Vous êtes sur la page 1sur 33

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

Dosen Pembimbing: Ns. Rizky Sri Haryati, S. Kep., M. Epid


Kelompok 2
1. Desy Ramadhani
2. Dyah Oktariani
3. Emmy Asfara
4. Else Favorita Agustina
5. Ersa Aliefia Arianti
6. Farah Nadhiah
7. Risalah Brilliana
8. Risky Amelia
9. Syafhira Oktariyanti
10. Tira Caritas

PRODI DIV KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2018-2019

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................................4

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 4

1.2 Tujuan ............................................................................................................................ 4

1.2.1 Tujuan Khusus........................................................................................................... 4

1.2.2 Tujuan Umum ........................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................................................5

2.1 DEFINISI ......................................................................................................................... 5

2.2 ETIOLOGI ....................................................................................................................... 5

2.3 KLASIFIKASI FRAKTUR ............................................................................................. 6

2.4 PATHWAYS ................................................................................................................... 9

2.5 MANIFESTASI KLINIS ............................................................................................... 10

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG .................................................................................. 11

2.7 PENATALAKSANAAN ............................................................................................... 11

2.8 FAKTOR PENYEMBUHAN ........................................................................................ 12

2.9 KOMPLIKASI ............................................................................................................... 12

BAB III ....................................................................................................................................14

1. PENGKAJIAN .................................................................................................................... 14

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN ......................................................................................... 15

3. RENCANA KEPERAWATAN .......................................................................................... 17

4. IMPLEMENTASI ............................................................................................................... 31

5. EVALUASI ......................................................................................................................... 31

BAB IV PENUTUP .................................................................................................................32

A. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................33

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha esa atas segala rahmatnya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang, November 2018

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejadian fraktur di indonesia sebesar 1,3 juta setiap tahunnya dengan jumlah
penduduk 238 juta jiwa, merupakan terbesar di Asia Tenggara (wrongdiagnosis, 2011).
Kejadian fraktur di indonesia dilaporkan Depkes RI (2007) menunjukan bahwa sekitar
delapan juta orang mengalami fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda. Insiden fraktur
di indonesia 5,5% dengan rentang setiap profensi antara 2,2-9% (Depkes, 2007).
Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritas, seseorang akan
mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon
berupa nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan subjekyif dimana seseorang memperlihatkan
ketidaknyamanan secara verbal maupun non verbal. Nyeri mengganggu kemampuan
seseorang untuk beristirahat, konsentrasi, dan kegiatan yang biasa dilakukan.
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total
maupun sebagian (Chairudin Rasjad, 1998). Fraktur dikenal dengan patah tulang.
Biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan
tulang dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang lengkap
atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan
fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang (Sylvia A. Price, 1999).
Pada beberapa keadaan trauma muskuloskletal, sering fraktur dan dislokasi terjadi
bersamaan. Dislokasi atau luksasio adalah kehilangan hubungan yang normal antara
kedua permukaan sendi secara lengkap (Jeffrey M.Spivak et al., 1999).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien fraktur
1.2.2 Tujuan Umum
a) Dapat menjelaskan definisi fraktur
b) Dapat mengetahui etiologi dari fraktur
c) Dapat memahami klasifikasi fraktur
d) Dapat menjelaskan patofisiologi fraktur
e) Dapat mengetahui menifestasi klinis dari fraktur
f) Dapat mengetahui pemeriksaan penunjang pada fraktur
g) Dapat memahami apasaja komplikasi yang disebebkan oleh fraktur

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Fraktur


Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total
maupun sebagian (Chairudin Rasjad, 1998).
Fraktur dikenal dengan patah tulang. Biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang dan jaringan lunak di sekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang lengkap atau tidak lengkap. Fraktur
lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan fraktur tidak lengkap tidak
melibatkan seluruh ketebalan tulang (Sylvia A. Price, 1999).
Pada beberapa keadaan trauma muskuloskletal, sering fraktur dan dislokasi terjadi
bersamaan. Dislokasi atau luksasio adalah kehilangan hubungan yang normal antara
kedua permukaan sendi secara lengkap (Jeffrey M.Spivak et al., 1999).

2.2 Etiologi
Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan dan
memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan
tekanan, terutama tekanan membengkok, memutar dan menarik (Chairudin Rasjad,
1998).
Trauma muskulo yang dapat mengakibatkan fraktur adalah sebagai berikut.
1) Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang.
Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur
yang terjadi biasa nya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami
kerusakan.
2) Trauma tidak langsung. Apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari
daerah fraktur, trauma tersebut disebut trauma tidak langsung. Misalnya, jatuh
dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan
ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Fraktur terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan tulang dalam menahan
tekanan. Tekanan pada tulang dapat berupatekanan berputar yang menyebabkan fraktur

5
bersifat spiral atau oblik; tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal;
tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi,
atau fraktur dislokasi; kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau
memecah, misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak
trauma langsung yang disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan
menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z; fraktur karena remuk; trauma karena tarikan
pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang.

2.3 Klasifikasi Fraktur


Chairudin Rasjad (1998) mengklasifikasikan fraktur dalam beberapa keadaan berikut.
2.3.1 Klasifikasi etiologis
1) Fraktur traumatik. Terjadi karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan
kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga
menjadi patah.
2) Fraktur patologis. Terjadi karena adanya kelainan/penyakit yang menyebabkan
kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara
spontan atau akibat trauma ringan.
3) Fraktur stress. Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat
tertentu.

2.3.2 Klasifikasi klinis


1) Fraktur tertutup (simple fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen
tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan/tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.

6
2) Fraktur terbuka (compound fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak,
dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari luar).
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat (menurut R. Gustino), yaitu:
Derajat I :
- Luka < 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
- Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan
- Kontaminasi minimal
Derajat II :
- Leserasi > 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi
- Fraktur kominutif sedang
- Kontaminasi sedang
Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot, dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi
3) Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture). Fraktur dengan komplikasi adalah
fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, de-layed union,non-
union, dan infeksi tulang.

2.3.3 Klasifikasi radiologis


1) Lokalisasi/letak fraktur: diafisis, metafisis, intra-artikular, dan fraktur dengan
dislokasi
2) Konfigurasi/sudut patah dari fraktur

7
a) Fraktur transfersal: fraktur yang garis patahannya tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang. Fraktur akan stabil biasanya dikontrol dengan bidai gips.
b) Fraktur oblik: fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.
c) Fraktur spiral: fraktur ini khas pada cidera main ski ketika ujung ski terbenam
pada tumpukan salju dan ski terputar sampai tulang patah. Fraktu ini cenderung
cepat sembuh dengan imobilisasi luar.
d) Fraktur kominutif: terputusnya keutuhan jaringan tempat adanya lebih dari dua
fragmen tulang.
e) Fraktur segmental: dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan
terpisahnya segmen sentral dari suplai darah. Keadaan ini mungkin memerlukan
pengobatan melalui pembedahan.
f) Fraktur impaksi atau fraktur kompresi: ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga
yang berada diantaranya, seperti satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.
3) Ekstensi
Fraktur total, fraktur tidak total (fracture crack), fraktur burcle atau torus, fraktur
garis rambut, fraktur greenstick (fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-
anak)
4) Fraktur avulsi. Memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi tendot ataupun
ligamen.
5) Fraktur sendi. Catatan khusus harus dibuat untuk fraktur yang melibatkan sendi,
terutama apabila geometri sendi terganggu secara bermakna.

8
2.4 Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang Nyeri akut

Perub jaringan sekitar Kerusakan fragmen tulang

Tek sumsum tulang lebih


Pergeseran fragmen tulang Spame otot
tinggi dari kapiler

Deformitas Peningkatan tek kapiler Melepaskan ketekolamin

Ggn fungsi ekstremitas Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak

Hambatan mobilitas fisik Protein plasma hilang Bergabung dengan trombosit

Laserasi kulit Edema


emboli
9
Penekanan pembuluh Menyumbat pembuluh
darah darah
2.5 Manifestasi klinis
1) Tidak dapt menggunakan anggota gerak
2) Nyeri pembengkakan
3) Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh di kamar
mandi pada orangtua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja, trauma
olahraga)
4) Gangguan fungsio anggota gerak
5) Deformitas
6) Kelainan gerak
7) Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain
Lokalisasi Waktu penyembuhan
Falang/metacarpal/metatarsal/costa 3-6 Minggu
Distal radius 6 Minggu
Diafisis ulna dan radius 12 Minggu
Humerus 10-12 Minggu
Klavikula 6 Minggu
Panggul 10-12 Minggu
Femur 12-16 Minggu
Kondilus femur/tibia 8-10 Minggu
Tibia/fibula 12-16 Minggu
Vertebra 12 Minggu

2.6 Pemeriksaan penunjang


1) X-ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur
2) Scan tulang: memperlihatkan faraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
3) Arteriogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
4) Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada
perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan
5) Kretinin: trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal

10
2.7 Penatalaksanaan
1) Proteksi (tanpa reduksi atau imobilisasi)
Proteksi fraktur terutama untik mencegah trauma lebih lanjut dengan cara
memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak
bawah. Tindakan ini terutama diindikasikan pada fraktur-fraktur tidak bergeser,
fraktur iga yang stabil, falang dan metakarpal, atau fraktur klavikula pada anak.
Indikasi lain yaitu fraktur kompresi tulang belakang, fraktur impaksi pada humerus
proksimal, serta fraktur yang sudah mengalami union secara klinis, tetapi belum
mencapai konsolidasi radiologis.
2) Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis.
a) Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisi nya (ujung-ujungnya
saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat yang digunakan
biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya.
b) Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi internal/ORIF (Open
Reducion Internal Fixation) atau fiksasi eksternal/OREF (Open Reducion
eksternal Fixation).
3) Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna. Mempertahankan
dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran
darah, nyeri, perabaan, grakan, perkiraan waktu imobilisasi yang di butuhkan untuk
penyatuan tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.
2.8 Faktor penyembuhan fraktur
Menurut Chairudin Rasjad (1999) fakto-faktor yang menentukan lamanya penyembuhan
fraktur adalah sebagai berikut.
a. Usia penderita. Waktu penyembuhan anak-anak lebih cepat daripada orang dewasa.
Hal ini terutama disebabkan aktivitas proses osteogenesis pada periosteum dan
endosteum serta proses pembentukan tulang pada bayi sangat aktiv. Apabila usia
bertambah, proses tersebut semakin berkurang.
b. Lokasi dan konfigurasi fraktur
c. Pergeseran awal fraktur
d. Vaskularisasi pada kedua fragmen

11
e. Reduksi dan imobilisasi
f. Waktu imobilisasi
g. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak
h. Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal
i. Cairan sinovial yang terdapat pada persendian merupakan hambatan dalam
penyembuhan fraktur.
j. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak

2.9 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a) Kerusakan arteri. Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT (Capillary refill Time) menurun, sianosis pada bagian distal,
hematoma melebar, dan dingin pada ekstremitas disebabkan darurat splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
b) Sindrome kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah pada jaringan parut. Hal ini
disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah atau karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
c) Fat embolism syndrome (FES) adalah komplikasi serus pada kasus fraktur tulang
panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning
masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi
rendah. Hal tersebut ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardia, hipertensi,
takipnea dan demam.
d) Infeksi. Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Hal
ini biasanya terjadi pada kasus frakur terbuka, tetapi dapat juga karena
menggunakan bahan lain dalam pembedahan, seperti pin (ORIF & OREF) dan
plat.
e) Nekrosis avaskular terjadi karena aliran darah rusak atau terganggu sehingga
menyebabkan nekrosis tulang.
f) Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler sehingga menyebabkan oksigen menurun.
2) Komplikasi Lama

12
a) Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsulidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah ke
tulang menurun. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang
waktu tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak
bawah.
b) Non-union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-5 bulan dan tidak dapat
konsolidasi sehingga terdapat pseudoartosis (sendi palsu). Pseudoartosis dapat
terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi yang disebut
infected pseudoartosis.
c) Mal-union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat
deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, pemendekan, atau union secara
menyilang misal nya pada fraktur tibia-fibula. Etiologi Mal-unionadalah fraktur
tanpa pengobatan, pengobatan yang tidak adekuat, reduksi dan imobilisasi yang
tidak baik, pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada awal pengobatan,
osifikasi prematur pada lempeng epifisis karena adanya trauma.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Kaji tingkat kesadaran pasien dengan GCS.
(Doenges, 2000:761)
a. Aktifitas/ Istirahat
Tanda: keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera,
fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri)
b. Sirkulasi
Tanda: hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ ansietas)
atau hipotensi (kehilangan darah), Takikardi (respon stress, hipovolemia),
Penurunan/ tak ada nadi pada bagian distal yang cedera; pengisisa kapiler lambat,
pucat pada bagian yang terkena, Pembengkakan jaringan atau massa hematoma
pada sisi cedera
c. Neurosensori
Gejala: hilang gerakan/ sensasi, spasme otot, Kebas/ kesemutan (parestesis)

13
Tanda: deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme
otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi.
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ ansietas atau trauma lain).
d. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala: Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/ kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi); tak ada nyeri akibat
kerusakan saraf.
Spasme/ kram otot (setelah imobilisasi).
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor memperberat
dan faktor yang memperingan/ mengurangi nyeri
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
e. Keamanan
Tanda: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna
Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba.
.
2. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi:
a. Perubahan perfusi jaringan peerifer berhubungan dengan trauma pembuluh darah
atau kompresi pada pembuluh darah
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi
(pen, kawat, sekrup)
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler,
nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)

14
d. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak
e. Resiko ketidakseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan pendarahan
f. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan

Post operasi:
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler,
nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilisasi, pemasangan gips
c. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak
d. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer
(kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi
(pen, kawat, sekrup)
f. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan pada anggota tubuh pasca
post operasi

15
3. Rencana Keperawatan
Pre Operasi
No Dx. Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Perubahan perfusi Setelah diberikan tindakan a. Kaji adanya / kualitas nadi a. Penurunan/tidak adanya nadi
jaringan perifer keperawatan, diharapkan perifer distal terhadap cidera dapat menggambarkan cidera
berhubungan dengan tidak terjadi perubahan melalui palpasi / doopler vaskuler dan perlunya evaluasi
trauma pembuluh perfusi jaringan, dengan medik segera terhadap status
darah atau kompresi kriteria hasil : b. Kaji aliran kapiler, warna kulit sirkulasi
pada pembuluh darah a. Individu akan dan kehangatan distal pada b. Kembalinya warna harus cepat
mengidentifikasi factor- fraktur (3-5 detik) warna kulit putih
faktor yang menunjukkan gangguan arterial,
meningkatakan sirkulasi sianosis diduga ada gangguan
perifer, melaporkan c. Lakukan pengkajian venal.
penurunan dalam nyeri neuromuskuler, perhatikan c. Gangguan perasaan kebas,
perubahan fungsi motor / kesemutan, peningkatan/
sensori. Minta pasien untuk penyebaran nyeri bila terjadi
melokalisasi nyeri sirkulasi pada syaraf, tidak
d. Kaji jaringan sekitar akhir gips adekuat atau syarat pusat.
untuk titik yang kasar / tekanan d. Mengindikasikan tekanan
selidiki keluhan “rasa jaringan/iskimeal menimblkan
terbakar”dibawah gips kerusakan/nekrosis.

16
e. Awasi posisi / lokasi cincin e. Alat traksi dapat menyebabkan
penyokong berat tekanan pada pembuluh darah/
f. Selidiki tanda iskemis syaraf
ekstremitas tiba-tiba,contoh f. Dislokasi fraktur sendi
penurunan suhu kulit,dan (khususnya lutut) dapat
peningkatan nyeri menyebabkan kerusakan arteri
yang berdekatan dengan akibat
g. Awasi tanda – tanda vital hilangnya aliran darah ke distal.
g. Ketidakadekuatan volume
sirkulasi
2. Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan a. Pertahankan tempat tidur yang a. Menurunkan risiko
kulit berhubungan keperawatan diharapkan nyaman dan aman (kering, kerusakan/abrasi kulit yang
dengan fraktur intregitas kulit pasien bersih, alat tenun kencang, lebih luas.
terbuka, pemasangan normal, dengan kriteria hasil bantalan bawah siku, tumit).
traksi (pen, kawat, : b. Masase kulit terutama daerah b. Meningkatkan sirkulasi perifer
sekrup) - Klien menyatakan penonjolan tulang dan area distal dan meningkatkan kelemasan
ketidaknyamanan hilang, bebat/gips. kulit dan otot terhadap tekanan
menunjukkan perilaku yang relatif konstan pada
tekhnik untuk mencegah c. Lindungi kulit dan gips pada imobilisasi.
kerusakan daerah perianal c. Mencegah gangguan integritas
kulit/memudahkan kulit dan jaringan akibat

17
penyembuhan sesuai d. Observasi keadaan kulit, kontaminasi fekal.
indikasi, mencapai penekanan gips/bebat terhadap d. Menilai perkembangan masalah
penyembuhan luka sesuai kulit, insersi pen/traksi klien.
waktu/penyembuhan lesi
terjadi.

3. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan a. Pertahankan pelaksanaan a. Memfokuskan perhatian,


fisik berhubungan keperawatan diharapkan aktivitas rekreasi terapeutik meningkatakan rasa kontrol
dengan kerusakan mobilitas fisik klien (radio, koran, kunjungan diri/harga diri, membantu
rangka neuromuskuler optimal, dengan criteria teman/keluarga) sesuai keadaan menurunkan isolasi sosial.
nyeri, terapi restriktif hasil : klien. b. Meningkatkan sirkulasi darah
(imobilisasi) Klien dapat b. Bantu latihan rentang gerak pasif muskuloskeletal,
meningkatkan/mempertahan aktif pada ekstremitas yang sakit mempertahankan tonus otot,
kan mobilitas pada tingkat maupun yang sehat sesuai mempertahakan gerak sendi,
paling tinggi yang mungkin keadaan klien. mencegah kontraktur/atrofi dan
dapat mempertahankan mencegah reabsorbsi kalsium
posisi fungsional, karena imobilisasi.
meningkatkan c. Mempertahankan posisi
kekuatan/fungsi yang sakit c. Berikan papan penyangga kaki, fungsional ekstremitas.
dan mengkompensasi gulungan trokanter/tangan sesuai
bagian tubuh, menunjukkan indikasi. d. Meningkatkan kemandirian

18
tekhnik yang memampukan d. Bantu dan dorong perawatan diri klien dalam perawatan diri
melakukan aktivitas. (kebersihan/eliminasi) sesuai sesuai kondisi keterbatasan
keadaan klien. klien.
e. Ubah posisi secara periodik e. Menurunkan insiden
sesuai keadaan klien. komplikasi kulit dan
pernapasan (dekubitus,
f. Dorong/pertahankan asupan atelektasis, penumonia)
cairan 2000-3000 ml/hari. f. Mempertahankan hidrasi
adekuat, men-cegah komplikasi
g. Berikan diet TKTP. urinarius dan konstipasi.
g. Kalori dan protein yang cukup
diperlukan untuk proses
penyembuhan dan mem-
h. Kolaborasi pelaksanaan pertahankan fungsi fisiologis
fisioterapi sesuai indikasi. tubuh.
h. Kerjasama dengan fisioterapis
i. Evaluasi kemampuan mobilisasi perlu untuk menyusun program
klien dan program imobilisasi. aktivitas fisik secara individual.
i. Menilai perkembangan masalah
klien.

19
4. Nyeri akut Setelah diberikan tindakan a. Pertahankan imobilasasi bagian a. Mengurangi nyeri dan
berhubungan dengan keperawatan diharapkan yang sakit dengan tirah baring, mencegah malformasi.
spasme otot, gerakan klien mengatakan nyeri gips, bebat dan atau traksi
fragmen tulang, berkurang atau hilang, b. Tinggikan posisi ekstremitas b. Meningkatkan aliran balik
edema, cedera dengan kriteria hasil : yang terkena. vena, mengurangi edema/nyeri.
jaringan lunak a. Menunjukkan tindakan c. Lakukan dan awasi latihan c. Mempertahankan kekuatan otot
santai, mampu gerak pasif/aktif. dan meningkatkan sirkulasi
berpartisipasi dalam d. Lakukan tindakan untuk vaskuler.
beraktivitas, tidur, meningkatkan kenyamanan d. Meningkatkan sirkulasi umum,
istirahat dengan tepat, (masase, perubahan posisi) menurunakan area tekanan
b. Menunjukkan e. Ajarkan penggunaan teknik lokal dan kelelahan otot.
penggunaan keterampilan manajemen nyeri (latihan napas e. Mengalihkan perhatian
relaksasi dan aktivitas dalam, imajinasi visual, terhadap nyeri, meningkatkan
trapeutik sesuai indikasi aktivitas dipersional) kontrol terhadap nyeri yang
untuk situasi individual f. Lakukan kompres dingin selama mungkin berlangsung lama.
fase akut (24-48 jam pertama) f. Menurunkan edema dan
sesuai keperluan. mengurangi rasa nyeri.
g. Kolaborasi pemberian analgetik
sesuai indikasi. g. Menurunkan nyeri melalui
mekanisme penghambatan
rangsang nyeri baik secara

20
h. Evaluasi keluhan nyeri (skala, sentral maupun perifer.
petunjuk verbal dan non verval, h. Menilai perkembangan masalah
perubahan tanda-tanda vital) klien.

5 Resiko Setelah diberikan tindakan a. Rencanakan tujuan masukan a. Diteksi dini memungkinkan
ketidakseimbangan keperawatan (…x…) jam cairan untuk setiap pergantian terapi pergantian cairan segera
cairan elektrolit diharapkan kebutuhan (misal 1000ml selama siang untuk memperbaiki deficit
berhubungan dengan volume cairan pasien yang hari,800ml selama sore
pendarahan adekuat. hari,300ml selama malam hari ) b. Informasi yang jelas akan
Kriteria Hasil: b. Jelaskan tentang alasan-alasan meningkatkan kerja sama
Cairan dalam tubuh klien untuk mempertahankan cairan klien untuk terapi
kembali normal yang adekuat dan metoda-metoda
untuk mencapai tujuan masukan
cairan
6 Ansietas berhubungan Setelah diberikan tindakan a. Kaji tingkat kecemasan klien a. Untuk mengetahui tingkat
dengan prosedur keperawatan (…x…) jam (ringan, sedang, berat, panik) kecemasan klien
pembedahan diharapkan cemas pasien b. Dampingi klien b. Agar Klien merasa aman dan
berkurang. nyaman
Kriteria Hasil: c. Beri support system dan motivasi c. Meningkatkan pola koping
Pasien menggunakan klien yang efektif
mekanisme koping yang d. Agar klien dapat menerima

21
efektif d. Beri dorongan spiritual kondisinya saat ini
e. Informasi yang lengkap dapat
e. Jelaskan jenis prosedur dan mengurangi ansietas klien
tindakan pengobatan

Post Operasi
No Dx. Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan a. Pertahankan pelaksanaan aktivitas
fisik berhubungan keperawatan diharapkan rekreasi terapeutik (radio, koran, a. Memfokuskan perhatian,
dengan kerusakan mobilitas fisik klien kunjungan teman/keluarga) sesuai meningkatakan rasa kontrol
rangka normal, dengan criteria keadaan klien. diri/harga diri, membantu
neuromuskuler, nyeri, hasil : b. Bantu latihan rentang gerak pasif menurunkan isolasi sosial.
terapi restriktif Klien dapat aktif pada ekstremitas yang sakit b. Meningkatkan sirkulasi darah
(imobilisasi) meningkatkan/mempertaha maupun yang sehat sesuai muskuloskeletal,
nkan mobilitas pada tingkat keadaan klien. mempertahankan tonus otot,
paling tinggi yang mungkin mempertahakan gerak sendi,
dapat mempertahankan mencegah kontraktur/atrofi dan
posisi fungsional, mencegah reabsorbsi kalsium
meningkatkan c. Berikan papan penyangga kaki, karena imobilisasi.
kekuatan/fungsi yang sakit gulungan trokanter/tangan sesuai c. Mempertahankan posisi

22
dan mengkompensasi indikasi. fungsional ekstremitas.
bagian tubuh, d. Bantu dan dorong perawatan diri
menunjukkan tekhnik yang (kebersihan/eliminasi) sesuai d. Meningkatkan kemandirian
memampukan melakukan keadaan klien. klien dalam perawatan diri
aktivitas. e. Ubah posisi secara periodik sesuai sesuai kondisi keterbatasan
keadaan klien. klien.
e. Menurunkan insiden
f. Dorong/pertahankan asupan komplikasi kulit dan
cairan 2000-3000 ml/hari. pernapasan (dekubitus,
atelektasis, penumonia)
g. Berikan diet TKTP. f. Mempertahankan hidrasi
adekuat, men-cegah komplikasi
urinarius dan konstipasi.
g. Kalori dan protein yang cukup
h. Kolaborasi pelaksanaan diperlukan untuk proses
fisioterapi sesuai indikasi. penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis
i. Evaluasi kemampuan mobilisasi tubuh.
klien dan program imobilisasi. h. Kerjasama dengan fisioterapis
perlu untuk menyusun program
aktivitas fisik secara individual.

23
i. Menilai perkembangan masalah
klien.
2. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan a. Rencanakan periode istirahat a. Mengurangi aktivitas yang
berhubungan dengan keperawatan diharapkan yang cukup. tidak diperlukan, dan energi
imobilisasi, pasien memiliki cukup terkumpul dapat digunakan
pemasangan gips energi untuk beraktivitas, untuk aktivitas seperlunya
dengan kriteria hasil : b. Berikan latihan aktivitas secara secar optimal.
- Klien menampakan bertahap. b. Tahapan-tahapan yang
kemampuan untuk diberikan membantu proses
memenuhi kebutuhan aktivitas secara perlahan
diri. dengan menghemat tenaga
- Pasien mengungkapkan c. Bantu pasien dalam memenuhi namun tujuan yang tepat,
mampu untuk melakukan kebutuhan sesuai kebutuhan. mobilisasi dini.
beberapa aktivitas tanpa c. Mengurangi pemakaian energi
dibantu. d. Setelah latihan dan aktivitas kaji sampai kekuatan pasien pulih
- Koordinasi otot, tulang respons pasien kembali.
dan anggota gerak lainya d. Menjaga kemungkinan adanya
baik respons abnormal dari tubuh
sebagai akibat dari latihan.
3. Nyeri akut Setelah diberikan tindakan i. Pertahankan imobilasasi bagian i. Mengurangi nyeri dan
berhubungan dengan keperawatan diharapkan yang sakit dengan tirah baring, mencegah malformasi.

24
spasme otot, gerakan klien mengatakan nyeri gips, bebat dan atau traksi
fragmen tulang, berkurang atau hilang, j. Tinggikan posisi ekstremitas j. Meningkatkan aliran balik
edema, cedera dengan kriteria hasil : yang terkena. vena, mengurangi edema/nyeri.
jaringan lunak c. Menunjukkan tindakan k. Lakukan dan awasi latihan gerak k. Mempertahankan kekuatan otot
santai, mampu pasif/aktif. dan meningkatkan sirkulasi
berpartisipasi dalam l. Lakukan tindakan untuk vaskuler.
beraktivitas, tidur, meningkatkan kenyamanan l. Meningkatkan sirkulasi umum,
istirahat dengan tepat, (masase, perubahan posisi) menurunakan area tekanan
d. Menunjukkan m. Ajarkan penggunaan teknik lokal dan kelelahan otot.
penggunaan manajemen nyeri (latihan napas m.Mengalihkan perhatian
keterampilan relaksasi dalam, imajinasi visual, aktivitas terhadap nyeri, meningkatkan
dan aktivitas trapeutik dipersional) kontrol terhadap nyeri yang
sesuai indikasi untuk n. Lakukan kompres dingin selama mungkin berlangsung lama.
situasi individual fase akut (24-48 jam pertama) n. Menurunkan edema dan
sesuai keperluan. mengurangi rasa nyeri.
o. Kolaborasi pemberian analgetik
sesuai indikasi. o. Menurunkan nyeri melalui
mekanisme penghambatan
rangsang nyeri baik secara
p. Evaluasi keluhan nyeri (skala, sentral maupun perifer.
petunjuk verbal dan non verval, p. Menilai perkembangan masalah

25
perubahan tanda-tanda vital) klien.

4. Resiko infeksi Setelah diberikan tindakan a. Lakukan perawatan pen steril dan a. Mencegah infeksi sekunderdan
berhubungan dengan keperawatan diharapkan perawatan luka sesuai protokol mempercepat penyembuhan
ketidakadekuatan klien mencapai b. Ajarkan klien untuk luka.
pertahanan primer penyembuhan luka sesuai mempertahankan sterilitas insersi b. Meminimalkan kontaminasi.
(kerusakan kulit, waktu, dengan KH : bebas pen.
taruma jaringan lunak, drainase purulen atau c. Kolaborasi pemberian antibiotika c. Antibiotika spektrum luas atau
prosedur invasif/traksi eritema dan demam dan toksoid tetanus sesuai spesifik dapat digunakan secara
tulang) indikasi. profilaksis, mencegah atau
mengatasi infeksi. Toksoid
tetanus untuk mencegah infeksi
tetanus.
d. Analisa hasil pemeriksaan d. Leukositosis biasanya terjadi
laboratorium (Hitung darah pada proses infeksi, anemia dan
lengkap, LED, Kultur dan peningkatan LED dapat terjadi
sensitivitas luka/serum/tulang) pada osteomielitis. Kultur
untuk mengidentifikasi
organisme penyebab infeksi.
e. Mengevaluasi perkembangan

26
e. Observasi tanda-tanda vital dan masalah klien.
tanda-tanda peradangan lokal
pada luka.
5. Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan e. Pertahankan tempat tidur yang a. Menurunkan risiko
kulit berhubungan keperawatan diharapkan nyaman dan aman (kering, bersih, kerusakan/abrasi kulit yang
dengan fraktur intregitas kulit pasien alat tenun kencang, bantalan lebih luas.
terbuka, pemasangan normal, dengan kriteria bawah siku, tumit).
traksi (pen, kawat, hasil : f. Masase kulit terutama daerah b. Meningkatkan sirkulasi perifer
sekrup) - Klien menyatakan penonjolan tulang dan area distal dan meningkatkan kelemasan
ketidaknyamanan hilang, bebat/gips. kulit dan otot terhadap tekanan
menunjukkan perilaku yang relatif konstan pada
tekhnik untuk mencegah g. Lindungi kulit dan gips pada imobilisasi.
kerusakan daerah perianal c. Mencegah gangguan integritas
kulit/memudahkan kulit dan jaringan akibat
penyembuhan sesuai h. Observasi keadaan kulit, kontaminasi fekal.
indikasi, mencapai penekanan gips/bebat terhadap d. Menilai perkembangan masalah
penyembuhan luka sesuai kulit, insersi pen/traksi klien.
waktu/penyembuhan lesi
terjadi.

27
6. Gangguan body image Setelah dilakukan tindakan a. Dorong klien untuk a. Ekspresi emosi membantu
berhubungan dengan keperawatan diharapkan mengekspresikan ketakutan, pasien mulai menerima
perubahan pada klien dapat menerima perasaan negative dan perubahan kenyataan dan realitas hidup.
anggota tubuh pasca situasi dengan realitas, bagian tubuh. b. Memberikan kesempata untuk
post operasi dengan kriteria hasil : b. Beri penguatan informasi pasca menanyakan dan mengasimilasi
- Mulai menunjukan operasi, harapan tibdakan operasi, informasi dan mulai menerima
adaptasi dan termasuk control nyeri dan perubahan gambaran diri dan
menyatakan rehabilitas. fungsi, yang dapat membantu
penerimaan pada situasi penyembuhan.
diri c. Dukungan yang cukup dari
- Mengenali dan menyatu orang terdekat dan teman dapat
dengan perubahan c. Kaji derajat dukungan yang ada membantu proses rehabilitasi.
dalam konsep diri yang d. Membantu mengartikan
akurat tanpa harga diri masalah sehubungan dengan
negative d. Diskusikan persepsi pasien pola hidup sebelumnya dan
- Membuat rencana nyata tentang diri dan hubungannya menbantu pemecahan masalah.
untuk adaptasi peran dengan perubahan dan bagaimana Sebagai contoh takut
baru/perubahan peran pasien melihat dirinya dalam kehilangan mandirian,
pola/peran fungsi yang biasa. kemampuan bekerja dan
sebagainnya.

28
e. Meningkatkan kemandirian dan
meningkatkan perasaan harga
e. Dorong partisipasi dalam aktivitas diri.
sehari-hari. f. Meningkatkan pernyataan
f. Berikan lingkungan yang terbuka keyakinan/nilai tentang subjek
pada pasien untuk mendiskusikan positif dan mengidentifikasi
masalah. kesalahan konsep/mitos yang
dapat mempengaruhi penilaian
situasi.
Kolaborasi g. Untuk membantu adaptasi
g. Diskusikan tersedianya berbagai lanjut yang optimal dan
sumber, contoh konseling rehabilitasi.
psikiatri.

29
4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi

5. Evaluasi
Pre operasi:
Dx 1 :
Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan
Dx 2 :
Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku
tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan
penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai
waktu/penyembuhan lesi terjadi.
Dx 3 :
Klien dapat menerima situasi dengan realitas
Dx 4 :
Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
Dx 5 :
Kebutuhan volume cairan pasien yang adekuat.
Dx 6 :
Cemas pasien berkurang.
Post Operasi:
Dx 1 :
Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional
Dx 2 :
Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas
Dx 3 :
Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
Dx 4 :
Tidak terjadi infeksi

30
Dx 5 :
Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku
tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan
sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai
waktu/penyembuhan lesi terjadi.
Dx 6 :
Mulai menunjukan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi
diri

31
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antara fragmen
tulang. Setelah terjadinya fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap
rigid seperti normalnya. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
Biasanya pasien mengeluhkan cedera pada daerah tersebut.

B. SARAN
Sebagai seorang perawat harus berhati-hati dalam menangani asuhan
keperawatan pada klien fraktur, agar menjauhi resiko terjadinya komplikasi
pada klien.

32
DAFTAR PUSTAKA

Mutaqqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletaljilid 2. Jakarta: EGC
Nuratif,Amin Huda & Hardhi Kusuma.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta:
Mediaction
Doengoes E.Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

33

Vous aimerez peut-être aussi