Vous êtes sur la page 1sur 26

ASKEB POST PARTUM / NIFAS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas atau puerperium dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira selama 6
minggu.
Pada masa ini terjadi perubahan-perubahan fisiologis,yaitu:
1. Perubahan fisik
2. Involusi uterus dan pengeluaran lokhia
3. Laktasi /pengeluaran ASI
4. Perubahan psikis

B. Tujuan
Tujuan asuhan masa nifas yaitu :
1. Menjaga Kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologik
2. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila
terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi keluarga
berencana, menyusui, pemberian imunisasi pada bayinya dan perawatan bayi sehat.
4. Memberikan pelayanan keluarga berencana.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Masa nifas atau puerperium berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang
diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal.

B. Perubahan Fisilogi pada Masa Nifas


Pada masa nifas ini akan terjadi perubahan fisiologi, yaitu:
1. Alat genitalia
Alat-alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan
sebelum hamil atau sering disebut involusi, selain itu juga perubahan-perubahan penting lain,
yakni hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi karena lactogenik hormone dari kelenjar hipofisis
terhadap kelenjar mammae.
2. Fundus uteri
Setelah janin lahir fundus uteri kira-kira setinggi pusat, segera setelah plasenta lahir, TFU kurang
lebih 2 jari di bawah pusat. Pada hari ke-5 post partum uterus kurang lebih setinggi 7 cm di atas
symfisis pusat, sesudah 12 hari uterus tidak dapat diraba lagi di atas symfisis.
Dinding uterus sendiri kurang lebih 5 cm, sedangkan pada bekas implantasi plasenta lebih tipis
dari bagian lain. Bagian bekas implantasi plasenta merupakan Penanganan suatu luka yang kasar
dan menonjol ke dalam kavum uteri, segera setelah persalinan.
Otot-otot uterus berkontraksi setelah post partum. Pembuluh-pembuluh darah yang berada di
antara anyaman otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah
plasenta dilahirkan.

Proses involusi uteri:


Involusi Tinggi fundus Berat uterus
Plasenta lahir Sepusat 1.000 gr
7 hari (1 minggu) Pertengehan pusat dan simfisis 500gr
14 hari (2 minggu) Tak teraba 350gr
42 hari (minggu) Sebesar hamil 2 minggu 50gr
56 hari (minggu) normal 50gr

3. Serviks
Segera setelah post partum bentuk servik agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan
oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan servik uteri tidak berkontraksi,
sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan servik uteri terbentuk semacam cincin.
4. Ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang selama kehamilan dan partus,
setelah jalan lahir, berangsur-angsur ciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum
rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan uterus jatuh ke belakang. Tidak jarang pula
wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan karena ligamenta, fasia, jaringan alat
penunjang genetalia menjadi menjadi agak kendor. Untuk memulihkan kembali jaringan-jaringan
penunjang alat genitalia tersebut, juga otot-otot dinding perut dan dasar panggul dianjurkan
untuk melakukan latihan-latihan tertentu.Pada 2 hari post partum sudah dapat diberikan
fisioterapi. Keuntungan lain ialah dicegahnya pula stasis darah yang dapat mengakibatkan
trombosis masa nifas.

C. PENANGANAN
Tindakan yang baik untuk asuhan masa nifas normal pada ibu, yaitu:
1. Kebersihan Diri
a. Anjurkan kebersihan seluruh tubuh
b. Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sanun dan air. Pastikan
bahwa ia mengerti untuk membersihkan daerah di sekitar vulva terlebih dahulu dari depan ke
belakang baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Nasehatkan ubu untuk
membersihkan diri setiap kali selesai buang air kecil atau besar.
c. sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari. Kain
dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik, dan dikeringkan di bawah matahari atau
disetrika.
d. sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan
daerah kelaminnya.
e. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari
menyentuh daerah luka.

2. Istirahat
a. Anjurkan ibu untuk istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan
b. Sarankan ibu untuk kembali ke kegiatan-kagiatan rumah tangga biasa secara perlahan-lahan,
serta untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur.
c. Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam berbagai hal :
1. Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi
2. Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan
3. Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri.

3. Latihan
a. Diskusikan pentingnya mengembalikan otot-otot perut dan panggul kembali normal. Ibu akan
merasakan lebih kuat dan ini menyebabkan otot perutnya
b. menjadi kuat sehingga mengurangi rasa sakit pada punggung.
c. Jelaskan bahwa latuhan-latihan tertentu beberapa menit setiap hari dapat membantu
mempercepat mengembalikan otot-otot perut dsan panggul kembali normal, seperti:
1). Tidur telentang dengan lengan di samping, menarik otot perut selagi menarik nafas, tahan
nafas ke dalam dan angkat dagu ke dada, tahan satu hitungan sampai lima. Rileks dan ulangi 10
kali.
2). Ubtuk memperkuat otot vagina, berdiri dengan tungkai dirapatkan. Kencangkan otot-otot
pantat dan dan panggul tahan sampai 5 kali hitungan. Kendurkan dan ulangi latihan sebsnyak 5
kali.
3). Mulai dengan mengerjakan 5 kali latihan untuk setiap gerakan. Setiap minggu naikkan
jumlah latihan 5 kali lebih banyak. Pada minggu ke-6 setelah persalinan ibu harus mengerjakan
latihan sebanyak 30 kali.
4. Gizi
Ibu menyusui harus:
a. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari
b. makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup
c. minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui)
d. Tablet zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca
bersalin
e. minum kapsul vit. A (200.000 unit) agar bias memberikan vitamin A kepada bayinya melalui
ASInya.

5. Perawatan Payudara
a. menjaga payudara tetap bersih dan kering
b. Mengenakan BH yang menyokong payudara
c. Apabila putting susus lecet oleskan colostrums atau ASI yang keluar pada sekitar putting susu
setiap kali seleswai menyusui. Menyusu tetap dilakukan dari putting susu yang tidak lecet.
d. Apabila lecet sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI dikeluarkan dan
diminumkan dengan sendok.
e. Apabila payudara bengkak akibat bendungan ASI, lakukan:
1). Pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah dan hanagat selama 5 menit.
2). Urut payudara dari arah pangkal menuju putting atau gunakan sisir untuk mengurut payudara
dengan arah “Z” menuju putting.
3). Keluarkan ASI sebagian dari nagian depan payudara sehingga putting susu menjadi lunak.
4). Susukan bayi setiap 2-3 jam sekali. Apabila tidak dapat menghisap seluruh ASI keluakan
dengan tangan.
5). Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.
6). Payudara dikeringkan.
6. Hubungan Perkawinan atau Rumah Tangga
Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu
dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah
berhenti dan tidak merasakan ketidaknyamanan, aman untuk memulai melakukan hubungan
suami istri kapan saja ibu siap.
Banyak budaya mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri sampai masa waktu tertentu,
misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan tergantung pada pasangan
yang bersangkutan.

7. Keluarga Berencana
Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun sebelum ibu hamil kembali.
Setiap pasangan harus menentukan sendiri kapan dan bagaimana mereka ingin merencanakan
tentang keluarganya. Namun, petugas kesehatan dapat mem,Bantu merencanakan
keluarganyadengan mengajarkan kepada mereka cara mencegah kehamilan yang tidak
diinginkan.
Biasanya wanita tidak menghasilkan telur (ovulasi) sebelum ia mendapatkan lagi haidnya selama
menyusui. Oleh karena itu, metode amenore laktasi dapat dipakai sebelum haid pertamakembali
untukmencegah terjadinya kehamilan baru. Resiko cara ini adalah 2 % kehamilan.
Meskipun beberapa metode KB mengandung resiko, menggunakan kontrasepsi tetap lebih aman,
terutama apabila ibu telah haid lagi.
Pada ibu nifas juga ter jadi perubahan psikologi, seperti:
a. Taking in : focus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri, pengalaman waktu melahirkan
diceritakannya, kelelahan membuat ibu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur,.
b. Taking hold : ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggungjawab merawat
bayi, perasaan sangat sensitive sehingga mudah tersinggung jadi komunikasi kurang hati-hati,
ibu butuh dukungan untuk merawat diri dan bayinya.
c. Letting go : ibu sudah mulai menerima tanggung jawab akan peran barunya, ibu sudah
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya, keinginan untuk merawat bayinya sudah
meningkat pada fase ini.

BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS FISIOLOGIS


PADA NY. C UMUR 24 TAHUN P1A0Ah1 NIFAS 1 HARI
FASE TAKING IN
DI RSUD BANYUMAS

Tanggal masuk : 30 januari 2009 jam : 13.30 wib


Tanggal pengkajian : 30 januari 2009 jam : 14.00 wib

I. Pengumpulan Data Dasar


A. Biodata
Nama Ibu : Ny.C Suami : Tn.B
Umur : 24 tahun : 30 th
Alamat : Cilongok : Cilongok
Pekerjaan : IRT : Swasta
Status Perkawinan : Menikah : Menikah
Pendidikan : SMP : SMP
Kewarganegaraan : Indonesia : Indonesia

B. Riwayat Masuk Rumah Sakit


Ibu datang bersama keluarga dan menyatakan kenceng - kenceng sejak. Jam 10.00 wib tanggal
30 januari 2009

C. Keluhan Utama
Ibu mengatakan perutnya masih terasa mules.

D. Riwayat Kehamilan dan Persalinan saat ini


Para : 1 Abortus : 0
1. HPHT : 2-6-2008
2. HPL : 9-3-2009
3. Umur Kehamilan : 38+2 minggu
4. Tempat : Ruang Anggrek, RSUD Banyumas
5. Tanggal Persalinan : 30 januari 2009
6. Jenis Persalinan : Spontan
7. Plasenta Lahir : Plasenta lahir jam 13.35 wib
8. Penolong : Bidan
9. Lama Persalinan
Kala I : 6 jam Perdarahan : -
Kala II : 1 Jam 30 menit Perdarahan : ± 50 cc
Kala III : 8 menit Perdarahan : ± 50 cc
Kala IV : 2 Jam Perdarahan : ± 50 cc
Jumlah : 9 Jam 38 menit Perdarahan : ± 150 cc

E. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan nifas yang lalu


Nifas ini

F. Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 tahun Banyak : 50 cc
Siklus : 30 hari Keluhan : -
Lama : 6-7 hari Keputian: -

G. Riwayat Perkawinan
Umur waktu menikah : 22 tahaun
Perkawitnan ke : 1
Lama perkawinan : 2 tahhun
H. Riwayat Kesehatan Ibu
1. Riwayat keehatan sekarang
Ibu mengatakan saat ini dalam keadaan sehat dan tidak sedang menderita penyakit menular dan
menurun seperti : Asma, DM, Hipertensi, kanker, TORCH, dll.
2. Riwayat kesehatan yang lalu
Ibu mengataakan tidak mempunyai penyakit menular dan menurun seperti : Asma, DM,
Hipertensi, Paru–Paru, kanker, TORCH, Hepatitis, dll, tidak ada keturunan kembar.

I. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ibu mengatakan dari pihak keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit menular dan menurun
seperti : Asma, DM, hipertensi , TORCH, paru-paru, kanker, hepatitis, dll dan tidak ada
keturunan kembar.

J. Riwayat kontrasepsi
Belum pernah pakai
Rencana setelah persalinan akan menggunakan KB suntik (3 bulan).

K. Data kebiasaan Sehari-hari


1. Pola Nutrisi
• Selama hamil
Frekuensi : 3 X sehari,porsi sedang, tidak ada pantangan.
Komposisi : Nasi, sayur, lauk, buah, Minum 7 – 8 gelas / hari, susu 1 gelas.
• Selama Nifas
Frekuensi : 4 X Sehari ,prsi sedang,tidak ada pantangan.
Komposisi : Nasi, sayur, lauk , buah, minum 7 – 8 gelas /hari.
2. Pola Eliminasi
• Selama hamil
BAK : 6 X / hari,bau khas,warna kuning jernih,kelhan tidak ada.
BAB : 1 X/hari, bau khas, warna kuning, tidak ada keluhan.
• Selama Nifas
BAK : 4 X /hari, warna kuning, bau khas tidak dada keluhan
BAK pertama kali 6 jam post partum
BAB : ibu belum BAB
3. Pola Istirahat
• Selama hamil : tidur malam 7-8 jam, siang 2 jam
• Selama Nifas : malam 5 jam, siang 1-2 jam
4. Pola kebersihan Diri
• Selama hamil : mandi 2 x/hari, ganti baju + celana dalam 2x/hari, gosok gigi 2 x/hari, keramas
3x seminggu
• Selama Nifas : mandi 2 x/hari, gosok gigi 2 x/hari, ganti celana dalam dan ganti baju 2 x/hari,
keramas 3 x /minggu.
5. Pola Kehidupan Seksual
• Selama hamil : 1x seminggu, tidak ada kontak bleeding,tidak ada keluhan.
• Selama nifas : belum pernah.

L. Data psikologis
Emosional ibu stabil dan keluarga serta ibu sangat senang dengan kelahiran bayinya.

M. Riwayat Sosial Budaya


- Ibu tidak mempunyai pantangan dalam makanan/alergi dalam makanan dan obat.
- Ibu tidak minum jamu.

N. Data Spiritual
Ibu mengatakan taat menjalankan ibadah sesuai agamanya.

O. Pengetahuan Ibu tentang masa nifas


• Tentang masa nifas : Ibu sedikit tahu
• Tentang perawatan payudara : Ibu sedikit tahu
• Tentang kebersihan perineum : Ibu sedikit tahu

P. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan umum
• Keadaan umum : Baik, kesadaran:composmetis
• TTV
TD : 110/70 mmHg N : 84 x/ menit
S : 36o C R : 20 x/ menit
• BB Selama hamil :60 kg , BB sekarang :55 kg
• TB : 155 cm
• Status present
Rambut : Bersih, tidak rontok.
Muka : Cloasma tidak ada , tidak pucat.
Mata : Pandangan tidak kabur,konjungtiva tidak anemis,sclera tidak ikterik.
Hidung : Bersih tidak ada polip
Telinga : Bersih ,tidak ada serumen.
Mulut : Tidak sariawan , tidak ada caries dentis.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid.
Dada : Simetris , tidak ada retraksi interkostal.
Jantung : Normal
Paru : Normal
Payudara : Putting susu : menonjol Massa : tidak ada
Cairan susu : Keluar Nyeri : tidak ada
Warna : Putih kekuningan

Abdomen : Hepar : Tidak Teraba KK : kosong


Linea alba : Ada Striae : Normal
Tfu : 2 jari di bawah pusat
Ekstremitas : Atas : normal
Bawah : tidak ada oudema
Varises : tidak ada
Reflek patella : ada
Genetalia : Vulva =
Labiya mayora dan labiya minora : tidak ada kelainan
Perineum : derajat 1di mukosa vagina jahitan jelujur dengan benang catgut.
Pengeluaran per vaginam
Lochea : rubra Banyak : 50 cc
Warna : merah Bau : khas

Q. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak dilakukan.

II. Interprestasi Data Dasar


Diagnosa : Ny C umur 24 tahun P1A0Ah1, 1 Hari post partum dalam fase taking in.
Dasar :
S : - Ibu mengatakan bernama Ny K umur 24 tahun.
- Ibu mengatakan melahirkan anak pertama jenis kelamin perempuan lahir secara spontan BB :
3150 gram, ibu mengatakan belum pernah keguguran.
O : Tanggal persalinan 30 Januari 2009
Lochea rubra warna merah, bau khas.
TFU 2 jari di bawah pusat
Masalah : Tidak ada
Kebutuhan : tidak ada

III. Antisipasi Masalah Dan Diagnosa Potensial


Tidak ada

IV. Menetapkan Kebutuhan Langsung Yang Dilakukan Oleh Bidan Dan Kolaborasi Dengan
Tenaga Kesehatan Lain Berdasarkan Kondisi Klien.
Tidak dilakukan

V. Menyusun Rencana Asuhan


1. Periksa keadan umum ibu
2. Beri tahu ibu tentang tanda bahaya masa nifas
3. Beri tahu cara menyusui yang benar
4. Beri tahu tentang ASI eksklusif
5. Beri konseling Neonatal
6. Beri tahu tentang perawatan payudara

VI. Penerapan Rencana Asuhan


Tanggal 30 Januari 2009 Jam 14.30 WIB.

1. Memeriksa keadaan umum ibu meliputi TTV, uterus, TFU, Perdarahan / pengeluaran
pervaginam.
2. Memberitahu pada ibu tentang tanda bahaya pada masa nifas, yaitu seperti demam, perdarahan
pervagina, dan sakit kepala yang hebat.
3. Memberitahukan ibu cara menyusui yang benar yaitu ibu duduk tegak tapi santai, tangan ibu
menyangga bokong bayi dan tangan satunya memegang payudara, perut bayi menempel pada
perut ibu, dagu bayi menempel pada payudara, areola masuk ke mulut bayi dan lidah bayi
menopang putting susu.
4. Memberitahu ibu tentang ASI eksklusif, yaitu pemberian ASI selama 6 bulan tanpa pemberian
makanan tambahan / susu formula.
5. Memberikan konseling tentang neonatal yang meliputi perawatan tali pusat, menjaga bayi agar
tetap hangat, dan cara merawat bayi sehari-hari.
6. Memberitahukan tentang perawatan payudara yaitu, bila payudara bengkak, kompreslah
dengan air hangat dan lakukan pemijatan, bila putting susu lecet maka cukup diolesi dengan air
susu ibu. Tidak perlu menggunakan obat lain dan cara membersihkannya dengan miyak kelapa.

VII. Evaluasi
Tanggal
S : 1.Ibu dalam keadaan baik
2. Ibu tahu tentang tanda bahaya masa nifas
3. Ibu tahu tentang cara menyusui yang benar
4. Ibu tahu tentang ASI eksklusif
5. Ibu tahu tentang peratan bayinya
6. Ibu tahu tentang cara perawatan payudara
O : KU : Baik , Kesadaran : Composmetis , Ibu sudah memberikan ASI
TD : 110/70 MMHg, N : 84 X/menit, R : 20 X/menit, S : 36

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara teori dan praktek di lapangan mengenai pelayanan
pada ibu nifas hanya di Rumah Sakit tidak diajarkan tentang senam ibu nifas dan konseling dini
KB.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masa nifas atau puerperium berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang
diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal. Pada masa nifas juga
terjadi perubahan pada alat reproduksi yaitu pada serviks dan endometrium. Pada psikologi ibu
nifas juga terjadi perubahan yaitu masa taking in, taking hold, dan letting go.
Pada masa nifas TFU 2 jari di bawah pusat, pada hari ke-5 post partum uterus kurang lebuh
setinggi 7 cm atas symfisis/ setengah sympisis pusat. Setelah 12 hari uterus sudah tidak teraba
lagi.

B. Saran
1. Sebaiknya pihak Rumah Sakit menganjurkan setiap pasien dengan post partum spontan untuk
melakukan senam nifas.
2. Untuk memudahkan pasien dalam memilih alat kontrasepsi yang akan digunakan setelah
melahirkan, sebaiknya pihak Rumah Sakit khususnya di ruang nifas selalu memberikan
konseling dini KB pada setiap pasien post partum.
Askep Post Partum Blues

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan psikologis
dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita
menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita
mengganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan selanjutnya.
Perubahan fisik dan emisional yang kompleks, memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola
hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan
yang ditumbuhkan dari norma-norma sosial cultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri
dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan hingga
ke tingkat gangguan jiwa yang berat.
Masa nifas adalah suatu masa dimana tubuh menyesuaikan baik fisik maupun psikologis
terhadap proses melahirkan yang lamanya kurang lebih 6 minggu. Selain itu pengertian masa
nifas adalah masa mulainya persalinan sampai pulihnya alat-alat dan anggota badan yang
berhubungan dengan kehamilan/persalinan (Ahmad Ramli. 1989). Dari dua pengertian di atas
kelompok meyimpulkan bahwa masa nifas adalah masa sejak selesainya persalinan hingga
pulihnya alat-alat kandungan dan anggota badan serta psikososial yang berhubungan dengan
kehamilan/persalinan selama 6 minggu. Dalam proses adaptasi pada masa postpartum terdapat
tiga metode yang meliputi ”immediate puerperineum” yaitu 24 jam pertama setelah melahirkan,
”early puerperineum” yaitu setelah 24 jam hingga 1 minggu, dan ”late puerperineum” yaitu
setelah satu minggu sampai 6 minggu postpartum.
Perubahan psikologi pascapartum pada seorang ibu yang baru melahirkan terbagi dalam
tiga fase:
1. taking in dimana pada fase ini ibu ingin merawat dirinya sendiri, banyak bertanya dan bercerita
tentang pengalamannya selama persalinan yang berlangsung 1 sampai 2 hari.
2. taking hold dimana pada fase ini ibu mulai fokus dengan bayinya yang berlangsung 4 sampai 5
minggu.
3. fase letting-go dimana ibu mempunyai persepsi bahwa bayinya adalah perluasan dari dirinya,
mulai fokus kembali pada pasangannya dan kembali bekerja mengurus hal-hal lain.
Perubahan tersebut merupakan perubahan psikologi yang normal terjadi pada seorang ibu
yang baru melahirkan. Namun, kadang-kadang terjadi perubahan psikologi yang abnormal.
Gangguan psikologi pascapartum dibagi menjadi tiga kategori yaitu postpartum blues atau
kesedihan pascapartum, depresi pascapartum nonpsikosis, dan psikosis pascapartum. Pada
makalah ini kami akan membahas secara khusus mengenai post partum blues. Beberapa
penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu
pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun
segi psikologis. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya
tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai
gejala atau sindroma yang oleh para peneliti dan klinisi disebut post-partum blues.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami lebih dalam lagi yang dimaksud dengan gangguan psikologis
pada ibu masa postpartum khusunya post partum Blues.
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui dan memahami definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gambaran klinis,
diagnosis, penatalaksanaan dan Asuhan keperawatan pada Gangguan psikologis ibu postpartum.
b) Meningkatkan kemampuan dalam penulisan asuhan keperawatan.
c) Memenuhi salah satu tugas perkuliahan Keperawatan Maternitas.
C. Rumusan Masalah
Masalah yang timbul kemudian yaitu : apa itu postpartum blues?, bagaimana
epidemiologinya, etiologi, pathogenesis, gambaran klinis, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan serta bagaimana dengan asuhan keperawatannya?

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN
GANGGUAN PSIKOLOGIS POSTPARTUM : POSTPARTUM BLUES
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Post-partum blues sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875 telah menulis
referensi di literature kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan pasca-salin yang
disebut sebagai ‘milk fever ‘ karena gejala
disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini, post-partum blues (PPB) atau
sering juga disebut maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan
afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan atau pada saat fase
taking in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam
rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan. Post-partum blues ini dikategorikan
sebagai sindroma gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga
tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi
masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan-perasaan tidak
nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat
berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis pasca-salin, yang
mempunyai dampak lebih buruk, terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami
dan perkembangan anak, karena stres dan sikap ibu yang tidak tulus terus-menerus bisa membuat
bayi tumbuh menjadi anak yang mudah menangis, cenderung rewel, pencemas, pemurung dan
mudah sakit. Keadaan ini sering disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan. Baby
blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak nyaman (kesedihan atau
kemurungan)/gangguan suasana hati setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya
dengan si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada saat
persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan endorphin, progesteron, dan estrogen
dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan emosional Ibu.
2. Etiologi
Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum diketahui.
Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya postpartum blues, antara lain:
1. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan
estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan
emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine
oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang
berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi.
2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
4. Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang
tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan
dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah suami menginginkan
juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan teman memberi dukungan moril (misalnya
dengan membantu pekerjaan rumah tangga, atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-
kesah) selama ibu menjalani masa kehamilannya atau timbul permasalahan, misalnya suami yang
tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami,
problem dengan orang tua dan mertua, problem dengan si sulung.
5. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
Namun ada beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa Post partum blues tidak
berhubungan dengan perubahan hormonal, biokimia atau kekurangan gizi. Antara 8% sampai
12% wanita tidak dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan
sehingga mencari bantuan dokter. Dengan kata lain para wanita lebih mungkin mengembangkan
depresi post partum jika mereka terisolasi secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami
peristiwa kehidupan yang menakan.
Ada juga yang berpendapat bahwa kemunculan dari postpartum blues ini disebabkan oleh
beberapa factor dari dalam dan luar individu. Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen
(1985) menunjukkan bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi
perkembangan anak di kemudian hari. De Jonge Andriaansen juga meneliti beberapa teknologi
medis (penggunaan alat-alat obstetrical) dalam pertolongan melahirkan dapat memicu depresi
postpartum blues ini. Misalnya saja pada pembedahan caesar, penggunaan tang, tusuk punggung,
episiotomi dan sebagainya. Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga
dapat dianggap pemicu.
3. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap seorang ibu. Gejala
tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau 6 hari setelah melahirkan. Beberapa perubahan
sikap tersebut diantaranya sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia, penakut, tidak
mau makan, tidak mau bicara, sakit kepala sering berganti mood, mudah tersinggung
(iritabilitas), merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan, tidak bergairah, khususnya terhadap
hal yang semula sangat diminati, tidak mampu berkonsentrasi dan sangat sulit membuat
keputusan, meras` tidak mempunyai ikatan batin dengan si kecil yang baru saja Anda lahirkan ,
insomnia yang berlebihan. Gejala-gejala itu mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya
akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun jika masih
berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan itu dapat disebut postpartum depression.
4. Insiden
Dalam dekade terakhir ini, banyak peneliti dan klinisi yang memberi perhatian khusus pada
gejala psikologis yang menyertai seorang wanita pasca salin, dan telah melaporkan beberapa
angka kejadian dan berbagai faktor yang diduga mempunyai kaitan dengan gejala-gejala
tersebut. Berbagai studi mengenai post-partum blues di luar negeri melaporkan angka kejadian
yang cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, yang kemungkinan disebabkan karena
adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan.
5. Pencegahan
Post partum blues dapat dicegah dengan cara :
a. Anjurkan ibu untuk merawat dirinya, yakinkan pada suami atau keluarga untuk selalu
memperhatikan si ibu
b. Menu makanan yang seimbang
c. Olah raga secara teratur
d. Mintalah bantuan pada keluarga atau suami untuk merawat ibu dan bayinya.
e. Rencanakan acara keluar bersama bayi berdua dengan suami
f. Rekreasi
6. Pemeriksaan Diagnostik
Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa secara langsung post
partum blues. Secara medis, dokter menyimpulkan beberapa simtom yang tampak dapat
disimpulkan sebagai gangguan depresi post partum blues bila memenuhi kriteria gejala yang ada.
Kekurangan hormon tyroid yang ditemukan pada individu yang mengalami kelelahan luar biasa
(fatigue) ditemukan juga pada ibu yang mengalami post partum blues mempunyai jumlah kadar
tyroid yang sangat rendah.
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah merupakan acuan pelayanan
pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner
dengan sebagai alat bantu. Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner
dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama
7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan,
perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-partum blues . Kuesioner
ini terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan
jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang
dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat
diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et. Al., mendapati bahwa nilai skoring lebih besar dari 12
(dua belas) memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis kejadian
post-partum blues . EPDS juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda,
Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca
salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu kemudian.
7. Penatalaksanaan
Post-partum blues atau gangguan mental pasca-salin seringkali terabaikan dan tidak
ditangani dengan baik. Banyak ibu yang ‘berjuang’ sendiri dalam beberapa saat setelah
melahirkan. Mereka merasakan ada suatu hal yang salah namun mereka sendiri tidak benar-benar
mengetahui apa yang sedang terjadi. Apabila mereka pergi mengunjungi dokter atau sumber-
sumber lainnya Untuk minta pertolongan, seringkali hanya mendapatkan saran untuk beristirahat
atau tidur lebih banyak, tidak gelisah, minum obat atau berhenti mengasihani diri sendiri dan
mulai merasa gembira menyambut kedatangan bayi yang mereka cintai.
Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda dengan
penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang mengalami post-
partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan
dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis
seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan
kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan.
Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa
gembira mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka
mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin
menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan
perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya
dari seorang psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut.
Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para wanita untuk
kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan segera memberikan penanganan yang
tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk para ahli psikologi/konseling bila memang
diperlukan. Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat
sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang
proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-
masa tersebut serta penanganannya.
Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang dengan menarik nafas
panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur, berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran
baru sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi, membicarakan rasa cemas dan
mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru. Dalam
penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues dibutuhkan pendekatan
menyeluruh/holistik. Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan
pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada
saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat
perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan
lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh perawat
perinatal. Rencana keperawatan harus merefleksikan respons perilaku yang diharapkan dari
gangguan tertentu. Rencan individu didasarkan pada karakteristik wanita dan keadaannya yang
spesifik. Suami atau pasangan wanita tersebut juga dapat mengalami gangguan emosional akibat
perilaku wanita tersebut.
Pengkajian pada pasien post partum blues menurut Bobak ( 2004 ) dapat dilakukan pada
pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru. Pengkajiannya meliputi ;
1. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain-
lain
2. Dampak pengalaman melahirkan
Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses kelahiran itu
sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam upaya retrospeksi diri (Konrad,
1987). Selama hamil, ibu dan pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana tertentu
tentang kelahiran anak mereka, hal-hal yang mencakup kelahiran pervagina dan beberapa
intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat berbeda dari yang
diharapkan (misalnya ; induksi, anestesi epidural, kelahiran sesar), orang tua bisa merasa kecewa
karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan sebelumnya. Apa yang dirasakan orang tua
tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi
orang tua.
3. Citra diri ibu
Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas ibu.
Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa nifas dapat mempengaruhi
perilaku dan adaptasinya dalam menjadi orang tua. Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat
mempengaruhi seksualitasnya. Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan penyesuaian perilaku
seksual setelah melahirkan seringkali menimbulkan kekhawatiran pada orang tua baru. Ibu yang
baru melahirkan bisa merasa enggan untuk memulai hubungan seksual karena takut merasa nyeri
atau takut bahwa hubungan seksual akan mengganggu penyembuhan jaringan perineum.
4. Interaksi Orang tua – Bayi
Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi interaksi orang tua
dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran anak meliputi perilaku adaptif dan
perilaku maladatif. Baik ibu maupun ayah menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat ini
kebanyakan riset hanya berfokus pada ibu. Banyak orang tua baru mengalami kesulitan untuk
menjadi orang tua sampai akhirnya keterampilan mereka membaik. Kualitas keibuan atau
kebapaan pada perilaku orang tua membantu perawatan dan perlindungan anak. Tanda-tanda
yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat segera setelah ibu melahirkan, saat
orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir dan melanjutkan proses untuk menegakkan hubungan
mereka.
5. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif
Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua terhadap
kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan mereka, respon social yang
tidak matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan perilaku yang adaptif ketika
mereka merasakan suka cita karena kehadiran bayinya dan karena tugas-tugas yang diselesaikan
untuk dan bersama anaknya, saat mereka memahami yang dikatakan bayinya melalui ekspresi
emosi yang diperlihatkan bayi dan yang kemudian menenangkan bayinya, dan ketika mereka
dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa tingkat kelelahan bayi. Perilaku maladaptif
terlihat ketika respon orang tua tidak sesuai dengan kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat
merasakan kesenangan dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi – bayi ini cenderung akan
dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak merasa tertarik untuk melihat anaknya. Tugas merawat
anak seperti memandikan atau mengganti pakaian, dipandang sebagai sesuatu yang
menyebalkan. Orang tua tidak mampu membedakan cara berespon terhadap tanda yang
disampaikan oleh bayi, seperti rasa lapar, lelah keinginan untuk berbicara dan kebutuhan untuk
dipeluk dan melakukan kontak mata. Tampaknya sukar bagi mereka untuk menerima anaknya
sebagai anak yang sehat dan gembira.
6. Struktur dan fungsi keluarga
Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum blues ialah melihat
komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap perannya sebagai ibu
sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan
anak-anak lain. Perawat dapat membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang dengan
mengkaji kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota keluarga dan membantu ibu
merencanakan strategi untuk mengatasi masalah tersebut sebelum keluar dari rumah sakit.
Sedangkan Pengkajian Dasar data klien menurut Marilynn E. Doenges ( 2001 ) Adalah :
a. Aktivitas / istirahat Insomnia mungkin teramati.
b. Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
c. Integritas Ego
Peka rangsang, takut/menangis (" Post partum blues " sering terlihat kira-kira 3 hari setelah
kelahiran).
d. Eliminasi
Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5.
e. Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan mungkin hari – hari ke-3.
f. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 sampai ke-5 pascapartum.
g. Seksualitas
Uterus 1 cm diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira-kira 1 lebar jari
setiap harinya. Lokhia rubra berlanjut sampai hari ke-2- 3, berlanjut menjadi lokhia serosa
dengan aliran tergantung pada posisi (misalnya ; rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas
(misalnya ; menyusui). Payudara : Produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu
matur, biasanya pada hari ke-3; mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui dimulai.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien postpartum blues diantaranya Adalah :
a. Nyeri akut/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan
atau distensi, efek-efek hormonal.
b. Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman
sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu.
c. Risiko tinggi terhadap perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan pengaruh
komplikasi fisik dan emosional
d. Resiko tinggi ketidakefektifan koping individu berkaitan perubahan emosional yang tidak stabil
pada ibu
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Respon hormonal dan
psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan
kelahiran melelahkan.
f. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi
berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal
sumber – sumber.
g. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan
kecukupan pemenuhan kebutuhan – kebutuhan individu dan tugas – tugas adaptif,
memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.
3. Rencana Keperawatan
a. Nyeri akut/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan
atau distensi, efek-efek hormonal.
Tujuan : Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi
ketidaknyamanan.
Intervensi Keperawatan :
1) Tentukan adanya, lokasi, dan sifat ketidaknyamanan.
Rasional : Mengidentifikasi kebutuhan – kebutuhan khusus dan intervensi yang tepat.
2) Inspeksi perbaikan perineum dan epiostomi.
Rasional : Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan terjadinya
komplikasi yang memerlukan evaluasi / intervensi lanjut.
3) Berikan kompres es pada perineum, khususnya selama 24 jam pertama setelah kelahiran.
Rasional : Memberi anestesia lokal, meningkatkan vasokonstriksi, dan mengurangi edema dan
vasodilatasi.
4) Berikan kompres panas lembab (misalnya ; rendam duduk / bak mandi)
Rasional : Meningkatkan sirkulasi pada perineum, meningkatkan oksigenasi dan nutrisi pada
jaringan, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.
5) Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan episiotomy.
Rasional : Penggunaan pengencangan gluteal saat duduk menurunkan stres dan tekanan langsung
pada perineum.
6) Kolaborasi dalam pemberian obat analgesik 30-60 menit sebelum menyusui.
Rasional : Memberikan kenyamanan, khususnya selama laktasi, bila afterpain paling hebat
karena pelepasan oksitosin.
b. Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman
sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu.
Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang proses/situasi menyusui, mendemonstrasikan
teknik efektif dari menyusui, menunjukkan kepuasan regimen menyusui satu sama lain.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan rencana
perawatan.
2) Tentukan sistem pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan / keluarga.
Rasional : Mempunyai dukungan yang cukup meningkatkan kesempatan untuk pengalaman
menyusui dengan berhasil.
3) Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui, perawatan
putting dan payudara, kebutuhan diet khusus, dan faktor–faktor yang memudahkan atau
mengganggu keberhasilan menyusui.
Rasional : Membantu menjamin supli susu adekuat, mencegah putting pecah dan luka,
memberikan kenyamanan, dan membuat peran ibu menyusui.
4) Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik – teknik menyusui
Rasional : Posisi yang tepat biasanya mencegah luka putting, tanpa memperhatikan lamanya
menyusu.
5) Identifikasi sumber-sumber yang tersedia di masyarakat sesuai indikasi ; misalnya ; progam
Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA ).
Rasional : Pelayanan ini mendukung pemberian ASI melalui pendidikan klien dan nutrisional.
c. Risiko tinggi terhadap perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan pengaruh
komplikasi fisik dan emosional
Tujuan : Mengungkapkan masalah dan pertanyaan tentang menjadi orang tua, mendiskusikan
peran menjadi orang tua secara realistis, secara aktif mulai melakukan tugas perawatan bayi baru
lahir dengan tepat, mengidentifikasi sumber-sumber.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji kekuatan, kelemahan, usia, status perkawinan, ketersediaan sumber pendukung dan latar
belakang budaya.
Rasional : Mengidentifikasi faktor – faktor risiko potensial dan sumber-sumber pendukung, yang
mempengaruhi kemampuan klien/pasangan untuk menerima tantangan peran menjadi orang tua.
2) Perhatikan respons klien/pasangan terhadap kelahiran dan peran menjadi orang tua.
Rasional : Kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif untuk menjadi orang tua mungkin
dipengaruhi oleh reaksi ayah dengan kuat.
3) Evaluasi sifat dari menjadi orangtua secara emosi dan fisik yang pernah dialami klien/pengalaman
selama kanak-kanak.
Rasional : Peran menjadi orang tua dipelajari, dan individu memakai peran orang tua mereka
sendiri menjadi model peran.
4) Tinjau ulang catatan intrapartum terhadap lamanya persalinan, adanya komplikasi, dan peran
pasangan pada persalinan.
Rasional : Persalinan lama dan sulit, dapat secara sementara menurunkan energi fisik dan
emosional yang perlu untuk mempelajari peran menjadi ibu dan dapat secara negatif
mempengaruhi menyusui.
5) Evaluasi status fisik masa lalu dan saat ini dan kejadian komplikasi pranatal, intranatal, atau
pascapartal.
Rasional : Kejadian seperti persalinan praterm, hemoragi, infeksi, atau adanya komplikasi ibu
dapat mempengaruhi kondisi psikologis klien.
6) Evaluasi kondisi bayi ; komunikasikan dengan staf perawatan sesuai indikasi.
Rasional : Ibu sering mengalami kesedihan karena mendapati bayinya tidak seperti bayi yang
diharapkan.
7) Pantau dan dokumentasikan interaksi klien/pasangan dengan bayi.
Rasional : Beberapa ibu atau ayah mengalami kasih sayang bermakna pada pertama kali ;
selanjutnya, mereka dikenalkan pada bayi secara bertahap.
8) Anjurkan pasangan/sibling untuk mengunjungi dan menggendong bayi dan berpartisipasi terhadap
aktifitas perawatan bayi sesuai izin.
Rasional : Membantu meningkatkan ikatan dan mencegah perasaan putus asa.
9) Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling bila keluarga beresiko tinggi terhadap masalah
menjadi orang tua atau bila ikatan positif diantara klien/pasangan dan bayi tidak terjadi.
Rasional : Perilaku menjadi orang tua yang negatif dan ketidakefektifan koping memerlukan
perbaikan melalui konseling, pemeliharaan atau bahkan psikoterapi yang lama.
d. Risiko tidak efektif koping individual berhubungan dengan krisis
maturasional dari kehamilan/mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan menjadi orang tua
(atau melepaskan untuk adopsi), kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem pendukung,
persepsi tidak realistis
Tujuan : Mengungkapkan ansietas dan respon emosional, mengidentifikasi kekuatan individu
dan kemampuan koping pribadi, mencari sumber-sumber yang tepat sesuai kebuuhan.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji respon emosional klien selama pranatal dan dan periode intrapartum dan persepsi klien
tentang penampilannya selama persalinan.
Rasional : Terhadap hubungan langsung antara penerimaan yang positif akan peran feminin dan
keunikan fungsi feminin serta adaptasi yang positif terhadap kelahiran anak, menjadi ibu, dan
menyusui.
2) Anjurkan diskusi oleh klien / pasangan tentang persepsi pengalaman kelahiran.
Rasional : Membantu klien / pasangan bekerja melalui proses dan memperjelas realitas dari
pengalaman fantasi.
3) Kaji terhadap gejala depresi yang fana (" perasaan sedih " pascapartum) pada hari ke-2 sampai ke-
3 pascapartum (misalnya ; ansietas, menangis, kesedihan, konsentrasi yang buruk, dan depresi
ringan atau berat).
Rasional : Sebanyak 80 % ibu – ibu mengalami depresi sementara atau perasaan emosi kecewa
setelah melahirkan.
4) Evaluasi kemampuan koping masa lalu klien, latar belakang budaya, sistem pendukung, dan
rencana untuk bantuan domestik pada saat pulang.
Rasional : Membantu dalam mengkaji kemampuan klien untuk mengatasi stres.
5) Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk membantu klien mempelajari peran
baru dan strategi untuk koping terhadap bayi baru lahir.
Rasional : Keterampilan menjadi ibu / orang tua bukan secara insting tetapi harus dipelajari.
6) Anjurkan pengungkapan rasa bersalah, kegagalan pribadi, atau keragu – raguan tentang
kemampuan menjadi orang tua
Rasional : Membantu pasangan mengevaluasi kekuatan dan area masalah secara realistis dan
mengenali kebutuhan terhadap bantuan profesional yang tepat.
7) Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok pendukungan menjadi orang tua,
pelayanan sosial, kelompok komunitas, atau pelayanan perawat berkunjung.
Rasional : Kira – kira 40 % wanita dengan depresi pascapartum ringan mempunyai gejala –
gejala yang menetap sampai 1 tahun dan dapat memerlukan evaluasi lanjut.
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Respon hormonal dan
psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan
dan kelahiran melelahkan.
Tujuan : Mengidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang diperlukan dengan
kebutuhan terhadap anggota keluarga baru, melaporkan peningkatan rasa sejahtera dan istirahat.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat.
Rasional : Persalinan atau kelahiran yang lam dan sulit, khususnya bila ini terjadi malam,
meningkatkan tingkat kelelahan.
2) Kaji factor-faktor, bila ada yang mempengaruhi istirahat.
Rasional : Membantu meningkatkan istirahat, tidur dan relaksasi dan menurunkan rangsang.
3) Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur/istirahat setdlah kembali ke rumah.
Rasional : Rencana yang kreatif yang membolehkan untuk tidur dengan bayi lebih awal serta
tidur siang membantu untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
4) Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada suplai ASI.
Rasional : Kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis, suplai ASI, dan penurunan
refleks secara psikologis.
5) Kaji lingkungan rumah, bantuan dirumah, dan adanya sibling dan anggota keluarga lain.
Rasional : Multipara dengan anak di rumah memerlukan tidur lebih banyak dirumah sakit untuk
mengatasi kekurangan tidur dan memenuhi kebutuhannya.
f. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi
berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal
sumber – sumber.
Tujuan : Mengungkapkan berhubungan dengan pemahaman perubahan fisiologis, kebutuhan
individu, hasil yang diharapkan, melakukan aktivitas / prosedur yang perlu dan menjelaskan
alasan-alasan untuk tindakan.
Intervensi Keperawatan :
1) Pastikan persepsi klien tentang persalinan dan kelahiran, lama persalinan, dan tingkat kelelahan
klien.
Rasional : Terhadap hubungan antara lama persalinan dan kemampuan untuk melakukan
tanggung jawab tugas dan aktifitas-aktifitas perawatan diri/perawatan bayi.
2) Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajar.
Rasional : Periode pascanatal dapat merupakan pengalaman positif bila penyuluhan yang tepat
untuk membantu pertumbuhan ibu, maturasi, dan kompetensi.
3) Berikan informasi tentang perawatan diri, termasuk perawatan perineal dan higiene, perubahan
fisiologis.
Rasional : Membantu mencegah infeksi, mempercepat pemulihan dan penyembuhan, dan
berperan pada adaptasi yang positif dari perubahan fisik dan emosional.
4) Diskusikan kebutuhan seksualitas dan rencana untuk kontrasepsi.
Rasional : Pasangan mungkin memerlukan kejelasan mengenai ketersediaan metoda kontrasepsi
dan kenyataan bahwa kehamilan dapat terjadi bahkan sebelum kunjungan sebelum kunjungan
minggu ke-6.
g. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan
kecukupan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu dan tugas-tugas adaptif, memungkinkan
tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.
Tujuan : Mengungkapkan keinginan untuk melaksanakan tugas-tugas yang mengarah pada kerja
sama dari anggota keluarga baru, mengekspresikan perasaan percaya diri dan kepuasan dengan
terbentuknya kemajuan dan adaptasi.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji hubungan anggota keluarga satu sama lain.
Rasional : Perawat dapat membantu memberikan pengalaman positif di rumah sakit dan
menyiapkan keluarga terhadap pertumbuhan melalui tahap – tahap perkembangan.
2) Anjurkan partisipasi seimbang dari orang tua pada perawatan bayi.
Rasional : Fleksibilitas dan sensitifitasi terhadap kebutuhan keluarga membantu
mengembangkan harga diri dan rasa kompeten dalam perawatan bayi baru lahir setelah pulang.
3) Berikan bimbingan antisipasi mengenai perubahan emosi normal berkenaan dengan periode
pascapartum.
Rasional : Membantu menyiapkan pasangan untuk kemungkinan perubahan yang mereka alami,
menurunkan stres dan meningkatkan koping positif.
4) Berikan informasi tertulis mengenai buku-buku yang dianjurkan untuk anak-anak (sibling) tetang
bayi baru.
Rasional : Membantu anak mengidentifikasi dan mengatasi perasaan akan kemungkinan
penggantian atau penolakan.
5) Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok orang tua pascapartum di komunitas.
Rasional : Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang membesarkan anak dan perkembangan
anak.
4. Implementasi
Menurut Doenges (2000) implementasi adalah perawat mengimplementasikan intervensi-
intervensi yang terdapat dalam rencana perawatan. Menurut Allen (1998) komponen dalam tahap
implementasi meliputi tindakan keperawatann mandiri, kolaboratif, dokumentasi, dan respon
pasien terhadap asuhan keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi didasarkan pada kemajuan pasien dalam mencapai hasil akhir yang ditetapkan yaitu
meliputi ; kesejahteraan fisik ibu dan bayi akan dipertahankan. Ibu dan keluarga akan
mengembangkan koping yang efektif. Setiap anggota keluarga akan melanjutkan pertumbuhan
dan perkembangan yang sehat. Perawat dapat yakin bahwa perawatan berlangsung efektif jika
kesejahteraan fisik ibu dan bayi dapat dipertahankan, ibu dan keluarganya dapat mengatasi
masalahnya secara efektif, dan setiap anggota keluarga dapat meneruskan pola pertumbuhan dan
perkembangan yang sehat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Postpartum blues yaitu suatu perasaan bercampur aduk
2. Penyebab postpartum blues belum diketahui secara pasti.
3. Penderita postpartum dapat dideteksi melalui skrinning yaitu dengan kuisioner yang berupa
pertanyaan tentang rasa cemas
4. Asuhan keperawatan pada pasien postpartum blues pada dasarnya harus holistik yaitu menyeluruh
dari bio-psiko-sosio-spiritual dan melibatkan orang tua si anak yaitu ayah dan ibu si anak
B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan
pelayanan Keperawatan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan untuk para
tim medis agar dapat meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang keperawatan
sehingga dapat memaksimalkan kita untuk memberikan health education dalam perawatan
depresi postpartum blues.

Vous aimerez peut-être aussi