Vous êtes sur la page 1sur 2

A.

Dasar Teori
Suatu makhluk hidup pastilah memiliki ciri yaitu tumbuh. Salah satu contoh
makhluk hidup tersebut yaitu mikroba. Pertumbuhan untuk mikroba ini adalah suatu
penambahan secara sistematis atau teratur pada seluruh komponen sel yang dimiliki suatu
mikroba. Pertumbuhan sel pada makluk hidup merupakan hasil dari pembelahan sel. Pada
makhluk hidup seperti mikroba yang memiliki banyak sel atau multiselular, hasil dari
pembelahan sel menghasilkan terbentuknya sebuah jaringan atau bertambahnya ukuran
yang bertambah besar dari mikroba tersebut, pembelahan sel disini tidak menghasilkan
sebuah individu. Hal ini berbalik pada mikroba yang memiliki sel tungga atau uniseluler,
dimana pembelahan selnya akan menghasilkan sebuah individu baru (Suharjono, 2006).
Suatu mikroba atau mikrooganisme pada dasarnya sangat membutuhkan factor
lingkungan untuk bertahan hidup. Factor lingkungan ini terbagi menjai dua yaitu terdapat
factor biotik dan factor abiotic. Menurut Tim Dosen (2003), Factor biotik merupakan factor
yang berasal dari mikroorganismenya sendiri. Sedangkan factor abiotic merupakan factor
yang berasal dari luar mikroorganisme tersebut yaitu contohnya seperti pH, suhu,
kelembapan, cahaya matahari, tekanan osmosis dan lain sebagainya. Untuk mendukung
pertumbuhan dari mikroorganisme ini, maka setiap mikrooranisme ini memiliki suhu
maksimum dan optimum yang bervariasi/ berbeda-beda. (Dwijoseputro, 1994).
Terdapat spesies mikroba yang bisa mati diakibatkan oleh pemanasan didalam
suatu cairan atau menggunakan medium dengan suhu berkisar 60oC dengan hanya
menggunakan waktu beberapa menit. Ada juga bakteri yang mampu membentuk spora
akan memiliki daya tahan yang cukup tinggi ketika dilakukan pemanasan dengan kisaran
suhu 100oC atau lebih maka akan tetap hidup (tidak mati) dengan menggunakan waktu
kurang lebih 30 menit. (Dwijoseputro, 1994).
Temperatur yang paling rendah dan dapat menyebabkan bakteri terbunuh terdapat
dalam standar medium dalam kurun waktu 10 menit, hal tersebut biasanya disebut dengan
Temperature Maut atau Termal Death Point. Dalam suatu termperatur tertentu sebuah
spesies mikroorganisme tidak secara keseluruhan mati secara bersamaan. Akan disebut
terdapat angka kematian suatu temperatur atau Termal Death Rat apabila terdapat spesies
tidak tahan akan pemanasan, karena pada spesies yang lain ada yang mampu bertahan
dalam temperatur yang lebih tinggi. (Dwijoseputro, 1994).
Menurut Dwijoseputro (1994), Berdasarkan pengaruh suhu terhadap aktivitas
fisiologis dari mikroba ini, maka bateri dapat dikategorikan menjadi tiga macam yaitu :
1. Bakteri termofilik (politermik) yaitu kelompok bakteri yang mampu bertahan dalam
suhu tinggi berkisar antara 55o-60oC.
2. Bakteri mesofil (mesotermik) kelompok bakteri yang mampu bertahan dalam suhu
sedang berkisar antara 5o-60oC, suhu optimum untuk dapat tumbuh secara baik
berkisar antara suhu 25o-40oC.
3. Bakteri psikrofil (oligotermik) yaitu bakteri yang dapat hidup antara 0-30oC,
temperature optimumnya 10o-20oC.

Menurut Brooks (2005), Apabila suatu bakteri berada diatas suhu optimumnya maka
seperti protein, asam nukleat, dan berbagai komponen lainnya yang berada dalam sel akan
mengalami denaturasi atau kerusakan secara permanen. Selain dari pengaruh dari suatu
temperatur terhadap laju pertumbuhan mikroba, pengaruh temperatur yang terlalu ekstrim
maka dapat menyebabkan terbunuhnya mikroorganisme tersebut.

Vous aimerez peut-être aussi