Vous êtes sur la page 1sur 13

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Hadirin rahimakumullah.

KEUTAMAAN AKHLAK MULIA

pada kesempatan kali ini, tidaklah ada kata yang pantas kita ucapkan melainkan puji syukur
kehadiratAllah SWT, yang telah memberikan karunia dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga
kita dapat berkumpul di majlis yang mulia ini dalam keadaan sehat wal afiat.

Shalawat serta salam tak lupa kita sanjungkan kepada junjungan nabi besar kita Muhammad SAW
yang telah mengentaskan akhlak manusia di muka bumi ini, dari zaman jahiliah menuju zaman
islamiah seperti yang kita rasakan saat ini.

Pada kesempatan kali ini, izinkanlah kami mengetengahkan permasalahan tentang keutamaan akhlak
mulia.

hadirin yang isnya Allah dimuliakan Allah.


Kata akhlak merupakan jamak dari kata khulq, yang mengandung pengertian sifat, tingkah laku,
kepribadian atau perangai seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Akhlak atau perilaku yang baik dan
mulia disebut akhlak karimah atau akhlak mahmudah. Sedangkan akhlak atau perilaku yang buruk
disebut dengan akhlak sayyi’ah atau akhlak mazhmumah.

Sebagai orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, sudah seyogyanya kita harus memiliki
akhlak dan kepribadian yang terpuji lagi mulia. Apalah artinya keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
SWT sedangkan akhlak dan kepribadian kita sama sekali tidak mencerminkan sebagai orang yang
beriman dan bertaqwa. Sungguh amat merugilah orang-orang yang mengaku dirinya beriman namun
kepribadiannya sangat buruk. Karena seseungguhnya nilai keimanan dan ketaqwaan itu tidak hanya
dipandang dari intensitas ibadahnya saja, melainkan dari segala aspek kehidupan, baik dalam ibadahm
muamalah, syariah muasyarah (pergaulan) dalam masyarakat, dan lain sebagainya.

Sebagaimana firman Allah SWT berikut ini.

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara
keseluruhannya.” (QS. Al Baqarah ayat 208)
Dari ayat di atas, jelaslah sudah bahwa hakikat keimanan dan ketaqwaan seseorang tidak bisa terlepas
dari adanya akhlak dan kepribadian yang mulia. Karena berakhlak mulia dan menjauhkan akhlak yang
tercela seperti ghibah, sombong, dan lain sebagainya adalah salah satu bagian dari ajaran Islam yang
telah diajarkan oleh Rasulullah SAW dan bukankah Rasulullah SAW adalah seorang yang paling mulia
akhlak dan kepribadiannya? Dan bukankah beliau diutus oleh Allah SWT ke muka bumi ini untuk
menyempurnakan akhlak manusia? Jadi apalagi yang menjadi alasan kita untuk mengingkari
pentingnya sebuah akhlak yang mulia, karena Rasulullah SAW telah diutus sebagai penyempurna
akhlak kita. Sebagaimana sabda beliau berikut ini.

Artinya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurkan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad)
Hadirin yang Insya Allah dimuliakan Allah.

Sesungguhnya yang menentukan tinggi rendahnya martabat manusia baik di hadapan Allah taupun di
hadapan makhluknya, adalah kahlak dan budi pekertinya yang luhur. Dan sungguh merupakan
keasalahan yang sangat besar, bagi orang-orang yang menganggap bahwa kemuliaan dan kehormatan
derajat manusia adalah ditentukan dari hartanya, jabatannya, kecantikannya, atau ketampanannya
yang merupakan satu hal yang fana. Tidak jarang orang yang martabat dan jabatannya tinggi namun
tidak bermoral, dan tidak sedikit orang yang berwajah tampan dan cantik namun hatinya busuk.
Maka, apakah orang-orang seperti mereka dapat dikatakan sebagai orang yang terhormat dan mulia?
Oleh karena itulah hanya budi pekerti seseorang yang patut dijadikan sebagai tolak ukur martabat dan
kehormatan seseorang. Karena sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut ini.

Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling baik diantara kamu adalah orang yang paling baik budi
pekertinya.” (Muttafakun ‘Alaih)
Budi pekerti yang luhur dan kepribadian yang mulia, adalah salah satu bukti nyata dan ciri khas dari
keimanan dan ketaqwaan seseorang. Karena orang yang berbudi pekerti yang luhur, dapat mencegah
dan menjauhkan dirinya dari perbuatan-perbuatan keji dan tercela. Seperti halnya berkata dusta,
berlaku sombong, ujub, ghibah, namimah (adu domba), hasad atau dengki dan lain sebagainya, yang
merupakan perbuatan dosa dan sangat terlarang di dalam ajaran Islam. Selain itu, akhlak yang tercela
dan budi pekerti yang buruk akan membuat seseorang menjadi hina, baik dihadapan Allah SWT
maupun dihadapan makhluk yang lainnya dan akan dikucilkan dalam kehidupan bermasyarakat. Maka
apakah orang yang berbudi pekerti yang buruk masih pantas dikatakan orang yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah SWT sedangkan larangan-larangan-Nya tetap dilanggar?

Hadirin yang Insya Allah dimuliakan Allah.


Sungguh sangat mulia dan sangat tinggi derajatnya bagi orang-orang yang memiliki akhlak dan
kepribadian yang luhur. Karena berbudi pekerti yang luhur, tidaklah hanya terkait dengan perkara
akhiratnya saja, tetapi juga dalam kehidupan bermasyarakat dan pergaulan sehari-hari. Bahkan, kalau
akhlak yang tercela ini yang kita lakukan dalam keseharian kita, dosa yang kita tanggung lebih besar
daripada dosa dalam kaitannya dengan ibadah. Misalnya seperti ghibah, dosa dari akibat menggunjing
orang sungguh sangat besar, bahkan melebihi besarnya dosa berbuat zina. Karena berbuat zina hanya
melakukan dosa kepada Allah SWT saja, akan tetapi orang yang melakukan ghibah, disamping berbuat
dosa kepada Allah, juga berbuat dosa kepada orang yang sedang dibicarakannya. Dan Allah SWT tidak
akan mengampuni dosa yang melakukan ghibah sebelum ia meminta maaf kepada orang yang
dighibahnya.
Hadirin yang Insya Allah dimuliakan Allah.
Kita harus mencontoh Rasulullah SAW dalam berperangai dan berperilaku. Sungguh akhlaknya sangat
luhur hingga tidak seorangpun dari ummatnya yang pernah disakiti atau dibohongi oleh beliau.
Bahkan orang-orang kafirpun sangat mengakui dan mengagumi keluhuran budi pekertinya.

Jika kita tengok kembali dan menelaah sejarah Rasulullah SAW, sebelum diangkat menjadi Rasul,
karena kepribadian dan kejujurannya, ia selalu dimuliakan dan dihormati oleh masyarakatnya pada
waktu itu, sekalipun ia masih dalam usia yang muda belia. Bagaimana beliau menjadi pedagang yang
sukses dan disenangi semua orang dan bagaimana beliau selalu disegani oleh kawan ataupun
lawannya. Salah satu contoh yang menggambarkan tentang tingginya kepribadian Rasulullah SAW
adalah ketika beliau mendapatkan kecaman dan tekanan dari kaum kafir Quraisy yang tidak menyukai
dengan ajaran beliau. Namun, Rasulullah SAW selalu tegar dan tabad dalam menghadapi hal itu.
Seperti halnya ketika Rasulullah SAW pergi ke masjid ia selalu diludahi oleh salah seorang dari kaum
kafir Quraisy. Namun pada suatu hari Rasulullah SAW ketika pergi ke masjid tidak menjumpai si fulan
yang selalu meludahinya, maka Rasulullah SAW mencarinya dan menanyakannya. Dan beliau
mendapatkan kabar bahwa si fulan sedang sakit, maka Rasulullah SAW menjenguknya dengan
membawan makanan, bahkan beliaupun mengungahkan makanan kepadanya. Kemudian si fulan
bertanya kepada beliau: “Siapakah engkau?” beliau menjawab: “Aku adalah Muhammad”. Maka si
fulan langsung terperanjat dan menangis seraya menyatakan dirinya masuk Islam.

Oleh karena itu hadirin sekalian, kalau kita mengakui diri kita sebagai bagian dari umat Muhammad,
maka sudah seharusnya perilaku dan tingkah laku kita harus disesuaikan dengan sunah-sunah beliau
serta menjauhi perilaku yang menentang ajaran dan sunah beliau. Begitulah seharusnya yang perlu
kita tanamkan dalam diri kita, pada adik-adik kita ataupun anak cucu kita sedini mungkin.

Demikianlah sekelumit untaian kata yang dapat saya sampaikan pada kesempatan kali ini. Apabila ada
kesalahan, maka hal itu karena kurangnya pengetahuan yang saya miliki. Dan apabila ada salah kata
yang menyinggung perasaan hadirin, saya mohon maaf karena itulah kekhilafan saya sebagai manusia
biasa.

Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.


Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Hadirin rahimakumullah.

HIJRAH

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Kepada-Nya kita memohon pertolongan atas segala urusan
dunia dan urusan akhirat. Semoga shalawat dan keselamatan tetap tercurah kepada Nabi dan Rasul
yang paling mulia, Muhammad sebagai penutup para Nabi, dan kepada keluarganya serta sahabat-
sahabatnya.

Hijrah secara bahasa berarti Al Tarku yang berarti meninggalkan. Kata meninggalkan disini memiliki
banyak sekali arti. Bisa meninggalkan rumah, tempat, kebiasaan, dan lainnya. Namun dalam konteks
keagamaan, hijrah disini memiliki arti meninggalkan sesuatu hal yang buruk untuk hal yang lebih baik.
Dalam sejarah Islam, kita mengenal istilah hijrah dari kisah Rasulullah SAW yang meninggalkan kota
Mekkah menuju Madinah guna menegakkan agama Allah SWT.

Nah, sekarang bagaimana dengan kita di zaman modern ini? Apakah bisa melakukan hal yang
demikian itu? Hanya Anda yang dan Allah SWT yang tahu jawabannya.

Dunia terhampar begitu luas, menyimpan berbagai macam bentuk kehidupan yang belum pernah kita
ketahui sebelumnya. Bila kita memperoleh info, mungkin itu hanya sekilas saja yang kita peroleh dari
internet atau kabar burung.

Luasnya dunia ini seharusnya mampu mendorong setiap orang untuk hidup berkecukupan dan
sejahtera. tetapi bila kenyataan masih jauh dari yang diharapkan. Dunia begitu luas tanpa batas
terhampar tanpa kamar, terbentang tanpa perintang kenapa mesti takut.

Berkaitan dengan hijrah, Allah SWT berfirman dalam Q.S An Nisa ayat 100

ُ ْ ُ ْ ْ ُ
‫ول ِه ث َّم ُيد ِركه ال َم ْوت‬ ُ َ َ ‫اغ ًما َكث ًيا َو َس َع ًة ۚ َو َم ْن َي ْخ ُر ْج م ْن َب ْيته ُم َهاج ًرا إ ََل ه‬
َ َُ ْ َ ْ ‫اَّلل َيج ْد ف‬‫ه‬
‫اج ْر ِ يف َس ِب‬ ‫َو َم ْن ُي َه‬
ِ ‫اَّلل ورس‬
ِ ِ ِ ِِ ِ ‫ِر‬ ‫ض مر‬ ِ ‫اْل ُر‬ ‫ي‬ ِ ِ ِ ‫يل‬ ِ
َ ََ ‫ََ ْ َ َ َ َ ْ ُُ ََ ه‬
ِ
‫يما‬ً ‫ورا َرح‬ً ‫اَّلل َغف‬
ُ ‫ان ه‬ ‫اَّلل ۗ وك‬
ِ ِ ‫فقد وقع أجره عَل‬

Artinya: “Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat
hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah
kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang
dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.”
Ayat tersebut memiliki penafsiran menurut Quraishihab sebagai berikut
Orang-orang yang berhijrah dengan tujuan membela kebenaran, akan menemukan banyak tempat di
muka bumi ini dan terhindar dari tekanan dan kekerasan orang-orang yang memusuhi kebenaran.
Mereka juga akan mendapatkan kebebasaan dan tempat tinggal yang mulia, di samping disediakan
pahala yang besar. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah ke tempat yang mulia,
yaitu negeri Allah dan rasul-Nya, kemudian mati sebelum sampai pada tempat tujuan, pahalanya telah
ditetapkan. Allah berkuasa untuk memberikan pahala, ampunan dan rahmat-Nya, karena Allah adalah
Maha Pengampun lagi Maha Pemberi rahmat.
Selain itu, Rasulullah SAW juga bersabda berkaitan dengan hijrah yang diriwayatkan oleh Bukhari

HR. Bukhari No 6003


ْ ‫ه‬ َ َ ُ ‫َ َ َ ْ ُ َ ْ َ ه ْ َ َ ْ َ ُ ُ َ َ َّ ُّ َ ه ه‬ َ ْ َ ُ َّ َ َ َ َ َّ َ ُ ُ َ َ َ َّ َ
‫اَّلل عل ْي ِه َو َسل َم ال ُم ْس ِل ُم َم ْن َس ِل َم‬ ِ ‫حدثنا أبو ن َع ْي ٍم حدثنا زك ِرياء عن ع ِام ٍر قال س ِمعت عبد‬
‫اَّلل بن عم ٍرو يقول قال الن ِ يب صَل‬
َُْ ُ‫ََ َ َُْ ُ َ ْ َ َ َ َ َ َ ه‬ َ ْ َ ُ ْ ُْ
‫اَّلل عنه‬ ‫اجر من هجر ما نَه‬ِ ‫المس ِلمون ِمن ِلس ِان ِه وي ِد ِه والمه‬

Telah menceritakan kepada kami [Abu Nu’aim] telah menceritakan kepada kami [Zakaria] dari [Amir]
mengatakan, aku mendengar [Abdullah bin Amru] mengatakan; Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Muslim yang sempurna adalah yang muslim lainnya selamat dari gangguan
lidah dan tangannya. Dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang Allah
larang.”
Meninggalkan segala bentuk yang dilarang Allah bisa berarti perpindahan seorang muslim dari kufur
kepada iman, dari syirik kepada tauhid, dari nifaq kepadai istiqomah, dari maksiat kepada taat, dari
haram kepada halal. Dengan kata lain, perpindahan total seorang muslim dari kehidupan yang serba
Jahili menuju kehidupan yang serba Islami.

Hijrah dalam pengertian ini disebut hijrah maknawiyah (hijrah mental) atau bisa juga disebut hijrah
qalbiyah (hijrah hati). Hijrah maknawiyah bersifat mutlak, dan kemutlakannya berlaku bagi setiap
muslim. Artinya, setiap muslim mesti melakukan hijrah maknawiyah ini. Karena menjadi pribadi
muslim yang kaaffah (seorang yang hanya mengabdi kepada Allah secara totalitas) harus didahului
dengan hijrah ini. Hijrah ini merupakan awal mula terangkatnya kehidupan manusia dari kegelapan
menuju cahaya islam, tuntutan Allah kepada Umat Islam agar bisa keluar secara total dari dominasi
pengabdian terhadap syaitan dengan segala bentuk dan manifestasinya menuju pengabdian hanya
kepada Allah.

Dalam kondisi sekarang ini, di mana kita hidup dilingkungan masyarakat yang pola kehidupannya
banyak yang jauh dari nilai-nilai Islam, hijrah maknawiyah merupakan suatu keharusan. Dengan
demikian, walaupun secara fisik seorang tetap berada dilingkungannya, namun secara maknawi ia
meninggalkan seluruh pola kehidupan yang ada lingkungannya. Pengertian ini yang dikenal dengan
istilah“Yakhtalithuun walaakin yatamayyazuun”(bercampur tapi tetapi berbeda), ia tetap dalam
kepribadian muslimnya tanpa harus larut dalam nilai-nilai sekelilingnya.

Sebagaimana pesan Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi no 1930
Telah menceritakan kepada [Abu Hisyam Ar Rifa’i Muhammad bin Yazid], telah menceritakan kepada
kami [Muhammad bin Fudlail] dari [Al Walid bin Abdullah bin Jumai’] dari [Abu Thufail] dari
[Hudzaifah] ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian menjadi
orang yang suka mengekor orang lain. Jika manusia menjadi baik, maka kami juga akan berbuat baik.
Dan jika mereka berbuat zhalim, maka kami juga akan berbuat zhalim.’ Akan tetapi mantapkanlah
hati kalian, jika manusia berbuat baik kalian juga berbuat baik, namun jika mereka berlaku buruk,
janganlah kalian berbuat zhalim.” Berkata Abu Isa: Ini merupakan hadits hasan gharib tidak kami
ketahui kecuali melalui jalur ini.
Dari pembahasan diatas, menjadi jelas bahwa hakikat hijrah baik makaniyah maupun maknawiyah itu
sebenarnya adalah komitmen pada ketentuan kita dengan meninggalkan segala bentuk sikap dan
perilaku yang tidak menunujukan ketaatan kepada Allah.

Karena hakikat hijrah adalah melaksanakan perintah Allah dengan meninggalkan kemalasan dan
kedurhakaan kepada-Nya, serta meninggalkan larangan-larangan-Nya dengan meninggalkan segala
bentuk kesukaan atau kecintaan pada kemaksiatan, maka hijrah itu harus dilakukan sepanjang
perjalanan hidup kita sebagai muslim semuanya ini tentu saja menuntut kesungguhan. Karena itu,
iman, hijrah, dan jihad merupakan kunci bagi manusia untuk meraih derajat yang tinggi dan
kemenangan dalam melawan musuh-musuh kebenaran.

Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam Q.S At Taubah ayat 20 berikut ini:

َ َْ ُ َ َ ُ ‫ْ َ ْ َ ُ ََ َ ً َْ ه‬ ُ ََْ َ ‫ه‬ ُ َ َ َ ُ َ َ َ َُ َ ‫ه‬


‫اَّلل ۚ َوأول َٰ َِٰئك ه ُم الف ِائ ُزون‬
ِ ‫اَّلل ِبأ ْم َو ِال ِه ْم وأنف ِس ِهم أعظم درجة ِعند‬
ِ ‫يل‬
َ
ِ ‫ال ِذين آمنوا وهاجروا وجاهدوا ِ يف س ِب‬

Artinya : ‘orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda
dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi Allah; dan Itulah orang-orang yang mendapat
kemenangan. ” [QS. At Taubah: 20]
Demikianlah Islam mengajarkan kepada kita prinsip Hijrah yang pada dasarnya bertujuan untuk
kebaikan dunia dan akhirat kita. Sebab itu, Hijrah mesti kita lakukan sekarang juga dan tidak boleh
ditunda barang sedikitpun. Kalau tidak, kita tidak akan beranjak dari situasi dan kondisi yang ada
sekarang. Kalau kita tidak Hijrah sekarang, maka generasi setelah kita nanti tidak akan keluar dari
situasi dan kondisi buruk yang kita hadapi saat ini dan mungkin lebih buruk lagi kedepannya. Tidak ada
kata terlambat untuk kita berhijrah dari kehidupan yang buruk sebelumnya.

Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh


Assalmu’alaikum Wr.Wb

KEJUJURAN

Sebelumnya, marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kita semua. Sehingga kita dapat berkumpul di sini dengan sehat wal afiat.

Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.

Para hadirin sekalian.

Jujur merupakan cerminan sejati seorang muslim. Rasulullah SAW adalah orang yang terkenal dengan
kejujurannya. Dalam kehidupan sehari-harinya, beliau selalu mengedepankan kejujuran. Karena jujur
adalah akhlak yang sangat baik menurut pandangan Allah SWT.

Bila kita senantiasa memeliharan kejujuran dalam hidup kita, niscaya kita akan menjadi bagian dari
orang yang beruntung baik di dunia maupun di akhirat.

Bapak-bapak, Ibu-ibu dan saudara sekalian,

Kita semua setuju bahwa jujur merupakan budi pekerti yang mulia. Dengan kejujuran, seseorang
perlahan akan menuju kebaikan. Apabila seseorang telah jujur dan mampu menempatkan suatu
kebaikan, maka ia terbimbing menuju surga. Bukanlah Rasulullah saw. pernah bersabda:

“Sesungguhnya kejujuran membimbing kearah kebaikan. Dan kebaikan itu membimbingnya ke surga.
Seseorang yang jujur, maka hingga di sisi Allah ia akan menjadi orang yang jujur dan benar. Sedangkan
sifat dusta membimbing seseorang pada kejahatan. Lalu kejahatan itu menyeret ke neraka. Seseorang
yang biasa berdusta, maka hingga di sisi Allah kelak tetap menjadi pendusta. (HR. Bukhari Muslim)

Para hadirin yang dirahmati Allah,

Orang yang suka berterus terang dan jujur dalam segala hal kehidupan ini, maka ia termasuk memiliki
sifat kenabian. Sebab tentu saja orang-orang yang jujur ini suka sekali dengan kebenaran. Karena
sukanya, maka ia selalu memelihara akhlaknya dari dusta. Karena itu ia cenderung untuk melakukan
kebaikan dan menegakan kebenaran agama.
Dalam Surat Maryam ayat 41, Allah berfirman:
َ ً ِّ َ َ ُ َّ َ َ ْ َ ْ ُْْ َ
‫يم ۚ ِإنه كان ِصديقا ن ِب ًّيا‬‫اب ِإبر ِاه‬
ِ ‫واذكر ِ يف ال ِكت‬

Artinya:

Ceritakanlah (Hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (Al Quran) ini. Sesungguhnya ia adalah
seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi. (QS: Maryam Ayat: 41)
Kemudian di bagian lain, yaitu ayat 54 diterangkan pula:
َ ً َ َ ْ ْ َ َ َ ُ َّ َ َ ْ ُْْ َ
‫يل ۚ ِإنه كان َص ِادق ال َوع ِد َوكان َر ُسوًل ن ِب ًّيا‬‫اب ِإ ْس َم ِاع‬
ِ ‫واذكر ِ يف ال ِكت‬

Artinya:

Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Quran.
Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. (QS:
Maryam Ayat: 54)
Para bapak, Ibu dan saudara sekalian,

Kejujuran itu dekat dengan kebenaran. Kebenaran adalah sesuatu yang disenangi Allah. Jika Allah
senang, maka pastilah Dia akan mengasihi. Dan hambaNya yang jujur, maka kelak di hari Kiamat akan
disediakan tempat yang menyenangkan, yaitu surga.

Sesungguhnya kejujuran dan sikap terus terang akan membawa diri seseorang menuju ke jalan
kemerdekaan jiwa. Jiwa yang merdeka bebas tanpa ikatan. Sebab orang yang selalu jujur, maka ia
tidak merasa cemas dan takut kepada siapapun. Apa yang dilihatnya akan dikatakan apa adanya. Tiada
tersembunyi dan terselipi kebohongan sedikit pun.

Orang yang senantiasa jujur, maka ia pun jujur terhadap dirinya sendiri, kejujuran pada diri sendiri
dapat mengantarkan dirinya pada suatu kemajua. Di mana, karena jujur, akhirnya ia mengakui
kekurangan dan kelemahan yang dimiliki. Jika seseorang menyadari kekuarangan dan kelemahannya,
pasti ia tidak mempunyai sifat sombong. Dengan demikian tentu akan terus belajar dan berusaha
untuk meningkatkan diri dan memperbaiki kelemahan yang dimiliki.

Sekali lagi saya katakan bahwa orang yang jujur tidak akan takut kepada siapapun juga. Jika ia harus
menghadapi bahaya dari perkataannya yang jujur, maka ia tidak akan khawatir. Bahkan ia tak segan-
segan mengatakan apa adanya. Tetapi terhadap diri dan hatinya sendiri ia sangat takut. Ketakutan itu
ialah jangan-jangan ia memungkiri suara hatinya sendiri. Di mana suara hati mengemukakan
kebenaran.
Oleh karena itu sebagai seorang muslim, hendaknya kita senantiasa bersikap jujur, di mana dan kapan
saja. Dalam pergaulan sehari-hari, kejujuran perlu diterapkan. Marilah kita tunjukan kepada
masyarakat bahwa seorang muslim selalu memiliki akhlak mulia.

Bilahit tayfiq wal hidayat,

wassalamu’alaikum warahmatulahi wabarakatuhu.


AssalamualaikumWarahmatullahiWabarakatuh
FITNAH
pada kesempatan kali ini, tidaklah ada kata yang pantas kita ucapkan melainkan puji syukur
kehadiratAllah SWT, yang telah memberikan karunia dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga
kita dapat berkumpul di majlis yang mulia ini dalam keadaan sehat wal afiat.

Shalawat serta salam tak lupa kita sanjungkan kepada junjungan nabi besar kita Muhammad SAW
yang telah mengentaskan akhlak manusia di muka bumi ini, dari zaman jahiliah menuju zaman
islamiah seperti yang kita rasakan saat ini.

Pada kesempatan kali ini izinkanlah saya menyampaikan pidato berkaitan dengan fitnah. Yang
dimaksud dengan fitnah yaitu sesuatu yang menimpa individu atau golongan, berupa kebinasaan atau
kemunduran tingkatan iman, atau kekacauan di dalam barisan Islam. Di antara penyebab pertama
terjerumusnya seseorang ke dalam fitnah, yaitu siapnya hati menerima fitnah tersebut, seperti yang
disebutkan dalam hadits, yang artinya: “Fitnah-fitnah didatangkan kepada semua hati...Hati manapun
yang mengecapnya, tertorehlah padanya satu noda hitam.”

.Dalam hadits shahih, dikemukakan bahwa: “Orang yang berjalan padanya (fitnah) lebih baik daripada
yang berlari, barangsiapa yang mengintainya, niscaya ia menguasainya.” Maksudnya mencari-carinya
(fitnah), niscaya ia menguasainya. Dan sesuatu yang paling menggerakkan fitnah adalah banyak
berbicara.

Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata dalam menjelaskan sebab-sebab terjadinya fitnah yang
sangat banyak, sesungguhnya ia bermula: 'dengan berkata bohong di hadapan para pemimpin,
memberikan informasi kepada mereka. Maka seringkali hal itu memunculkan kemarahan dan
pembunuhan, lebih banyak dari pada terjadinya fitnah itu sendiri. Dan sering sekali fitnah menjadi
besar saat seseorang mengambil sikap atas dasar kesalahpahaman. Dan yang lebih berbahaya lagi
dalam menyulut api fitnah adalah mendahulukan pendapat pribadi di atas hukum syara’.

Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, bahwasanya Sahl bin Hanif berkata saat terjadinya fitnah di
antara para sahabat radhiyallahu ‘anhum: ‘Wahai sekalian manusia, curigalah terhadap pendapat
pribadimu atas agamamu...’’ Dan terkadang engkau berlari dari fitnah, maka para pelakunya menyusul
engkau, sedangkan engkau tidak ingin terlibat di dalamnya.

Sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu ad-Darda` , ia berkata, ‘Jika engkau mengkritik mereka,
mereka mengkritik engkau. Jika engkau meninggalkan mereka, mereka tidak meninggalkan engkau. Dan
jika engkau berlari dari mereka, mereka pun menyusul engkau...’ Dan terkadang penerimaan terhadap
jabatan yang engkau tidak mampu melaksanakannya menjadi sebab terjadinya fitnah terhadap dirimu
dan siapapun yang bersamamu.

Karena alasan itulah, ‘Amr bin al-‘Ash merasa sangat gelisah saat menjelang kematiannya, dan ia
teringat kehidupannya bersama Rasulullah , hingga ia berkata, ‘Jika aku meninggal dunia pada saat itu,
orangorang berkata, ‘Selamat untuk ‘Amr, ia masuk Islam, lalu ia meninggal maka diharapkan surga
untuknya.’ Kemudian setelah itu, aku berkecimpung dengan kekuasaan dan berbagai banyak urusan,
maka aku tidak tahu, apakah memudharatkan aku atau berguna untukku.’

Jika engkau menjadi panutan atau memegang jabatan, maka janganlah engkau memberikan tugas
kepada manusia yang mereka tidak mampu, maka engkau membuat fitnah kepada mereka. Maka
sesungguhnya Rasulullah , tatkala beliau mengetahui bahwa Mu’adz bin Jabal memanjangkan shalatnya
saat menjadi imam, beliau bersabda kepadanya sebanyak tiga kali "Wahai Mu’adz, apakah engkau ingin
membuat fitnah?7

Dan dalam pidato Umar : ‘Perhatikanlah, janganlah kamu memukul kaum muslimin, maka kamu
menghinakan mereka. Janganlah kamu memperpanjang (menugaskan mereka terlalu lama, hingga
tidak berkumpul dengan keluarga mereka), maka engkau membuat fitnah kepada mereka. Dan
janganlah kamu menghalangi hak mereka, maka kamu membuat kufur kepada mereka.’ Sesungguhnya
banyak disibukkan dengan ucapan tanpa bekerja, akan membawa kepada fitnah dan kekacauan.

Syaikhul Islam berkata, ‘Apabila manusia meninggalkan jihad fi sabilillah, maka Allah akan mencoba
mereka. dengan mencampakkan permusuhan di antara mereka, hingga terjadi fitnah di antara mereka,
sebagaimana yang telah terjadi.

Hadirin yang dirahmati Allah


Di antara pengaruh fitnah, sesungguhnya fitnah itu melupakan orang-orang yang terjerumus di
dalamnya tentang kebenaran yang mereka ketahui dan batasan-batasan yang mereka tekuni. Dan
sesungguhnya orang yang terjatuh dalam fitnah menjadi ringan ketakwaannya dan tipis agamanya.
Karena itulah saat orang-orang dijauhkan dari telaga, Rasulullah mengira mereka termasuk umatnya,
dijawablah: 'Engkau tidak tahu, mereka telah berjalan mundur.' Yang meriwayatkan hadits berkata
(yaitu Ibnu Abi Mulaikah): 'Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu bahwa kami kembali
atas tumit kami (murtad) atau kami mendapat fitnah."

Dan dalam hadits yang Hudzaifah bertanya tentang keburukan: Wahai Rasulullah, ketenangan di atas
asap, apakah maksudnya? Beliau menjawab: Hati para kaum tersebut tidak kembali seperti
semula.'Yang mensyarahkan hadits tersebut berkata, 'Maksudnya, hati mereka tidak bersih dari sifat
dendam dan benci, sebagaimana bersih sebelum hal itu.' Ketika engkau melihat seorang laki-laki yang
berakal, tetapi akhirnya engkau tidak tahu, kemana perginya akal sehatnya di saat terjadinya
fitnah (kekacauan).

Ibnu Hajar rahimahullah mengutip hadits dari Ibnu Abi Syaibah rahimahullah tentang fitnah:
"Kemudian fitnah datang bergelombang seperti gelombang laut, dan ia yang menjadikan manusia
padanya seperti binatang.' Maksudnya, tidak ada akal bagi mereka. Dan diperkuat hadits Abu Musa :
'Akal kebanyakan orang di masa itu telah hilang.' Dan ketika Ibnu Hajar rahimahullah menjelas
disunnahkan berlindung dari segala fitnah, hingga kepada orang yang mengetahui bahwa ia berada di
atas kebenaran. Ia memberikan alasan atas hal itu dengan penjelasannya: 'Karena sesungguhnya ia bisa
membawa kepada terjatuhnya sesuatu yang ia tidak menganggap terjatuhnya. Di antara pengaruh
terjerumus dalam fitnah yang paling berbahaya adalah tidak memperhatikan nasehat, bahkan sebagian
manusia menganggap enteng perbuatan maksiat. Abdullah bin Umar berkata: 'Di masa fitnah, kamu
tidak menganggap pembunuhan sebagai perbuatan dosa.'15 Maka, apakah jalan keselamatan dari
segala fitnah?

Hadirin yang dirahmati Allah

Di antara hal yang dapat menyelamatkan dari fitnah adalah bahwa engkau tidak menuntut hakmu
dalam urusan dunia, sekalipun sabar dalam hal itu terasa berat sekali. sebagaimana yang diriwayatkan
dalam Sunan Abu Daud: 'Sesungguhnya keberuntungan bagi orang yang menjauhi fitnah –(beliau
mengucapkannya) tiga kali-, dan bagi orang yang mendapat cobaan, maka ia bersikap sabar, alangkah
indahnya sabar terhadap bala.' Dan barangsiapa yang dikelilingi fitnah dan tidak ada yang
menyelamatkannya dari fitnah itu, maka hendaklah ia berlari dengan membawa agamanya dari segala
fitnah dan memperbanyak ibadah, sebagaimana dalam hadits: "Beribadah di saat fitnah adalah seperti
berhijrah kepadaku."17 Berbekal diri dengan amal shaleh sangat dianjurkan untuk menjaga diri dari
fitnah sebelum terjadinya.

Nabi bersabda: "Segeralah beramal shaleh (mendahului datangnya) segala fitnah." Imam An-Nawawi
rahimahullah mengatakan saat menjelaskan makna hadits tersebut: 'Pengertian hadits tersebut adalah
dorongan bersegera melaksanakan amal ibadah sebelum uzur dan sebelum tidak bisa lagi
melaksanakannya karena terjadinya fitnah yang menyibukkan, datang silih berganti, lagi sangat banyak.
Dan barangsiapa yang bisa mengendalikan sebab-sebab fitnah, maka hendaklah ia berlepas diri darinya,
sebagaimana yang terdapat dalam hadits: "Patahkanlah padanya yang keras darimu.

Hadirin Rahimakumullah

Kesimpulannya adalah bahwa ada beberapa hal yang diyakini sebagai penyebab seseorang terjerumus
fitnah Di antara penyebab terjerumusnya seseorang ke dalam fitnah: 1) Kesiapan hati menerimanya; 2)
Tenggelam dengan obrolan dan keyakinan ilusi; 3) Mendahulukan pendapat pribadi di atas hukum
syara; 4) Menerima jabatan yang tidak mampu dilaksanakan; 5) Sibuk berbicara, tanpa bekerja.; Adapun
dampak fitnah itu sendiri antara lain: 1) Membuat manusia lupa terhadap kebenaran yang sebenarnya;
2) Menipiskan agama; 3) Menghilangkan akal; 4) Tidak mendengarkan nasehat.

Untuk menghalau musibah fitnah ini dapat dilakukan beberapa hal diantaranya adalah: 1) Tidak
menuntut hakmu dalam urusan dunia; 2) Paham terhadap agama; 3) Berlepas diri dari sarana-sarana
fitnah dan sebab-sebabnya; 4) Tidak memegang jabatan dalam fitnah; 5) Berdoa agar terjaga dari
kejahatannya; 6) Hati mengingari fitnah tersebut; 7) Berbekal diri dengan amal shalih; 8) Menjauhi
fitnah adalah pemeliharaan rabbani, melebihi kondisinya sebagai usaha manusia.

Barang kali demikianlah yang dapat saya sampaikan, kurang dan lebihnya mohon dimaklumi dan
dimaafkan. Billahi Taufik Wal Hidayah
Wassalamualaikum Warahmatulahi Wabarakatuh

Vous aimerez peut-être aussi