Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Hukum merupakan sarana untuk mengatur kehidupan sosial, namun satu hal
yang menarik adalah justru hukum tertinggal di belakang objek yang diaturnya.
Dengan demikian selalu terdapat gejala bahwa antara hukum dan perilaku sosial
terdapat suatu jarak perbedaan yang sangat mencolok. Apabila hal ini terjadi,
maka akan timbul ketegangan yang semestinya harus segera disesuaikan supaya
tidak menimbulkan ketegangan yang berkelanjutan, tetapi usaha ke arah ini
selalu terlambat dilakukan.2
2
Abdul Manan, H. 2006. Aspek-aspek Pengubah Hukum. Kencana Prenada Media. Jakarta.
Hlm. 72.
2
Oleh sebab itu sebuah teori yang digunakan pada masa kini selanjutnya
akan mengalami proses pengkritisan, yaitu terus menerus berada pada wilayah
yang labil, selalu berada pada wilayah yang keos. Artinya disini teori bukan
sesuatu yang telah jadi, tetapi sebaliknya akan semakin kuat mendapat tantangan dari
berbagai perubahan yang berlangsung, dan kemudian akan lahir teori-teori baru sebagai
wujud dari perubahan yang terus berlangsung, sehingga akan diperoleh teori
pengembangan hukum.
3 Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra. 1993. Hukum Sebagai Suatu Sistem. PT Remaja
Rosdakarya. Bandung. Hlm. 123.
3
Tradisi kaum realis dan sosiologis ini memiliki satu tema utama, yaitu
membuka sekat-sekat dari pengetahuan hukum. Seharusnya ada penghargaan
tinggi kepada semua hal yang mempengaruhi hukum dan yang menjadi
persyaratan bagi efektivitasnya. Dari titik tersebut dimulailah langkah ke arah
pandangan yang lebih luas mengenai partisipasi hukum dan peranan hukum.
Institusi-institusi hukum mestinya meninggalkan perisai perlindungan yang
sempit terhadap hukum otonom dan berubah menjadi instrumen-instrumen
yang lebih dinamis bagi penataan dan perubahan sosial yang bersifat
fungsional.
4 Philippe Nonet dan Philip Selznick. 2003. Hukum Responsif Pilihan di Masa Transisi.
HuMa. Jakarta. Hlm. 59-60.
4
5 Sunaryati Hartono, CFG. 1991. Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional.
Alumni. Bandung. Hlm. 83.
6 Esmi Warassih. 2005. Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis. PT Suryandaru Utama.
Semarang. Hlm. 89.
5
“kemunduran” kiranya dapat dimaklumi, asal saja begitu disadari akan hal
tersebut, maka perlu dilakukan langkah-langkah untuk mengembalikan proses
ini ke arah tujuan yang hendak dicita-citakan.
Pokok Permasalahan
Dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
dapat dirumuskan, sebagai berikut :
Tujuan Penelitian
hukum, azas-azas hukum dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan
untuk membahas poko permasalahan dalam makalah ini.7
Begitu juga dalam pandangan realisme, hukum itu tidak selalu sebagai
perintah dari penguasa Negara, sebab hukum dalam perkembangannya selalu
dipengaruhi oleh berbagai hal. Hukum adalah hasil dari kekuatan sosial dan
alat kontrol sosial dalam kehidupan bersama dalam suatu negara. Hukum pada
dasarnya tidak steril dari subsistem kemasyarakatannya. Politik sering kali
melakukan intervensi atas perbuatan dan pelaksanaan hukum sehingga muncul
pertanyaan tentang subsistem mana antara hukum politik yang lebih
suprematif.9
7 Supasti Dharmawan Ni Ketut. 2006. Metodologi Penelitian Hukum Empiris. Makalah Kedua
dipresentasikan pada Lokakarya pascasarjana Universitas Udayana.
8 Jurnal Tata Negara. Pemikiran Untuk Demokrasi dan Negara Hukum, Prinsip Keadilan dan
Feminisme. Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2006.
Hlm. 4
9 Abdul Manan. 2006. Aspek-Aspek Pengubah Hukum. kencana, Jakarta. Hlm. 107-108
10
Moh, Mahfud MD. Mengefektifkan Kontrol Hukum Atas Kekuasaan. Makalah untuk
Seminar Hukum dan Kekuasaan, (Yogyakarta: Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum UII, 27
Maret 1996)
7
11 Soerjono Soekanto. 1986. Mengenal Sosiologi Hukum. Alumni. Bandung. Hlm. 12.
12 Soerjono Soekanto. Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Grafindo Persada. Jakarta. Hlm. 9-11.
13
Sudjono Dirjosisworo. 1983. Sosiologi Hukum. Rajawali. Jakarta. Hlm. xv.
8
serta menerapkan sanksi hukum terhadap orang yang berprilaku tidak baik
tersebut, guna tercapainya ketentraman dan kemakmuran di masyarakat.14
14
Zainuddin Ali. 2007. Sosiologi Hukum. Sinar Grafika. Jakarta. Hlm. 37.
15
Satjipto Rahardjo. 2003. Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Kompas. Jakarta. Hlm. 157.
16
Bernard Arif Sidharta. 1999. Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum, Sebuah Penelitian
tentang Fundasi Kefilsafatan dan Sifat keilmuan Ilmu Hukum sebagai Landasan
Pengembangan Ilmu Hukum Nasional. Mandar Maju. Bandung. Hlm, 177.
9
Metode Penelitian
3. Analisis Data.
17 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2001. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat). Rajawali Pers, Jakarta. Hlm. 251-252.
10
PEMBAHASAN
Pertama, yaitu sebagai sesuatu wujud atau entitas, yaitu sistem biasa
dianggap sebagai suatu himpunan bagian yang saling berkaitan,
yang membentuk satu keseluruhan yang rumit atau kompleks
tetapi merupakan satu kesatuan. Pandangan ini pada dasarnya
bersifat deskriptif, bersifat menggambarkan dan ini memberikan
kemungkinan untuk menggambarkan dan membedakan antara
benda-benda yang berlainan dan untuk menetapkan batas-batas
kelilingnya atau memilahkannya guna kepentingan penganalisaan
dan untuk mempermudah pemecahan masalah.
18 Otje Salman S., H.R. dan Anthon F. Susanto. 2004. Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan
dan Membuka Kembali. PT Refika Aditama. Bandung. Hlm. 84.
11
19 Satjipto Rahardjo. 1991. Ilmu Hukum. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Hlm. 48-49.
20 Esmi Warassih, op.cit., hlm. 26-27.
12
Oleh sebab itu hukum bergerak diantara dunia nilai dan dunia sehari-
hari (realitas sosial), akibatnya sering terjadi ketegangan di saat hukum itu
diterapkan. Ketika hukum yang sarat dengan nilai-nilai itu hendak diwujudkan,
maka ia harus berhadapan dengan berbagai macam faktor yang mempengaruhi
dari lingkungan sosialnya.
Konteks yang demikian berarti apapun namanya maupun fungsi apa saja
yang hendak dilakukan oleh hukum tetap tidak terlepas dari pengertian hukum
sebagai suatu sistem, yaitu sebagai sistem norma. Pemahaman yang demikian
ini menjadi penting, karena dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai
suatu tujuan yang dikehendaki secara efektif, hukum harus dilihat sebagai sub
sistem dari suatu sistem yang besar yaitu masyarakat atau lingkungannya.
Sejalan dengan ini, maka terdapat dua pandangan yang sangat dominan
dalam rangka perubahan hukum yang berlaku dalam kehidupan masyaraakat
suatu negara, yang saling tarik menarik antara keduanya dan masing-masing
mempunyai alasan pembenarnya, yaitu:24
22 Emery, F.E., System Thinking, dalam Otje Salman. H.R dan Anton F. Susanto. Op.cit., hlm.,
89.
23 Lawrence M. Friedman. 2001. Hukum Amerika Sebuah Pengantar, PT Tata Nusa. Jakarta,
Hlm. 7-8.
24 Abdul Manan, H. Op.cit. Hlm. 7-8.
15
25 M. Solly Lubis. 2002. Sistem Nasional. Mandar Maju. Bandung. Hlm. 25-26.
16
Keempat komponen itu tidak hanya berkaitan satu sama lain, tetapi juga
saling pengaruh mempengaruhi, sehingga sekalipun misalnya kita berhasil
menyusun materi hukum sempurna, akan tetapi apabila hal tersebut tidak
didukung oleh dan berinteraksi dengan budaya hukum yang sesuai, aparatur
hukum yang profesional, bahkan juga sarana dan prasarana hukum yang cukup
modern dan memadai, maka seluruh materi hukum itu tidak mungkin akan
dapat diterapkan dan ditegakkan sebagaimana diharapkan, sehingga materi
hukum itu hanya tinggal menjadi huruf mati belaka. Itulah sebabnya seluruh
komponen dan unsur-unsur Sistem Hukum Nasional (Sistem Hukum Adat,
Sistem Hukum Barat, dan Sistem Hukum Islam) itu harus dibangun secara
simultan, sinkron dan terpadu. Hanya dengan pendekatan yang sistemik ini
dapat dibentuk dan diwujudkan Sistem Hukum Nasional yang utuh
menyeluruh berdasarkan Filasafat Pancasila, sesuai arti, makna dan jiwa UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan sekaligus akan terpenuhi segala
kepentingan dan kebutuhan masyarakat di masa yang akan datang. Hukum
nasional kita harus benar-benar dapat mengayomi seluruh bangsa kita dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
26 Badan Pembinaan Hukum Nasional. 1996. Pola Pikir dan Kerangka Sistem Hukum
Nasional. Badan Pembinaan Hukum Nasional. Jakarta. Hlm. 6.
17
Sehubungan dengan hal tersebut di atas dapat dipahami bahwa sifat dan
hakikat dari kebudayaan itu adalah sikap dan tingkah laku manusia yang
selalu dinamis, bergerak dan beraktivitas untuk memenuhi kebutuhan
18
Hukum itu sendiri merupakan bentuk formal dari struktur dan kultur
masyarakat. Oleh karenanya hukum positif Indonesia adalah wujud formal dari
struktur dan kultur sistem masyarakat kita yang masih diwarnai oleh berbagai
corak yang menjadi struktur dan kultur masyarakat kita sebelumnya. Dengan
kata lain pada hukum positif kita masih terlihat corak sistem hukum yang
berdimensi masa lalu, masa kini, dan arah di masa datang. Dalam hal inilah
pengembangan hukum berupaya melakukan orientasi terhadap fenomena ini
menuju terwujudnya hukum nasional yang dicita-citakan (ius constituendum).
dan berkembang di dalam masyarakat (living law). Budaya hukum ini hidup
dalam setiap kesatuan kecil masyarakat hukum Indonesia, sehingga secara
keseluruhan budaya hukum masyarakat Indonesia adalah budaya hukum
living law. Tetapi dalam perkembangannya kemudian, masyarakat hukum
Indonesia juga terbiasa dengan budaya hukum tertulis, yang pada dasarnya
merupakan konsekuensi dari proses kolonialisme di Indonesia.
Jelas bahwa proses semacam itu mau tidak mau akan memakan waktu
yang cukup lama. Sebab di satu pihak harus selalu memperhatikan agar unsur-
unsur budaya daerah jangan sampai digoncangkan, sehingga akan timbul
keresahan sosial. Tetapi dilain pihak juga tidak boleh membiarkan masyarakat-
masyarakat tradisional berkembang secara mandiri, sehingga ke arah yang
tidak sesuai, apalagi bertentangan dengan prinsip negara kesatuan, negara
hukum, filsafah Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
budaya hukum (the legal culture) yang merupakan keseluruhan sikap dari
masyarakat dan sistem nilai yang ada dalam masyarakat yang akan
menentukan bagaimana seharusnya hukum itu berlaku dalam masyarakat perlu
senantiasa dilakukan pembinaan.
Kesadaran hukum adalah proses dalam kesadaran atau kejiwaan manusia yang di
dalamnya berlangsung penilaian bahwa orang seharusnya bersikap dan
bertindak dengan cara tertentu dalam situasi kemasyarakatan tertentu karena hal
itu dirasakan adil dan perlu untuk terselenggaranya ketertiban masyarakat atau
kondisi kemasyarakatan yang memungkinkan manusia menjalani kehidupan
secara wajar sesuai dengan harkat dan martabatnya.32
32 Bernard Arief Sidharta. 2000. Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Sebuah Penelitian
tentang Fundasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum Sebagai Landasan
Pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia. CV Mandar Maju. Bandung. Hlm. 203.
33
Sjachran Basah. 1986. Tiga Tulisan Tentang Hukum. CV Armico. Bandung. Hlm. 8-9.
24
Jadi, jelaslah bahwa kesadaran hukum ini timbul apabila nilai-nilai yang
akan diwujudkan dalam dalam peraturan hukum itu merupakan nilai-nilai
yang baru. Hal ini sebagai konsekuensi logis dari meluasnya fungsi hukum
(modern) yang tidak sekedar merekam kembali pola-pola tingkah laku yang
sudah ada di dalam masyarakat. Ia justru menjadi sarana penyalur
kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah, sehingga terbuka kemungkinan akan
muncul keadaan-keadaan baru untuk merubah sesuatu yang sudah ada.
Bila upaya yang demikian dapat kita lakukan secara taat asas, pada
gilirannya pengembangan kaidah hukum akan dapat dilakukan sesuai dengan
kepentingan dan kebutuhan masyarakat, bangsa dan negara, karena muatan
kaidah tersebut tidak semata-mata dipertimbangkan dari aspek yuridis,
melainkan juga didasarkan pada pertimbangan nilai sosiologis dan filosofis.
Nilai sosiologis berkaitan dengan kenyataan yang terdapat dalam masyarakat,
yang akan menentukan fungsi hukum dan corak hubungan hukum. Sedangkan
nilai filosofis akan berkaitan dengan cita hukum (Rechtsidee), yang berkaitan
dengan nilai keadilan, kebenaran serta tujuan hukum pada umumnya.
teori hukum, baik yang berasal dari Teori Hukum Sociological Jurisprudence
dari Roscou Pound, teori kebudayaan dari Northrop maupun teori policy
oriented dari Laswell dan Mc Dougal yang kemudian dikembangkan oleh
Mochtar Kusumaatmadja menjadi teori hukum pengembangan, yang akan
diwujudkan ke dalam bentuk hukum tertulis (perundang-undangan) maupun
hukum tidak tertulis.
37 Bernard Arief Sidharta. Op.cit. Hlm. 199-201. Dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah diatur berbagai asas materi
muatan peraturan perundang-undangan: pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan,
kekeluargaan, kenusantaraan, bhinneka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam
hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum serta keseimbangan, keserasian
dan keselarasan.
30
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2001. Penelitian Hukum Normatif (Suatu
Tinjauan Singkat). Rajawali Pers. Jakarta.
Satjipto Rahardjo. 1991. Ilmu Hukum. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Sjachran Basah. 1986. Tiga Tulisan Tentang Hukum. CV Armico. Bandung.
Zainuddin Ali. 2007. Sosiologi Hukum. Sinar Grafika. Jakarta.
Undang-undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.