Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
A. Latar Belakang
Menurut paradigma sehat, diharapkan orang tetap sehat dan lebih sehat, sedangkan yang
berpenyakit lekas dapat di sembuhkan agar sehat. Untuk segera dapat disembuhkan, perlu di
tentukan penyakitnya dan pengobatan yang tepat, serta prognosis atau ramalan yaitu ringan,
berat, atau fatal.
Dalam menentukan diagnosis suatu penyakit, diperlukan beberapa uji laboratorim yaitu
pemeriksaan spesimen yang diambil dari pasien. Pemeriksaan laboratorium adalah suatu
tindakan dan prosedur pemeriksaan khusus dengan mengambil bahan atau sampel dari
penderita. Sampel yang diambil dapat berupa darah, urin, feses, dahak, sekret vagina, dan
sebagainya untuk menentukan diagnosa disertai dengan uji lainnya sebagai penunjang.
Sekumpulan pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan tujuan tertentu misalnya untuk
mendeteksi penyakit, menentukan risiko, memantau perkembangan penyakit, memantau
perkembangan pengobatan, dan lain-lain. Mengetahui ada tidaknya kelainan atau penyakit
yang banyak di jumpai dan potensial membahayakan.
Tes atau pemeriksaan dapat secara kimia klinik, hematologi, imunologi, serologi,
mikrobiologi klinik, dan parasitologi klinik. Metode pemeriksaan terus berkembang dari
kualitatif, semi kuantitatif, dan dilaksanakan dengan cara manual, semiotomatik, otomatik,
sampai robotik. Hal ini berarti peralatan pun berkembang dari yang sederhana sampai yang
canggih dan mahal hingga biaya tes pun dapat meningkat.
Dalam menunjang diagnosa suatu penyakit adalah dengan pemeriksaan laboratorium yang
baik. Salah satu pemeriksan laboratorium yang sering digunakan dalam pemeriksaan darah
adalah pemeriksaan hemoglobin. Pengumpulan atau pengambilan sampel darah yang baik
merupakan langkah awal dalam menjamin ketelitian dan kepercayaan terhadap hasil
pemeriksaan laboratorium. Spesimen darah untuk pemeriksaan hematologi (pemeriksaan
hemoglobin) dapat diperoleh dari darah vena ataupun darah kapiler.
Hal lainnya juga pada urine, kita selalu menemui dan melakukan pembuangan urine atau
metabolisme tubuh melalui urine yang biasa kita sebut buang air kecil (BAK). Buang air
kecil merupakan suatu hal yang normal namun kenormalan tersebut dapat menjadi tidak
normal apabila urine yang kita keluarkan tidak seperti biasanya.
Mengalami perubahan warna atau merasakan nyeri saat melakukan proses buang air kecil.
Jika hal itu terjadi maka yang perlu kita lakukan adalah dengan cara melakukan pemeriksaan.
Pemeriksaan urine merupakan pemeriksaan yang menggunakan bahan atau spesimen urine.
Pemeriksaan pada urine dapat menentukan penyakit apa yang sedang diderita oleh seseorang.
Selain itu, pemeriksaan feses adalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang telah lama
dikenal untuk membantu klinisi menegakkan diagnosis suatu penyakit. Meskipun saat ini
telah berkembang berbagai pemeriksaan laboratorium yang modern, dalam beberapa kasus
pemeriksaan feses masih diperlukan dan tidak dapat digantikan oleh pemeriksaan lain.
Pengetahuan mengenai berbagai macam penyakit yang memerlukan pemeriksaan feses, cara
pengumpulan sampel yang benar serta pemeriksan dan interpretasi yang benar akan
menentukan ketepatan diagnosis yang dilakukan oleh klinisi.
Salah satu pemeriksaan di laboratorium mikrobiologi adalah pemeriksaan sputum.
Pemeriksaan sputum diperlukan juga jika diduga terdapat penyakit paru-paru. Membran
mukosa saluran pernafasan berespons terhadap inflamasi dengan meningkatkan keluaran
sekresi yang sering mengandung mikroorganisme penyebab penyakit. Sputum berbeda
dengan sputum yang bercampur dengan air liur. Cairan sputum lebih kental dan tidak terdapat
gelembung busa di atasnya, sedangkan cairan sputum yang bercampur air liur encer dan
terdapat gelembung busa di atasnya. Sputum diambil dari saluran nafas bagian bawah
sedangkan sputum yang bercampur air liur diambil dari tenggorokan.
Ada beberapa penyakit saluran penapasan yang mulai banyak menyerang masyarakat
indonesia. Seperti tuberkulosis pulmonal, bakteri pneumonia, bronkitis kronis, dan
sebagainya. Oleh karena itu, perlu dilakukan tes terhadap spesimen guna menentukan
penyakit-penyakit tersebut yaitu dengan menggunakan dahak atau sputum.
Oleh karena itu, bagi masyarakat yang berprofesi dalam bidang kesehatan, misalnya Dokter,
Perawat, Bidan dan tenaga kesehatan lainnya harus mengetahui dan memahami cara
pengambilan spesimen.
B. Tujuan
1. Agar mahasiswa mampu melakukan pengambilan spesimen darah arteri dan vena
2. Agar mahasiswa mampu melakukan pengambilan spesimen urin
3. Agar mahasiswa mampu melakukan pengambilan spesimen feses
4. Agar mahasiswa mampu melakukan pengambilan spesimen sputum
C. Manfaat
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan klien atau pasien secara umum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Tujuan
1. Untuk mendapatkan sampel darah vena yang baik dan memenuhi syarat untuk dilakukan
pemeriksaan.
2. Untuk menurunkan resiko kontaminasi dengan darah (infeksi, needle stick injury) akibat
vena punctie bagi petugas maupun penderita.
3. Untuk petunjuk bagi setiap petugas yang melakukan pengambilan darah (phlebotomy).
3. Indikasi
Semua klien yang membutuhkan pemeriksaan spesimen darah
4. Kontraindikasi
1. Pengambilan darah vena pada sebelah tangan yang mengalami gangguan sirkulasi darah
pada klien dengan mastektomi (operasi pengangkatan payudara)
2. Daerah edema
3. Hematome
4. Daerah dimana darah sedang ditransfusikan
5. Daerah bekas luka atau terdapat tanda tanda infeksi , infiltrasi, atau thrombosis pada
tempat penusukan.
6. Daerah bekas cangkokan vascular (avsan) pada penderita gangguan ginjal
7. Daerah intra-vena lines. Pengambilan darah pada daerah ini dapat menyebabkan darah
menjadi lebih encer dan dapat meningkatkan atau menurunkan kadar zat tertentu.
8. Lengan yang mengalami gangguan atau kelumpuhan (kelumpuhan otot dan saraf)
9. Lengan dengan gangguan sirkulasi ataupun neurologi
Prosedur pelaksanaan:
1. Jaga privasi klien
2. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
3. Beri klien posisi fowler di tempat tidur atau posisi duduk di kursi
4. Cuci tangan
5. Pakai sarung tangan bersih
6. Pasang pengalas di bawah tangan klien
7. Pilih lokasi yang akan dilakukan pengambilan (biasanya di fossa antecubital)
8. Pasang tourniquet 5-10 cm di atas vena yang dipilih
9. Bersihkan lokasi penusukan dengan kapas alkohol dengan arah sirkuler dari dalam ke
luar (± 5 cm). biarkan kulit mongering
10. Tempatkan jari telunjuk tangan non domianant di bawah lokasi penusukan (± 2,5 cm)
dan tarik kulit secara perlahan.
11. Masukkan jarum suntik dengan arah 15-30 derajat dengan perlahan
12. Lakukan aspirasi sampai jumlah darah mencukupi
13. Lepaskan tourniquet
14. Cabut jarum suntik dan tutup lokasi penyuntikan dengan kapas alkohol
15. Pasang plester di lokasi penyuntikan
16. Lepaskan jarum suntik dari syingernya
17. Masukkan darah ke dalam wadah spesimen
18. Berikan label pada wadah spesimen ( nama klien, tanggal, jenis pemeriksaan, nama
ruangan)
19. Masukkan wadah spesimen kedalam palstik spesimen
20. Rapikan alat dank klien
21. Lepaskan sarung tangan
22. Cuci tangan
23. Dokumentasi tindakan
24. Antarkan wadah spesimen ke laboratarium beserta form permintaan pemeriksaan
laboratarium
Keuntungan menggunakan metode pengambilan ini adalah tidak perlu membagi-bagi sampel
darah ke dalam beberapa tabung. Cukup sekali penusukan, dapat digunakan untuk beberapa
tabung secara bergantian sesuai dengan jenis tes yang diperlukan. Untuk keperluan tes biakan
kuman, cara ini juga lebih bagus karena darah pasien langsung dapat mengalir masuk ke
dalam tabung yang berisi media biakan kuman. Jadi, kemungkinan kontaminasi selama
pemindahan sampel pada pengambilan dengan cara manual dapat dihindari.
Kekurangannya sulitnya pengambilan pada orang tua, anak kecil, bayi, atau jika vena tidak
bisa diandalkan (kecil, rapuh), atau jika pasien gemuk. Untuk mengatasi hal ini mungkin bisa
digunakan jarum bersayap (winged needle). Jarum bersayap atau sering juga dinamakan
jarum “kupu-kupu” hampir sama dengan jarum vakutainer seperti yang disebutkan di atas.
Perbedaannya adalah antara jarum anterior dan posterior terdapat dua buah sayap plastik pada
pangkal jarum anterior dan selang yang menghubungkan jarum anterior dan posterior. Jika
penusukan tepat mengenai vena, darah akan kelihatan masuk pada selang (flash).
Prosedur pelaksanaan:
1. Jaga privasi klien
2. Cuci tangan
3. Pakai sarung tangan bersih
4. Pasang jarum pada holder, pastikan terpasang erat.
5. Minta pasien meluruskan lengannya, pilih lengan yang banyak melakukan aktifitas.
6. Minta pasien mengepalkan tangan.
7. Pasang tali pembendung (turniket) kira-kira 10 cm di atas lipat siku.
8. Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. Lakukan perabaan (palpasi) untuk
memastikan posisi vena; vena teraba seperti sebuah pipa kecil, elastis dan memiliki dinding
tebal. Jika vena tidak teraba, lakukan pengurutan dari arah pergelangan ke siku, atau kompres
hangat selama 5 menit daerah lengan.
9. Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alkohol 70% dan biarkan
kering. Kulit yang sudah dibersihkan jangan dipegang lagi.
10. Dengan hati-hati buka tutup jarum, masukkan ke dalam holder dan sekrupkan
11. Angkat pelindung jarum dan buka tutup jarun
12. Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas. Masukkan tabung
ke dalam holder dan dorong sehingga jarum bagian posterior tertancap pada tabung, maka
darah akan mengalir masuk ke dalam tabung. Tunggu sampai darah berhenti mengalir. Jika
memerlukan beberapa tabung, setelah tabung pertama terisi, cabut dan ganti dengan tabung
kedua, begitu seterusnya.
13. Lepas turniket dan minta pasien membuka kepalan tangannya. Volume darah yang
diambil kira-kira 3 kali jumlah serum atau plasma yang diperlukan untuk pemeriksaan.
14. Letakkan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan/tarik jarum. Tekan kapas
beberapa saat, lalu plester selama kira-kira 15 menit. Jangan menarik jarum sebelum turniket
dibuka.
15. Lipat pelindung jarum kembali ke tempatnya
16. Buang jarum ke kontainer khusus benda tajam
17. Rapikan alat dan klien
18. Lepaskan sarung tangan
19. Cuci tangan
20. Dokumentasi tindakan
21. Antarkan wadah spesimen ke laboratarium beserta form permintaan pemeriksaan
laboratarium
2. Tujuan
Pengambilan darah arteri dilakukan untuk pemeriksaan analisa gas darah yang digunakan
untuk mendiagnosa dan mengevaluasi penyakit pernafasan serta kondisi yang mempengaruhi
seberapa efektif paru-paru mengirimkan oksigen ke darah dan mengeleminasi karbondioksida
dari darah.
Tekanan parsial oksigen (PO2) normal : 75-100 mmHg, biasanya menurun sesuai
pertambahan usia
Tekanan parsial karbondioksida (PCO2) normal : 35-45 mmHg
pH normal : 7,35-7,45
Saturasi oksigen (SaO2) : 94-100%
Kandungan oksigen (O2CT) : 15-23 volume%
Konsentrasi Bikarbonat (HCO3-) : 22-26 millimols per liter (mEq/liter)
3. Indikasi
Pada pasien dengan penyakit paru, bayi prematur dengan penyakit paru, Diabetes Melitus
berhubungan dengan kondisi asidosis diabetik.
4. Kontraindikasi
Pada pasien dengan penyakit perdarahan seperti hemofilia dan trombosit rendah.
5. Komplikasi
Pengambilan darah arteri akan minimal terjadi jika dilakukan dengan benar. Namun dapat
terjadi perdarahan atau perdarahan yang tertunda atau memar pada area tusukan jarum atau
yang jarang terjadi, kerusakan sirkulasi di sekitar area tusukan.
7. Prosedur pelaksanaan
1. Cek alat-alat yang akan digunakan
2. Beri salam dan panggil klien sesuai dengan namanya
3. Perkenalkan nama perawat
4. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
5. Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
6. Jaga privasi klien
7. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien
8. Posisikan klien dengan nyaman
9. Cuci tangan dan pakai sarung tangan sekali pakai
10. Pasang pengalas
11. Letakkan handuk kecil di bawah pergelangan tangan
12. Palpasi arteri radialis
13. Lakukan allen’s tes
Tujuan uji allen tes adalah untuk menilai sistem kolateral arteri radialis. Penderita diminta
mengepalkan tangan dengan kencang. Pengambil darah dengan jari menekan kedua arteri
radialis dan ulnaris. Penderita diminta membuka dan mengepalkan beberapa kali hingga jari-
jari pucat, kemudian biarkan telapak tangan terbuka. Pengambil darah melepaskan tekanan
jarinya dari arteri ulnaris, telapak tangan akan pulih warnanya dalam 15 detik bila darah dari
arteri ulnaris mengisi pembuluh kapiler tangan.
Bila terdapat gangguan kolateralisasi pada arteri ulnaris (uji Allen negative), arteri radialis
tidak boleh digunakan untuk pengambilan darah arteri. Bila tidak terdapat kolateralisasi arteri
radialis dan arteri ulnaris (uji Allen negative), arteri radialis tidak boleh digunakan.
Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan tekanan langsung pada arteri
radialis dan ulnaris, minta klien untuk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri,
observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah dalam 15
detik, warna merah menunjukkan test allen’s positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap
pucat, menunjukkan test allen’s negatif. Jika pemeriksaan negatif, hindarkan tangan tersebut
dan periksa tangan yang lain.
b. Komposisi urin
Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam
terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan
interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting
bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan
yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih
atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin
dapat diketahui melalui urinalisis. Urea yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber
nitrogen yang baik untuk tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan
kompos.
c. Fungsi urin
Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam
tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang "kotor". Hal ini berkaitan dengan
kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehingga
urinnya pun akan mengandung bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan saluran
kencing yang sehat, secara medis urin sebenarnya cukup steril dan hampir bau yang
dihasilkan berasal dari urea. Sehingga bisa diakatakan bahwa urin itu merupakan zat yang
steril.
Urin dapat menjadi penunjuk dehidrasi. Orang yang tidak menderita dehidrasi akan
mengeluarkan urin yang bening seperti air. Penderita dehidrasi akan mengeluarkan urin
berwarna kuning pekat atau cokelat. Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi
melalui urin. Urin seorang penderita diabetes akan mengandung gula yang tidak akan
ditemukan dalam urin orang yang sehat.
3. Indikasi
Efektif dilakukan jika:
1. Memastikan apakah urin klien terdapat bakteri, keton, darah, protein atau zat obat adiktif.
2. Adanya dugaan penyakit tertentu misalnya penyakit yang berkaitan dengan system
perkemihan, endokrin.
3. Adanya penyakit-penyakit metabolic atau sistemik yang mempengaruhi fungsi ginjal.
4. Ingin memastikan apakah klien dalam keadaan hamil atau tidak.
4. Kontraindikasi
Tidak ada
Prosedur pelaksanaan:
1. Jaga privasi klien
2. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
3. Cuci tangan
4. Berikan klien handuk kecil, pakaian mandi, wadah spesimen dan sabun
5. Minta klien untuk membersihkan area perineal dengan sabun dan mengeringkannya
dengan handuk kecil.
6. Minta klien untuk menampung urinnya di dalam wadah.
7. Minta klien menutup wadah spesimen tanpa menyentuh bagian dalam tutup.
8. Pasang sarung tangan bersih
9. Keringkan bagian luar wadah dengan tisu
10. Berikan label pada wadah spesimen (nama klien, tanggal, jenis pemeriksaan, nama
ruangan)
11. Masukkan wadah spesimen ke dalam plastik spesimen
12. Rapikan alat dank lien
13. Lepaskan sarung tangan
14. Cuci tangan
15. Dokumentasi tindakan
16. Antarkan wadah spesimen ke laboratarium beserta form permintaan pemeriksaan
laboratarium.
Prosedur pelaksanaan:
1. Jaga privasi klien
2. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
3. Cuci tangan
4. Pasang sarung tangan bersih
5. Klem kateter selama 30 menit sebelum pengambilan spesimen
6. Bersihkan entry port posisi penusukan jarum suntik dengan kapas alkohol
7. Masukkan jarum suntik di entry port dengan arah 30 derajat
8. Aspirasi urin 3 cc untuk kultur atau 20 cc untuk urin rutin
9. Pindahkan urin dari syringe ke wadah non steril (untuk urin rutin)atau pindahkan ke
wadah steril (untuk kultur)
10. Tutup wadah urin tanpa menyentuh bagian dalam tutup
11. Buka klem kateter dan biarkan urin mengalir ke urin-bag
12. Keringkan bagian luar wadah dengan tissue
13. Berikan label pada wadah spesimen (nama klien, tanggal, jenis pemeriksaan, nama
ruangan)
14. Masukkan wadah spesimen ke dalam plastik spesimen
15. Rapikan alat dan klien
16. Lepaskan asarung tangan
17. Cuci tangan
18. Dokumentasi tindakan
19. Antarkan wadah spesimen ke laboratarium beserta form permintaan pemeriksaan
laboratarium.
2. Tujuan
Mendapatkan spesimen feses yang memenuhi persyaratan untuk
pemeriksaan feses rutin. Pemeriksaan dengan menggunakan spesimen feses bertujuan untuk
mendeteksi adanya kuman, seperti kelompok salmonela, sigela, sherichia coil, stafilokokus,
dan lain-lain.
3. Indikasi
1. Adanya diare dan konstipasi
2. Adanya ikterus
3. Adanya gangguan pencernaan
4. Adanya lendir dalam feses
5. Kecurigaan penyakit gastrointestinal
6. Adanya darah dalam feses
4. Kontraindikasi
Tidak ada
5. Waktu
Pengambilan dilakukan setiap saat, terutama pada gejala awal dan sebaiknya sebelum
pemberian antibiotik. Feses yang diambil dalam keadaan segar.
7. Prosedur
Prosedur pengambilan feses pada dewasa:
1. Jelaskan prosedur pada klien dan meminta persetujuan tindakan
2. Meminta klien untuk defekasi di pispot, hindari kontak dengan urine
3. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
4. Dengan alat pengambil feses, ambil dan ambil feses ke dalam wadah specimen kemudian
tutup dan bungkus
5. Observasi warna, konsistensi, lendir, darah, telur cacing dan adanya parasit pada sampel
6. Buang alat dengan benar
7. Cuci tangan
8. Beri label pada wadah spesimen dan kirimkan ke labolatorium
9. Lakukan pendokumentasian dan tindakan yang sesuai
Prosedur pengambilan feses pada dewasa dalam keadaan tidak mampu defekasi sendiri:
1. Mendekatkan alat
2. Jelaskan prosedur pada klien dan meminta persetujuan tindakan
3. Mencuci tangan
4. Memasang sampiran
5. Melepas pakaian bawah klien
6. Memakai handscoon
7. Mengatur posisi miring dengan lutut flexi
8. Beri vaselin atau jelly pelumas pada jari telunjuk
9. Masukkan jari ke dalam rektum dan dorong perlahan-lahan sepanjang dinding rektum
kearah umbilikus (kearah masa feses yang impaksi)
10. Secara perlahan-lahan lunakkan massa dengan massage daerah feses yang impaksi
(arahkan jari pada inti yang keras)
11. Gunakan pispot bila klien ingin buang air besar
12. Dengan alat pengambil feses, ambil feses dan masukkan kedalam wadah spesimen
kemudian tutup
13. Anus dibersihkan dengan kapas lembab dan keringkan dengan tissue.
14. Melepas hand scoon
15. Merapikan pasien
16. Mencuci tangan
c. Klasifikasi sputum
Klasifikasi sputum dan kemungkinan penyebabnya menurut Price Wilson:
a. Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan kemungkinan berasal dari
sinus atau saluran hidung bukan berasal dari saluran napas bagian bawah.
b. Sputum banyak sekali dan purulen kemungkinan proses supuratif.
c. Sputum yg terbentuk perlahan dan terus meningkat kemungkinan tanda bronchitis/
bronkhiektasis.
d. Sputum kekuning - kuningan kemungkinan proses infeksi.
e. Sputum hijau kemungkinan proses penimbunan nanah, warna hijau ini dikarenakan
adanya verdoperoksidase, sputum hijau ini sering ditemukan pada penderita bronkhiektasis
karena penimbunan sputum dalam bronkus yang melebar dan terinfeksi.
f. Sputum merah muda dan berbusa kemungkinan tanda edema paru akut.
g. Sputum berlendir, lekat, abu- abu/putih kemungkinan tanda bronkitis kronik.
h. Sputum berbau busuk kemungkinan tanda abses paru/ bronkhiektasis.
i. Berdarah atau hemoptisis sering ditemukan pada Tuberculosis
j. Berwarna biasanya disebabkanoleh pneumokokus bakteri (dalam pneumonia)
k. Bernanah mengandung nanah, warna dapat memberikan petunjuk untuk pengobatan yang
efektif pada pasien bronchitis kronis.
l. Warna (mukopurulen) berwarna kuning- kehijauan menunjukkan bahwa pengobatan
dengan antibiotik dapat mengurangi gejala.
m. Warna hijau disebabkan oleh Neutrofil myeloperoxidase
n. Berlendir putih susu atau buram sering berarti bahwa antibiotik tidak akan efektif dalam
mengobati gejala. Informasi ini dapat berhubungan dengan adanya infeksi bakteri atau virus
meskipun penelitian saat ini tidak mendukung generalisasi itu.
o. Berbusa putih- mungkin berasal dari obstruksi atau bahkan edema.
2. Tujuan
1. Sputum kultur: mengidentifikasi jenis mikroorganisme secara spesifik sehingga dapat
diketahui penyebab masalah kesehatan klien dan menentukan jenis terapi yang tepat (uji
sensitivitas).
2. Sputum sitologi: mengidentifikasi bentuk, struktur, fungsi dan patologi sel. Pemeriksaan
ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya sel kanker di dalam paru-paru serta spesifikasi
sel tersebut. Spesimen umtuk kepentingan sitolgi sering dilakukan secara berseri sebanyak 3
kali setiap pagi.
3. Sputum AFB (Acid-Fast Bacillus, Bakteri Tahan Asam/BTA): mengidentifikasi adanya
penyakit TBC (Tuberculosis paru). Pemeriksaan ini dilakukan secara berseri sebanyak 3 hari
berturut-turut.
4. Menilai efektifitas terapi yang sudah dilakukan.
3. Indikasi
Efektif dilakukan pada klien dengan suspect penyakit pernafasan, seperti: bronchitis, TBC,
kanker paru dan lain-lain
4. Kontraindikasi
Tidak ada
6. Prosedur
1. Jaga privasi klien
2. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
3. Beri klien posisi semi fowler atau dudukdi sisi tempat tidur/ kursi
4. Jumlah sputum yang diperlukan 1- 2 sendok teh ( 5 -10 ml)
5. Cuci tangan
6. Pasang sarung tangan bersih
7. Dekatkan bengkok di dekat klien
8. Minta klien untuk tidak menyentuh bagian dalam tempat penampung sputum
9. Lakukan teknik nafas dalam dan batuk efektif
10. Minta klien mengeluarkan sputum dalam penampung spesimen. Lakukan berulang kali
sampai jumlah sputum terpenuhi atau sekitar 2-10 cc.
11. Tutup penampung spesimen
12. Bersihkan dengancairan desinfektan jika terdapat sputum di bagian luar penampung
spesimen.
13. Berikan klien tissue dan buang bekas tissue dalam bengkok.
14. Lakukan perawatan mulut (sikat gigi) atau meggunakan obat kumur jika diperlukan.
15. Berikan label pada wadah spesimen (nama, klien, tanggal, jenis pemeriksaan, nama
ruangan)
16. Simpan penampung spesimen dalam plastic spesimen
17. Rapikan alat dan klien
18. Lepas sarung tangan
19. Cuci tangan
20. Dokumentasi
21. Antarkan wadah spesimen ke laboratarium beserta form permintaan pemeriksaan
laboratarium.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Pengambilan spesimen atau bahan pemeriksaan merupakan langkah awal yang sangat
menentukan hasil pemeriksaan dalam rangka memperoleh jawaban yang menentukan
penyebab infeksi. Hasil pemeriksaan laboratorium mikrobiologik sangat ditentukan oleh cara
pengambilan, saat pengambilan dan seleksi spesimen. Pengambilan spesimen dilakukan
dengan standar prosedur yang ada. Menyediakan dan mengirim bahan pemeriksaan
laboratarium sesuai dengan tindakan pemeriksaan yang akan dilakukan terhadap pasien atau
klien yang bersangkutan. Bahan pemeriksaan dapat segera dikirimkan ke laboratarium untuk
diperiksa. Sehingga hasilnya secepatnya dapat digunakan untuk menentukan dan mengetahui
perkembangan penyakit pasien atau klien bersangkutan.
B. Saran
Sebagai tenaga kesehatan yang profesional dituntut mampu untuk mengerjakan segala
sesuatunya dengan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, kita harus selalu mengupdate ilmu
dalam segala hal terutama dalam hal keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Andika, R. (2011). Skripsi. Perbedaan Hasil Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Metode
Cyanmeth antara Darah Kapiler dan Vena Pada Mahasiswa Analis Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Semarang. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang.
Aryani, dkk. (2009). Prosedur Klinik Keperawatan Kebutuahan Dasar Manusia. Jakarta
Timur: CV. Trans Info Media.
Hidayat, A Aziz Alimul & Musrifatul Uliyah.(2004). Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta: EGC
d. Feses normal
Orang dewasa normal mengeluarkan 100-300 g feses per hari dari jumlah tersebut 70%
merupakan air dan separuh dari sisanya mungkin berupa kuman dan sisa - sisa kuman.
Selebihnya adalah sisa makanan berupa sisa sayur mayur sedikit lemak, sel - sel epitel yang
rusak dan unsur unsur lain. Konsistensi tinja normal (semi solid silinder) agak lunak, tidak
cair seperti bubur maupun keras, berwarna coklat dan berbau khas. frekuensi defekasi normal
3x per-hari sampai 3x per-minggu.
2. Tujuan
Mendapatkan spesimen feses yang memenuhi persyaratan untuk
pemeriksaan feses rutin. Pemeriksaan dengan menggunakan spesimen feses bertujuan untuk
mendeteksi adanya kuman, seperti kelompok salmonela, sigela, sherichia coil, stafilokokus,
dan lain-lain.
3. Indikasi
1. Adanya diare dan konstipasi
2. Adanya ikterus
3. Adanya gangguan pencernaan
4. Adanya lendir dalam feses
5. Kecurigaan penyakit gastrointestinal
6. Adanya darah dalam feses
4. Kontraindikasi
Tidak ada
5. Waktu
Pengambilan dilakukan setiap saat, terutama pada gejala awal dan sebaiknya sebelum
pemberian antibiotik. Feses yang diambil dalam keadaan segar.
7. Prosedur
Prosedur pengambilan feses pada dewasa:
1. Jelaskan prosedur pada klien dan meminta persetujuan tindakan
2. Meminta klien untuk defekasi di pispot, hindari kontak dengan urine
3. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
4. Dengan alat pengambil feses, ambil dan ambil feses ke dalam wadah specimen kemudian
tutup dan bungkus
5. Observasi warna, konsistensi, lendir, darah, telur cacing dan adanya parasit pada sampel
6. Buang alat dengan benar
7. Cuci tangan
8. Beri label pada wadah spesimen dan kirimkan ke labolatorium
9. Lakukan pendokumentasian dan tindakan yang sesuai
Prosedur pengambilan feses pada dewasa dalam keadaan tidak mampu defekasi sendiri:
1. Mendekatkan alat
2. Jelaskan prosedur pada klien dan meminta persetujuan tindakan
3. Mencuci tangan
4. Memasang sampiran
5. Melepas pakaian bawah klien
6. Memakai handscoon
7. Mengatur posisi miring dengan lutut flexi
8. Beri vaselin atau jelly pelumas pada jari telunjuk
9. Masukkan jari ke dalam rektum dan dorong perlahan-lahan sepanjang dinding rektum
kearah umbilikus (kearah masa feses yang impaksi)
10. Secara perlahan-lahan lunakkan massa dengan massage daerah feses yang impaksi
(arahkan jari pada inti yang keras)
11. Gunakan pispot bila klien ingin buang air besar
12. Dengan alat pengambil feses, ambil feses dan masukkan kedalam wadah spesimen
kemudian tutup
13. Anus dibersihkan dengan kapas lembab dan keringkan dengan tissue.
14. Melepas hand scoon
15. Merapikan pasien
16. Mencuci tangan
c. Klasifikasi sputum
Klasifikasi sputum dan kemungkinan penyebabnya menurut Price Wilson:
a. Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan kemungkinan berasal dari
sinus atau saluran hidung bukan berasal dari saluran napas bagian bawah.
b. Sputum banyak sekali dan purulen kemungkinan proses supuratif.
c. Sputum yg terbentuk perlahan dan terus meningkat kemungkinan tanda bronchitis/
bronkhiektasis.
d. Sputum kekuning - kuningan kemungkinan proses infeksi.
e. Sputum hijau kemungkinan proses penimbunan nanah, warna hijau ini dikarenakan
adanya verdoperoksidase, sputum hijau ini sering ditemukan pada penderita bronkhiektasis
karena penimbunan sputum dalam bronkus yang melebar dan terinfeksi.
f. Sputum merah muda dan berbusa kemungkinan tanda edema paru akut.
g. Sputum berlendir, lekat, abu- abu/putih kemungkinan tanda bronkitis kronik.
h. Sputum berbau busuk kemungkinan tanda abses paru/ bronkhiektasis.
i. Berdarah atau hemoptisis sering ditemukan pada Tuberculosis
j. Berwarna biasanya disebabkanoleh pneumokokus bakteri (dalam pneumonia)
k. Bernanah mengandung nanah, warna dapat memberikan petunjuk untuk pengobatan yang
efektif pada pasien bronchitis kronis.
l. Warna (mukopurulen) berwarna kuning- kehijauan menunjukkan bahwa pengobatan
dengan antibiotik dapat mengurangi gejala.
m. Warna hijau disebabkan oleh Neutrofil myeloperoxidase
n. Berlendir putih susu atau buram sering berarti bahwa antibiotik tidak akan efektif dalam
mengobati gejala. Informasi ini dapat berhubungan dengan adanya infeksi bakteri atau virus
meskipun penelitian saat ini tidak mendukung generalisasi itu.
o. Berbusa putih- mungkin berasal dari obstruksi atau bahkan edema.
2. Tujuan
1. Sputum kultur: mengidentifikasi jenis mikroorganisme secara spesifik sehingga dapat
diketahui penyebab masalah kesehatan klien dan menentukan jenis terapi yang tepat (uji
sensitivitas).
2. Sputum sitologi: mengidentifikasi bentuk, struktur, fungsi dan patologi sel. Pemeriksaan
ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya sel kanker di dalam paru-paru serta spesifikasi
sel tersebut. Spesimen umtuk kepentingan sitolgi sering dilakukan secara berseri sebanyak 3
kali setiap pagi.
3. Sputum AFB (Acid-Fast Bacillus, Bakteri Tahan Asam/BTA): mengidentifikasi adanya
penyakit TBC (Tuberculosis paru). Pemeriksaan ini dilakukan secara berseri sebanyak 3 hari
berturut-turut.
4. Menilai efektifitas terapi yang sudah dilakukan.
3. Indikasi
Efektif dilakukan pada klien dengan suspect penyakit pernafasan, seperti: bronchitis, TBC,
kanker paru dan lain-lain
4. Kontraindikasi
Tidak ada
6. Prosedur
1. Jaga privasi klien
2. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
3. Beri klien posisi semi fowler atau dudukdi sisi tempat tidur/ kursi
4. Jumlah sputum yang diperlukan 1- 2 sendok teh ( 5 -10 ml)
5. Cuci tangan
6. Pasang sarung tangan bersih
7. Dekatkan bengkok di dekat klien
8. Minta klien untuk tidak menyentuh bagian dalam tempat penampung sputum
9. Lakukan teknik nafas dalam dan batuk efektif
10. Minta klien mengeluarkan sputum dalam penampung spesimen. Lakukan berulang kali
sampai jumlah sputum terpenuhi atau sekitar 2-10 cc.
11. Tutup penampung spesimen
12. Bersihkan dengancairan desinfektan jika terdapat sputum di bagian luar penampung
spesimen.
13. Berikan klien tissue dan buang bekas tissue dalam bengkok.
14. Lakukan perawatan mulut (sikat gigi) atau meggunakan obat kumur jika diperlukan.
15. Berikan label pada wadah spesimen (nama, klien, tanggal, jenis pemeriksaan, nama
ruangan)
16. Simpan penampung spesimen dalam plastic spesimen
17. Rapikan alat dan klien
18. Lepas sarung tangan
19. Cuci tangan
20. Dokumentasi
21. Antarkan wadah spesimen ke laboratarium beserta form permintaan pemeriksaan
laboratarium.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Pengambilan spesimen atau bahan pemeriksaan merupakan langkah awal yang sangat
menentukan hasil pemeriksaan dalam rangka memperoleh jawaban yang menentukan
penyebab infeksi. Hasil pemeriksaan laboratorium mikrobiologik sangat ditentukan oleh cara
pengambilan, saat pengambilan dan seleksi spesimen. Pengambilan spesimen dilakukan
dengan standar prosedur yang ada. Menyediakan dan mengirim bahan pemeriksaan
laboratarium sesuai dengan tindakan pemeriksaan yang akan dilakukan terhadap pasien atau
klien yang bersangkutan. Bahan pemeriksaan dapat segera dikirimkan ke laboratarium untuk
diperiksa. Sehingga hasilnya secepatnya dapat digunakan untuk menentukan dan mengetahui
perkembangan penyakit pasien atau klien bersangkutan.
B. Saran
Sebagai tenaga kesehatan yang profesional dituntut mampu untuk mengerjakan segala
sesuatunya dengan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, kita harus selalu mengupdate ilmu
dalam segala hal terutama dalam hal keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Aryani, dkk. (2009). Prosedur Klinik Keperawatan Kebutuahan Dasar Manusia. Jakarta
Timur: CV. Trans Info Media.
Hidayat, A Aziz Alimul & Musrifatul Uliyah.(2004). Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta: EGC