Vous êtes sur la page 1sur 15

25

KONSEP TAHAPAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF HADIS TARBAWI


Abu Azam Al Hadi1

Abstract: Children are individuals who have the figure of a limited mind and experience a bit.
They live with the mind and the real nature, they can find out with one of the five senses, they
have not been able to think of meaningful questions, the abstract questions and general laws.
Children were very sensitive to the feelings of a smooth and easy affected. With regard to
religious education to be delivered and implanted into the soul of the child, parents should be
able to consider the condition in educating children, according to the growth and development.
Parents as well as educators should be able to think and pay attention to the stages in providing
Islamic education to the children. Stages of Islamic education are inculcated in children in the
family environment include the attention, accuracy, and skill. This can only be owned by the
child when the parent training, the precision used in children's lives, so they have a sense of
responsibility in the sense of awareness in youth so much to give positive meaning to his life.
Each child will develop a sense of responsibility in line with the development with children
social emotions. The bigger they are, the greater the sense of responsibility both to themselves, to
others and the natural surroundings. Stimuli are necessary, especially the provision exercises,
habituation, guidance from the parents. Growth and developmental stages in children seen the
effort and toil of children to do everything right, be true, according to the demands of parents or
family.

Keywords: Stages, Concepts, Islamic Education and Tarbawi Hadith

Pendahuluan
Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia
menuju taklif /kedewasaan, baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan
fungsi kemanusiaan yang diemban-sebagai seorang hamba di hadapan Khaliq-nya dan
sebagai “pemelihara/khalifah” di dunia ini.2 Dengan demikian, fungsi utama pendidikan
adalah mempersiapakn peserta didik atau generasi penerus dengan kemampuan dan
keahlian/skill yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke
tengah masyarakat dan lingkungan, sebagai tujuan akhir dari pendidikan. Tujuan akhir
pendidikan dalam Islam, sebagai proses pembentukan diri peserta didik agar sesuai dengan
fitrah keberadaannya.
Hal ini meniscayakan adanya kebebasan gerak bagi setiap elemen dalam dunia
pendidikan terutama peserta didik untuk mengembangkan diri dan potensi yang
dimilikinya secara maksimal. Pada masa kejayaan Islam, pendidikan telah mampu
menjalankan perannya sebagai wadah pemberdayaan peserta didik, namun seiring dengan
kemunduran dunia Islam, dunia pendidikan Islam pun turut mengalami kemunduran.
Bahkan dalam paradigma pun terjadi pergeseran dari paradigma aktif-progresif menjadi
pasid-defensif. Akibatnya, pendidikan Islam mengalami proses ‘isolasi diri’ dan
termarginalkan dari lingkungan di mana ia berada.3
Dalam lintasan sejarah peradaban Islam, peran pendidikan ini benar-benar bisa
dilaksanakan pada masa-masa kejayaan Islam. Hal ini dapat kita saksikan, di mana
pendidikan benar-benar mampu membentuk peradaban sehingga peradaban Islam menjadi
peradaban terdepan sekaligus peradaban yang mewarnai sepanjang jazirah Arab, Asia Barat

1Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya


2Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), 46.
3Muhmmad al-Nauquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, Suatu Rangka Pikir Pembinaan Filsafat

Pendidikan Islam (Bandung: Mizan, 1984), 34.

AKADEMIKA, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012


26

hingga Eropa Timur. Untuk itu, adanya sebuah pendidikan yang memberdayakan peserta
didik merupakan sebuah keniscayaan. Kemajuan peradaban dan kebudayaan Islam pada
masa kejayaan sepanjang abad pertengahan, di mana peradaban dan kebudayaan Islam
berhasil menguasai jazirah Arab, Asia Barat dan Eropa Timur, tidak dapat dilepaskan dari
adanya sistem dan pendidikan yang dilaksanakan-pada-masa-tersebut.4
Unggulnya peradaban dan pemikiran Islam pada masa jayanya, juga merupakan
sebuah keterbukaan Islam untuk menerima berbagai peradaban lain yang ada di luar Islam
dan kemudian menyelaraskan diri dengan ajaran Islam. Kemajuan Pemikiran Islam telah
diwarnai oleh dinamika pemikiran yang tumbuh berkembang menyertai kehadiran Islam.
Pemikiran Islam sangat plural dengan disiplin keilmuan yang beragam. Semua mendapat
tempat yang mulia dan strategis dalam Islam yang memperkaya khazanah keislaman.
Hal ini dapat dibuktikan ketika mulai pemerintahan Bani Abasiyah sudah ada
kecenderungan dan tertarik pada kebudayaan dan filsafat Yunani ini. Perhatian pada filsafat
meningkat di zaman Khalifah al Makmun (813-833M), utusan dikirim ke kerajaan Bizantium
untuk mencari manuskrip yang kemudian dibawa ke Bagdad untuk diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab, bahkan beliau mendirikan Bait al-Hikmah sebagai perpustakaan dan institute
penerjemahan. Proses pendidikan yang berakar dari kebudayaan yang menerima berbagai
peradaban lain yang ada di luar Islam dan kemudian menyelaraskan diri dengan ajaran
Islam , berbeda dengan praksis pendidikan yang terjadi dewasa ini yang cenderung
mengalienasikan proses pendidikan dari kebudayaan. Kita memerlukan suatu perubahan
pendidikan, untuk menghadapi proses globalisasi dan menata kembali kehidupan
masyarakat Indonesia.

Pengertian Pendidikan Islam


Sebelum penulis mengemukakan tentang pengertian Pendidikan Agama Islam,
terlebih dahulu didefinisikan kata pendidikan. Pendidikan dalam bahasa Inggris disebut
dengan “education” yang berarti pengembangan atau bimbingan, sedangkan dalam bahasa
Arab sering diterjemahkan dengan “tarbiyah”. Kata tarbiyah lebih luas konotasinya, yaitu
mengandung arti “memelihara, membesarkan dan mendidik, sekaligus mengandung makna
mengajar (had}anah)”.5 Ramayulis mendefinisikan pendidikan sebagai “bimbingan atau
pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar
menjadi dewasa”.6 Sedangkan Menurut Ahmad D. Marimba Pendidikan adalah “Bimbingan
atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani
siterdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.7
Dengan demikian pendidikan berarti interaksi dalam diri individu dengan masyarakat
sekitarnya baik dilihat dari segi kecerdasan atau kemampuan, minat maupun pengalaman.
Mendidik adalah usaha atau tindakan yang dilakukan secara sadar dengan bantuan alat
pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan, sehingga terbentuk manusia yang
bertanggung jawab. Berdasarkan definisi-definisi tentang pendidikan yang dikemukakan di
atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah proses yang terdiri dari usaha yang
dilakukan oleh orang dewasa terhadap siterdidik, baik berupa bimbingan, pengarahan,
pembinaan, ataupun latihan.
Tujuan yang inggin dicapai adalah membawa siterdidik kearah terbentuknya
kepribadian yang utama, baik jasmani maupun rohani bagi perjalanan hidupnya di masa
yang akan datang. Pendidikan Islam para ahli mendefinisikannya sebagai berikut: Menurut
Ahmad D. Marimba “pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani yang

4M.Khoirul Anam, From: http://www. pendidikan.net/mk-anam.html,akses: 19/5/2011.


5Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta : PT. Logos, 2001), 5.
6Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta : Kalam Mulia, 1994), 1.
7Ahamad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung : PT. Al-Ma’arif.1986), 19.

AKADEMIKA, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012


27

berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut


ukuran-ukuran Islam”.8 Menurut Zakiyah Darajat, bahwa “pendidikan agama Islam adalah
usaha terhadap anak didik agar kelak dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama
Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup”.9 Menurut Zuhairini menyatakan,
bahwa “Pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian
anak yang sesuai dengan ajaran Islam”.10
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan agama Islam
adalah bimbingan dan asuhan terhadap anak agar nantinya setelah selesai dari pendidikan
ia dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah
diyakini secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu
pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.

Dasar Pendidikan Islam


Setiap kegiatan untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan atau dasar
tempat berpijak yang baik dan kuat. Oleh karena itu pendidikan agama Islam sebagai
sebuah kejayaan juga harus mempunyai landasan atau dasar yang sejalan dengan ajaran al-
Qur’an dan Hadis. Untuk lebih jelasnya mengenai dasar-dasar pendidikan Islam, penulis
akan menguraikan sebagai berikut:

a. Al-Qur’an
Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber pokok pendidikan Islam dapat dipahami dari
ayat Al-Qur’an itu sendiri, Firman Allah :
11
               
“Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat
menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang beriman”.

Ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip besar yaitu yang
berhubungan masalah keimanan yang disebut ‘aqi>dah, dan yang berhubungan dengan
amal yang disebut shari>‘ah. Ajaran-ajaran yang berkaitan dengan iman tidak banyak
dibicarakan dalam al-Qur’an, tidak sebanyak ajaran yang berkenaan dengan amal
perbuatan. Ini menunjukkan bahwa amal perbuatan manusia dalam hubungan dengan
Allah, dengan dirinya sendiri, dengan manusia sesamanya (masyarakat), dengan alam dan
lingkungan, dengan makhluk lainnya, termasuk dalam ruang lingkup amal saleh.
Pendidikan karena termasuk ke dalam usaha atau tindakan untuk membentuk
manusia, termasuk ke dalam ruang lingkup mu’amalah. Pendidikan sangat penting karena
ia ikut menentukan corak dan bentuk amal dan kehidupan manusia, baik pribadi maupun
masyarakat.12 Di dalam al-Qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip
berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan. Sebagai contoh dapat direnungkan kisah
Luqman mengajari anaknya. Sebagaimana firman Allah:
13               

8 Ibid., 23.
9Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikian Islam (Jakarta : Bumi Askara, 1996), 86.
10Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Askara, 1995), 152.
11Al-Qur’an:16 (al-Nahl): 64.
12 Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikian Islam ,20.
13Al-Qur’an: 31 (Luqman): 13.

AKADEMIKA, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012


28

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

Cerita di atas menggariskan prinsip materi pendidikan yang terdiri dari dari masalah
iman, akhlak, iabadah, sosial dan ilmu pengetahuan. Ayat lain menceritakan tujuan hidup
dan tentang nilai sesuatu kegiatan dan amal saleh. Itu berarti bahwa kegiatan pendidikan
harus mendukung tujuan hidup tersebut. Oleh karena itu pendidikan Islam harus kembali
pada al-Qur’an sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang
pendidikan Islam. Dengan kata lain, pendidikan Islam harus berdasarkan ayat-ayat al-
Qur’an yang penafsirannya dapat dilakukan berdasarkan ijtihad yang disesuaikan dengan
perubahan dan pembaharuan.
Di samping itu firman Allah di atas bahwa materi pelajaran Luqman yang diberikan
kepada putranya, maka dapatlah dipahami sebagai berikut:
1. Pendidikan ketauhidan , artinya anak-anak harus dibimbing agar bertuhan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, dan hal ini mencakup: (a) mensyukuri nikmat, (b) meyakini
adanya suatu pembalasan , dan (c) melarang keras syirik. Materi ini merupakan asas
utama dalam pendidikan, mendasari pendidikan segi-segi yang lain;
2. Pendidikan akhlak, maksudnya anak-anak itu harus memiliki akhlak terpuji. Dan ini
yang mendasari akhlak mereka pada gurunya;
3. Pendidikan salat, artinya anak-anak harus mengerjakan salat sebagai salah satu tanda
utama akan kepatuhan kepada Allah, dan salat itu kelak akan menjadi dasar bagi amal-
amal saleh lainnya, bila salatnya baik, maka amal-amalnya yang lain akan dengan
sendirinya baik;
4. Pendidikan amar ma‘ru>f nahi munkar, artinya anak-anak harus bersifat konstruktif bagi
perbaikan kehidupan masyarakat;
5. Pendidikan ketabahan dan kesabaran, aertinya anak-anak itu harus ulet dan sabar, dan
keduanya ini merupakan sifat yang tidak dapat dipisahkan. Mencapai hal-hal di atas
harus disertai dengan keuletan dan kesabaran. Sebab didalam menggapai cita-cita
tidaklah selalu dengan mudah, seringkali problem merintangi. Keuletan dan kesabaran
itulah yang betul-betul sangat diperlukan.14

b. As-Sunnah
Dasar kedua pendidikan Islam adalah al-Sunnah yang mempunyai arti segala yang
diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW berupa perkataan, perbuatan dan ketetapan yang
berkaitan dengan hukum.15 Al-Sunnah berisi pedoman untuk kemaslahatan hidup manusia
dalam segala aspeknya, untuk membina umat manusia seutuhnya dan muslim yang
bertaqwa. Al-Sunnah merupakan landasan kedua dengan pembinaan pribadi manusia
muslim.16 Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa menuntut ilmu maka akan mengetahui
adanya Dhat Allah dan sifatnya, akan mengetahui bagaimana cara ibadah, mengetahui
haram dan halal, dengan ilmu akan mengetahui adanya tingkah laku hati (prilaku hati)
seperti akhlaq terpuji (sabar,syukur, dermawan, budi pekerti, jujur, ikhlas), akhlaq tercela
(dendam, dengki, takabur, riya, marah dan bermusuhan).
Seperti dalam Hadits Nabi :
‫ رواه ابن ماجه‬.‫طلب العلم فريضة على كل مسلم‬
“Menuntut Ilmu wajib bagi setiap orang Islam”.17

14Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: .Remaja Rosdakarya, 1994), 90.
15Nasroen Haroen, Ushul Fiqh 1 (Jakarta : Logos Waca Ilmu, 2001), 38.
16Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikian Islam ,21.
17Syekh Jamaludin al-Qosimi, Mauidhatul Mu’minin, (T.KP : PT Daru Ihya Al-Kutub Al-Arabiyah), 7-8.

AKADEMIKA, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012


29

Sesunggunya umat manusia akan kekal karena akhlaq, maka apabila akhlaq mereka
hilang maka bangsa akan musna, oleh karena itu yang menolong agama samawi adalah
orang Islam. Umat-umat terdahulu selalu tertanamkan urusan yang paling besar adalah
akhlaq, oleh karena itu Nabi bersabda :

‫بعثت الْْتمم مكارم ال ْخلق‬


“Sesunggunya aku (Muhammad) di utus hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq yang
mulia”

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa dasar pendidikan Islam adalah al-Qur’an
dan al-Sunnah yang memuat dua prinsip dasar yaitu aqidah dan syari’ah. Wilayah syariah
mencakup aspek ibadah, muamalah, akhlak dan keilmuan lainnya, sedangkan aqidah
mencakup keimanan dan keyakinan, keimanan dengan rukun Iman, Iman kepada Allah,
Iman kepada Allah, Iman kepada Malaikat, Iman kepada Kitab-kitab Allah, Iman kepada
Rasul, Iman kepada hari akhir, Iman kepada Qadha dan Qadar. Selain Al-Qur’an dan As-
Sunnah, yang menjadi sumber pendidikan agama Islam adalah pemahaman para ulama
dalam bentuk qiyas syar’i, ijma’ yang diakui, ijtihad dan tafsir yang benar dalam bentuk
hasil pengetahuan kemanusiaan dan akhlak, dengan merujuk kepada kedua sumber asal al-
Qur’an dan al-Sunnah) sebagai sumber utama.18

Tujuan Pendidikan Islam


Menurut Ibnu Khaldun bahwa pendidikan setiap aktifitas yang direncanakan, pasti
mempunyai dasar dan tujuan. Begitu pula pendidikan Islam mempunyai dasar dan tujuan.
Tujuan pendidikan itu biasanya dikaitkan dengan pandangan hidup yang diyakini
kebenarannya oleh penyusun tujuan tersebut. Pandangan hidup ini berupa agama ataupun
aliran filsafat tertentu. Pendidikan hanyalah suatu alat yang digunakan masyarakat, oleh
karenanya tujuan pendidikan haruslah individu maupun sebagai masyarakat, Islam
mempunyai dua tujuan, yaitu:
1. Tujuan keagamaan, maksudnya ialah beramal untuk akhirat sehingga ia menemui
Tuhannya telah memurnikan hak-hak Allah yang telah diwajibkan atasnya.
2. Tujuan ilmiah yang bersifat kedunian, yaitu apa yang diungkapkan oleh pendidikan
modern dengan tujuan kemanfaatan atau persiapan untuk hidup. Tujuan pendidikan
Islam yang paling utama ialah beribadah kepada Allah dan kesempurnaan insani yang
tujuannya kebahagiaan dunia akhirat.19
Para pakar pendidikan Islam telah sepakat bahwa tujuan dari pendidikan Islam dan
pengajaran bukanlah memenuhi otak anak- didik dengan segala macam ilmu yang belum
mereka ketahui, melainkan:
a) mendidik akhlak dan jiwa mereka;
b) menanamkan rasa keutamaan;
c) membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi
d) mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya dengan penuh
keikhlasan dan kejujuran.
Dengan demikian, tujuan pokok pendidikan Islam adalah mendidik budi pekerti dan
pembentukan jiwa. Semua ilmu pengetahuan haruslah mengandung pendidikan akhlak,
setiap pendidik haruslah memikirkan akhlak keagamaan sebelum yang lainnya karena
akhlak keagamaan adalah akhlak yang tertinggi, sedangkan akhlak yang mulia itu adalah
tiang dari pendidikan Islam.

18Jamaludin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996), 37.
19Ramayulius, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta : Kalam Mulia, 1994), 24.

AKADEMIKA, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012


30

Imam al-Ghazali berpendapat: “Sesungguhnya tujuan dari pendidikan ialah


mendekatkan diri kepada Allah, bukan pangkat dan bermegah-megahan , dan hendaknya
jangan orang yang mencari ilmu itu belajar untuk mencari pangkat, harta, menipu orang-
orang bodoh ataupun bermegah-megahan dengan teman”. Jadi pendidikan itu tidak keluar
dari pendidikan akhlak”. Dengan demikian, kita dapat simpulkan bahwa tujuan pokok dan
utama dalam pendidikan Islam hanya dalam satu kalimat, yaitu fadilah (keutamaan).20
Di samping itu tujuan pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk
menumbuhkembangkan, memupuk, memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan
yang telah dicapai. Orang yang bertaqwa dalam bentuk insan kamil (manusia sempurna),
masih diperlukan memperoleh pendidikan dalam rangka pengembangan dan
penyempurnaan, sekurang-kurangnya pemeliharaann supaya tidak luntur dan berkurang,
meskipun pendidikan oleh diri sendiri dan bukan dalam pendidikan formal.21

Konsep dan Tahapan Pendidikan Islam


Konsep dasar pendidikan Islam adalah konsep atau gambaran umum tentang
pendidikan, sebagaimana dapat dipahami atau bersumber dari ajaran Islam, al-Qur’an
memang diturunkan oleh Allah kepada umat manusia melalui Nabi Muhammad SAW.
Untuk memberikan petunjuk dan penjelasan tentang berbagai hal yang berhubungan
dengan permasalahan hidup dan perikehidupan umat manusia di dunia. Sebagai firman
Allah:
                   

22
      
“(dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas
mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh
umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala
sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”.
Di antara permasalahan hidup manusia itu adalah yang berkaitan dengan proses
pendidikan. Sedangkan al-Sunnah, berfungsi untuk memberikan penjelasan secara
operasional dan terperinci tentang berbagai permasalahan yang ada dalam al-Qur’an
tersebut sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan situasi dan kondisi kehidupan nyata.
Proses pendidikan sebagaimana yang biasa dipahami sebagai “Proses bagi orang tua
(generasi tua) berusaha untuk mengasuh dan membimbing anak (generasi muda) agar
menjadi dewasa dan menyiapkannya agar mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya”,
biasa dilihat dan dipahami sebagai gejala dan proses yang bersifat alami. Dalam arti proses
pendidikan tersebut berlangsung secara apa adanya, menurut ketentuan dan kebiasaan yang
berlaku, serta tidak terpisahkan dari proses dan gejala alamiah lainnya. Proses dan gejala
pendidikan itu pun ada dan berlangsung pada setiap masyarakat di mana dan kapanpun
mereka berada.
Menurut ajaran Islam, segala gejala dan proses yang berlangsung secara alami itu
sebenarnya berlangsung menurut sunnah Allah, sunnah Allah, yang pengertian dasarnya
adalah “Kebiasaan atau hukum ciptaan Allah”. Dengan kata lain, sunnah Allah adalah
kebiasaan atau hukum yang duciptakan oleh Allah yang berlaku dalam proses penciptaan
alam. Sementara orang biasa menyebutnya dengan “Hukum alam”. Gejala dan proses
pendidikan sebenarnya berlangsung menurut hukum-hukum atau kebiasaan yang telah

20Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Islam, Maman Abd. DJalil (ed)
(Bandung: Pustaka Setia, 2003),13-14.
21Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikian Islam, 31.
22Al-Qur’an:16 (al-Nahl): 89.

AKADEMIKA, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012


31

ditetapkan oleh Allah dalam proses penciptaan manusia, dan merupakan bagian atau
matarantai yang tidak terpisahkan dari keseluruhan sunnah Allah yang berlaku dalam proses
penciptaan alam semesta ini. Oleh karena itu untuk memahami hakikat dan konsep dasar
pendidikan menurut ajaran Islam, maka kita harus menganalisisnya dengan menggunakan
petunjuk ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan proses penciptaan alam semesta
dan hubungannya dengan manusia sebagai bagian atau unsur utama.23
Hakekat pendidikan Islam itu tidak lain adalah realisasi fungsi rububiyah Allah
(Pendidikan Islam) terhadap manusia dalam rangka menyiapkan dan membimbing serta
mengarahkannya, agar nantinya mampu melaksanakan tugas kekhalifahan di muka bumi
dengan sebaik-baiknya. Proses rububiyah Allah terhadap manusia itu pun berlangsung
secara berangsung-angsur dan bertahap sampai mencapai tahap kesempurnaan. Proses
tersebut sebagaimana disyaratkan dalam al-Qur’an, secara global melalui tahap-tahap
sebagai berikut:
1. Tahap takhliq (penciptaan/konsepsi).
Pada tahap ini, fungsi pendidikan Islam ialah mempersiapkan segala sesuatu yang
memungkinkan dan diperlukan untuk terbentuk atau terciptanya anak/generasi baru
yang sehat dan memiliki potensi fitrah yang murni dan kuat. Untuk itu fungsi
pendidikan tersebut adalah menjaga dan mengarahkan agar proses
penciptaan/konsespsi generasi baru tersebut berlangsung secara alami (sunnah Allah)
dan tidak menyimpang atau melanggar batas-batas dan ketentuan yang telah ditetapkan
Allah. Dalam hal ini paling tidak berhubungan dengan dua ketentuan hukum yang
harus diperhatikan, yaitu: (1) hukum yang berkaitan dengan makanan, sebagai
pembentuk sel tubuh dan sel benih, dan (2) hukum, yang berkaitan dengan pernikahan
yang melegalisasi proses pembentukan janin. Fungsi pendidikan dalam hal ini adalah
mempersiapkan terbentuknya sel-tubuh dan sel benih dengan jalan selalu memakan
yang halal dan sehat, dan menjaga agar proses konsepsi/pembentukan janin tidak terjadi
kecuali dalam ikatan pernikahan yang sah.24
2. Tahap taswiyah (penyempurnaan ciptaan), yaitu proses proses bertumbuhkembangnya
potensi fitran anak secara bertahap dan berangsung-angsur sampai sempurna. Proses ini
sebenarnya merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari proses
penciptaan/konsepsi yang berlangsung sebelumnya dalam kandungan.
Dalam tahap ini, secara umum fungsi pendidikan Islam adalah mempersiapkan kondisi
dan situasi serta memberikan perlakuan dan tindakan yang diperlukan agar seluruh
potensi dasar/fitrah anak bisa bertumbuhkembang dan aktual secara fungsional,
sehingga anak mampu hidup dan menyesuaikan diri dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya. Untuk itu fungsi pendidikan paling tidak harus mencakup fungsi-
fungsi: (1) pemberian dan pemenuhan segala kebutuhan hidup anak, baik fisik (makan,
gerak, istirahat dan sebagainya), maupun psikis (rasa aman, kasih sayang dan
sebagainya), agar pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikis anak berlangsung
secara wajar dan normal, tanpa mengalami gangguan dan hambatan apapun. Fungsi ini
sebenarnya merupakan fungsi alami orang tua terhadap anaknya, (2) pemberian
kesempatan dan fasilitas yang seluas-luasnya kepada anak untuk secara intesif
mengenal, berkomunikasi, baik fisik, psikis anak baik kognitif, afektif, maupun
psikomotoriknya bertumbuhkembang secara fungsional dan mampu menyesuaikan diri
dengan kehidupan sosial budaya masyarakatnya dengan baik. Fungsi ini hakekatnya
merupakan realisasi dari pertumbuhan dan perkembangan serta fungsionalisasi dari
alat-alat potensial, yang berupa pendengaran, penglihatan dan hati nurani.

23Muhaimin, et all, Ilmu Pendidikan Islam (Surabaya: Karya Abditama, t.tp), 59.
24Nashr al-Din, Khalifah, The Qur’an and the world Today (Lahore: Tzharsons, t.t), 55.

AKADEMIKA, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012


32

3. Tahap taqdir (tahap penentuan) yaitu tahap/proses tumbuhkembangnya potensi


individual yang akan menetukan kapasitas dan kapablititas serta kualitas masing-
masing, yang sekaligus menunjukkan dan menentukan pembagian bidang tugas,
kewenangan dan tanggungjawab masing-masing dalam kehidupan masyarakatnya.
Tahap atau proses penentuan itu pada dasarnya merupakan kelanjutan dan
optimalisasi serta spesialisasi dari tahap sebelumnya. Kalau pada tahap sebelumnya
menekankan pada pengembangan potensi dasar umum yang ada pada setiap anak,
maka pada tahap penentuan ini penekanannya pada pengembangan potensi, bakat, dan
minat masing-masing secara individual, dan optimal, sehingga tampak perbedaan
kapasitas, kapabilitas dan kualitas masing-masing.
Pada tahap ini, fungsi pendidikan Islam adalah mempersiapkan segala kondisi dan
situasi serta memberikan perlakuan dan tindakan yang diperlukan agar semua potensi
bakat dan minat individual yang ada pada setiap anak bisa tumbuhkembang secara
optimal, dan mengarahkannya secara fungsional dalam bidang tugas dan lapangan kerja
yang sesuai dengan kapasitas, kapabilitas dan kualitas masing-masing. Dengan demikian
fungsi pendidikan pada tahap ini menghendaki berlangsungnya pendidikan yang
bersifat kejuruan dan keahlian serta profesionalisme dalam semua bidang kehidupan. Di
samping itu fungsi pendidikan Islam juga harus berusaha meningkatkan kualitas dan
efektivitas bidang tugas dan lapangan kerja/pengabdian masing-masing.
4. Tahap hidayah, .25yaitu proses pengarahan dan bimbingan agar setiap orang mampu
melaksanakan tugas-tugas hidupnya sesuai dengan bidang tugas/pengabdiannya
masing-masing secara efektif dan mengarahkan serta mendayagunakannya untuk
merealisasi tugas dan fungsi kekhalifahan manusia di muka bumi ini. Tahap ini pada
dasarnya merupakan proses mewarisi dan mengembangkan kualitas sistem kehidupan
sosial budaya dan lingkungan yang telah dicapai oleh generasi sebelumnya, dan
mengelola serta mengaturnya sesuai dngan aturan-aturan yang ditetapkan Allah,
sehingga menjadi sistem kehidupan sosial budaya dan lingkungan yang Islami dan
kondusif terhadap pelaksanaan tugas kekhalifahan manusia di muka bumi ini.
Fungsi pendidikan Islam pada tahap ini menekankan pada pendidikan yang bersifat
individual, yaitu dalam bentuk pengarahan, pembiasaan dan pelatihan agar: (1) setiap
orang mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya dengan sebaik-baiknya dengan dan
menjadikan bidang tugas atau lapangan kerjanya sebagai sarana dan media ibadah
kepada Allah, (2) setiap orang mampu memberikan sumbangan dan partisipasi secara
aktif dan kreatif dalam membangun kehidupan bersama yang adil dan sejahtera, (3)
setiap orang mampu mewujudkan dalam perilaku dirinya perilaku atau akhlak mulia
dan memelihara jalur komunikasi yang harmonis dengan masyarakat dan lingkungan,
(4) setiap orang mampu mengevaluasi dan memperbaiki diri dalam sumbangan dan
partsipasinya terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi kekhalifahan manusia di muka
bumi
Keempat tahapan dan fungsi pendidikan Islam di atas secara bertahap dalam
kenyataannya bukanlah merupakan tahapan yang terpilah, melainkan tahapn yang
saling tumpang tindih. Artinya tumbuh dan berkembangnya tahap berikutnya tidaklah
harus menunggu tuntasnya tahap sebelumnya, tetapi kenyataannya suatu tahap sudah
mulai tumbuh, sementara tahap sebelumya belum berkembang dengan sempurna.
Sementara Syaikh Muhammad Musthafa al-Maraghi dalam tafsirnya menerangkan
bahwa Allah telah memberikan tarbiyah (pendidikan) kepada manusia melalui dua
tahap, walaupun secara teoritis bisa dibedakan , namun dalam kenyataannya merupakan
satu kesatuan yang padu, yaitu:

25
Ibid., 56.

AKADEMIKA, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012


33

1. Tarbiyah khalqiyah, yaitu tarbiyah yang diberikan oleh Allah kepada manusia melalui
dan sepanjang proses penciptannya, yang berlangsung secara bertahap dan berangsung-
angsur sampai sempurna. Pertama-tama Allah menciptakan manusia dalam bentuk,
struktur dan kelengakapan serta potensi dasar ciptaan yang sebaik-baiknya, yang biasa
dikenal dengan sebutan fitrah. Fitrah adalah merupakan kerangka dasar ciptaan, yang
disebut juga sebagai rancang bangun atau atau blue-print dari proses penciptaan
manusia. Di dalamnya terkandung tenaga terpendam atau kekuatan potensial untuk
tumbuh sempurna, dan mengarahkannya pada tujuan penciptaanya. Aktualisasi adalah
bahwa manusia mengalami proses tumbuh dan berkembang sepanjang kehidupannya
secara bertahap dan berangsung-angsur, sehingga manusia memiliki berbagai
kelengkapan dan kemampuan serta kecakapan yang diperlukan untuk hidup, memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya, dan mengatur serta mengembangkan
perikehidupannya secara budaya di muka bumi ini. 26

2. Tarbiyah tahdhibiyah diniyah, adalah pendidikan yang diberikan Allah melalui proses
bimbingan dan petunjuk keagamaan sepanjang sejarah kehidupan manusia di muka
bumi. Fungsinya adalah untuk memberikan intervensi dan mengarahkan pertumbuhan
dan perkembangan sistem dan lingkungan kehidupan sosial budaya, manusia di dunia,
agar tidak menyimpang dari kerangka dasar tujuan penciptaannya. Realisasinya adalah
Allah telah mengutus rasul-rasul-Nya sepanjang sejarah untuk menyampaikan ajaran
agama dan tugas hidup manusia di dunia. Mereka mamasukkan ajaran agama yang
dibawanya dan mengimplementasikannya ke dalam sistem dan lingkungan kehidupan
sosial budaya bangsanya masing-masing. Dan mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan agar sesuai dengan tugas dan tujuan hidup manusia.
Dengan demikian tarbiyah tahdhibiyah diniyah yang diberikan oleh Allah melalui
rasul-rasul-Nya tersebut disampaikan secara terpadu dengan proses tarbiyah khalqiyah
dan merupakan rangkaian kesatuan. Rasul-rasul tersebut tidak hanya menyampaikan
ajaran-ajaran yang berkaitan dengan cara berbudidaya untuk mengembangkan
kehidupan social budaya dan lingkungan yang baik, adil dan makmur sejahtera.

Tahapan Pendidikan Islam Perspektif Hadis Tarbawi


Tahapan pendidikan orang tua terhadap anak-anaknya adalah bagian terpenting
dalam mengantarkan keberhasilan meraih jenjang dalam pendidikan Islam. Orang tua
merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka. Dengan demikian bentuk
pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga.
Pada umumnya tahapan pendidikan dalam rumah tangga itu bukan berpangkal tolak
dari kesadaran dan pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan karena
kodrati suasana dan strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi
pendidikan. Tahapn situasi pendidikan itu terwujud berkat adanya pergaulan dan
hubungan pengaruh memperngaruhi secara timbal balik antara orang tua dengan anak.
Bahkan orang tua pada umumnya merasa bertanggung jawab atas segala tahapan dari
kelangsungan hidup anak-anak mereka. Karenanya tidaklah diragukan bahwa tahapan
tanggungjawab pendidikan secara mendasar terpikul kepada orang tua. Apakah
tanggungjawab pendidikan itu diakuinya secara sadar atau tidak, diterima dengan sepenuh
hatinya atau tidak, hal itu adalah merupakan fitrah yang telah dikehendaki Allah kepada
setiap orang tua. Mereka tidak bisa melepaskan dari tanggung jawab itu, karena merupakan
amanah Allah yang dibebabnkan kepada orang tua.27

26Muhammad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, vol. 1 (Beirut: Mustafa al-Babi al-Halabi wa
Awladih, 1966), 16.
27Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikian Islam, 37.

AKADEMIKA, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012


34

Di samping itu pentingnya tahapan ketentraman dan kedamaian hidup terletak


dalam keluarga, maka Islam memandang keluarga bukan hanya sebagai persekutuan hidup
terkecil saja, malainkan lebih dari itu, yakni sebagai lembaga hidup manusia yang memberi
peluang kepada para anggotanya untuk hidup celaka atau bahagia dunia dan akhirat.
Pertama yang diperintahkan Allah kepada Nabi Muhammad dalam mengembangkan
tahapan pendidikan agama Islam adalah untuk mengajarkan agama itu kepada keluarganya
terlebih dahulu, baru kemudian kepada masyarakat luas. Hal itu berarti di dalamnya
terkandung makna bahwa keselamatan keluarga harus diprioritaskan daripada keselamatan
masyarakat. Karena keselamatan masyarakat bertumpu pada keselamatan keluarga. Seperti
firman Allah:
28
  
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”.

.29       


“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.

Mengenai tahapan kewajiban dan tanggung jawab orang tua untuk mendidik
perkembangan anak-anaknya dalam hadis tarbawi (pendidikan), sebagaimana disampaikan
pada sabda Nabi Muhammad SAW.:

ََ‫َاَلغَلَمَ َيَعَقَ َعَنَهَ َيَوَمَ َالسَابَعَ َوََيسَمَىَوََيمَاطَ َعَنَهَ َاَلَذَىَفَإَذَاَبَلَغَ ََسَتَ َسَنَيَن‬:َ‫قَالَ َأَنَسَ َرَضَىَ َللاَ َعَنَهَ َقَالَ َالنَبَيَ َصَلَىَللاَ َعَلَيَهَ َوَسَلَم‬
ََ‫َقَدَ َأَدَبَتَك‬:َ‫أَدَبَ َفَإَذَاَبَلَغَ َتَسَعَ َسَنَيَنَ َعَزَلَ َفَرَاشَهَ َفَإَذَاَبَلَغَ َثَلَثَةَ َعَشَرَ َضَرَبَ َبَالصَلَةَ َفَإَذَاَبَلَغَ َسَتَةَ َعَشَرَ َزَوَجَهَ َأََبوَه َثَمَ َأَخَذَ َبَيَدَهَ َوَقَال‬
َ 30.‫َرواهَابنَحبان‬.َ‫حتَكََأَعَوَذََبَاللََمَنََفَتَنَتَكََفَىَالدَنَيَاَوَعَذَابَكََفَىَاَلَخَرَة‬
َ َ‫وَعَلَمَتَكََوَأَنَك‬
“Anas berkata: Rasulullah SAW bersabda: Anak itu pada hari ketujuh dari kelahirannya
diaqiqahi, diberi nama, dihilangkan dari segala kotoran. Jika sudah berumur 6 tahun ia dididik,
bila sudah berumur 9 tahun, maka ia dipisahkan dari tempat tidur, bila sudah berumur 13
tahun, maka ia boleh dipukul agar mau bersembahyang (keharusan), bila ia sudah berumur 16
tahun boleh dinikahkan. Setelah itu ayah berjabatangan dengannya dan mengatakan: “Saya
telah mendidik, mengajar, dan menikahkan kamu, saya mohon perlindungan kepada Allah dari
fitnah/cobaan bagimu di dunia dan siksaanmu di akhirat”.
Dilihat dari hubungan dan tanggungjawab orang tua terhadap anak, maka tahapan
tanggungjawab pendidikan itu pada dasarnya tidak bisa dibebankan kepada orang lain ,
sebab guru dan pemimpin umat umpamanya, dalam memikul tahapan pendidikan
hanyalah merupakan keikutsertaan. Dengan kata lain, tahapan tanggungjawab pendidikan
yang dibebankan oleh para pendidik selain orang tua adalah merupakan pelimpahan dari
tanggungjawab orang tua yang dengan sebab lain tidak mungkin melaksanakan pendidikan
anaknya secara sempurna.
Konsep tahapan tanggungjawab pendidikan Islam perspektif hadis tarbawi
(pendidikan) di atas secara umum yang menjadi beban orang tua sekurang-kurangnya
harus dilaksanakan dalam rangka:
1. Memelihara dan membesarkan anak. Ini adalah bentuk yang paling sederhana dari
tanggungjawab setiap orang tua dan merupakan dorongan alami untuk
mempertahankan kelangsungan hidup manusia.

28Al-Qur’an:26 (al-Syu‘ara’): 213.


29Ibid,
66 (al-Tahrim): 6.
30Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum al-Din, vol 2 (T.kp: Dar al-Ihya’ al-Kutub al-‘Ilmiyah,t.t), 217.

AKADEMIKA, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012


35

2. Melindungi dan menjamin keamanan, baik jasmani maupun rohaniah, dari berbagai
gangguan penyakit dan dari penyelewengan kehidupan dari tujuan hidup yang sesuai
dengan falsafah hidup dan agama yang dianutnya.
3. Memberi pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak memperoleh peluang untuk
memiliki pengetahuan dan kecapakan seluas dan setinggi mungkin yang dapat
dicapainya.
4. Membahagiakan anak, baik di dunia maupun di akhirat, sesuai dengan pandangan dan
tujuan hidup muslim.31
Melihat lingkup konsep tahapan tanggungjawab pendidikan Islam yang meliputi
kehidupan dunia dan akhirat dalam arti yang luas dapatlah diperkirakan bahwa orang tua
tidak mungkin dapat memikulnya sendiri secara “sempurna”, lebih-lebih dalam masyarakat
yang senantiasa maju dan berkembang. Hal ini bukanlah merupakan “aib” karena
tanggungjawab tersebut tidaklah harus sepenuhnya dipikul orang tua secara sendiri-
sendiri, sebab mereka sebagai manusia mempunyai keterbatasan-keterbatsan. Namun
demikian patutlah diingat bahwa setiap orang tua tidak dapat terlepas tanggungjawab itu.
Artinya, pada akhirnya tahapan pendidikan Islam itu berada dan kembali kepada orang tua
juga.
Di samping konsep tahapan tanggungjawab pendidikan Islam perspektif hadis tarbawi
(pendidikan) di atas dipaparkan secara umum, namun secara khusus pemahaman hadis di
atas dapat dirinci sebagai berikut:
1. Anak pada hari ketujuh dari kelahirannya diaqiqahi
Dimaksud aqiqah dalam hadis di atas adalah menyembelih hewan pada hari ketujuh dari
hari kelahiran anak laki-laki atau perempuan. Tahapan pendidikan dalam hal ini
merupakan rangkaian sabda Nabi Muhammad yang menganjurkan kepada anak-anak
yang baru lahir adanya agunan/tanggungan yang dibebankan kepada orang tuanya, jika
anak tersebut sudah sampai pada umur tujuh hari, atau kalau orang tua belum mampu
aqiqah bisa dilaksanakan pada usia anak-anak, dan asal anak belum sampai umur baligh.
2. Memberi nama
Penamaan terhadap anak yang baru lahir merupakan perintah Nabi Muhammad yang
diriwayatkan Ahmad dan Tirmidhi. Pemberian nama terhadap anak diupayakan nama
Islami dan mengadung arti yang baik terhadap perilaku anak itu sendiri. Jangan memberi
nama kepada anak dengan nama yang tidak baik, sebab memberi nama kepada anak
yang baik dan tidak baik akan membawa pengaruh terhadap teman-temanya dan
lingkungan msyarakat. Pemberian nama yang terhadap anak-anak itu bisa menggunakan
nama-nama Allah yang sembilan puluh sembilan, tapi dengan syarat di muka nama-
nama itu diawali dengan kata “Abdul”. Atau dengan nama-nama lain yang baik secara
Islami.
3. Dihilangkan kotoran yang menempel/dicukur
Menghilangkan kotoran yang menempel pada anak dimaksud adalah dicukur. Hal
tersebut didasarkan hadis Nabi Muhammad riwayat Ahmad dan Tirmidhi “Bahwa anak
yang dilahirkan hendaklah dicukur rambutnya”. Menurut penulis anjuran mencukur
rambut setelah dilahirkan pada usia tujuh hari atau lebih, memberi gambaran bahwa
kelak di kemudian hari anak tersebut rambutnya menjadi tumbuh subur dan tidak timbul
penyakit kulit pada rambut anak-anak ketika masih usia dini.
4. Pada usia 6 tahun ditanamkan pendidikan
Pada masa ini perkembangan usia dini anak-anak memerlukan dorongan dan rangsangan
sebagaimana pohon memerlukan air dan pupuk. Minat dan cita-cita anak perlu
ditumbuhkembangkan ke arah yang baik dan terpuji melalui pendidikan. Cara
memberikan perkembangan psikologis anak didik. Oleh karena itu dibutuhkan pendidik

31Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikian Islam, 38.

AKADEMIKA, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012


36

yang memiliki jiwa pendidik dan agama, supaya segala gerak-geriknya menjadi
teladandan cermin bagi murid-muridnya.32 Pendidikan atau pengajaran agama haruslah
sesuai dengan tingkat usia kanak-kanak merupakan kesempatan pertama yang sangat
baik bagi pendidik untuk membina kepribadian anak yang akan menentukan masa depan
mereka. Penanaman nila-nilai agama sebaikya dilaksanakan kepada anak pada usia pra-
sekolah, sebelum mereka dapat berpikir secara logis dan memahami hal-hal yang abstrak
serta belum dapat membedakan hal yang baik dan buruk. Agar semenjak kecil sudah
terbiasa dengan nilai-nilai kebaikan dan dapat mengenal Tuhannya yaitu Allah SWT.
Anak didik pada usia kanak-kanak masih sangat terbatas kemampuannya. Pada umur
ini kepribadiannya mulai terbentuk dan ia sangat peka terhadap tindakan-tindakan orang
di sekelilingnya. Pendidikan agama diperlukan untuk menanamkan memulai pekerjaan
seperti do’a mau makan dan minum, do’a naik kendaraan, do’a mau pulang, dan lain-lain
yang biasa di terapkan dalam kehidupannya sehari-hari. Di samping itu
memperkenalkan Tuhan yang Maha Esa secara sederhana, sesuai dengan
kemampuannya.33
Anak-anak merupakan sosok individu yang mempunyai pikiran yang terbatas dan
pengalaman yang sedikit. Mereka hidup dengan akal pikiran dan alam yang nyata,
mereka dapat mengetahui dengan salah satu pancaindra, mereka belum dapat
memikirkan soal-soal maknawi, soal-soal yang abstrak dan hukum-hukum umum. Anak-
anak itu sangat perasa dengan perasaan yang halus dan mudah terpengaruh.
Berkenaan dengan pendidikan agama yang akan diberikan dan ditanamkan ke dalam
jiwa anak, orang tua harus dapat memperhatikan kondisi anak di dalam mendidiknya,
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Orang tua juga sebagai pendidik
harus dapat memikirkan dan memperhatikan tahapan-tahapan di dalam memberikan
pendidikan agama pada anaknya.
Menurut Zakiyah Darajat “Anak pada usia pra-sekolah tertarik kepada cerita-cerita
pendek seperti cerpen yang berkisah tentang peristiwa yang sering dialaminya atau dekat
dengan kehidupannya, terlebih lagi cenderung akan memilih suatu permainan yang
bertujuan mendorong anak untuk tertarik dan kagum kepada agama Islam”.34
5. Pada usia 9 tahun dipisahkan dari tempat tidur (di didik mandiri)
Bimbingan dan bantuan pada anak dalam lingkungan keluarga dilakukan oleh orang tua
pada prinsipnya terikat oleh adanya kewajiban sekaligus sebagai penanggungjawab
pertama dan utama sejak anak itu lahir ke dunia sampai anak itu dewasa. Untuk itu
sebaiknya pihak orang tua memahami, mengetahui, sekalipun hanya sedikit mengenai
apa, dan bagaimana pendidikan dalam rumah tangga, sehingga dengan pengetahuan
diharapkan dapat menjadi penuntun, rambu-rambu bagi orang tua dalam melaksanakan
tugas kewajiban membimbing anak dimana tujuan pendidikan dalam rumah tangga
tersebut prinsipnya adalah: “…agar anak mampu berkembang secara maksimal, meliputi
seluruh aspek perkembangan anak, yaitu aspek jasmani, akal, dan rohani. Di samping itu
juga membantu sekolah atau lembaga kursus dalam mengembangkan pribadi anak
sebagai anak didik; sedangkan sebagai pendidiknya ialah ayah dan ibu, atau orang tua
yang merasa tanggungjawab terhadap perkembangan anak itu sebagai anak didik, dan
memegang kejijakan tetap berada pada pihak orang tua”.35
Bila disimak secara cermat tanggugnjawab keluarga dari ungkapan di atas namapak
bahwa pendidikan yang dilakukan orang tua secara konseptual harus proporsional dalam
arti sesuai status dan keberadaan orang tua sebagai pendidik pertama dan utama. Orang

32Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental ( Jakarta: Gunung Agung, 2001), 127.


33Ibid.,
127.
34Zakiyah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah (Jakarta : CV Ruhama, 1995), 78.
35Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, 155.

AKADEMIKA, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012


37

tua dalam tugasnya: “Harus memperhatikan perkembangan jasmani anak menyangkut


kesehatan dan kekuatan badan serta keterampilan otot. Orang tua menanamkan dan
membiasakan hidup sehat, dengan cara memberi contoh hidup sehat, keteraturan dalam
kehidupan. Dalam hal ini harus dilakukan sedini mungkin. Pembiasaan , ketrampilan,,
penanam sikap pada anak agar anak dapat menghargai keterampilan serta kegunaannya
dalam kehidupan, demi kesempurnaan hidupnya di kemudian hari nantinya”.36
Tanggungjawab orang tua dalam keluarga berkaitan dengan uraian di atas tidak terlepas
kaita hubungannya dengan tanggungjawab yang dilandasi oleh aturan agama Islam.
Dengan aturan tersebut diharapkan anak itu dikemudian hari tidak papa hidupnya, tidak
menederita akibat tidak memiliki pengetahuan, tidak memiliki ketrampilan yang
berkaitan, yang berakibat tidak memilki peluang dalam mencari rejki di atas bumi Allah.
Sikap tanggungjawab yang ditanamkan pada anak dalam lingkungan keluarga mencakup
sifat memperhatikan, ketelitian, dan kecakapan. Hal ini hanya bisa dimiliki oleh anak
bilamana orang tua melatih, ketelitian membiasakan dalam diri kehidupan anak,
sehingga mereka memiliki rasa tanggungjawab dalam arti kesadaran dalam diri anak
sehingga banyak memberikan makna positif bagi kehidupannya. Setiap anak akan
mengembangkan rasa tanggungjawab tersebut seiring dengan perkembangan dengan
emosi sosial anak. Semakin besar mereka semakin besar pula rasa tanggungjawabnya
baik kepada diri mereka, pada orang lain maupun pada alam sekitarnya. Rangsangan-
rangsangan sangat dibutuhkan, terutama pemberian latihan-latihan, pembiasaan,
bimbingan dari pihak orang tua. Pertumbuhan dan perkembangan tanggungjawab pada
anak terlihat adanya usaha serta jerih payah dari anak untuk melakukan segala sesuatu
secara tepat, baik benar, sesuai dengan tuntutan dari orang tua atau keluarga.37
6. Pada usia 13 tahun dipukul (di didik) agar melaksanakan salat
Tanggung jawab pendidikan orang tua terhadap anaknya adalah menanamkan
kedisiplinan, dan hal ini sangat penting karena dalam lingkungan keluarga yang
menanamkan kedisiplinan dalam berbagai hak kebutuhan mereka, dengan sendirinya
membuat anak berikhtiar untuk memenuhinya. Namun aturan, petunjuk haruslah tetap
diberikan oleh orang tua, agar tingkah laku perbuatan mereka tidak bertentangan norma
yang berlaku dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Disiplin
dalam menerima aturan-aturan, petiunjuk, pedoman dalam diri anak maka anak secara
sadar akan memiliki tanggungjawab untuk menyaring sekaligus menghindari perbuatan-
perbuatnnya, tingkah laku yang dilarang, dan ada kecenderungan untuk berbuat yang
baik dan terpuji.38
Situasi dan kondisi cermin dari ungkapan di atas jelas sekali kaitannya dengan dasar
dari agama Islam. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
39
.‫َرواهَابوَداود‬.َ‫مَرَواَأَوَلَدَكَمََبَالصَلَةََإَذَاَبَلَغَوَاَسَبَعَاَوَاضَرَبَوَاهَمََعَلَيَهَاَإَذَاَبَلَغَوَاَعَشَرَاَوَفَرَقَوَاَبَيَنَ َهمََفَىَاَلمَضَاجَع‬
“Serulah anak-anakmu mengerjakan salat bila mereka telah berumur tujuh tahun, dan pukullah
mereka jika meninggalkan salat bila mereka telah berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka
dari tempat tidur”.
Kedisiplinan yang dituangkan di atas melalui perintah salat pada hakekatnya adalah
untuk menjaga dan memelihara keluarga itu dari kehancuran, kerusakan . Hal ini tegas
sekali sehingga disiplin serta pembiasaan dengan hal-hal yang baik menjadi kebutuhan
bagi diri anak dalam hidup dan kehidupan mereka nanti di kemudian hari.
7. Pada usia 16 boleh dinikahkan

36Ibid., 156.
37Muhaimin,et all, Ilmu Pendidikan Islam, 184.
38Ibid.,
185.
39Abu Dawud, Sunan Abi Dawud (Surabaya: al-Hidayah, t.t), 113.

AKADEMIKA, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012


38

Pernikahan adalah satu asas pokok hidup yang terutama dalam pergaulan atau
masyarakat yang sempurna, bukan saja pernikahan itu saja cara yang amat mulia untuk
mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi pernikahan itu dapat
dipandang sebagai satu cara menuju pintu perkenalan antara satu kaum dengan yang
lain. Di samping perkenalan itu akan menjadi cara untuk menyampaikan kepada tolong-
menlong antara satu dengan lainnya.
Sebenarnya hubungan nikah adalah hubungan yang sebenar-benarnya dalam hidup dan
kehidupan manusia, bukan sekedar antara suami isteri dan keturunannya bahkan antara
keduanya akan terjalin saling kekeluargaan. Sebab dengan pergaulan antara suami isteri,
kasih sayang, akan berpindah kebaikan kepada semua keluarga dari kedua belah pihak,
sehingga mereka menjadi satu dalam segala urusan tolong-menolong sesamanya dalam
nemnjalankan kebaikan dan menjaga segala kejahatan. Di samping itu, dengan
pernikahan seseorang akan terpelihara dari hawa nafsunya.

Penutup
Tahapan pendidikan orang tua terhadap anak-anaknya adalah bagian terpenting
dalam mengantarkan keberhasilan meraih jenjang dalam pendidikan Islam. Orang tua
merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka. Dengan demikian bentuk
pertama dari pendidikan itu terdapat dalam kehidupan keluarga.Tahap pendidikan Islam
yang bersifat individual pada umumnya, terdiri dari bentuk pengarahan, pembiasaan dan
pelatihan agar: (1) setiap orang mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya dengan sebaik-
baiknya dengan menjadikan bidang tugas atau lapangan kerjanya sebagai sarana dan media
ibadah kepada Allah, (2) setiap orang mampu memberikan sumbangan dan partisipasi
secara aktif dan kreatif dalam membangun kehidupan bersama yang adil dan sejahtera, (3)
setiap orang mampu mewujudkan dalam perilaku dirinya perilaku atau akhlak mulia dan
memelihara jalur komunikasi yang harmonis dengan masyarakat dan lingkungan, (4) setiap
orang mampu mengevaluasi dan memperbaiki diri dalam sumbangan dan partsipasinya
terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi kekhalifahan manusia di muka bumi. Keempat
tahapan dan fungsi pendidikan Islam di atas secara bertahap dalam kenyataannya bukanlah
merupakan tahapan yang terpilah, melainkan tahapan yang saling tumpang tindih. Artinya
tumbuh dan berkembangnya tahap berikutnya tidaklah harus menunggu tuntasnya tahap
sebelumnya, tetapi kenyataannya suatu tahap sudah mulai tumbuh, sementara tahap
sebelumya belum berkembang dengan sempurna.
Sedangkan tahapan pendidikan anak secara khusus yang terdapat dalam hadis tarbawi
(pendidikan) secara berurutan mencakup: (1) anak itu pada hari ketujuh dari kelahirannya
diaqiqahi, (2) diberi nama, (3) dihilangkan dari segala kotoran, (4) bila sudah berumur 6
tahun ia dididik, (5) pada usia 9 tahun, maka ia dipisahkan dari tempat tidur, (6) pada usia
13 tahun, maka ia boleh dipukul agar mau bersembahyang (keharusan), (7) bila ia sudah
berumur 16 tahun boleh dinikahkan.

Daftar Rujukan
Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum al-Din, vol 2. T.kp: Dar al-Ihya’ al-Kutub al-‘Ilmiyah,t.t.
al-Attas, Muhmmad al-Nauqib. Konsep Pendidikan dalam Islam, Suatu Rangka Pikir Pembinaan
Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Mizan, 198434.
al-Abrasyi, Muhammad ‘Athiyah. Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam, Maman Abd. Djalil
(ed). Bandung: Pustaka Setia, 2003.
al-Din, Nashr. Khalifah, The Qur’an and the world Today. Lahore: Tzharsons, t.t.
al-Maraghi, Muhammad Musthafa. Tafsir al-Maraghi, vol. 1. Beirut: Mustafa al-Babi al-Halabi
wa Awladih, 1966.
al-Qosimi, Syekh Jamaludin. Mauidhatul Mu’minin, (T.kp: Daru Ihya al-Kutub al-Arabiyah.
Anam, M. Khoirul. From: http://www. pendidikan.net/mk-anam.html,akses: 19/5/2011.

AKADEMIKA, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012


39

Darajat, Zakiyah. Ilmu Pendidikian Islam. Jakarta : Bumi Askara, 1996.


---------. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Jakarta: Ruhama, 1995.
---------. Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung, 2001.
Dawud, Abu. Sunan Abi Dawud. Surabaya: al-Hidayah, t.t.
Haroen, Nasroen. Ushul Fiqh 1. Jakarta: Logos Waca Ilmu, 2001.
Jamaludin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
Marimba, Ahamad D, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma’arif.1986.
Muhaimin, et all. Ilmu Pendidikan Islam. Surabaya: Karya Abditama, t.tp.
Nata, Abudin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Logos, 2001.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kalam Mulia, 1994.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994.
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Askara, 1995.

AKADEMIKA, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012

Vous aimerez peut-être aussi