Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Abstract: Children are individuals who have the figure of a limited mind and experience a bit.
They live with the mind and the real nature, they can find out with one of the five senses, they
have not been able to think of meaningful questions, the abstract questions and general laws.
Children were very sensitive to the feelings of a smooth and easy affected. With regard to
religious education to be delivered and implanted into the soul of the child, parents should be
able to consider the condition in educating children, according to the growth and development.
Parents as well as educators should be able to think and pay attention to the stages in providing
Islamic education to the children. Stages of Islamic education are inculcated in children in the
family environment include the attention, accuracy, and skill. This can only be owned by the
child when the parent training, the precision used in children's lives, so they have a sense of
responsibility in the sense of awareness in youth so much to give positive meaning to his life.
Each child will develop a sense of responsibility in line with the development with children
social emotions. The bigger they are, the greater the sense of responsibility both to themselves, to
others and the natural surroundings. Stimuli are necessary, especially the provision exercises,
habituation, guidance from the parents. Growth and developmental stages in children seen the
effort and toil of children to do everything right, be true, according to the demands of parents or
family.
Pendahuluan
Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia
menuju taklif /kedewasaan, baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan
fungsi kemanusiaan yang diemban-sebagai seorang hamba di hadapan Khaliq-nya dan
sebagai “pemelihara/khalifah” di dunia ini.2 Dengan demikian, fungsi utama pendidikan
adalah mempersiapakn peserta didik atau generasi penerus dengan kemampuan dan
keahlian/skill yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke
tengah masyarakat dan lingkungan, sebagai tujuan akhir dari pendidikan. Tujuan akhir
pendidikan dalam Islam, sebagai proses pembentukan diri peserta didik agar sesuai dengan
fitrah keberadaannya.
Hal ini meniscayakan adanya kebebasan gerak bagi setiap elemen dalam dunia
pendidikan terutama peserta didik untuk mengembangkan diri dan potensi yang
dimilikinya secara maksimal. Pada masa kejayaan Islam, pendidikan telah mampu
menjalankan perannya sebagai wadah pemberdayaan peserta didik, namun seiring dengan
kemunduran dunia Islam, dunia pendidikan Islam pun turut mengalami kemunduran.
Bahkan dalam paradigma pun terjadi pergeseran dari paradigma aktif-progresif menjadi
pasid-defensif. Akibatnya, pendidikan Islam mengalami proses ‘isolasi diri’ dan
termarginalkan dari lingkungan di mana ia berada.3
Dalam lintasan sejarah peradaban Islam, peran pendidikan ini benar-benar bisa
dilaksanakan pada masa-masa kejayaan Islam. Hal ini dapat kita saksikan, di mana
pendidikan benar-benar mampu membentuk peradaban sehingga peradaban Islam menjadi
peradaban terdepan sekaligus peradaban yang mewarnai sepanjang jazirah Arab, Asia Barat
hingga Eropa Timur. Untuk itu, adanya sebuah pendidikan yang memberdayakan peserta
didik merupakan sebuah keniscayaan. Kemajuan peradaban dan kebudayaan Islam pada
masa kejayaan sepanjang abad pertengahan, di mana peradaban dan kebudayaan Islam
berhasil menguasai jazirah Arab, Asia Barat dan Eropa Timur, tidak dapat dilepaskan dari
adanya sistem dan pendidikan yang dilaksanakan-pada-masa-tersebut.4
Unggulnya peradaban dan pemikiran Islam pada masa jayanya, juga merupakan
sebuah keterbukaan Islam untuk menerima berbagai peradaban lain yang ada di luar Islam
dan kemudian menyelaraskan diri dengan ajaran Islam. Kemajuan Pemikiran Islam telah
diwarnai oleh dinamika pemikiran yang tumbuh berkembang menyertai kehadiran Islam.
Pemikiran Islam sangat plural dengan disiplin keilmuan yang beragam. Semua mendapat
tempat yang mulia dan strategis dalam Islam yang memperkaya khazanah keislaman.
Hal ini dapat dibuktikan ketika mulai pemerintahan Bani Abasiyah sudah ada
kecenderungan dan tertarik pada kebudayaan dan filsafat Yunani ini. Perhatian pada filsafat
meningkat di zaman Khalifah al Makmun (813-833M), utusan dikirim ke kerajaan Bizantium
untuk mencari manuskrip yang kemudian dibawa ke Bagdad untuk diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab, bahkan beliau mendirikan Bait al-Hikmah sebagai perpustakaan dan institute
penerjemahan. Proses pendidikan yang berakar dari kebudayaan yang menerima berbagai
peradaban lain yang ada di luar Islam dan kemudian menyelaraskan diri dengan ajaran
Islam , berbeda dengan praksis pendidikan yang terjadi dewasa ini yang cenderung
mengalienasikan proses pendidikan dari kebudayaan. Kita memerlukan suatu perubahan
pendidikan, untuk menghadapi proses globalisasi dan menata kembali kehidupan
masyarakat Indonesia.
a. Al-Qur’an
Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber pokok pendidikan Islam dapat dipahami dari
ayat Al-Qur’an itu sendiri, Firman Allah :
11
“Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat
menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang beriman”.
Ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip besar yaitu yang
berhubungan masalah keimanan yang disebut ‘aqi>dah, dan yang berhubungan dengan
amal yang disebut shari>‘ah. Ajaran-ajaran yang berkaitan dengan iman tidak banyak
dibicarakan dalam al-Qur’an, tidak sebanyak ajaran yang berkenaan dengan amal
perbuatan. Ini menunjukkan bahwa amal perbuatan manusia dalam hubungan dengan
Allah, dengan dirinya sendiri, dengan manusia sesamanya (masyarakat), dengan alam dan
lingkungan, dengan makhluk lainnya, termasuk dalam ruang lingkup amal saleh.
Pendidikan karena termasuk ke dalam usaha atau tindakan untuk membentuk
manusia, termasuk ke dalam ruang lingkup mu’amalah. Pendidikan sangat penting karena
ia ikut menentukan corak dan bentuk amal dan kehidupan manusia, baik pribadi maupun
masyarakat.12 Di dalam al-Qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip
berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan. Sebagai contoh dapat direnungkan kisah
Luqman mengajari anaknya. Sebagaimana firman Allah:
13
8 Ibid., 23.
9Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikian Islam (Jakarta : Bumi Askara, 1996), 86.
10Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Askara, 1995), 152.
11Al-Qur’an:16 (al-Nahl): 64.
12 Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikian Islam ,20.
13Al-Qur’an: 31 (Luqman): 13.
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Cerita di atas menggariskan prinsip materi pendidikan yang terdiri dari dari masalah
iman, akhlak, iabadah, sosial dan ilmu pengetahuan. Ayat lain menceritakan tujuan hidup
dan tentang nilai sesuatu kegiatan dan amal saleh. Itu berarti bahwa kegiatan pendidikan
harus mendukung tujuan hidup tersebut. Oleh karena itu pendidikan Islam harus kembali
pada al-Qur’an sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang
pendidikan Islam. Dengan kata lain, pendidikan Islam harus berdasarkan ayat-ayat al-
Qur’an yang penafsirannya dapat dilakukan berdasarkan ijtihad yang disesuaikan dengan
perubahan dan pembaharuan.
Di samping itu firman Allah di atas bahwa materi pelajaran Luqman yang diberikan
kepada putranya, maka dapatlah dipahami sebagai berikut:
1. Pendidikan ketauhidan , artinya anak-anak harus dibimbing agar bertuhan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, dan hal ini mencakup: (a) mensyukuri nikmat, (b) meyakini
adanya suatu pembalasan , dan (c) melarang keras syirik. Materi ini merupakan asas
utama dalam pendidikan, mendasari pendidikan segi-segi yang lain;
2. Pendidikan akhlak, maksudnya anak-anak itu harus memiliki akhlak terpuji. Dan ini
yang mendasari akhlak mereka pada gurunya;
3. Pendidikan salat, artinya anak-anak harus mengerjakan salat sebagai salah satu tanda
utama akan kepatuhan kepada Allah, dan salat itu kelak akan menjadi dasar bagi amal-
amal saleh lainnya, bila salatnya baik, maka amal-amalnya yang lain akan dengan
sendirinya baik;
4. Pendidikan amar ma‘ru>f nahi munkar, artinya anak-anak harus bersifat konstruktif bagi
perbaikan kehidupan masyarakat;
5. Pendidikan ketabahan dan kesabaran, aertinya anak-anak itu harus ulet dan sabar, dan
keduanya ini merupakan sifat yang tidak dapat dipisahkan. Mencapai hal-hal di atas
harus disertai dengan keuletan dan kesabaran. Sebab didalam menggapai cita-cita
tidaklah selalu dengan mudah, seringkali problem merintangi. Keuletan dan kesabaran
itulah yang betul-betul sangat diperlukan.14
b. As-Sunnah
Dasar kedua pendidikan Islam adalah al-Sunnah yang mempunyai arti segala yang
diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW berupa perkataan, perbuatan dan ketetapan yang
berkaitan dengan hukum.15 Al-Sunnah berisi pedoman untuk kemaslahatan hidup manusia
dalam segala aspeknya, untuk membina umat manusia seutuhnya dan muslim yang
bertaqwa. Al-Sunnah merupakan landasan kedua dengan pembinaan pribadi manusia
muslim.16 Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa menuntut ilmu maka akan mengetahui
adanya Dhat Allah dan sifatnya, akan mengetahui bagaimana cara ibadah, mengetahui
haram dan halal, dengan ilmu akan mengetahui adanya tingkah laku hati (prilaku hati)
seperti akhlaq terpuji (sabar,syukur, dermawan, budi pekerti, jujur, ikhlas), akhlaq tercela
(dendam, dengki, takabur, riya, marah dan bermusuhan).
Seperti dalam Hadits Nabi :
رواه ابن ماجه.طلب العلم فريضة على كل مسلم
“Menuntut Ilmu wajib bagi setiap orang Islam”.17
14Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: .Remaja Rosdakarya, 1994), 90.
15Nasroen Haroen, Ushul Fiqh 1 (Jakarta : Logos Waca Ilmu, 2001), 38.
16Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikian Islam ,21.
17Syekh Jamaludin al-Qosimi, Mauidhatul Mu’minin, (T.KP : PT Daru Ihya Al-Kutub Al-Arabiyah), 7-8.
Sesunggunya umat manusia akan kekal karena akhlaq, maka apabila akhlaq mereka
hilang maka bangsa akan musna, oleh karena itu yang menolong agama samawi adalah
orang Islam. Umat-umat terdahulu selalu tertanamkan urusan yang paling besar adalah
akhlaq, oleh karena itu Nabi bersabda :
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa dasar pendidikan Islam adalah al-Qur’an
dan al-Sunnah yang memuat dua prinsip dasar yaitu aqidah dan syari’ah. Wilayah syariah
mencakup aspek ibadah, muamalah, akhlak dan keilmuan lainnya, sedangkan aqidah
mencakup keimanan dan keyakinan, keimanan dengan rukun Iman, Iman kepada Allah,
Iman kepada Allah, Iman kepada Malaikat, Iman kepada Kitab-kitab Allah, Iman kepada
Rasul, Iman kepada hari akhir, Iman kepada Qadha dan Qadar. Selain Al-Qur’an dan As-
Sunnah, yang menjadi sumber pendidikan agama Islam adalah pemahaman para ulama
dalam bentuk qiyas syar’i, ijma’ yang diakui, ijtihad dan tafsir yang benar dalam bentuk
hasil pengetahuan kemanusiaan dan akhlak, dengan merujuk kepada kedua sumber asal al-
Qur’an dan al-Sunnah) sebagai sumber utama.18
18Jamaludin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996), 37.
19Ramayulius, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta : Kalam Mulia, 1994), 24.
22
“(dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas
mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh
umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala
sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”.
Di antara permasalahan hidup manusia itu adalah yang berkaitan dengan proses
pendidikan. Sedangkan al-Sunnah, berfungsi untuk memberikan penjelasan secara
operasional dan terperinci tentang berbagai permasalahan yang ada dalam al-Qur’an
tersebut sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan situasi dan kondisi kehidupan nyata.
Proses pendidikan sebagaimana yang biasa dipahami sebagai “Proses bagi orang tua
(generasi tua) berusaha untuk mengasuh dan membimbing anak (generasi muda) agar
menjadi dewasa dan menyiapkannya agar mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya”,
biasa dilihat dan dipahami sebagai gejala dan proses yang bersifat alami. Dalam arti proses
pendidikan tersebut berlangsung secara apa adanya, menurut ketentuan dan kebiasaan yang
berlaku, serta tidak terpisahkan dari proses dan gejala alamiah lainnya. Proses dan gejala
pendidikan itu pun ada dan berlangsung pada setiap masyarakat di mana dan kapanpun
mereka berada.
Menurut ajaran Islam, segala gejala dan proses yang berlangsung secara alami itu
sebenarnya berlangsung menurut sunnah Allah, sunnah Allah, yang pengertian dasarnya
adalah “Kebiasaan atau hukum ciptaan Allah”. Dengan kata lain, sunnah Allah adalah
kebiasaan atau hukum yang duciptakan oleh Allah yang berlaku dalam proses penciptaan
alam. Sementara orang biasa menyebutnya dengan “Hukum alam”. Gejala dan proses
pendidikan sebenarnya berlangsung menurut hukum-hukum atau kebiasaan yang telah
20Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Islam, Maman Abd. DJalil (ed)
(Bandung: Pustaka Setia, 2003),13-14.
21Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikian Islam, 31.
22Al-Qur’an:16 (al-Nahl): 89.
ditetapkan oleh Allah dalam proses penciptaan manusia, dan merupakan bagian atau
matarantai yang tidak terpisahkan dari keseluruhan sunnah Allah yang berlaku dalam proses
penciptaan alam semesta ini. Oleh karena itu untuk memahami hakikat dan konsep dasar
pendidikan menurut ajaran Islam, maka kita harus menganalisisnya dengan menggunakan
petunjuk ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan proses penciptaan alam semesta
dan hubungannya dengan manusia sebagai bagian atau unsur utama.23
Hakekat pendidikan Islam itu tidak lain adalah realisasi fungsi rububiyah Allah
(Pendidikan Islam) terhadap manusia dalam rangka menyiapkan dan membimbing serta
mengarahkannya, agar nantinya mampu melaksanakan tugas kekhalifahan di muka bumi
dengan sebaik-baiknya. Proses rububiyah Allah terhadap manusia itu pun berlangsung
secara berangsung-angsur dan bertahap sampai mencapai tahap kesempurnaan. Proses
tersebut sebagaimana disyaratkan dalam al-Qur’an, secara global melalui tahap-tahap
sebagai berikut:
1. Tahap takhliq (penciptaan/konsepsi).
Pada tahap ini, fungsi pendidikan Islam ialah mempersiapkan segala sesuatu yang
memungkinkan dan diperlukan untuk terbentuk atau terciptanya anak/generasi baru
yang sehat dan memiliki potensi fitrah yang murni dan kuat. Untuk itu fungsi
pendidikan tersebut adalah menjaga dan mengarahkan agar proses
penciptaan/konsespsi generasi baru tersebut berlangsung secara alami (sunnah Allah)
dan tidak menyimpang atau melanggar batas-batas dan ketentuan yang telah ditetapkan
Allah. Dalam hal ini paling tidak berhubungan dengan dua ketentuan hukum yang
harus diperhatikan, yaitu: (1) hukum yang berkaitan dengan makanan, sebagai
pembentuk sel tubuh dan sel benih, dan (2) hukum, yang berkaitan dengan pernikahan
yang melegalisasi proses pembentukan janin. Fungsi pendidikan dalam hal ini adalah
mempersiapkan terbentuknya sel-tubuh dan sel benih dengan jalan selalu memakan
yang halal dan sehat, dan menjaga agar proses konsepsi/pembentukan janin tidak terjadi
kecuali dalam ikatan pernikahan yang sah.24
2. Tahap taswiyah (penyempurnaan ciptaan), yaitu proses proses bertumbuhkembangnya
potensi fitran anak secara bertahap dan berangsung-angsur sampai sempurna. Proses ini
sebenarnya merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari proses
penciptaan/konsepsi yang berlangsung sebelumnya dalam kandungan.
Dalam tahap ini, secara umum fungsi pendidikan Islam adalah mempersiapkan kondisi
dan situasi serta memberikan perlakuan dan tindakan yang diperlukan agar seluruh
potensi dasar/fitrah anak bisa bertumbuhkembang dan aktual secara fungsional,
sehingga anak mampu hidup dan menyesuaikan diri dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya. Untuk itu fungsi pendidikan paling tidak harus mencakup fungsi-
fungsi: (1) pemberian dan pemenuhan segala kebutuhan hidup anak, baik fisik (makan,
gerak, istirahat dan sebagainya), maupun psikis (rasa aman, kasih sayang dan
sebagainya), agar pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikis anak berlangsung
secara wajar dan normal, tanpa mengalami gangguan dan hambatan apapun. Fungsi ini
sebenarnya merupakan fungsi alami orang tua terhadap anaknya, (2) pemberian
kesempatan dan fasilitas yang seluas-luasnya kepada anak untuk secara intesif
mengenal, berkomunikasi, baik fisik, psikis anak baik kognitif, afektif, maupun
psikomotoriknya bertumbuhkembang secara fungsional dan mampu menyesuaikan diri
dengan kehidupan sosial budaya masyarakatnya dengan baik. Fungsi ini hakekatnya
merupakan realisasi dari pertumbuhan dan perkembangan serta fungsionalisasi dari
alat-alat potensial, yang berupa pendengaran, penglihatan dan hati nurani.
23Muhaimin, et all, Ilmu Pendidikan Islam (Surabaya: Karya Abditama, t.tp), 59.
24Nashr al-Din, Khalifah, The Qur’an and the world Today (Lahore: Tzharsons, t.t), 55.
25
Ibid., 56.
1. Tarbiyah khalqiyah, yaitu tarbiyah yang diberikan oleh Allah kepada manusia melalui
dan sepanjang proses penciptannya, yang berlangsung secara bertahap dan berangsung-
angsur sampai sempurna. Pertama-tama Allah menciptakan manusia dalam bentuk,
struktur dan kelengakapan serta potensi dasar ciptaan yang sebaik-baiknya, yang biasa
dikenal dengan sebutan fitrah. Fitrah adalah merupakan kerangka dasar ciptaan, yang
disebut juga sebagai rancang bangun atau atau blue-print dari proses penciptaan
manusia. Di dalamnya terkandung tenaga terpendam atau kekuatan potensial untuk
tumbuh sempurna, dan mengarahkannya pada tujuan penciptaanya. Aktualisasi adalah
bahwa manusia mengalami proses tumbuh dan berkembang sepanjang kehidupannya
secara bertahap dan berangsung-angsur, sehingga manusia memiliki berbagai
kelengkapan dan kemampuan serta kecakapan yang diperlukan untuk hidup, memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya, dan mengatur serta mengembangkan
perikehidupannya secara budaya di muka bumi ini. 26
2. Tarbiyah tahdhibiyah diniyah, adalah pendidikan yang diberikan Allah melalui proses
bimbingan dan petunjuk keagamaan sepanjang sejarah kehidupan manusia di muka
bumi. Fungsinya adalah untuk memberikan intervensi dan mengarahkan pertumbuhan
dan perkembangan sistem dan lingkungan kehidupan sosial budaya, manusia di dunia,
agar tidak menyimpang dari kerangka dasar tujuan penciptaannya. Realisasinya adalah
Allah telah mengutus rasul-rasul-Nya sepanjang sejarah untuk menyampaikan ajaran
agama dan tugas hidup manusia di dunia. Mereka mamasukkan ajaran agama yang
dibawanya dan mengimplementasikannya ke dalam sistem dan lingkungan kehidupan
sosial budaya bangsanya masing-masing. Dan mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan agar sesuai dengan tugas dan tujuan hidup manusia.
Dengan demikian tarbiyah tahdhibiyah diniyah yang diberikan oleh Allah melalui
rasul-rasul-Nya tersebut disampaikan secara terpadu dengan proses tarbiyah khalqiyah
dan merupakan rangkaian kesatuan. Rasul-rasul tersebut tidak hanya menyampaikan
ajaran-ajaran yang berkaitan dengan cara berbudidaya untuk mengembangkan
kehidupan social budaya dan lingkungan yang baik, adil dan makmur sejahtera.
26Muhammad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, vol. 1 (Beirut: Mustafa al-Babi al-Halabi wa
Awladih, 1966), 16.
27Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikian Islam, 37.
Mengenai tahapan kewajiban dan tanggung jawab orang tua untuk mendidik
perkembangan anak-anaknya dalam hadis tarbawi (pendidikan), sebagaimana disampaikan
pada sabda Nabi Muhammad SAW.:
َََاَلغَلَمَ َيَعَقَ َعَنَهَ َيَوَمَ َالسَابَعَ َوََيسَمَىَوََيمَاطَ َعَنَهَ َاَلَذَىَفَإَذَاَبَلَغَ ََسَتَ َسَنَيَن:َقَالَ َأَنَسَ َرَضَىَ َللاَ َعَنَهَ َقَالَ َالنَبَيَ َصَلَىَللاَ َعَلَيَهَ َوَسَلَم
َََقَدَ َأَدَبَتَك:َأَدَبَ َفَإَذَاَبَلَغَ َتَسَعَ َسَنَيَنَ َعَزَلَ َفَرَاشَهَ َفَإَذَاَبَلَغَ َثَلَثَةَ َعَشَرَ َضَرَبَ َبَالصَلَةَ َفَإَذَاَبَلَغَ َسَتَةَ َعَشَرَ َزَوَجَهَ َأََبوَه َثَمَ َأَخَذَ َبَيَدَهَ َوَقَال
َ 30.َرواهَابنَحبان.َحتَكََأَعَوَذََبَاللََمَنََفَتَنَتَكََفَىَالدَنَيَاَوَعَذَابَكََفَىَاَلَخَرَة
َ َوَعَلَمَتَكََوَأَنَك
“Anas berkata: Rasulullah SAW bersabda: Anak itu pada hari ketujuh dari kelahirannya
diaqiqahi, diberi nama, dihilangkan dari segala kotoran. Jika sudah berumur 6 tahun ia dididik,
bila sudah berumur 9 tahun, maka ia dipisahkan dari tempat tidur, bila sudah berumur 13
tahun, maka ia boleh dipukul agar mau bersembahyang (keharusan), bila ia sudah berumur 16
tahun boleh dinikahkan. Setelah itu ayah berjabatangan dengannya dan mengatakan: “Saya
telah mendidik, mengajar, dan menikahkan kamu, saya mohon perlindungan kepada Allah dari
fitnah/cobaan bagimu di dunia dan siksaanmu di akhirat”.
Dilihat dari hubungan dan tanggungjawab orang tua terhadap anak, maka tahapan
tanggungjawab pendidikan itu pada dasarnya tidak bisa dibebankan kepada orang lain ,
sebab guru dan pemimpin umat umpamanya, dalam memikul tahapan pendidikan
hanyalah merupakan keikutsertaan. Dengan kata lain, tahapan tanggungjawab pendidikan
yang dibebankan oleh para pendidik selain orang tua adalah merupakan pelimpahan dari
tanggungjawab orang tua yang dengan sebab lain tidak mungkin melaksanakan pendidikan
anaknya secara sempurna.
Konsep tahapan tanggungjawab pendidikan Islam perspektif hadis tarbawi
(pendidikan) di atas secara umum yang menjadi beban orang tua sekurang-kurangnya
harus dilaksanakan dalam rangka:
1. Memelihara dan membesarkan anak. Ini adalah bentuk yang paling sederhana dari
tanggungjawab setiap orang tua dan merupakan dorongan alami untuk
mempertahankan kelangsungan hidup manusia.
2. Melindungi dan menjamin keamanan, baik jasmani maupun rohaniah, dari berbagai
gangguan penyakit dan dari penyelewengan kehidupan dari tujuan hidup yang sesuai
dengan falsafah hidup dan agama yang dianutnya.
3. Memberi pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak memperoleh peluang untuk
memiliki pengetahuan dan kecapakan seluas dan setinggi mungkin yang dapat
dicapainya.
4. Membahagiakan anak, baik di dunia maupun di akhirat, sesuai dengan pandangan dan
tujuan hidup muslim.31
Melihat lingkup konsep tahapan tanggungjawab pendidikan Islam yang meliputi
kehidupan dunia dan akhirat dalam arti yang luas dapatlah diperkirakan bahwa orang tua
tidak mungkin dapat memikulnya sendiri secara “sempurna”, lebih-lebih dalam masyarakat
yang senantiasa maju dan berkembang. Hal ini bukanlah merupakan “aib” karena
tanggungjawab tersebut tidaklah harus sepenuhnya dipikul orang tua secara sendiri-
sendiri, sebab mereka sebagai manusia mempunyai keterbatasan-keterbatsan. Namun
demikian patutlah diingat bahwa setiap orang tua tidak dapat terlepas tanggungjawab itu.
Artinya, pada akhirnya tahapan pendidikan Islam itu berada dan kembali kepada orang tua
juga.
Di samping konsep tahapan tanggungjawab pendidikan Islam perspektif hadis tarbawi
(pendidikan) di atas dipaparkan secara umum, namun secara khusus pemahaman hadis di
atas dapat dirinci sebagai berikut:
1. Anak pada hari ketujuh dari kelahirannya diaqiqahi
Dimaksud aqiqah dalam hadis di atas adalah menyembelih hewan pada hari ketujuh dari
hari kelahiran anak laki-laki atau perempuan. Tahapan pendidikan dalam hal ini
merupakan rangkaian sabda Nabi Muhammad yang menganjurkan kepada anak-anak
yang baru lahir adanya agunan/tanggungan yang dibebankan kepada orang tuanya, jika
anak tersebut sudah sampai pada umur tujuh hari, atau kalau orang tua belum mampu
aqiqah bisa dilaksanakan pada usia anak-anak, dan asal anak belum sampai umur baligh.
2. Memberi nama
Penamaan terhadap anak yang baru lahir merupakan perintah Nabi Muhammad yang
diriwayatkan Ahmad dan Tirmidhi. Pemberian nama terhadap anak diupayakan nama
Islami dan mengadung arti yang baik terhadap perilaku anak itu sendiri. Jangan memberi
nama kepada anak dengan nama yang tidak baik, sebab memberi nama kepada anak
yang baik dan tidak baik akan membawa pengaruh terhadap teman-temanya dan
lingkungan msyarakat. Pemberian nama yang terhadap anak-anak itu bisa menggunakan
nama-nama Allah yang sembilan puluh sembilan, tapi dengan syarat di muka nama-
nama itu diawali dengan kata “Abdul”. Atau dengan nama-nama lain yang baik secara
Islami.
3. Dihilangkan kotoran yang menempel/dicukur
Menghilangkan kotoran yang menempel pada anak dimaksud adalah dicukur. Hal
tersebut didasarkan hadis Nabi Muhammad riwayat Ahmad dan Tirmidhi “Bahwa anak
yang dilahirkan hendaklah dicukur rambutnya”. Menurut penulis anjuran mencukur
rambut setelah dilahirkan pada usia tujuh hari atau lebih, memberi gambaran bahwa
kelak di kemudian hari anak tersebut rambutnya menjadi tumbuh subur dan tidak timbul
penyakit kulit pada rambut anak-anak ketika masih usia dini.
4. Pada usia 6 tahun ditanamkan pendidikan
Pada masa ini perkembangan usia dini anak-anak memerlukan dorongan dan rangsangan
sebagaimana pohon memerlukan air dan pupuk. Minat dan cita-cita anak perlu
ditumbuhkembangkan ke arah yang baik dan terpuji melalui pendidikan. Cara
memberikan perkembangan psikologis anak didik. Oleh karena itu dibutuhkan pendidik
yang memiliki jiwa pendidik dan agama, supaya segala gerak-geriknya menjadi
teladandan cermin bagi murid-muridnya.32 Pendidikan atau pengajaran agama haruslah
sesuai dengan tingkat usia kanak-kanak merupakan kesempatan pertama yang sangat
baik bagi pendidik untuk membina kepribadian anak yang akan menentukan masa depan
mereka. Penanaman nila-nilai agama sebaikya dilaksanakan kepada anak pada usia pra-
sekolah, sebelum mereka dapat berpikir secara logis dan memahami hal-hal yang abstrak
serta belum dapat membedakan hal yang baik dan buruk. Agar semenjak kecil sudah
terbiasa dengan nilai-nilai kebaikan dan dapat mengenal Tuhannya yaitu Allah SWT.
Anak didik pada usia kanak-kanak masih sangat terbatas kemampuannya. Pada umur
ini kepribadiannya mulai terbentuk dan ia sangat peka terhadap tindakan-tindakan orang
di sekelilingnya. Pendidikan agama diperlukan untuk menanamkan memulai pekerjaan
seperti do’a mau makan dan minum, do’a naik kendaraan, do’a mau pulang, dan lain-lain
yang biasa di terapkan dalam kehidupannya sehari-hari. Di samping itu
memperkenalkan Tuhan yang Maha Esa secara sederhana, sesuai dengan
kemampuannya.33
Anak-anak merupakan sosok individu yang mempunyai pikiran yang terbatas dan
pengalaman yang sedikit. Mereka hidup dengan akal pikiran dan alam yang nyata,
mereka dapat mengetahui dengan salah satu pancaindra, mereka belum dapat
memikirkan soal-soal maknawi, soal-soal yang abstrak dan hukum-hukum umum. Anak-
anak itu sangat perasa dengan perasaan yang halus dan mudah terpengaruh.
Berkenaan dengan pendidikan agama yang akan diberikan dan ditanamkan ke dalam
jiwa anak, orang tua harus dapat memperhatikan kondisi anak di dalam mendidiknya,
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Orang tua juga sebagai pendidik
harus dapat memikirkan dan memperhatikan tahapan-tahapan di dalam memberikan
pendidikan agama pada anaknya.
Menurut Zakiyah Darajat “Anak pada usia pra-sekolah tertarik kepada cerita-cerita
pendek seperti cerpen yang berkisah tentang peristiwa yang sering dialaminya atau dekat
dengan kehidupannya, terlebih lagi cenderung akan memilih suatu permainan yang
bertujuan mendorong anak untuk tertarik dan kagum kepada agama Islam”.34
5. Pada usia 9 tahun dipisahkan dari tempat tidur (di didik mandiri)
Bimbingan dan bantuan pada anak dalam lingkungan keluarga dilakukan oleh orang tua
pada prinsipnya terikat oleh adanya kewajiban sekaligus sebagai penanggungjawab
pertama dan utama sejak anak itu lahir ke dunia sampai anak itu dewasa. Untuk itu
sebaiknya pihak orang tua memahami, mengetahui, sekalipun hanya sedikit mengenai
apa, dan bagaimana pendidikan dalam rumah tangga, sehingga dengan pengetahuan
diharapkan dapat menjadi penuntun, rambu-rambu bagi orang tua dalam melaksanakan
tugas kewajiban membimbing anak dimana tujuan pendidikan dalam rumah tangga
tersebut prinsipnya adalah: “…agar anak mampu berkembang secara maksimal, meliputi
seluruh aspek perkembangan anak, yaitu aspek jasmani, akal, dan rohani. Di samping itu
juga membantu sekolah atau lembaga kursus dalam mengembangkan pribadi anak
sebagai anak didik; sedangkan sebagai pendidiknya ialah ayah dan ibu, atau orang tua
yang merasa tanggungjawab terhadap perkembangan anak itu sebagai anak didik, dan
memegang kejijakan tetap berada pada pihak orang tua”.35
Bila disimak secara cermat tanggugnjawab keluarga dari ungkapan di atas namapak
bahwa pendidikan yang dilakukan orang tua secara konseptual harus proporsional dalam
arti sesuai status dan keberadaan orang tua sebagai pendidik pertama dan utama. Orang
36Ibid., 156.
37Muhaimin,et all, Ilmu Pendidikan Islam, 184.
38Ibid.,
185.
39Abu Dawud, Sunan Abi Dawud (Surabaya: al-Hidayah, t.t), 113.
Pernikahan adalah satu asas pokok hidup yang terutama dalam pergaulan atau
masyarakat yang sempurna, bukan saja pernikahan itu saja cara yang amat mulia untuk
mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi pernikahan itu dapat
dipandang sebagai satu cara menuju pintu perkenalan antara satu kaum dengan yang
lain. Di samping perkenalan itu akan menjadi cara untuk menyampaikan kepada tolong-
menlong antara satu dengan lainnya.
Sebenarnya hubungan nikah adalah hubungan yang sebenar-benarnya dalam hidup dan
kehidupan manusia, bukan sekedar antara suami isteri dan keturunannya bahkan antara
keduanya akan terjalin saling kekeluargaan. Sebab dengan pergaulan antara suami isteri,
kasih sayang, akan berpindah kebaikan kepada semua keluarga dari kedua belah pihak,
sehingga mereka menjadi satu dalam segala urusan tolong-menolong sesamanya dalam
nemnjalankan kebaikan dan menjaga segala kejahatan. Di samping itu, dengan
pernikahan seseorang akan terpelihara dari hawa nafsunya.
Penutup
Tahapan pendidikan orang tua terhadap anak-anaknya adalah bagian terpenting
dalam mengantarkan keberhasilan meraih jenjang dalam pendidikan Islam. Orang tua
merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka. Dengan demikian bentuk
pertama dari pendidikan itu terdapat dalam kehidupan keluarga.Tahap pendidikan Islam
yang bersifat individual pada umumnya, terdiri dari bentuk pengarahan, pembiasaan dan
pelatihan agar: (1) setiap orang mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya dengan sebaik-
baiknya dengan menjadikan bidang tugas atau lapangan kerjanya sebagai sarana dan media
ibadah kepada Allah, (2) setiap orang mampu memberikan sumbangan dan partisipasi
secara aktif dan kreatif dalam membangun kehidupan bersama yang adil dan sejahtera, (3)
setiap orang mampu mewujudkan dalam perilaku dirinya perilaku atau akhlak mulia dan
memelihara jalur komunikasi yang harmonis dengan masyarakat dan lingkungan, (4) setiap
orang mampu mengevaluasi dan memperbaiki diri dalam sumbangan dan partsipasinya
terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi kekhalifahan manusia di muka bumi. Keempat
tahapan dan fungsi pendidikan Islam di atas secara bertahap dalam kenyataannya bukanlah
merupakan tahapan yang terpilah, melainkan tahapan yang saling tumpang tindih. Artinya
tumbuh dan berkembangnya tahap berikutnya tidaklah harus menunggu tuntasnya tahap
sebelumnya, tetapi kenyataannya suatu tahap sudah mulai tumbuh, sementara tahap
sebelumya belum berkembang dengan sempurna.
Sedangkan tahapan pendidikan anak secara khusus yang terdapat dalam hadis tarbawi
(pendidikan) secara berurutan mencakup: (1) anak itu pada hari ketujuh dari kelahirannya
diaqiqahi, (2) diberi nama, (3) dihilangkan dari segala kotoran, (4) bila sudah berumur 6
tahun ia dididik, (5) pada usia 9 tahun, maka ia dipisahkan dari tempat tidur, (6) pada usia
13 tahun, maka ia boleh dipukul agar mau bersembahyang (keharusan), (7) bila ia sudah
berumur 16 tahun boleh dinikahkan.
Daftar Rujukan
Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum al-Din, vol 2. T.kp: Dar al-Ihya’ al-Kutub al-‘Ilmiyah,t.t.
al-Attas, Muhmmad al-Nauqib. Konsep Pendidikan dalam Islam, Suatu Rangka Pikir Pembinaan
Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Mizan, 198434.
al-Abrasyi, Muhammad ‘Athiyah. Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam, Maman Abd. Djalil
(ed). Bandung: Pustaka Setia, 2003.
al-Din, Nashr. Khalifah, The Qur’an and the world Today. Lahore: Tzharsons, t.t.
al-Maraghi, Muhammad Musthafa. Tafsir al-Maraghi, vol. 1. Beirut: Mustafa al-Babi al-Halabi
wa Awladih, 1966.
al-Qosimi, Syekh Jamaludin. Mauidhatul Mu’minin, (T.kp: Daru Ihya al-Kutub al-Arabiyah.
Anam, M. Khoirul. From: http://www. pendidikan.net/mk-anam.html,akses: 19/5/2011.