Vous êtes sur la page 1sur 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Organ Reproduksi Wanita


2.1.1. Uterus
Uterus merupakan organ berongga yang berbentuk buah pir dan
berdinding tebal. Pada orang dewasa muda nullipara, panjang uterus 3
inci (8cm), lebar 2 inci (5cm), dan tebal 1 inci (2,5cm).13
Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksi.
Uterus terbagi menjadi fundus, corpus, dan cervix uteri. Fundus uteri
adalah bagian proksimal dari uterus, disini kedua tuba falopii masuk
ke uterus. Korpus uteri adalah bagian uterus yang terbesar, pada
kehamilan bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai tempat
janin berkembang. Rongga yang terdapat di korpus uteri disebut
kavum uteri. Serviks uteri terdiri atas pars vaginalis servisis uteri
dan pars supravaginalis servisis uteri. Saluran yang terdapat pada
serviks disebut kanalis servikalis.1
Secara histologis uterus terdiri atas tiga lapisan:1

1) Endometrium atau selaput lendir yang melapisi bagian dalam


2) Miometrium, lapisan tebal otot polos
3) Perimetrium, peritoneum yang melapisi dinding sebelah luar.

Endometrium terdiri atas sel epitel kubis, kelenjar-kelenjar dan


jaringan dengan banyak pembuluh darah yang berkelok. Endometrium
melapisi seluruh kavum uteri dan mempunyai arti penting dalam
siklus haid pada seorang wanita dalam masa reproduksi. Dalam masa
haid endometrium sebagian besar dilepaskan kemudian tumbuh lagi
dalam masa proliferasi dan selanjutnya dalam masa sekretorik.
Lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk sirkuler, dan
disebelah luar berbentuk longitudinal. Diantara lapisan itu terdapat
lapisan otot oblik, berbentuk anyaman, lapisan ini paling penting

3
4

pada persalinan karena sesudah plasenta lahir, kontraksi kuat dan


menjepit pembuluh darah. Uterus ini sebenarnya mengapung dalam
rongga pelvis dengan jaringan ikat dan ligamentum yang
menyokongnya untuk terfiksasi dengan baik.13

1) Tuba Falopii
Terdapat dua buah tuba uterinae, setiap tuba uterinae
mempunyai panjang sekitar 4 inci (10cm) dan terletak pada pinggir
atas ligamentum latum. Masing-masing tuba menghubungkan
cavitas peritonealis di region ovarium dengan cavitas uteri. Tuba
uterinae terbagi menjadi empat bagian:
a) Infundibulum tuba uterinae adalah ujung lateral tuba uterinae
yang berbentuk corong dan menjorok ke luar ligamentum
latum dan terletak di atas ovarium. Ujung bebasnya berbentuk
tonjolan seperti jari-jari yang melingkupi ovarium.
b) Ampulla tubae uterinae merupakan bagian tuba uterine yang
paling luas.
c) Isthmus tubae uterinae merupakan bagian tuba uterine yang
paling sempit dan terletak tepat lateral terhadap uterus.
d) Pars uterine merupakan segmen yang menembus dinding
uterus.13
Tuba uterinae menerima ovum dari ovarium dan merupakan
tempat terjadinya fertilisasi (biasanya di ampulla tubae uterinae).
Tuba uterinae menyediakan makanan untuk ovum yang telah
difertilisasi dan membawa ovum yang telah difertilisasi ke dalam
cavitas uteri. Tuba uterinae juga merupakan saluran yang dilalui oleh
spermatozoa untuk mencapai ovum.13
5

2) Fimbrae
Fimbrae penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur
kemudian disalurkan ke dalam tuba. Bagian luar tuba diliputi oleh
peritoneum viseral yang merupakan bagian dari ligamentum
latum. Otot dinding tuba terdiri atas (dari luar ke dalam) otot
longitudinal dan otot sirkuler. Lebih ke dalam lagi didapatkan
selaput yang berlipat-lipat dengan sel-sel yang bersekresi dan
bersilia yang khas, berfungsi untuk menyalurkan telur atau hasil
konsepsi ke arah kavum uteri dengan arus yang ditimbulkan oleh
getaran silia tersebut.1

3) Ovarium
Ovarium kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran
panjang sekitar 4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm. Ovarium
merupakan organ yang bertanggung jawab terhadap produksi sel
benih perempuan yang disebut ovum; dan hormone sex perempuan,
estrogen dan progesterone, pada perempuan dewasa.13
Setiap bulan 1-2 folikel akan keluar yang dalam
perkembangannya akan menjadi folikel de Graaf.1
6

Gambar 1. Anatomi organ reproduksi wanita

2.2 Hemorrhagic Ante Partum


2.2.1 Definisi
Perdarahan ante partum adalah perdarahan pervaginam yang
terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih
berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu.1
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam semasa
kehamilan dimana umur kehamilan telah melebihi 28 minggu atau berat
janin lebih dari 1000 gram.6
Karena perdarahan antepartum terjadi pada umur kehamilan
diatas 28 minggu maka sering disebut atau digolongkan perdarahan
pada trimester ketiga. Perdarahan antepartum digolongkan sebagai
berikut1,2 :
1) Perdarahan akibat kelainan plasenta
7

a. Plasenta previa
b. Solusi plasenta (abruptio plasenta)
c. Insersio velamentosa
d. Plasenta sirkumvalata
e. Pecahnya sinus marginalis dan vasa previa
2) Perdarahan yang bukan dari kelainan plasenta
a. Pecahnya varices vagina
b. Perdarahan polip serviks
c. Perdarahan perlukan seviks
d. Trauma

2.2.2 Insiden
Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3% dari seluruh
persalinan. Di Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (1971-1975)
dilaporkan 14,3% dari seluruh persalinan. RS pirngadi Medan kira-kira
10% dari seluruh persalinan.1
Pada kejadian perdarahan antepartum, kejadian yang berbahaya
umumnya bersumber pada kelainan letak plasenta dan lepasnya
plasenta dari tempat implantasinya sehingga menyebabkan perdarahan,
maka persalinan tidak dapat dihindarkan walaupun umur kehamilan
belum cukup bulan. Suatu penelitian menjelaskan bahwa perdarahan
antepartum juga merupakan penyebab persalinan prematur dengan
kejadian sebesar 14,1%.7
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Wiji Lestari dengan judul
Hubungan Antara Paritas dengan Kejadian Perdarahan Antepartum di
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (2007) didapatkan hasil bahwa
wanita multipara memiliki risiko 2,76 kali lebih besar untuk mengalami
terjadinya perdarahan antepartum daripada wanita primipara.
8

2.3 Plasenta Previa


2.3.1 Definisi
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi
pada tempat abnormal, yaitu segmen bawah rahim sehingga menutupi
sebagian atau seluruh Ostium uteri internum.1,3

Gambar 2. Implantasi Plasenta

Sejalan dengan bertambah membesarnya Rahim dan meluasnya


segmen bawah rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang
berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti
perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi.
Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam
persalinan kala satu bisa mengubah luas pembukaan serviks yang
tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau
klasifikasi dari plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik
dalam masa antenatal maupan dalam masa intranatal, baik dengan
ultrasonografi maupun pemeriksaan digital. Oleh karena itu,
pemeriksaan ultrasonografi perlu di ulang secara berkala dalam asuhan
antenatal maupun intranatal.3
Implantasi plasenta yang normal ialah pada dinding depan,
dinding belakang rahim, atau di daerah fundus uteri.17
9

Gambar 3. Implantasi Normal Plasenta

2.3.2 Epidemiologi
Berdasarkan data kelahiran di U.S pada tahun 2001, plasenta
previa menjadi penyulit 1 dari 305 persalinan Martin dkk (2002). Crane
dkk (1999) mendapatkan insiden 0,33% (1 dari 300) pada hampir
93.000 persalinan di Nova Scotia. Insiden di Parkland Hospital adalah
0,26% (1 dari 390) pada lebih dari 169.000 persalinan dalam 12 tahun.15
Sedangkan di Rumah Sakit Sanglah Denpasar kejadiannya 2,7%.16
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan paritas tinggi dan
pada usia diatas 30 tahun. Juga lebih sering pada kehamilan ganda
daripada kehamilan tunggal.3
Dari hasil penelitian Darwin (2011) menunjukkan bahwa
kejadian plasenta previa yaitu 210 (3,57%) dimana pada tahun 2008
terdapat 108 kasus (3,82%) dan tahun 2009 terdapat 102 kasus (3,34%).
Kejadian plasenta previa terbanyak terdapat pada usia ≥35 tahun, yaitu
70 orang (33,33%). Berdasarkan jumlah paritas, plasenta previa paling
banyak terdapat pada jumlah paritas 2-4 kali, yaitu 99 orang (47,14%).
Pada pasien dengan plasenta previa terdapat 8 orang (3,81%) yang
memiliki riwayat seksio ≤ 2 kali. Terdapat 2 kasus (0,95%) plasenta
10

previa pada kehamilan ganda dan 28 orang (13,33%) pada pasien


dengan riwayat abortus.14

2.3.3 Klasifikasi
Klasifikasi plasenta previa yaitu :
a. Plasenta Previa Totalis atau komplit
Bila plasenta menutupi seluruh jalan lahir (ostium uteri internum).
Pada posisi ini tidak mungkin bayi dilahirkan pervaginam
(spontan) karena berisiko perdarahan yang hebat.
b. Plasenta Previa Lateralis.
Bila plasenta yang menutupi sebagian jalan lahir (ostium uteri
internum).
c. Plasenta Previa Marginalis
Bila hanya bagian tepi plasenta yang berada di pinggir ostium uteri
internum.
d. Plasenta Letak Rendah (Low-lying PlacentaI)
Plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sedemikian
rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak kurang lebih 2 cm
dari ostium uteri internum. Bila yang lebih dari 2 cm dianggap
plasenta letak normal.3
11

Gambar 4. Klasifikasi plasenta previa

Menurut Perisaei dkk (2008) plasenta previa dapat dibagi menjadi


empat derajat berdasarkan scan pada ultrasound yaitu:11
1) Derajat I yaitu plasenta sudah melampaui segmen terendah rahim.
2) Derajat II yaitu plasenta sudah mencapai ostium uteri internum.
3) Derajat III yaitu plasenta telah terletak pada sebagian ostium uteri
internum.
4) Derajat IV yaitu plasenta telah berada tepat pada segmen bawah
rahim.

2.3.4 Etiologi
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan
yang endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi
endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini
bisa ditemukan pada :

1) Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek


2) Mioma uteri
3) kuretase yang berulang
4) Umur lanjut
12

5) Bekas seksio sesarea


6) Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau
pemakai kokain. Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida
akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi
terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari) (.
Martaadisoebrata, 2005).
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta
harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta
yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostium uteri
internum. Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan
zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang
rendah dekat ostium uteri internum (. Martaadisoebrata, 2005).

Ketika plasenta harus tumbuh membesar untuk mengkompensasi


penurunan fungsinya (penurunan untuk mengantarkan oksigen dan
nutrisi lain), ada kemungkinan untuk pertumbuhan plasenta previa.
Beberapa contoh situasi yang membutuhkan fungsi plasenta yang besar
dan hasil peningkatan dari resiko plasenta previa termasuk kehamilan
multiple, merokok, dan hidup di dataran tinggi. Plasenta previa juga
dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas, seperti pada
eritoblastosis, diabetes melitus atau kehamilan multipel (Stoppler,
2005).

Menurut Sarwono (2005), plasenta previa tidak selalu terjadi pada


penderita dengan paritas yang tinggi akibat vaskularisasi yang
berkurang atau terjadinya atrofi pada desidua akibat persalinan yang
lampau. Plasenta yang letaknya normal dapat memperluas
permukaannya sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum, seperti pada kehamilan kembar. Plasenta previa berhubungan
dengan paritas dan umur penderita. Hal ini dapat dilihat pada tabel dan
grafik 1 tentang hubungan plasenta previa dengan umur ibu dan
paritasnya (Wiknjosastro, 2005).
13

Tabel 1. Hubungan frekuensi plasenta previa dengan umur ibu dan


paritasnya di RS Dr. Cipto Managunkusumo Jakarta tahun 1971-1975

PRIMIGRAVIDA MULTIGRAVIDA
UMUR
(%) (%)

15-19 1,7 1,6

20-24 2,3 6,9

25-29 2,9 7,9

30-34 1,7 9,7

>35 5,6 9,5

JUMLAH 2,2 7,7

Grafik 1. Insiden plasenta previa dan solusio plasenta di Parkland


Hospital dari tahun1988 sampai 1999

2.3.5 Faktor Risiko


Etiologi plasenta previa masih belum diketahui dengan jelas.
mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah
segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain
14

mengemukakan bahwa penyebab plasenta previa adalah vaskularisasi


desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses dari
radang atau atrofi.3,12
Adapun beberapa faktor risiko terjadinya plasenta previa yaitu :
1) Kehamilan dengan ibu berusia lanjut
2) Multiparitas
3) Riwayat seksio sesarea sebelumnya
4) Vaskularisasi desidua yang tidak memadai
5) Wanita yang merokok
6) Multifetal gestations
7) Plasenta yang terlalu besar
8) Riwayat aborsi

2.3.6 Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga
dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya
segmen bawah rahim, tampak plasenta akan mengalami pelepasan.
Sebagaimana diketahui tampak plasenta yang terbentuk dari jaringan
maternal yaitu bagian desisua basalis yang bertumbuh menjadi bagian
dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah
rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan
mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak
plasenta. Demikian pula pada waktuserviks mendatar (effacement) dan
membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada
tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi
maternal yaitu dari ruangan intervilus dari plasenta. Oleh karena
fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan plasenta
previa berapapun pasti akan terjadi (unvoidable bleeding).4
Perdarahan ditempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh
karena segmen bawah rahim dan servik tidak mampu berkontraksi
dengan kuat karena memiliki elemen otot yang dimilikinya sangat
15

minimal, dengan akibatnya pembuluh darah tempat ini tidak dapat


tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan terhenti karena terjadinya
pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari
plasenta pada mana akan ada perdarahan akan berlangsung lebih lama
dan lebih banyak. Oleh karena itu pembekuan segmen bawah rahim
akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan
mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan
berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar
berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain less).4
Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum
perdarahan terjadi pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri
internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak rendah,
perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai
persalinan.perdarahan pertama cenderung sedikit tetapi cenderung
lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Untuk berjaga-jaga
mencegah syok hal tersebut perlu dipertimbangkan. Perdarahan
pertama sudah bisa terjadi pada usia kehamilan dibawah 30 minggu
tetapi lebih dari separuh kejadiannya terjadi pada umur kehamilan 34
minggu keatas. Berhubungan dengan letak perdarahannya ter;letak
dekat ostium uteri internum, maka perdarahanya lebih mudah mengalir
keluar rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang
mampu merusak jaringan yang lebih luas dan melepaskan
tromboplastin kedalam sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat
jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.4
Hal lain perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim
yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari tropoblas,
akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering
terjadi plasenta akreta, plasenta inkreta bahkan plasenta perkreta yang
tumbuh vilinya bisa menembus kebuli-buli dan kerektum bersama
plasenta previa. Plasenta akreta dan plasenta inkreta lebih sering terjadi
pada uterus sebelum pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan
16

serviks yang rapuh mudah robek sebab kurangnya elemen-elemen otot


yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan
kejadian perdarahan pascapersalinan pada plasenta previa, misalnya
pada kala tiga karena plasenta sukar melepas dangan sempurna (retentio
plasenta), atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak
mampu berkontraksi dengan baik.

2.3.7 Gambaran klinik


1) Perdarahan tanpa nyeri dan bersifat berulang (painless, recurrent
bleeding)
Perdarahan uterus keluar dari vagina tanpa rasa nyeri, tanpa
sebab dan biasanya berulang (painless, recurrent bleeding). Pada
setiap pengulangan perdarahan menjadi lebih banyak bahkan
mengalir. Perdarahan biasanya terjadi pada akhir trimester kedua
atau sesudahnya dan darah berwarna merah segar.
Pasien mungkin berdarah sewaktu tidur dan sama sekali tidak
terbangun. Baru waktu ia bangun, ia merasa bahwa kainnya basah.
Biasanya perdarahan karena plasenta previa baru timbul setelah
bulan ketujuh dan perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi
gambaran yang tidak berbeda dari abortus (Martaadisoebrata,
2005).
Perdarahan pada plasenta previa disebabkan pergerakan
antara plasenta dan dinding rahim. Setelah bulan ke-4 terjadi
regangan pada dinding rahim karena isi rahim lebih cepat
tumbuhnya dari rahim sendiri. Akibatnya ismus uteri tertarik
menjadi bagian dinding korpus uteri yang disebut segmen bawah
rahim (Martaadisoebrata, 2005).
Pada plasenta previa, perdarahan tidak mungkin terjadi tanpa
pergeseran antara plasenta dan dinding rahim. Saat perdarahan
bergantung pada kekuatan insersi plasenta dan kekuatan tarikan
pada istmus uteri. Dalam kehamilan tidak perlu ada his untuk
17

menimbulkan perdarahan. Sementara dalam persalinan, his


pembukaan menyebabkan perdarahan karena bagian plasenta di
atas atau dekat ostium akan terlepas dari dasarnya. Perdarahan pada
plasenta previa terjadi karena terlepasnya plasenta dari dasarnya
(Martaadisoebrata, 2005).
Pada plasenta previa, perdarahan bersifat berulang-ulang
karena setelah terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim,
regangan dinding rahim dan tarikan pada serviks berkurang.
Namun, dengan majunya kehamilan regangan bertambah lagi dan
menimbulkan perdarahan baru (Martaadisoebrata, 2005).
Darah yang keluar terutama berasal dari ibu, yakni dari
ruangan intervilosa. Akan tetapi dapat juga berasal dari anak jika
jonjot terputus atau pembuluh darah plasenta yang lebih besar
terbuka (Martaadisoebrata, 2005).
2) Bagian terendah anak masih tinggi (floating) karena plasenta
terletak pada kutub bawah rahim sehingga bagian terendah tidak
dapat mendekati pintu atas panggul (Martaadisoebrata, 2005).
3) Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada
plasenta previa lebih sering disertai kelainan letak
(Martaadisoebrata, 2005).
4) Perdarahan pasca persalinan
Pada plasenta previa mungkin sekali terjadi perdarahan
pascapersalinan karena kadang-kadang plasenta lebih erat melekat
pada dinding rahim (plasenta akreta), daerah perlekatan luas dan
kontraksi segmen bawah rahim kurang sehingga mekanisme
penutupan pembuluh darah pada insersi plasenta tidak baik.
5) Infeksi nifas
Selain itu, kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta
lebih dekat pada ostium dan merupakan port d’ entree yang mudah
tercapai. Lagi pula, pasien biasanya anemia karena perdarahan
sehingga daya tahannya lemah.
18

2.3.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan
beberapa pemeriksaan :
1) Anamnesis
Adanya keluhan berupa perdarahan jalan lahir pada kehamilan
setelah 28 minggu atau pada kehamilan lanjut (Trimester III).
Perdarahan tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless),
perdarahan bisa berulang (recurrent) serta perdarahan berwarna
merah terang.
2) Pemeriksaan fisik
a. Vital sign dan denyut jantung janin harus selalu diawasi dengan
ketat.
b. Pemeriksaan luar
 Inspeksi
o Perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau
sedikit, darah beku dan sebagainya.
o Pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemia.
o Keadaan penderita bervariasi dari kesadaran yang
compos mentis sampai koma.
 Palpasi abdomen
o Bagian terbawah janin belum turun, mengambang
karena sekitar ostium uteri tertutup oleh jaringan
plasenta. Apabila presentasi kepala, biasanya kepala
masih goyang atau terapung (floating) atau di atas PAP.
o Terdapat kelainan letak janin intrauteri; letak bokong,
letak lintang dan bagian terendah miring.
o Janin sering belum cukup bulan, sehingga fundus uteri
masih rendah.
 Pemeriksaan auskultasi
o Pemeriksaan menggunakan Doppler sehingga detak
jantung janin dapat didengar oleh ibu.1,4,6
19

3) Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam (pemeriksaan serviks) merupakan
kontraindikasi, kecuali apabila wanita yang bersangkutan sudah di
meja operasi dengan segala persiapan untuk seksio sesaria segera
karena pemeriksaan yang dilakukan dengan hati-hati dapat juga
menyebabkan perdarahan masif. Selain itu, pemeriksaan ini jangan
dilakukan kecuali apabila memang telah direncanakan
persalinan.1,4,6
4) Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Inspekulo
Bertujuan untuk mengetahui dari mana asal perdarahan,
apakah berasal dari uterus atau dari kelainan serviks dan vagina.
Apabila perdarahan berasal dari uterus adanya plasenta previa
dan solusio plasenta harus dicurigai. Pada kebanyakan kasus,
perdarahan dapat dinilai tanpa pemeriksaan inspekulo karena
berpotensi menyebabkan perdarahan yang lebih banyak.
b. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Penentuan lokasi plasenta secara ultrasonografi cara ini
sudah mulai banyak dipakai di Indonesia. Terdapat dua metode
pada pemeriksaan yaitu USG transabdominal dan USG
transvaginal.
- USG transabdominal
Metode yang paling sederhana, tepat dan aman untuk
mengetahui lokasi plasenta. Menurut Laing (1996), rata-rata
tingkat akurasinya adalah sekitar 96%. Hasil postif palsu
sering disebabkan oleh distensi kandung kemih, sehingga
pemeriksaan USG harus diulang setelah kandung kemih
kosong.
- USG Transvaginal
20

Pemakaian USG transvaginal telah secara nyata


menyempurnakan tingkat ketepatan diagnosis plasenta
previa. Farine dkk (1988) mampu melakukan visualisasi os
interna serviks pada semua kasus dengan teknik transvaginal.
Pada studi membandingkan gambaran abdominal
ultrasonografi dan transvaginal ultrasonografi, Smith dkk.
(1997) dan Taipale dkk. (1998) mendapatkan teknik
transvaginal lebih akurat. Tingkat akurasinya adalah 98%
positive predictive value dan 100% negative prediction value
pada upaya penegakan plasenta previa. USG transvaginal
dapat digunakan untuk menentukan plasenta previa letak
rendah dan lebih akurat dibandingkan USG transabdominal.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sejumlah peneliti menggunakan MRI untuk
memvisualisasikan kelaianan plasenta, termasuk plasenta previa
dan membantu identifikasi plasenta akreta, inkreta dan
perkreta.1,4,6
d. Laboratorium
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada
kejadian plasenta previa dengan perdarahan:
a) Complete Blood Count dengan hematocrit dan platelet
b) Prothombine time dan activated thromblopastin time
c) Betke-Kleihauer tes untuk menilai perdarahan
fetomaternal. 1,4,6
21

2.3.9 Tatalaksana
1) Terapi Ekspektatif
Tujuan terapi ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir
prematur dan mengurangi angka kematian neonatus. Penderita
dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis
servikalis melainkan melalui usaha non-invasif dan pemantauan
secara ketat dan baik agar janin dapat hidup di dalam kandungan.
Transfusi darah dan operasi harus dapat dilakukan setiap saat bila
diperlukan. Anemia perlu diatasi atas pertimbangan perdarahan
selanjutnya dengan menilai perdarahan berdasarkan pemeriksaan
hemoglobin dan hematocrit secara berkala. pemberian steroid pada
kehamilan antara 24 minggu – 34 minggu untuk pematangan paru
janin.1,3,4
a. Syarat terapi ekspektatif :
 Perdarahan sedikit kadar Hb > 8 g%, keadaan umum ibu
baik.
 Usia kehamilan < 37 minggu atau berat janin belum
mencapai 2.500 gram.
 Perdarahan tidak aktif.
 Janin hidup.
 Belum inpartu.
b. Tindakan :
 Tirah baring, rawat inap dan berikan antibiotik profilaksis
 Lakukan pemeriksaan USG untuk memastikan letak
plasenta.
 Berikan tokolitik bila ada kontraksi
o MgSO4 4g IV dosis awal dilanjutkan 4g setiap 6 jam.
o Nifedipin 3 x 20 mg/hari
o Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk
pematangan paru janin.
o
22

 Steroid pada kehamilan <32 minggu :


o 2 x 12 mg/24 jam I.V/IM
o 4 x 6 mg/12 jam I.V/IM
 Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37
minggu masih lama, pasien dapat dipulangkan untuk rawat
jalan dengan pesan untuk segera kembali ke rumah sakit
apabila terjadi perdarahan berulang.
2) Terapi Aktif
a. Kriteria terapi aktif :
 Perdarahan banyak
 Keadaan umum jelek
 Pasien syok
 Inpartu
 Usia kehamilan >37 minggu
 Taksiran berat janin >2500 gram
 Janin mati
b. Tindakan :
 Perbaiki keadaan umum : beri infus, atasi syok dan transfusi
darah
 Bila keadaan umum jelek setelah syok teratasi segera seksio
sesar.1,3,4
23

2.3.10 Komplikasi
Beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil
yang menderita plasenta previa :
1) Perdarahan dapat mengakibatkan penderita menjadi anemia
bahkan syok karena pembentukan segmen rahim yang terjadi
secara ritmik, sehingga pelepasan plasenta dari tempat melekatnya
di uterus dapat berulang dan semakin banyak.
2) Karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan
sifat segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan
kemampuan invasinya menorobos ke dalam miometrium bahkan
sampai ke perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian plasenta
inkreta bahkan plasenta perkreta. Paling ringan adalah plasenta
akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum
masuk ke dalam miometrium. Walaupun tidak seluruh permukaan
maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta akan tetapi
dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta
yang sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga.
Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang yang pernah
seksio sesaria. Dilaporkan plasenta akreta terjadi sampai 10%-35%
pada pasien yang pernah seksio sesaria satu kali dan naik menjadi
60%-65% bila telah seksio sesaria tiga kali.
24

Gambar 5. Komplikasi Plasenta Previa

3) Kelainan letak janin pada plasenta previa lebih sering terjadi.


4) Prematuritas disebabkan plasenta previa berkisar 60% pada
kematian perinatal. Kematian fetus dikarenakan asfiksia atau
perlukaan saat lahir.
5) Komplikasi lain dari plasenta previa adalah persalinan seksio
sesaria (RR = 3,9), abruption plasenta (RR = 13,8), perdarahan
postpartum (RR = 1,7), malpresentasion (RR = 2,8), kematian
maternal dari perdarahan uterus (50%) dan disseminated
intravascular coagulation (DIC).1,3,4
25

2.3.11 Prognosis
Pada kasus plasenta previa didapatkan 50% kelahiran prematur
yang menjadi penyebab utama kematian perinatal, kematian janin
disebabkan karena hipoksia. Setelah lahir dapat terjadi perdarahan
postpartum karena trofoblas menginvasi segmen bawah uteri. Bila
perdarahan tidak dapat dihentikan maka dilakukan histerektomi.
Sekarang penanganan relatif bersifat dini, sehingga mortalitas dan
morbiditas ibu dan perinatal jauh menurun karena diagnosis dini dan
pemeriksaan yang tidak invasive dengan USG disamping ketersediaan
transfuse darah dan cairan infus.4

Vous aimerez peut-être aussi