Vous êtes sur la page 1sur 9

RANGKUMAN MATERI

LEMBAGA ZAKAT, INFAQ, SADAQOH, DAN WAKAF


Oleh: Ahmad Faih (18208010007)

A. Pengertian Zakat Infaq Shodaqoh dan Wakaf


1. Zakat
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat pasal 1 ayat 2, definisi zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan
oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya sesuai dengan syariat islam. Menurut Riyandono (2008:2-3) kata
zakat dalam bentuk ma‟rifah (definisi) disebut sebanyak 30 kali di dalam Al-
qur‟an, diantara 27 kali disebutkan dalam 1 ayat bersama sholat, dan hanya 1 kali
disebutkan dalam konteks yang sama dengan sholat tetapi tidak di dalam 1 ayat.
Apabila diperiksa ketiga puluh kali zakat disebutkan itu delapan terdapat di dalam
surat-surat yang turun di makkah dan selebihnya di dalam surat-surat yang turun di
madinah. Zakat dalam istilah ekonomi, zakat merupakan tindakan pemindahan
kekayaan dari golongan kaya kepada golongan tidak punya. Zakat merupakan
perintah agama yang wajib dilaksanakan oleh umat islam yang mampu dalam
melaksanakannya.
2. Infaq
Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2011 tentang
pengelolaan zakat, di pasal 1 ayat 3 terdapat pengertian infak. Infak adalah harta
yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha diluar zakat untuk kemaslahatan
umat. Menurut hasan (2006:91) zakat dan infak adalah tumpukan harta yang
dikumpulkan dari para muzaki (wajib zakat) dan dermawan, yang akan dibagikan
dan disalurkan kembali. Menurut Hafidhuddin (1998:14) infak berasal dari kata
anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu harta untuk kepentingan sesuatu. Infak
menurut terminologi syariat, infak berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau
pendapatan atau penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan. Infak
dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan maupun
tidak.
3. Shodaqoh
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat pasal 1 ayat 4, sedekah adalah harta atau nonharta yang
dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha diluar zakat untuk kemaslahatan umat.
Menurut Hafidhuddin (1998:15) sedekah berasal dari kata shadaqa yang berarti
„benar‟ orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya.
Menurut terminologi syariat, pengertian sedekah sama dengan pengertian infak,
termasuk juga hukum dan ketentu-ketentuannya. Hanya saja, jika infak berkaitan
dengan materi, sedangkan sedekah memiliki arti lebih luas, menyangkut hal yang
bersifat nonmateriil.
Menurut Qordawi (2007) dalam Riyandono (2008:3-5) mengatakan “sedekah
itu adalah zakat dan zakat itu adalah sedekah” berbeda nama tetapi arti sama.”
Sedekah secara hukumnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu, sedekah wajib dan
sedekah tidak wajib. Sedekah wajib dikategorikan zakat sedangkan sedekah yang
tidak wajib dikategorikan infak. Zakat wajib dikeluarkan apabila telah mencapai
nisab, telah dimiliki selama setahun, besarnya telah ditentukan dan syarat lainnya
telah terpenuhi. Apabila syarat-syarat zakat tersebut telah terpenuhi maka jika tidak
ditunaikan maka pemilik harta tersebut telah melanggar perintah Allah SWT,
sedangkan infaq boleh dikeluarkan secara suka rela baik harta tersebut belum atau
telah mencapai syarat-syarat untuk berzakat. Dengan demikian, orang yang
berzakat itu sebenarnya belum memberikan hartanya melainkan hanya menunaikan
kewajiban atas hartanya, sedangkan yang dikategorikan memberikan hartanya
(bersedekah) adalah orang yang berinfak, karena dalam setiap harta yang dimiliki
oleh seseorang itu ada hak bagi orang yang miskin dan orang tidak beruntung dalam
perekonomian.
4. Wakaf
Wakaf ialah suatu bentuk penyerahan harta sama ada secara (sorih) terang, atau
(kinayah) sindiran, di mana harta berkenaan ditahan dan hanya manfaatnya sahaja
yang diaplikasikan untuk tujuan-tujuan kebajikan sama ada berbentuk umum
maupun khusus. Dari segi istilah ia bermaksud menahan sesuatu harta seseorang
untuk dimanfaatkan oleh orang lain. Harta yang diwakafkan hendaklah berada
dalam keadaan yang baik, kekal dan tujuan ia melakukan wakaf adalah untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memberi kebajikan kepada orang lain.
Pewakaf juga tidak lagi mempunyai hak ke atas harta wakaf tersebut.
Muhammad ‘Arfah al-Dusuqi pula menjelaskan bahawa wakaf adalah
memberikan manfaat sesuatu harta yang dimiliki kepada orang yang berhak dengan
satu akad dalam jangka masa tertentu, sesuai dengan kehendak pewakaf. Menurut
Ibn Qudamah dari ulama Mazhab Hanbali menyatakan bahawa wakaf adalah
menahan yang asal dan memberikan hasilnya.
B. Komoditi Zakat
1. ZakatFitrah
Zakat ini merupakan zakat yang diwajibkan untuk setiap pribadi Muslim.
Menurut Qardhawi (Muhammad 2006: 32), disebut zakat fitrah karena bertujuan
untuk menyucikan diri orang yang berpuasa dari ucapan dan perbuatan yang tidak
berguna. Zakat ini diwajibkan setelah terbenamnya matahari pada akhir bulan
Ramadhan hingga khatib naik mimbar pada shalat sunnah hari raya Idul Fitri.
Pelaksanaan zakat fitrah tidak mensyaratkan kecuali beragama Islam dan adanya
kelebihan dari makanan pada hari dan malam hari raya. Dengan demikian zakat
fitrah tidak mensyaratkan nishab bagi yang mengeluarkannya. Disamping itu, zakat
fitrah didasarkan pada jumlahnya, yaitu satu sha’ (4 mud/2,5 kg/3,5 liter), baik keju,
anggur, gandum, beras, kismis atau makanan pokok lainnya.
2. ZakatMal
a. Emas dan Perak
Zakat emas dan perak disini termasuk naqdani (dua mata uang) yaitu dinar dan
dirham dan perhiasan. Ada perbedaan pendapat yang masyhur dikalangan
ulama menganai perhiasan yang dipakai, tapi mayoritas ulama berpendapat
wajib mengeluarkan zakat dari perhiasan yang dipakai, atau disiapkan untuk
dipakai, atau dipinjamkan apabila sudah mencapai nishab dan haulnya. Adapun
nishab dari emas adalah 20 misqal atau 20 dinar yang setara dengan 85 gram
emas. Sedangkan nishab dari perak adalah 200 dirham yang setara dengan 595
gr perak.
Adapun kadar zakat emas apabila telah mencapai 85 gr yaitu sebesar seperempat
dari sepersepuluh (2,5%) yaitu sebesar 2,125 gr emas. Sedangkan kadar zakat
untuk perak yaitu apabila telah mencapai 595 gr, maka kadar zakat yang
dikeluarkan adalah seperempat dari sepersepuluh (2,5%) yaitu setara dengan
14,875 gr perak.
b. Komoditas Dagang
Komoditas dagang yaitu barang-barang yang disiapkan untuk jual beli dalam
transaksi perdagangan seperti makanan, perabotan, real estate dan semisalnya.
Adapun nishabnya sebagian ulama berpendapat bahwa nishab dari zakat
komoditas dagang sama dengan nishab zakat emas dan perak yaitu senilai 85 gr
emas. Kemudian dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 % dari harta perdagangan.
c. Binatang Ternak
Binatang ternak disini yang dimaksud adalah unta, sapi atau kerbau dan
kambing atau domba. Adapun nishab dan kadar wajib zakat dari binatang ternak
sesuai yang ada di dalam tabel. Binatang ternak yang bisa dikeluarkan zakatnya
adalah binatang yang digembalakan di padang rumput yang mubah. Adapun
binatang ternak yang yang diambilkan makanannya dan yang dipekerjakan
untuk pertanian, pengangkutan barang dan transportasi tidak wajib dizakati.
d. Pertanian (Buah – buahan dan Biji – bijian).
Menurut pendapat para ulama bahwa pertanian yang wajib dizakati adalah Biji
makanan yang mengenyangkan seperti beras, jagung, gandum dan sebagainya
sedangkan buah – buahan yang wajib dizakati hanya kurma dan anggur saja,
sedangkan buah – buahan lainnya tidak wajib zakat. Adapun nishab dari zakat
pertanian adalah lima wasaq yang setara dengan 300 sho‟ atau 653 kg. Kadar
wajib zakat dari hasil pertanian dibagi menjadi dua macam yaitu:
1) Hasil pertanian yang diairi dengan air hujan, mata air, dan sungai, maka
kadar wajib zakatnya adalah sepersepuluh (10%) dari 652 kg, sehingga yang
dia keluarkan adalah 65,2 kg.
2) Hasil pertanian yang diairi dengan biaya seperti irigasi buatan yang
menggunakan alat atau perlengkapan lainnya, maka kadar wajib zakatnya
adalah setengah sepersepuluhh (5%) dari 652 kg, sehingga yang dikeluarkan
adalah 32,6 kg
Adapun mengenai haulnya atau waktu mengeluarkan zakatnya, tidak
disyaratkan untuk zakat pertanian (biji – bijian dan buah – buahan), bahkan
zakatnya dibayarkan ketika panen.
e. Rikaz (Harta Terpendam) dan Mada‟in (Barang Tambang)
Rikaz adalah harta yang ditemukan terpendam dalam bumi berupa harta
kekayaan orang – orang jahiliyah, perhiasan mereka, dan uang mereka.
Sedangkan Mada‟in adalah barang – barang yang ditambang dari perut bumi
yang memiliki nilai ekonomis. Di dalam sebuah hadist menunjukkan bahwa
rikaz itu wajib dizakati secara mutlak, artinya baik rikaz itu dalam jumlah besar
atau kecil tetap harus dizakati. Sedangkan nishab dari mada‟in tidak ada dalil
yang menunjukkan secara pasti.
Adapun kadar zakat rikaz adalah seperlima (20%) dari rikaz tersebut baik
banyak maupun sedikit. Sedangkan kadar zakat mada‟in menurut para ulama
adalah mengqiyaskan barang tambang dengan emas dan perak yaitu sebesar
seperempat dari sepersepuluh (2,5%) karena barang tambang sekarang seperti
barang – barang berharga dan bernilai ekonomis. Dalam rikaz dan mada‟in itu
sendiri tidak disyaratkan haul dalam mengeluarkan zakat. Maksudnya zakat
rikaz dan mada‟in dibayarkan setelah mendapatkan barang tersebut.
C. Lembaga- Lembaga
Undang- undang No. 23 tahun 2011 menyebutkan bahwa lembaga pengelolaan
zakat di Indonesia terdiri dari dua macam, yaitu Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat ( LAZ ) yang
dibentuk oleh masyarakat.
1. Badan Amil Zakat Nasional ( BAZNAS )
Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, pemerintah membentuk BAZNAS yang
berkedudukan di ibu kota negara. BAZNAS merupakan lembaga pemerintah
nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada presiden
melalui mentri.
Dalam melaksanakan tugasnya BAZNAS menyelenggarakan fungsi:
a. Perencanaan, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
b. Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
c. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
d. Pelaporan dan pertanggung jawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
2. Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian dan
pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ).
LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala.
Pembentukan LAZ wajib mendapat izin menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh
menteri. Izin pembentukan LAZ hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan.
D. Lembaga Wakaf
1. BWI ( Badan Wakaf Indonesia )
Kelahiran Badan Wakaf Indonesia (BWI) merupakan perwujudan amanat yang
digariskan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.
Kehadiran BWI, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 47, adalah untuk memajukan
dan mengembangkan perwakafan di Indonesia. Untuk kali pertama, Keanggotaan
BWI diangkat oleh Presiden Republik Indonesia. Jadi, BWI adalah lembaga
independen untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia yang dalam
melaksanakan tugasnya bersifat bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, serta
bertanggung jawab kepada masyarakat.
BWI berkedudukan di ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat
membentuk perwakilan di Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan.
Dalam kepengurusan, BWI terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan,
masing-masing dipimpin oleh oleh satu orang Ketua dan dua orang Wakil Ketua
yang dipilih dari dan oleh para anggota. Badan pelaksana merupakan unsur
pelaksana tugas, sedangkan Dewan Pertimbangan adalah unsur pengawas
pelaksanaan tugas BWI. Jumlah anggota Badan Wakaf Indonesia terdiri dari paling
sedikit 20 orang dan paling banyak 30 orang yang berasal dari unsur masyarakat.
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden. Keanggotaan Perwakilan Badan Wakaf Indonesia di daerah diangkat dan
diberhentikan oleh Badan Wakaf Indonesia. Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia
diangkat untuk masa jabatan selama 3 tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1
kali masa jabatan. Untuk pertama kali, pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf
Indonesia diusulkan kepada Presiden oleh Menteri. Pengusulan pengangkatan
keanggotaan Badan Wakaf Indonesia kepada Presiden untuk selanjutnya
dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia. Sementara itu, BWI mempunyai tugas
dan wewenang sebagai berikut:
a. Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf.
b. Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala
nasional dan internasional.
c. Memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan peruntukan dan status
harta benda wakaf.
d. Memberhentikan dan mengganti nazhir.
e. Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf.
f. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan
kebijakan di bidang perwakafan.
Pada ayat 2 dalam pasal yang sama dijelaskan bahwa dalam melaksanakan
tugasnya BWI dapat bekerjasama dengan instansi Pemerintah baik Pusat maupun
Daerah, organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang
dianggap perlu. Dalam melaksanakan tugas-tugas itu BWI memperhatikan saran
dan pertimbangan Menteri dan Majelis Ulama Indonesia, seperti tercermin dalam
pasal 50. Terkait dengan tugas dalam membina nazhir, BWI melakukan beberapa
langkah strategis, sebagaimana disebutkan dalam PP No.4/2006 pasal 53, meliputi:
a. Penyiapan sarana dan prasarana penunjang operasional Nazhir wakaf baik
perseorangan, organisasi dan badan hukum.
b. Penyusunan regulasi, pemberian motivasi, pemberian fasilitas,
pengkoordinasian, pemberdayaan dan pengembangan terhadap harta benda
wakaf.
c. Penyediaan fasilitas proses sertifikasi wakaf.
d. Penyiapan dan pengadaan blanko-blanko AIW, baik wakaf benda tidak
bergerak atau benda bergerak.
e. Penyiapan penyuluh penerangan di daerah untuk melakukan pembinaan dan
pengembangan wakaf kepada nazhir sesuai dengan lingkupnya.
f. Pemberian fasilitas masuknya dana-dana wakaf dari dalam dan luar negeri
dalam pengembangan dan pemberdayaan wakaf.
Tugas-tugas itu, tentu tak mudah diwujudkan. Jadi, dibutuhkan profesionalisme,
perencanaan yang matang, keseriusan, kerjasama, dan tentu saja amanah dalam
mengemban tanggung jawab. Untuk itu, BWI merancang visi dan misi, serta
strategi implementasi. Visi BWI adalah “Terwujudnya lembaga independen yang
dipercaya masyarakat, mempunyai kemampuan dan integritas untuk
mengembangkan perwakafan nasional dan internasional”. Sedangkan misinya yaitu
“Menjadikan Badan Wakaf Indonesia sebagai leambaga profesional yang mampu
mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf untuk kepentingan
ibadah dan pemberdayaan masyarakat”.
Adapun strategi untuk merealisasikan Visi dan Misi Badan Wakaf Indonesia
adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kompetensi dan jaringan Badan wakaf Indonesia, baik
nasional maupun internasional.
b. Membuat peraturan dan kebijakan di bidang perwakafan.
c. Meningkatkan kesadaran dan kemauan masyarakat untuk berwakaf.
d. Meningkatkan profesionalitas dan keamanahan nazhir dalam pengelolaan
dan pengembangan harta wakaf.
e. Mengkoordinasi dan membina seluruh nazhir wakaf.
f. Menertibkan pengadministrasian harta benda wakaf.
g. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.
h. Menghimpun, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf yang
berskala nasional dan internasional.
Untuk merealisasikan visi, misi dan strategi tersebut, BWI mempunyai 5 divisi,
yakni Divisi Pembinaan Nazhir, Divisi Pengelolaan dan Pemberdayaan Wakaf,
Divisi Kelembagaan, Divisi Hubungan Masyarakat, dan Divisi Peneltian dan
Pengembangan Wakaf.
2. PPAIW ( Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf )
Dalam undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf bab 3 pada bagian
ketiga pasal 37 :
a. PPAIW harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah adalah Kepala
KUA dan/atau pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf.
b. PPAIW harta benda wakaf bergerak selain uang adalah Kepala KUA
dan/atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Menteri.
c. PPAIW harta benda wakaf bergerak berupa uang adalah Pejabat
Lembaga Keuangan Syariah paling rendah setingkat Kepala Seksi LKS
yang ditunjuk oleh Menteri.
d. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 tidak
menutup kesempatan bagi wakif untuk membuat AIW di hadapan
Notaris.
e. Persyaratan Notaris sebagai PPAIW ditetapkan oleh Menteri.
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf atau disingkat dengan PPAIW adalah
pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia untuk
membuat Akta Ikrar Wakaf (AIW). Yang dimaksud dengan pejabat disini adalah
orang yang diberikan tugas dan kewenangan yang sah menurut hukum untuk
membuat AIW. Sedangkan AIW adalah bukti pernyataan kehendak Wakif untuk
mewakafkan harta benda miliknya guna dikelola Nadzir (pengelola wakaf) sesuai
dengan peruntukan harta benda wakaf yang dituangkan dalam bentuk “akta”.
Sedangkan yang dimaksud “akta” sendiri adalah surat yang diberi tanda tangan,
yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat
sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. Akta merupakan salah satu alat
bukti tertulis (surat).
Keharusan ditandatanganinya suatu akta didasarkan pada ketentuan pasal 1869
BW, dengan tujuan untu mengindividualisir suatu akta sehingga dapat membedakan
dari satu akta dengan yang lainnya. Kemuadian yang dimaksud dengan
penandatanganan dalam akta adalah membubuhkan nama dari si penanda tangan,
sehingga membubuhkan paraf (singkatan tanda tangan) dianggap belum cukup.
Dipersamakan dengan tanda tangan pada suatu akta di bawah tangan adalah sidik
jari (cap jari atau cap jempol) yang dikuatkan dengan suatu keterangan yang diberi
tanggal oleh seorang notaris atau pejabat lain yang ditujuk oleh undang-undang
yang menyatakan bahwa ia mengenal orang yang membubuhkan sidik jari atau
orang itu diperkenalkan kepadanya, dan bahwa isi akta itu telah dibacakan dan
dijelaskan kepadanya, kemudian sidik jari itu dibubuhkan pada akta dihadapan
pejabat tersebut. Pengesahan sidik jari ini lebih dikenal dengan waarmerking.

Vous aimerez peut-être aussi