Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
berusia >35 tahun . definisi preeklampsia menurut para ahli akan dijabarkan
sebagai berikut.
1. Preeklampsia ringan
Ibu yang mengalami preeclampsia ringan memiliki tekanan darah ≥140/90
mmHg, tetapi <160/110 mmHg. Kadar proteinuria yang terjadi ≥300
mg/24 jam atau ≥+1 menggunakan pemeriksaan dipstick.
2. Preeclampsia berat
Jika tekanan darah sistolik ibu dalam keadaan istirahat ≥160 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≥110 mmHg. Kadar proteinuria ≥5 g/24 jam atau
≥+2 menggunakan pemeriksaan dipstick, terjadi oliguria <500 ml/24 jam
edema paru dan sianosis
3. Preeklampsia yang akan datang
Terjadi jika ibu mengeluh nyeri epigastrium, nyeri kepala frontal,
skotoma, dan pandangan kabur akibat gangguan pada susunan saraf pusat,
gangguan fungsi hati yang ditandai dengan peningkatkan alanine atau
aspartate amino transferase, terdapat tanda hemolisisis dan mikro
angiopati, trombositopenia dengan kadar trombosit <100.000/mm3 dan
terjadinya komplikasi sindrom HELLIP (hemolysis,elevated liver
enzymes,low platelet count).
4. Eklampsia
Eklampsia terjadi jika ibu yang menderita preeclampsia berat mengalami
kejang klonik dan tonik yang dapat disertai koma.
ETIOLOGI
1. Hipertensi.
3. Proteinuria
Etiologi preeklampsia hingga kini belum diketahui dengan pasti oleh sebab itu,
patofisiologi preeklampsia tidak lebih dari mengumpulkan" berbagai temuan fakta
yang ada. Meskipun demikian, pengetahuan tentang berbagai fakta ini merupakan
kunci utama keberhasilan penanganan preeklampsia. Preeklampsia dan eklampsia
sering disebut sebagai "penyakit dari berbagai teori" dalam kebidanan.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya dua dari empat gejala
preeklampsia, yaitu kenaikan berat badan yang berlebihan;edema; proteinuria
yang signifikan; dan tekanan darah yang lebih besar atau sama dengan 140/90
mmHg atau peningkatan tekanan darah sistolik 30 mmHg dan tekanan darah
diastolik >15 mmHg atau peningkatan mean arterial pressure (MAP) 20 mmHg.
3. Pemeriksaan trombosit.
4. Pemeriksaan kreatinin serum, asam urat, dan nitrogen urea darah (blood
urea nitrogen, BUN).
Peningkatan hasil pemeriksaan kreatinin serum, asam urat, dan BUN
mengindikasikan tingkat keparahan hipovolemia; penurunan alian darah ke
ginjal, oliguria, dan preeklampsia berat.
5. Pemeriksaan transaminase serum
Peningkatan kadar transaminase serum mengindikasikan preeklampsia
berat yang disertai gangguan fungsi hati.
6. Lactate dehydrogenase (LDH)
Pemeriksaan ini menunjukkan adanya hemolisis.
7. Pemeriksaan albumin serum dan faktor koagulasi
Pemeriksaan albumin serum dan faktor koagulasi menunjukkan adanya
kebocoran endotel dan kkemungkinankoagulopati
PENCEGAHAN
PENCEGAHAN PRIMER
Dekker dan Van Geijin (1996) melakukan tinjauan mengenai pencegahan primer
preeklampsia dalam dekade mendatang yan dikaitkan dengan tiga hipotesis utama
etiologi preeklampsia, yaitu:
PENCEGAHAN SEKUNDER
Penanda biokimia dan biofisika yang secara logis terlibat dalam patologi
dan patofisiologi hipertensi pada kehamilan diharapkan dapat digunakan untuk
memperkirakan terjadinya preeklampsia pada kehamilan tahap lanjut. Para
peneliti berusaha mengidentifikasi penanda awal gangguan plasenta, penurunan
fungsi plasenta, disfungsi endotel, dan aktívasi koagulasi. Hampir semua upaya
tersebut menghasilkan strategi pemeriksaan yang memiliki sensitivita rendah
dalam mengidentifikasi preeklampsia. Friedman dan Lindheimer (1999)
menyatakan bahwa saat ini belum ada uji yang tepercaya, reliabel, dan
ekonomis.
Tanda dan gejala preeklampsia secara umum tampak jelas pada stadium
lanjut kehamilan, biasanya pada trimester III. Walaupun demikian, abnormalitas
biasanya terjadi akibat interaksi abnormal antara ibu dan trofoblas endovaskular
yang muncul lebih dini pada kehamilan. Oleh sebab itu, usulan untuk
menemukan indikator preklampsia yang lebih dini untuk memprediksi
perkembangan lanjutan penyakit, khususnya dalam dua dekade terakhir,
merupakan hal yang masuk akal. Berbagai metode deteksi dini preeklampsia saat
ini tersedia atau dapat dilakukan di rumah sakit negara maju. Berikut ini akan
dibahas lebih lanjut mengenai deteksi dini preeklampsia.
1. Penilaian klinis.
a. Pemberian infusi angiotensin II. Deteksi dini preeklampsia dapat
dilakukan dengan uji infusi angiotensin II. Pada uji ini infusi
angiotensin II diberikan secara bertahap hingga terjadi
peningkatan tekanan darah diastolik sebesar 20 mmHg. Ibu yang
memerlukan angiotensin II dalam jumlah kurang dari 8 ng/kg/mnt
memiliki nilai prediksi positif mengalami preeklampsia sebesar 20
40% (Friedman dan Lindheimer, 1999). Kendati uji ini memberi
hasil yang cukup baik dibandingkan dengan deteksi preeklampsia
lainnya, uji infusi angiotensin II sulit dilakukan sehingga tidak
diterapkan secara klinis.
b. Uji berguling. Gant et al. (1974) membuktikan adanya respons
hipertensi yang dipicu oleh posisi telentang setelah berbaring
miring pada sebagian ibu hamil. Sebagian besar ibu nulipara pada
usia gestasi 28 hingga 32 minggu yang menunjukkan peningkatan
tekanan darah diastolik minimal 20 mmHg ketika berguling
dilakukan berisiko mengalami preeklampsia. Sebaliknya, sebagian
besar ibu hamil yang tidak mengalami peningkatan tekanan darah
setelah menjalani uji berguling akan tetap memiliki tekanan darah
yang normal. Ibu hamil yang menunjukkan hasil positif pada uji
berguling juga akan menunjukkan hasil yang sama saat menjalani
uji pemberian infusi angiotensin II. Hipotesis menyatakan bahwa
hasil uji positif merupakan manifestasi peningkatan sensitivitas
vaskular ibu yang akan mengalami hipertensi pada tahap
kehamilan lanjut. Nilai prediksi positif berdasarkan preeklampsia
sebagai titik akhir, dan bukan hipertensi gestasional, adalah 33%.
Nilai tersebut serupa dengan hasil positif pada uji infusi
angiotensin II
c. Tekanan darah. Hipertensi adalah manifestasi klinis kelainan
hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan yang paling umum dan
potensial menimbulkan bahaya. Peningkatan tekanan darah
terjadi akibat peningkatan resistansi perifer sistemik dan
merupakan ciri preeklampsia yang cukup dini. Pemeriksaan
tekanan darah atau pengukuran MAP pada trimester II kehamilan
tidak dapat digunakan untuk mendeteksi preeklampsia secara
dini. Peningkatan tekanan darah diastolik atau MAP pada
trimester II kehamilan dapat tidak memiliki makna apapun.
Kondisi ini merupakan hipertensi sesaat dan bukan preeklampsia
atau eklampsia yang sebenarnya. Evaluasi perubahan peningkatan
tekanan darah merupakan metode yang tidak berguna dalam
skrining preeklampsia dan eklampsia yang akan datang pada ibu
hamil yang menjalani rawat jalan.
d. Edema dan kenaikan berat badan yang berlebihan. Salah satu
tanda yang tampak pada kelainan hipertensi yang diinduksi oleh
kehamilan adalah edema. Akan tetapi, edema bukan tanda pasti
preeklampsia. Edema sedang dapat ditemukan pada 60-80% ibu
hamil yang memiliki tekanan darah normal. Selain itu, edema
pedis yang meluas ke tibia bagian bawah merupakan kondisi yang
lazim ditemukan pada ibu hamil normal.
Edema terjadi pada 85% ibu yang mengalami kelainan
hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan. Tanda diagnostik
kelainan hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan biasanya
muncul mendahului gejala. Edema dan kenaikan berat badan yang
berlebihan merupakan tanda klasik preeklampsia, tetapi bukan hal
yang sangat diperlukan dalam menegakkan diagnosis kelainan
hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan. Selain itu, hanya
kenaikan berat badan yang berlebihan tidak mengindikasikan
prognosis yang buruk terhadap hasil perinatal.
2. Penanda biokimia. Hal yang harus diingat dan diperhatikan adalah
sebagian besar ibu yang mengalami kelainan hipertensi yang diinduksi
oleh kehamilan tidak menunjukkan gejala apa pun sebelumnya. Kondisi
ini menunjukkan pentingnya kunjungan antenatal yang sering pada
kehamilan lanjut. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk
memprediksi, mendiagnosis, dan memantau perkembangan
preeklampsia. Diagnosis preeklampsia sering ditegakkan berdasarkan
hasil pemeriksaan laboratorium.
a. Asam urat. Preeklampsia hiperurisemia dapat terjadi akibat
penurunan bersihan asam urat oleh ginjal. Pada preeklampsia,
bersihan asam urat mengalami penurunan secara porsional
dibandingkan dengan bersihan kreatinin dan urea. Penjelasan
patofisiologi penurunan bersihan asam urat yang spesifik
didasarkan pada pola bifasik keterlibatan ginjal dalam
preeklampsia.
Kerusakan fisiologi tubular, salah satu ciri awal keterlibatan
ginjal dalam preeklampsia, menyebabkan berkurangnya bersihan
ginjal terhadap asam urat. Kondisi ini mengakibatkan peningkatan
kadar asam urat plasma. Selanjutnya, dalam perkembangan
preeklampsia, kerusakan fungsi glomerular bersama dengan
bersihan urea dan kreatinin terjadi saat proteinuria muncul.
Preeklampsia hiperurisemia sedikit banyak berkaitan
dengan penurunan volume plasma dan aktivitas plasma renin.
Preeklampsia hiperurisemia kemungkinan terjadi akibat kombinasi
antara vasokonstriksi intrarenal (peritubular) dan hipovolemia.
Peningkatan kadar asam urat berkaitan dengan lesi preeklampsia
yang berat pada biopsi ginjal, derajat patologi uteroplasenta
vaskular, dan keadaan janin yang buruk.
Hiperurisemia dilaporkan menjadi prediktor yang lebih
baik terkait hasil perinatal yang buruk dibandingkan dengan
tekanan darah. Pada kebanyakan ibu, peningkatan kadar asam
urat terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan darah dan
terjadi sebelum perkembangan stadium proteinuria dari
preeklampsia. Kadar asam urat digunakan untuk mendeteksi
preeklampsia secara dini, tetapi tidak untuk hipertensi itu sendiri.
Pengukuran serial kadar asam urat yang dimulai pada
trimester I kehamilan pada ibu yang berisiko tinggi mengalami
preeklampsia, seperti ibu yang mengalami hipertensi kronis,
berguna tuk menegakkan diagnosis preeklampsia secara dini,
mengidentifikasi ibu yang mengalami hipertensi dan berisiko
tinggi mengalami hasil perinatal yang buruk. Selain itu, asam urat
dapat digunakan sebagai indikator untuk memperkirakan tingkat
keparahan penyakit dalam menyebabkan terjadinya preeklampsia.
Weerasekera dan Peiris (2003) menyatakan bahwa asam urat
serum tidak berbeda secara bermakna sebelum hipertensi terjadi.
Kadar asam urat tidak bermanfaat dalam membedakan antara
hipertensi gestasional preeklampsia.
b. Proteinuria. Proteinuria merupakan salah satu tanda klasik
preeklampsia yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis
Sindrom HELLP dan eklampsia, yang didahului dengan kejang,
dapat terjadi tanpa proteinuria. Proteinuria merupakan ekspresi
dari disfungsi glomerular dan biasanya terjadi bersamaan dengan
penurunan bersihan kreatinin. Hipertensi dan proteinuria
berkaitan dengan peningkatan risiko kematian perinatal jika
dibandingkan dengan kehamilan normotensi dan hipertensi tanpa
proteinuria.Pemeriksaan dipstick urine pada populasi risiko
rendah, yaitu ibu hamil yang memiliki tekanan darah normal, yang
mengalami kenaikan berat badan merupakan pemeriksaan yang
tidak efektif karena proteinuria merupakan ciri lanjut dari
preeklampsia.
Pemeriksaan mikroalbuminuria dengan tujuan
memprediksi preeklampsia telah dicoba. Secara keseluruhan,
pemeriksaan ini tidak dapat digunakan untuk mendeteksi
proteinuria guna menegakkan diagnosis dini preeklampsia. Tanda
lain, seperti peningkatan tekanan darah, penurunan jumlah
trombosit, dan peningkatan kadar asam urat plasma, tampaknya
mendahului terjadinya mikroalbuminuria yang dapat dideteksi.
c. Ekskresi kalsium urine. Hipokalsiuria terjadi pada kebanyakan ibu
hamil yang mengalami preeklampsia stadium lanjut.Preeklampsia
hipokalsiuia,sperti halnya penurunan bersihan asam urat,
merupakan ekspresi dari disfungsi tubular. Sanchez Ramos et al.
(1991) melakukan penelitian terhadap kalsium urine sebagai
penanda dini preeklampsia pada 103 ibu nulipara. Pada usia
gestasi 10-24 minggu, ibu yang mengalami preeklampsia
mengekskresikan kalsium urine sedikit secara signifikan daripada
ibu yang memiliki darah normal. Penurunan ini terus terjadi
selama kehamilan. Perbedan insiden precklampsia antara ibu
hamil yang miliki nilai ekskresi kalsium pada atau di bawah nilai
ambang 195 mg/24 jam dan ibu yang memiliki nilai ekskresi
kalsium yang bermakna adalah 87%.
Fungsi tubular mengalami kerusakan pada stadium
preeklampsia yang lebih dini daripada fungsi glomerular. Oleh
sebab itu, rasio kalsium urine dan kreatinin urine (Uca /Ucr)
digunakan untuk mendeteksi preeklampsia secara dini. Rodri-guez
et al. (1988) menghitung nilai rasio Uca/Ucr antara usia gestasi
24-34 minggu. Rasio Uca/Ucr 0,04 atau lebih rendah dilaporkan
memiliki sensitivitas 70%, kekhususan 95%, nilai duga positif 64%,
dan nilai duga negatif 96% dengan 11,4% insiden preeklampsia.
Hutchesson et al. (1990) dan beberapa peneliti lainnya
tidak mampu menunjukkan penurunan ekskresi kalsium urine
pada ibu preeklampsia yang terjadi sebelum awitan hipertensi dan
keterlibatan ginjal. Masse et al. (1993) juga tidak menemukan
perbedaan ekskresi kalsium urine antara ibu yang mengalami
preeklampsia dan ibu yang memiliki tekanan darah normal.Secara
keseluruhan, pengukuran ekskresi kalsium urine tidak bermakna
dalam mendeteksi atau memprediksi preeklampsia secara dini.
d. Human chorionic gonadotropin (hCG). Beberapa penelitian
menemukan peningkatan kadar β-hCG pada kelainan hipertensi
yang diinduksi oleh kehamilan. Hal ini mendukung asumsi bahwa
penentuan kadar β-hCG dapat bermakna dalam deteksi
preeklampsia. Hasil dari penelitian besar dipublikasikan Muller et
al. (1989) Sebuah program skrining prospektif trisomi 21 hCG
mengambil data dari 5.776 ibu untuk menilai hubungan antara
kadar hCG dan hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan (n = 234),
preeklampsia (n =34), neonatus kecil masa kehamilan (KMK) (n
236).
Kadar hCG, dengan median multipel, lebih tinggi pada tiga
populasi yang mengalami kelainan patologis. Perbedaan ini secara
statistik bermakna pada populasi neonatus KMK dan
preeklampsia, tetapi tidak pada hipertensi yang diinduksi oleh
kehamilan. Penulis tidak menyediakan data untuk menghitung
nilai duga positif, tetapi data mereka menunjukkan bahwa dengan
nilai cut-off hCG 2 median multipel, 10% populasi
dipertimbangkan berisiko mengalami preeklampsia dan 30% kasus
preeklampsia teridentifikasi. Dengan nilai cut-off hCG1 median
multipel, 50% populasi dipertimbangkan berisiko mengalami
preeklampsia dan 100% kasus preeklampsia akan teridentifikasi.
Sebagian besar penelitian secara umum menemukan bias
yang besar dan cenderung tumpang-tindih antara kadar β-hCG
pada ibu yang memiliki tekanan darah normal dan ibu yang
mengalami hipertensi. Dengan demikian, nilai klinis pengukuran
β-hCG untuk memprediksi atau memantau kelainan hipertensi
yang diinduksi oleh kehamilan tampaknya sangat terbatas.
3. Penanda hematologi.
a. Antigen terkait faktor VII/faktor VIIle. Rasio antigen terkait faktor
VIII dan faktor VIIc (VIIIrag/fVIIc) pada individu yang sehat
adalah 1,0. Peningkatan pembilang pada rasio ini, yaitu fVIIIrag,
berkaitan dengan pelepasan endotelial terhadap antigen ini.
Beberapa penulis telah menunjukkan dini rasio VIrag/FVIe pada
kondisi hipertensi induksi oleh kehamilan dan hubungan positif
antara peningkatan rasio dan tingkat penyakit, derajat
hiperurisrmia infark plasenta, hasil perinatal yang buruk, serta
hubungan negatif yang kuat antara rasio ini dan masa
hidup.Peningkatan rasio, seiring dengan peningkatan fVIII.mudah
dicatat dalam preeklampsia yang berkaitan dengan hambatan
pertumbuhan janin. Pelepasan endotelial terhadan fVIIIrag tidak
meningkat pada kondisi hipertensi kronis.
Pengukuran rasio fVIIIrag/fVIllc merupakan indikator yang
berguna dan lebih sensitif untuk mendeteksi tingkat dan derajat
kerusakan sel endotelial serta perluasan insufisiens plasenta pada
kelainan hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan. Rasio tersebut
berkaitan dengan hambatan pertumbuhan janin dan morbiditas
serta mortalitas perinatal. Pada akhimya peningkatan fVIIIrag
seiring dengan peningkatan kadar asam urat meningkatan
tekanan darah.
b. Fibronektin. Fibronektin adalah glikoprotein permukaan sel yang
utama. Fibronektin yang larut dalam plasma, terutama disintesis
oleh sel endotelial dan hepatosit. Ibu hamil yang memiliki tekanan
darah normal memiliki kadar fibronektin plasma yang sama atau
hanya mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan ibu
yang tidak hamil. Peningkatan fibronektin plasma bukan
merupakan konsekuensi yang sederhana dari hipertensi karena
ibu hamil yang mengalami hipertensi kronis memiliki kadar
fibronektin yang normal.
Sebagian besar studi secara konsisten menunjukkan
peningkatan sekitar dua hingga tiga lekukan pada kadar
fibronektin plasma, yang menyebabkan preeklampsia. Sumber
peningkatan kadar fibronektin hingga kini tidak diketahui dengan
pasti. Peningkatan kadar fibronektin dapat terjadi akibat
kerusakan sel endotelial, aktivasi dalam sirkulasi uteroplastenta
atau sistematik, atau keduanya atau peningkatan produksi
hepatosit.
Ballegeee et al. (1989) melakukan perbandingan antara
kadar fibronektin plasma, plasminogen activator inhibitor (PAI-1),
fVIiirag dan kadar asam urat. Mereka menyimpulkan bahwa
fibronektin adalah prediktor preeklampsia yang terbaik. Evaluasi
peningkatan kadae fibronektin pada deteksi dini preeklampsia di
usia gestasi 25-32 minggu menemukan tingkat sensitivitas 96%
dan kekhususan 94%.
Ballegeer menyatakan bahwa peningkatan fibronektin
plasma mendahului peningkatan tekanan darah pada usia gestasi
rata-rata 4-6 minggu. Sebelumnya, peningkatan fibronektin
diketahui mendahului peningkatan tekanan darah sekitar
4 minggu pada ibu yang mengalami hipertensi gestasional dan
sekitar 12 minggu apda ibu yang memiliki riwayat preeclampsia.
Pengukuran kadar fibronektin dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik iminokimia yang tersedia di sebagian besar
rumah sakit dan dapat menolong dalam deteksi dini preeklampsia,
khususnya preeklamspia tipe berar dengan awitan dini.
c. Hitung trombosit. Masa hidup trombosit lebih singkat secara
signifikan pada kelainan hipertensi yang diinduksikan oleh
kehamilan, khususnya ketika terjadi komplikasi hambatan
pertumbuhan janin, dibandingkan dengan kehamilan tanpa
komplikasi. Pada ibu yang mengalami preeklampsia, penurunan
nilai hitung trombosit terjadi kurang lebih bersamaan dengan
peningkatan kadar asam. Urat dannkeduanya mendahului insiden
proteinuria sekitar 3 minggu. Standar deviasi jumlah sirkulasi
trombosit ibu hamil yang memiliki tekanan darah normal dan ibu
hamil yang mrngalami hipertensi menghalangi penggunaan hitung
trimblsit sebagai metode yang efektif untuk deteksi dini
preeklampsia pada ibu nulipara berisiko rendah.
d. Kadar hemoglobin, hematokrit, dan mean corpuscular volume.
Peningkatan kadar hemoglobin dan hematokrit (Hb/Ht) yang
abnormal merupakan predikator kadae estriol atau human
placental lactogen (hPL) rendah yang abnormal. Kadar Hb/Ht ibu
yang tinggi berkaitan dengan berat badan lahir rendah dan berat
plasenta rendah, peningkatan insiden prematuritas,mortalitas
perinatal, peningkatan resistensi vaskular perifer dan bentuk
hipertensi maternal.
Pengukuran serial Hb/Ht sangat berguna dalam memantau
kehamilan yang berisiko tinggi mengalami insufisiensi
uteroplasenta. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna dalam
memantau bentuk penyakit yang menyebabkan kelainan
hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan atau komplikasi
kehamilan akibat hambatan pertumbuhan janin, atau
keduanya.Peningkatan kadar penanda hemoglobin pada trimester
II mendahului insiden kelainan hipertensi yang dinduksi oleh
kehamilan dan berguna sebagai prediktor dalam deteksi dini
preeklampsia.
4. Penilaian ultrasonografi Doppler pada sirkulasi uteroplasenta. Perubahan
fisiologi pembuluh darah uteroplasenta merupakan dasar patofisiologi
penggunaan pemeriksaan aliran Doppler pada deteksi dini precklampsia.
Peningkatan resistansi gelombang velositas aliran darah uteroplasenta
berkaitan dengan hasil pemeriksaan patologi bantalan plasenta dan
plasenta. Perubahan vaskular patologis ini terdapat dalam proporsi yang
bermakna pada ibu hamil yang memiliki tekanan darah normal dengan
komplikasi hambatan pertumbuhan janin.
PENCEGAHAN TERSIER
OBAT ANTIHIPERTENSI
Efek obat anti hipertensi dinilai dengan mempelajari efeknyapada ibu
preeklampsia yang berkembang dari ringan hingga berat pada ibu Yang memilimi
kondisi hipertensi ringan atau sedang. Pendekatan ini didasarkan pads kenyataan
bahwa pengobatan dini hipertensi dapat mencegah munculnya manifestasi
preeklampsia lainnya. Walaupun demikian, ciri preeklampsia pada plasenta,
ginjal, hati dan homeostatis tampaknya tidak menjadi konsekuensi langsung dari
peningkatan tekanan darah. Meskipun pemberian obat antihipertensi pads ibu
Yang mengalami hipertensi ringan hingga sedang men grant in in so den
hipertensi berat, obat in I tidal memiliki efek Yang menguntungkan terhadap
inside preeklampsia atau kematian perinatal.