Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Asma Bronkiale
DISUSUN OLEH:
Dengan ini menyatakan telah menyelesaikan presentasi kasus sebagai salah satu
syarat memenuhi portofolio sesuai dengan Buku Pedoman kegiatan Internship Dokter
Indonesia.
Nama : dr. Anindita Tathya Jati
Status : dokter Internship RSUD Kota Tangerang
Rotas : Rawat Inap
Judul Kasus : Asma Bronkiale
Presentasi dihadiri oleh peserta dokter internship (IGD dan Rawat Inap):
1. dr. Gladya Utami
2. dr. Novia Nadhila
3. dr. Riyan Adi Hermawan
4. dr. Sayyid Affan Muadzi
5. dr. Junior Harris
6. dr. Anggi Saputri
7. dr. Lingkan Bimoro
8. dr. Rizka Rachmania
9. dr. Annisa Rizky Maulida
10. dr. Ghaysa Miara Bahar
Demikian surat ini saya lampirkan sebagai bukti telah menyelesaikan tugas saya sebagai
dokter internship. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih
Mengetahui,
Dokter Pembimbing Internship DPJP Kasus Presentasi
RSUD Kota Tangerang
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Asma Bronkiale
2. Etiologi Asma Bronkiale
3. Komplikasi Asma Bronkiale
4. Tatalaksana pada pasien dengan Asma Bronkiale
5. Informasi dan edukasi mengenai penyakit pasien dan perubahan gaya hidup
1. Subjektif Sesak nafas sejak 5 jam SMRS. Awalnya sesak dari pagi. Sesak
dirasakan semakin memberat. Batuk (+) demam (+) mual (-) muntah (-)
kaki bengkak (-) PND (+) DOE (+). Baru pertama kali seperti ini.
2. Objektif KU tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
HR 101x/menit
RR 26x/menit
T 37.0’c
Spo2 : 91% memakai nasal canul 96 %
Kepala : normocephal, kaku kuduk (-)
Mata : konjungtiva anemi -/- sklera ikterik -/-
Leher : JVP 3 + 0 cm
Jantung : S1S2 reguler, murmur(-) gallop (-)
Paru : vesikuler (+/+), rhonki -/-, wheezing +/+
A : Asma Bronkiale
P:
Nebu combivent 6x
Ceftriaxone 1 x 2 gr
TSA 3 x 1
Metilprednisolon 2 x 62.5 IV
Ranitidin 2 x 1 IV
OBH 3 x C 1
3. 1.1. DEFINISI
Asma adalah penyakit paru obstruktif, difus dengan
hiperreaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan dan tingginya
tingkat reversibilitas proses obstruktif, yang dapat terjadi secara spontan
atau sebagai akibat pengobatan. Juga dikenal sebagai penyakit jalan
napas reaktif, kompleks asma mungkin mencakup bronkitis mengi,
1.2. ETIOLOGI
Sampai saat ini penyebab penyakit asma belum diketahui secara
pasti meski telah banyak penelitian oleh para ahli di dunia kesehatan.
Namun demikian yang dapat disimpulkan adalah bahwa pada penderita
asma saluran pernapasannya memiliki sifat yang khas yaitu sangat peka
terhadap berbagai rangsangan (bronchial hyperreactivity =
hipereaktivitas saluran napas) seperti polusi udara (asap, debu, zat
kimia), serbuk sari, udara dingin, makanan, hewan berbulu, tekanan jiwa,
bau/aroma menyengat (misalnya; parfum) dan olahraga.1,5
1.3. PATOFISIOLOGI
Asma ditandai 3 kelainan utama pada bronkus yaitu
bronkokonstriksi otot bronkus, inflamasi mukosa dan bertambahnya
sekret yang berada di jalan nafas. Pada stadium permulaan terlihat
mukosa jalan nafas pucat, terdapat edema dan sekresi lendir bertambah.
Lumen bronkus dan bronkiolus menyempit akibat spasme. Terlihat
kongesti pembuluh darah, infiltrasi sel eosinofil bahkan juga dalam
sekret di dalam lumen saluran nafas. Bila serangan terjadi sering dan
lama atau dalam stadium lanjut, akan terlihat deskuamasi epitel,
penebalan membran hialin basal, hiperplasi serat elastin, hiperplasi dan
hipertrofi otot bronkus dan jumlah sel goblet bertambah. Kadang-kadang
pada asma menahun atau pada serangan yang berat terdapat penyumbatan
bronkus oleh mukus yang kental yang mengandung eosinofil.1
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme
otot bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus.
Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis
saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan
udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi.
1.5. KLASIFIKASI
Parameter Asma Episodik Asma Asma Persisten
klinis, Jarang Episodik
kebutuhan Sering
obat, dan faal
paru
1. Frekuensi <1x/bulan >1x/bulan sering
serangan
2. Lama <1 minggu >1 minggu Hampir
serangan sepanjang tahun,
tidak ada periode
bebas serangan
3. Intensitas biasanya ringan biasanya biasanya berat
serangan sedang
4. Di antara tanpa gejala sering ada gejala siang dan
serangan gejala malam
5. Tidur dan Tidak terganggu sering sangat terganggu
aktivitas terganggu
6. Pemeriksaan normal (tidak mungkin tidak pernah
fisik di luar ditemukan terganggu normal
serangan kelainan) (ditemukan
kelainan)
7. Obat Tidak perlu perlu perlu
pengendali
(anti
inflamasi)
8. Uji faal PEF/FEV1>80% PEF/FEV1 PEF/FEV1<60%
paru (di 60-80%
luar variabilitas 20-
serangan) 30%
Keterangan:
1.6. DIAGNOSA
Mengi/wheezing berulang dan/atau batuk kronik berulang
merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis. Termasuk yang perlu
dipertimbangkan kemungkinan asma adalah anak-anak yang hanya
menunjukkan batuk sebagai satu-satunya tanda, dan pada saat diperiksa
tanda wheezing, sesak dan lain-lain sedang tidak timbul. Asma sulit
didiagnosis pada anak di bawah 3 tahun. Untuk anak yang sudah besar
(>6 tahun) pemeriksaan faal/fungsi paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi
paru yang sederhana dengan peak flow meter, atau yang lebih lengkap
dengan spirometer. Lainnya bisa melalui uji provokasi bronkus dengan
histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering dan dingin, atau
dengan NaCl hipertonis. Pemeriksaan ini berguna untuk mendukung
diagnosis asma anak melalui 3 cara, yaitu didapatkannya :1,3,8
Variabilitas pada PFR (peak flow rate) atau FEV1 (forced
expiratory volume in 1 second) ≥15%
Variabilitas harian adalah perbedaan nilai
(peningkatan/penurunan) hasil PFR dalam satu hari. Penilaian yang baik
dapat dilakukan dengan variabilitas mingguan yang pemeriksaannya
berlangsung ≥ 2 minggu.
Reversibilitas pada PFR atau FEV1 ≥15%
Reversibilitas adalah perbedaan nilai (peningkatan) PFR atau
FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator.
Penurunan ≥20% pada FEV1 (PD20 atau PC20) setelah provokasi
1.7. TATALAKSANA
Asma Persisten
Cara pemberian steroid hirupan apakah dimulai dari dosis tinggi
ke rendah selama gejala masih terkendali, atau sebaliknya dimulai dari
dosis rendah ke tinggi hingga gejala dapat dikendalikan, tergantung pada
kasusnya. Dalam keadaan tertentu, khususnya pada anak dengan penyakit
berat, dianjurkan untuk menggunakan dosis tinggi dahulu, disertai steroid
oral jangka pendek (3-5 hari). Selanjutnya dosis steroid hirupan
diturunkan sampai dosis terkecil yang masih optimal. Setelah pemberian
steroid hirupan dosis rendah tidak mempunyai respons yang baik,
diperlukan terapi alternatif pengganti, yaitu meningkatkan steroid
menjadi dosis medium atau tetap steroid hirupan dosis rendah ditambah
dengan LABA (long acting beta-2 agonist) atau ditambahkan teophylline
slow release (TSR) atau ditambahkan anti-leukotriene receptor (ALTR).
BORANG INTERNSHIP RSUD KOTA TANGERANG
PERIODE Mei 2018 – Mei 2019
dr. Anindita Tathya Jati
Dosis medium adalah setara dengan 200-400 µg/hari budosenid (100-200
µg/hari flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan 400-600
µg/hari budosenid (200-300 µg/hari flutikason) untuk anak berusia di
atas 12 tahun. Apabila dengan pengobatan lapis kedua selama 6-8
minggu tetap terdapat gejala asma, maka dapat diberikan alternatif lapis
ketiga, yaitu dapat meningkatkan dosis kortikosteroid sampai dengan
dosis tinggi, atau tetap dosis medium ditambahkan dengan LABA, atau
TSR, atau ALTR. Yang dimaksud dosis tinggi adalah setara dengan >
400 µg/hari budesonid (> 200 µg/hari flutikason), untuk anak berusia
kurang dari 12 tahun, dan > 600 µg/hari budesonid (> 300 µg/hari
flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun.7,9
Penambahan LABA pada steroid hirupan dibuktikan dapat
memperbaiki FEV1, menurunkan gejala asma, dan memperbaiki kualitas
hidup. Apabila dosis steroid hirupan sudah mencapai > 800 g/hari
namun tidak mencapai respon, maka baru menggunakan steroid oral
(sistemik). Jadi penggunaan kortikosteroid oral sebagai controller
(pengendali) adalah jalan terakhir. Langkah ini diambil hanya bila
bahaya dari asmanya lebih besar daripada bahaya efek samping obat.
Sebagai dosis awal, steroid oral dapat diberikan 1-2 mg/kgBB/hari. Dosis
kemudian diturunkan sampai dosis terkecil yang diberikan selang hari
pada pagi hari.7,9
Pemberian antileukotrien (zafirlukas) dikontraindikasikan pada
kelainan hati. Pemberian obat anti histamin generasi baru non sedatif
(misalnya setirizin dan ketotifen), dipertimbangkan pada anak dengan
asma yang disertai rinitis.9
TERAPI INHALASI
Pengobatan asma bertujuan untuk menghentikan serangan asma
A. Status Asmatikus
Jika penderita berlanjut menderita distress pernapasan yang
berarti walaupun dengan pemberian obat-obat simpatomimetis dengan
atau tanpa teofilin, diagnosis status asmatikus harus dipikirkan. Status
asmatikus merupakan diagnosis klinik yang ditentukan oleh semakin
beratnya asma yang tidak responsif terhadap obat-obat yang biasanya
efektif. Penderita dengan diagnosis status asmatikus yang berat harus
dimasukkan ke rumah sakit, lebih baik pada unit perawatan intensif,
dimana keadaan ini dapat dipantau secara teliti. Para penderita status
asmatikus adalah orang-orang yang kekurangan oksigen (hipoksemik).
Oleh karenanya oksigen dengan kadar yang dikendalikan dengan teliti
selalu terindikasi, untuk mempertahankan oksigenasi jaringan. Oksigen
dapat diberikan dengan sangat efektif melalui pipa hidung bercabang.
Atau masker dengan kecepatan aliran 2-3 L/menit. Kadar oksigen yang
cukup untuk mempertahankan tekanan oksigen arteri parsial 70-90
mmHg atau saturasi oksigen lebih besar daripada 92% adalah optimal.
Jangan digunakan tenda kabut, air ini tidak mencapai jalan napas bawah