Vous êtes sur la page 1sur 19

HUBUNGAN TERAPI DZIKIR TERHADAP PENURUNAN

HALUSINASI PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUANG


RAWAT INAP YUDISTIRA RUMAH SAKIT MARZOEKI
MAHDI

Oleh:
Arrafie Fikri Al Dzaky
NIM: 11151030000071

Penguji:
dr. Lahargo Kembaren, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT dr. H. MARZOEKI MAHDI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayahNya, sholawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW yang telah mengajak kita para umatnya menuju jalan yang
lurus, Berkat limpahan dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan penelitian ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Demikian laporan penelitian ini penulis susun, semoga bermanfaat bagi
perkembangan ilmu kedokteran di Indonesia.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Bogor, 29 Januari 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Skizofrenia adalah suatu gangguan yang secara umum dicirikan oleh
distorsi fundamental dan khas pada proses berpikir dan persepsi, dan afek yang
tidak sesuai atau tumpul. Kapasitas intelektual dan kesadaran tetap baik
walaupun defisit kognitif tertentu dapat muncul seiring perjalanan
penyakitnya.3
Skizofrenia merupakan bentuk psikosis fungsional paling berat, dan
menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Dalam kasus berat,
pasien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan
perilakunya abnormal. Skizofrenia ditandai dengan dua kategori gejala utama,
positif dan negatif. Gejala positif berfokus pada distorsi fungsi normal,
sementara gejala negatif mengindikasikan hilangnya fungsi normal.4
Dalam pedoman diagnosis berdasar ICD 10 dan PPDGJ III halusinasi
merupakan persyaratan yang normal untuk diagnosis skizofrenia. Halusinasi
merupakan terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat
stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran
(Auditory-Hearing Voices or Sounds), pengelihatan (Visual-Seeing Persons
or Things), penciuman (OlfactorySmelling Odors), pengecapan (Gustatory
Experiencing Tastes).6 Pasien yang mengalami halusinasi disebabkan karena
ketidakmampuan pasien dalam menghadapi stressor dan kurangnya
kemampuan dalam mengontrol halusinasi.5

Terapi psikoreligius Dzikir menurut bahasa berasal dari kata ”dzakar”


yang berarti ingat. Dzikir juga di artikan “menjaga dalam ingatan”. Jika
berdzikir kepada Allah artinya menjaga ingatan agar selalu ingat kepada Alla
ta‟ala. Dzikir menurut syara‟ adalah ingat kepada Allah dengan etika tertentu
yang sudah ditentukan AlQur‟an dan hadits dengan tujuan mensucikan hati
dan mengagungkan Allah. Menurut Ibn Abbas ra. Dzikir adalah konsep,
wadah, sarana, agar manusia tetap terbiasa dzikir (ingat) kepadaNya ketika
berada diluar shalat. Tujuan dari dzikir adalah mengagungkan Allah,
mensucikan hati dan jiwa, mengagungkan Allah selaku hamba yang
bersyukur, dzikir dapat menyehatkan tubuh, dapat mengobati penyakit
dengan metode Ruqyah, mencegah manusia dari bahaya nafsu.7

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana hubungan terapi dzikir dengan tingkat halusinasi pada pasien
di ruang rawat inap yudistira di rumah sakit marzoeki mahdi ?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan terapi dzikir dengan tingkat halusinasi pada pasien
di ruang rawat inap yudistira di rumah sakit marzoeki mahdi.
1.4 Hipotesis
Terdapat hubungan antara terapi dzikir dengan tingkat halusinasi pada pasien
di ruang rawat inap yudistira di rumah sakit marzoeki mahdi
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Ilmu Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah mengenai
hubungan terapi dzikir dengan tingkat halusinasi.
1.5.2 Bagi Profesi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan praktisi tenaga medis
mengenai hubungan terapi dzikir dengan tingkat halusinasi.
1.5.3 Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memberi informasi
mengenai hubungan terapi dzikir dengan tingkat halusinasi pada pasien
skizofrenia sehingga masyarakat megetahui manfaat dari terapi dzikir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Skizofrenia
Skizofrenia adalah suatu gangguan yang secara umum dicirikan oleh
distorsi fundamental dan khas pada proses berpikir dan persepsi, dan afek
yang tidak sesuai atau tumpul. Kapasitas intelektual dan kesadaran tetap baik
walaupun defisit kognitif tertentu dapat muncul seiring perjalanan
penyakitnya.3
Skizofrenia merupakan bentuk psikosis fungsional paling berat, dan
menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Dalam kasus berat,
pasien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan
perilakunya abnormal. Skizofrenia ditandai dengan dua kategori gejala utama,
positif dan negatif. Gejala positif berfokus pada distorsi fungsi normal,
sementara gejala negatif mengindikasikan hilangnya fungsi normal.4

Skizofrenia dalam bahasa awam sering disebut sebagai gila, adalah


sekelompok reaksi psikotis dengan ciri-ciri pengunduran diri dari kehidupan
sosial, gangguan emosional dan afektif yang kadangkala disertai halusinasi
dan delusi disertai tingkah laku yang negatif atau merusak. Skizofrenia ini
ditemukan pertama kali oleh seorang psikiater Jerman, yaitu Emil Kraeplin
pada tahun 1911. Namun demikian, hingga saat 13 ini, masyarakat masih
kurang mengetahui kejelasan mengenai penyakit ini dan lebih sering
menganggap penderita sebagai individu yang kurang aktif dan produktif.6

Skizofrenia ini merupakan salah satu bentuk gangguan jiwa. Dalam


teorinya, Teori Sosial (Caplan and Szasz) mengungkapkan bahwa seseorang
akan mengalami gangguan jiwa atau penyimpangan perilaku apabila
banyaknya faktor sosial dan faktor lingkungan yang akan memicu munculnya
stress pada seseorang. Akumulasi stressor dari lingkungan akan diperparah
oleh ketidaknyamanan dalam hubungan sosial. Jika dalam hal ini koping
individu tidak bekerja dengan efektif, hal inilah yang memicu munculnya
tanda gangguan jiwa. Prinsip dari teori ini adalah Environment Manipulation
and Social Support (modifikasi lingkungan dan dukungan sosial) yang
memadai.6
Jadi, dapat disimpulkan bahwa skizofrenia adalah suatu bentuk gangguan
jiwa psikotik dimana penderita mengalami keterbatasan dalam hubungannya
dengan lingkungan sekitarnya, ditandai dengan gejala berupa gangguan
emosional, gangguan orientasi realita dan gangguan kognitif.

2.1.1 Klasifikasi
Penggolongan Skizofrenia menurut PPDGJ III
1. Skizofrenia herbefrenik
Memenuhi kriteria umum skizofrenia, Onset usia muda, Kepribadian
premorbid : pemalu, soliter, tetapi tidak harus ada, Perilaku yang tidak
bertanggung jawab,soliter, hampa tujuan, hampa perasaan, Afek dangkal
dan tidak wajar(inappropriate), Perasaan puas diri, senyum sendiri,
giggling, menyeringi, grimacere, proses pikir yang mengalami
disorganisasi dan inkohern, Gangguan afektif dan berkehendak yang
menonjol sehingga timbulperilaku yang tidak bertujuan, Gangguan waham
dan halusinasi yang tidak menonjol
2. Skizofrenia paranoid
Memenuhi kriteria skizofrenia, ditambah halusinasi auditorik yang bersifat
menyuruh, mengejek, mengancam. Halusinasi auditorik tanpa bentuk
verbal seperti berdengung, suara tawa,suara peluit, Waham yang menonjol
adalah delution of control dan delution of insertion, delution of passivity,
keyakinan dikejar-kejar orang, Gangguan afektif dan dan berkehendak dan
pembicaraan tidak nyata
3. Skizofrenia tak terinci(undeferentiated)
Memenuhi criteria umum skizofrenia, Tidak memenuhi skizofrenia
katatonik dan herbefrenik, Tidak memenuhi untuk skizofrenia presidual
atau depresi pasca skizofrenia
4. Skizofrenia residual
Gejala negatif menonjol:perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun,
afek rumpul, pasif, tidak ada inisiatif, kualitas dan kuantitas komunikasi
menurun, komunikasi non verbal memburuk, posisi tubuh, perawatan diri
memburuk, kinerja sosial memburuk, Sedikitnya terdapat 1 episode
psikotik aktif (gejala positif) sebelumnya, Setidaknya sudah setahun, sjak
gejala positif waham dan halusinasi mennurun dan telah terjadi
sindromnegatif skizofrenia, Tidak terdapat bukti adanya demensia atau
gangguan mental organic, depresi kronis yang menjelaskan sindrom
negatif tersebut
5. Skizofrenia simpleks
Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residualtapi tanpa didahului oleh
riwayat gejala aktif sperti waham dan halusinasi atau manifestasi dari
gejala psikotik akut, Disertai dengan perubahan perilaku yang mencolok :
seperti berbuat sesuatu tanpa tujuan, gangguan minat, penarikan diri secara
sosial, Gejala aktif psikotik kurang jelas dibandingkan dengan gangguan
skizofrenia lain.8

2.1.2 Patofosiologi

Patofisiologi skizofrenia melibatkan sistem dopaminergik dan


serotonergik. Skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas
neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat
dari meningkatnya pelepasan dopamin, terlalu banyaknya reseptor dopamin,
turunnya nilai ambang, atau hipersensitifitas reseptor dopamin, atau
kombinasi dari faktor-faktor tersebut.4
Hipotesis/teori tentang patofisiologi skizofrenia :
a. Pada pasien skizofrenia terjadi hiperaktivitas sistem dopaminergik
b. Hiperdopaminegia pada sistem mesolimbik berkaitan dengan gejala positif.
Bagian mesolimbik mengatur memori, sikap, kesadaran, proses stimulus 20
c. Hipodopaminegia pada sistem mesokortis dan nigrostriatal
bertanggungjawab terhadap gejala negatif dan gejala ekstrapiramidal. Bagian
mesokortis bertanggung jawab pada kognitif, fungsi sosial, komunikasi,
respons terhadap stress , sedangkan bagian nigrostriatal mengatur fungsi
gerakan.4

2.1.3 Diagnosis
Pedoman diagnosis berdasar ICD 10 dan PPDGJ III
a) Pikiran bergema (thought echo), penarikan pikiran atau penyisipan pikiran
(thought withdrawal atau thought insertion) dan penyiaran pikiran
(thought broadcasting)
b) Waham dikendalikan, waham dipengaruhi atau “passivity” , yang jelas
merujuk pada pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, pikiran,
perbuatan atau perasaan khusus
c) Halusinasi berupa suara yang berkomentar tentang perilaku pasien atau
sekelompok orang yang sedang mendiskusikan pasien atau bentuk
halusinasi suara lainnya yang datang dari bagian tubuh
d) Waham menetap sejenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak
wajar serta sama sekali mustahil, missal mampu berkomunikasi dengan
makhluk luar angkasa
e) Overvalued ideas yang menetap yang terjadi setiap hari selama berminggu
– minggu
f) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan yang berakibat
inkoheren atau pembicaraan tidak relevan atau neologisme
g) Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah, sikap tubuh tertentu atau
fleksibilitas serea, negativisme, mutisme dan stupor
h) Gejala – gejala negative, seperti sikap masa bodoh, pembicaraan yang
terhenti, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya
yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan
oleh depresi atau medikasi antipsikotik
i) Perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari
beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi hilangnya minat,tak
bertujuan, sikap malas, sikap berdiam – diam dan penarikan diri secara
sosial
persyaratan yang normal untuk diagnosis skizofrenia ialah harus ada sedikitnya
satu gejala tersebut di atas yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih
apabila gejala tersebut kurang tajam atau jelas)8

2.2 PANSS
Kemajuan status kesehatan pasien skizofrenia yang dirawat inap umumnya
dapat diukur menggunakan Positive and Negative Symptoms Scale (PANSS).
Penilaian PANSS berdasarkan pada gejala-gejala yang timbul pada pasien
skizofrenia, meliputi gejala positif, negatif, dan psikopatologi umum. PANSS
terdiri dari 30 butir pertanyaan yang dinilai dengan skala 1-7 tergantung berat
ringannya gejala yang ditampakkan pasien.
PANSS Perilaku halusinasi
Laporan secara verbal atau perilaku yang menunjukkan persepsi yang tidak
dirangsang oleh stimuli dari luar.
Dasar penilaian: laporan verbal dan manifestasi fisik selam wawancara dan
juga perilaku yang dilaporkan oleh perawat atau keluarga.
1. Tidak ada. Definisi tidak dipenuhi
2. Minimal. Patologis diragukan; mungkin suatu ujung ekstrim dari batasan
normal.
3. Ringan. Satu atau dua halusinasi yang jelas tetapi jarang timbul, atau
beberapa abnormalitas persepsi yang samar-samar lainnya yang tidak
mengakibatkan penyimpangan (distorsi) proses pikir atau perilaku.
4. Sedang. Sering ada halusinasi tetapi tidak terus menerus dan proses pikir
serta perilaku pasien hanya sedikit terpengaruh.
5. Agak berat. Halusinasi sering, dapat meliputi lebih dari satu organ sensoris
dan cenderung menyimpangkan proses pikir dan/atau mengacaukan
perilaku. Pasien dapat memiliki interpretasi bersifat waham atas
pengalamannya ini dan bereaksi terhadapnya secara emosional serta
kadang-kadang juga secara verbal.
6. Berat. Halusinasi hampir terus menerus ada, mengakibatkan kekacauan
berat pada proses pikir dan perilaku. Pasien menganggapnya sebagai
persepsi nyata dan fungsinya terganggu oleh seringnya bereaksi secara
emosional dan verbal terhadapnya.
7. Sangat berat. Pasien hampir secara total mengalami preokupasi dengan
halusinasi, yang jelas mendominasi proses pikir dan perilaku. Halusinasi
diikuti oleh interpretasi bersifat waham yang kaku dan memacu timbulnya
respons verbal dan perilaku, termasuk kepatuhan terhadap halusinasi
perintah.8

2.2 Dzikir
Dzikir ditinjau dari segi bahasa (lughatan) adalah mengingat, sedangkan dzikir
secara istilah adalah membasahi lidah dengan ucapan-ucapan pujian kepada
Allah.16 Secara etimologi dzikir berasal dari kata “zakara” berarti menyebut,
mensucikan, menggabungkan, menjaga, mengerti, mempelajari, memberi dan
nasehat. Oleh karena itu dzikir berarti mensucikan dan mengagungkan, juga dapat
diartikan menyebut dan mengucapkan nama Allah atau menjaga dalam ingatan
(mengingat).17 Dzikir merupakan ibadah hati dan lisan yang tidak mengenal
batasan waktu. Bahkan Allah menyifati ulil albab, adalah mereka-mereka yang
senantiasa menyebut Rabnya, baik dalam keadaan berdiri, duduk bahkan juga
berbaring. Oleh karenanya dzikir bukan hanya ibadah yang bersifat lisaniyah,
namun juga qalbiyah.

Dzikir dalam al-Qur’an


Dalam al quran disebutkan bahwa orang-orang yang berdzikir akan mendapatkan
ketentraman dalam hati seperti dalam al-Qur’an surat ar- Ra’d ayat 28
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram“
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian
Penelitian ini berjenis cross sectional karena penelitian dilakukan dengan
pengambilan data hanya pada satu waktu.
3.2 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di bangsal Yudistira di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi,
Bogor.
3.3 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada Januari 2019.
3.4 Populasi Penelitian
Populasi target penelitian ini adalah semua pasien bangsal Yudistira di
Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor.
3.5 Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien yang sedang
dirawat di bangsal Yudistira pada bulan januari 2019 di Rumah Sakit Marzoeki
Mahdi, Bogor dan pemilihan sampel dilakukan dengan metode total sampling.
3.6 Kriteria Sample
3.6.1 Kriteria Inklusi
Seluruh pasien yang dirawat di bangsal yudistira pada bulan januari
2019.
3.6.1 Kriteria Eksklusi
pasien di bangsal yudistira di bulan januari 2019 yang belum
mengikuti kegiatan rehabilitai pada hari jumat sebanyak dua kali dan
yang tidak mempunyai riwayat halusinasi.
3.6 Alur Penelitian

Menetukan subjek yang diteliti

Pengambilan data secara waawancara


di bangsal yudistira laki-laki Rumah
Sakit Marzoeki Mahdi

Menentukan skor PANSS


halusinasi yang didapatkan

Input data

Analisis
statistik
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran umum responden penelitian
Untuk mendapatkan gambaran umum mengenai latar belakang subjek
penelitian maka ditampilkan gambaran banyaknya subjek penelitian
berdasarkan umur dan pendidikan. Jumlah sampel terpilih dalam penelitian ini
adalah 37 orang namun terpadat sampel yang memenuhi kriteria eksklusi.
Sehingga diperoleh jumlah akhir sampel yang digunakan untuk pengolahan data
sebanyak 17 orang.

Penelitian ini berjumlah 17 orang yang merupakan pasien rawat inap bangsal
Yudistira di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor. Berikut adalah gambaran
sampel yang menjadi subjek dalam penelitian ini.
Tabel 4.1
Karakteristik responden penelitian (N=17)
Karakteristik n (%)
Responden Penelitian
Umur 32a 1(5,8)
45a 1(5,8)

44a 2(11,7)
1(5,8)
23a
1(5,8)
43a
1(5,8)
22a
1(5,8)
33a
1(5,8)
49 2(11,7)
44a 1(5,8)
29a 1(5,8)
34a 1(5,8)
46 1(5,8)
30 a 1(5,8)

48 1(5,8)
1(5,8)
39a
30a 1(5,8)
26a
Pendidikan
SD 3 (17,6)
SMP 4 (23,5)

SMA 9(52,9)

S1 1(5,8)

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa usia terbanyak pasien skizofrenia di
bangsal Yudistira yaitu usia 44 tahun (11,7%). Sedangkan untuk tingkat pendidikan
paling banyak SMA yaitu 52,9%.

4.2 Hasil
Tabel 4.2.1
Frekuensi skor PANSS Halusinasi pada pasien bangsal Yudistira di Rumah Sakit
Marzuki Mahdi
Skor PANSS Halusinasi n (%)
1 13(76,47)
2 -
3 1(17,64)
4 1(17,64)
5 1(17,4)
6 -
7 -

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa angka skor PANSS Halusinasi
pada pasien bangsal Yudistira yang telah mengikuti program rehabilitasi sebanyak
2 kali di hari jumat di Rumah Sakit Marzuki Mahdi terbanyak pada skor 1 yaitu
sebesar 76,47%. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh antara terapi dzikir dengan
penurunan tinggat halusinasi.
4.3 Keterbatasan Penelitian
- waktu yang singkat saat wawancara PANSS halusinasi menyebabkan keterbatasan
dalam penilaian PANNS halusinasi.
- Hanya sedikit pasien yang sudah mengikuti program rehabilitasi sebanyak 2 kali
di hari jumat
- Terbatasnya waktu penelitian menyebabkan pengolahan data yang tidak
maksimal.
- Peneliti tidak melakukan kontrol terhadap faktor perancu yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
- Terdapat hubungan antara penurunan tingkat halusinasi dengan terapi
dzikir di Bangsal rawat inap Yudistira yang telah mengikuti program
rehabilitasi sebanyak 2 kali di hari jumat.
- skor PANSS Halusinasi terbanyak adalah 1 yaitu sebanyak 76,47%.
5.2 Saran
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan dzikir dengan skor
PANSS Halusinasi pada pasien skizofrenia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock Benjamin J, Sadock Virginia A. Kaplan & Sadock Buku Ajar
Psikiatri Klinis edisi 2. Jakarta; EGC. 2010
2. Buku Ajar Psikiatri edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
3. Bastaman, T.K. dkk. Leksikon : Istilah Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta :
EGC. 2003.
4. Copel, L.C. Kesehatan Jiwa dan Psikiatri : Pedoman Klinis Perawat, Edisi
2. Jakarta : EGC. 2007.
5. Hidayati, Silvy Nur. “Dukungan Keluarga Pada Proses Pemulihan Mantan
Skizofrenia Katatonik”. Skripsi. Surabaya : Institut Agama Islam Negeri
Sunan Ampel. 2012.
6. Yosep, Iyus. Keperawatan Jiwa. Bandung : PT. Refika Aditama. 2007
7. Fatihuddin. 2010. Tentramkan Hati Dengan Dzikir. Delta Prima Press.
8. Dapartemen Kesehatan R.I. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia.Jakarta : Dapartemen Kesehatan
Lampiran

Rentang umur dengan Diagnosis Skizofrenia di bangsal


Yudistira RSMM
4.5
4
3.5
3
Jumlah

2.5
2
1.5
1
0.5
0
20-25 26-30 31-35 36-40 41-45 46-50

Rentang Umur

Pendidikan terakhir dengan Diagnosis Skizofrenia di


bangsal Yudistira RSMM
10
9
8
7
Jumlah

6
5
4
3
2
1
0
sd smp sma s1

Pendidikan Terakhir
Hasil skor PANSS Halusinasi di RSMM yang telah
mengikuti terapi dzikir 3 kali
90
80
70
Jumlah (%)

60
50
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7

Skor PANSS Halusinasi

Vous aimerez peut-être aussi