين وال عليهم المغضوب غير“ اإلمام قال إذا سلم و عليه هللا صلى هللا رسول أنَ عنه هللا رضي هريرة أبي عن
آمين. َآمين يقول اإلمامة وإنَ آمين تقول المَلئكة فإن. ذنبه من تقدم ما له غفر المَلئكة تئمين تئمينه وافق فمن
للجة للمسجد إنَ الحرام بالمسجد وراءه ومن هو يأمن كان عنهما هللا رضي زبير ابن أنَ عطاء عن
Dari Atha’ bahwa Ibnu Zubair ra membaca A-mi-n bersama-sama dengan orang
yang shalat dibelakangnya (di Masjidil Haram) sehingga masjid itu bergemuruh
suaranya. (HR Bukhari)
Imam mengeraskan takbir intiqal dan dibolehkannya mengangkat seorang
muballigh (penyambung takbir imam agar sampai kepada makmaum)
قال الحارث سعيد عن:من قام وحين رفع وحين سجد وحين السجود من رئسه رفع حين بالتكبير فجهر سعيد أبوا لنا صلى
سلم و عليه هللا صلى هللا رسول رئيت هكذا زقال الركعتين
Dari Said Ibnu Harits berkata: Abu said bershalat menjadi imam kita, maka ia
membsca takbir dengggan nyaring tatkala mengangkat kepalanya, bangun dari
sujud, ketika akan sujud, ketika bangun dan ketika berdiri dari dua rakaat.
Selanjutnya dikatakan Demikian aku melihat Rasullah SAW”.(HR Bukhari dan
Ahmad)
قال جابر عن: تكبيره الناس يسمع بكر وأبو قاعد وهو وراءه فصلينا سلم و عليه هللا صلى هللا رسول اشتكى
Dari Jabir ra berkata: Rasulullah pada suatu ketika menderita sakit, kemudian
kami shalat dibelakangnya, dan beliau shalat dengan duduk, serta AbuBakar
memperdengarkan (menyambung) takbir beliau kepada orang banyak”. (HR
Ahmad, Muslim, Nassa’I dan Ibnu Majah)
الركعة أدرك ومن تعدوها فاسجدواوال سجود ونحن الصَلة إلى جئتم إذا سلم و عليه هللا صلى هللا رسول قال هريرة أبى عن
الصَلة أدرك فقد
Dari Abu Hurairah berkata: Bahwa Rasulullah SAW bersabda “Apabila kamu
datang untuk shalat (jamaah) padahal kita sedang sujud, maka sujudlsh dan
kamu jangan menghitungnya satu raka’at.Dan barang siapa menjumpai
rukuknya imam berarti dia menjumpai shalat (mendapati satu raka’at
sempurna)”. (HR Abudawud, Hakim dan Ibnu Khuzaimah)
حال على واإلمام الصَلة أحدكم أتى إذا سلم و عليه هللا صلى هللا رسول قال قال جبل بن ومعاذ طالب أبى بن على عن
اإلمام يضع كما فاليضع
Dari Ali bin Abi Thalib dan Muad bin Jabal keduanya berkata “apabila salah
seoranng diantaramu mendataaangi shalat (jama’ah), pada waktu imam sedang
berada dalam suatu keadaan, maka hendaklah ia kerjakan sebagaimana apa
yang dikerjakan oleh imam.”(HR Tirmidzy)
Dari keterangan hadis diatas dapat disimpulkan apabila ma’mum yang masbuq
hendaklah segera bertakbir dan segera mengikuti gerakan imam baik rukuk,
sujud, duduk diantara dua sujud dan duduk takhiat awal ataupun akhir.
أدركها فقد صلبه اإلمام يقيم أن قبل الصَلة من ركعة أدرك من سلم و عليه هللا صلى هللا رسول قال
Bahwa Rasulullah bersabda: Barang siapa yang menjumpai rukuk dari shalat
sebelum imam berdiri tegak dari rukuknya maka berarti dia telah mendapati
satu rakaat yang sempuna. (HR Daruqutni dan dishohihkan oleh Ibnu Hibban)
الصَلة أدرك فقد اإلمام مع الصَلة من ركعة أدرك من قال سلم و عليه هللا صلى النبى أنَ هريرة أبى عن
Dari Abu Hurairah berkata bahwasanya Nabi SAW bersabda: Barang siapa
mendapati rukuk dari pada shalat berarti dia telah mendapati shalat (satu
rakaat sempurna). (HR Bukhari dan Muslim)
Ada juga yang berpendapat rukuknya makmum yang masbuk yang menjumpai
rukuk bersama imam tidak dapat dihitung satu rakaat, karena makmum tidak
membaca Fatihah ataupun mendengar bacaan Fatihah dari imam, karena pada
dasarnya seorang makmum wajib membaca Fatihah pada tiap-tiap satu rakaat
yaitu dengan mendengarkan bacaan Fatihah imam. Hal ini berdasarkan:
متفق( الكتاب تحة بفا يقراء لمن الصَلة قال سلم و عليه هللا صلى هللا رسول ان قال عنه هللا رضى صامت بن دة عبا عن
عليه
Dari Ubadah Bin Shamit r.a Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Tiadalah
shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah.”(HR Bukhari dan Muslim).
Permasalahan makmum masbuq menepuk pundak imam yang sering kita dapati
dimasyarakat, untuk sementara ini belum kita dapati dalilnya, kami
menyimpulkan bahwa hal itu (menepuk pundak) di lakukan hanya untuk
memberi tahu kepada imam bahwa ada makmum dibelakangnya, akan tetapi
kalau hal ini dilakukan akan mengganggu shalat imam seyogyanya makmum
mengucapkan takbiratul ihram dengan keras agar imam tahu bahwa
dibelakangnya ada makmum, dan hal ini sebagai pengganti menepuk pundak
imam untuk memberi tahu bahwa dibelakangnya terdapat makmaum.
قال سمورة عن: بوجهه علينا أقبل صَلة صلى إذا سلم و عليه هللا صلى النبي كان
قال عازب بن البراء عن:بوجهه علينا فيقبل يمينه عن نكون أن أحببنا سلم و عليه هللا صلى هللا رسول خلف صلينا إذا كنا
Dari Bara’ bin Azib berkata: ” apabila kita shalat dibelakang Rasulullah SAW kita
senang berada di sebelah kanan beliau, supaya setalah selesai beliau
menghadapkan mukanya kepada kita”. (HR Muslim dan Abu Dawud)
الناس و إليها فيصلى يديه بين فتوضع بالحربة أمر العيد يوم خرج إذا كان سلم و عليه هللا صلى هللا رسول أنَ عمر ابن عن
السفر فى ذلك يفعل وكان وراءه.َاإلمراء اتخذها ثم
Dari Ibnu Umar ra. Bahwasanya Rasulullah saw apabila keluar pada hari raya
beliau meminta lembing, kemudian dipancangkan didepannya dan lalu shalat
menghadap kearahnya sedang orang banyak shalat dibelakangnya. Beliau
kerjakan yang demikian itu juga pada waktu bepergian. Berdasarkan pekerjaan
Nabi tersebut maka kepala negarapun menjalankan yang demikian itu. (HR.
Muslim)
قال جهيم أبي عن: خيرا أربعين يكف أن لكان عليه ماذ المصلى يدي بين المارَ يعلم لو سلم و عليه هللا صلى هللا رسول قال
سنة أو شهرا أو يوما أربعين يديه بين يمرَ أن من له
Dari Abu Juhaim berkata: bahwa Rasulullah saw bersabda: “andaikata orang
yang lewat di depan orang yana shalat itu mengerti besarnya dosa yang
dipikulkan kepadanya, niscaya akan lebih baik dia menunggu selama empat
puluh dari pada lewat di depan orang yang shalat, yaitu empat puluh hari,
empat puluh bulan atau empat puluh tahun”. (HR. Jama’ah)
b. Ahli qiro’ah kufah dan mekkah begitu pula Imam Syafi’I berpendapat bahwa
basmalah adalah termasuk dalam surat al-fatihah, oleh karena itu Imam Syai’I
berpendapat basmalah di baca dengan keras di dalam shalat, baik shalat jahr
ataupun sirr.
Basmalah Apakah Di baca Jahr atau sirr dalam shalat
Dalam menunaikan shalat telah di tuntunkan oleh Rasulullah saw dan para
sahabatnya untuk membaca basmalah dalam mengawali surat al-fatihah
Bacaan basmalah ini dapat di baca dengan jahr ataupun sirr di dalam shalat (
karena dalam putusan tarjih tidak disebutkan secara rinci apakah bacaan
basmalah dibaca jahr atau sirr dalam shalat ).
HukumَWanitaَBerjama’ahَdiَMasjid
بيوتهنَ قعر النساء مساجد خير قال سلم و عليه هللا صلى هللا رسول عن سلمة أم عن
Dari Ummu Salamah dari Rasulullah saw bersabda :” sebaik-baik tempat sujud
wanita adalah di bilik rumahnya” (HR. Ahmad, Thobroni dalam kitab al-kabir)
هللا مساجد هللا إماء التمنعوا سلم و عليه هللا صلى لقوله أفضل الجماعة أن العلم مع مصَلهنَ النساء التمنعوا
قال عمر ابن عن: درجة وعشرين بسبع الفذَ صَلة من أفضل الجماعة صَلة سلم و عليه هللا صلى هللا رسول قال
Dari Ibnu ‘Umar berkata Rasulullah saw bersabda: “Shalat jama’ah itu lebih
uatama dengan shalat sendirian dengan kelipatan 27 derajat” ( HR . Bukhari )
Dengan cara jamak dan taufiq dua hadis yang bertentangan di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa bagi wanita apabila tidak ada halangan pergi ke
masjid atau musholla, sebaiknya jama’ah di masjid atau di musholla bersama
dibolehkannya shalat berjama’ah di rumahnya.
Abu Hanifah dan sahabatnya berpendapat hukumnya makruh bagi wanita yang
masih berusia muda berjama’ah di masjid, karena ditakutkan akan terjadinya
fitnah. Sedangakan Abu Hanifah sendiri berpendapat wanita yang sudah tua
dibolehkan berjama’ah di masjid akan tetapi dengan wakyu-waktu tertentu,
yaitu pada waktu shol;at subuh, maghrib dan ‘isya, selain dari waktu-wakyu
tersebut di makruhkan. Karena diwaktu subuh dan ‘isya adalah disaat waktunya
orang-orang fasiq tidur, sedangakn waktu maghrib adalah wakltunya orang-
orang fasiq makan malam.
Syafi’iyyah dan Imam Ahamad Bin Hambal berpendapat hukumnya makruh bagi
wanita yang masih berusia muda untuk keluar menghadiri shalat jama’ah laki-
laki karena akan mendatangankan fitnah dan yang lebih baik adalah ia shalat di
rumahnya. Dibolehkan shalat berjama’ah di masjid bagi wanita dengan syarat
mendapat izin dari suaminya dan keluarnya tanpa menggunakan wewangian
akan tetapi apabila ia shalat di rumahnya lebih baik.
Berjabatَtanganَsesudahَshalatَjama’ah
Berjabat tangan jika dikaitkan dengan contoh dari Nabi khususnya sesudah
selesai shalat jama’ah belum terdapat dalil yang menerangkannya, kecuali hadis
yang nenerangkan jabat tangan dalam peristiwa shalat jama’ah yaitu shalat
jama’ah yang sudah selesai sama sekali, dan jama’ah mulai bubar
meninggalkan masjid yaitu hadis yang diriwatkan oleh imam Bukhari yang
menyatakan ketika itu Nabi datang di sebuah wilayah yang baru didatangai oleh
Nabi, sehingga masyarakat beramai-ramai ingin lebih dekat mengenal pada
Nabi, pada waktu itu Nabi membiarkan tangannya sehingga para jama’ah
memengang tangan beliau.
Zikir Bersama-samaَSesudahَShalatَJama’ah
…Dan ingatlah (nama) dengan sebaik-baiknya pada waktu petang dan pagi hari
(Ali Imran : 41)
Dan ingatlah (nama TuhanMu) dalam dirimu dengan merendahkan diri dan
meringankan suara tanpa mengeraskan suara di waktu pagi dan petang dan
janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai (al-A’raf: 205)
sedangkan dalam hadis tidak didapati anjuran untuk berzikir dengan suara
keras apalagi dikerjakan di dalam mesjid yang dapat menganggu orang lain
yang sedang mengerjakan shalat.
Belum ditemukan dalil yang menerangkan mengusap muka atau dahi sesudah
salam dalam shalat, oleh karena itu hal ini tidak perlu kita lakukan, yaitu
mengusap muka sesudah salam.
Sumber: https://www.tongkronganislami.net/tata-cara-sholat-berjamaah/